Harold Brunvand membagi tiga bentuk folklor, di antaranya: 1. Lisan 2. Sebagian lisan 3. Bukan lisan atau non verbal folklor.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Harold Brunvand membagi tiga bentuk folklor, di antaranya: 1. Lisan 2. Sebagian lisan 3. Bukan lisan atau non verbal folklor."

Transkripsi

1 Sejarah lisan Sejarah Lisan Dan Tradisi Lisan Sejarah lisan pada dasarnya berbicara tentang sesuatu yang baru tapi lama. Akan tetapi, secara materi, dalam kedudukannya sebagai sumber sejarah, sejarah lisan merupakan barang lama yang sama tuanya dengan sejarah itu sendiri. Berikut kami uraikan beberapa pengertian sejarah lisan menurut para ahli, diantaranya: 1. Sartono Kartodirdjo (1991) merumuskan sejarah lisan sebagai cerita-cerita tentang pengalaman kolektif yang disamapaikan secara kolektif. 2. Cullom Davis, et,.al. (1977) mengartikan sejarah lisan sebagai a branch of historical research. 3. A. Adaby Darban (1988) mengartikan sejarah lisan sebagai sumber sejarah yang terdapat di kalangan manusia yang mengikuti kejadian atau menjadi saksi atas suatu kejadian masa lampau, diuraikan dengan lisan. 4. A. B. Lapian (1981) mengatakan bahwa di Amerika Serikat sejarah lisan dipahami sebagai rekaman pita (tape recording) daripada wawancara tentang peristiwa atau hal-hal yang dialami oleh pengkisah (interviewee) atau lebih tepat lagi rekaman pada pita kaset tentang pengalaman-pengalaman yang masih diingat oleh pengkisah. 5. A. Gazali Usman (1983) memberikan definisi sejarah lisan sebagai rekaman pita dari wawancara tentang peristiwa yang dialami oleh pengkisah. Dengan demikian, isi pita rekaman berupa wawancara antara pewawancara (interviuwer) dengan pengkisah. Jadi, dengan banyaknya pengertian sejarah lisan tersebut, maka tampaklah keseragaman dalam melihat muatan utama sejarah lisan, yakni memori atau ingatan manusia. Dengan demikian, tanpa adanya ingatan manusia tidak mungkin ada sejarah lisan. Sebaliknya, tidak mungkin ada sejarah lisan tanpa ada ingatan manusia. Sehingga jelas bahwa sejarah lisan pada dasarnya merupakan rekonstruksi visual atas berbagai peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi yang terdapat di dalam memori setiap individu manusia. Tradisi Lisan (Oral Traditional) Tradisi lisan dipahami sebagai kesaksian lisan yang dituturkan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Artinya bukan hanya kesaksian lisan yang benar-benar terjadi pada peristiwa sejarah, akan tetapi bisa jadi hanyalah tentang tradisi-tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi lisan demikian dalam batas-batas tertentu dapat diidentikan dengan folklor, khususnya folklor lisan (verbal folklor) dan folklor sebagian lisan (partly verbal folklor). Menurut James Danandjaja (1997), folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk tulisan maupun alat pembantu pengingat (mnemonic device). Folklor lisan dipahami sebagai folklor yang bentuknya memang murni lisan. Jan

2 Harold Brunvand membagi tiga bentuk folklor, di antaranya: 1. Lisan 2. Sebagian lisan 3. Bukan lisan atau non verbal folklor. Folklor lisan merupakan yang paling dekat dengan tradisi lisan. Beberapa bentuk folklor lisan; pertama, bahasa rakyat, seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan; Kedua, ungkapan tradisional, seperti, peribahasa, pepatah, dan pemeo; ketiga, pertanyaan tradisional, seperti, teka-teki; keempat, puisi rakyat, seperti, pantun, gurindam, dan syair; kelima, cerita prosa rakyat, seperti, mite, legenda dan dongeng; keenam, nyanyian rakyat. Dan yang serring diidentikan dengan tradisi lisan tidak lain adalah cerita prosa rakyat, baik mite, legenda, maupun dongeng. Folklor sebagian lisan dapat diartikan sebagi folkor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Misalnya kepercayaan masyarakat yang bersifat takhayul, percaya kepada hal-hal gaib; seperti batu-batuan atau bendabenda yang dianggap berhasiat. Selain itu yang dikelompokkan ke dalam folklor sebagian lisan adalah permaian rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara dan pesta rakyat. Sejarah Lisan sebagai Sumber Lisan Sebagai salah satu bentuk sumber lisan, sejarah lisan haruslah digali secara sengaja, terencana, dan tersistematisasikan. Ole3h karena itu, sejarah lisan harus benar-benar digali dengan penuh kesadaran dan penuh perencanaan. Menurut Taufik Abdullah (1982) pada dasarnya sejarah lisan dapat dibedakan dalam tiga corak, yakni sastra lisan, pengetahuan umum tentang sejarah, dan kenangan pribadi. Sastra lisan meskipun tidak bisa diharapkan terlalu banyak untuk membantu rekonstruksi suatu peristiwa tetapi dengan pengetahuan antropologis yang memadai akan memungkinkan penelitian sejarah untuk mengetahui atau setidaknya menyadari dunia nilai dan dunia makna dari masyarakat yang diteliti. Pengetahuan umum tentang sejarah pada dasarnya merupakan bentuk perspsi sosial tentang hari lampau. Kenangan pribadi adalah corak sejarah lisan yang relatif paling memenuhi syarat sebagai sumber sejarah atau dengan kata lain merupakan sejarah lisan yang otentik, yang akan lebih langsung membantu penelitian sejarah saat melakukan rekonsruksi. Ingatan adalah proses, bukan keadaan menetap. Sebagai suatu proses, ingatan pada dasarnya dimulai ketika sesuatu yang akan diingat itu dipelajari atau dialami. Maka setelah itu mengalami proses penyimpanan (storage). Dalam kaitannya dengan penggalian sejarah lisan, ingatan yang tersimpan dalam storage itulah yang harus dikeluarkan, dikisahkan atau dikenang secara aktif. Berpijak pada pengertian bahwa sejarah lisan adalah peristiwa-peristiwa sejarah terpilih yang terdapat di dalam ingatan-ingatan hampir setiap individu manusia maka secara kuantitatif, materi sejarah lisan sebagi sumber lisan dapat dikatakan hampir tak terbatas. Artinya, banyak tidaknya sejarah lisan untuk suatu peristiwa sejarah yang akan direkonstruksi pada dasarnya akan ditentukan oleh sosok atau kebesaran peristiwanya itu sendiri.

3 BAB III Guna Sejarah Lisan Kuntowijoyo (1995) mengatakan bahwa sejarah di samping memiliki guna intrinsik juga memiliki guna ekstrinsik. Guna intrinsik sejarah memiliki empat hal; sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lalu, sejarah sebagai pernyataan pendapat dan sejarah sebagi profesi. Sementara itu, guna ekstrinsik sejarah juga mencakup empat hal; fungsi pendidikan (moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan, dan ilmu bantu), latar belakang, rujukan, dan bukti. T. Ibrahim Alfian (1985) menyatakan bahwa ada tiga guna sejarah. Pertama, untuk melestarikan identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok bagi kelangsungan hidup. Kedua, untuk mengambil pelajaran dan teladan dari peristiwa-peristiwa di masa lalu. Ketiga, sejarah dapat berfungsi sebagi sarana pemahaman mengenai makna hidup dan mati atau mengenai tempat hidup manusia di atas muka bumi ini. Guna pertama sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekonstruksi sejarah, sejarah lisan dapat berguna sebagi sumber pelengkap di antara sumber-sumber sejarah lainnya. Artinya sebagi penambah dari keterkurangan sumber tertulis di dalam melakukan rekonstruksi sejarah. Sehingga peran sejarah lisan ini menjadi ciri khas, manakala mampu memberi suatu pelengkap terhadap rekonstruksi sejarah yang menjadi lebih hidup. Sebagaimana Taufik Abdullah (1982) mengatakan, bila dikerjakan dengan baik, sejarah lisan tidak saja akan mampu mengisi kekurangan dari sumber-sumber tertulis dalam usaha merekonstruksi suatu peristiwa tetapi juga akan mampu memberi suasana (sphere) dari periode yang diteliti. Dengan cara itu, humanisasi studi sejarah dapat dilanjutkan. Sejarah lisan menjadikan sejarah menjadi memasyarakat dan dimiliki banyak orang atau dalam bahasa Paul Thompson (1978), sejarah lisan mampu mengembalikan sejarah kepada masyarakat serta menjadikan sejarah lebih demokratis. Guna kedua sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekonstruksi sejarah, sejarah lisan dapat menjadi sumber sejarah satu-satunya. Artinya jika sumber tertulis tidak memadai, bahkan tidak sama sekali maka peran sejarah lisan dapat dimainkan. Akan tetapi, keberadaan seperti itu di dalam merekonstruksi sejarah harus disikapi secara jauh lebih kritis. Guna ketiga sejarah lisan adalah memberikan semacam discovery atau ruang kepada sejarawan untuk mengembangkan penelitian di masa depan. Misalnya realitas perkembangan kontemporer telah memperlihatkan semakin berkurangnya tradisi tulis di tengah masyarakat serta budaya tulis di atas media kertas. Perkembangan kontemporer seperti itu akan memberikan dampak kepada hilangnya jati diri sumber tertulis. Karena semakin jauh dari tradisi tulis dan bahkan bukan tidak mungkin akan memupus budaya kertas (paper culture). Maka jelas perlahan tapi pasti akan menjadi musibah besar bagi sejarah. Padahal, sumber tertulis begitu melekat dengan sejarah dan ketiadaannya sumber tertulis bagi sebagian orang dapat berarti berakhirnya usia sejarah.

4 Namun, permasalahan seperti itu tidak perlu dan tidak mesti dikhwatirkan lagi karena semuaanya bisa teratasi dengan adanya sejarah lisan. Tegasnya, sejarah lisan akan ma mpu melakukan rekonstruksi berbagai sejarah di masa depan, termasuk bilamana peristiwa sejarah tersebut tidak menyisakan sumber tulisan. Dalam guna ketiga inilah, sebagaimana dikatakan Kuntowijoyo (1994), setidaknya ada tiga sumbangan besar yang diberikan sejarah lisan terhadap pengembangan sunstansi penulisan sejarah, di antaranya: 1. Kekontemporeran sifat yang dimiliki sejarah lisan membuka kemungkinan yang hampir tak terbatas untuk dapat menggali sejarah dari para aktor sejarah. 2. Sejarah lisan memberikan luang bagi tampilnya para aktor sejarah yang tidak tertulis dalam dokumen. 3. Sejarah lisan membuka kemungkinan bagi perluasan permasalahan sejarah karena sejarah tidak lagi dibatasi oleh dokumen tertulis. Sejarah lisan adalah usaha untuk merekam seluruh kenangan dari si pelaku sejarah, agar semua aktifitas yang dilakukannya, yang dilihatnya dan dirasakannya dapat terungkap melalui proses wawancara dengan segala nuansa yang muncul dari aspek peristiwa sejarah. Meskipun sejarah lisan mempunyai fungsi utama yang sama dengan teknik konvensional dalam metode sejarah(penggalian sumber tertulis), ternyata sejarah lisan dalam kajian sejarah modern dianggap baru meskipun telah lama dikenal dalam penulisan sejarah lama dalam historiografi tradisional. Pengantar Dalam kajian sejarah, Sejarah Lisan (Oral History) pada dasarnya dapat dirumuskan sebagai salah satu teknik/ metode pengumpulan data sejarah, yang bersumber pada informasi lisan (Oral Sources), untuk membedakan dengan teknik pengumpulan data sejarah yang bersumber pada informasi tertulis (Recorded/ Written Sources). Kehadiran sejarah lisan dalam kajian sejarah modern dianggap baru, sekalipun sesungguhnya telah lama dikenal dalam penulisan sejarah lama (bersumber pada tradisi lisan), yang tercermin dalam hisoriografi tradisional. Tidak berbeda dengan teknik konvesional (penggalian sumber tertulis) yang berlaku dalam metode sejarah, fungsi pokok sejarah lisan adalah sebagai alat

5 (Instrument) penggali/pengumpul data dan fakta sejarah untuk tujuan rekonstruksi sejarah (Historiografi). Rekonstruksi sejarah diperoleh melalui proses penggarapan sejarah, yang bertujuan menyusun kembali sejarah dalam pengertian sebagai aktualitas yang sebenarnya (History as Actuality) menjadi sejarah yang disusun secara tertulis (History as Written), yaitu historiografi. Apabila dalam teknik konvesional aktualitas sejarah dapat digali dari sumbersumber tertulis, maka dalam teknik sejarah lisan aktualitas sejarah perlu digali dari sumber lisan (Oral Sources), yaitu sejarah yang diingat. Pengertian Sejarah Lisan. Sejarah Lisan merupakan usaha untuk merekam seluruh kenangan dari si pelaku sejarah, agar semua aktifitas yang dilakukannya, yang dilihatnya dan dirasakannya dapat terungkap melalui proses wawancara dengan segala nuansa yang muncul dari aspek peristiwa sejarah. Wawancara sejarah lisan agak berbeda dengan wawancara jurnalistik, sebab ada persiapan metodologis yang secara kritis dilakukan, pemilihan topik-topik tertentu, kajian pustaka dan dokumen-dokumen yang terkait serta pedoman wawancara. Termasuk juga seleksi yang ketat terhadap orang yang akan diwawancarai (pengkisah) dan terhadap apa-apa yang diceritakannya. Karena itu ruang lingkup mereka harus lebih luas dari pada yang dibutuhkan untuk pemakaian langsung atau khusus. Sejarah lisan merupakan salah satu dari sumber-sumber sejarah, karena ada sumber tertulis dan ada sumber lisan. Sejarah lisan berbeda dengan tradisi lisan. Sejarah lisan sebagai sumber sejarah yang dilisankan, penulisan berdasarkan cerita yang diungkapkan oleh pengkisah yang mengalami, menjadi saksi, mengikuti berbagai peristiwa sejarah pada jamannya dan hanya satu generasi saja. Jadi lebih banyak pengalaman tokoh yang bersangkutan dalam peristiwa sejarah. Tradisi lisan ruang lingkupnya lebih luas daripada sejarah lisan. Dalam hal ini tradisi lisan merupakan pengalaman-pengalaman kolektif suatu masyarakat/ bangsa yang menunjuk pada kejadian-kejadian/ peristiwa-peristiwa dimasa itu, sehingga dipengaruhi oleh jiwa jaman. Tradisi lisan lebih mengarah pada halhal yang statis dan bersifat mitos dan lebih banyak pada hal-hal yang bersifat budaya.

6 Tradisi lisan merupakan suatu cerita rakyat yang diungkapkan secara lisan dan berlangsung secara turun temurun, ada pewarisan dari satu generasi ke generasi lainnya. Pengkisah tidak terikat dengan peristiwa itu sendiri dan bukan pelaku atau penyaksi dari peristiwa yang di ceritakan. Sebagai ilustrasi mungkin kita dapat lihat dari cerita tentang Djoko Tingkir atau Pangeran Samber Nyawa di daerah Jawa. Posisi Sejarah Lisan Dalam Metodologi Sejarah Dalam kajian sejarah, sejarah lisan sebenarnya merupakan salah satu teknik atau metode pengumpulan data sejarah, namun bersumber pada informasi lisan, bukan sumber tertulis. Pendekatan/ teknik pengumplan data sejarah dengan lisan tergolong baru untuk kajian-kajian sejarah modern, namun sesungguhnya historiografi tradisional bersumber dari tradisi lisan. Pada dasarnya teknik/ metode sejarah lisan tidak berbeda dengan teknik/ metode sejarah yang menggali sumber-sumber sejarah tertulis dengan kritik intern dan ekstern. Rekonstrusi sejarah diperoleh melalui proses penyusunan kembali fakta-fakta sejarah sebagai aktualitas yang sebenarnya menjadi sejarah yang ditulis atau disusun secara tertulis, yang selama ini kita kenal dengan Historiogarafi. Jika teknik konvesional mengungkapkan aktualitas sejarah melalui sumber-sumber tertulis maka dalam sejarah lisan aktualitas sejarah diperoleh dari sumber lisan dengan membangkitkan kembali ingatan pelakupelaku sejarah. Proses penggarapan sejarah lisan seperti yang berlaku dalam penggarapan sejarah untuk kajian sejarah modern, yakni menggunakan kerangka teoritis metodologis dan metode sejarah kritis dengan dua tahap :

7 1.) Tahap analisis evidensi, mencari bukti-bukti dari sumber lisan untuik menyusun fakta-fakta. 2.) Tahap sintesis fakta dalam rekonstruksi sejarah dalam bentuk penulisan sejarah tertulis. Secara sederhana dapat dilihat dalam gambaran berikut dibawah ini : Fungsi Sejarah Lisan Dalam Metodologi Sejarah. Teknik/ metode sejarah lisan merupakan suatu pengembangan dan penyempurnaan dari penelitian sumber-sumber sejarah tertulis, seperti dokumen dan catatan-catatan resmi peristiwa sejarah yang dapat melengkapi penulisan sejarah dengan nuansa-nuansa peristiwa sejarah yang tidak bisa secara lengkap ditampilkan oleh data tertulis. Sejarah lisan lisan disatu sisi sebagai metode (proses) namun disisi yang lain juga sebagai produk (hasil) yang berupa data tertulis, karena telah ditranskripkan atau penulisan-penulisan sejarah yan bersifat monolog seperti biografi. Sejarah lisan diperlukan bukan hanya untuk masyarakat yang tidak mempunyai kebiasaan merekam sumber tertulis, namun juga sangat dibutuhkan bagi penyusunan sejarah kontemporer seperti yang sudah dikatakan diatas terutama sesudah Perang Dunia II dan masa revolusi. Khususnya bagi rekonstruksi sejarah Indonesia kontemporer, penggunaan teknik sejarah lisan sangat penting. Sebab para pelaku sejarah tersebut masih hidup, sehingga dapat melengkapi khasanah sumber-sumber sejarah bagi penulisan sejarah. Disamping itu sejarah lisan juga dapat digunakan untuk berbagai jenis penulisan sejarah seperti sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah kebudayaan, sejarah sosial termasuk penulisan sejarah lokal dan sejarah nasional. Secara metodologi ada keterbatasan dari metode sejarah lisan yaitu tidak dapat menggali sumber sejarah dalam rentang waktu yang lama. Oleh sebab itu yang paling tepat penggunaan sejarah lisan pada rentangan waktu yang dekat dengan kita, karena pelaku sejarahnya masih hidup, dan sejarah lisan hanya mampu mengungkapkan pengalaman-pengalaman seseorang yang sifatnya sangat individual. Disamping keterbatasan itu, sejarah lisan mempunyai kelebihan yang tidak dapat diperoleh dari dokumen tertulis. Sejarah lisan dapat menangkap tema-tema tertentu yang muncul dari sejarah yang tidak dapat

8 diungkapkan oleh dokumen-dokumen tertulis. Sejarah lisan lebih bersifat populis, sehingga dapat mencapai kehidupan sosiokultural pada masyarakat kelas bawah. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang tidak terbiasa dengan budaya tertulis, sementara itu sumber tertulis juga masih langka, maka penggunaan sejarah lisan bagi rekonstruksi sejarah sosial menjadi sangat penting. Apalagi dengan makin berkurangnya para pelaku sejarah sebab umur manusia terbatas dan belum lengkapnya rekonstruksi sejarah Indonesia secara nasional ataupun lokal. Pengalaman sejarah masyarakat di masa kolonial, Jepang dan Revolusi serta Pasca Revolusi merupakan sumber sejarah yang harus digali. Pengalaman sejarah tersebut hampir sebagian besar berada dalam ingatan para pelaku dan penyaksi peristiwa sejarah. Untuk itu perlu digali, dipahami dan disusun kembali melalui penulisan sejarah dengan menggunakan metode sejarah lisan. Perangkat Teknis Dalam Penelitian Sejarah Lisan. Dalam mengungkapkan sumber sejarah lisan tetap digunakan prosedur dan kerangka teoritis/ metodologis dari penelitian sejarah dengan proses evidensi dan sintesis termasuk kritik sumber. Dengan demikian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses penelitian denan menggunakan metode sejarah lisan. Pertama : Terhadap sumber sejarah lisan (pengkisah) diperlukan seleksi kritis agar memperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk itu perlu diteliti lebih dahulu kondisi pribadi dan mentalitas sumber, mungkin lemah ingatan atau pribadi pembual, sekaligus memperhatikan usia pengkisah yang disesuaikan dengan kurun waktu dari topik yang dipermasalahkan. Kedua : Persiapan peneliti terhadap topik yang akan diteliti, dengan mengadakan kajian pustaka yang lengkap dan komprehensif, membuat kerangka permasalahan yang akan dikerjakan. Setelah itu buat pedoman wawancara yang disesuaikan dengan masalah yang akan diteliti.

9 Ketiga : Teknis peralatan wawancara meliputi perankat yang dibutuhkan untuk wawancara sejarah lisan antara lain ; tape recorder, kaset, peralatan tulis, buku catatan dan juga peralatan lainnya seperti kamera, film, baterai dan lain-lain. Keempat : Persiapan lapangan perlu diperhatikan dengan seksama, karena harus disiapkan observasi awal untuk mengetahui kondisi lokasi agar sesuai dengan topik wawancara. Kemudian menghubungi sumber (pengkisah) untuk menentukan waktu wawancara dan tempat wawancara, termasuk juga persiapan izin dari yang berwenang jika diperlukan. Hal-hal lain yang diperlukan antara lain fokus wawancara, pengetahuan bahanbahan tertulis dan penggunaan bahasa, sikap pewawancara dan suasana lingkungan yang penuh keakraban, simpati serta penuh perhatian terhadap apa saja yang diceritakan. Dalam proses sejarah lisan lebih banyak memberikan kesempatan kepada pengkisah untuk berbicara dan jangan sekali-sekali memotong pembicaraan. Sumber Lisan

10 Seterusnya, kita akan membincangkan tentang sumber lisan. Sumber lisan merupakan sumber yang wujud melalui percakapan atau pertuturan dari mulut ke mulut oleh seseorang yang terlibat atau menyaksikan sesuatu peristiwa yang telah berlaku. Ia hanya tersimpan di dalam ingatan penyaksi dan ianya tidaklah ditulis atau dirakamkan. Namun begitu, sumber lisan boleh menjadi sumber bertulis apabila ia dirakam setelah mengalarni proses temu bual, perbincangan, dan temuduga dengan orang sumber. Pada kebiasaannya, sumber ini turut menjadi rujukan bagi ahli sejarawan dalam bidang sejarah lisan. Sumber lisan boleh juga dikategorikan sebagai sumber utama dan sumber kedua. Lazimnya, sumber utamanya didapati daripada penyaksi-penyaksi atau orang-orang yang terlibat dalam sesuatu peristiwa sejarah itu. Mereka ini boleh memberikan maklumat asal tentang peristiwa yang mereka saksikan atan yang mereka turut terlibat. Jika mereka ini memuatkan maklumat-maklumat ke dalam pita rakaman ataupun apa-apa perakam suara, maka itu juga boleh dianggap sebagai sumber utama. Tetapi, jika mereka menulisnya, maka ia akan menjadi sumber utama yang bertulis dan bukan lisan lagi. Bagi sumber lisan dalam kategori kedua pula, ia adalah maklumat daripada mereka yang tidak menyaksikan atau terlibat dalam sesuatu peristiwa yang diterangkan. 1 [12] Kepentingan sumber lisan sememangnya tidak boleh dipertikaikan lagi. Tambahan pula dalam situasi di mana kurangnya sumber utama dan kedua dalam satu-satu peristiwa sejarah. Contoh yang jelas ialah semasa pendudukan Jepun di Tanah Melayu selama 3 setengah tahun iaitu dari 15 Februari 1942 hinggalah 12 September Kebanyakan daripada generasi muda pada masa kini mendapat tahu tentang peristiwa yang menggambarkan keganasan dan kekejaman pendudukan Jepun di Tanah Melayu melalui cerita-cerita orang tua yang masill hidup dan telah menempuh zaman tersebut. Hal ini turut dijelaskan oleh K.Ratnam: Layanan yang berbeza diberi kepada penduduk tempatan oleh pihak Jepun. Semua kaum iaitu orang Melayu, Gina dim India mengalami penyeksaan, penderitaan, kebuluran, ketakutan dan pengangguran. Kaum Gina menderita akibat kezaliman dan penyeksaan askar-askar Jepun. Akibatnya, ramai orang Cina telah melarikan diri ke pinggir-pinggir hutan untuk mengelakkan penyeksaan, kebuluran, dan kezaliman Jepun. Di sini mereka menternak ayam itik. Inii mewujudkan masyarakat setinggan di Tanah Melayu Kaum Melayu dan India diberi layanan baik tetapi ramai di antara mereka juga dihantar ke Siam untuk membina Jalan Kereta Api Maut. Akibatnya ramai orang Melayu, India dan Cina telah terkorban dalam pembinam jalan kereta api tersebut akibat seksaan dim jangkitan penyakit tropika. 2 [13] 1 2

11

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

PRAKATA. Bandung, Februari Reiza D. Dienaputra

PRAKATA. Bandung, Februari Reiza D. Dienaputra Mega-mega yang disentuh, pudar karena keagungan kerja. Badai-badai yang ditentang, nyisih karena keagungan jiwa. Tiadalah kebahagiaan, sebesar kebahagiaan selesai kerja. Tiadalah kelapangan, sebesar kelapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana Penelitian pada dasarnya merupakan cara kerja ilmiah yang ada dalam setiap disiplin ilmu. Begitu pi kisahula halnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Ketokohan Ki Gede Sebayu sebagai pendiri Tegal memang sudah tersohor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Folklor Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA Rizky Imania Putri Siswandari 1, Muh. Ariffudin Islam 2, Khamadi 3 Jurusan Desain Komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab kesatu dari lima bab penulisan tesis ini akan dimulai dengan pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

STUDI LAPANGAN BAGI PENELITIAN SEJARAH

STUDI LAPANGAN BAGI PENELITIAN SEJARAH STUDI LAPANGAN BAGI PENELITIAN SEJARAH MAKALAH disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Penelitian, diselengggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, di Hotel Agusta Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Folklor merupakan khazanah sastra lama. Salah satu jenis folklor adalah cerita rakyat. Awalnya cerita rakyat merupakan cerita lisan yang dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang penulis gunakan untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB II CERITA RAKYAT NYAI ANTEH PENUNGGU BULAN

BAB II CERITA RAKYAT NYAI ANTEH PENUNGGU BULAN BAB II CERITA RAKYAT NYAI ANTEH PENUNGGU BULAN II.1 Cerita Rakyat Sebagai Bagian dari Foklor Danandjaja (seperti dikutip, Supendi 2010) Foklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di kota Salatiga. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Sekolah Guru B di Salatiga menjadi salah satu pilot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ragam kebudayaan di Indonesia yang dapat menunjukan identitas budaya pemiliknya ialah folklor. Menurut Danandjaja (1984:2), folklor didefinisikan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : Mata Pelajaran : Kelas/Semester : X/1 Standar : 1. Memahami Prinsip Ilmu Pokok Kegiatan Indikator Pencapaian / Bahan/ Alat 1.1. Menjelaskan Pengertian dan Ruang Lingkup

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA Oleh Sandro Tamba Hendra K. Pulungan, S. Sos., M.I.Kom Pengkajian terhadap sastra merupakan kajian yang cukup menarik dengan memperhatikan segi media

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri Sandal Barepan selama 38 tahun tersebut, maka perlu digunakan suatu metode penelitian sejarah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan pada hakikatnya merupakan wujud dari upaya manusia dalam menanggapi lingkungan secara aktif. Aktif yang dimaksud adalah aktif mengetahui bagaimana persoalan-persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab III berisi pemaparan mengenai metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan mengenai Pengaruh Pemikiran Harun Nasution Mengenai Islam Rasional Terhadap Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan

1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan Bab I Pendahuluan 1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan Bagian ini memuat alasan ilmiah penulis untuk mengkaji mob Papua sebagai bagian dari karya sastra lisan. Kajian karya sastra lisan berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU Oleh: Nepi Sutriati 1, Hasanuddin WS 2, Zulfadhli 3 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR CERITA RAKYAT KUNINGAN TERINTEGRASI NILAI KARAKTER DALAMPEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR CERITA RAKYAT KUNINGAN TERINTEGRASI NILAI KARAKTER DALAMPEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP PENGEMBANGAN BAHAN AJAR CERITA RAKYAT KUNINGAN TERINTEGRASI NILAI KARAKTER DALAMPEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP Yoyoh Komariah SMP Negeri 3Kuningan Valentineyona565@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat adalah salah satu budaya Indonesia yang menambah keragaman budaya di negeri kita dan patut dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gambar 1.1 Permukaan Bulan Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan bulan saat malam hari, membuat malam menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya khas daerah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Cerita Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463 SUMBANGAN CERITA RAKYAT DI WILAYAH MADIUN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Eni Winarsih IKIP PGRI Madiun Abstrak Cerita rakyat adalah ragam cerita yang berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat disebarkan

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat. Oleh: Desi Nurmawati A1B109078

Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat. Oleh: Desi Nurmawati A1B109078 Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat Oleh: Desi Nurmawati A1B109078 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN . A. Latar Belakang Masalah Reni Yuniawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN . A. Latar Belakang Masalah Reni Yuniawati, 2015 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian penelitian bab 1 ini akan membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian serta Definisi Istilah. A. Latar Belakang Masalah Pembelajara sastra

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul relevansi pemikiran Mohammad Hatta di KUD Grabag pada era reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan daerah yang kaya dengan panorama alamnya. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB III METODE, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis.

BAB III METODE, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis. BAB III METODE, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis. Pendeskripsian data dilakukan dengan cara menunjukkan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau kelompok. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung oleh Arsip Nasional

BAB IV PENUTUP. dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung oleh Arsip Nasional BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cincin. Terlebih pada tahun 2015 ini, batu akik semakin digemari oleh masyarakat luas

BAB I PENDAHULUAN. cincin. Terlebih pada tahun 2015 ini, batu akik semakin digemari oleh masyarakat luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu akik merupakan benda yang dipergunakan sebagai perhiasan tangan, yang memiliki keindahan tersendiri, dan biasanya banyak masyarakat menjadikannya sebagai cincin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia mempunyai kekayaan tradisi berupa budaya tulis (kitab, nota-perjanjian, stempel) dan budaya tutur (pantun, puisi tradisional,dongeng). Penikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di Nusantara memilliki beragam bentuk tradisi yang khas. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satua merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng (bahasa Indonesia)

Lebih terperinci