I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, dikenal dua sistem pertanian yaitu pertanian intensif dan
|
|
- Suhendra Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN Dewasa ini, dikenal dua sistem pertanian yaitu pertanian intensif dan pertanian organik. Pertanian organik baru berkembang pada awal tahun 1990-an. Menurut Salikin dalam Kusumawardani (2009) pertanian organik merupakan salah satu solusi atas kegagalan sistem pertanian intensif. Pertanian organik secara teknis merupakan suatu sistem produksi pertanian dimana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, merupakan faktor penting dalam proses produksi. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati serta pemberantasan hama dan gulma secara biologis, merupakan contoh penerapan sistem pertanian organik. Pertanian organik di Desa Melung terletak di lereng Gunung Slamet bagian selatan, tepatnya di Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas. Berada pada ketinggian ratarata m dpl dengan curah hujan yang cukup tinggi antara mm per tahun. Cara pengolahan tanah di lahan pertanian organik yaitu dilakukan tanpa penyemprotan herbisida atau pembasmi hama lainnya dan budidaya tanaman hanya menggunakan pupuk kandang. Selain itu, pada pertanian intensif dikenal dengan sistem pertanian revolusi hijau, secara teknis merupakan sistem pertanian yang menggunakan pestisida sebagai kunci utama dalam memberantas hama (Suhartini, 2004). Keberhasilan pertanian intensif diukur dari berapa banyak hasil panen yang dihasikan. Sama halnya dengan pertanian organik, pertanian intensif juga terdapat di lereng Gunung Slamet bagian selatan dengan ketinggian dan curah hujan yang sama. Sedangkan untuk pengolahan tanahnya yaitu sebelum ditanami, dilakukan penyemprotan herbisida kemudian setelah penanaman tanaman, langsung diberikan pupuk anorganik. Menurut Alteri (1999) penerapan intensifikasi pertanian memiliki dampak negatif terhadap keragaman organisme tanah.
2 2 Organisme tanah dapat dijadikan sebagai indikator kualitas tanah karena organisme ini bersifat sensitif terhadap perubahan dan ditemukan melimpah di dalam tanah. Salah satu organisme tanah yaitu fauna tanah, baik mikro, meso maupun makrofauna. Fauna tanah merupakan salah satu komponen biotik yang berperan terhadap kesuburan tanah dan merupakan bagian dari ekosistem tanah yang kehidupannya tidak sendiri, melainkan berinteraksi dengan faktor lain di dalam lingkungan. Adanya interaksi tersebut dapat mempengaruhi keberadaan, penyebaran dan kepadatan fauna tanah (Suin, 1997). Keberadaan fauna tanah di ekosistem pertanian, memiliki arti dalam memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, terutama sebagai dekomposer dan soil engineer sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman budidaya. Fauna tanah berperan dalam penghancuran atau perombakan bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman serta binatang menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana sehingga menjadi unsur hara yang terlarut serta dapat diserap oleh tanaman. Pengelompokan terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa, Porifera, Nematoda, Anelida, Mollusca, Arthropoda hingga Vertebrata. Di Indonesia tercatat lebih dari 111 spesies Arthropoda merupakan hama, 61 spesies merupakan predator dan 41 spesies merupakan parasitoid (Okada et al., 1988). Menurut Settle et al. (1996) perbedaan habitat pada ekosistem pertanian dapat mendukung keberadaan fauna tanah termasuk Coleoptera. Coleoptera berperan penting dalam ekosistem yakni sebagai predator, herbivor dan sebagai pengurai (Susilo et al., 2009). Selain itu, secara keseluruhan peranan Coleoptera dilahan pertanian sebanyak 40% dapat mencegah kerusakan tanaman (Borror et al., 1998). Coleoptera termasuk kelas serangga dengan jumlah sebaran yang paling luas, serta
3 3 beranggotakan lebih dari spesies, dan terdiri dari kurang lebih 40% dari jumlah keseluruhan serangga di dunia (Borror et al., 1992). Coleoptera berasal dari kata coleo artinya selubung dan ptera artinya sayap (termasuk pada elytra). Coleoptera dapat ditemukan hampir di semua habitat. Selain itu, faktor ketinggian tempat juga mempengaruhi keberadaan Coleoptera, dalam kawasan persawahan maupun hutan. Semakin tinggi tempat dari permukaan laut, maka jumlah dan spesies serangga yang ditemukan akan semakin sedikit dan sebaliknya semakin rendah dari permukaan laut, maka jumlah dan spesies serangga yang ditemukan semakin banyak (Borror et al., 1992). Salah satu kelompok Coleoptera yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan suatu ekosistem adalah kumbang tinja (scarabaeids dungbeetles) atau kumbang koprofagus yang termasuk dalam familia Scarabaeidae. Sebagian besar Scarabaeidae terutama sub famili Scarabaeinae berasosiasi dengan kotoran mamalia (sapi, kerbau, gajah, rusa dan lain-lain.), unggas (ayam, burung) dan manusia (Hanski dan Krikken, 1991). Kumbang ini mudah dikenali dengan bentuk tubuhnya yang cembung, bulat telur atau memanjang dengan tungkai bertarsi 5 ruas dan sungut 8-11 ruas dan berlembar. Tiga sampai tujuh ruas terakhir antena umumnya meluas menjadi struktur-struktur seperti lempeng yang dibentangkan sangat lebar atau bersatu membentuk satu gada ujung yang padat. Tibia tungkai depan membesar dengan tepi luar bergeligi atau berlekuk. Pada kelompok kumbang pemakan tinja, bentuk kaki ini khas sebagai kaki penggali (Borror et al., 1989). Semua kumbang koprofagus adalah scarab tetapi tidak semua scarab merupakan kumbang koprofagus. Kumbang koprofagus banyak digunakan sebagai bioindikator stabilnya ekosistem karena tersebar luas pada berbagai tipe ekosistem, spesiesnya beragam, mudah dicuplik dan
4 4 memiliki peran yang penting secara ekologis. Selain beragam dari segi morfologi, kumbang koprofagus juga memiliki keragaman dalam strategi pemanfaatann sumberdaya. Secara garis besar kumbang koprofagus dapat digolongkan dalam empat kelompok fungsional ( guild) yaitu (i) kelompok telekoprid atau dwellers (penetap), dan kelompok nester (pembuat sarang), (ii) kelompok parakoprid atau tunnelers (pembuat terowongan), (iii) kelompok endokoprid atau rollers (penggulung kotoran) serta (iv) kelompok kleptokoprid (Doube, 1990; Westerwalbeslohl et al., 2004). Kelompok dwellers yang banyak ditemukan di daerah temperate, memakan langsung kotoran yang ditemukannya dan umumnya meletakkan telur di kotoran tersebut tanpa membentuk sarang. Kelompok parakoprid atau tunnelers yang di dominasi oleh Scarabaeinae dan Geotrupinae, menggali terowongan di bawah kotoran yang ditemukannya, membawa kotoran ke tempat tersebut dan memanfaatkannya sebagai makanan dan tempat bereproduksi. Kelompok rollers (penggulung kotoran) memiliki kemampuan untuk membuat bola tinja sebagai suatu sumber daya yang dapat dipindahkan, dibawa ketempat lain sebelum dibenamkan ke dalam tanah. Kelompok kleptoparasit menggunakan kotoran yang telah dimonopoli oleh jenis telekoprid atau parakoprid (Hanski dan Cambefort, 1991; Westerwalbeslohl et al., 2004). Aktivitas kumbang koprofagus yang dilakukan di sekitar kotoran hewan, sangat membantu menyebarkan dan menguraikan kotoran hewan sehingga tidak menumpuk di suatu tempat. Secara umum berpengaruh terhadap tumbuhan sekitarnya. Selain itu dapat memperbaiki kesuburan dan aerasi tanah, serta meningkatkan laju siklus nutrisi (Andresen, 2001 dalam Shahabuddin et al., 2005) Dengan demikian, kumbang koprofagus merupakan bagian yang penting dalam
5 5 ekosistem untuk mempertahankan keseimbangan alam dan rantai makanan (Klein 1989; Estrada et al., 1999; Davis et al., 2001; Andresen, 2002). Sebagian besar familia ini hidup pada kotoran hewan atau tinja dan biasanya aktif pada siang hari. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor penting bagi kumbang koprofagus. Pada malam hari, kumbang koprofagus juga menggunakan sinar bulan untuk menentukan arah, karena untuk mencari makan (Fincher et al., 1971). Anggota dari famili Scarabaeidae yang lain yaitu sebagai pemakan tumbuhan (Borror et al., 1992). Beberapa familia lain misalnya: Histeridae, Staphylinidae, Hydrophilidae dan Silphidae juga hidup pada kotoran hewan namun tidak termasuk kelompok kumbang tinja, karena mereka tidak mengkonsumsi kotoran hewan tetapi sebagai predator dari arthropoda yang hidup pada kotoran hewan (Britton, 1970; Hanskin dan Cambefort, 1991; Hanskin dan Krikken, 1991; Krikken, 1989). Menurut Hanski dan Cambefort (1991) kumbang koprofagus banyak ditemukan di kotoran hewan mamalia dari golongan herbivora. Kotoran hewan diuraikan oleh kumbang menjadi partikel dan senyawa sederhana dalam proses yang dikenal dengan daur ulang unsur hara atau siklus hara. Kumbang koprofagus juga dilaporkan membantu penyerbukan tumbuhan tertentu seperti Orchidantha inouei (Lowiaceae, Zingiberales). Tumbuhan ini mengeluarkan bau mirip kotoran hewan, sehingga menarik kedatangan kumbang koprofagus (Sakai dan Inoue, 1999). Kumbnag koprofagus juga memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa antimikroba, terbukti dari kemampuannya untuk tetap hidup dan berkembang biak pada kotoran hewan yang dipenuhi berbagai jenis mikroba (jamur dan bakteri) serta nematoda parasit (Vulinuc, 2002 dalam Shahabuddin et al., 2005). Oleh karena fungsinya yang sangat penting dalam ekosistem, maka Primark (1998) menyatakan bahwa kumbang koprofagus
6 6 merupakan jenis kunci ( keystone species) pada suatu ekosistem. Davis dan Sulton (1998) menyatakan bahwa kumbang koprofagus penting sebagai indikator biologi, dimana pada lingkungan yang berbeda akan mempunyai struktur dan keragaman kumbang koprofagus yang berbeda pula. Shahabuddin et al. (2005) telah mereview perkembangan dan permasalahan studi kumbang koprofagus dan serangga pada umumnya di Indonesia. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 1000 spesies kumbang Scarabaeidae (Noerdjito, 2003). Menurut Hanski dan Krikken (1991) keragaman kumbang koprofagus di Indonesia sangat tinggi dan memiliki endemisme pada setiap pulau. Kekayaan spesies kumbang koprofagus dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan terutama oleh tipe vegetasi, tipe tanah, dan jenis kotoran (sebagai sumber pakan) (Doube, 1991; Davis et al., 2001); Faktor lainnya seperti titik lintang (Hanski dan Cambefort, 1991), ketinggian tempat (Lobo dan Halffter, 2000), ukuran kotoran hewan (Erroussi et al., 2004), dan musim (Hanski dan Krikken 1991) turut menentukan keragaman spesies kumbang koprofagus. Studi tentang kumbang tinja atau kumbang koprofagus di Indonesia dan Asia Tenggara masih sedikit. Salah satu ekspedisi Wallacea tahun 1985 dan baru dipublikasikan, Hanski dan Krikken (1991) menemukan 50 spesies kumbang koprofagus dan kumbang bangkai di Taman Nasional Dumoga-Bone, Sulawesi Utara. Tercatatat sebanyak 39 spesies termasuk dalam familia Scarabaeidae, 77% diantaranya merupakan genus Orthophagus, dan sisanya termasuk dalam familia Aphodiidae (4 spesies), Geotrupidae (2 spesies), Hybosoridae (1 spesies), dan Silphidae (4 spesies). Menurut Noerdjito (2003) bahwa sekitar 50 spesies kumbang koprofagus dari sub familia Scarabinae berhasil dikoleksi dari Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. Sih Kahono et al. (2007) juga menjelaskan bahwa
7 7 keragaman spesies kumbang tinja scarabaeids di hutan tropis basah pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango adalah 28 spesies, kemudian kelimpahan individu kumbang tinja scarabaeids paling tinggi yaitu pada ketinggian m, namun pada ketinggian m kelimpahan individunya rendah atau sedikit. Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan kumbang koprofagus (scarabaeids dungbeetles) di alam dalam merombak kotoran hewan, maka penelitian mengenai kelimpahan dan keragaman kumbang koprofagus ( Colepotera: Scarabaeidae) perlu dilakukan. Namun, sampai saat ini belum pernah ada penelitian tentang komunitas kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di area pertanian terutama di lahan pertanian organik dan intensif khususnya di wilayah Banyumas. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan dikaji beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Berbedakah keragaman kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di lahan pertanian organik dan intensif. 2. Bagaimanakah perbedaan kelimpahan dan komposisi kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di lahan pertanian organik dan intensif. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilaksanakan dengan tujuan untuk: 1. Membedakan keragaman kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di lahan pertanian organik dan intensif. 2. Mengetahui kelimpahan dan komposisi kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di lahan pertanian organik dan intensif.
ECOLOGY S ROLE OF DUNG BEETLES AS SECONDARY SEED DISPERSER IN LAMPUNG UNIVERSITY
ECOLOGY S ROLE OF DUNG BEETLES AS SECONDARY SEED DISPERSER IN LAMPUNG UNIVERSITY Bainah Sari Dewi *, dan Ida Pari Purnawan Forestry Department Faculty of Agriculture Lampung University *E-mail: bainahsariwicaksono@yahoo.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa
10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
Lebih terperinciJENIS-JENIS KUMBANG TINJA (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI GUNUNG SINGGALANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH : MARDONI B.P
JENIS-JENIS KUMBANG TINJA (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI GUNUNG SINGGALANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH : MARDONI B.P. 04 133 044 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
Lebih terperinciDiversity Of Dung Bettle In Cow s Faecal On Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Rajolelo (TAHURA) Bengkulu
Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1133-1137 Diversity Of Dung Bettle In Cow s Faecal On Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Rajolelo (TAHURA) Bengkulu Helmiyetti, S. Manaf. dan Dewi A.S Jurusan Biologi,
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi dan berjumlah lebih kurang setengah dari total spesies tumbuhan dan hewan yang ada di bumi (Ohsawa 2005)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat
Lebih terperinciGeografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kotoran Ayam Ras Petelur
TINJAUAN PUSTAKA Kotoran Ayam Ras Petelur Permasalahan Kotoran Ayam Ras Petelur Pemeliharaan ayam ras petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai, yaitu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan
Lebih terperinciBainah Sari Dewi 1) Jl. Prof. Dr. Sumantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP ABSTRAK
PEMBELAJARAN KONSERVASI BIODIVERSITAS DUNG BEETLE DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (Dung Beetle Biodiversity Conservation in Adaptation of Climate Change) Bainah Sari Dewi 1) 1) Dosen Jurusan Kehutanan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies
TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia
Lebih terperinciKomponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan
Rantai Makanan Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi dari suatu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan dengan satu arah. Tiap tingkatan dari rantai makanan disebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
Lebih terperinciIndividu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer
Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi
Lebih terperinciMenurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga masuk dalam filum Arthropoda dan kingdom Animalia yang memiliki keragaman Spesies terbesar dibandingkan dengan binatang yang lain yaitu hampir 75% dari total
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang. Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah mereka lebih banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran
Lebih terperinciII. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH
5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi
Lebih terperinciKomponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.
MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurun waktu 30 tahun terakhir, negara-negara industri mulai berpendapat bahwa pertanian modern yang memberikan hasil panen tinggi ternyata menimbulkan dampak terhadap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan pengembangan energi alternatif bioetanol sebagai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan tanaman sumber bahan pangan, kandungan karbohidrat pada umbi tanaman ini tinggi. Selain itu, ubikayu juga berpotensi sebagai bahan baku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha mempertahankan hasil pertanian di sawah khususnya. Dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total
15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER
LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Mega Biodiversity yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut Asti, (2010, hlm. 1) bahwa Diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciKuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam
Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan
Lebih terperinciPELESTARIAN EKOSISTEM FLORA DAN FAUNA
PELESTARIAN EKOSISTEM FLORA DAN FAUNA (Konservasi Hewan dan Tumbuhan) Oleh Evi Kurnia Sari 1417021038 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 1 LEMBAR PENGESAHAN
Lebih terperinciCurah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah
Diskusi selanjutnya dibatasi pada wilayah tropika Indonesia, yaitu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan terbagi menjadi 34 wilayah provinsi dengan jumlah penduduk 251.857.940 jiwa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan
Lebih terperinciEKOSISTEM KOLAM. Di susun oleh : Ayu Nur Indah Sari ( )
EKOSISTEM KOLAM Di susun oleh : Ayu Nur Indah Sari ( 13196 ) PENGERTIAN EKOSISTEM Ekosistem merupakan tingkat organisme yang lebih tinggi daripada komunitas atau merupakan kesatuan dari komunitas dengan
Lebih terperinciSTUDI KEANEKARAGAMAN DUNG BEETLE (Dung beetle) DI UNIVERSITAS LAMPUNG. Bainah Sari Dewi
9-0 November 0 STUDI KEANEKARAGAMAN DUNG BEETLE (Dung beetle) DI UNIVERSITAS LAMPUNG Bainah Sari Dewi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl Sumantri Brojonegoro No Gedung Meneng
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani
3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman
Lebih terperinciDampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati
Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati Pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang persis sama di bumi ini. Adanya perbedaan di antara organisme inilah yang menimbulkan keanekaragaman. Makhluk
Lebih terperinciEKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan
EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia termasuk Indonesia sangat cepat. Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciA. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan:
A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan: 1. a) b) c) d) e) 2. a) b) c) d) e) 3. Iklim Energi matahari Curah hujan musiman Angin Panjang siang Suhu dan RH udara Tanah Jenis tanah Kandungan
Lebih terperinciMemahami Konsep Perkembangan OPT
DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi
Lebih terperinciREVIEW: Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya
B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 2 April 2005 Halaman: 141-146 REVIEW: Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indramayu merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang cukup tinggi. Wilayah pesisir Indramayu mempunyai panjang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di
TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman jenis serangga yang berasosiasi pada setiap fase tanaman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis serangga yang berasosiasi pada setiap fase tanaman perlu dikelola dengan baik. Gangguan serangga dapat menyebabkan kerusakan dan berpotensi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan.
Lebih terperinciGeografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup
Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 12. Ekosistem Dan Pencemaran LingkunganLatihan Soal pengurai memegang peranan penting dalam proses fotosintesis
1. Manakah pernyataan dibawah ini yang benar SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 12. Ekosistem Dan Pencemaran LingkunganLatihan Soal 12.2 pengurai memegang peranan penting dalam proses fotosintesis klorofil dan
Lebih terperinciPENGARUH KEGIATAN MANUSIA TERHADAP KESEIMBANGAN
BAB 3 PENGARUH KEGIATAN MANUSIA TERHADAP KESEIMBANGAN LINGKUNGAN Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Menjelaskan kegiatan manusia yang dapat memengaruhi keseimbangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling
Lebih terperinciPERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI
PERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, dimana keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi
BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai
Lebih terperinciINDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN
SUMBERDAYA PENGERTIAN SUMBER DAYA MERUPAKAN UNSUR LINGKUNGAN HIDUP YANG TERDIRI DARI SUMBERDAYA MANUSIA, SUMBERDAYA HAYATI, SUMBERDAYA NON HAYATI DAN SUMBERDAYA BUATAN. (UU RI NOMOR 4 TAHUN 1982) SEHINGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan
Lebih terperinciMoch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013
Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,
I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alqur an merupakan petunjuk suci untuk umat islam dalam semua aspek kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi tentang ayat-ayat
Lebih terperinciJenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas, Padang
Jenis-Jenis Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas, Padang Dung beetle Species (Coleoptera; Scarabaeidae) at the Educational and
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas fauna tanah, bertempat pada habitat yang cocok untuk memperoleh makanan, kondisi fisik dan ruangan
Lebih terperinci