BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa"

Transkripsi

1 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa Uji sitotoksisitas senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa dilakukan untuk menentukan nilai LC50 (lethal concentration 50). Nilai LC50 merupakan nilai yang menunjukkan konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari organisme uji, nilai LC50 sama dengan nilai IC50 (inhibition concentration 50) yang menunjukkan daya hambat suatu senyawa sehingga sel terhambat pertumbuhannya atau mati (Harfia, 2006). Pada penelitian ini nilai LC50 nantinya akan digunakan sebagai standar perlakuan pada pewarnaan IHC (Imunohistokimia). Preparasi sel HeLa merupakan kegiatan awal sebelum melakukan uji sitotoksisita pada sel HeLa. Preparasi diawali dengan pengkulturan sel HeLa hingga kerapatannya 438X 10 4 yang memiliki prosentase 85%, dan dikatakan konfluen atau sudah mencapai jumlah yang dibutuhkan dengan ciri ciri sel tersebut sudah menempel dan berkembang memenuhi wadah kultur menutupi luas permukaan dari flask culture (Gambar 6). Pengkulturan sel HeLa dengan media Rosewell Park Memorial Institute (RPMI) hingga mencapai prosentase hidup % dikatakan layak untuk dilakukan uji sitotoksisitas (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Media RPMI digunakan dalam proses pengkulturan karena media ini dapat mendukung pertumbuhan sel dan biasa digunakan untuk kultur sel seperti sel HeLa, Media RPMI tersusun atas Fetal Bovine Serum (FBS), penisillin-streptomisin, dan fungizone (Freshney, 2000). Ketiga komponen yang terkandung dalam media 36

2 37 mengandung asam amino, vitamin, garam-garam anorganik, dan glukosa yang menunjang kehidupan sel HeLa (Lampiran 3) (Juwita, 2005; Djati, 2006). Gambar 6. Sel HeLa didasar tissue flask yang siap diberi perlakuan pada berbesaran 100X dan skala 1:16 (ditunjuk dengan panah biru). Sel HeLa memiliki sifat semi melekat pada flask culture sehingga untuk melepaskannya memerlukan tripsin yang berfungsi untuk melepaskan interaksi antara molekul glikoprotein dan proteoglikan dengan permukaan tissue flask hingga sel tidak dapat melekat di dasar flask culture (Doyle and Griffith, 2000). Kerja tripsin dapat terhambat oleh media RPMI, sehingga sebelum pemberian tripsin terlebih dahulu media dibuang dan dibilas dengan Phospate Buffer Saline (PBS), PBS akan membersihkan media dan akan memperlancar kerja tripsin (Freshney, 2005). Kerja tripsin terlihat dengan nampaknya morfologi sel HeLa yang awalnya berbentuk agak runcing melekat di dasar tissue flask, terlihat berbentuk bulat karena tidak melekat pada dasar tissue flask (Gambar 7). Penggunaan tripsin pada cara kerja hanya 500 μl dari volume total μl, hal ini dikarenakan penggunaan tripsin yang terlalu banyak dapat menyebabkan sel mengalami kerusakan karena

3 38 tripsin menghambat sel untuk memanfaatkan nutrisi yang terkandung pada media RPMI (CCRC, 2010). Gambar 7. Sel HeLa berbentuk bulat di dalam tissue flask setelah diberi tripsin perbesaran 100X dan skala 1:16 (ditunjuk dengan panah biru). Isolat senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak yang diisolasi oleh Dewangga (2015), diuji sitotoksisitas terhadap sel HeLa menggunakan metode MTT assay untuk mengetahui nilai IC50 yang nantinya secara tidak langsung menunjukkan nilai LC50. Pada pengujian digunakan 3 kelompok konsentrasi yang berbeda yaitu kelompok : Variasi Konsentrasi 1 : 10 µg/ml; 15 µg/ml; 20 µg/ml; 25 µg/ml; 50 µg/ml; 75 µg/ml; 90 µg/ml; 100 µg/ml (Dewangga, 2015). Variasi Konsentrasi 2 : 25 µg/ml; 50 µg/ml; 60 µg/ml; 75 µg/ml; 90 µg/ml; 110 µg/ml; 125 µg/ml; 150 µg/ml (Atmoko dan Ma ruf, 2009). Variasi Konsentrasi 3: 3,9 µg/ml; 7,81 µg/ml; 15,62 µg/ml; 31,25µg/ml; 62, et al., 2014) (Gambar 8). Setelah diberi perlakuan kemudian sel HeLa di inkubasi selama 24 jam, inkubasi ini bertujuan untuk memaksimalkan kerja dari isolat. Pada Gambar 8 terlihat perbedaan warna antara tissue culture sebelum diinkubasi dan setelah diinkubasi, perbedaan warna ini menunjukkan adanya reaksi isolat dengan sel HeLa. Warna ungu seperti kontrol media menunjukkan konsentrasi isolat berefek pada sel Hela, sedangakan warna

4 39 kuning emas seperti kontrol menunjukkan konsentrasi tidak terlalu berefek pada sel Hela. Gambar 8. Mapping Sel HeLa pada tissue culture 96 well setelah perlakuan (keterangan : A. sebelum diinkubasi 24 jam, B. setelah diinkubasi 24 jam). Sel HeLa yang telah diinkubasi 24 jam mengalami kematian terlihat pada Gambar 9. Karakteristik morfologi sel-sel hidup berbentuk bulat dengan dinding sel yang bersinar dan menempel pada tissue culture bagian bawah karena sel mampu melakukan metabolism dengan memanfaatkan nutrien pada media (Gambar 9). Sel yang mati berwarna gelap dan tidak menempel pada dasar tissue culture dan tidak melakukan metabolisme, karena sel yang mati kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan dan memberikan energi bagi fungsi metabolik serta pertumbuhan sel (Pebriana et al., 2008). Gambar 9. Morfologi sel HeLa setelah dilakukan perlakuan dengan konsentrasi 90 µg/ml, perbesaran 100X dan skala 1:16 (A sel mati, B sel hidup).

5 40 Penggunaan metode MTT Assay memiliki beberapa keuntungan yaitu sederhana, efisien dan sensitif sehingga banyak digunakan dalam uji sitotoksik. Prinsip MTT Assay adalah spektroskopi dengan menentukan nilai absorbansi formazan. MTT akan diserap ke dalam sel dan masuk ke dalam sistem respirasi sel dalam mitokondria. Mekanisme kerja enzim aktif dalam sel mitokondria adalah dengan memetabolisme garam tetrazolium, sehingga cincin tetrazolium terputus oleh enzim dehydrogenase, hingga menyebabkan tetrazolium formazan menjadi tidak larut air tetapi larut dalam SDS 10% dan berwarna ungu (Gambar 10) (Pebriana et al., 2008). Penggunaan SDS 10% dimaksudkan untuk melarutkan kristal formazan yang terbentuk, sehingga tidak muncul pengendapan pada saat pembacaan dengan ELISA Reader. Gambar 10. Morfologi sel HeLa setelah pemberian MTT assay konsentrasi perlakuan 90 µg/ml perbesaran 100X dan skala 1:16 (panah biru sel sel mati, panah merah sel hidup). Sel HeLa yang telah diberi perlakuan MTT dan didiamkan semalam, kemudian dibaca menggunakan ELISA Reader untuk menentukan nilai absorbansi (Lampiran 2). Panjang gelombang yang digunakan adalah 550 nm, karena panjang gelombang 550 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk mendapatkan pengukuran yang sensitif dan spesifik (Pebriana et al., 2008). Hasil pengamatan sel

6 41 dengan metode MTT assay dihitung persentase sel hidup dan analisis nilai IC50 dihitung dengan program Microsoft Excel (regresi linear dari log konsentrasi) sesuai Tabel 1, 2, dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat senyawa aktif golongan poliketida memberikan efek pada viabilitas sel HeLa (Tabel 1, 2, dan 3). Nilai rata - rata viabilitas pada kolom ke-4 menunjukkan kemampuan sel untuk mempertahankan kehidupannya. Ketika konsentrasi semakin besar maka nilai absorbansi semakin kecil begitu pula hasil perhitungan nilai rata rata viabilitas semakin kecil pula. Selain itu nilai kontrol sel diatas 95 % dan kontrol media 0 %, nilai ini menunjukkan bahwa sel HeLa yang digunakan dalam keadaan baik sedangkan media yang digunakan tidak mengalami kontaminasi. Ketiga tabel menunjukkan hasil yang sesuai ketentuan formula untuk mencari nilai IC50 berdasarkan CCRC (2010). Tabel 1. Nilai rata rata viabilitas sel HeLa setelah perlakuan isolat aktif daun sirsak kelompok variasi konsentrasi 1. No. Konsentrasi (µg/ml) Rata-rata viabilitas sel (%) , , , , , , , ,58 Kontrol sel 99,96 Kontrol media 0,00

7 42 Tabel 2. Nilai rata rata viabilitas sel HeLa setelah perlakuan isolat aktif daun sirsak kelompok variasi konsentrasi 2. No Konsentrasi (µg/ml) Rata-rata viabilitas sel (%) , , , , , , , ,83 Kontrol sel 97,96 Kontrol media 0,00 Tabel 3. Nilai rata rata viabilitas sel HeLa setelah perlakuan isolat aktif daun sirsak kelompok variasi konsentrasi 3. No Konsentrasi (µg/ml) Rata-rata viabilitas sel (%) 1 3,9 76,30 2 7,81 66, ,62 65, ,25 54, ,5 41, , , ,29 Kontrol sel 98,35 Kontrol media 0,00 Pada Gambar 11, 12, dan 13 merupakan grafik regresi dari ketiga tabel sebelumnya. Gambar grafik tersebut didapatkan 3 koefisien determinasi (R²) grafik yakni 0,8274; 0,9659; 0,9355. Ke - 3 nilai ini mendekati nilai 1 dan lebih dari 0,6 berarti terdapat korelasi yang signifikan antara viabilitas sel HeLa dengan isolat teraktif daun sirsak. Koefisien determinasi dengan simbol R² merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik.

8 43 Koefisien determinasi ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika R² sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna (Pranatami, 2014). Pada ketiga grafik terdapat persamaan garis y = x (Gambar 11), nilai negatif merupakan nilai kebalikan, yang dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi isolat teraktif daun sirsak, maka akan semakin rendah sel HeLa yang hidup (viabilitas sel HeLa semakin rendah) (Kamuhabwa et al., 2008). Hasil yang didapatkan dari uji sitotoksisitas ini mendapatkan tiga nilai LC50. Persamaan regresi yang nampak pada grafik (Gambar 11, 12, dan 13) digunakan dalam mencari nilai LC50 sesuai dengan standard Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) dimana angka 50 dimasukkan untuk menggantikan Y dan nilai X merupakan nilai IC50. Dari persamaan garis pada Gambar 11 didapatkan nilai IC50 74,14 μg/ml, Gambar 12 IC50 90,41μg/ml, Gambar 13 IC50 97,86 μg/ml (Lampiran 4). Nilai IC50 ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian sel HeLa oleh Witianingsih (2014), dimana diperoleh nilai IC50 dari fraksi kloroform A. muricata L. sebesar 166,32 μg/ml. Nilai IC50 < 100 μg/ml sudah dapat dikategorikan sebagai senyawa antiproliferatif, (Kamuhabwa et al, 2000),. Sehingga ketiga uji yang dilakukan bisa dikatakan baik. Pada hasil ke -3 grafik nilai absorbansi dan nilai regresinya isolat daun sirsak dapat bekerja efektif pada konsentrasi > 90 μg/ml ditunjukkan dengan kekonstanan uji yang memiliki nilai IC50 diatas 90 dan kurang dari 100. Kemudian untuk nilai percobaan terbaik adalah pada nilai regresi 0,9656 dengan nilai IC50

9 Viabilitas sel (%) Viabilitas sel (%) 44 90,41μg/ml. Nilai regresi (R²) pada uji variasi kedua menunjukkan nilai terbaik yang mendekati angka satu, sehingga terdapat korelasi yang signifikan antara viabilitas sel HeLa dengan isolat teraktif daun sirsak golongan poliketida. Koefisien R² 0,9659 ini mencerminkan seberapa seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Selain itu pada konsentrasi 90 μg/ml pada tabel menunjukkan nilai viabilitas sel mendekati 50 %, sehingga menandakan korelasi IC50 terletak pada konsentrasi berkisar diangka 90 μg/ml (Tabel 2) (Dewangga, 2015). Hal ini menunjukkan hasil terbaik dan kesesuaian dari penelitian yang dilakukan. Sehingga pada pewarnaan IHC digunakan konsentrasi terbaik LC50 yaitu 90,41μg/ml y = x R² = Konsentrasi (%) Gambar 11. Grafik regresi pengaruh konsentrasi isolat daun sirsak dengan viabilitas sel HeLa variasi konsentrasi y = x R² = Konsentrasi (%)

10 Viabilitas sel (%) 45 Gambar 12. Grafik regresi pengaruh konsentrasi isolat daun sirsak dengan viabilitas sel HeLa variasi konsentrasi y = x R² = Konsentrasi (%) Gambar 13. Grafik regresi pengaruh konsentrasi isolat daun sirsak dengan viabilitas sel HeLa variasi konsentrasi 3 B. Pewarnaan Imunohistokimia (IHC) dan Peranan Senyawa Aktif Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa dengan Konsentrasi LC50 90,41 μg/ml Pewarnaan IHC bertujuan untuk melihat kadar antibodi atau antigen dalam sediaan sel (CCRC, 2010). Pada proses pewarnaan IHC terhadap sel HeLa untuk membuktikan peran senyawa aktif golongan poliketida menggunakan konsentrasi 90,41 μg/ml. Sebagai penanda reaksi antara antibodinya menggunakan protein p53, protein p53 merupakan antibodi sekunder berlabel yang akan menyebabkan adanya perubahan warna pada sel HeLa. Sel HeLa yang merupakan sel kanker memiliki protein p53 yang tidak terekspresi karena terjadi mutasi. Penggunaan antibodi sekunder protein p53 bertujuan untuk melihat adanya ekspresi protein p53 pada sel HeLa setelah pemberian isolat aktif golongan poliketida daun sirsak. Reagen yang digunakan dalam proses IHC memiliki fungsi untuk membantu terbentuknya warna. Pemberian methanol berfungsi sebagai rehidrasi

11 46 selnya. H2O2 berfungsi untuk membersihkan methanol yang digunakan sebelumnya selain itu zat ini juga sebagai bloking yang berfungsi untuk melarutkan zat zat yang tidak dibutuhkan. Antibodi primer yang tidak berlabel, merupakan anti dari protein p53. Protein p53 merupakan antibodi sekunder yang berlabel yang diberikan setelah antibodi primer. Antibodi sekunder dan antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada sel (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa streptavidin yang merupakan zat pewarna yang akan menampakkan reaksi dari antibodinya. Streptavidin (HRP) merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu (CCRC, 2010). DAB (Diaminobenzinidine) merupakan zat yang akan membantu memaksimalkan pewarna dengan ditunjukkan warnanya berubah menjadi coklat. Zat yang menguatkan pewarnaan yaitu mayer hematoxilin, ethanol absolut dan xylol kemudian ditempel dengan entelan dan menjadi preparat sediaan (Prayitno dkk, 2014). Dalam proses pewarnaan IHC harus dilakukkan sesuai prosedur yang sudah ada agar hasilnya maksimal. Bila tidak teliti akan menyebabkan sel ikut tercuci atau tidak terwarnai. Setelah menjadi preparat sediaan dapat didokumentasi (Gambar14). Hasil penelitian menunjukkan pada Gambar 14 bagian kanan sel yang diberi perlakuan terlihat adanya warna coklat pekat. Hal ini menunjukkan adanya ekspresi protein p53 karena adanya ikatan antibodi sekunder protein p53 dengan protein p53

12 47 pada sel HeLa. Pemberian perlakuan senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak konsentrasi 90,41 μg/ml mampu membantu terekspresinya protein p53 pada sel HeLa yang terdegradasi. Sel HeLa yang pada awalnya tidak mampu mengekspresikan protein p53 karena mengalami mutasi dan terdegradasi fungsi kerjanya dengan pemberian isolat tersebut mampu mengekspresikan protein p53. Sehingga protein p53 memperbaiki fungsi kerjanya dengan mengontrol pertumbuhan sel HeLa sebagai sel kanker yang tumbuh abnormal menjadi sel normal yang mampu mengalami apoptosis. Gambar 14 bagian kiri merupakan kontrol sel yang terwarnai keunguan, hal ini menunjukkan tidak terekspresinya protein p53 pada sel HeLa yang mengalami mutasi gen p53. Hal ini menandakan isolat golongan poliketida daun sirsak berperan untuk meningkatkan fungsi kerja protein p53 sebagai protein suppressor cancer. Pada pewarnaan IHC ini mendapatkan hasil bahwa isolat aktif golongan poliketida daun sirsak memiliki peranan untuk mempengaruhi pertumbuhan dari sel HeLa yang merupakan sel Kanker serviks yang mengalami pertumbuhan tak terkendali karena hilangnya fungsi protein p53. Peranan senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan dari sel HeLa, terbukti dengan adanya inti sel yang fragmented (apoptosis) menghambat pertumbuhan sel HeLa (Gambar 14 bagian kanan). Hal ini dapat dibandingkan antara pewarnaan kontrol sel dengan sel yang diberi perlakuan isolat daun sirsak konsentrasi 90,41 μg/ml, terlihat pada kontrol sel banyak sel yang membelah mengalami mitosis dan siklus selnya masih berjalan dimana intinya tetap mengalami pembelahan. Keadaan demikian menunjukkan bahwa sel HeLa yang tidak diberi perlakuan tetap terjadi pertumbuhan sel kanker.

13 48 Sedangkan pada sel yang diberi perlakuan nampak selnya mengalami penghentian siklus sel (fragmented) terlihat dengan intinya mengalami apoptosis dengan inti yang memadat dan mengecil hal ini menandakan kembalinya fungsi protein p53. Pada kasus kanker servik menurut CCRC 2010 protein p53 merupakan protein tumor suppressor yang berperan sebagai regulator siklus sel. Protein p53 berperan penting dalam respon adanya stress selular, misalnya paparan karsinogen. Protein tersebut akan menghambat proliferasi sel abnormal yang telah terinisiasi karsinogen untuk mencegah berkembangnya neoplasma. Tidak aktifnya protein tersebut dapat menimbulkan malignansi sampai kanker yang ganas. Selain

14 49 berfungsi meregulasi proliferasi sel, p53 juga meregulasi apoptosis, menghambat angiogenesis, dan meregulasi DNA repairment. Gambar 14. Sel HeLa yang telah diberi pewarnaan IHC perbesaran 1000X bagian kiri kontrol sel dan bagian kanan sel yang diberi perlakuan konsentrasi 90,41 μg/ml ( panah lurus adalah sel yang mengalami fragmented dan panah putus putus adalah sel yang mengalami mitosis). Pada penyakit kanker, umumnya p53 mengalami mutasi dengan terdegradasi fungsinya. Mutasi p53 yang paling banyak terjadi adalah missense mutation. Mutasi tersebut dapat berupa degradasi p53, hilangnya kemampuan p53 menginduksi cell cycle arrest atau apoptosis, dan hilangnya afinitas p53 untuk mengikat DNA yang rusak (Syaifudin, 2010). Pada Gambar 14 diketahui peranan isolat daun sirsak golongan poliketida yaitu acetogenin mampu mengendalikan

15 50 mutasi dari gen p53 yang berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol sejumlah gen termasuk gen untuk apoptosis jika kerusakannya berat. Rekonstitusi jalur apoptosis oleh p53 dapat terjadi dengan mentransfer gen p53 wild type rekombinan pada sel kanker yang mengekspresi p53 null atau mutan (Siu et al,, 1999). Secara molekuler p53 memiliki peran pada siklus sel yaitu, Bila ada kerusakan DNA karena x-rays, UV atau yang lain maka ATM/ATR kinase akan diaktifkan, yang akan mengaktifkan Chk1/Chk2 kinase dimana Chk1/Chk2 berfungsi untuk memfosforilasi p53. Pada keadaan tidak terfosforilasi p53 diikat oleh protein Mdm2. Pada keadaan normal, kadar p53 dalam sel sangat rendah karena dipegangi oleh Mdm2. Bila p53 dalam keadaan dipegangi Mdm2 maka akan cepat didegradasi karena Mdm2 akan menambah ubikuitin pada p53. Sehingga p53 menjadi sasaran bagi proteosom, akan terus didegradasi sehingga konsentrasinya akan rendah. Dalam keadaan kerusakan DNA maka ada ATM/ATR; Chk1/Chk2 yang teraktifasi sehingga p53 akan terfosforilasi dan timbul tonjolan sehingga Mdm2 tidak bisa lagi memegangi p53. Karena tidak bisa dipegangi maka akan kehilangan sifatnya sehingga bersifat stabil (artinya akan terus diproduksi p53). P53 juga merupakan faktor transkripsi, dan dia akan membantu transkripsi gen berikutnya, yaitu p21 (inhibitor dari cyclin) sehingga DNA rusak maka siklus selnya akan berhenti untuk memberi kesempatan repair. Setelah p21 ditranskripsi maka akan menghasil p21 mrna dan setelah ditranslasi akan menghasilkan p21 yang merupakan protein inhibitor CDK. Maka cyclin G1/S yang tadinya aktif karena kehadiran p21 dia menjadi tidak aktif sehingga sel berhenti pada satu fase

16 51 (akan hilang). Pada saat yang sama p53 mengaktifkan repairing bersama molekul lain akan mengusahakan agar DNA yang rusak untuk diperbaiki. Kerja p53 mengaktifkan fungsi bax xl dan caspase dalam menjalankun fungsinya pada proses apoptosis. P53 merupakan penjaga genom, sehingga 9% karsinoma terjadi karena mutasi pada p53 (de Stanchina et al., 1998). Penghambatan pertumbuhan sel HeLa dengan senyawa aktif poliketida daun sirsak terjadi pada siklus sel tahapan interfase sel. Sebelum suatu sel mengalami pembelahan, sel-sel terlebih dahulu mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran tertentu. Setiap sel mengalami dua periode yang penting dalam siklus hidup, yaitu periode interfase atau periode non pembelahan dan periode pembelahan sel (M) yang menghasilkan sel-sel baru. Interfase terdiri atas tiga fase, yaitu: G1 (Gap pertama), S (Sintesis DNA), dan G2 (Gap kedua), Pada fase G1 terjadi replikasi persiapan pembentukan DNA (Gambar 15) (Lapenna and Giordano, 2009). Pada fase S terjadi replikasi dan transkripsi DNA, pada fase inilah mulai terjadi gangguan dari proses siklus sel HeLa. Hal ini dikarenakan senyawa poliketida tersebut mengganggu proses sintesis protein pada mitokontria, senyawa ini akan bekerja bila ada respon, yaitu sel HeLa yang melakukan proses sintesis protein berlebih. Sehingga dalam proses sintesis protein untuk menghaslkan ATP pada sel HeLa mengalami ganguan dan menyebabkan sel HeLa mati (apoptosis). Sedangkan pada fase G2, merupakan fase post sintesis, dimana sel mempersiapkan diri untuk membelah. Pada fase post sintesis terlihat sel HeLa pada Gambar 14 mengalami apoptosis dan tidak mengalami pembelahan.

17 Gambar 15. Diagram Terjadinya Siklus Sel (Lapenna and Giordano, 2009). 52

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : -

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC Paraf Nama Sendy Junedi Adam Hermawan Muthi Ikawati Edy Meiyanto Tanggal

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Dyaningtyas Dewi PP Rifki Febriansah Adam Hermawan Edy Meiyanto Tanggal 20

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009 Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Herwandhani Putri Edy Meiyanto Tanggal 23 April 2013 PROTOKOL UJI SITOTOKSIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi. panas karena dalam proses perkolasi ini tidak menggunakan pemanasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi. panas karena dalam proses perkolasi ini tidak menggunakan pemanasan. 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode perkolasi. Metode ini dipakai karena dapat melarutkan senyawa yang tahan panas maupun tidak tahan panas

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu digunakan sebagai obat, karena

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ADI CHRISTANTO K 100 080 030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA Nurshalati Tahar 1, Haeria 2, Hamdana 3 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI Oleh : ZAENAB ACHMAD K 100030183 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro Almaratul Khoiriyah 1506100005 Dosen Pembimbing: Awik Puji Dyah. N. S.Si., M.Si. dan Prof. Dr. Drs.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Konfluenitas Sel Hepar Baby Hamster yang Diinduksi DMBA (7,12-Dimetilbenz(α)antracene) Berdasarkan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro SIDANG TUGAS AKHIR Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro Hani Tenia Fadjri 1506 100 017 DOSEN PEMBIMBING: Awik Puji Dyah Nurhayati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 2. Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) a Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia daun poguntano

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan sel kultur primer fibroblas. Gambar 8 menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen yang berbeda untuk

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI OLEH : ALIA EVANINGRUM K 100030168 FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia, Jack) TERHADAP PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN SEL MIELOMA Nina Salamah Disampaikan dalam seminar Nasional PERHIPBA Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini berupa penelitian analitik eksperimental. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Laboratorium Biomedik Fakultas kedokteran Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kitosan terhadap berbagai jenis sel kanker yang dilakukan secara eksperimental di dalam laboratorium. Sel kanker yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kitosan terhadap kultur sel HSC-4 dan HAT-7 yang dilakukan secara in vitro. Kedua jenis sel diaktivasi kembali dari cryopreservation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (medicinal mushroom) adalah Ganoderma lucidum. Jamur ini telah digunakan

I. PENDAHULUAN. (medicinal mushroom) adalah Ganoderma lucidum. Jamur ini telah digunakan 1 I. PENDAHULUAN Jamur makroskopis digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan khasiatnya, yaitu jamur yang dapat dimakan, jamur berkhasiat obat, jamur beracun dan jamur yang belum diketahui khasiatnya.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan 40 BAB VI PEMBAASAN 6.1 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi Uap Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan menggunakan destilasi uap. Pemotongan sampel dengan ukuran kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker payudara menempati urutan kedua penyebab kematian di dunia. Kanker menduduki

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ITSNA FAJARWATI K100 100 031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Mengganggu transport elektron pada Mitokondria

Mengganggu transport elektron pada Mitokondria Lampiran 1 Kerangka Konsep Penelitian DMBA Karsinogen Sel Hati Fetus Hamster Dmba bereaksi dengan sitokrom P-450 untuk membentuk ikatan kovalen dengan DNA pada sel Kerusakan DNA atau DNA adduct Ekstrak

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, autoklaf Hirayama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks (Leher Rahim) Kanker serviks merupakan salah satu ancaman malignansi terbesar bagi wanita. Di negara berkembang, kanker serviks menduduki urutan teratas bagi kanker

Lebih terperinci

EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO.

EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO. EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO 1 Roihatul Mutiah, 2 Aty Widyawaruyanti, 3 Sukardiman 1 Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF.

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan I. PENDAHULUAN Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian kelima di Indonesia. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga juta

Lebih terperinci

POTENSI SITOTOKSIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP SEL HeLa. CYTOTOXIC EFFECTS OF Physallis angulata PLANT On HeLa CELL LINE

POTENSI SITOTOKSIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP SEL HeLa. CYTOTOXIC EFFECTS OF Physallis angulata PLANT On HeLa CELL LINE POTENSI SITOTOKSIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP SEL HeLa CYTOTOXIC EFFECTS OF Physallis angulata PLANT On HeLa CELL LINE Maryati dan EM Sutrisna Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ISOLAT AKTIF DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DAN UJI SITOTOKSISITAS ISOLAT AKTIFNYA TERHADAP SEL HeLa

KARAKTERISASI ISOLAT AKTIF DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DAN UJI SITOTOKSISITAS ISOLAT AKTIFNYA TERHADAP SEL HeLa KARAKTERISASI ISOLAT AKTIF DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DAN UJI SITOTOKSISITAS ISOLAT AKTIFNYA TERHADAP SEL HeLa TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar magister Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap perubahan histologi kelenjar mammae mencit betina yang diinduksi

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : DESI NANAWATI K100130051 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA PKMI-2-17-1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) HASIL PENGENDAPAN DENGAN AMONIUM SULFAT 30%, 60%, DAN % JENUH TERHADAP KULTUR SEL HeLa DAN SEL RAJI Robbyono, Nadia Belinda

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: YENNIE RIMBAWAN PUJAYANTHI K 100 080 203 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium 22 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI Oleh: NUR ERVIA RAHMAWATI K100140054 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat tidak terkendali,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

UJI ANTIKANKER EKSTRAK METANOL JAMUR YANG DIISOLASI DARI TANAH DAERAH WONOGIRI TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI ANTIKANKER EKSTRAK METANOL JAMUR YANG DIISOLASI DARI TANAH DAERAH WONOGIRI TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI ANTIKANKER EKSTRAK METANOL JAMUR YANG DIISOLASI DARI TANAH DAERAH WONOGIRI TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : RATNA LESTARI K100130073 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, invasi jaringan, dan metastasis yang luas (Chisholm-Burns et al., 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan dan ketidaknormalan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel-sel yang mengakibatkan timbulnya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D

Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D Amalia Suci Medisusyanti 1*, Haryoto 2 1 Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2 Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker kolon merupakan salah satu penyebab umum kematian yang berasal dari transformasi epitel usus normal polip adenomatosa dan kanker invasive (Palozza et

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Laboratorim Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM untuk uji sitotoksisitas penetapan IC50 EEP dan pembuatan preparat imunositokimia.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel hepar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam dalam dunia kesehatan (Ganiswara dan Nafrialdi, 1995). Kanker adalah pembentukan

Lebih terperinci

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA Suryani Hutomo, Chandra Kurniawan Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

Fetus Hamster. Ginjal Fetus Hamster FBS

Fetus Hamster. Ginjal Fetus Hamster FBS 55 Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian Fetus Hamster Ginjal Fetus Hamster Vitamin E FBS Media DMEM Konsentrasi: 1. 0 µm 2. 25 µm 3. 50 µm 4. 75 µm 5. 100 µm 6. 125 µm Vitamin Asam Amino Garam Glukosa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal. (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama). Penyakit kanker merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) terhadap kultur primer sel otak baby hamster yang dipapar dengan dimetilbenz(α)antrase

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan 42 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu: deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

infeksi parasit, serta paparan karsinogen (Endrini dkk, 2009).

infeksi parasit, serta paparan karsinogen (Endrini dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya dan mematikan bagi penderitanya. Kanker merupakan penyakit tidak menular yang berawal dari kerusakan materi genetik.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur flavonoid (Middelton et al. 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur flavonoid (Middelton et al. 2009). 2 yang memiliki bioaktivitas sebagai sitotoksik dan penghambatannya diduga dapat menginduksi apoptosis. Manfaat penelitiannya, yaitu daun sukun dapat digunakan sebagai obat kanker payudara secara alami.

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama

Lebih terperinci