BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK HANNA LATIFA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK HANNA LATIFA"

Transkripsi

1 BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK HANNA LATIFA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik adalah benar karya saya dengan arahan dan bimbingan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada institusi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan daftar pustaka di skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Hanna Latifa NIM G

4 ABSTRAK HANNA LATIFA. Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO A. NOERDJITO. Kumbang koprofagus berperan penting dalam dekomposisi bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan kumbang koprofagus di lahan pertanian organik dan non-organik. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan nonorganik Seruni yang keduanya terletak di Cisarua, Jawa Barat. Dua puluh dung trap dipasang di setiap lahan pertanian organik dan lahan pertanian non-organik, pada pertanaman jagung, wortel, kol, dan bawang daun. Dari penelitian ini dikoleksi 15 spesies (610 individu) kumbang koprofagus yang termasuk dalam 2 famili, yaitu Scarabaeidae dan Aphodiidae. Kumbang koprofagus yang ditemukan di lahan pertanian organik (389 individu, 13 spesies) lebih banyak dibandingkan dengan di lahan pertanian non-organik (221 individu, 10 spesies). Di kedua lahan pertanian tidak menunjukkan dominansi spesies kumbang koprofagus (C <0,5). Spesies yang paling banyak ditemukan pada lahan pertanian organik adalah Copris reflexus (49%), sedangkan pada lahan non-organik adalah Onthopagus pauper (52%). Kesamaan spesies kumbang di lahan pertanian organik dan non-organik sebesar 67%. Kata kunci: Kumbang koprofagus, lahan pertanian organik, lahan pertanian nonorganik. ABSTRACT HANNA LATIFA. Biodiversity of Coprophagous Beetles in Organic and Nonorganic Farms. Supervised by: TRI ATMOWIDI and WORO A. NOERDJITO. Coprophagous beetle has important role in decomposition of organic materials. This research aimed to study and analyze the diversity and abundance of coprophagous beetles in organic and non-organic farms. Coprophagous beetles were collected in organic farm of Bina Sarana Bakti and non-organic farm of Seruni in Cisarua, West Java. In each location, twenty dung traps were set up in corn plants, carrot plants, cabbage plants, and onion plants. Totally, 15 species (610 individuals) of coprophagous beetles belonging to two families i.e Scarabaeidae and Aphodiidae were collected. Coprophagous beetles in organic farms (389 individuals, 13 species) more divers than that in non-organic farms (221 individuals, 10 species). There was no dominant species in both of locations (C < 0,5). The most dominant species in organic farm was Copris reflexus (49%) and in non-organic farm was Onthopagus pauper (52%). Beetles similarity in organic and non-organic farm was 67%. Keyword: Coprophagous beetles, organic farm, non-organic farm

5 BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK HANNA LATIFA Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Nama NIM : Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik : Hanna Latifa : G Disetujui oleh Dr. Tri Atmowidi, M.Si. Pembimbing I Prof. Dr. Woro. A. Noerdjito Pembimbing 2 Diketahui oleh Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Prof. Dr. Woro A. Noerdjito selaku pembimbing. Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga penulis Hendro Subekti, Nina Safrida HSB, Rizkiana Anggayuhlin, atas kasih sayang dan bantuan material, seluruh teman-teman biologi 47, keluarga IAAS, serta rekan-rekan penulis atas segala dukungan dan bantuan kepada penulis. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Entomologi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong yang telah membantu di dalam proses identifikasi dalam penelitian ini, dan kepada pihak perkebunan Bina Sarana Bakti dan Perkebunan Seruni. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan bagi pembaca. Bogor, Juli 2014 Hanna Latifa

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PENELITIAN 2 Waktu dan Tempat 2 Pengoleksian Sampel 2 Preservasi Spesimen Kumbang 3 Identifikasi Kumbang 3 Analisis Data 3 HASIL 4 PEMBAHASAN 9 SIMPULAN 11 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 14 LAMPIRAN 15

10 DAFTAR TABEL 1. Data lingkungan di lahan pertanian organik dan non-organik saat pengambilan sampel kumbang 2. Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus dikoleksi dari lahan pertanian organik dan non-organik 5 6 DAFTAR GAMBAR 1. Cara pemasangan dung trap dan lahan pertanian sebagai lokasi penelitian 3 2. Spesimen kumbang koprofagus yang disimpan dalam kotak serangga Pupuk berupa kotoran ayam yang digunakan di lahan pertanian organik Penggunaan bahan penunjang praktik pertanian di lahan pertanian nonorganik Indeks similaritas Sorensen (Is) kuantitatif kumbang koprofagus di lahan 6 pertanian organik dan non-organik. 6. Kumbang di lahan pertanian: Aphodius marginellus, Copris reflexus, 7 Catharsius mollosus, Onthopagus tritube, Onthopagus babirusa, Onthopagus pauper, Onthopagus javanus, Onthopagus variolaris. 7. Kumbang di lahan pertanian: Onthopags lilliputanus, Onthopagus tricolor, Onthopagus pygidialis, Onthopagus deflexicollis, Onthopagus sp1., Onthopagus sp2., Onthopagus sp DAFTAR LAMPIRAN 1. Deskripsi morfologi spesies kumbang koprofagus 16

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kumbang termasuk ordo Coleoptera yang dibedakan dengan ordo lain pada kelas insekta berdasarkan adanya sepasang sayap depan keras (elytra) sebagai pelindung dari sayap belakang yang tipis dan lunak. Kumbang koprofagus dibedakan dengan kumbang lainnya berdasarkan bentuk tubuhnya yang cembung, bulat telur, atau memanjang, tarsi 5 ruas, antena 8-11 ruas, tiga ruas terakhir antena umumnya membesar membentuk gada dengan ujung padat, tibia pasangan tungkai depan membesar dengan bagian pinggir luar bergerigi atau berlekuk (Boror et al. 1989). Kumbang koprofagus dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perilakunya, yaitu tunnelers, dwellers, dan rollers. Kumbang tunnelers membawa kotoran ke dalam terowongan (tunnel) yang dibuatnya. Kotoran digunakan sebagai bahan pakan dan tempat meletakkan telur. Contoh spesies kumbang tunnelers adalah Phanaeus vindex dan Onthopagus sp. Kumbang dwellers memakan kotoran dan meletakkan telur di atas permukaan atau dekat dengan kotoran. Kumbang koprofagus yang termasuk dwellers adalah Aphodius sp. Kumbang rollers (Canthon sp.) membuat gumpalan bola dari kotoran yang akan dibawa ke sarang yang jauh dari asal kotoran. Kumbang rollers dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatkan kandungan zat organik tanah dan mengurangi polusi dari limbah organik (Bertone et al. 2004). Studi tentang kumbang koprofagus di Indonesia masih sangat terbatas, terutama di lahan pertanian. Krikken dan Huijbregts (2008) melaporkan di Taman Nasional Dumoga-Bone, Sulawesi Utara terkoleksi 39 spesies Scarabaeidae, 77% diantaranya adalah genus Onthophagus dan spesies lainnya anggota famili Aphodiidae (4 spesies), Geotrupidae (2 spesies), Hybosoridae (1 spesies), dan Silphidae (4 spesies). Kahono dan Setiadi (2007) mengoleksi 28 spesies kumbang koprofagus di Taman Nasional Gede Pangrango, yang terdiri dari genus Onthopagus (21 spesies), Copris (3 spesies), Paragymnopleurus (2 spesies), Catharsius (1 spesies), dan Phacosoma (1 spesies). Kumbang Onthopagus merupakan genus yang mempunyai keanekaragaman tertinggi. Noerdjito (2009) mengoleksi 15 spesies kumbang kotoran di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Studi keanekaragaman kumbang koprofagus di lahan pertanian perlu dilakukan mengingat peran kumbang koprofagus dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hanski dan Krikken (1991) melaporkan kumbang koprofagus merupakan dekomposer penting terkait dengan siklus nutrisi, penyebar benih, dan sebagai predator lalat. Kumbang koprofagus di lahan pertanian dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah (Andresen 2001). Penggunaan pupuk dan insektisida kimia pada lahan pertanian non-organik dapat mengganggu keseimbangan alam dan diduga berpengaruh pada keanekaragaman dan kelimpahan spesies kumbang koprofagus. Berbeda dengan lahan pertanian non-organik, lahan pertanian organik tidak menggunakan bahan kimia dalam kegiatan pengolahan lahan maupun dalam pengendalian hama, sehingga diduga jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus lebih banyak.

12 2 Keanekaragaman spesies kumbang koprofagus dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, terutama tipe vegetasi, tanah, dan kotoran (Davis et al. 2001). Doube (1983) melaporkan bentuk kanopi tumbuhan dan tipe tanah juga berpengaruh terhadap spesies dan aktivitas kumbang koprofagus. Keberadaan kumbang koprofagus dipengaruhi oleh ketinggian habitat, kondisi habitat, dan struktur komunitas, terutama dari hewan vertebrata yang ada di habitat tersebut (Noerdjito 2009). Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan kumbang koprofagus di lahan pertanian organik dan non-organik. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi keanekaragaman dan kelimpahan kumbang koprofagus pada lahan pertanian organik dan non-organik. Data spesies dan kelimpahan yang didapat diharapkan dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah dan monitoring perubahan ekosistem yang terjadi. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan November April Pengambilan sampel dilakukan di lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan lahan pertanian non-organik Seruni milik Hotel Seruni di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Identifikasi kumbang koprofagus dilakukan di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, Bogor. Pengoleksian Sampel Pengoleksian sampel dilakukan pada bulan November - Desember Kumbang dikoleksi dengan menggunakan dung trap. Dung trap berupa kotoran segar manusia seukuran ibu jari yang dibungkus dengan kain kasa dan digantung setinggi 3 cm di atas wadah pengumpul (volume = 400 ml). Sepertiga dari wadah pengumpul diisi cairan preservasi dengan komposisi 1 liter air ditambahkan 3 sendok makan sabun cair dan 3 sendok makan garam (Gambar 1a) (Kahono dan Setiadi 2007). Dung trap dipasang pada pertanaman jagung, wortel, bawang daun, dan kol dengan luasan sekitar 600m 2 yang ada di lahan organik dan non-organik (Gambar 1b). Pada setiap pertanaman, dipasang 5 dung trap selama 72 jam dan sampel kumbang diambil setiap 24 jam. Di setiap lokasi, pengambilan sampel kumbang dilakukan dengan 3 ulangan. Pengukuran data lingkungan, yaitu curah hujan, suhu, kelembaban, dan kondisi tanah dilakukan setiap hari selama pengoleksian kumbang.

13 3 (a) Gambar 1 Cara pemasangan dung trap (a) dan lahan pertanian sebagai lokasi penelitian (b). Preservasi Spesimen Kumbang Pengawetan spesimen kumbang dilakukan secara basah dan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan merendam spesimen kumbang dalam alkohol 70%. Pengawetan kering dilakukan dengan mengoven kumbang selama 7 hari pada suhu 40 0 C. Sebelumnya, kumbang dipin dan diberi label, nomor, dan keterangan tempat pengambilan sampel. Spesimen kumbang selanjutnya disimpan dalam kotak serangga (Gambar 2). (b) Gambar 2 Spesimen kumbang koprofagus yang disimpan dalam kotak serangga. Identifikasi Kumbang Identifikasi kumbang berdasarkan Borror et al. (1989) sampai tingkat famili dan Arrow (1991), Balthasar (1963) sampai tingkat spesies. Spesimen kumbang juga diverifikasi dengan membandingkan dengan spesimen acuan koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI, Cibinong, Bogor. Analisis Data Kumbang yang telah diidentifikasi selanjutnya dideskripsi. Data kumbang dianalisis dengan menghitung indeks keanekaragaman Shannon (H`), evennes atau kemerataan Shannon (E), Dominansi (C), dan Similaritas Sorensen kuantitatif (Is) (Marguran 1988), dengan rumus sebagai berikut:

14 4 H` E = -ΣPiLnPi = H` Ln S C = ΣPi 2 IS = 2jn (an +bn ) Keterangan: Pi = ni N ni = total individu spesies i N = total individu S = total spesies jn = total individu yang jumlahnya lebih sedikit dari kedualokasi an = total individu di lokasi a bn = total individu di lokasi b HASIL Lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan lahan non-organik Seruni yang digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel kumbang terletak di Kecamatan Cisarua, Jawa Barat pada ketinggian mdpl. Kedua lahan beriklim tropis basah dengan suhu udara berkisar antara C. Lahan pertanian Bina Sarana Bakti terletak di kawasan Cisarua ( S E) merupakan lahan pertanian organik yang menggunakan bahan organik dalam semua tahapan praktik pertaniannya. Pupuk yang digunakan di lahan pertanian organik berupa pupuk kotoran ayam yang telah melalui proses pengomposan (Gambar 3). Insektisida yang digunakan terbuat dari bahan alami seperti siung bawang putih, daun sirsak, dan bunga tagetes. Pemberian insektisida dilakukan pada awal penanaman dan dilanjutkan berdasarkan pengamatan ada atau tidaknya hama. Gambar 3 Pupuk berupa kotoran ayam yang digunakan di lahan pertanian organik. Lahan pertanian non-organik Seruni terletak di kawasan Cisarua ( S E). Lahan pertanian ini menggunakan bahan kimia sebagai bahan penunjang dalam praktik pertaniannya. Bahan kimia digunakan dalam pemupukan dan penyemprotan hama (Gambar 4a). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk dari kotoran sapi (Gambar 4b), sedangkan pupuk kimia tambahan berupa kristal atau cairan yang disemprotkan. Penggunaan insektisida dilakukan dengan dosis dan jenis yang berbeda, tergantung spesies tanaman dan tingkat infeksi hama.

15 5 (a) (b) Gambar 4 Penggunaan bahan penunjang praktik pertanian di lahan pertanian non-organik berupa pupuk dan insektisida kimia (a) dan pupuk kotoran sapi (b). Suhu udara rata-rata di lahan pertanian organik sebesar 26,83 0 C dan di lahan pertanian non-organik sebesar 25,11 0 C. Intensitas cahaya dan kelembaban di lahan organik adalah 14,14 67 lux dan 63,67% dan di lahan non-organik sebesar 1408,67 lux dan 64,23%. Keasaman tanah di lahan organik sebesar 7 dan di lahan non-organik sebesar 6,6 (Tabel 1). Tabel 1 Data lingkungan di lahan pertanian organik dan non-organik saat pengambilan sampel kumbang Lahan Suhu udara Intensitas cahaya RH Curah hujan ph Pertanian ( 0 C) (Lux) (%) (mm/hari) 26, ,67 63, Organik (25,4-27,9) ( ) (62,2-64,5) (4-56) (6,9-7,2) 25, ,67 64, ,6 Non-organik (25,3-24,9) ( ) (62,8-65,2) (4-56) (6,5-7) Keterangan: Nilai merupakan rataan dari pengambilan data lingkungan setiap hari selama pengoleksian sampel, angka di dalam kurung merupakan nilai minimun dan maksimum terukur. Selama pengambilan sampel, di lahan pertanian organik dan non-organik didapatkan 610 individu kumbang koprofagus yang termasuk dalam 2 famili, yaitu Scarabaeidae (subfamili Coprinae) dan famili Aphodiidae (subfamili Aphodinae) (Tabel 2). Dari 2 tipe lahan pertanian tersebut didapatkan 15 spesies kumbang (Gambar 6 dan 7). Nilai keanekaragaman tertinggi di lahan organik ditemukan pada pertanaman kol sebesar 1,66 dan nilai terendah di lahan non-organik pada pertanaman kol sebesar 0,85. Di lahan pertanian organik didapatkan 389 individu (13 spesies), sedangkan di lahan non organik didapatkan 221 individu (10 spesies). Jumlah individu terbanyak pada pertanaman jagung di kedua lahan, organik (127 individu) dan non-organik (72 individu). Jumlah individu terendah pada pertanaman bawang daun di kedua lahan, organik (74 individu) dan non-organik (28 individu) (Tabel 2). Kesamaan spesies kumbang di lahan pertanian organik dan non-organik sebesar 67%. Similaritas terbesar 89% didapatkan pada pertanaman jagung. Pada pertanaman wortel, similaritas kumbang sebesar 64%, pada pertanaman kol sebesar 53%, dan pada pertanaman bawang daun sebesar 51% (Gambar 5).

16 6 Tabel 2 Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus yang dikoleksi dari lahan pertanian organik dan non-organik Famili (Subfamili) Lahan organik Lahan non-organik Total Spesies Aphodiidae (Aphodinae) J W K BD Σ ind. J W K BD Σ ind. Aphodius marginelus Scarabaeidae (Coprinae) Copris reflexus Catharsius mollosus Onthopagus trituber Onthopagus babirusa Onthopagus pauper Onthopagus javanus Onthopagus lilliputanus Onthopagus variolaris Onthopagus tricolor Onthopagus pygidialis Onthopagus deflexicollis Onthopagus sp Onthopagus sp Onthopagus sp Total individu Total spesies H 1,12 1,32 1,66 1,39 1,4 1,4 1,33 0,85 1,4 1,42 E 0,51 0,6 0,69 0,67 0,55 0,78 0,83 0,57 0,78 0,62 C 0,46 0,26 0,26 0,34 0,34 0,31 0,33 0,57 0,3 0,37 Keterangan: J:pertanaman jagung, W: pertanaman wortel, K: pertanaman kol, BD: pertanaman bawang daun, H : indeks keanekaragaman Shannon, E: Evennes atau kemerataan Shannon, C: dominansi. Ind O- No J W K BD Gambar 5 Indeks similaritas Sorensen (Is) kuantitatif kumbang koprofagus di lahan pertanian organik dan non-organik pada masing-masing pertanaman. O-No: organik- non-organik, J: jagung, W: wortel, K: kol, BD: bawang daun.

17 7 2,07 mm 1,87 mm 2,31 mm 2,53 mm a b c d 9,33 mm 10,37 mm 2,20 mm 2,20 mm e f g h 2,13 mm 2,00 mm 2,67 mm 2,78 mm i j k l 1,90 mm 1,90 mm 1,86 mm 1,86 mm m n o p Gambar 6 Kumbang koprofagus di lahan pertanian: Aphodius marginellus (a= dorsal, b= ventral), Copris reflexus (c= dorsal, d= ventral), Catharsius mollosus (e= dorsal, f= ventral), Onthopagus trituber (g= dorsal, h= ventral), Onthopagus babirusa (i= dorsal, j= ventral), Onthopagus pauper (k= dorsal, l= ventral), Onthopagus javanus (m= dorsal, n= ventral), Onthopagus variolaris (o= dorsal, p= ventral).

18 8 0,86 mm 0,86 mm 2,03 mm 2,03 mm a b c d 2,14 mm 2,21 mm 2,00 mm 2,07 mm e f g h 2,33 mm 2,43 mm 1,50 mm 1,62 mm i j k l 1,73 mm 1,88 mm m n Gambar 7 Kumbang koprofagus di lahan pertanian Onthopags lilliputanus (a= dorsal, b= ventral), Onthopagus tricolor (c= dorsal, d= ventral), Onthopagus pygidialis (e= dorsal, f= ventral), Onthopagus deflexicollis (g= dorsal, h= ventral), Onthopagus sp1. (i= dorsal, j= ventral), Onthopagus sp2. (k= dorsal, l= ventral), Onthopagus sp3. (m= dorsal, n= ventral).

19 9 PEMBAHASAN Data lingkungan berupa suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban udara, dan curah hujan di kedua lahan pertanian, selama pengambilan sampel kumbang tidak menunjukkan perbedaan yang besar (Tabel 1). Jumlah individu dan spesies kumbang di lahan pertanian organik (389 individu, 13 spesies) lebih banyak dibandingkan di lahan pertanian non-organik (221 individu, 10 spesies). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai keanekaragaman kumbang koprofagus di lahan pertanian organik sebesar 1,4 dan di lahan nonorganik sebesar 1,42 (Tabel 2). Nilai yang tidak jauh berbeda ini kemungkinan karena pengambilan sampel di kedua lahan pertanian dilakukan pada waktu yang sama dan data lingkungan yang tidak jauh berbeda (Tabel 1). Noerdjito (2009) melaporkan waktu koleksi dan keadaan habitat mempengaruhi keragaman kumbang koprofagus. Secara umum, di lahan pertanian organik dan non-organik tidak terjadi dominansi kumbang (C < 0,5). Spesies kumbang yang paling banyak ditemukan pada lahan organik adalah Copris reflexus (190 individu) dan Onthopagus pauper (122 individu), sedangkan pada lahan non-organik adalah O. pauper (117 individu). Pada analisis dominansi per tanaman, di lahan organik dan non-organik tidak terjadi dominansi, kecuali pada pertanaman kol di lahan non-organik yang memiliki nilai dominansi sebesar 0,57. Kumbang yang paling banyak ditemukan pada pertanaman kol di lahan non-organik adalah O. pauper (51 individu) (Tabel 2). Banyaknya pohon dan adanya hutan wisata di dekat lahan pertanian nonorganik menjadikan lahan tersebut lebih teduh, sehingga kotoran tidak cepat kering. Kotoran yang lebih lembab lebih disukai oleh kumbang koprofagus (Hanski dan Cambefort 1991). Hutan wisata sebagai habitat satwa, seperti tupai, monyet, dan burung juga mengindikasikan banyaknya kotoran hewan sebagai pakan kumbang koprofagus. Hal ini sesuai dengan laporan Andresen (2003), kumbang koprofagus banyak ditemukan di daerah hutan yang lebih alami dibanding dengan lahan yang sudah terdegradasi. Menurut Hanski dan Cambefort (1991), banyaknya kotoran pada suatu daerah akan mempengaruhi keberadaan kumbang koprofagus. Pada pertanaman jagung di kedua lahan pertanian, paling banyak ditemukan kumbang koprofagus (127 individu di lahan organik dan 72 individu di lahan nonorganik). Nilai indeks keanekaragaman kumbang pada pertanaman jagung di lahan pertanian organik ialah 1,12 dan di lahan pertanian non-organik ialah 1,4. Tanaman jagung memiliki daun yang lebar dan jarak tanam yang rapat. Pada pertanaman jagung, juga terdapat gulma. Hal ini membuat lahan pertanaman jagung lebih tertutup dan teduh. Doube (1983) melaporkan bahwa di daerah yang tertutup ditemukan spesies kumbang koprofagus lebih banyak dari pada daerah padang rumput. Pada pertanaman wortel di lahan organik ditemukan 85 individu (9 spesies) kumbang koprofagus dengan nilai keanekaragaman sebesar 1,32. Di lahan non-organik ditemukan 52 individu (5 spesies) kumbang koprofagus dengan nilai keanekaragaman 1,33. Pemakaian pupuk dan insektisida di lahan nonorganik dapat mempengaruhi kumbang koprofagus.

20 10 Keanekaragaman kumbang koprofagus paling tinggi pada pertanaman kol di lahan pertanian organik (H = 1,66) dengan jumlah individu 103. Selain tertarik pada aroma kotoran dari umpan dung trap dan dari pupuk kandang, kumbang koprofagus kemungkinan tertarik aroma khas berupa senyawa sekunder yang dihasilkan tanaman kol. Pemakaian insektisida nabati pada pertanaman kol di lahan organik, kemungkinan tidak mengganggu kehidupan kumbang koprofagus. Pada pertanaman kol di lahan non-organik, nilai keanekaragaman kumbang paling rendah (H = 0,85). Pemberian insektisida pada pertanaman kol dilakukan dengan cara penyemprotan. Tanaman kol yang rendah menyebabkan insektisida yang diberikan dengan penyemprotan mengenai umpan maupun pupuk kandang. Spesies kumbang kotoran yang kuat dan mampu beradaptasi yang dapat ditemukan di lahan non-organik. Formulasi insektisida tidak berpengaruh besar terhadap kumbang koprofagus, kecuali jika insektisida terkena langsung pada kotoran yang dikonsumsi oleh kumbang koprofagus (Bertone et al. 2004). Jumlah individu kumbang paling sedikit ditemukan pada pertanaman bawang daun (74 individu di lahan pertanian organik dan 28 individu di lahan pertanian non-organik). Nilai keanekaragaman kumbang pada pertanaman bawang daun di lahan organik dan non-organik sebesar 1,39 dan 1,40. Jumlah individu yang rendah pada pertanaman bawang daun di lahan non-organik kemungkinan disebabkan pemberian insektisida yang dilakukan dengan penyemprotan. Tanaman bawang daun yang rendah menyebabkan insektisida semprot mengenai kotoran sebagai pakan kumbang koprofagus. Kurangnya daerah naungan di pertanaman bawang daun, menyebabkan kotoran akan lebih cepat kering dan tidak disukai olah kumbang koprofagus. Onthopagus sp. dan Copris reflexus merupakan kumbang koprofagus tipe tunnelers. Bertone (2006) melaporkan spesies kumbang tunnelers dapat mempengaruhi siklus nutrisi dan kesuburan tanaman. Perilaku mengambil kotoran, kemudian membenamkan kotoran di dalam terowongan membantu pembusukan dan degradasi kotoran. Copris reflexus (panjang 8,1 mm) dan O. pauper (panjang 6,4 mm) merupakan kumbang yang berukuran tubuh besar. Ditemukannya kedua spesies kumbang tersebut di lahan organik mengindikasikan daur materi yang cepat. Pada lahan non-organik, O. pauper ditemukan lebih sedikit dibandingkan di lahan organik, tetapi ditemukan juga Catharsius mollosus (6 individu) dengan ukuran tubuh besar (28 mm), sehingga menunjukkan cepatnya daur hara. Shahabuddin et al. (2008) melaporkan ukuran dan biomassa kumbang lebih berpengaruh dalam proses dekomposisi kotoran dan penyuburan tanah dibandingkan dengan jumlah individu kumbang. Klarifikasi spesies dan biomassa kumbang masih perlu dilakukan untuk dapat menyimpulkan kualitas kesuburan di lahan pertanian organik dan non-organik karena aktivitas kumbang. Setiap spesies kumbang memiliki tingkat kesensitifan terhadap perubahan lingkungan yang berbeda. Sifat ini mempengaruhi kumbang dalam memilih habitat. Kumbang O.pauper banyak ditemukan di lahan pertanian organik dan non-organik. Hanski dan Cambefort (1991) melaporkan Onthopagus sp. merupakan kumbang yang bersifat universal dan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Kumbang Onthopagus sp. merupakan kumbang tunnelers sehingga lebih banyak ditemukan dalam kotoran. Kumbang tunnelers membuat

21 11 sarang di dalam terowongan dalam kotoran, sehingga kehidupan kumbang ini tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi lingkungan. Kumbang C. reflexus mempunyai ukuran tubuh relatif besar (panjang 8,1 mm). Spesies ini memiliki jumlah individu paling banyak di lahan pertanian organik (190 individu). Pada lahan non-organik hanya ditemukan 59 individu spesies C. reflexus. Jankielson et al. (2001) melaporkan kumbang koprofagus dengan ukuran tubuh besar lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Jumlah individu C. reflexus sedikit ditemukan di lahan non-organik. Hal ini kemungkinan karena pengaruh pemberian bahan kimia yang menyebabkan tanah lebih asam (Tabel 1). Tingkat keasaman tanah yang rendah menjadi indikator ketidaksuburan tanah (Yamani 2010). Kumbang A. marginellus (famili Aphodiidae) hanya ditemukan di lahan organik. Spesies kumbang ini bersifat dwellers yang memakan kotoran dan umumnya meletakkan telur di kotoran dan tidak membuat sarang (Hanski dan Cambefort 1991). Kumbang ini memanfaatkan kotoran sebagai tempat hidup larva. Oleh karena itu, kumbang A. marginellus lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan insektisida, berpengaruh terhadap kumbang Aphodius sp. Bertone et al. (2004) menyatakan kumbang Aphodius sp. merupakan kumbang yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Di lahan non-organik ditemukan C. mollosus yang memiliki ukuran tubuh paling besar (panjang 28 mm) dari semua kumbang koprofagus yang terkoleksi. Keberadaan C. mollosus di lahan pertanian non-organik kemungkinan karena kumbang tertarik pada pupuk kandang berupa kotoran sapi yang digunakan sebagai pupuk dasar. Kotoran sapi mempunyai ukuran relatif besar, bertekstur halus, dan lebih beraroma dan mengandung mikroba dan nematoda (Vulinuc 2000). Errousi et al. (2004) melaporkan kumbang dengan ukuran besar akan membutuhkan kotoran yang berukuran besar. Adanya hutan wisata kemungkinan menyebabkan ditemukannya kumbang Catharsius sp. di lahan non-organik. Kahono dan Setiadi (2007) melaporkan Catharsius sp. banyak ditemukan di daerah hutan dengan keadaan yang lebih alami dibandingkan dengan lahan yang sudah terdegradasi. Kesamaan spesies kumbang di lahan organik dan non-organik sebesar 67%. Indeks kesamaan Sorensen menekankan banyaknya spesies yang ditemukan pada kedua lokasi (Marguran 1988). Kesamaan spesies kumbang paling tinggi pada pertanaman jagung (89%), diikuti wortel (64%), kol (53%), dan bawang daun (51%). Kesamaan kumbang yang tinggi pada pertanaman jagung kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insektisida yang sedikit. Insektisida yang digunakan pada pertanaman jagung di lahan non-organik berbentuk kristal yang diberikan di awal penanaman. Insektisida tersebut ditaburkan di pucuk atau dipendam dalam tanah. Peluang kotoran terkena insektisida lebih kecil, sehingga mengurangi dampaknya terhadap kumbang. SIMPULAN Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus di lahan organik lebih tinggi (389 individu, 13 spesies) dari pada di lahan non-organik (221 individu, 10 spesies). Di kedua tipe lahan pertanian tersebut tidak terjadi dominansi spesies kumbang. Spesies kumbang yang ditemukan paling banyak di lahan organik

22 12 adalah C. reflexus, sedangkan pada lahan non-organik adalah O. pauper. Kesamaan spesies kumbang di lahan organik dan non-organik sebesar 67%. DAFTAR PUSTAKA Andresen E Effects of dung presence, dung amount and secondariy dispersal by dung beetles on the fate of Mycropholis guyanensis (Sapotaceae) seeds in Central Amazonia. J Trop Ecol 17: Andresen E Effect of forest fragmentation on dung beetle communities and functional consequences for plant regeneration. Ecography 26: Arrow GJ The Fauna of British India: Coleoptera. Lamellicornia. New Delhi (IN): Today and Tomorrow's Press. and Publ.. Balthasar Monographie der Scarabaeidae und Aphodiidae der palaearktischen und orientalischen Region. Cekoslowakia (CZ): Verlag der Tschechoslawakischen Akademie der Wissennschaften. BertoneMA, Watson W, Stringham M, Green JT, Steve W, Poore MH, Hucks M Dung beetles of Central and Eastern North carolina cattle pastures. North Carolina (US): NC State University. Bertone MA, Green JT, Washburn SP, Poore MH, Watson DW The contribution of tunneling dung beetles to pasture soil nutrition. North Carolina (US): NC State University. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF An Introduction to the Study of Insects 7th edition. New York (US): Saunders College Publishing. Davis AJ, Holloway JD, Huijbregts H, Krikken J, Kirk-Spriggs AH, Sutton S Dung beetles as indicators of change in the forests of Northern Borneo. J Appl Ecol 38: Doube BM Habitat preference of some bovine dung beetles (Coleoptera: Scarabaeide) in Hluhluwe Game Reserva, South Africa. Bull Entomol Resch 73: Errouissi FS, Haloti PJ, Robert AJ, Idrissi, Lumaret JP Effect of the attictiveneess for dung beetle of dung pat origin and size alog climatic gradient. J Environ Entomol 33: Hanski I, Cambefort Y Dung Beetle Ecology. Princeton (US): Princeton University Press. Hanski I, Krikken J Dung beetles in tropical forests in South East Asia. dalam: Hanski I, Cambefort Y. Dung Beetle Ecology Princeton University Pr. Jankielson A, Scholtz CH, Louw SVDM Effect of habitat transformation on dung beetle assemblages: A comparison between a south african nature reserve and neighboring farms. J Ecol Entomol 30: Kahono S, Setiadi LK Keragaman dan Distribusi Vertikal Kumbang Kotoran Scarabaeidae (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Tropis Basah Pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat, Indonesia. Biodiversitas 7: Krikken J, Huijbregts J Sulawesi large-eyed Onthophagus and their relatives: seven new species with a key (Coleoptera: Scarabaeidae: Scarabaeinae). Tijdschrift voor Entomol 151:

23 Marguran AE Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (US): Princeton University Pr. Noerdjito WA Pengaruh ketinggian dan habitat terhadap keragaman kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di jalur pendakian Apuy dan Linggarjati, Taman Nasional Gunung Ciremai. J Biol Indones. 5: Shahabuddin, Manuwoto S, Hidayat P, Noerdjito WA, Schulze CH The role of coprophagus beetles on dung decomposition and enhancement of soil fertility: effect of body size, species diversity, and biomass. J Biol Indones. 5: Yamani A Kajian tingkat kesuburan tanah pada hutan lindung Gunung Sebatung di Kabupaten Kotabaru. J Hutan Trop. 11: Vulinuc K Dung beetle (Coleoptera: Scarabaeidae), monkeys, and conservation in Amazonia. Florida Entomol 83:

24 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1992 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Hendro Subekti dan Ibu Nina Safrida Hasibuan. Penulis mengawali pendidikan di TK Santhi Puri di Bekasi yang ditempuh Penulis pada tahun 1997 dan selesai pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SDN Jati Mekar 6 pada tahun 1998 hingga tahun Pendidikan menengah pertama ditempuh Penulis di SMP 157 Jakarta pada tahun 2004 sampai tahun 2007 dan pendidikan menengah atas di SMA 48 Jakarta pada tahun 2007 sampai tahun Pada tahun 2010 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Biologi melalui Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa International Association of Agricultural Students and Related Sciences (UKM IAAS) di IPB, sebagai bendahara dan anggota dari divisi eksternal. Penulis juga pernah menjadi pengajar intensif mata ajaran Biologi untuk Ujian Nasional di SMA YPHB Bogor pada tahun 2011, asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar dan Avertebrata di Departemen Biologi IPB, dan pengajar untuk les intensif di Katalis untuk Ujian Talenta Mandiri IPB. Penulis pernah magang di PT Astra Honda Motor di bagian Environment and Health Safety. Penulis pernah mendapatkan penghargaan dari kompetisi perencanaan bisnis oleh Kementrian Koperasi dan UKM RI sebagai penerima dana perencanaan bisnis pada tahun 2013.

25 LAMPIRAN 15

26 16 Lampiran 1 Deskripsi Morfologi Spesies Kumbang koprofagus Berikut adalah deskripsi morfologi spesies kumbang koprofagus yang ditemukan dalam penelitian ini: Aphodius marginellus memiliki pronotum berwarna hitam dengan pinggiran cokelat dan memiliki tekstur lubang-lubang kecil. Elytra keras dengan garis vertikal hitam kecokelatan mengkilat. Memiliki 5-6 segmen di bagian abdomen. Ukuran tubuh berkisar 5,6 mm. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok dwellers. Copris reflexus dengan pronotum berwarna hitam dan tekstur kasar serta memiliki lubang-lubang kecil. Moncong menukik dibagian tengah membentuk sudut dengan tonjolan di pinggir. Elytra keras dengan garis vertikal hitam mengkilat yang tidak terlalu rapat. Tibia depan jelas membesar dengan pinggiran luar bergerigi. Memiliki 5 segmen di bagian abdomen. Ukuran tubuh berkisar 8,1 mm dengan bentuk bulat memanjang. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Catharsius mollosus yang didapatkan dalam penelitian ini berukuran tubuh besar berkisar 28 mm dengan warna hitam pekat. Pada pronotum terdapat garis lurus hotizontal berukuran 9,1 mm. Pada kumbang jantan ditemukan 1 tanduk di tengah pronotum. Moncong rata berbentuk setengah lingkaran. Tarsus dengan 5 ruas. Rambut halus ditemukan di pinggiran dorsal abdomen. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus trituber memiliki 2 tanduk di kepala pada kumbang jantan. Pronotum berwarna hitam mengkilat dan terdapat 3 tonjolan di tengah pronotum. Elytra keras berwarna hitam dengan garis vertikal, pada tepian elytra terdapat corak bulat lonjong berwarna cokelat. Abdomen memiliki 5-6 segmen gabungan. Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh berkisar 6,6 mm dengan bentuk cembung. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus babirusa memiliki pronotum hitam kecokelatan mengkilat dan terdapat 2 tonjolan di tengah pronotum. Elytra keras berwarna hitam dengan garis vertikal, pada tepian elytra terdapat sedikit corak berwarna cokelat. Moncong membentuk gada dengan ujung yang mengecil tumpul. Abdomen memiliki 5-6 segmen gabungan. Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh berkisar 6,4 mm. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus pauper dengan pronotum berwarna hitam mengkilat, tekstur kasar berlubang-lubang dan terdapat garis horizontal yang cembung di tengah pronotum, berukuran 6,4 mm. Pada moncong terdapat 2 garis horizontal berurutan yang mempertegas tekstur moncong. Elytra keras berwarna hitam dengan garis vertikal, pada tepian elytra terdapat corak berwarna cokelat. Abdomen memiliki 5 segmen gabungan. Tarsi belakang panjang dengan cakar yang runcing. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus javanus dengan ciri berwarna cokelat sedikit transparan dengan ukuran tubuh rata-rata 5,9 mm. Pronotum berwarna cokelat dengan tekstur halus dan terdapat garis horizontal cembung. Moncong berbentuk gada yang melengkung dibagian tengah, terdapat garis yang mempertegas tekstur

27 moncong. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus variolaris memiliki ukuran tubuh rata-rata 5,2 mm. Pronotum berwarna hitam mengkilat dengan tekstur lubang-lubang kecil dan terdapat rambut halus. Elytra keras, berwarna hitam, dan terlihat kasar karena banyaknya rambut halus di permukaan elytra. Abdomen terdiri dari 5-6 segmen gabungan. Tibia dan tarsus terdiri dari 5 ruas, pada tersus terdapat koksa. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus lilliputanus memiliki tubuh berwarna cokelat tua dengan ukuran tubuh rata-rata 2,5 mm. Terdapat 1 tanduk di tengah pronotum yang menandakan spesies jantan. Pronotum berwarna lebih gelap dengan lubang-lubang kecil dan memiliki rambut halus. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Bentuk moncong swing ke depan dengan lekukan di tengah. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus tricolor memiliki warna hitam dan hijau metalik yang mengkilat. Pronotum berwarna hijau metalik mengkilat dan halus. Elytra keras berwarna hitam kehijauan dengan garis vertikal. Moncong membentuk gada. Abdomen memiliki 5-6 segmen gabungan. Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh berkisar 6,1 mm. Rambut halus terlihat di bagian ventral antara toraks dan abdomen. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus pygidialis memiliki warna tubuh cokelat tua dengan ukuran tubuh rata-rata 6,2 mm. Pronotum berwarna lebih gelap dengan lubang-lubang kecil dan memiliki rambut halus. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman dan bertekstur kasar karena banyaknya rambut halus. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Bentuk moncong mengecil tumpul ke depan. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthophagus deflexicollis dengan warna cokelat tua dengan ukuran tubuh rata-rata 5,6 mm dan pronotum berwarna hitam. Terdapat lubang-lubang kecil pada pronotum yang membuat teksturnya tidak halus. Moncong berbentuk swing membentuk sudut di bagian tengah. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman dan pada pinggiran elytra terdapat corak hitam. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthopagus sp1. yang ditemukan pada penelitian ini berwarna hitam dengan ukuran tubuh rata-rata 5,6 mm. Terdapat 2 tanduk yang melintang di tengah pronotum yang menandakan spesies jantan. Pronotum berwarna kecokelatan dengan tekstur halus. Moncong berbentuk gada dengan ujung meruncing dan menghadap ke depan. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. Onthopagus sp2. memiliki ciri warna tubuh hitam dengan ukuran tubuh rata-rata 4,2 mm. Pronotum berwarna hitam dengan lubang-lubang kecil yang membuat teksturnya kasar. Moncong berbentuk gada membentuk sudut dengan ujung menghadap ke depan dan membentuk swing. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers. 17

28 18 Onthopagus sp3. dengan warna tubuh hitam dengan ukuran tubuh ratarata 4,5 mm dan dipenuhi rambut halus. Pronotum berwarna hitam kehijauan dengan lubang-lubang kecil yang membuat teksturnya kasar. Moncong berbentuk gada dengan sedikit lengkungan di depan dan terdapat garis horizontal yang mempertegas struktur moncong. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Abdomen terdiri dari 5-6 segmen yang menyatu. Tarsus dan tibia terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, dikenal dua sistem pertanian yaitu pertanian intensif dan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, dikenal dua sistem pertanian yaitu pertanian intensif dan I. PENDAHULUAN Dewasa ini, dikenal dua sistem pertanian yaitu pertanian intensif dan pertanian organik. Pertanian organik baru berkembang pada awal tahun 1990-an. Menurut Salikin dalam Kusumawardani (2009)

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KUMBANG TINJA (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI GUNUNG SINGGALANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH : MARDONI B.P

JENIS-JENIS KUMBANG TINJA (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI GUNUNG SINGGALANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH : MARDONI B.P JENIS-JENIS KUMBANG TINJA (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI GUNUNG SINGGALANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH : MARDONI B.P. 04 133 044 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Diversity Of Dung Bettle In Cow s Faecal On Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Rajolelo (TAHURA) Bengkulu

Diversity Of Dung Bettle In Cow s Faecal On Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Rajolelo (TAHURA) Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1133-1137 Diversity Of Dung Bettle In Cow s Faecal On Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Rajolelo (TAHURA) Bengkulu Helmiyetti, S. Manaf. dan Dewi A.S Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau, Sumatera Barat

Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau, Sumatera Barat Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau, Sumatera Barat Dung Beetle Species (Coleoptera: Scarabaeidae) at Lembah Harau Nature Reserve, West Sumatra Rahmatika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kotoran Ayam Ras Petelur

TINJAUAN PUSTAKA. Kotoran Ayam Ras Petelur TINJAUAN PUSTAKA Kotoran Ayam Ras Petelur Permasalahan Kotoran Ayam Ras Petelur Pemeliharaan ayam ras petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai, yaitu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

Bainah Sari Dewi 1) Jl. Prof. Dr. Sumantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP ABSTRAK

Bainah Sari Dewi 1) Jl. Prof. Dr. Sumantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP ABSTRAK PEMBELAJARAN KONSERVASI BIODIVERSITAS DUNG BEETLE DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (Dung Beetle Biodiversity Conservation in Adaptation of Climate Change) Bainah Sari Dewi 1) 1) Dosen Jurusan Kehutanan,

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas, Padang

Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas, Padang Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas, Padang Dung beetle Species (Coleoptera; Scarabaeidae) at the Educational and

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

ECOLOGY S ROLE OF DUNG BEETLES AS SECONDARY SEED DISPERSER IN LAMPUNG UNIVERSITY

ECOLOGY S ROLE OF DUNG BEETLES AS SECONDARY SEED DISPERSER IN LAMPUNG UNIVERSITY ECOLOGY S ROLE OF DUNG BEETLES AS SECONDARY SEED DISPERSER IN LAMPUNG UNIVERSITY Bainah Sari Dewi *, dan Ida Pari Purnawan Forestry Department Faculty of Agriculture Lampung University *E-mail: bainahsariwicaksono@yahoo.com

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

PRAKATA. Purwokerto, Februari Penulis

PRAKATA. Purwokerto, Februari Penulis PRAKATA Skripsi ini ditulis guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sains pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Penulis mengambil topik tentang Komunitas Kumbang Koprofagus (Coleoptera:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN DUNG BEETLE (Dung beetle) DI UNIVERSITAS LAMPUNG. Bainah Sari Dewi

STUDI KEANEKARAGAMAN DUNG BEETLE (Dung beetle) DI UNIVERSITAS LAMPUNG. Bainah Sari Dewi 9-0 November 0 STUDI KEANEKARAGAMAN DUNG BEETLE (Dung beetle) DI UNIVERSITAS LAMPUNG Bainah Sari Dewi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl Sumantri Brojonegoro No Gedung Meneng

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa 10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

REVIEW: Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya

REVIEW: Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 2 April 2005 Halaman: 141-146 REVIEW: Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT PENDAHULUAN Semut (Formicidae:Hymenoptera) merupakan hewan Avertebrata komponen terestrial yang melimpah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Oktober tahun 2007 dengan mengambil lokasi di dua tempat, yaitu hutan alam (Resort Cibodas, Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data dan menginterprestasikan data yang bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam bentuk daunnya. Daun selada bentuknya bulat panjang, daun sering berjumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014 di perkebunan kopi rakyat yang menanam spesies Coffea robusta di Pekon Ngarip,

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

B I O D I V E R S I T A S ISSN: X Volume 7, Nomor 4 April 2007 Halaman:

B I O D I V E R S I T A S ISSN: X Volume 7, Nomor 4 April 2007 Halaman: B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 7, Nomor 4 April 2007 Halaman: 118-122 Keragaman dan Distribusi Vertikal Kumbang Tinja Scarabaeids (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Tropis Basah Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I : Lokasi biji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KUMBANG KOTORAN (Coleoptera : Scarabaeidae) DALAM MENGURAI PENUMPUKAN KOTORAN AYAM RAS PETELUR

PEMANFAATAN KUMBANG KOTORAN (Coleoptera : Scarabaeidae) DALAM MENGURAI PENUMPUKAN KOTORAN AYAM RAS PETELUR PEMANFAATAN KUMBANG KOTORAN (Coleoptera : Scarabaeidae) DALAM MENGURAI PENUMPUKAN KOTORAN AYAM RAS PETELUR SKRIPSI ABDUL MUJIB DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Serangga ordo Coleoptera yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit dan hutan sekitar area perkebunan kelapa sawit, PT. Agro Indomas Terawan

Lebih terperinci

EKO ANDREAS SIHITE AGROEKOTEKNOLOGI

EKO ANDREAS SIHITE AGROEKOTEKNOLOGI PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN BEBERAPA SUMBER P SKRIPSI Oleh EKO ANDREAS SIHITE

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TUMBUHAN BAWAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KABUPATEN KARO SKRIPSI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TUMBUHAN BAWAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KABUPATEN KARO SKRIPSI PENDUGAAN CADANGAN KARBON TUMBUHAN BAWAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KABUPATEN KARO SKRIPSI Oleh SARTIKA EC SIALLAGAN 101201149 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD

PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD (Microorganisme Decomposer) TERHADAP PRODUKTIVITAS Indigofera zollingeriana SKRIPSI PUTRI ANGGUN RUMONDANG

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ABRIANI FENSIONITA. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi dan berjumlah lebih kurang setengah dari total spesies tumbuhan dan hewan yang ada di bumi (Ohsawa 2005)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci