BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori 1. Hand Hygiene a. Pengertian Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk menyatakan kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO, 2009). Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang dari mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan (Akyol, 2007). Salah satu cara terpenting dalam rangka pengontrolan infeksi agar dapat mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan cara melaksanakan hand hygiene, baik melakukan cuci tangan ataupun hand rubbing (Mani, dkk., 2010). b. Tujuan Hand Hygiene Tujuan hand hygiene dilakukan secara rutin dalam perawatan pasien ialah untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta kontaminasi mikroba dari kontak dengan pasien atau lingkungan (WHO, 2009). Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu pencegahan penularan kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait 13

2 14 perawatan kesehatan. Hal ini dikarenakan tangan adalah jalur utama penularan kuman selama perawatan pasien (Pratami, dkk., 2012). Perpindahan kuman patogen secara umum terjadi pada tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi (Mani, dkk., 2010). Dalam WHO Guideline on Hand hygiene in Health Care yang diterbitkan pada tahun 2009 diketahui bahwa terdapat bakteri yang mendiami tangan manusia, yaitu : 1) Resident flora merupakan mikroorganisme yang bertempat tinggal di kulit yaitu pada lapisan luar startum corneum dan pada permukaan kulit. Resident flora tidak terlalu dikaitkan dengan kejadian infeksi nosokomial. Contoh : Staphylococcus Epididimis, S. Hominis, beberapa jenis bakteri dan fungi. 2) Transient flora merupakan mikroorganisme pada lapisan kulit yang dapat dihilangkan dengan pelaksanaan hand hygiene secara rutin. Transient flora dapat bertahan dan memperbanyak diri secara sporadis pada permukaan kulit walau jenis mikroorganisme ini tidak memperbanyak diri pada kulit. Jenis mikroorganisme yang termasuk transient flora ini didapatkan petugas kesehatan dari kontak langsung dengan pasien. Selain kontak langsung dengan pasien, transient flora juga bisa mengontaminasi tangan petugas kesehatan saat kontak langsung dengan lingkungan pasien yang terkontaminasi. Contoh : S. aureus, Basilus Gram-negatif, atau ragi.

3 15 Menurut Akyol (2007) sebagian besar bakteri yang termasuk transient flora terbawa oleh tangan manusia. Mencuci tangan secara cermat merupakan metode paling efektif untuk mencegah perpindahan bakteri ini pada pasien. c. Indikator Cuci Tangan Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HPPI) tahun 2010 menyatakan bahwa waktu melakukan cuci tangan, adalah bila tangan kotor, saat tiba dan sebelum meningggalkan rumah sakit, sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kontak dengan pasien, lingkungan pasien, sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, serta sesudah ke kamar mandi. Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan (Depkes RI, 2008), yaitu: 1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus. 2) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa. World Health Organization (WHO, 2009) memperkenalkan konsep five moments hand hygiene sebagai evidence-based untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial yang harus dilaksanakan sesuai dengan seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa

4 16 memperhatikan apakah petugas kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak. WHO telah mengembangkan moment untuk kebersihan tangan yaitu Five Moments for Hand Hygiene, yang telah diidentifikasi sebagai waktu kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien (WHO, 2009). Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak. Indikasi "sebelum" momen ditujukan untuk mencegah risiko penularan mikroba untuk pasien. Tiga lainnya terjadi setelah kontak, hal ini ditujukan untuk mencegah risiko transmisi mikroba ke petugas kesehatan perawatan dan lingkungan pasien. WHO (2009) menetapkan indikasi five moments hand hygiene yang dimaksud meliputi: 1) Sebelum menyentuh pasien Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus melawan infeksi dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: a) Sebelum berjabat tangan dengan pasien. b) Sebelum membantu pasien melakukan aktivitas pribadi: bergerak, mandi, makan, dan berpakaian.

5 17 c) Sebelum melakukan perawatan dan tindakan non-invasif lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase. d) Sebelum melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam ECG. 2) Sebelum melakukan prosedur bersih/ aseptik Hand hygiene yang dilakukan sebelum melakukan prosedur bersih/ aseptik bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada di dalam tubuh pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: a) Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata, pemeriksaan vagina atau rektal, memeriksa mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa instrumen, memasukkan suppositori, dan melakukan suction mukus. b) Sebelum membalut luka dengan atau tanpa insrumen, pemberian salep pada kulit, dan melakukan injeksi perkutan. c) Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul, Nasogastric Tube (NGT), Endotracheal Tube (ETT), periksa urin, kateter, dan drainase), melepas/ membuka selang peralatan medis (untuk makan, pengobatan, pengaliran, penyedotan, dan pemantauan). d) Sebelum mempersiapkan makanan, pengobatan, dan peralatan steril.

6 18 3) Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan tubuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari infeksi oleh kuman berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di lingkungan perawatan pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: a) Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang tidak utuh. b) Setelah melakukan injeksi; setelah pemasangan dan pelepasan alat medis invasif (akses ke pembuluh darah, kateter, selang, dan drainase); setelah melepas dan membuka selang yang terpasang dalam tubuh. c) Setelah melepaskan peralatan medis invasif. d) Setelah melepas alat perlindungan (serbet, gaun, dan handuk pengering). e) Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik, setelah membersihkan ekskresi dan cairan tubuh lainnya, setelah membersihkan benda atau peralatan yang terkontaminasi (sprei tempat tidur yang kotor, gigi palsu, instrumen, dan urinal). 4) Setelah menyentuh pasien Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari kuman yang

7 19 berada di tubuh pasien dan melindungi lingkungan perawatan pasien dari penyebaran kuman. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah : a) Setelah berjabat tangan. b) Setelah membantu pasien melakukan aktivitas pribadi: bergerak, mandi, makan, dan berpakaian. c) Setelah melakukan perawatan dan tindakan non-invasif lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase. d) Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam ECG. 5) Setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien yang kemungkinan juga berada di permukaan/ benda-benda di sekitar pasien dan untuk melindungi lingkungan perawatan dari penyebaran kuman. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: a) Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien: mengganti sprei tempat tidur, memegang rel tempat tidur, dan membereskan meja yang berada di sebelah tempat tidur pasien. b) Setelah melakukan aktivitas perawatan: mengatur kecepatan perfusi, dan membenahi alarm monitor.

8 20 c) Setelah kontak dengan permukaan atau benda lainnya (sebaiknya hindari aktivitas yang tidak diperlukan). Gambar 2.1 Five Moments Hand Hygiene (WHO, 2009) d. Enam Langkah Hand Hygiene Prinsip dari 6 langkah hand hygiene antara lain : 1) Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata. 2) Handrub dilakukan selama detik sedangkan handwash detik. 3) 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash WHO (2009) menyatakan 6 langkah prosedur hand hygiene, yaitu: 1) Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.

9 21 2) Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya. 3) Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari. 4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci. 5) Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. 6) Gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya. Gambar 2.2 Prosedur 6 langkah Hand Hygiene (WHO, 2009) e. Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Pelaksanaan Hand Hygiene. Secara umum petugas kesehatan peduli terhadap pentingnya hand hygiene untuk pencegahan infeksi, namun pemenuhan hand hygiene sesuai prosedur masih rendah. Akyol (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Hand hygiene among Nurses in Turkey : Opinions and Practices, menuliskan bahwa kepatuhan petugas kesehatan masih

10 22 rendah, biasanya di bawah 50% untuk melaksanakan hand hygiene sesuai aturan. Pernyataan yang sama juga terdapat dalam jurnal Mani, dkk. (2010), yaitu pemenuhan hand hygiene masih di bawah 50% dari yang seharusnya yaitu pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Karabay, dkk. (2008), dalam jurnal dengan judul Compliance and Efficacy of Hand Rubbing during In-Hospital Practice mengungkapkan mengenai faktor rendahnya pelaksanaan hand hygiene yaitu karena waktu yang terbatas, meningkatnya beban kerja, menurunnya jumlah tenaga, keyakinan bahwa menggunakan sarung tangan sudah tidak membutuhkan hand hygiene, jauh untuk mencapai bak cuci, ketidakpedulian dan tidak setuju perawat terhadap aturan. Alasan yang hampir serupa seperti tidak terdapat fasilitas cuci tangan, iritasi dan kering pada kulit, telah menggunakan sarung tangan, kurangnya motivasi, tidak memikirkan tentang hand hygiene atau alasan terlalu sibuk, juga ditemukan pada jurnal Akyol (2007) yang berjudul Hand hygiene among nurses in Turkey : opinions and practices. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat menurut Lankford, et Al. (2009) meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, ketersediaan fasilitas untuk mencuci tangan, kondisi pasien dan kebijakan rumah sakit.

11 23 1) Usia Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin bertambah usia, maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Semakin cukup usia seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak (Saragih dkk, 2010). 2) Tingkat Pendidikan Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi, 2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku perawat dalam melakukan hand hygiene (Asmadi, 2010). Dengan demikian pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan mempengaruhi perawat dalam memberikan teknik pelayanan pelaksanaan hand hygiene yang optimal. 3) Masa Kerja Masa kerja (lama kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi akan

12 24 semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik. Hidayat (2009), menyatakan bahwa seseorang yang telah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan mempunyai pengalaman lebih banyak dalam peranannya pembentukan petugas perilaku kesehatan. Masa kerja yang berorientasi pada permasalahan dasar dan berorientasi pada tugas dapat meningkatkan ketaatan dalam melakukan hand hygiene. Dengan demikian masa kerja mempengaruhi tingkat seorang perawat dalam pelaksanaan prosedur hand hygiene, dalam hal ini adalah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien (Siagian, 2008) 4) Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesis dan evaluasi. a) Tahu (know) Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

13 25 b) Memahami (comprehension) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d) Analisa (analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. e) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam keseluruhan yang baru. f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan faktor rendahnya pengetahuan perawat tentang pelaksanaan hand hygiene

14 26 diantaranya adalah karena ketidaktahuan perawat tentang bagaimana mencegah terjadinya kontaminasi pada tangan, kurang mengerti tentang teknik melakukan hand hygiene yang benar dan ketidaktahuan perawat terhadap pentingnya program hand hygiene sebagai sebuah langkah efektif untuk mencegah HAIs. 5) Ketersediaan Fasilitas Untuk Mencuci Tangan Kurangnya ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan hand hygiene perawat meliputi tidak tersedianya fasilitas wastafel serta jarak yang jauh untuk menuju tempat cuci tangan. Damanik, dkk. (2010) menyatakan bahwa salah satu kendala dalam ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan hand hygiene adalah sulitnya mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat lainnya yang digunakan untuk melakukan hand hygiene. Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan hand hygiene, bak cuci tangan, sabun atau alkohol jell adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar. 6) Kebijakan Rumah Sakit Salah satu langkah dari pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawat adalah dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi secara periodik terhadap pelaksanaan hand hygiene. Karena pelatihan dan sosialisasi dapat memberikan dampak yang positif terhadap sikap perawat dalam melakukan hand hygiene. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa pelatihan

15 27 merupakan melakukan perubahan perilaku afektif yang meliputi perubahan sikap seseorang terhadap sesuatu. Disisi lain pelatihan dapat memberikan informasi kepada perawat untuk membentuk sikap positif dan meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit dalam menerapkan prosedur hand hygiene untuk mencegah terjadinya HAIs dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan menurunkan resiko kejadian HAIs serta pelaksanaan hand hygiene diharapkan dapat memperpendek hari perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit (Lankford, et. Al. 2009). 2. Kepatuhan a. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011). Menurut Smet (2004) dalam Emaliyawati (2010), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. Kepatuhan

16 28 merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (Al-Assaf, 2010). b. Pengukuran Kepatuhan Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu, di

17 29 samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf, 2010). c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh faktor individu meliputi jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan, serta faktor psikologis meliputi sikap, ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap risiko (Suryoputri, 2011). Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010), mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu : 1) Faktor Internal a) Karakteristik perawat Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit. Karakteristik perawat meliputi variable demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan) (Suryoputri, 2011). Menurut Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010), variable demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat mengikuti anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data

18 30 demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik. b) Kemampuan Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit, sedangkan kemampuan fisik mempunyai peranan penting untuk melakukanugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan seseorang bisa berbeda-beda dalam pelaksanan mencuci tangan. Bagi perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan akan cenderung patuh untuk melakukan cuci tangan (Suryoputri, 2011). c) Motivasi Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suryoputri, 2011).

19 31 Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Motivasi adalah daya penggerak didalam diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu (Hamzah, 2008). Metode untuk meningkatkan motivasi seseorang ada dua metode, yaitu metode langsung dengan pemberian materi atau non materi secara langsung untuk memenuhi kebutuhan misalnya memberikan bonus atau hadiah, dan metoda tidak langsung berupa fasilitas atau saran dalam upaya meningkatkan motivasi dalam mencuci tangan (Notoatmodjo, 2010). 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas : a) Pola komunikasi Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Aspek dalam komunikasi ini adalah ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidak puasa terhadap pendelegasia maupun kolaborasi yang diberikan (Suryoputri, 2011). b) Keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan tentang kesehatan atau perawatan

20 32 dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya. c) Dukungan sosial Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan dukungan sosial berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran terutama yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan kesehatan serta keperawatan. d. Kriteria Kepatuhan Menurut Depkes RI (2006) kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut dilakukan dan semuanya benar. 2) Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan, dan dengan sepenuhnya namun tidak sempurna. 3) Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak melaksanakan perintah atau aturan sama sekali. Untuk mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat atau terukur maka perlu ditentukan angka atau nilai dari tingkat kepatuhan tersebut, sehingga bisa dibuatkan rangking tingkat kepatuhan

21 33 seseorang. Menurut Yayasan Spiritia (2006) tingkat kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu : 1) Patuh : 75% - 100% 2) Kurang patuh : 50% - < 75% 3) Tidak patuh : < 50% 3. Karakteristik Perawat Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status (Widianingrum, 2008). a. Umur Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak umur maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009). b. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin adalah istilah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, dan dibawa sejak lahir dengan sejumlah sifat yang diterima orang sebagai karakteristik laki-laki dan perempuan (Dian, 2009).

22 34 c. Tingkat Pendidikan Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi, 2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan (Asmadi, 2010). Pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi pelayanan yang optimal. d. Masa Kerja Kreitner dan Kinichi (2009) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik. e. Pengetahuan Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap obyek, yang sebagian besar pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga. Pengetahuan erat hubunganya dengan pendidikan, diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka

23 35 seseorang akan semakin luas pengetahuanya, tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang mengenai suatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif aspek positif terhadap obyek yang diketahui maka akan menimbulkan sikap positif terhadap obyek tertentu (Asmadi, 2010) 4. Instalasi Gawat Darurat (IGD) a. Pengertian Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.

24 36 b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes RI, 2009). Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar. Oleh karenanya Departemen Kesehatan Republik Indonesia perlu membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di Instalasi Gawat Darurat RS (Kepmenkes RI, 2009).

25 37 Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit menurut Kepmenkes RI (2009), adalah : a. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). b. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. c. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD). d. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat. e. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD. f. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana) g. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi. c. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar

26 38 Pelayanan Minimal Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance Indicators (KPI). Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah sakit memiliki beberapa indicator. Tabel 2.1 Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jenis Pelayanan Gawat Darurat Indikator 1. Kemampuan menangani life saving 2. Jam buka pelayanan gawat darurat 3. Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD 4. Kesediaan tim penanggulangan bencana 5. Waktu tanggap pelayanan gawat darurat 6. 5 menit setelah pasien datang 7. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka 8. Kematian pasien 24 jam Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008 Standar 100% 24 jam 100% Satu Tim 5 menit setelah pasien datang 70 % 100% dua per seribu (pindah ke pelayanan rawat inap setelah 8 jam)

27 39 B. Kerangka Teori Instalasi Gawat Darurat Kepatuhan Perawat Melakukan Prosedur 6 Langkah Hand Hygiene Faktor yang menpengaruhi Kepatuhan : 1. Faktor Internal a. Karakteristik Perawat b. Kemampuan c. Motivasi 2. Faktor Eksternal a. Pola Komunikasi b. Keyakinan/Nilai-nilai yang diterima perawat c. Dukungan Sosial Rendahnya Pelaksanaan Hand Hygiene Infeksi Nosokomial Faktor yang menpengaruhi rendahnya pelaksanaan hand hygiene : 1. Iritasi kulit 2. Keyakinan bahwa menggunakan sarung tangan sudah tidak membutuhkan hand hygiene 3. Kurang pengetahuan perawat pentingnya hand hygiene dalam penurunan infeksi 4. Kurang pengetahuan tentang teknik hand hygiene 5. Beban kerja yang tinggi dan kekurangan tenaga perawat 6. Rendah dan kurangnya akses ke fasilitas atau jauh ke bak cuci 7. Rendahnya motivasi untuk melaksanakan hand hygiene Gambar 2.3 Kerangka Teori Sumber : Hamzah (2008), Karabay, dkk. (2008), Damanik, dkk. (2010), Notoatmodjo (2010), Kepmenkes RI (2009), Suryoputri (2011)

28 40 C. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010). Sub Variabel Kepatuhan : Karakteristik Perawat (Umur, Jenis kelamin, Pendidikan, Masa Kerja, Pengetahuan) Variabel Tunggal Tingkat Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Hand Hygiene VARIABEL PENGGANGGU 1. Faktor Internal a. Kemampuan b. Motivasi 2. Faktor Eksternal a. Pola Komunikasi b. Keyakinan/Nilai-nilai yang diterima perawat c. Dukungan Sosial Gambar 2.4 Kerangka Konsep Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti : Arah hubungan

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Menurut Sukanto (2005), pengetahuan ialah kesan yang ada di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Surat Permohonan untuk Bersedia menjadi Responden Assalamualaikum Dengan hormat, Dengan ini saya, Nama : Diani Susanti NIM : 20140310087 Pendidikan : Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cuci Tangan 2.1.1 Pengertian cuci tangan Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Teori Hand Hygiene a. Definisi hand hygiene Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Teori. yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga

BAB 2. Tinjauan Teori. yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga BAB 2 Tinjauan Teori 2.1 Infeksi Silang Menurut Brooker (2008) infeksi silang terjadi jika mikroorganisme yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga kesehatan, orang yang merawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebagai wujud pengamalan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tenaga kesehatan di Klinik Hemodialisis Nitipuran berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 dokter dan 7 perawat. Setiap hari terdapat 3 kali pergantian shift perawat,

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumen rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya sebuah rumah sakit tidak hanya dari jenis dan macam penyakit yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Health Care Associates Infections (HCAI) adalah masalah besar dalam patient safety, dimana pengawasan dan kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas utama untuk dilakukan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tenaga kesehatan di Klinik Hemodialisis Nitipuran berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 dokter dan 7 perawat. Pada klinik tersebut terdapat 7 tempat tidur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Instalasi Gawat Darurat (IGD) Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Kepala Ruangan 1.2.1 Pengertian Kepala Ruangan Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap tahun ratusan juta pasien di seluruh dunia terjangkit infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini signifikan mengarah pada fisik dan psikologis dan kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Di Indonesia, infeksi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah pengetahuan berasal dari kata dasar tahu yaitu paham, maklum, mengerti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk mengetahui status kesehatan pasien yang paling utama. Keluarga pasien mempunyai hak untuk diberitahukan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi nasokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Healthcare Acquired Infections (HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN JUMLAH KOLONI KUMAN PADA TELAPAK TANGAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2016

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau yang saat ini lebih dikenal dengan Health-care Associated Infections (HAIs) adalah penyebab paling penting mortalitas dan morbiditas pasien di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan tidak bisa terlepas dari keselamatan pasien, yang merupakan suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Di jaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan 2.1.1. Definisi Kepatuhan Kamus Umum Bahasa Indonesia mendeksripsikan bahwa patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang intensif merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit kritis dan membutuhkan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, APD. diperlukan. Syarat-syarat APD adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, APD. diperlukan. Syarat-syarat APD adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma mur, 1994). Alat Pelindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat adalah tenaga medis yang selama 24 jam bersama dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Peran perawat sangat besar dalam proses penyembuhan pasien. Perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 21-31

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 21-31 Community Health VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 21-31 Artikel Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Mencuci Tangan Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Tahun 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENELITIAN. 3.1 Kerangka penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya

BAB III KERANGKA PENELITIAN. 3.1 Kerangka penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya 20 BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya Hubungan Pengetahuan dengan pelaksanaan five moment perawat di Rumah Sakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR

SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR Masalah : Kurangnya informasi tentang 6 langkah cuci tangan Pokok Bahasan : Pengendalian infeksi Sub Pokok Bahasan : 6 Langkah cuci tangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kerja 1. Kepatuhan Kepatuhan adalah suatu sikap sejauh mana seseorang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan secara profesional. 13 Sikap sendiri merupakan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mencuci tangan sangatlah penting dilakukan terutama bagi setiap orang yang berada di pelayanan kesehatan. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini tidak hanya berkaitan dengan rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis namun juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tenaga kesehatan di Klinik Hemodialisis Nitipuran berjumlah 11 orang yang terdiri dari 3 dokter dan 8 perawat. Pada klinik tersebut terdapat 7 tempat tidur

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare Associated Infection) merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerapan Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training atau latihan berkemih dan defekasi adalah salah satu tugas perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang. didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang

BAB 1. Pendahuluan. Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang. didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang didapat bukan timbul ataupun sudah pada stadium inkubasi saat masuk

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes Nomor 1691/MENKES/PER/ VIII/2011, keselamatan pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes Nomor 1691/MENKES/PER/ VIII/2011, keselamatan pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keselamatan Pasien 2.1.1 Pengertian Keselamatan Pasien Menurut Permenkes Nomor 1691/MENKES/PER/ VIII/2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Risiko Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan utama kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar Mencuci Tangan Kegiatan Belajar I Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus TUJUAN Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi-eksperiment pre test dan post test design. Penelitian

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI No. Tentang Hal.

DAFTAR ISI No. Tentang Hal. DAFTAR ISI No. Tentang Hal. 1 Visi, Misi dan Motto 3 2 Tata Nilai dan Budaya Mutu 4 3 Komitmen Besama Peningkatan 5 Mutu dan Kinerja 4 Indikator Mutu 6 1. Indikator Mutu ADMEN 6 2. Indikator Kinerja Pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2008) pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA DISUSUN OLEH TIM PPI RS SYAFIRA Jl. JenderalSudirman No. 134 Pekanbaru Telp. (0761) 3061000 Fax : (0761) 41887 Email :cso@rssyafira.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyuluhan Kesehatan a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya peningkatan kesehatan.penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, maka rumah sakit dituntut untuk melaksanakan pengelolaan program Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 R S U HAJI SURABAYA KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA 2015 BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci