BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 458,400 diantaranya telah meninggal akibat kanker payudara. Kondisi ini semakin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 458,400 diantaranya telah meninggal akibat kanker payudara. Kondisi ini semakin"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada wanita di dunia. Hingga tahun 2008 terdapat 1,4 juta kasus baru dan sebanyak 458,400 diantaranya telah meninggal akibat kanker payudara. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena insidensinya yang terus meningkat terutama negara di benua Afrika dan Asia (American Cancer Society, 2011). Agen kemoterapi yang sering digunakan pada terapi kanker payudara adalah doxorubicin. Permasalahan muncul ketika penggunaan doxorubicin jangka panjang justru menyebabkan efek samping pada jaringan normal, penekanan sistem imun, dan kardiotoksisitas (Wattanapitayakul et al., 2005), serta terjadinya resistensi pada aplikasi klinis (Mechetner et al., 1998). Penurunan efek samping doxorubicin dapat diatasi dengan menurunkan dosis, namun hal ini juga menyebabkan penuruna efikasinya terhadap sel kanker. Oleh karena itu, pada perkembangannya agen kemoterapi tidak hanya diberikan secara tunggal tetapi dikombinasikan dengan senyawa lain untuk meningkatkan efektivitas dan menjamin keamanan terapi. Ko-kemoterapi merupakan strategi terapi kanker dengan mengkombinasikan suatu senyawa dengan agen kemoterapi. Ko-kemoterapi dapat meningkatkan efikasi agen kemoterapi karena adanya kombinasi yang sinergis dan memperkecil kemungkinan efek samping karena mengurangi dosis agen kemoterapi (Alison, 2004). Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman 1

2 2 Indonesia yang memiliki senyawa potensial untuk dikembangkan sebagai agen ko-kemoterapi. Secang mengandung senyawa brazilein yang bersifat sitotoksik pada sel Hep G2 dan Hep 3b (hati), MDA-MB-231 dan MCF-7 (payudara), A549 (paru-paru), dan Ca9-22 (mulut) dengan nilai IC50 antara 2-10 μg/ml (Yen et al., 2010). Brazilein juga mampu menginduksi apoptosis melalui penurunan ekspresi mrna survivin, diikuti peningkatan aktivasi caspase 9 dan caspase 3 pada sel kanker HepG2 (Zhong et al., 2009). Caspase 3 merupakan efektor apoptosis yang berperan penting dalam proses apoptosis pada inti sel, degradasi protein, dan inhibitor enzim endonuklease, sehingga caspase 3 menjadi target yang strategis dalam penelusuran mekanisme apoptosis. Kendala penggunaan brazilein adalah ketidaktersediannya di pasaran, sehingga alternatif yang bisa dilakukan adalah isolasi brazilein secang atau melalui pendekatan ekstraksi secang yang diharapkan mampu mendapatkan kandungan brazilein. Penelusuran pertama dilakukan oleh Nurulita and Muflih (2006) menggunakan ekstrak metanol secang dengan hasil nilai IC50 sebesar 150,9 µg/ml dan mampu menginduksi apoptosis pada sel T47D. Ekstraksi secang selanjutnya menggunakan pelarut etanol dengan nilai IC50 pada sel T47D yang lebih poten yaitu sebesar 35 µg/ml, dan kombinasinya dengan doxorubicin mampu meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin konsentrasi 9 nm, serta meningkatkan jumlah kematian sel pada tahap late apoptosis sebesar 39,88% (Nurjizah et al., 2012). Upaya untuk memperoleh kandungan brazilein yang lebih murni dilakukan dengan membuat fraksi etil asetat secang dan telah diuji pada sel T47D dengan hasil nilai IC50 55,9 µg/ml, mampu meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin dengan kombinasi yang sinergis, dan mampu meningkatkan

3 3 fragmentasi sel yang mengalami apoptosis (Kristiani, 2013). Kandungan senyawa selain brazilein yang terdapat pada fraksi etil asetat adalah senyawa sappanchalcone yang bersifat estrogenik sehingga dapat menurunkan efek sitotoksik melalui meningkatkan proliferasi sel kanker payudara T47D yang terekspresi esterogen receptor (ER) (Lai et al., 2011). Oleh karena itu, penelusuran potensi ekstrak secang selanjutnya adalah dengan melakukan fraksinasi untuk mendapatkan fraksi yang mengandung senyawa brazilein dan tidak mengandung senyawa bersifat estrogenik. Fraksi brazilein secang (FBS) koleksi CCRC Farmasi UGM yang diperoleh dari hasil isolasi yang dilakukan oleh Laksmiani (2013) merupakan fraksi yang teridentifikasi mengandung senyawa brazilein dan kandungan senyawa lain yang lebih sedikit sehingga kemungkinan lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen ko-kemoterapi. Pada penelitian ini ingin diketahui potensi aplikasi ko-kemoterapi kanker payudara dengan mengkombinasikan doxorubicin dengan FBS. Pengembangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji sitotoksik dan uji induksi apoptosis FBS dan kombinasinya dengan doxorubicin pada sel kanker payudara T47D, serta uji penambatan molekul senyawa brazilein dan brazilin pada caspase 3 untuk memprediksi potensi senyawa dalam FBS dalam mekanisme apoptosis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan FBS pada strategi ko-kemoterapi kanker payudara.

4 4 B. Rumusan Masalah 1. Apakah FBS dapat meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin pada sel kanker payudara T47D? 2. Bagaimana pengaruh kombinasi doxorubicin dan FBS terhadap induksi apoptosis pada sel kanker payudara T47D? 3. Bagaimana interaksi senyawa brazilein dan brazilin pada caspase 3? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengeksplorasi bahan alam yang berpotensi sebagai agen ko-kemoterapi kanker payudara. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kemampuan FBS dalam meningkatkan aktivitas sitotoksik doxorubicin dalam kadar kombinasi yang efektif. b. Mengetahui pengaruh FBS dan kombinasinya dengan doxorubicin terhadap induksi apoptosis pada sel kanker payudara T47D. c. Mengetahui interaksi senyawa brazilein dan brazilin pada caspase 3. D. Pentingnya Penelitian Dilakukan Penelitian ini diusulkan untuk mengeksplorasi bahan alam yang berpotensi dalam usaha penanganan kanker, terutama terkait dengan permasalahan resistensi dan munculnya efek samping agen kemoterapi doxorubicin. Hasil

5 5 penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk menambah data ilmiah yang valid mengenai potensi FBS pada strategi ko-kemoterapi sel kanker payudara sehingga dapat dipublikasikan menjadi sebuah artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi sumber data yang bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya. E. Tinjauan Pustaka 1. Kanker dan Kanker Payudara Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas pada regulasi pertumbuhan sel dan menyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan dan menyebar ke organ yang lain. Sel kanker dapat meneruskan sinyal proliferasi sel, menghindari sinyal penekan pertumbuhan, mengaktifkan proses invasi dan metastasis, dapat mereplikasi diri terus menerus, menginduksi angiogenesis, dan menentang proses kematian sel (Hanahan and Weinberg, 2011). Kanker payudara adalah tumor ganas (karsinoma) yang tumbuh di dalam payudara. Insidensi kanker payudara pada wanita lebih banyak dibanding pria dengan perbandingan pria terkena kanker payudara hanya 1:100 dibanding wanita (King, 2000). Faktor utama penyebab adanya risiko kanker payudara adalah usia dari pasien. Risiko kanker payudara semakin meningkat dengan adanya beberapa faktor lain seperti, mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2, silsilah keluarga penderita kanker payudara, adanya hiperplasia pada uji biopsi,

6 6 dan adanya riwayat pengobatan menggunakan radiasi dosis tinggi (Chen et al., 2007; Worsham et al., 2009; Ma et al., 2008). Faktor lain yang turut mempengaruhi resiko kanker payudara adalah, durasi menstruasi yang lama, penggunaan kontrasepsi oral, dan adanya kelahiran anak pertama ketika ibu berusia diatas 30 tahun (Hulka et al., 2001). Mekanisme molekuler yang berperan dalam kanker payudara adalah mutasi pada onkogen c-myc, ERBB2 dan Ras (Ruddon, 2007), maupun mutasi pada gen p53 (Ruddon, 2007). p53 merupakan tumor supressor gene yang merupakan sensor dari cellular stress dan merupakan faktor penting dalam apoptosis (Van Dyke, 2007; Foster, 2008). Selain dipengaruhi oleh p53, protein caspase, dan survivin juga ikut berperan dalam proses terjadinya apoptosis (King and Robins, 2006). Hormon yang paling berperan pada dalam karsinogenesis kanker payudara adalah estrogen. Interaksi estrogen pada esterogen receptor (ER) dapat menstimulasi sinyal transduksi yang menyebabkan proliferasi sel dan penghambatan apoptosis. ERα pada sel payudara adalah yang paling dominan sehingga salah satu pengobatan kanker khususnya kanker payudara adalah dengan menghambat aktivitas estrogen pada reseptor tersebut (Foster et al., 2001). 2. Sel T47D Sel kultur T47D (Gambar 1) merupakan model sel kanker payudara yang sering digunakan pada penelitian. Sel T47D diperoleh dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun yang menderita infiltrating ductal

7 7 carcinoma. Sel ini mempunyai morfologi seperti sel epitelial dan memiliki doubling time 32 jam (ATCC, 2005). Gambar 1. Morfologi sel T47D (ATCC HTB-133) Sel T47D bersifat ER positif dan merupakan sel kanker yang mengekspresikan caspase 3 wild type, caspase 7 wild type, serta p53 termutasi (Schafer et al., 2000). Adanya ER pada sel T47D menyebabkan sel ini sensitif terhadap doxorubicin (Zampieri et al., 2002). Interaksi estradiol dengan ER dapat meregulasi ekspresi P-glikoprotein (P-gp) yang dapat menyebabkan resistensi doxorubicin. Sel T47D memiliki karakter adanya mutasi posisi 194 pada tumor supressor gene p53 berupa missence mutation yang menyebabkan terjadi pengurangan respon terhadap agen yang menginduksi apoptosis (Crawford and Bowen, 2002). Sel kanker payudara lain yang sering digunakan antara lain MCF-7 (ER+, p53 wild type) dan MDA-MB-231 (ER-, p53 mutan). 3. Ko-kemoterapi Ko-kemoterapi merupakan aplikasi kombinasi terapi kanker, di mana kombinasi dapat berupa sinergis, aditif, dan antagonis (Zhao et al., 2004;

8 8 Reynolds and Maurer, 2005). Kombinasi tersebut memungkinkan penggunaan obat dosis rendah dengan aktivitas meningkat, sehingga toksisitas terhadap jaringan normal menurun (Alison, 2004). Pendekatan utama dalam menekan efek samping agen kemoterapi dalam pengatasan kanker adalah penggunaan agen pendamping yang kombinasinya bersifat sinergis. Salah satu alternatif yang berpotensi sebagai agen pendamping adalah bahan alam. Senyawa yang terkandung dalam bahan alam terbukti dapat meningkatkan sensitivitas sel terhadap agen kemoterapi dengan efek samping yang relatif rendah (Sharma et al., 2004; Tyagi et al., 2004). Parameter yang lazim digunakan dalam mengevaluasi karakteristik efikasi kombinasi secara kuantitatif adalah nilai CI (Zhao et al., 2004). 4. Isobologram dan Combination Index (CI) Pada pengobatan menggunaan strategi kombinasi seperti ko-kemoterapi, evaluasi interaksi obat merupakan satu hal yang penting untuk dilakukan. Interaksi yang terjadi bisa bersifat sinergis, aditif, atau antagonis. Interaksi obat yang sinergis dapat memberikan beberapa efek, diantaranya 1) meningkatkan efektivitas dari efek terapi, 2) mengurangi dosis tetapi meningkatkan atau mempertahankan efikasi yang sama untuk menghindari toksisitas, 3) meminimalkan atau memperlambat perkembangan resistensi obat, dan 4) menyediakan selektif sinergisme terhadap target (atau efikasi sinergisme) versus host (atau toksisitas antagonisme) (Chou, 2006). Efek aditif berarti setiap komponen memiliki kontribusi untuk menghasilkan efek yang sesuai

9 9 dengan potensinya sendiri (Chou, 2006; Merlin, 1994). Salah satu model pendekatan evaluasi kombinasi obat adalah model Loewe Additivity. Model Loewe mengasumsikan bahwa obat tidak dapat beriteraksi dengan obat itu sendiri dan menggambarkan hubungan dosis-efek dalam bentuk kurva sigmoid (Zhao, 2004). Tahun 1972 Loewe memperkenalkan pertama kali grafik evaluasi interaksi obat bernama isobologram. Grafik isobologram tersusun atas konsentrasi tunggal masing-masing obat yang membentuk sistem koordinat. Pada grafik tersebut terdapat garis hipotenusa bernama line of additivity yang digunakan untuk menentukan adanya interaksi yang aditif, sinergi, atau antagonis (Tallarida, 2006). Evaluasi interaksi kombinasi obat dengan rasio konsentrasi tetap menggunakan isobologram berdasarkan Zhao et al. (2010) diperoleh dengan cara memplotkan konsentrasi yang memiliki efek tertentu dari masing-masing obat pada sumbu x dan sumbu y dengan titik koordinat (CA, 0) dan (0, CB). Kedua titik tersebut saling dihubungkan membentuk garis hipotenusa yang dinamakan line of additivity. Konsentrasi kombinasi 2 obat yang memberikan efek yang sama ditulis dalam satu titik koordinat (ca, cb). Interaksi obat dikatakan sinergis apabila titik koordinat berada dibawah garis line of additivity, interaksi aditif jika titik koordinat berada di garis line of additivity, sedangkan interaksi antagonis jika titik koordinat berada diatas garis line of additivity (Gambar 2).

10 10 Gambar 2. Plot isobologram untuk rasio konsentrasi kombinasi tetap (Chou, 2010). Konsentrasi obat A (CA) dan obat B (CB) dengan efek tertentu diplotkan pada titik koordinat (CA,0) dan (CB,0). Pada kedua titik tersebut dihubungkan dengan garis hipotenusa bernama line of additivity. Kombinasi kedua obat yang memberikan efek sama ditulis dalam satu titik koordinat (c A, c B). Kombinasi bersifat sinergis apabila (c A, c B) berada dibawah garis line of additivity, kombinasi bersifat aditif apabila (c A, c B) tepat berada digaris line of additivity, sedangkan kombinasi bersifat antagonis apabila (c A, c B) berada diatas garis line of additivity CI secara kuantitatif mengevaluasi sifat interaksi obat dan didefinisikan dengan persamaan berikut: Pembilang (D)1 dan (D)2 adalah dosis masing-masing obat dalam campuran tertentu yang berasal dari fa yang sama. Penyebut (Dx)1 dan (Dx)2 adalah konsentrasi senyawa uji yang diperlukan untuk mencapai efek dengan tingkat tertentu (fa). Evaluasi kombinasi diperoleh dengan membuat grafik plot hubungan fa-ci. Kombinasi bersifat sinergis apabila CI<1, bersifat aditif apabila CI=1, dan bersifat antagonis apabila CI>1 (Gambar 3).

11 11 Gambar 3. Grafik plot fa-ci (Pinto et al., 2011). Interaksi menunjukkan sinergis (CI<1), aditif (CI=1), dan antagonis (CI>1). 5. Apoptosis Kematian sel merupakan suatu proses normal yang mempunyai dua fungsi, yaitu perbaikan jaringan dan pelepasan sel rusak yang mungkin membahayakan tubuh (De Vita et al., 2011). Proses kematian sel terdiri dari dua macam yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis terjadi ketika sel terpapar patogen, zat kimia atau tekanan fisik yang berpengaruh terhadap membran sel (De Vita et al., 2011). Sedangkan, apoptosis merupakan proses bunuh diri suatu sel yang terprogram. Apoptosis diperlukan apabila sel sudah tidak memungkinkan untuk berkembang karena adanya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki atau adanya regenerasi sel muda (Alberts, 2008). Induksi Apoptosis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kerusakan DNA, kekurangan faktor pertumbuhan (FGF, EGF, PDGF) dan penggunaaan obat kemoterapi (King, 2000). Apoptosis terjadi melalui 2 jalur utama, yaitu ekstrinsik dan intrinsik (Gambar 4). Jalur intrinsik menjadi target blokade tumorigenesis (Hanahan and

12 12 Weinberg, 2011). Jalur ini disebut juga jalur mitokondria dan aktivasinya bergantung pada keseimbangan aktivitas protein pro dan anti apoptosis dari famili Bcl-2 (Vogler et al., 2009). Pada aktivasi jalur intrinsik, protein p53 berperan sebagai detektor terjadinya cellular stress. Aktivasi protein p53 mampu menginisiasi apoptosis dengan aktivasi protein famili Bcl-2 Puma dan Noxa. Kedua protein tersebut mengaktivasi protein multidomain Bax atau Bak, yang kemudian masuk bax atu bak tersebut masuk ke dalam mitokondria dan menyebabkan pelepasan sitokrom C (Reuter et al., 2008). Aktivasi Bax dan bak oleh Puma dan Noxa diregulasi oleh protein antiapoptosis Bcl-2, Bcl-xL, MCL1. Sitokrom C yang terlepas akan membentuk kompleks dengan yang akan membentuk kompleks dengan Apaf-1 sehingga terbentuklah trimer Apaf-1/sitokrom C/procaspase 9 yang disebut apoptosom. Apoptosom ini menginduksi aktivasi procaspase 9 menjadi caspase 9. Cysteine Aspartyl Specific Protease-9 (Caspase 9) selanjutnya mengaktivasi caspase yang lain seperti caspase 3 dan 7, lalu caspase 3 akan menginisiasi apoptosis melalui aktivasi caspase-activated DNAse (CAD, DNA fragmentation factor) dengan jalan melepaskannya dari inhibitor CAD sehingga akan terjadi fragmentasi DNA. Berbagai protetin seluler seperti PARP, laminin, dan β- lactin juga didegradasi oleh caspase (Jaeschke and Bajt, 2006). Jalur ekstrinsik terjadi karena adanya ikatan antara ligan penginduksi kematian sel dengan reseptor kematiannya. Aktivasi reseptor tersebut mengakibatkan domain sitoplasmik dari reseptor kematian ini akan mengikat protein adaptor Fas-associated death domain (FADD), kemudian membentuk

13 13 kompleks bernama death-inducing signaling complex (DISC) (Ricci and Zong, 2006; Ashkenazi, 2002). Kompleks DISC tersebut akan menginisiasi pengaktifan pro-caspase 8 yang dapat mengaktifkan cysteine aspartyl specific protease-8 (caspase 8). Caspase 8 selanjutnya mengaktivasi Bid dan berinteraksi dengan jalur intrinsik atau langsung mengaktivasi caspase 3 untuk menginisiasi apoptosis sel (Reuter et al., 2008). Gambar 4. Jalur intrinsik dan ekstrinsik pada mekanisme apoptosis (Reuter et al., 2008). Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik terjadi akibat adanya celluler stress yang memacu p53 untuk mentranskripsi beberapa protein pro-apoptosis seperti Bax/Bid. Bax/Bid ini lalu berikatan dengan membran luar mitokondria dan mengakibatkan pelepasan sitokrom c yang membentuk apoptosom serta mengaktivasi caspase 3 untuk menginisiasi apoptosis. Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik diinduksi oleh aktivasi reseptor kematian yang kemudian membentuk kompleks DISC dan mengaktifkan caspase 8. Aktivasi caspase 8 dapat mengtifkan bid yang melanjutkan mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik atau mengaktivasi caspase 3 untuk menginisiasi apoptosis.

14 14 6. Deteksi Apoptosis dengan Flow Cytometry Annexin V Flow cytometry merupakan teknologi yang secara simultan mampu menghitung dan mengkarakterisasi berbagai macam sifat fisika dari partikel tunggal (biasanya sel). Flow cytometry dapat menganalisis suspensi partikel atau sel dengan dari ukuran 0,2-150 µm. Prinsip kerja flow cytometry adalah setiap sel akan dialirkan dalam sistem fluida, lalu ditembak dengan sinar laser, kemudian disebarkan oleh setiap sel. Selain itu, sinar laser tersebut juga dapat mengaktivasi senyawa fluoresen yang terdapat dalam sel. Setiap sinyal sinar yang disebarkan maupun yang difluoresensikan akan diubah menjadi impuls elektrik sehingga dapat terdeteksi dan tersimpan sebagai data di dalam komputer. Flow cytometry dapat digunakan untuk deteksi adanya perubahan morfologi sel yang mengalami apoptosis menggunakan nuclear staining dan mampu menghitung jumlah sel yang mengalami apoptosis menggunakan flow cytometry Annexin V (Koopman et al., 1994). Apoptosis merupakan mekanisme kematian sel yang terprogram dan terjadi secara alami pada sel yang abnormal atau mengalami penbelahan yang berlebihan (Cohen, 1991). Pada tahap awal apoptosis terjadi perubahan pada permukaan sel, yaitu adanya translokasi phosphatidylserine (PS) dari bagian dalam membran plasma menjadi berada di bagian luar membran plasma sehingga melingkupi seluruh bagian permukaan sel (Vermes et al., 1995). Annexin V adalah Ca 2+ -dependent phospholipid-binding protein dengan ukuran kda yang mempunyai afinitas tinggi terhadap PS. Annexin V akan berikatan dengan PS yang telah mengalami translokasi sehingga berada

15 15 pada permukaan sel yang mengalami apoptosis (Gambar 5) (Casciola-Rosen et al., 1996; van Engeland et al., 1996; Vermes et al., 1995). Annexin V dapat dikonjugasikan dengan fluorochromes dan berfungsi sebagai probe yang sensitif untuk analisis sel yang mengalami apoptosis menggunakan flow cytometry. Phosphatydilserine Gambar 5. Skema perubahan asimetri membran pada sel yang mengalami apoptosis (van Engeland et al., 1998). Pada sel yang apoptosis, phosphatydilserine akan terekspos di bagian membran dan berinteraksi dengan Annexin V. Pewarnaan dengan Annexin V biasanya digunakan bersamaan dengan pewarna propidium iodida (PI) yang dapat mewarnai sel dengan cara berinterkalasi dengan DNA, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sel yang mengalami apoptosis awal atau akhir. Sel hidup (viable cells) mempunyai membran yang utuh sehingga PI tidak dapat melewati membran sebaliknya, PI dapat menembus membran dan berinterkalasi dengan DNA dan mewarnai sel pada membran sel-sel yang mati dan rusak. Oleh karena itu, selsel yang hidup bersifat Annexin V dan PI negatif, sedangkan sel-sel yang mengalami apoptosis awal bersifat Annexin V positif dan negatif PI, dan sel-

16 16 sel yang mengalami apoptosis akhir atau sudah mati bersifat Annexin V dan PI positif (Hingorani et al., 2011). 7. Penambatan Molekul atau Molecular Docking Molecular docking atau penambatan molekul merupakan metode komputasi yang mampu memperkirakan interaksi suatu senyawa dengan protein melalui jalur energi terendah (Nadendla, 2004). PLANTS adalah program aplikasi penambatan molekul berdasarkan algoritma Ant Colony Optimization (ACO) (Korb et al., 2006). Software ini sederhana dan mudah diaplikasikan, namun PLANTS tidak menyediakan fungsi preparasi protein, ligan, maupun visualisasi (Purnomo, 2011). PLANTS tidak memiliki aplikasi untuk Windows, sehingga hanya bisa dijalankan dengan LINUX. Penggunaan PLANTS dengan Windows memerlukan Co-Pendrivelinux-KDE (suatu software untuk hibridisasi LINUX dalam Windows), YASARA (untuk visualisasi dan preparasi protein), serta ChemSketch (untuk preparasi senyawa atau ligan yang akan di-docking-kan dengan protein target). Hasil dari PLANTS adalah skor docking yang menunjukkan potensi interaksi ligan terhadap protein target. Senyawa yang memiliki skor docking terendah merupakan ligan dengan konformasi terbaik pada protein target (Purnomo, 2011).

17 17 8. Doxorubicin Doxorubicin (Gambar 6) merupakan obat golongan antibiotik antrasiklin dengan nama dagang Adriamycin yang digunakan dalam terapi berbagai jenis kanker. Obat ini memicu kerusakan DNA, dengan mekanisme pengikatan DNA sel kanker dan pengeblokan topoisomerase II, sehingga DNA kusut dan sel kanker tidak dapat membelah (Potter et al., 2002). Mekanisme tersebut umumnya membutuhkan p53 untuk menginduksi apoptosis dan menghambat siklus sel (Drummond, 2007). Gambar 6. Struktur kimia doxorubicin (Chen et al., 2006) Permasalahan dalam terapi kanker menggunakan doxorubicin adalah timbulnya efek samping dan terjadinya resistensi. Di samping bersifat toksik pada sel kanker, senyawa ini juga toksik pada jaringan normal. Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan adalah rasa mual, aritmia reversibel, serta terjadinya imunosupresi. Doxorubicin juga bersifat kardiotoksik akibat terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS), meningkatnya kadar anion superoksida, dan penurunan ATP. Hal tersebut menyebabkan terjadi perlukaan pada jaringan, sehingga terapi dalam jangka waktu lama menimbulkan efek samping kardiomiopati yang diikuti dengan gagal jantung (Tyagi et al., 2004). Kardiotoksisitas doxorubicin bersifat dose dependent (Wattanapitayakul et al.,

18 ). Uji klinis fase III menunjukkan bahwa penderita kanker payudara dengan mutasi p53 lebih resisten terhadap doxorubicin jika dibandingkan dengan penderita kanker payudara tanpa mutasi p53 (Di Leo et al., 2007). 9. Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) a. Klasifikasi tanaman secang Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) (Gambar 7) banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Wicaksono et al., 2008). Sinonim secang adalah Bianca sappan (L) serta memiliki beberapa nama lokal Sappanwood, Indian redwood (Inggris); Sappan, bresillet des Indes (Prancis); Secang, Kayu Secang, soga jawa (Indonesia); Sapang (Malaysia) (Verheij and Coronel, 1992). Morfologi dan klasifikasi tanaman: Kingdom : Plantae Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Magnoliphyta : Magnoliphyta : Fabales : Caesalpiniaceae : Caesalpinia Species : Caesalpinia Sappan L. (Backer and Van Den Brink, 1965) Tanaman ini berbentuk perdu atau pohon kecil, tinggi 5-10 m, batang dan percabangannya berduri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya

19 19 tersebar. Batang bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Daun majemuk, menyirip ganda, panjang cm, jumlah anak daun pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuknya lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar, panjang mm, lebar 3-11 mm, berwarna hijau. Bunganya bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang cm, mahkota bentuk tabung, berwarna kuning (Verheij and Coronel, 1992). (a) (b) (c) Gambar 7. Tanaman secang (Caesalpinia sappan L.) (Badami et al., 2004; Foto pribadi diambil di koleksi tanaman B2P2TOOT). Tanaman secang (a); Bunga secang (b); Kulit kayu secang (c) b. Penelitian terdahulu Kulit kayu secang mengandung senyawa komponen fenolik yang dibagi menjadi khalkon, protosapanin, homoisoflavonoid, zat warna brazilin, dan brazilein (Lin et al., 2008). Senyawa brazilin (Gambar 8a) dan brazilein (Gambar 8b) diketahui sebagai senyawa kandungan secang yang berperan pada aktivitas kemopreventif, hepatoprotektif, imunostimulan, antiinflamasi, dan analgesik (Xie et al., 2000).

20 20 C16H12O5 (BM=284) C16H14O5 (BM= 286, 27) (a) (b) Gambar 8. Struktur kimia brazilein (a) dan brazilin (b) (Oliveira et al., 2012; pubchem compound, 2014). Aktivitas sitotoksik isolat brazilein dan brazilin telah teruji pada sel Hep G2 dan Hep 3b (hati), MDA-MB-231 dan MCF-7 (payudara), A549 (paruparu), dan Ca9-22 (mulut) dengan nilai IC50 antara 2-15 μg/ml (Yen et al., 2010). Brazilin secara dose-dependent dapat menginduksi apoptosis pada sel glioma dan menurunkan ekspresi pro-caspase 3 dan pro-caspase 7 pada sel glioma U87 yang artinya adanya aktivasi caspase 3 dan caspase 7 (Lee et al., 2013). Pada proses apoptosis, caspase 3 dan caspase 7 berperan sebagai eksekutor sehingga sel mengalami apoptosis (Reuter et al.2008). Brazilin juga dapat menginduksi apoptosis pada sel multiple myeloma (MM) U266 yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ekspresi caspase 3, dan penurunan beberapa protein anti-apoptosis seperti, Bcl-xL dan Bcl-2 (Kim et al., 2012). Mekanisme penghambatan proliferasi brazilein pada sel MCF-7 adalah melalui aktivasi GSK-3β, penurunan β-catenin dan cyclin D1, sehingga sel

21 21 mengalami penumpukan pada fase G1 (Tao et al., 2013). Brazilein dapat menurunkan ekspresi mrna survivin, diikuti aktivasi caspase, induksi apoptosis, dan penghambatan pertumbuhan pada sel kanker hati Hep G2 (Zhong et al, 2009). Survivin merupakan protein yang berperan pada regulasi kematian sel, perkembangan siklus sel, dan divisi sel (Fortugno et al., 2002; Altieri, 2003). Pada jalur siklus sel, survivin terlibat dalam resistensi apoptosis dengan menghambat aktivasi caspase 7 dan caspase 3 (Blanc et al., 2003). 9. Fraksi Brazilein Secang Fraksi brazilein secang diperoleh dari ekstrak metanolik serbuk secang yang telah dipartisi dengan n-heksan dan etil asetat, kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan komposisi eluen klorofrom:etil asetat: (40:60 v/v). Fraksi tersebut berupa cairan berwarna kuning dan akan berwarna merah kegelapan ketika diuapkan menjadi bentuk serbuk kristal padatan. Hasil KLT fraksi tersebut menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase gerak kloroform:metanol:asam asetat (5:1:1 v/v) diperoleh spot pada hrf 40;55;65. Pada spot hrf 65 dengan ciri warna merah dan tebal telah dilakukan isolasi dan elusidasi oleh Laksmiani (2013). Hasil elusidasi menunjukkan bahwa spot tersebut merupakan senyawa brazilein, sehingga pada penggunaannya fraksi tersebut dinamakan fraksi brazilein secang (FBS). FBS disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya, dan dalam suhu 4 o C. FBS memiliki kandungan senyawa yang lebih sedikit dibanding ekstrak metanol, etanol, maupun fraksi etil asetat.

22 22 F. Landasan Teori FBS merupakan hasil fraksinasi ekstrak metanol secang yang teridentifikasi mengandung senyawa brazilein. FBS memiliki kandungan senyawa lain yang lebih sedikit dibanding ekstrak metanol, ekstrak etanol, dan fraksi etil asetat. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa senyawa brazilein dan brazilin mempunyai efek sitotoksik terhadap beberapa jenis sel kanker diantaranya sel Hep G2, Hep 3b, MDA-MB-231, MCF-7, A549, dan Ca9-22. Oleh karena itu, diduga FBS juga mempunyai efek sitotoksik pada sel T47D. Doxorubicin merupakan agen kemoterapi golongan antibiotik antrasiklin yang sering digunakan untuk kemoterapi kanker payudara, namun penggunaan doxorubicin telah banyak menimbulkan masalah diantaranya, menurunnya efektivitas akibat munculnya resistensi dan adanya potensi munculnya efek samping. Beberapa ekstrak secang yang mengandung komponen senyawa brazilein telah terbukti mampu meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin. Oleh karena itu, pemberian FBS yang memiliki kandungan brazilein dan senyawa lain yang lebih sedikit diprediksi juga dapat meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin terhadap sel kanker payudara T47D. Peningkatan sitotosisitas doxorubicin dapat terjadi melalui induksi apoptosis pada sel kanker. Ekstrak metanol, etanol, dan fraksi etil asetat secang mampu meningkatkan induksi apoptosis sel T47D baik secara tunggal maupun kombinasi dengan doxorubicin. Senyawa brazilein dapat menginduksi

23 23 apoptosis melalui jalur penurunan ekspresi mrna survivin yang diikuti dengan aktivasi caspase. Oleh karena itu, FBS maupun kombinasinya dengan doxorubicin diprediksi dapat menginduksi apoptosis melalui interaksi senyawa brazilein dengan caspase 3 secara komputasi pada uji penambatan molekul. G. Hipotesis 1. FBS dapat meningkatkan efek sitotoksik doxorubicin pada sel kanker payudara T47D. 2. FBS dan kombinasinya dengan doxorubicin dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker payudara T47D. 3. Senyawa brazilein dan brazilin dapat berinteraksi dengan caspase 3 secara komputasi pada uji penambatan molekul.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan abnormal pada sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh dan menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Peningkatan kasus kanker dari tahun ketahun menjadi beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bagian dari wilayah Indopasifik, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman biota laut yang terbesar di dunia. Sumber daya biota laut tersebut

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan kematian akibat kanker diseluruh dunia diperkirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, invasi jaringan, dan metastasis yang luas (Chisholm-Burns et al., 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2000, kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua kematian) di seluruh dunia, menyusul kejadian kematian akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang dimulai dari sekelompok sel-sel kanker yang dapat tumbuh menyerang jaringan sekitarnya atau menyebar (metastasis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 8,2 juta orang. Kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Doksorubisin adalah senyawa golongan antrasiklin bersifat sitotoksik hasil isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara luas

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia, Jack) TERHADAP PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN SEL MIELOMA Nina Salamah Disampaikan dalam seminar Nasional PERHIPBA Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vi x xii xiii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 404/Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker TIM PENGUSUL Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa abnormal pada jaringan yang tumbuh secara cepat dan tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap walaupun rangsangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kanker menempati posisi kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang terjadi karena pembelahan sel yang tidak terkontrol dan tidak terbatas (Djajanegara, 2010). Di beberapa bagian dunia, dalam waktu singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. program bunuh diri sel (apoptosis). Menurut American Cancer Society (2014),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. program bunuh diri sel (apoptosis). Menurut American Cancer Society (2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker dikenal sebagai penyakit yang mematikan karena sel kanker memiliki kemampuan proliferasi yang tinggi dan kemampuan untuk menghindari program bunuh diri sel (apoptosis).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu digunakan sebagai obat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat badan lahir merupakan berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Konfluenitas Sel Hepar Baby Hamster yang Diinduksi DMBA (7,12-Dimetilbenz(α)antracene) Berdasarkan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro SIDANG TUGAS AKHIR Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro Hani Tenia Fadjri 1506 100 017 DOSEN PEMBIMBING: Awik Puji Dyah Nurhayati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan estimasi Globocan (2012), jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar 43,1% dan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kanker merupakan penyakit paling mematikan ke-5 dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kanker merupakan penyakit paling mematikan ke-5 dan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus tumbuh atau bertambah dan tidak dapat mati (Depkes RI, 2013). Di Indonesia, kanker

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa Uji sitotoksisitas senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia mencapai 18 % dari total kanker (World Health Organization, 2008). Pada tahun 2010, insiden kanker

Lebih terperinci

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan I. PENDAHULUAN Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian kelima di Indonesia. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia, tumbuhan telah digunakan sebagai bahan pangan, sandang maupun obat

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia, tumbuhan telah digunakan sebagai bahan pangan, sandang maupun obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sejak peradaban manusia, tumbuhan telah digunakan sebagai bahan pangan, sandang maupun obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal. Jika penyebaran tidak dikontrol, dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Sel kanker : sel normal yang telah mengalami perubahan menjadi sel berproliferasi melampaui batas pertumbuhan normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya protoonkogen, antionkogen, gen yang mengendalikan apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora yang sangat beragam, salah satunya kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat menggunakan tanaman obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada posisi kedua penyebab kematian di negara berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada tahun 2004 (WHO, 2009). Berdasarkan data dari Globocan

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada tahun 2004 (WHO, 2009). Berdasarkan data dari Globocan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyebab utama kematian di dunia dengan 7,4 juta atau 13% kematian pada tahun 2004 (WHO, 2009). Berdasarkan data dari Globocan International Agency

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Secang atau Caesalpinia sappan L merupakan tanaman semak atau pohon rendah dengan ketinggian 5-10 m. Tanaman ini termasuk famili Leguminoceae dan diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

Penuaan dan Kematian Sel

Penuaan dan Kematian Sel Penuaan dan Kematian Sel ASHFAR KURNIA Departemen Biokimia FKUI Penuaan Sel -Karena aktifitas sel menurun -Stress oksidatif di dalam sel merupakan penyebab proses aging -Mitokondria yang menghasilkan ROS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kanker adalah pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak normal, yang tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

Lebih terperinci

KANKER PAYUDARA Kelenjar Payudara

KANKER PAYUDARA Kelenjar Payudara KANKER PAYUDARA 1. Kelenjar Payudara Kelenjar payudara merupakan derivatif sel epitel. Struktur anatomi payudara secara garis besar tersusun dari jaringan lemak, lobus dan lobulus (setiap kelenjar terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker payudara menempati urutan kedua penyebab kematian di dunia. Kanker menduduki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Terdapat lebih dari 1,2 juta kasus kanker kolon baru pada tahun 2012, menempatkan kanker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Payudara Kanker pada dasarnya merupakan sel dengan proliferasi yang tidak terkendali akibat kerusakan gen, utamanya pada regulator daur sel (Sherr, 2000). Daur sel suatu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, yaitu sebanyak 1.384.155 kejadian dan 458.503 kematian (IARC, 2013). 70%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara di Amerika pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang saat ini mendapatkan perhatian serius di dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan urutan ke-6 terbanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal. Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

APLIKASI KO-KEMOTERAPI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBUNG NYAWA (GYNURA PROCUMBENS (LOUR.) MERR.) PADA SEL KANKER PAYUDARA MCF-7

APLIKASI KO-KEMOTERAPI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBUNG NYAWA (GYNURA PROCUMBENS (LOUR.) MERR.) PADA SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 3, Desember 2009, 132-141 APLIKASI KO-KEMOTERAPI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBUNG NYAWA (GYNURA PROCUMBENS (LOUR.) MERR.) PADA SEL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)

Lebih terperinci