ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH
|
|
- Bambang Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat di hutan tanah gambut yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Metode pengambilan sampel yaitu dengan teknik Beating, sweeping net, pitfall traps, dan light traps. Untuk melihat perbedaan jenis diantara dua habitat, ditentukan berdasarkan indeks kesamaan atau index similarity (IS), sedangkan untuk mengetahui indek keragaman serangga yang dikoleksi dihitung dengan menggunakan persamaan dari Shanon-Weiner (H ). Hasil penelitian menggunakan empat teknik didapatkan insekta sebanayak 51 famili dari 12 ordo dengan total 551 individu pada hutan tidak pernah terbakar dan 38 famili dari 10 ordo dengan total 431 individu pada hutan pasca terbakar. Insekta yang mendominasi kedua habitat adalah famili Formicidae dari ordo Hymenoptera. Indeks keragaman hutan pasca terbakar dan hutan tidak pernah terbakar menunjukan indeks diversitas tinggi, dengan nilai H =3,11, sedangkan hutan tidak pernah terbakar nilai H = 3,45. Perhitungan menggunakan indeks similarity menunjukan IS > 50 %, dimana indeks kesamaan insekta tergolong tinggi. Kekayaan jenis tumbuhan pada hutan sudah terbakar didapatkan 9 jenis pohon, sedangkan hutan tidak pernah terbakar didapatkan 38 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai habitat serangga. Kata kunci : Serangga, diversitas, hutan tidak terbakar, hutan pernah terbakar viii
2 ix ABSTRACT INSECT DIVERSITY AT PEAT FOREST IN PALANGKARAYA, CENTRAL KALIMANTAN This study aims to determine the diversity of insects and plants used as a habitat in unburned and previously burned peat land forests in Palangkaraya, Central Kalimantan. Insects were collected by beating the branches of plants, aerial sweeping, pitfall traps and light traps. Plants were identified in situ or plant samples were collected and identified later in the Lab. The diversity of insects were compared between unburned and previously burned peat forests by analyzing its index diversity (H ) and index of similarity (IS). In total, the insects collected from unburned peat forest were 551 individual, belongs to 12 order and 51 families, and 431 individual insects were collected from previously burned peat forest which belongs to 10 order and 38 families. The family of insects that most frequently found at both areas was Formicidae (Hymenoptera). The insects diversity of both forests were still high, that is H' = 3,45 of unburned peat forest and H '= 3,11 of previously burned peat forest, with the similarity index IS > 50% of both peat forests. The number of plant species found was higher in unburned peat forest (38 species) than in previously burned peat forest (9 species). The previously burned forest was dominated by Acacia plants, while in unburned peat forest the plants seem to evenly spread. Keywords: Insect, diversity, peat forest, unburned forest, previously burned forest ix
3 x RINGKASAN DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Hutan tanah gambut adalah jenis hutan yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk serta hutan yang tumbuh diatas kawasan yang digenangi air. Lahan gambut terdiri dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati baik yang sudah lapuk maupun yang belum atau timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna. Pada saat musim kemarau, lahan gambut bisa mengalami kekeringan karena kebutuhan manusia akan lahan pertanian sangat besar. Keadaan hutan yang kering mudah memicu kebakaran yang besar. Kebakaran yang besar dapat mengakibatkan musnahnya organisme dalam hutan tersebut, bahkan bisa saja terjadi kepunahan terhadap suatu jenis spesies didalamnya, khususnya terhadap kehidupan serangga. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel serangga dikoleksi dari 2 komunitas hutan yaitu hutan tanah gambut yang tidak pernah terbakar dan hutan tanah gambut yang pernah terbakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) pada masing-masing hutan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tidak hanya melihat keragaman serangga saja, penelitian ini juga bertuan untuk mengetahui tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai habitat dari serangga hutan tanah gambut belum pernah terbakar dan hutan tanah gambut pasca terbakar. Penelitian ini diawali dengan melakukan survei tempat, dan selanjutnya menentukan plot-plot mana saja yang tepat untuk dijadikan tempat pengambilan sampel (serangga). Setelah sudah mendapatkan tempat, penelitian dilanjutkan dengan pengambilan sampel dengan empat teknik yang sudah ditentukan (Beating, Light traps, Sweeping net dan Pitfall traps), kemudian seluruh sampel yang didapat dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi jenisnya dari tingkat Ordo hingga ke tingkat Famili. Hasil penelitian menunjukan bahwa hutan tidak pernah terbakar lebih beragam jenis serangga maupun tumbuhannya dibandingkan hutan sudah pernah terbakar. Pada hutan tidak pernah terbakar ditemukan 12 Ordo dan 51 famili serangga, serta 38 jenis tumbuhan dari 40 jenis tumbuhan yang didapatkan. Keragaman hutan pernah terbakar ditemukan lebih sedikit dibandingkan hutan tidak terbakar, yaitu 10 Ordo dan 38 Famili serangga. Jenis tumbuhannya juga hanya ditemukan 9 jenis. Penelitian ini membuktika bahwa kebakaran hutan sangat berpengaruh terhadap keragaman jenis organisme didalamnya. x
4 xi DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix RINGKASAN... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Indonesia Kebakaran Hutan Biodiversitas Serangga (Insecta) KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Konsep Penelitian xi
5 xii BAB IV BAB V METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Sumber Data Ruang Lingkup Penelitian Variabel Penelitian Bahan Penelitian Instrumen Penelitian Prosedur Pengambilan Sampel Serangga aerial/serangga terbang Serangga pohon/semak Serangga permukaan tanah Serangga aerial/terbang yang aktif malam hari Pengukuran faktor lingkungan abiotik Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Deskripsi habitat penelitian Keragaman secara umum Diversitas insekta pada hutan yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar dengan teknik beating Diversitas insekta pada hutan yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar dengan teknik sweeping net Diversitas insekta pada hutan yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar dengan teknik pitfall traps Diversitas insekta pada hutan yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar dengan teknik light trap xii
6 xiii Diversitas insekta pada hutan yang tidak pernah terbakar dan pernah terbakar dengan empat teknik ( beating, light traps, sweeping net dan pitfall traps) Jenis tumbuhan yang ditemukan sebagai habitat serangga pada hutan tidak pernah terbakar dan hutan sudah pernah terbakar Faktor lingkungan abiotik Pembahasan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii
7 xiv DAFTAR TABEL Halaman 5.1. Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik beating Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan sudah pernah terbakar dengan teknik beating Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan Teknik beating Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik sweeping net Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik sweeping net Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan teknik sweeping net Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik pitfall trap pada siang hari Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang sudah pernah terbakar dengan teknik pitfall trap pada siang hari Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan teknik pitfall trap siang hari Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik pitfall trap pada malam hari xiv
8 xv Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang sudah pernah terbakar dengan teknik pitfall trap pada malamhari Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan teknik pitfall trap malam hari Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan Indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak pernah terbakar dengan teknik light trap Jumlah individu insekta per famili dan ordo serta nilai penting dan indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang sudah pernah terbakar dengan teknik light trap Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan teknik Light trap Nilai penting dan rata-rata nilai penting serta indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang tidak terbakar dengan empat teknik (Beating, Light traps, Sweeping net dan Pitfall traps) Nilai penting dan rata-rata nilai penting serta indeks ke-i dari seluruh plot pengambilan sampel pada hutan yang pernah terbakar dengan empat teknik (Beating, Light traps Sweeping net dan Pitfall traps) Jumlah individu serangga yang dikoleksi dari hutan tidak terbakar (A) dan hutan pernah terbakar (B) untuk mendapatkan jumlah terkecil diantara kedua habitat (C) dengan empat teknik (Beating, Light traps, Sweeping net dan Pitfall traps) Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan pada hutan tanah gambut Data suhu udara ( o C), suhu tanah, kelembaban (%), serta ph tanah di hutan tidak terbakar dan hutan pernah terbakar pada siang hari maupun malam hari xv
9 xvi DAFTAR GAMBAR Halaman 3.1. Konsep Penelitian Peta Lokasi Penelitian Sweeping Net Teknik Beating Pitfall Trap Teknik light trap Keadaan hutan tanah gambut tidak pernah terbakar Keadaan hutan tanah gambut pernah terbakar xvi
10 xvii Lampiran Halaman Lampiran 1. Foto Sampel Insekta Lampiran 2. Foto Tumbuhan yang Ditemukan Lampiran 3. Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) Lampiran 4. Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri (SATS-DN) xvii
11 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohonpohon yang menempati suatu tempat dimana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkungannya (Ewusie, 1990). Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) yang tinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian, dikarenakan keragaman pohon yang tinggi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu bank kekayaan hayati dunia, dengan urutan ke 4, setelah Brazil, Kolombia, dan China (Llorente-Bousquets y Ocegueda 2009). Hutan dunia dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan dominasi tumbuhan serta keadaan lingkungannya, diantaranya hutan savanna, hutan pinus, hutan hujan tropis dan hutan gambut (Richard & Steven, 1988). Gambut di Indonesia luasnya diperkirakan mencapai 15,4 juta hektar, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan sebagian kecil di Sulawesi (Widjaya-Adhi et al., 1992). Lahan gambut terdiri dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati baik yang sudah lapuk maupun yang belum atau timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna. Lahan gambut merupakan lahan yang rapuh (Sarwani & Noor, 2004). Karena itu, jika dalam pengelolaan untuk usaha pertanian diperlukan kehati-hatian agar tidak terjadi kerusakan pada ekosistem lahan gambut. Adapun salah satu serangga yang hidup pada hutan tanah gambut, yaitu rayap yang berperan dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi bahan organik 1
12 2 (Anderson, 1994). Fauna tanah, termasuk di dalamnya serangga tanah, memiliki keanekaragaman yang tinggi dan masing-masing mempunyai peran dalam ekosistem. Lahan gambut bagaikan perumahan ekosistem yang luar biasa dan merupakan sebuah kesatuan yang besar terhadap keanekaragaman hayati termasuk beberapa spesies-spesies langka yang terancam punah dari tumbuhan dan hewan. Kerusakan ekosistem ini akan menyebabkan terganggunya fungsi tanah gambut sebagai pendukung sistem kehidupan manusia, akibatnya semua mahluk hidup yang ada di dalamnya ikut terganggu juga karena habitatnya ikut terganggu (Agus, 2008). Hutan merupakan sumber plasma nutfah dimana ekosistem hutan yang telah berumur ratusan tahun memiliki keseimbangan ekosistem yang sangat baik. Hutan yang seimbang keadaan ekosistemnya memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia. Keseimbangan ekosistem merupakan suatu kondisi dimana interaksi antara komponen-komponen di dalamnya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Namun, keadaan hutan saat ini jauh berubah karena faktor alam maupun campur tangan manusia, sehingga keseimbangan ekosistem hutan menjadi tidak stabil. Keseimbangan ekosistem hutan yang tidak stabil diakibatkan karena perubahan komunitas yang ada di dalamnya (Odum, 1993). Perubahan ini dapat terjadi karena faktor alam dan akibat dari campur tangan manusia. Faktor alam yang berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan seperti perubahan iklim yang ekstrim, dan faktor bukan alami yang berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan, seperti kegiatan penambangan dan pembukaan lahan dengan cara sengaja membakar hutan. 2
13 3 Akibat yang ditimbulkan karena kebakaran hutan sangat besar, seperti terjadinya gangguan iklim mikro seperti meningkatnya suhu di sekitar hutan yang terbakar, maupun global seperti peningkatan suhu dan juga terjadinya kabut asap. Kebakaran hutan dapat memusnahkan seluruh atau sebagian kekayaan hayati, baik tumbuhan maupun hewan yang ada di dalam hutan tersebut. Musnahnya tumbuhan dan hewan endemik yang ada pada hutan yang terbakar berdampak pada keseimbangan rantai makanan dan jaring-jaring makanan yang ada baik di lingkungan sekitar hutan yang terbakar maupun pada lingkungan yang lebih luas. Sebagai contoh, serangga yang sebelumnya ada pada hutan yang terbakar menjadi musnah, sehingga burung pemakan serangga yang dahulunya mencari makan pada hutan tersebut tidak lagi datang kesana (Adinugroho, dkk, 2005). Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan maupun pertanian (Siswanto & Wiratno, 2001). Beberapa contoh bahwa serangga sangat berperan penting adalah, seperti penyuburan tanah, siklus nutrisi, propagasi tanaman, polinasi dan penyebaran tanaman, termasuk menjaga struktur komunitas hewan melalui rantai dan jaring makanan. Sebagai kelompok organisme yang amat penting bagi ekosistem, para ahli menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies beberapa serangga dinyatakan sebagai keystone species, misalnya peran rayap sebagai dekomposer, atau pun serangga yang hidup dalam ekosistem akuatik, yang berperan dalam siklus nutrisi untuk kehidupan organisme di dalam air (Gullan dan Cranston, 2005). Seiring berjalannya waktu, keberadaan serangga hama di hutan maupun pertanian semakin tidak terkendali akibat perubahan-perubahan yang terjadi, salah satunya adalah kebakaran hutan. Akibat dari 3
14 4 kebakaran hutan inilah keragaman serangga semakin berkurang, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem lagi, bahkan dapat mengakibatkan kepunahan terhadap beberapa spesies serangga. Belum banyaknya penelitian tentang pengaruh kebakaran hutan di Indonesia (Suratmo, 1999), dan masih kurangnya penelitian tentang dampak hutan terbakar pada lahan gambut terhadap keragaman serangga, maka penelitian ini ditujukan untuk meneliti pengaruh kebakaran hutan terhadap keanekargaman serangga yang ada pada lahan gambut di daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Penelitian ini difokuskan pada diversitas serangga yang ada pada hutan lahan gambut yang belum pernah terbakar dan hutan lahan gambut yang sudah pernah terbakar. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah keanekaragaman serangga (insecta) hutan tanah gambut yang belum pernah terbakar dan hutan tanah gambut setelah (pasca) terbakar di daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah? 2) Tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai habitat dari serangga hutan tanah gambut belum pernah terbakar dan hutan tanah gambut pasca terbakar? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui keanekaragaman serangga (insecta) di hutan tanah gambut yang belum pernah terbakar dan hutan tanah gambut yang sudah pernah (pasca) terbakar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. 4
15 5 2) Mengetahui tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai habitat dari serangga hutan tanah gambut belum pernah terbakar dan hutan tanah gambut pasca terbakar. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Memberikan informasi dan data tentang keragaman serangga (insecta) hutan tanah gambut pasca kebakaran sebagai data awal dalam mengelola hutan tanah gambut pasca kebakaran di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. 2) Hasil penelitian diharapkan dapat menggugah para peneliti lain untuk dapat mengerjakan hal serupa di daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, maupun didaerah lain dengan waktu yang lebih lama dan tipe komunitas yang berbeda. 5
BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada
Lebih terperinciModul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis
ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,
Lebih terperinciI. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).
I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu alasan penting terhadap hilangnya keanekaragaman hayati (Beck
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK
KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest
Lebih terperinciBIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),
BIODIVERSITAS (Biodiversity) Biodiversity: "variasi kehidupan di semua tingkat organisasi biologis" Biodiversity (yang digunakan oleh ahli ekologi): "totalitas gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah".
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati
Lebih terperinciKata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan jenis burung di Pulau Serangan, Bali pada bulan Februari sampai Maret tahun 2016. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali, yang dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperincii:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...
itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di
TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh
Lebih terperinciSD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3
SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi
Lebih terperinciDampak Perubahan Iklim
Pemanasan Global, Perubahan Iklim, pencemaran lingkungan Bab Pemanasan III Dampak Global, Perubahan Perubahan Iklim Iklim, & pencemaran lingkungan Dampak Perubahan Iklim Menteri Negara Lingkungan Hidup
Lebih terperinciBIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA
BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciSTUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR
STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes
Lebih terperinciDaya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung
Lebih terperinciPENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU
SKRIPSI IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU Oleh: Zakaria 11082100687 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).
26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciTAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.
TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas
Lebih terperinciHUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP
HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP Hubungan Antarmakhluk Hidup Kita sering melihat kupu-kupu hinggap pada bunga atau kambing berkeliaran di padang rumput. Di sawah, kita juga sering melihat
Lebih terperinciANALISIS UNSUR HARA MIKRO TANAH GAMBUT SETELAH SETAHUN KEBAKARAN PADA HUTAN KONSERVASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN
SKRIPSI ANALISIS UNSUR HARA MIKRO TANAH GAMBUT SETELAH SETAHUN KEBAKARAN PADA HUTAN KONSERVASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN Oleh : Bayu Saputra 11182102126 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITAN
50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang. Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah mereka lebih banyak
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan
Lebih terperinciABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA
ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA Allen Adilla Akbar*, Erny Poedjirahajoe**, Lies Rahayu W.F.*** The area
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Mega Biodiversity yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut Asti, (2010, hlm. 1) bahwa Diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi dan berjumlah lebih kurang setengah dari total spesies tumbuhan dan hewan yang ada di bumi (Ohsawa 2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.
Lebih terperinciEKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)
EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI 2.1. Ekosistem 2.2. Proses Produksi dan Dekomposisi 2.3. Konsep Homeostatis 2.4. Energi dalam Ekosistem 2.4.1. Rantai
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA
KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest
Lebih terperinciKERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR
KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR Oleh/by SUSILAWATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai luas 1,3% dari luas permukaan bumi, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan
Lebih terperinciANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA
ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA ANALYSIS OF INSECTS BIODIVERSITY IN MALABAR URBAN FOREST AS URBAN ECOSYSTEM SERVICES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam
Lebih terperinciINDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI
INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR 090301017 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Primak et al, tahun 1998 bahwa Indonesia merupakan daerah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya keanekaragaman spesies serangga. Secara geografis, keanekaragaman hayati di negara kepulauan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies
TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan tropis, yang berkembang sejak ratusan juta tahun yang silam, terdapat berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.
Lebih terperinciPENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI IIN N. SIDABUTAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga (Kelas Insekta) merupakan kelompok makhluk hidup yang memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari separuh jumlah spesies makhluk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciDISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI
PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan
Lebih terperinci