ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : EUIS YUNITA PUSPITASARI A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : EUIS YUNITA PUSPITASARI A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 iii RINGKASAN EUIS YUNITA PUSPITASARI. Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA. Sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dan beragam, sehingga dapat dijadikan salah satu sektor pembangunan yang berbasis sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk mampu memanfaatkan potensi sumberdaya alam di daerah, sehingga diharapkan mampu menjadi penggerak perekonomian daerah. Potensi sumberdaya alam perikanan yang ada diantaranya adalah untuk menghasilkan ikan konsumsi, dan salah satu komoditi perikanan yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah Ikan Lele ( Clarias sp.). Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak. Begitupun halnya dengan Ikan Lele yang permintaannya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena banyaknya peminat produk Ikan Lele segar maupun olahan, baik untuk konsumsi rumah tangga, rumah makan, hotel, catering maupun konsumsi warung tenda pecel lele yang menjadi pasar potensial bagi tataniaga Ikan Lele. Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan usaha budidaya Ikan Lele. Potensi perikanan budidaya di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi Ikan Lele khususnya Ikan Lele jenis Sangkuriang, memerlukan informasi pasar dan identifikasi pasar untuk mengetahui kemana, bagaimana, kapan dan kepada siapa produk akan dipasarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah a) menganalisis pola saluran tataniaga, fungsi tataniaga dan lembaga tataniaga Ikan Lele Sangkuriang, b) menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi, c) menganalisis efisiensi tataniaga berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Jenis data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Penentuan responden pembudidaya dilakukan secara sengaja (purposive sampling), penarikan responden terhadap beberapa pedagang perantara dilakukan dengan cara snowball sampling. Responden pembudidaya berjumlah 15 orang. Jumlah sampel pedagang perantara sebanyak 13 orang. dengan rincian 3 orang pengumpul, 2 orang pengumpul luar kecamatan, 3 orang pengecer, 2 orang pengecer luar kecamatan dan 3 orang pedagang pecel lele. Pelaku tataniaga Ikan Lele yang terdapat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari empat saluran tataniaga, terdiri dari : 1) PembudidayaPengumpulPengecer Konsumen Akhir, 2) PembudidayaPengumpulPengecerPedagang Pecel Lele Konsumen Akhir, 3) PembudidayaPengumpulPengumpul Luar Kecamatan

4 Pengecer Luar KecamatanKonsumen Akhir, 4) PembudidayaPengumpul Pengumpul Luar KecamatanPengecer Luar KecamatanPedagang Pecel Lele Konsumen Akhir. Fungsi tataniaga yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading dan informasi pasar). Sifat produk yang dijual mulai dari pembudidaya sampai ke pengecer yaitu sama (homogen). Pedagang pecel lele menjual produk yang bersifat berbeda karakteristik (deferensiasi). Hambatan yang dialami pembudidaya maupun pedagang perantara pada umumnya yaitu modal dan stok Ikan Lele yang sulit didapat pada saat penawaran Ikan Lele mengalami penurunan. Sedangkan bagi pedagang pecel lele yaitu mengenai lokasi usaha dan promosi. Struktur pasar yang terbentuk diantara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dan antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele yaitu bersifat oligopoli. Sedangkan Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan harga, pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Pembudidaya menjual hasil produksi ke pengumpul dengan cara pembayaran tunai maupun kredit. Pembayaran yang dilakukan dari pedagang pengumpul sampai dengan ke konsumen akhir dilakukan secara tunai. Pembudidaya sebagai penerima harga. Hubungan kerjasama yang menguntungkan terjadi antara pembudidaya dengan pengumpul dan antara pembudidaya dengan kelompok budidaya. Total margin yang terdapat pada saluran 1 sebesar Rp 7.000,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan Farmer s share yaitu 54,84%. Total margin yang terdapat pada saluran 2 sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,56 per kg. Sedangkan Farmer s share yaitu 16,00%. Total margin yang terdapat pada saluran 3 sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 7.875,51 per kg. Sedangkan Farmer s share yaitu 46,32%. Total margin yang terdapat pada saluran 4 sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,31 per kg. Sedangkan Farmer s share yaitu 11,81%. Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35% dimana setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 383,35. Margin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000,00. Pada saluran 1, farmer s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan margin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar. iv

5 v Judul : Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Nama : Euis Yunita Puspitasari NRP : A Menyetujui : Dosen Pembimbing Ir. Netti Tinaprilla, MM. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus Ujian :

6 vi PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT BENAR BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. Bogor, Januari 2010 Euis Yunita Puspitasari A

7 vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juni 1983 sebagai anak dari pasangan Bapak Drs. H. Harun Alrasyid, MM dan Ibu Hj. Itje Mulyanigsih. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Masa pendidikan formal penulis diawali di TK Islam Karya Mukti Citeureup Bogor yang tamat pada tahun Penulis menjalankan pendidikan sekolah dasar di SDN 05 Gunung Putri, dan lulus pada tahun Pendidikan tingkat menengah pertama dilalui di SLTP Negeri 1 Cibinong, dan lulus pada tahun Pendidikan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU Negeri 1 Cibinong Kabupaten Bogor. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikannya di Program Diploma III Inventarisasi Pengelolaan Sumber Daya Lahan, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 viii KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohim, Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat ini berisikan mengenai analisis saluran, fungsi dan lembaga tataniaga ; analisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi yang akan mempengaruhi efisiensi tataniaga Ikan Lele sangkuriang. Penulis dengan keterbatasannya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Bogor, Januari 2010 Euis Yunita Puspitasari A

9 ix UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah dan karunianya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, perhatian dan motivasi sampai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah bersedia menjadi evaluator pada kolokium penulis dan untuk semua kritik dan sarannya. 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS Sebagai penguji utama atas semua kritik dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini 4. Ir. Juniar Atmakusuma, MS Sebagai penguji komisi pendidikan atas kesediaannya memberikan kritik dan saran untuk penulisan skripsi ini. 5. Papa dan Mama tercinta, papap dan mamih atas kasih sayang, doa, pengorbanan, perhatian dan cinta sejati yang diberikan. 6. Belahan Jiwaku, R. Irvaanulhakim SP untuk semua doa, semangat, perhatian, kasih sayang, cita dan cinta. Semoga Allah SWT selalu meridhoi jalan kita. Aamiin 7. Keluargaku tersayang : Aa Imam, Teh Is, Abang Ikhwan, Teh Ira, dan Ekky untuk perhatiaan, doa dan kasih sayangnya. 8. Para malaikat kecilku : AISHA, Fadel, Hasna dan Hilda 9. Keluarga Garut : Teh Elva dan Suami, Vera dan Suami, serta Aden 10. Sari Bara M dan Puji Subekti sebagai pembahas seminar atas saran dan kritiknya 11. Temanteman angkatan 11 dan temanteman satu bimbinngan terima kasih untuk semangat dan kebersamaannya Semoga Allah SWT membalas segala amal kebajikan serta bantuan yang diberikan kepada penulis. Alhamdulillahhirobbil alamin Bogor, Januari 2010 Penulis

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Ikan Lele Sangkuriang Penelitian Tataniaga Ikan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga Fungsi Tataniaga Struktur Pasar Perilaku Pasar Efisiensi Tataniaga Marjin Tataniaga Farmer s Share Ratio Keuntungan Biaya (R/C Ratio) Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Responden Metode Pengumpulan dan Analisis Data Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Analisis Fungsi Tataniaga Analisis Struktur Pasar Analisis Perilaku Pasar Analisis Efisiensi Tataniaga Analisis Marjin Tataniaga Analisis Farmer s Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C Ratio) Definisi Operasional... 55

11 xi V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Kontruksi Kolam Pemilihan Induk dan Pemijahan Penetasan Telur dan Perawatan Larva Pendederan dan Pembesaran Pemanenan dan Pengangkutan Penanggulangan Hama dan Penyakit VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Pembudidaya Karakteristik Responden Pedagang Perantara Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Lembaga dan Saluran Tataniaga Fungsifungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga Pembudidaya Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer Fungsi Tataniaga Pedagang Pecel Lele Struktur Pasar Jumlah Lembaga Tataniaga Sifat Produk Kondisi Keluar Masuk Pasar Informasi Pasar Perilaku Pasar Praktek Pembelian dan Penjualan Praktek Penentuan Harga Praktek Pembayaran Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Analisis Margin dan Efisiensi Tataniaga Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 xii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Perkembangan Konsumsi Ikan Kabupaten Bogor Tahun Perkembangan Produksi Perikanan Air Tawar Kabupaten Bogor Tahun (dalam Ton) Perbedaan Karakter Reproduksi dan Karakter Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang dan Ikan Lele Dumbo Ringkasan Mengenai Hasil Penelitian Terdahulu Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat Karakteristik Pembudidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Mata Pencaharian, Umur, Luas Kolam, Jumlah Tanggungan dan Pengalaman Usaha Tahun Karakteristik Pedagang Perantara Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan dan Tingkat pendidikan Tahun Karakteristik Pedagang Pecel Lele Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan dan Tingkat Pendidikan Tahun Keadaan Produk Lembaga Tataniaga Pada Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Tahun Distribusi Margin Ikan Lele Sangkuriang Pada Saluran Tataniaga Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga pada Tiap Lembaga Tataniaga Farmer s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya, dan Margin Tataniaga Tiap Saluran Tataniaga

13 xiii DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produkproduk Pertanian di Indonesia Hubungan Antara Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga Serta Marketing Cost and Charge Kerangka Pemikiran Operasional Saluran Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi... 75

14 xiv DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Ikan Lele Sangkuriang di Luar Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Pengecer Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Pengecer Ikan Lele Sangkuriang di Luar Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Perhitungan Biaya Tataniaga dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pengumpul Rincian Biaya Pedagang Pengumpul per Kg Perhitungan Biaya Tataniaga dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Rincian Biaya Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan per Kg Perhitungan Biaya Tataniaga dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pengecer Rincian Biaya Pedagang Pengecer per Kg Perhitungan Biaya Tataniaga dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Rincian Biaya Pedagang Pengecer Luar Kecamatan per Kg Perhitungan Biaya Tataniaga dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pecel Lele Rincian Biaya Pedagang Pecel Lele per Porsi Perhitungan Biaya Tataniaga Pedagang Pecel Lele per Kg

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dan beragam, sehingga dapat dijadikan salah satu sektor pembangunan yang berbasis sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk mampu memanfaatkan potensi sumberdaya alam di daerah, sehingga diharapkan mampu menjadi penggerak perekonomian daerah. Potensi sumberdaya alam perikanan yang ada diantaranya adalah untuk menghasilkan ikan konsumsi. Salah satu komoditi perikanan yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah Ikan Lele ( Clarias sp.). Budidaya Ikan Lele banyak dilakukan antara lain karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas, dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya yang relatif mudah di mengerti masyarakat, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat, dan bernilai ekonomi relatif tinggi (Sunarma, 2004) Ikan Lele banyak digemari karena rasa daging yang khas dan lezat. Selain itu, kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein (1737%); lemak (4,8%); mineral (1,2%) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga dan yodium; vitamin (1,2%) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air dan vitamin A, D dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006). Di Indonesia terdapat beberapa spesies Ikan Lele, seperti Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus), Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.), Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus), Ikan Limbek (Clarias nieuhofii), dan strain baru yaitu Ikan Lele Sangkuriang. Ikan Lele Sangkuriang memiliki karakteristik reproduksi dan

16 2 pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan Ikan Lele Dumbo yang saat ini beredar di masyarakat. Ikan Lele Sangkuriang memiliki fekunditas 33,33% lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo dan umur pertama matang gonad yang lebih tua. Pertumbuhan benih Ikan Lele Sangkuriang pada pemeliharaan umur 526 hari menghasilkan laju pertumbuhan harian 43,57% lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo sedangkan pada pemeliharaan umur 2640 hari 14,61% lebih tinggi. Pada pembesaran calon induk tingkat pertama dan kedua, Ikan Lele Sangkuriang menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo yaitu 11,36% dan 16,44%. Sedangkan pada pembesaran kelas konsumsi, konversi pakan pada Ikan Lele Sangkuriang hanya mencapai 0,8 dibandingkan Ikan Lele Dumbo yang mencapai > 1. Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak. Begitupun halnya dengan Ikan Lele yang permintaannya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena banyaknya peminat produk Ikan Lele segar maupun olahan, baik untuk konsumsi rumah tangga, rumah makan, hotel, catering maupun konsumsi warung tenda pecel lele yang menjadi pasar potensial bagi tataniaga Ikan Lele. Peningkatan permintaan akan Ikan Lele yang merupakan salah satu ikan konsumsi, dapat dilihat dari peningkatan konsumsi ikan per kapita masyarakat di Kabupaten Bogor dari tahun 2000 sampai tahun 2008 pada Tabel 1.

17 3 Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Ikan di Kabupaten Bogor Tahun Tahun Konsumsi Ikan (kg/kapita/tahun) Persentase Perubahan (%) , ,15 4, ,99 5, ,49 3, ,30 4, ,44 6, ,82 7, ,36 12, ,04 7,5 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009 (diolah) Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa konsumsi ikan di Kabupaten Bogor terus meningkat setiap tahunnya. Tingkat konsumsi ikan pada tahun 2000 yaitu sebesar 14,49 kg per kapita per tahun dan terus meningkat hingga menjadi sebesar 24,04 kg per kapita per tahun pada tahun Produksi Ikan Lele di Indonesia meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini, dari sekitar ton Tahun 2004, menjadi ton pada Tahun Departemen Kelautan dan Perikanan menargetkan adanya peningkatan ratarata ton per tahun. Dengan sasaran pengembangan produksi Ikan Lele secara nasional pada Tahun 2009 mencapai ton (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan usaha budidaya Ikan Lele. Perkembangan produksi Ikan Lele di Kabupaten Bogor dari Tahun 2003 sampai Tahun 2006 terus mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

18 4 Tabel 2. Perkembangan Produksi Perikanan Air Tawar Kabupaten Bogor Tahun (dalam Ton) Jenis Tahun Ikan Jumlah Ratarata Mas 2.305, , , , , ,89 Nila 998, , , , , ,36 Gurame 1.063, , , , , ,54 Tawes 985, ,56 921, , , ,15 Tambakan 387,07 164,49 34,54 41,37 627,47 156,87 Lele 1.470, , , , , ,67 Patin 258,81 762,65 57,56 92, ,05 292,76 Belut 184,17 561,01 23,06 29,09 797,33 199,33 Nilem 288,37 420,30 46,05 54,85 809,57 202,39 Lainlain 283, , , , , ,87 Jumlah 8.226, , , , , ,83 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2007 (diolah) Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi Ikan Lele untuk konsumsi terus meningkat setiap tahunnya. Produksi Ikan Lele pada Tahun 2003 yaitu sebesar 1.470,56 ton dan meningkat pada Tahun 2004 menjadi sebesar 3.684,91 ton. Selanjutnya pada Tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi 5.572,13 ton, dan total produksi pada Tahun 2006 yaitu sebanyak 7.035,06 ton (Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bogor 2007). Potensi perikanan budidaya di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi Ikan Lele khususnya Ikan Lele jenis Sangkuriang, memerlukan informasi pasar dan identifikasi pasar untuk mengetahui kemana, bagaimana, kapan dan kepada siapa produk akan dipasarkan. Adanya perbedaan harga jual dan marjin tataniaga yang tidak merata serta tidak seimbang antara pedagang perantara dapat menimbulkan tataniaga yang tidak efisien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengamati efisiensi tataniaga produksi perikanan terutama pada tataniaga Ikan Lele Sangkuriang. Melalui efisiensi tataniaga tersebut berdampak pada tingkat harga Ikan Lele sangkuriang yang adil secara ekonomis yang dapat membantu dalam peningkatan keuntungan para pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang dan lembaga tataniaga yang terlibat.

19 Perumusan Masalah Tujuan akhir dari suatu proses produksi adalah menghasilkan produk untuk dipasarkan atau dijual dengan harapan mendapatkan imbalan berupa penghasilan atau keuntungan yang memadai. Tataniaga merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan usaha produksi, karena tataniaga merupakan ujung tombak untuk menilai berhasil atau tidaknya usaha yang dijalankan. Kegiatan tataniaga diperlukan untuk melihat tindakantindakan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke konsumen melalui fungsifungsi tataniaga yang dapat memperlancar kegiatan tersebut. Fungsifungsi tataniaga mencakup fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga akan mempengaruhi biaya tataniaga dan keuntungan yang diterima oleh masingmasing lembaga tataniaga. Kecamatan Ciawi merupakan salah satu sentra produksi Ikan Lele Sangkuriang di Kabupaten Bogor. Budidaya Ikan Lele di Kecamatan Ciawi sudah berlangsung cukup lama. Salah satu aspek permasalahan yang dialami oleh pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi khususnya pada kelompok usaha budidaya Ikan Lele Sangkuriang yaitu kegiatan tataniaga. Kegiatan tataniaga yang dilakukan dirasa tidak efisien dan menjadikan pembudidaya sebagai pihak yang lemah dalam menentukan harga jual. Sifat dasar produk perikanan yang mudah rusak (perisable) serta adanya jarak antara lokasi pembudidaya dan lokasi konsumen dapat menyebabkan berkurangnya kualitas ikan dan menimbulkan biaya untuk memasarkan ikan. Sedangkan konsumen menginginkan kualitas ikan yang baik, segar dengan harga yang pantas.

20 6 Kegiatan tataniaga sangat dipengaruhi oleh informasi pasar yang diperoleh. Tersedianya informasi, terutama informasi permintaan dan harga, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh. Pembudidaya Ikan lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi umumnya tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai penerima harga. Pedagang pengumpul yang mengetahui informasi pasar mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembudidaya, sehinga pembudidaya menerima harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul selama minimal menutupi biaya produksi. Posisi tawar yang kuat diantara pedagang perantara akan mempengaruhi marjin ditingkat pedagang perantara dan pembudidaya, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat keuntungan yang diterima oleh pedagang perantara maupun pebudidaya. Marjin tataniaga yang diperoleh dari perbedaan harga jual pembudidaya dan harga yang dibayarkan konsumen akhir dapat menggambarkan seberapa efisienkah saluran tataniaga yang ditempuh oleh pembudidaya. Semakin besar selisih harga jual pembudidaya dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir menjadi indikasi akan semakin tidak efisien saluran tataniaga, dan semakin sedikit farmer s share yang diterima oleh pembudidaya. Besarnya marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya akan menentukan efisiensi tataniaga di Kecamatan Ciawi. Sistem tataniaga yang efisien akan menciptakan kondisi usaha yang menguntungkan bagi pembudidaya dan pelakupelaku tataniaga yang terlibat, sehingga untuk meningkatkan harga jual dan keuntungan pembudidaya diperlukan saluran tataniaga yang paling efisien dalam menyalurkan Ikan Lele Sangkuriang ke konsumen.

21 7 Mengacu pada uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola saluran tataniaga Ikan Lele Sangkuriang, fungsi tataniaga serta lembaga tataniaga yang terlibat di Kecamatan Ciawi? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi? 3. Bagaimana efisiensi tataniaga Ikan Lele Sangkuriang berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya yang terjadi di Kecamatan Ciawi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Menganalisis pola saluran tataniaga Ikan Lele Sangkuriang, fungsi tataniaga dan lembaga tataniaga yang terlibat di Kecamatan Ciawi. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi. 3. Menganalisis efisiensi tataniaga Ikan Lele Sangkuriang berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya yang terjadi di Kecamatan Ciawi.

22 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan : 1. Bagi penulis, bermanfaat dalam memahami lebih mendalam tentang teori yang telah didapat guna menganalisis permasalahan perikanan di pembudidaya dan memberikan alternatif pemecahannya. 2. Pembudidaya dan lembaga tataniaga sebagai bahan tambahan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam hal tataniaga Ikan Lele Sangkuriang serta demi terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan dan juga sebagai bahan pertimbangan pembudidaya untuk mengetahui saluran pemasaran yang lebih efisien.

23 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Ikan Lele Sangkuriang Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya Ikan Lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah. Klasifikasi Ikan Lele menurut Sunarma (2004) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Pisces Sub class : Teleostei Ordo : Ostariophyci Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Species : Clarias sp Ikan Lele memiliki bentuk tubuh memanjang dan kulit yang licin serta tidak bersisik. Di Indonesia, Ikan Lele memiliki beberapa nama daerah, antara lain : Ikan Kalang di Padang, Ikan Maut di Gayo dan Aceh, Ikan Pintet di Kalimantan Selatan, Ikan Keling di Makasar, Ikan Cepi di Bugis, serta Ikan Lele atau Lindi di Jawa Tengah. Ikan Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan

24 10 rasa yang lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan. Ikan Lele memiliki keunggulan, misalnya konversi pakannya memiliki FCR (Food Convertion Ratio) 1:1 yang artinya, satu kilogram pakan yang diberikan kepada Ikan Lele menghasilkan satu kilogram daging. Ikan Lele yang bergerak sangat lincah menyebabkan korelasi positif dengan rasa dagingnya. Membuat dagingnya terasa lebih enak dan gurih karena lemak yang terkandung dalam Ikan Lele lebih sedikit. Selain itu, Ikan Lele dalam pertumbuhannya lebih cepat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Survival Rate (SR/tingkat kelangsungan hidup) Ikan Lele dapat mencapai 90% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007). Ikan Lele juga dapat dipijahkan sepanjang tahun; fekunditas telur yang tinggi; dapat hidup pada kondisi air yang marjinal; dan efisiensi pakan yang tinggi. Pengembangan usaha budidaya Ikan Lele semakin meningkat setelah masuknya jenis Ikan Lele Dumbo ke Indonesia pada tahun Namun demikian, akibat pengembangan usaha budidaya yang sangat pesat dengan penggunaan induk yang tidak terkontrol, telah menyebabkan terjadinya penurunan mutu induk yang digunakan dan benih yang dihasilkan. Hal tersebut ditandai dengan rendahnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih sehingga produksinya tidak optimal. Sebagai upaya perbaikan mutu induk dan benih Ikan Lele Dumbo, Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi sejak tahun 2000 telah melakukan perbaikan genetik melalui silangbalik (backcross). Hasil uji keturunan dari induk hasil silang balik, menunjukkan adanya peningkatan dalam pertumbuhan benih yang dihasilkan. Berdasarkan keunggulan Ikan Lele Dumbo

25 11 hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka Ikan Lele Dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar. Pada tanggal 21 Juli 2004 telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 26/MEN/2004 tentang Pelepasan Varietas Ikan Lele sebagai Varietas Unggul. Ikan Lele yang dimaksud dalam kepmen ini adalah Ikan Lele Sangkuriang hasil riset BBAT Sukabumi. Pelepasan ini bertujuan memperkaya jenis dan varietas Ikan Lele Lokal; serta meningkatnya produksi, pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya ikan. Induk Ikan Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di BBAT Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua Ikan Lele Dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F26). Diseminasi Ikan Lele Sangkuriang dapat berupa induk siap pakai atau benih calon induk. Diseminasi diprioritaskan kepada BBI/UPTD. Perikanan pemerintah daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan unit pembenihan rakyat atau kelompok pembudidaya ikan yang direkomendasikan oleh pemerintah daerah, yang mampu bekerjasama dengan BBAT Sukabumi untuk pengelolaan induk dan mampu menerapkan prosedur produksi calon induk/benih secara benar. Benih hasil induk Ikan Lele Sangkuriang hanya dapat digunakan untuk produksi ikan konsumsi dan tidak direkomendasikan untuk dijadikan induk kembali. Ini

26 12 dilakukan untuk mempertahankan kualitas Ikan Lele yang dihasilkan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007). Tabel 3. Perbedaan Karakter Reproduksi dan Karakter Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang dan Ikan Lele Dumbo Deskripsi Lele Sangkuriang Lele Dumbo Kematangan Gonad Pertama (bulan) Fekunditas (butir/kilogram induk betina) Diameter telur (mm) 1,1 1,4 1,1 1,4 Lamanya inkubasi telur pada suhu 2324 o C (jam) Lamanya kantung telur terserap pada suhu o C (hari) Derajat penetasan telur (%) > 90 > 80 Sifat larva Tidak kanibal Tidak kanibal Kelangsungan hidup larva (%) Pakan alami larva Moina sp. Daphnia sp. Tubilex sp. Pendederan 1 (benih umur 5 26 hari) Pertumbuhan harian (%) 29,26 20,38 Panjang standar (cm) Kelangsungan hidup (%) > 80 > 80 Pendederan 2 (benih umur hari) Pertumbuhan harian (%) 13,96 12,18 Panjang standar (cm) Kelangsungan hidup (%) > 90 > 90 Pembesaran Pertumbuhan harian selama 3 bulan (%) 3,53 2,73 Pertumbuhan harian calon induk 0,85 0,62 Konversi pakan 0,8 1 > 1 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan 2007 Moina sp. Daphnia sp. Tubifex sp. Ikan Lele Sangkuriang memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan Ikan Lele Dumbo yang saat ini beredar di masyarakat. Ikan Lele Sangkuriang memiliki fekunditas 33.33% lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo dan umur pertama matang gonad yang lebih tua. Pertumbuhan benih Ikan Lele Sangkuriang pada pemeliharaan umur 526 hari menghasilkan laju pertumbuhan harian 43.57% lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo sedangkan pada pemeliharaan umur 2640 hari 14.61% lebih tinggi. Pada pembesaran calon induk tingkat pertama dan kedua, Ikan Lele Sangkuriang menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan Ikan Lele Dumbo yaitu 11.36% dan 16.44%. Sedangkan pada pembesaran kelas konsumsi, konversi

27 13 pakan pada Ikan Lele Sangkuriang hanya mencapai 0.8 dibandingkan Ikan Lele Dumbo yang mencapai > 1. Diseminasi induk/benih yang bermutu kepada para pembenih/upr telah dilakukan ke beberapa sentra budidaya Ikan Lele dan didukung dengan diseminasi teknologi budidayanya (Sunarma 2004). Seperti halnya sifat biologi Ikan Lele Dumbo terdahulu, Ikan Lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udangudang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas (Ditjen Perikanan Budidaya 2006). Budidaya Ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m 800 mdpl. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpl. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala masal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat. Budidaya Ikan Lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya. Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumur (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yang sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yang baik untuk pemeliharaan Ikan Lele Sangkuriang

28 14 adalah sebagai berikut : Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan Ikan Lele berkisar antara 22 o C32 C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. ph air yang ideal berkisar antara 69. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l. Budidaya Ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya Ikan Lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air. (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006). Dalam kegiatan budidaya Ikan Lele Sangkuriang terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan secara bertahap. Kegiatan tersebut yaitu : a) pembuatan kolam budidaya, b) pembenihan : pemilihan induk, pemijahan, penetasan telur dan perawatan larva, c) pendederan : pendederan I, pendederan II, d) pembesaran : persiapan, penebaran benih, pemeliharaan, e) persiapan, f) pemanenan : pemanenan dari kolam pendederan, pemanenan dari kolam pembesaran, g) pengangkutan, dan h) penanggulangan hama dan penyakit Penelitian Tataniaga Ikan Ketersedian hasil penelitian mengenai sistem dan tataniaga Ikan masih sangat terbatas, berikut ini terdapat tiga hasil penelitian tataniaga Ikan yang pernah dilakukan. Hasil penelitian Nurasiah (2007) Studi mengenai Analisis Pendapatan dan Pemasaran Ikan Hias Air Tawar di Desa Cibitung Tengah, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Menunjukkan bahwa usahatani ikan hias air tawar dilokasi penelitian terdiri dari usahatani pembenihan, pendederan, pembenihan

29 15 pendederan. Pendapatan yang diperoleh dari budidaya tersebut berbeda satu sama lainnya dan dibedakan atas pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai tertinggi pada usahatani pembenihanpendederan yaitu sebesar Rp ,72 dan Rp ,05 per tahunnya. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total terendah pada usahatani pembenihan fase 40 hari yaitu sebesar Rp ,57 dan Rp ,08 per tahunnya. Pemasaran ikan hias di Desa Cibitung Tengah terdiri dari lima saluran pemasaran dimana didalamnya terdapat lembaga pemasaran seperti tengkulak dan kelompok tani, agen, dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran terdiri dari aktivitas pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, serta fungsi fasilitas berupa aktivitas grading, pembiayaan, dan penanggungan resiko. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah pasar oligopsoni begitu pula dengan tengkulak dan kelompok tani. Bila ditinjau dari sisi penjual, pasar yang dihadapi oleh agen ikan hias adalah pasar oligopoli dan pasar monopsoni merupakan struktur yang dihadapi oleh pedagang pengecer. Penelitian lain adalah Reynold (2007), Mengenai Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Maskoki Oranda (Carrausius auratus) Kasus di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut yaitu menganalisis usahatani pembesaran Ikan maskoki Oranda, menganalisis saluran tataniaga, fungsifungsi tataniaga dan struktur pasar dan marjin tataniaga Ikan Maskoki Oranda di Desa Parigi Mekar. Pemilihan

30 16 responden petani Ikan Hias Maskoki Oranda dilakukan dengan cara keputusan (Judgment Sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 36 responden. Jumlah responden yang diambil dari petani sebanyak 20 orang, pedagang pengumpul sebanyak 5 orang, supplier sebanyak 4 orang, dan pedagang pengecer sebanyak 7 orang. Berdasarkan hasil analisis usahatani pembesaran Ikan Maskoki Oranda diperoleh pendapatan usahatani Rp ,43. Analisis R/C rasio yang diperoleh usahatani pembesaran sebesar 1,33. Sistem tataniaga Ikan Hias Maskoki Oranda terdiri dari empat saluran tataniaga yang melibatkan empat lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, supplier, dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga 1) petani ke pedagang pengumpul ke supplier ke pedagang pengecer ke konsumen/hobis. Saluran tataniaga 2) petani ke pedagang pengumpul ke pedagang pengecer ke konsumen/hobis. Saluran tataniaga 3) petani ke pedagang pengecer ke konsumen/hobis.saluran tataniaga 4) petani ke konsumen/hobis. Fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh tiap lembaga tataniaga adalah fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik terdiri dari fungsi pengelolaan (pengemasan), penyimpanan dan pengangkutan serta fungsi fasilitas terdiri dari fungsi sortasi, grading/standarisasi, pembiayaan dan informasi pasar. Tempat lembagalembaga tataniaga dalam melakukan kegiatan jual beli atau transaksi Ikan Hias Maskoki Oranda terdapat di Desa Parigi Mekar, Pasar Parung dan Pasar Anyar Bogor. Struktur pasar yang terjadi pada masingmasing tempat tersebut berbeda dan memiliki karakteristik sendiri. Struktur pasar Ikan Maskoki Oranda di Desa Parigi Mekar antara petani pembenihan dan pembesaran

31 17 adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan antara petani pembesaran dengan pedagang pengumpul adalah oligpsoni. Struktur pasar Ikan Maskoki Oranda di Pasar Parung adalah persaingan sempurna, sedangkan di Pasar Anyar adalah Oligopoli. Penentuan harga Ikan Hias Maskoki Oranda antara lembaga tataniaga pada masingmasing pasar berdasarkan mekanisme pasar yang terjadi. Kerjasama antar lembaga tataniaga sudah terjalin dengan baik dan saling mendukung. Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga yang paling efisien dilihat dari total marjin tataniaga yang paling kecil serta farmer s share yang paling besar yaitu sebesar 89,3 persen. Rasio keuntungan dan biaya yang paling besar diperoleh dari saluran saluran tataniaga tiga sebesar Rp 6,8 per ekor, yang alternatif saluran tataniaga yang paling efisien. Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng di Pasar Porda Juwana Kabupaten Pati diteliti oleh Abdurrahman (2003). Studi bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsifungsi pemasaran, biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, marjin pemasaran dan farmer s share. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode pengambian sampel adalah purposive sampling dan snowball sampling. Responden yang diperoleh adalah 3 orang bandar, 10 orang grosir, dan 30 orang pengecer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran pemasaran melibatkan bandar, grosir dalam daerah, grosir luar daerah, pengecer dalam daerah, dan pengecer luar daerah. Daerah pemasaran yang jauh akan meningkatkan biaya pemasaran. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual Ikan Bandeng yang tinggi. Saluran pemasaran yang paling menguntungkan adalah tingkat 3 diluar Kabupaten

32 18 Pati. Farmer s share paling tinggi diperoleh saluran pemasaran tingkat 2 di dalam Kabupaten Pati. Dalam penelitian Analisis Efisiensi Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang kali ini melakukan penelusuran melalui distribusi tataniaga yang diawali dari pembudidaya, kemudian melibatkan sejumlah pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Dimana pedagang pengumpul melakukan pembelian secara langsung dari pembudidaya di Kecamatan Ciawi. Penelitian ini menganalisis saluran, lembaga dan fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar, serta efisiensi tataniaga yang dapat diketahui dari marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya, yang diamati dari beberapa pasar di wilayah pemasaran Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Ringkasan mengenai hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitianpenelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah perbedaan pada komoditi yang diteliti, lokasi penelitian, penentuan jumlah responden, lembaga pemasaran dan pasar yang menjadi tempat kegiatan penjualan dan pembelian komoditi yang diteliti.

33 19

34 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau tataniaga sebagai sesuatu yang berbedabeda sesuai dengan sudut pandang mereka. Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barangbarang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatankegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Schaffner et. al. dalam Ratna (2009) mengemukakan pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif makro dan mikro. Perspektif makro menganalisis sistem tataniaga setelah dari petani yaitu fungsifungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaanperusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran). Perspektif makro tataniaga, menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa hingga konsumen akhir atau pemakai. Dalam perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana

35 21 perusahaan secara individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Baik perspektif makro maupun mikro, sasaran akhirnya adalah kepuasan konsumen. Agar terjadi suatu pertukaran, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu : (1) paling sedikit harus ada dua pihak yang berpartisipasi dan masingmasing pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain (2) setiap pihak juga harus ingin berdagang dengan pihak lain dan masingmasing harus bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain (3) kedua belah pihak harus berkomunikasi dan menyerahkan barang. Tujuan akhir dari tataniaga menurut Hanafiah dan Saeffudin (2006) adalah menempatkan barangbarang ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan kegiatankegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Khols dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : 1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga.

36 22 Fungsifungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan (the institutional approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelakupelaku itu adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainnya yang terlibat. 3. Pendekatan Sistem (the bahavior system approach) Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan, untuk mengetahui aktivitasaktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the inputoutput system, the power system, dan the communication system Lembaga Tataniaga Hanafiah dan Saefuddin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badanbadan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsifungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga.

37 23 Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu: 1) Berdasarkan fungsi yang dilakukan : Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir dan lembaga perantara lainnya. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitasfasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa dan lainlain. 2) Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang : Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan lainlain. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan dan lainlain. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan.

38 24 3) Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar : Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok dan lainlain. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lainlain. Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lainlain. 4) Berdasarkan bentuk usahanya : Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi. Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan sebagainya. Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).

39 Saluran Tataniaga Menurut Kotler (1997), Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsifungsi tataniaga. Saluran tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Penyaluran Langsung Saluran tataniaga seperti ini disebut juga saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini, produk langsung disalurkan ke konsumen. 2. Penyaluran Semi Langsung Saluran tataniaga ini disebut juga saluran tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara. Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer. 3. Penyaluran Tidak Langsung Sistem saluran seperti ini disebut juga saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung pada : (a) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran tataniaga yang terjadi (b) Skala produksi. Semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya (c) Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang mudah rusak menghendaki saluran

40 26 pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen (d) Posisi keuangan pengusaha. Pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu : 1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli. 2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orangorang yang membutuhkan atau menginginkannya. Pola umum saluran tataniaga produkproduk pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

41 27 TENGKULAK PEDAGANG BESAR/ PERANTARA PABRIK/ EKSPORTIR PETANI (Produsen) KOPERASI / KUD PENGECER KONSUMEN AKHIR Gambar 1. Pola Umum Saluran Pemasaran ProdukProduk Pertanian di Indonesia (Sumber : Limbong dan Sitorus, 1997) Dengan mengetahui saluran tataniaga suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalurjalur yang dapat ditempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat Fungsi Tataniaga Mubyarto (1994) menjelaskan bahwa fungsifungsi tataniaga adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, dan harga yang tepat. Fungsifungsi tataniaga dalam pelaksanaan aktifitasnya dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga. Lembaga tataniaga ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen. Fungsifungsi tataniaga merupakan kegiatankegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barangbarang atau jasajasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi (Hanafiah dan Saeffudin, 1986). Proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan berbagai kegiatan atau tindakantindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut

42 28 dinamakan fungsifungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsifungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu : 1. Fungsi Pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari : (a) fungsi pembelian yang bertujuan sebagai sarana untuk memperoleh persediaan barang (b) fungsi penjualan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai dari suatu barang. 2. Fungsi Fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari : (a) fungsi penyimpanan yang diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah tataniaga, (b) fungsi pengangkutan yang bertujuan untuk menyediakan barang ataupun jasa didaerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen, dan (c) fungsi pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang baik dari segi daya tahan maupun nilai jual. 3. Fungsi Fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari : (a) fungsi stadarisasi dan grading. Standarisasi merupakan pembentukan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti : warna, susunan kimia, bentuk, kekuatan, kadar air, tingkat kematangan, rasa dan lainlain. Sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan. Dengan adanya fungsi ini maka para konsumen dapat memperoleh grade produk yang sesuai dengan keinginan

43 29 dan tingkat pendapatannya. Sedangkan para produsen dapat menawarkan produknya dengan harga yang lebih tinggi sesuai dengan mutu produknya. (b) fungsi penanggungan resiko. Dalam proses tataniaga terdapat bermacammacam resiko yang mungkin dihadapi antara lain: resiko pemilikan keuangan dan resiko kerugian. (c) fungsi pembiayaan yang merupakan salah satu fungsi tataniaga yang bertujuan untuk menyediakan sejumlah uang untuk keperluan transaksi jualbeli suatu barang maupun jasa, dan (d) fungsi informasi pasar. Fungsi ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut Struktur Pasar Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syaratsyarat entry dan sebagainya (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar sangat diperlukan dalam analisis struktur pasar, secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market conduct) dan selanjutnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar (market performance) yang ada di dalam sistem tataniaga tersebut. Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi, institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar. Struktur pasar dicirikan oleh : (1) jumlah dan ukuran pasar, (2) diferensiasi

44 30 produk, (3) kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) pengetahuan partisipan tentang biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Tabel 5 menyajikan karakteristik struktur pasar. Tabel 5. Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu Homogen Diferensiasi Homogen Diferensiasi Unik Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopoli Murni Oligopoli Diferensiasi Monopoli Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopsoni Murni Oligopsoni Diferensiasi Monopsoni Sumber : Dahl dan Hammond, 1977 Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri : (a) terdapat banyak penjual dan pembeli (b) setiap pembeli maupun penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang ada di pasar, sehingga tidak dapat mempengaruhi harga (c) pembeli dan penjual sebagai penerima harga (price taker) (d) bebas keluar masuk pasar (freedom for entry and exit) (e) barang atau jasanya homogen (homogenous product). Struktur pasar persaingan tidak sempurna, yang dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsonistik, monopsoni, dan oligopsoni. Dari sisi penjual terdiri dari pasar monopolistik, monopoli, oligopoli dan duopoli. Struktur pasar monopolistik memiliki ciri : (a) banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar (b) produk yang dijual tidak homogen (c) produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gaya, service atau pelayanan yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus dan harga (d) Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.

45 31 Struktur pasar monopoli memiliki ciri : (a) terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli, pemerintah atau swasta menurut undangundang dan dapat berupa monopoli swasta murni (b) produk satu dan tidak dapat bersubtitusi dengan barang lain dan ada pengendalian harga dari penjual (c) tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbedabeda dan pada pasar yang berbeda. Struktur pasar oligopoli memilki ciri : (a) terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya (b) produk dapat berupa produk homogen atau produk heterogen, sehingga tindakan perusahaan satu mempengaruhi dan mendapatkan reaksi perusahaan lain (c) tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan, hambatan ini seperti paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka. Oligopoli yang menghasilkan produk yang homogen disebut oligopoli murni, sedangkan oligopoli yangmenghasilkan produk berbeda corak (heterogen) disebut oligopoli terdifferensiasi. Bentuk pasar yang dekat keadaannya dengan monopoli adalah duopoli dan oligopoli. Struktur pasar duopoli adalah bentuk pasar dimana hanya terdapat dua penjual produk tertentu. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (2006), struktur pasar monopsoni akan dijumpai apabila terdapat seorang atau sebuah badan pembeli untuk benda tertentu, sehingga dapat mempengaruhi permintaan dan harga barang tersebut. Bentuk pasar yang dekat keadaannya dengan pasar monopsoni adalah duopsoni dan pasar oligopsoni. Pasar duopsoni kebalikan dari pasar duopoli; pada pasar duopsoni hanya terdapat dua pembeli benda tertentu. Pasar oligopsoni

46 32 kebalikan dari pasar oligopoli; pada pasar oligopsoni terdapat pihak pembeli benda tertentu dalam jumlah sedikit misalnya tiga atau empat pembeli. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (2006), struktur pasar produk perikanan yang banyak dijumpai dalam praktek adalah pasar persaingan monopolistik dan oligopoli. Sudiyono (2001) juga mengatakan hal yang sama, dimana struktur pasar produk pertanian cenderung berada pada pasar persaingan tidak sempurna, baik berupa monopoli, oligopoli, maupun persaingan monopolistik. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal : 1. Bagian pangsa pasar (market share) yang dimiliki petani umumnya sangat kecil, sehingga petani dalam pemasaran produk pertanian bertindak sebagai penerima harga (price taker). 2. Produk pertanian pada umumnya diproduksi secara masal dan homogen, sehingga apabila petani menaikan harga komoditi yang dihasilkan akan menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan petani lainnya. 3. Komoditi yang dihasilkan mudah rusak (perishable), sehingga harus secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga. 4. Lokasi produksi terpencil dan sulit dicapai oleh alat transportasi yang mudah dan cepat. 5. Petani kekurangan informasi harga dan kualitas serta kuantitas yang diinginkan konsumen, sehingga petani mudah diperdaya lembagalembaga pemasaran yang berhubungan dengan petani langsung. 6. Adanya kredit dan pinjaman dari lembaga pemasaran kepada petani yang bersifat mengikat.

47 Perilaku Pasar Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembagalembaga tataniaga dalam beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembagalembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masingmasing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin tataniaga dan jumlah komoditas yang diperdagangkan sehingga akan memberikan penilaian baik atau tidaknya sistem tataniaga. Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentukbentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino, 1983). Perilaku pasar terdiri dari kebijakankebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakantindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Perilaku dapat dikelompokan menjadi

48 34 empat jenis yaitu: perilaku dalam strategi harga, strategi produk, strategi promosi dan strategi distribusi. Kristanto et. al. (1986) membagi penetapan harga dalam tiga jenis, antara lain: (1) penetapan harga penawaran dan permintaan, (2) harga yang dicantumkan, dan (3) harga atas dasar perundingan. Terdapat tiga metode umum untuk penetapan harga dalam bidang pertanian: (1) perhitungan, (2) spekulasi yang terorganisir, dan (3) tebaktebakan (untunguntungan) atau bermain sulap dengan kekuatankekuatan pasar. Berdasarkan informasi yang cukup lengkap mengenai keadaan yang penawaran dan permintaan, suatu usaha tataniaga yang terpadu dapat memperhitungkan hargaharga yang relatif stabil yang akan melindungi para pembeli terhadap hargaharga yang berfluktuasi tajam, maupun mendorong penjualan dan persaingan. Oleh karena itu ada banyak penjual yang terlibat dalam sistem tataniaga yang kompleks, maka spekulasi yang terorganisir masih lebih baik daripada harga yang sepenuhnya bersifat untunguntungan, tetapi dalam keadaan tidak pasti maka keputusan oleh banyak orang masih lebih aman dan kurang spekulatif dibanding dengan keputusan segelintir orang. Proses pembentukan harga produk sebagai salah satu aspek dalam perilaku pasar khususnya untuk produk pertanian dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu: 1. Price Determination Price determination merupakan proses pembentukan harga yang didasarkan pada teori ilmu ekonomi. Pembentukan harga yang terjadi sangat bergantung pada kekuatan pasar. Harga yang terbentuk adalah harga keseimbangan yang merupakan proses kekuatan supply dan demand.

49 35 2. Price Discovery Pada prakteknya harga di pasar tidak selalu menunjukkan harga keseimbangan, ada variasi dalam proses pembentukan harga yang bisa menimbulkan keuntungan baik untuk penjual dan pembeli. Oleh karena itu, terdapat banyak pilihan bagi penjual dan pembeli untuk mencari alternatifalternatif tawar menawar harga. Harga yang terbentuk pada sistem ini akan sangat bergantung pada bargaining power yang dimiliki penjual dan pembeli Efisiensi Tataniaga Efisiensi tataniaga menunjukan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan seharihari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Dengan demikian efisiensi tataniaga ini dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses tataniaga suatu komoditi pertanian. Memahami efisiensi tataniaga harus terlebih dahulu memahami tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang ditujukan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen. Output dari aktivitas tataniaga adalah kepuasan konsumen terhadap suatu produk dan jasa, sedangkan inputnya adalah semua sumber sumberdaya usaha yang meliputi tenaga kerja, kapital, dan manajemen yang digunakan perusahaan dalam proses produksi. Sehingga efisiensi tataniaga dapat diartikan sebagai minimisasi dari rasio inputoutput. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi

50 36 sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi tataniaga. Tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihakpihak yang terlibat baik produsen, lembagalembaga tataniaga maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan sitorus, 1987). Indikatorindikator yang digunakan dalam menentukan efisiensi tataniaga adalah marjin tataniaga, harga tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik tataniaga, dan intensitas persaingan pasar. Efisiensi tataniaga akan lebih mudah dicapai bila terwujud kondisi aksesibilitas informasi yang memadai, dan infrastruktur yang baik. Menurut Ratna (2009), Efisiensi tataniaga dapat ditinjau dari efisiensi operasional (teknik) dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitasaktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari outputinput tataniaga. Input tataniaga adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesinmesin, dan lainlain) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsifungsi tataniaga. Output tataniaga termasuk didalamnya adalah kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu sumberdaya adalah biaya, sedangkan kegunaan (utilities) adalah benefits dari rasio efisiensi tataniaga. Biaya tataniaga secara sederhana adalah jumlah dari semua harga sumberdaya yang dipergunakan dalam proses tataniaga; oleh sebab itu nilainya lebih mudah dihitung atau diprediksi dibanding indikator/nilai kepuasan konsumen (output tataniaga). Rasio efisiensi tataniaga (operasional) dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu :

51 37 1. Pada perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsifungsi tataniaga tanpa mengubah manfaat/kepuasan konsumen 2. Meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan biaya tataniaga Kedua cara tersebut mempunyai implikasi terjadi peningkatan efisiensi tataniaga. Dalam realita dilapang, untuk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional (teknik), banyak peneliti mempergunakan analisis marjin tataniaga atau sebaran harga di tingkat petani dengan di tingkat eceran. Fokus dalam analisis ini adalah kajian biayabiaya tataniaga dan aktivitas kegiatan produktif (fungsifungsi dan lembaga tataniaga) mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Efisiensi harga adalah bentuk kedua dari efisiensi tataniaga. Efisiensi ini menekankan kepada kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga adalah efisiensi aklokasi sumberdaya dan maksimum output (ekonomi). Efisiensi harga dapat tercapai apabila masingmasing pihak yang terlibat dengan tataniaga merasa puas atau responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianaliis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar (integrasi) antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya, misalnya antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat eksportir atau di konsumen akhir. Mubyarto (1994) menyatakan bahwa marjin tataniaga besar tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, maka perlu mempertimbangkan aspekaspek berikut :

52 38 1. Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi dapat menekan biaya produksi, sehingga marjin tataniaga menjadi lebih besar. 2. Adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati, walaupun harga lebih mahal. 3. Adanya spesialisasi produksi dari suatu daerah sehingga membentuk daerah sentral produksi, sehingga akan menaikkan daerah tataniaga. 4. Adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk. 5. Meningkatkan upah buruh dan tenaga kerja. Kenaikan harga ditingkat konsumen sering digunakan sebagai ukuran ketidakefisienan proses tataniaga, harga tingkat konsumen sebenarnya merupakan fungsi dari pendapatan konsumen, musim, ketersediaan penawaran dibanding permintaan efektif, harga barang substitusi, dan harga barang komplementer. Sehingga dalam menyimpulkan bahwa harga komoditi dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga harus mempertimbangkan pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap harga ditingkat konsumen. Penyediaan fasilitas untuk pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan dianggap dapat digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga. Kurangnya ketersediaan fasilitas fisik terutama pengangkutan diidentikan dengan ketidakefisienan proses tataniaga. Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya tataniaga sama besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi tataniaga akan terjadi jika biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang

53 39 dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedia fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat Marjin Tataniaga Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasajasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga. Marjin tataniaga antar komoditas berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jasajasa yang diberikan pada berbagai komoditas mulai dari petani sampai tingkat pengecer maupun konsumen akhir. Marjin tataniaga terjadi karena adanya biayabiaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. Marjin tataniaga produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani. Marjin tataniaga relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya hargaharga produk hasil pertanian. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsifungsi tataniaga. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbedabeda. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, akan semakin

54 40 besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen. Biaya tataniaga merupakan akumulasi pengeluaran dari biayabiaya yang dilakukan pada tingkat lembaga tertentu. Biaya tataniaga merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh lembagalembaga yang terlibat dalam proses penyampaian barang mulai dari tingkat produsen hingga ke tingkat konsumen. Marjin tataniaga hanya menerangkan tentang perbedaan harga dan tidak menerangkan tentang kualitas suatu produk yang dipasarkan. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat pada dasarnya memiliki motivasi tertentu. Motivasi tersebut dapat berupa keinginan untuk memperoleh keuntungan atas pengorbanan yang telah dilakukan. Keuntungan tataniaga merupakan penerimaan yang diperoleh dari lembaga tataniaga sebagai imbalan dari penyelenggaraan fungsifungsi tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Tomek dan Robinson dalam Ratna (2009), memberikan dua alternatif dari definisi marjin tataniaga yaitu : 1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani). 2. Merupakan harga dari kumpulan jasajasa tataniaga sebagai akibat adanya aktivitasaktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem tataniaga tersebut. Definisi yang pertama menjelaskan secara sederhana bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga yang diterima petani (Pf) dengan demikian marjin tataniaga adalah M = Pr Pf. Sedangkan pengertian yang kedua lebih bersifat ekonomi dan definisi ini lebih tepat, karena memberikan pengertian adanya nilai tambah (added value) dari adanya kegiatan tataniaga dan juga mengandung pengertian dari konsep derived

55 41 supply dan derived demand. Pengertian dari derived demand ini diartikan sebagai permintaan turunan dari primary demand yang dalam hal ini adalah permintaan dari konsumen akhir, sedangkan derived demandnya adalah permintaan dari pedagang perantara (grosir atau eceran) ataupun dari perusahaan pengolah (processors) kepada petani, sedangkan derived supply adalah penawaran di tingkat pedagang eceran yaitu merupakan penawaran turunan dari penawaran di tingkat petani (primary supply). Dari kedua konsep marjin tersebut, marjin tataniaga merupakan M = Pr Pf atau marjin tataniaga terdiri dari biayabiaya dan keuntungan perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut. Dengan demikian, marjin juga didefinisikan sebagai M = C + Π dimana C = biayabiaya (input tataniaga) dan Π adalah keuntungan perusahaan. Efisiensi operasional menurut penulis, lebih tepat mempergunakan ratio antara keuntungan dengan biaya karena pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan, sehingga indikatornya adalah Π / C dan nilainya harus positif ( > 0 ). Pengertian dari derived demand ini interpretasinya dapat diperluas mencakup hubungan: (a) elastisitas antara berbagai tingkat pasar dan (b) elastisitas antara gabungan produk dan komoditas turunannya. Dari pengertian ini akan muncul konsep atau besaran elastisitas di tingkat petani (Ef), elastisitas di tingkat eceran atau konsumen akhir (Er) dan elastisitas transmisi. Elastisitas transmisi adalah suatu ukuran seberapa jauh perubahaan harga di tingkat pasar eceran ditransmisikan ke pasar tingkat petani. Secara matematis elastisitas transmisi dapat dinyatakan :

56 42 ET = δ Pr Pr δ Pf Pf Dimana δ Pr Pr adalah perubahan harga di tingkat eceran (konsumen akhir) dan δ Pf Pf adalah perubahan harga di tingkat petani. Untuk komoditas pertanian, umumnya nilai elastisitas transmisi diantara 01. Nilai ET = 1 menunjukkan bahwa sistem tataniaga produk tersebut efisien (pasar persaingan sempurna). Untuk jelasnya konsep primary dan derived demand dan supply dapat dilihat pada Gambar 2. Harga Sr C Pr A Sf Pf Dr B Df 0 Qr, f Gambar 2. Hubungan Antara Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga serta Marketing Cost and Charge. Sumber : Dahl dan Hammond 1977 Keterangan : A B C = Nilai marjin tataniaga ((PrPf).Qr,f) = Marketing cost and Marketing charge = Marjin tataniaga (PrPf) Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf = Supply di tingkat petani (primary supply)

57 43 Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df = Demand di tingkat petani (primary demand) Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Besarnya marjin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai penjumlah dari marjin pada masingmasing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya marjin tataniaga suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Namun sebaliknya, tingginya marjin sebagai akibat derajat pengolahan yang tinggi akan mengindikatorkan meningkatnya kepuasan konsumen sehingga tataniaga berlangsung efisien. Melalui analisis marjin tataniaga dapat diketahui penyebab tingginya marjin tataniaga sehingga dapat dicari solusi permasalahan agar distribusi marjin tataniaga dapat tersebar merata diantara lembagalembaga tataniaga yang terlibat Farmer s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga tataniaga semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima petani (farmer s share) akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar marjin maka penerimaan petani relatif kecil. Dengan demikian dapat diketahui

58 44 adanya hubungan negatif antara marjin tataniaga dengan bagian yang diterima petani (farmer s share). Semakin tinggi farmer s share berfungsi untuk mengukur seberapa besar bagian yang diterima oleh petani ketika melakukan tataniaga komoditi perikanan Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya tataniaga, maka dari segi (teknis) operasional sistem tataniaga tersebut akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dimulai dengan adanya permasalahan didalam kegiatan tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Sifat dasar produk perikanan yang mudah rusak (perishable) serta adanya jarak antara lokasi pembudidaya dan lokasi konsumen dapat menyebabkan berkurangnya kualitas ikan dan menimbulkan biaya untuk memasarkan ikan. Sedangkan konsumen menginginkan kualitas ikan yang baik, segar dengan harga yang pantas. Kegiatan tataniaga sangat dipengaruhi oleh informasi pasar yang diperoleh. Tersedianya informasi, terutama informasi permintaan dan harga, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan

59 45 yang akan diperoleh. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi umumnya hanya memiliki modal yang kecil dan tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai penerima harga. Pedagang pengumpul yang mengetahui informasi pasar mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembudidaya, sehingga pembudidaya menerima harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul selama minimal menutupi biaya produksi. Lembaga tataniaga berperan menjalankan fungsifungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga. Berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memperlancar penyaluran produk dari produsen ke konsumen serta memberikan nilai tambah terhadap komoditi tersebut disebut dengan fungsi tataniaga, yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Kegiatan tataniaga dari pembudidaya, lembaga tataniaga dan konsumen menghasilkan pembentukan harga yang berpengaruh terhadap struktur pasar dan perilaku pasar. Struktur pasar dapat diketahui dengan mengetahui jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dalam tataniaga Ikan Lele Sangkuriang, sifat produk atau heterogenitas produk yang dipasarkan, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta informasi perubahaan harga pasar. Setelah mengetahui struktur pasar, dilakukan analisisis perilaku pasar, yaitu dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Analisis struktur dan perilaku pasar dilakukan untuk menjelaskan tingkat persaingan yang ada didalam pasar dan melihat pengaruhya

60 46 dalam penentuan harga juga kesepakatan atau kerjasama antara lembaga tataniaga yang terjadi didalam pasar. Struktur dan perilaku pasar akan mempengaruhi keragaan pasar yang dapat dianalisis melalui marjin tataniaga dan rasio keuntungan biaya. Marjin tataniaga digunakan untuk melihat perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen yang diakibatkan oleh sruktur dan perilaku pasar yang terjadi. Farmer s share digunakan untuk membandingkan harga yang diterima produsen atau pembudidaya dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir yang sering dinyatakan dalam persentase. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masingmasing lembaga tataniaga. Marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan biaya dan biaya merupakan komponen untuk menilai efisiensi tataniaga. Marjin tataniaga yang diperoleh akan menentukan saluran tataniaga yang paling efisien guna meningkatkan pendapatan petani melalui farmer s share yang selanjutnya akan memberikan alternatif saluran tataniaga yang terbaik guna meningkatkan pendapatan pembudidiaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

61 47 Usaha Budidaya dan Tataniaga Ikan Lele pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Tataniaga yang tidak efisien Marjin tataniaga yang tidak adil dan merata Kurangnya informasi pasar di tingkat pembudidaya Posisi tawar yang lemah di tingkat pembudidaya Pembudidaya sebagai penerima harga Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga Pengumpul Pengumpul luar kecamatan Pengecer Pengecer luar kecamatan Pedagang pecel lele Analisis Struktur Pasar Jumlah penjual dan pembeli Sifat produk Kondisi keluar masuk pasar Sumber informasi harga Analisis Perilaku Pasar Sistem penentuan harga Sistem pembayaran Kerjasama antar lembaga tataniaga Analisis Fungsi Tataniaga Fungsi pertukaran Fungsi fisik Fungsi fasilitas Analisis Efisiensi Tataniaga Marjin tataniaga Farmer s share Rasio keuntungan biaya Kondisi Efisiensi Saluran Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang Alternatif Saluran Tataniaga yang dapat dipilih Petani Perbaikan harga ditingkat Petani Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

62 48 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu sentra budidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kabupaten Bogor. Penelitian juga dilakukan pada lembagalembaga tataniaga yang terkait dalam saluran tataniaga Ikan Lele Sangkuriang. Penelitian akan dilakukan bulan September sampai Oktober Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang dan berbagai lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber pustaka dan literaturliteratur yang dikeluarkan oleh lembagalembaga terkait dengan masalah penelitian ini, baik yang berasal dari lembagalembaga tataniaga maupun instansi lain, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Perpustakaan LSI IPB, internet, dan lembaga lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

63 Metode Pengambilan Responden Penentuan responden pembudidaya dari penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yang merupakan metode pengambilan responden yang dilakukan sengaja tetapi dengan pertimbangan karakteristik tertentu, yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pertimbangan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang telah melakukan usahanya minimal satu tahun dan dapat mengetahui permasalah tataniaga Ikan lele Sangkuriang yang terjadi di Kecamatan Ciawi. Responden pembudidaya yang diambil berjumlah 15 orang. Penarikan responden terhadap beberapa kelompok pedagang perantara dilakukan dengan cara snowball sampling, dimana sampel ditentukan berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sampel unit yang dapat lebih menunjang tujuan penelitian yang bersangkutan, atau melalui penelusuran saluran tataniaga mulai dari pembudidaya sampai konsumen akhir dan mengikuti rekomendasi ataupun berdasarkan informasi yang diambil dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tersebut tidak tersebut tidak terputus. Jumlah sampel pedagang perantara sebanyak 13 orang dengan rincian 3 orang pedagang pengumpul, 2 orang pedagang pengumpul luar kecamatan, 3 orang pedagang pengecer, 2 orang pedagang pengecer luar kecamatan dan 3 orang pedagang pecel lele. 4.4 Metode Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga tataniaga dan fungsifungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar melalui

64 50 wawancara dan pengisian kuisioner. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. dan analisis pendapatan usaha. Pengolahan data analisis kuantitatif menggunakan kalkulator, program komputer Microsoft Excel, dan sistem tabulasi data Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Analisis lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui lembagalembaga tataniaga yang melakukan fungsifungsi tataniaga, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan juga fungsi fasilitas. Lembagalembaga ini juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergatung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Analisis saluran tataniaga menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik produksi hingga titik konsumsi dan fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembagalembaga yang terkait dalam saluran tataniaga tersebut. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam menggambar pola saluran tataniaga. Analisis dilakukan secara deskriptif dan perbandingan Analisis Fungsi Tataniaga Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk dari produsen sampai ke konsumen. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yang

65 51 terdiri dari fungsi pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Data yang diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi data sederhana. Selain itu data tersebut juga akan dideskripsikan sehingga dapat melihat perubahan nilai guna, baik nilai guna bentuk, tempat, waktu, ataupun kepemilikan Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar Ikan Lele Sangkuriang dapat dilihat dengan mengidentifikasikan banyaknya jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, konsentrasi pasar, keadaan atau jenis produk, syarat masukkeluar pasar dan mudah tidaknya mendapatkan informasi pasar. Struktur pasar akan menentukan pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga, apakah struktur pasar tersebut cenderung mendekati persaingan sempurna atau persaingan tidak sempurna. Analisis ini disajikan secara deskriptif Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Analisis perilaku pasar dilakukan dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian antara pembudidaya hingga pedagang pecel lele. Sistem penentuan dan pembayaran harga serta kerjasama yang terjadi antar lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar disajikan secara deskriptif.

66 Analisis Efisiensi Tataniaga Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tersebut tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi lembaga memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga tataniaga menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan harga ditingkat produsen. Dengan demikian efisiensi tataniaga perlu diwujudkan melalui penurunan biaya tataniaga Analisis Marjin Tataniaga Melalui penelusuran saluran tataniaga, diharapkan dapat diperoleh informasi tentang marjin pada tiap lembaga tataniaga. Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga diantara lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga Ikan Lele Sangkuriang. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biayabiaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga dapat dipakai untuk melihat keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai berikut:

67 53 M i = H ji H bi M i = C i + π i Sehingga: H ji H bi = C i + π i Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada tingkat kei adalah: Maka besarnya marjin tataniaga adalah: π i = H ji H bi C i Keterangan: m i = ΣM i M i = Marjin tataniaga pada pasar tingkat kei (Rp/kg) H ji = Harga penjualan pada pasar tingkat kei (Rp/kg) H bi = Harga pembelian pada pasar tingkat kei (Rp/kg) C i π i i m i = Biaya pembelian pada pasar tingkat kei (Rp/kg) = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat kei (Rp/kg) = 1,2,3,.,n = Total marjin tataniaga Analisis Farmer s Share Farmer s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Farmer s share dapat digunakan dalam menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan konsumen akhir.

68 54 Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga tataniaga semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Dengan demikian dapat diketahui Farmer s share berhubungan negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer s share) semakin rendah. Farmer s share akan menunjukkan apakah tataniaga memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Secara matematis farmer s share dapat dirumuskan dengan : Keterangan: Fs = Farmer s share Pf = Harga di tingkat petani Pf Fs = Pr x100% Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masingmasing lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

69 55 Rasio Keuntungan dan Biaya = Keuntunganke i x 100% Biayake i Keterangan: Keuntungan kei = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp/Kg) Biaya kei = Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg) Apabila /C lebih dari satu ( /C >1),maka usaha tersebut efisien, dan apabila /C kurang dari satu ( /C < 1), maka usaha tersebut tidak efisien. 4.5 Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan batasan dan istilah yang digunakan untuk menyamakan pengertian terhadap istilahistilah yang digunakan: 1. Pembudidaya adalah petani ikan yang melakukan kegiatan budidaya mulai dari pembenihan dan pembesaran atau salah satunya yang dijadikan sebagai usaha. 2. Responden adalah pembudidaya (petani) Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi dan Lembagalembaga tataniaga yang terlibat didalam saluran tataniaga. 3. Pedagang pengumpul yang dimaksud adalah pedagang/pembeli lokal yaitu pedagang yang memperoleh Ikan Lele Sangkuriang sebagai barang niaga langsung dari satu atau lebih petani produsen dan biasanya bertempat tinggal dekat dengan daerah produksi. Atau orang yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dari produsen (pembudidaya) di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya dan jarang menjualnya kepada konsumen akhir.

70 56 4. Pedagang pengumpul luar kecamatan adalah orang yang membeli barang dari pengumpul dan menjualnya dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang eceran. 5. Pedagang pengecer adalah pedagang yang memperoleh Ikan Lele Sangkuriang baik dari supplier maupun langsung dari pedagang pengumpul untuk dijual kepada konsumen akhir (pasar) atau perantara yang menjual barangbarang dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir. 6. Konsumen akhir adalah konsumen yang membeli Ikan Lele Sangkuriang dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer untuk digunakan pada berbagai keperluan. 7. Lembaga tataniaga adalah lembagalembaga yang menjalankan fungsifungsi tataniaga ketika komoditas mulai bergerak dari produsen (pembudidaya) kepada konsumen. 8. Saluran tataniaga adalah rangkaian penyaluran produk dari produsen (pembudidaya) ke tangan konsumen akhir. 9. Struktur pasar adalah bentuk pasar berdasarkan atas karakteristik atau sifat yang dimiliki lembaga tataniaga yang terlibat. 10. Perilaku pasar adalah tingkah laku peserta pasar, dapat dilihat dari proses praktek pembelian dan penjualan, penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga. 11. Fungsi tataniaga adalah kegiatan lembaga tataniaga dalam menyalurkan Ikan Lele Sangkuriang.

71 Efisiensi tataniaga adalah kondisi tataniaga dimana pengusaha dapat bekerja atas dasar biaya input yang rendah tanpa mengurangi kepuasan konsumen. Efisiensi tataniaga dari masingmasing saluran tataniaga diukur dengan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya. 13. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga antara pembayaran konsumen dengan harga yang diterima oleh pembudidaya Ikan Lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi. Atau perbedaan harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dengan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir atau penjumlahan dari keuntungan dan biaya pada seluruh lembaga tataniaga. Diukur dalam rupiah per kg (Rp/Kg). 14. Farmer s share adalah perbandingan antara harga yang diterima pembudidaya dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. 15. Rasio keuntungan dan biaya adalah perbandingan besarnya keuntungan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. 16. Harga jual Ikan Lele Sangkuriang adalah harga ikan lele yang diterima oleh sebuah lembaga tataniaga yang menjual Ikan Lele Sangkuriang kepada lembaga tataniaga lainnya. Diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg). 17. Harga beli Ikan Lele Sangkuriang adalah harga ikan lele yang diterima oleh sebuah lembaga tataniaga yang membeli Ikan Lele Sangkuriang dari lembaga tataniaga yang lainnya. Diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

72 Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam rangka menyalurkan produksi dari produsen ke konsumen. Diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg). 19. Biaya transportasi adalah biaya angkut yang dikeluarkan untuk mengangkut Ikan Lele Sangkuriang dari petani ke pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen akhir (pasar). 20. Keuntungan lembaga tataniaga adalah keuntungan yang diperoleh semua lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran Ikan Lele Sangkuriang dari titik produsen ke titik konsumen akhir. Atau imbalan masingmasing anrtara keuntungan yang diperoleh pedagang peerantara dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk setiap kilogram Ikan Lele Sangkuriang. Diukur dalam persentase.

73 59 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Bogor terletak pada 6 o 19 6 o 47 LS dan 106 o o 13 BT dengan luas wilayah sebesar km 2. Batasbatas wilayah Kabupaten Bogor adalah DKI Jakarta di bagian Utara, Sukabumi di bagian Selatan, Kabupaten Lebak di sebelah Barat dan Purwakarta di bagian Timur. Klasifikasi iklim di Kabupaten Bogor menurut Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tropis Tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan Tipe B (basah) di bagian Utara. Suhu berkisar antara 20 o C 30 o C. Curah hujan berkisar antara mm sampai mm per tahun (Setda Kabupaten Bogor, 2008). Ketinggian tempat berkisar antara mdpl, dengan penyebaran sebagai berikut : 1. Wilayah daratan rendah (15100 m) terletak di bagian Utara 2. Daerah bergelombang ( m) di bagian Tengah 3. Pegunungan ( m) 4. Pegunungan tinggi dan daerah puncak ( m) Kecamatan Ciawi berada pada jarak 28 km dari Kabupaten Bogor. Batasbatas wilayah Kecamatan Ciawi adalah Kecamatan Sukaraja di sebelah Utara, Kecamatan Caringin di sebelah Selatan, Kecamatan Mega Mendung di sebelah Timur dan Kota Bogor di sebelah Barat. Luas wilayah Kecamatan Ciawi adalah ha dengan pemanfaatan untuk persawahan sebesar 954 ha dan tanah daratan adalah ha.

74 60 Klasifikasi kemampuan lahan yang terdapat di Kabupaten Bogor bervariasi. Sebanyak 60,6% wilayah ini merupakan lahan yang sesuai untuk perkembangan sektor pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan. Kesesuaian lahan ini didukung oleh ketersediaan sarana irigasi seluas lebih dari 28 ha untuk melayani kebutuhan berbagai kegiatan pertanian termasuk budidaya perikanan. Wilayah Kabupaten Bogor dialiri oleh sungaisungai dari daerah pegunungan di bagian Selatan ke arah Utara yang meliputi enam daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Ciliwung, DAS Bekasi, DAS Cisadane, DAS Citarum. Kabupaten Bogor mmiliki potensi air tanah tinggi yang terdapat di daerah Ciawi, Cigombong, dan Cibatok dengan ketebalan Akuifer 2 m sampai 77 m. Kabupaten Bogor juga memiliki danau atau situsitu dengan jumlah sebanyak 95 situ. Situsitu tersebut berfungsi sebagai tempat resapan air (reservoar) dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai objek wisata dan budidaya perikanan. Keberadaan DAS dan di situ ini mendukung kegiatan budidaya perikanan di Kabupaten Bogor sebagai sumber mata air yang dapat digunakan untuk budidaya perikanan. Perincian pemanfaatan lahan di KabupatenBogor adalah lahan sawah sebesar ha, bangunan sebesar ha, kebun sebesar ha, padang rumput sebesar 820 ha, kolam sebesar ha, hutan sebesar ha, perkebunan sebesar ha dan lainlain ha. Pengembangan lahan untuk areal perikanan masih dapat dilakukan melihat pemanfaatan lahan untuk kolam masih kecil dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian yang lain.

75 Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Kontruksi Kolam Ada dua macam/tipe kolam, yaitu kolam tanah (tradisional) dan kolam tembok. Pemilihan tipe kolam tersebut disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Secara teknis baik pada tipe kolam tanah maupun kolam tembok, pada masa pembenihan harus mempunyai : kolam tendon, kolam pemeliharaan induk, kolam pemijahan, dan kolam pendederan. Pembudidaya menggunakan tiga jenis kolam, yang terdiri dari : (1) Kolam Tanah Kolam tanah digunakan untuk pendederan benih Ikan Lele. Ukuran kolam disesuaikan dengan ukuran lahan yang dimiliki oleh pembudidaya. Pembudidaya memiliki kolam pendederan berkisar antara 3 sampai 10 buah kolam. Kolam pendederan berbentuk persegi panjang dengan ukuran kolam ratarata adalah 10m x 20m. Tinggi kolam pendederan berkisar antara 0,5 m sampai dengan 1 m. (2) Kolam Tembok Pembudidaya menggunakan kolam tembok untuk memelihara induk. Kolam induk berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8m x 6m. Ketinggian kolam adalah 1 meter dari dasar kolam. Dasar kolam tetap berbentuk tanah sementara sekeliling kolam ditembok. (3) KolamTerpal (Bak Plastik) Pembudidaya membuat bak plastik untuk kolam pemijahan dan penetasan. Rangka kolam dibuat dengan menggunakan bambu dan paku, kemudian terpal disesuaikan dengan ukuran rangka.

76 Pemilihan Induk dan Pemijahan Menurut Sunarma (2004), induk Ikan Lele Sangkuriang yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi harus tidak berasal dari satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatifnya baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetes telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh ketika dilakukan kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat. Persyaratan reproduksi induk betina Ikan Lele Sangkuriang antara lain, umur minimal dipijahkan 1 tahun, berat : gram dan panjang standar cm. Persyaratan induk jantan yang siap memijah, antara lain umur 1 tahun, berat gram dan panjang standar 3035 cm (Sunarma 2004). Induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad. Secara fisik hal ini ditandai dengan perut yang membesar dan lembek. Untuk lebih praktis, hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk pada lantai yang rata atau dengan meraba bagian perut. Induk jantan yang telah matang gonad ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan (Sunarma 2004). Teknik pemijahan yang digunakan oleh pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) Pemijahan alami (natural spawning) Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan betina yang benarbenar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan alami menggunakan induk betina dan jantan dengan perbandingan 1:1 baik jumlah maupun berat. Apabila induk betina atau jantan

77 63 lebih berat di bandingkan lawannya, dapat digunakan perbandingan jumlah 1:2 yang dilakukan secara bertahap. Pemijahan yang dilakukan terhadap induk betina dengan berat 2 kg per ekor dapat dipasangkan dengan 2 ekor induk jantan dengan berat 1 kg per ekor. Pada saat pemijahan, induk betina dan jantan dipasangkan masingmasing 1 ekor. Setelah sekitar setengah telur keluar atau induk jantan sudah kelelahan, dilakukan penggantian induk jantan dengan induk yang baru. Wadah pemijahan dapat berupa bak plastik atau tembok dengan ukuran 2m x 1m dengan ketinggian air 1525 cm. Kakaban untuk meletakan telur diletakkan di dasar kolam. Induk yang telah memijah dan mengeluarkan telurnya dipindahkan kembali kedalam kolam induk. Kolam induk yang telah memijah dibedakan agar tidak bercampur dengan induk yang belum memijah. Kakaban yang telah penuh dengan telur kemudian dipindahkan ke kolam penetasan. Ukuran induk 2 kg dapat menghasilkan sekitar butir telur. (2) Pemijahan buatan (induced/artificial breeding) Pemijahan buatan dilakukan dengan melakukan penyuntikan terhadap induk betina menggunakan ekstrak pituitary/hipofisa atau hormon perangsang (misalnya ovaprim, ovatide, LHRH atau yang lainnya). Ekstrak hipofisa dapat berasal dari Ikan Lele atau Ikan Mas sebagai donor. Penyuntikan dengan ekstrak hipofisa dilakukan dengan dosis 1 kg donor per kg induk (apabila menggunakan donor Ikan Lele) atau 2 kg donor per kg induk (apabila menggunakan donor Ikan Mas). Penyuntikan menggunakan ovaprim atau ovatide dilakukan dengan dosis 0,2 ml per kg induk.

78 64 Pemijahan buatan menggunakan induk betina dan induk jantan dengan perbandingan berat 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma jantan dengan berat 0,7 kg). Penyuntikan dilakukan satu kali secara intramuscular yaitu pada bagian punggung ikan. Rentang waktu antar penyuntikan dengan ovulasi telur 1014 jam tergantung pada suhu inkubasi induk. Untuk induk ukuran 2 kg, telur yang dihasilkan dapat mencapai butir telur. Hal ini karena telur yang muda juga dikeluarkan. Telur muda ini tidak akan menetas meskipun dibuahi oleh sperma karena belum matang. Telur yang akan menetas hanya sekitar setengahnya saja yaitu sekitar butir telur Penetasan Telur dan Perawatan Larva Ketinggian air dalam kolam penetasan adalah 20 cm. Telur yang telah menempel di kakaban diletakkan di tiga bak yang berbeda. Tiaptiap bak diletakkan lima kakaban. Hal ini untuk mencegah kepadatan larva dalam satu bak. Telur akan menetas dalam dua hari. Daya tetas telur adalah sebesar 90%. Telur yang tidak menetas akan tetap berwarna putih. Suhu yang ideal untuk proses penetasan adalah 28 o C. Telur Ikan Lele Sangkuriang menetas 3060 jam setelah pembuahan pada suhu 22 o C 25 o C larva Ikan Lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva, sehingga tak perlu diberi pakan penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan dalam hapa penetasan. Larva yang baru menetas tidak diberi pakan sampai umur larva empat hari, karena masih memiliki kandungan kuning telur. Pakan dapat

79 65 mulai diberikan setelah larva umur 45 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam. Selama empat hari, perlu dilakukan kontrol terhadap air dan binatang yang mengganggu Pendederan dan Pembesaran Pendederan adalah pemeliharaan benih ikan yang berasal dari hasil pembenihan hingga mencapai ukuran tertentu. Persiapan yang harus dilakukan adalah mempersiapkan kolam pendederan. Setelah kolam pendederan siap, maka dilakukan penebaran benih. Kegiatan ini dilakukan pada pagi atau sore hari dengan kepadatan ekor per m 2 berukuran 13 cm per ekornya. Proses produksi benih Ikan Lele Sangkuriang adalah sebagai berikut : (1) Pendederan I Benih yang telah berumur 45 hari kemudian dimasukkan ke dalam kolam pendederan hingga berumur 26 hari. Panjang standar untuk ukuran tersebut adalah 35 cm dengan bobot 0,62 gram. Padat tebar yang ideal adalah 100 ekor per m 2. Pakan yang diberikan adalah 20% dari bobot dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari. (2) Pendederan II Pada pendederan II, benih dipelihara hingga umur 40 hari. Panjang standar untuk benih pada pendederan II adalah 48 cm dengan bobot 3,89 gram. Padat tebar dalam kolam adalah 50 ekor per m 2. Tingkat pemberian pakan adalah 10% dari bobot. Frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali sehari. Pakan buatan yang digunakan yaitu F99 selama 10 hari. Pakan F99 diberikan sebanyak 5 kg selama 10 hari per kolam.

80 66 Hasil pendederan belum cukup dijadikan ikan konsumsi, karena ukurannya masih kecil, yakni baru mencapai 58 cm/ekor (pendederan pertama) atau 812 cm/ekor (pendederan kedua). Ikan Lele yang dinilai layak untuk dikonsumsi adalah jika telah mencapai jumlah 612 ekor per kg. Karenanya, hasil pendederan perlu dipelihara lagi dikolam pembesaran. Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan pembesaran merupakan pemeliharaan Ikan Lele hasil pendederan sampai mencapai ukuran konsumsi. Masa pemeliharaan biasanya lebih lama dibandingkan dengan pendederan, yaitu sekitar 34 bulan atau tergantung dari permintaan pasar. Jika dalam waktu tertentu pasar sudah membutuhkan dan ukuran Ikan Lele sudah layak jual, maka bisa dipanen untuk dijual. Pembesaran dapat dilakukan di beberapa tempat, tergantung dari situasi dan kondisi, seperti di kolam tanah, kolam yang dasarnya tanah dengan dinding tembok, atau kolam yang semuanya tembok. Sistem pengairan atau sumber air yang mengaliri kolam pembesaran, ada dua yakni : kolam irigasi semiteknis dan kolam irigasi teknis. Langkah selanjutnya adalah memupuk tanah dasar kolam untuk menumbuhkan makanan alami. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran ayam sebanyak gram/m 2, TSP dan urea masingmasing 10 gram/m 2, dan kapur pertanian sebanyak 15 gram/m 2. Jumlah kapur tersebut bisa juga disesuaikan dengan kesuburan perairan. Kapur pertanian ini berfungsi untuk membunuh bibit penyakit dan menaikkan tingkat keasaman (ph) tanah. Pupuk dan kapur diaduk rata kemudian ditebarkan keseluruh permukanan tanah dasar kolam. Ketinggian air yang dianjurkan selama proses pembesaran sebaiknya

81 67 tetap dipertahankan setinggi cm. Jika ukuran benih yang ditebarkan berukuran 812 cm, padat penebaran 50 ekor/m 2 dan jika Ikan Lele yang ditebarkan 58 cm, padat penebarannya 6075 ekor/m 2. Untuk memacu pertumbuhan, selama pemeliharaan, Ikan Lele diberi pakan tambahan. Pakan buatan seperti pelet dan pakan alternatif dapat diberikan. Jika pakan yang diberikan berupa pakan buatan seperti pelet, pemberiannya dilakukan pada pagi, sore dan malam hari sebanyak 35% per hari dihitung dari jumlah atau bobot Ikan Lele yang dipelihara. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap agar setiap ekor Ikan Lele memperoleh pakan dalam jumlah yang mencukupi. Pemberian pakan secara asalasalan bisa mempengaruhi pertumbuhan Ikan Lele, sehingga ukuran Ikan Lele yang dipanen tidak rata. Hal ini disebabkan Ikan Lele yang hanya sedikit mendapatkan pakan tentu pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan yang mendapat pakan dalam jumlah yang cukup. Setiap dua minggu sekali perlu dilakukan sampling atau mengambil contoh Ikan Lele untuk mengetahui pertumbuhannya, sehingga dapat direncanakan waktu pemanenannya dan perkiraan kebutuhan pakannya. Lama pemeliharaan 34 bulan atau menurut kebutuhan Pemanenan dan Pengangkutan Sebelum dipasarkan, Ikan Lele yang baru dipanen harus dibiarkan atau diberok dahulu selama semalam. Tujuan pemberokan ini adalah agar benih atau ikan konsumsi yang baru dipanen tidak stres, sehingga kondisi tubuhnya segar kembali. Dengan demikian kalau akan dijual atau ditebar kembali dalam kolam, kondisinya tetap baik.

82 68 Pemanenan merupakan bagian akhir dari kegiatan pembesaran. Cara pemanenan bisa menentukan kualitas Ikan Lele. Cara pemanenan yang baik dan sesuai dengan yang dianjurkan akan menghasilkan Ikan Lele yang berkualitas baik pula, yakni Ikan Lele dengan kondisi hidup, tidak cacat dan tidak lukaluka. Ikan Lele yang berkualitas seperti itu tentu harganya lebih tinggi dibandingkan dengan Ikan Lele yang telah mati dan penuh luka. Tingkat kelangsungan hidup Ikan Lele sangat tergantung dari pengelolaan selama pemeliharaan. Mortalitas atau tingkat kehilangan atau kematian Ikan Lele selama pembesaran relatif sedikit, yakni 510% dari total yang dipelihara. Pengangkutan adalah proses pemindahan Ikan Lele dari satu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat dilakukan terhadap berbagai ukuran Ikan Lele, baik Ikan Lele yang masih berukuran kecil (benih) maupun Ikan Lele yang berukuran konsumsi atau yang siap dijual. Mengangkut Ikan Lele ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu cara tertutup dan cara terbuka. Cara tertutup diterapkan untuk pengangkutan Ikan Lele ukuran kecil atau jarak angkutnya jauh. Wadah angkutnya dapat berupa kantung plastik berisi air sebanyak ¼ bagian dan oksigen. Wadah ini selanjutnya diikat dengan karet. Sementara pengangkutan secara terbuka diterapkan untuk ikan ukuran besar (diatas 50 gram per ekor) atau jarak angkutnya dekat. Karena jika menggunakan sistem tertutup dengan kantung plastik, Ikan Lele yang berukuran besar, patilnya bisa menyebabkan kantung plastik bocor. Disamping itu, sistem terbuka dapat memberikan kesempatan kepada Ikan Lele untuk mengambil oksigen langsung ke udara bebas. Wadah angkutnya dapat berupa tong plastik

83 69 yang diisi air sebanyak ¼ bagian. Setelah diisi air, Ikan Lele dapat dimasukan ke dalam tong dan ditutup agar tidak loncat. Kebutuhan oksigen untuk setiap kantung plastik tergantung jarak dan waktu pengangkutan. Pengangkutan jarak jauh dengan waktu yang lama biasanya membutuhkan oksigen sebanyak 2/3 bagian kantung plastik. Sementara untuk jarak dekat dan waktu yang tidak lama hanya membutuhkan oksigen sebanyak ½ bagian kantung plastik Penanggulangan Hama dan Penyakit Kegiatan budidaya Ikan Lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp (Ditjen Perikanan Budidaya 2006). Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam. Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obatobatan yang direkomendasikan (Ditjen Perikanan Budidaya 2006).

84 70 Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006).

85 71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Pembudidaya Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15 orang. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi sebagian besar ikut serta dalam Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Semua Responden merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Tabel 6. Karakteristik Pembudidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Mata Pencaharian, Umur, Luas Kolam, Jumlah Tanggungan dan Pengalaman Usaha Tahun No. Karakteristik 1. Tingkat Pendidikan. SD. SMP. SMA Total 2. Mata Pencaharian. Pembudidaya Total 3. Tingkat Umur (tahun) Total 4. Luas Kolam (m 2 ) Total 5. Jumlah Tanggungan (orang) Total 6 Pengalaman Usaha (tahun) Total Sumber : Diolah dari Lampiran 1 Jumlah (Orang) Persentase (%) 33,33 40,00 26,67 100,00 100,00 100,00 6,67 20,00 40,00 20,00 6,67 6,67 100,00 53,33 13,33 6,67 26,67 100,00 60,00 40,00 100,00 66,67 33,33 100,00

86 72 Berdasarkan Tabel 6. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang memiliki tingkat pendidikan yang rendah hanya menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 5 orang atau 33,33 % dari jumlah responden yang diwawancara. Pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 6 orang atau 40 % dari jumlah responden yang diwawancara. Sedangkan pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah responden yang diwawancara. Pendidikan mayoritas pembudidaya tidak menjadikan adanya kemampuan mempengaruhi penjualan kepada pengumpul. Karena keterikatan dan juga tidak tersedianya modal untuk melakukan pemasaran secara langsung. Seluruh responden menjadikan usaha budidaya sebagai pekerjaan utama. Jumlah tanggungan berkisar antara 110 orang. Umur pembudidaya berkisar antara 2555 tahun. Pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 8 orang atau 53,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 2 orang atau 13,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 1 orang atau 6,67 % dari jumlah keseluruhan responden, sedangkan jumlah pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah keseluruhan responden. Dan pengalaman usaha berkisar antara 530 tahun Karakteristik Responden Pedagang Perantara Pedagang perantara di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer

87 73 luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pedagang pengumpul adalah orang yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dari produsen (pembudidaya) di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya dan jarang menjualnya kepada konsumen akhir. Pedagang pengumpul luar kecamatan adalah orang yang membeli dari pedagang pengumpul dan menjualnya dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang pengecer luar kecamatan. Pedagang pengecer adalah pedagang perantara yang menjual barangbarang dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir. Karakteristik pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Pedagang Perantara Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan dan Tingkat Pendidikan Tahun Pedagang Perantara Jumlah Pendidikan Jumlah Umur Tanggungan SD SMP SMA (orang) (tahun) (orang) (orang) Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Sumber ; Diolah dari Lampiran Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Jumlah pedagang pecel lele yang menjadi responden adalah sebanyak 3 orang. Umur pedagang pecel lele berkisar antara 3246 tahun, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 47 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya, dua orang responden menempuh pendidikan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan satu orang responden menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pedagang pecel lele yang dijadikan responden menjadikan usahanya tersebut

88 74 sebagai pekerjaan utama. Untuk lebih jelasnya karakteristik pedagang pecel lele dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Pedagang Pecel Lele Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Pendidikan Tahun Keterangan Jumlah (Orang) Umur : tahun tahun 2 1 Tanggungan 4 7 Pendidikan : SMP SMA Sumber : Diolah dari Lampiran Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terdapat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul, Ikan Lele dijual kepada pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya tidak harus menjual kepada pedagang pengumpul yang sama setiap kali panen, tergantung kepada banyaknya stok Ikan Lele dan harga beli pedagang. Penjualan langsung kepada pedagang pengumpul membuat pembudidaya tidak perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor terdiri dari empat saluran tataniaga. Saluran tataniaga tersebut terdiri dari :

89 75 1. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir 2. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir 3. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Konsumen Akhir 4. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir Saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Ciawi khususnya pada kelompok usaha budidaya Ikan Lele Sangkuriang, merupakan saluran distribusi tidak langsung yang ditandai dengan adanya pedagang perantara masingmasing tipe saluran tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4. Kecamatan Ciawi Luar Kecamatan Pembudidaya Ikan Lele Pengumpul Pengumpul Luar Kecamatan Pengecer Luar Kecamatan Pengecer Pedagang Pecel Lele Pedagang Pecel Lele Konsumen Konsumen Gambar 4. Saluran Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi

90 Fungsifungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga pembudidaya Fungsi tataniaga yang dilakukan pembudidaya yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penjualan. Pembudidaya umumnya menjual hasil panennya kepada pengumpul langganannya. Kegiatan penjualan dilakukan di kolam pada saat panen, biaya panen ditanggung oleh pembudidaya. Harga jual Ikan Lele dari pembudidaya sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pembudidaya yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan jarang dilakukan oleh pembudidaya. Penyimpanan terjadi pada saat pembudidaya panen secara bersamaan (panen raya). Hal ini ditandai dengan tingginya penawaran sedangkan permintaan dari konsumen tetap. Kelebihan penawaran ini membuat pembudidaya kesulitan dalam memasarkan produknya, pembudidaya harus mengantri berharihari dengan pembudidaya lainnya agar pengumpul mau membeli produk mereka. Penundaan panen Ikan Lele akan menyebabkan kerugian yaitu berkurangnya bobot hasil produksi, Ikan Lele menjadi bongsor dan menambah biaya produksi. Ikan Lele bongsor lebih murah harganya dibandingkan dengan Ikan Lele super. Fungsi pengangkutan tidak dilaksanakan oleh pembudidaya di Kecamatan Ciawi. Pada saat panen, pedagang pengumpul mendatangi pembudidaya dan menyediakan semua kebutuhan untuk pengangkutan Ikan Lele. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pembudidaya terdiri dari fungsi permodalan dan informasi pasar. Fungsi permodalan dilaksanakan dalam bentuk perjanjian berupa penyediaan pakan dengan ketua kelompok serta bantuan dana

91 77 dari Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBBAT) Sukabumi bagi kelompok pembudidaya Ikan Lele, sedangkan pembudidaya mandiri bekerjasama dengan pedagang pakan. Setelah panen, pembudidaya ikan membayar pakan kepada pedagang pakan dengan melebihkan Rp 3.000,00Rp 5.000,00 untuk setiap karung pakan. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pembudidaya yaitu memberikan informasi kepada pedagang pengumpul ketika akan panen, harga yang berlaku di sesama pembudidaya Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan pembelian dari pembudidaya Ikan Lele. Volume pembelian pedagang pengumpul pada saat penelitian antara kg per hari. Harga beli Ikan Lele ditingkat pedagang pengumpul pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg untuk ukuran konsumsi yaitu 812 ekor per kg. Cara pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara kredit kurang lebih satu minggu. Fungsi penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu menjual Ikan Lele kepada pedagang perantara diatasnya. Harga jual Ikan Lele di Kecamatan Ciawi antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Berdasarkan saluran tataniaga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pedagang pengumpul menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dan pedagang pengumpul luar kecamatan. Cara pembayaran Ikan Lele yang dilakukan oleh pedagang perantara diatas pedagang pengumpul dilakukan secara tunai.

92 78 Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan jaring atau keramba di kolam penampungan. Kegiatan penyimpanan ini dilakukan tidak berlangsung lama hanya sehari, sehingga tidak ada biaya penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan apabila pembeli meminta untuk mengantarkan Ikan Lele ke tempatnya. Pengangkutan akan menambah biaya tataniaga, sehingga akan berpengaruh kepada peningkatan harga jual. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pengangkutan ratarata sebesar Rp 166,67 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengumpul terdiri dari permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal usaha yang digunakan oleh pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri. Modal ini digunakan pedagang pengumpul untuk pembelian ikan, biaya transportasi, biaya terminal dan biaya penyusutan bobot. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk transportasi, terminal dan penyusutan bobot adalah Rp 574,33 per kg. Fungsi penanggungan risiko yang dialami oleh pedagang pengumpul adalah penyusutan bobot dan kematian pada saat penyimpanan, dan pengangkutan ke tempat pembeli. Fungsi standardisasi dan grading yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu memilih Ikan Lele sesuai dengan permintaan pasar berdasarkan ukuran dan isi Ikan Lele per kilogramnya (812 ekor per kg). Fungsi informasi pasar dilakukan pedagang pengumpul yaitu dengan mengumpulkan informasi mengenai waktu panen pembudidaya dan harga yang sedang berlaku dikalangan pembudidaya, juga mengenai stok Ikan Lele yang terdapat di pasar. Diantara sesama pedagang pengumpul biasanya saling memberikan informasi mengenai

93 79 harga di tingkat pembudidaya dan jumlah produksi pembudidaya di lokasi usahanya. Apabila pedagang pengumpul kekurangan pasokan Ikan Lele dari pembudidaya, biasanya akan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul lainnya yang kelebihan pasokan. Informasi fluktuasi harga di tingkat pasar diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang diatasnya Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul. Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul telah melalui proses standardisasi dan grading, sehingga pedagang pengumpul luar kecamatan tidak perlu lagi melakukan standardisasi dan grading. Volume pembelian pedagang pengumpul luar kecamatan pada saat penelitian berlangsung berkisar antara kg per hari. Harga beli Ikan Lele dari pedagang pengumpul antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer luar kecamatan. Cara pembayaran untuk pembelian dan penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan dilakukan secara tunai. Harga jual Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Pada umumnya pedagang pengumpul luar kecamatan menggunakan modal

94 80 sendiri dalam melaksanakan usahanya. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu ratarata sebesar Rp 665 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu meliputi kerusakan alat, penyusutan bobot, dan kematian selama pengangkutan dan penyimpanan. Resiko tersebut ditanggung sendiri oleh pedagang pengumpul luar kecamatan. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu dengan memberikan informasi harga Ikan Lele di tingkat pedagang pengecer kepada pedagang pengumpul. Fungsi fisik yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan apabila dalam menjual masih tedapat sisa untuk dijual pada hari berikutnya. Pengangkutan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan dengan menggunakan jerigen dan plastik berisikan oksigen. Mobil angkut yang digunakan adalah mobil truk kecil (bak terbuka) yang berkapasitas kg Ikan Lele. Pedagang pengumpul luar kecamatan ratarata mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang ditemukan pada saluran tataniaga yaitu pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer di luar kecamatan. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi hanya membeli dari pedagang pengumpul di dalam wilayah kecamatan, sedangkan pengecer di luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di luar kecamatan.

95 81 Fungsi tataniaga yang dilaksanakan masingmasing pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran terdiri dari pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan yaitu Pedagang pengecer melakukan pembelian Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan. Pedagang pengecer membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi pada saat penelitian berlangsung yaitu dengan harga Rp ,00Rp ,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara kg. Sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan membeli dari pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga berkisar Rp ,00Rp ,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara kg. Fungsi penjualan dilaksanakan pedagang pengecer di kecamatan dengan menjual Ikan Lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Sama hal nya dengan pedagang pengecer luar kecamatan, menjual Ikan lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi menjual Ikan Lele seharga Rp ,00Rp ,00 per kg, sedangkan harga jual dari pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp ,00Rp ,00 per kg. Harga jual pedagang pengecer kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele adalah sama. Lokasi penjualan Ikan Lele dari pedagang pengecer dalam kecamatan adalah pasar Ciawi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu pasar Cisarua dan pasar Bogor. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengecer terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar.

96 82 Modal usaha yang digunakan pedagang pengecer berasal dari modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata sebesar Rp 873,89 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biaya untuk biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot, ratarata sebesar Rp 1.085,15 per kg. Penanggungan risiko oleh pedagang pengecer berasal dari penyusutan bobot dan kematian. Sebelum menjual ke konsumen, pedagang pengecer melakukan standardisasi dan grading untuk memilih Ikan Lele berdasarkan ukuran dan isinya. Standardisasi dan grading dilakukan untuk konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Permintaan Ikan Lele dari pedagang pecel lele yaitu Ikan Lele yang yang per kilogramnya berisi 1012 ekor Ikan Lele, sedangkan permintaan untuk konsumen rumah tangga yaitu Ikan Lele yang berisi 810 ekor Ikan Lele per kilogramnya. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pedagang pengecer yaitu memberikan informasi mengenai harga Ikan Lele yang berlaku dipasar. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengecer menggunakan jerigen. Pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata mengeluarkan Rp 316,67 per kg untuk biaya transportasi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan Rp 375,00 per kg. Masingmasing pedagang pengecer tidak melaksanakan penyimpanan, karena Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul langsung dibawa ke pasar untuk dijual.

97 Fungsi Tataniaga Pedagang Pecel Lele Fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang pecel lele meliputi fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pecel lele adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pecel lele membeli Ikan Lele dari pedagang pengecer yang ada di pasar, baik yang di dalam kecamatan maupun luar kecamatan. Pedagang pecel lele tidak membeli dari pedagang pengumpul karena pedagang pecel lele hanya melakukan pembelian dalam jumlah sedikit. Warung tenda pecel lele menyajikan berbagai jenis masakan tidak hanya pecel lele saja, hal itu pula yang menyebabkan pembelian Ikan Lele oleh pedagang pecel lele sedikit. Harga beli pedagang pecel lele adalah berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 per kg. Volume pembelian Ikan Lele berkisar antara 37 kg dengan ukuran 1012 ekor per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pecel lele yaitu menjual pecel lele kepada konsumen akhir. Harga jual Ikan Lele berkisar antara Rp 5.500,00 Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau jika telah dikonversi per kilogram menjadi berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pecel lele terdiri dari permodalan, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal yang digunakan oleh pedagang pecel lele adalah modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pecel lele ratarata sebesar Rp 1.701,77 per kg yang meliputi biaya transportasi dan biaya terminal. Standardisasi dan grading dilakukan oleh pedagang pecel lele pada saat pembelian dari pedagang pengecer, umumnya pedagang pecel lele memilih sendiri Ikan Lele yang akan dibeli. Fungsi

98 84 informasi pasar yang dilakukan adalah menyebarkan informasi mengenai warung tenda pecel lele yang dikelola kepada masyarakat. Fungsi fisik yang dilakukan terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan oleh pedagang pecel lele setelah melakukan pembelian dari pedagang pengecer. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan plastik. Pedagang pecel lele ratarata mengeluarkan Rp 157,87 per kg untuk biaya transportasi. Pedagang pecel lele tidak melakukan fungsi penyimpanan, dikarenakan Ikan Lele yang dijual setiap hari umumnya laku terjual dan apabila terdapat sisa biasanya dimakan sendiri oleh pedagang pecel lele, karena jika di jual keesokan harinya sudah tidak segar lagi dan itu dapat berpengaruh pada cita rasa pecel lele Struktur Pasar Struktur pasar Ikan Lele diidentifikasikan dengan melihat jumlah lembaga tataniaga yang terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, serta informasi pasar Jumlah Lembaga Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terlibat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Responden pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor berjumlah 15 orang. Pembudidaya sebagai pihak produsen menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) dari

99 85 pembudidaya sangat lemah. Jumlah pembudidaya yang banyak berhadapan dengan jumlah pedagang pengumpul yang berjumlah 3 orang semakin membatasi penjualan. Kondisi ini menyebabkan pembudidaya hanya menjadi pihak yang menerima harga (price taker). Tidaknya ada keterikatan hubungan antara pembudidaya dan pedagang pengumpul, menyebabkan setiap pembudidaya memiliki kebebasan dalam menjual produksinya kepada pedagang pengumpul manapun. Tetapi untuk menjaga kelangsungan dari penjualan Ikan Lele umumnya pembudidaya menjual kepada pedagang pengumpul langganannya. Pada saat panen raya, pembudidaya harus menerima harga yang diberikan oleh pedagang pengumpul dan juga harus mengantri dengan pembudidaya lain untuk mendapatkan waktu panen. Sedangkan pada waktu penawaran Ikan Lele dari pembudidaya sedang turun, maka pedagang pengumpul harus berlombalomba dengan pedagang pengumpul lainnya dalam mendapatkan Ikan Lele. Responden pedagang pengumpul di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan responden pedagang pengumpul di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Tiap pedagang pengumpul di dalam kecamatan dapat menjual kepada lebih dari satu pedagang pengumpul di luar kecamatan dan pedagang pengecer. Kondisi permintaan Ikan Lele yang cukup tinggi memberi peluang kepada pedagang pengumpul untuk mengembangkan usahanya. Pedagang pengumpul di dalam kecamatan maupun pedagang pengumpul di luar kecamatan kemudian menyalurkan Ikan Lele ke pedagang pengecer. Responden pedagang pengecer di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan pedagang pengecer di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Jumlah pedagang pengecer lebih banyak dari jumlah pedagang pengumpul luar

100 86 kecamatan. Pedagang pengecer sebagai penjual yang berhadapan dengan konsumen akhir yang jumlahnya relatif lebih banyak. Pedagang pecel lele merupakan salah satu konsumen dari pedagang pengecer. Responden pedagang pecel lele berjumlah 3 orang Sifat Produk Produk Ikan Lele di Kecamatan Ciawi dari mulai pembudidaya sampai ke pedagang pengecer bersifat sama atau seragam (homogen). Tingkat Harga Ikan Lele menjadi penentu dalam pembelian komoditas tersebut bukan pada siapa yang menjual Ikan Lele. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pedagang pecel lele menjual produk yang bersifat berbeda karakteristik (deferensiasi). Perbedaan karakteristik dari komoditas yang dihasilkan pedagang pecel lele dirasakan konsumen. Perbedaan tersebut meliputi rasa, isi per porsi, jenis hidangan dan pelayanan. Untuk lebih jelasnya keadaan produk tiap lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan Produk Lembaga Tataniaga Pada Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Tahun 2009 Lembaga Tataniaga Keadaan Produk Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Sumber : Data Primer Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Heterogen

101 Kondisi Keluar Masuk Pasar Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga tataniaga untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain, tinggi rendahnya modal atau biaya yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar dan keterikatan antara lembaga tataniaga atau hubungan dengan lembaga tataniaga. Keseluruhan pembudidaya menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang ada di dalam kecamatan, hal ini dikarenakan pembudidaya tidak mampu memasarkan sendiri hasil produksinya karena dibutuhkan modal yang cukup besar untuk membayar biaya tataniaga dan pengetahuan mengenai lembaga perantara diatasnya. Hambatan yang dirasakan pedagang pengumpul di dalam kecamatan adalah pada saat keadaan penawaran Ikan Lele sedang mengalami penurunan, karena untuk mendapatkan Ikan Lele cukup sulit dan harus bersaing dengan pedagang pengumpul lainnya. Sementara di pasar permintaan Ikan Lele sedang naik. Sedangkan hambatan yang dialami oleh pedagang pengumpul luar kecamatan adalah ketersediaan modal yang cukup besar karena pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai, dan harus mempunyai hubungan dengan pedagang pengumpul di kecamatan Ciawi untuk mendapatkan stok Ikan Lele jika sewaktuwaktu membutuhkannya serta harus memiliki pengetahuan tentang kualitas ikan yang baik dan yang sesuai dengan yang di inginkan oleh perantara diatasnya. Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer tidak begitu berarti dalam memasuki pasar. Hambatan yang paling besar adalah modal namun jumlahnya relatif kecil karena pembelian Ikan Lele yang dilakukan dalam jumlah kecil.

102 88 Hambatan yang dialami oleh pedagang warung tenda pecel lele yaitu mengenai lokasi usaha. Beberapa lokasi usaha yang berada di pinggir jalan dianggap mengganggu ketertiban dan terkena razia oleh satpol PP, serta bagaimana caranya agar konsumen mengenal dan dapat membeli hidangan yang disajikan di tempatnya (cara promosi) Informasi Pasar Lembagalembaga tataniaga sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah permintaan dan harga dari produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual yang ditetapkan. Pedagang pengumpul memperoleh informasi harga secara langsung dari pedagang perantara yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku di Kecamatan Ciawi sesuai harga pasar. Pada saat permintaan akan Ikan Lele naik, maka harga Ikan Lele pun naik dan sebaliknya, pada saat permintaan akan Ikan Lele turun maka harga Ikan Lele pun turun. Karena harga yang berlaku adalah harga pasar, baik harga jual pembudidaya dan harga beli penjual umunya sama. Biasanya pembudidaya tidak mengetahui kondisi harga di tingkat pengecer, hal ini disebabkan pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang perantara. Struktur pasar Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor dapat ketahui berdasarkan uraian mengenai jumlah lembaga tataniaga yang

103 89 terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni dimana jumlah pembudidaya lebih banyak daripada jumlah pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat dibandingkan dengan pembudidaya. Sehingga pedagang pengumpul berperan sebagai price maker dan pembudidaya sebagai price taker. Saling ketergantungan yang ada antar pelaku menyebabkan tindakan suatu pelaku (misalnya menurunkan harga) akan berdampak nyata terhadap para pesaing. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai penjual lebih sedikit dari pada jumlah pedagang pengecer. Pada kondisi ini, pedagang pengecer memiliki pengetahuan yang lebih mengenai harga di kalangan konsumen daripada pedagang pengumpul. Tetapi pedagang pengumpul tetap memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat dibandingkan pedagang pengecer. Hal disebabkan oleh pembelian Ikan Lele oleh pedagang pengecer hanya dalam jumlah kecil. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengecer sebagai penjual lebih sedikit dariapada jumlah pedagang warung tenda pecel lele sebagai pembeli. Pedagang pecel lele bebas menentukan harga jual dari produk olahannya kepada konsumen walaupun masih bersaing dengan pedagang pecel lele yang menjual produk yang sama.

104 Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku lembaga tataniaga pada struktur pasar tertentu dalam melakukan fungsifungsi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan harga, pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga Praktek Pembelian dan Penjualan Pembudidaya pada umumnya menjual hasil produksi kepada pedagang pengumpul langganan. Adapun cara pembayarannya adalah tunai dan ada pula secara kredit yang dibayarkan satu minggu setelah pembelian. Ikatan seperti ini biasanya terjadi karena pembudidaya sudah percaya kepada pedagang pengumpul, baik dari penetapan harga dan juga pembayaran hasil panen. Pedagang pengumpul menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer yang sudah menjadi langganannya. Setiap pedagang pengumpul pada umumnya mempunyai lebih dari dua pedagang pengecer yang menjadi langganannya. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele ke konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pembayaran yang dilakukan dari pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen akhir yaitu secara tunai. Kosumen memiliki kebebasan dalam memilih Ikan Lele yang akan dibelinya. Pedagang warung tenda pecel lele mengolah Ikan Lele yang berdampak pada perbedaan harga jualnya. Pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga berkisar Rp 6.000,00 Rp 6.500,00 per porsi.

105 Praktek Penentuan Harga Pendapatan pembudidaya sangat dipengaruhi oleh praktek penentuan harga. Pada praktek penentuan harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pembudidaya memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah dan sebagai penerima harga (price taker). Posisi tawar yang lemah disebabkan oleh keterbatasan modal pembudidaya dan lemahnya akses pasar yang dimiliki. Keuntungan yang dimiliki oleh pembudidaya ketika pedagang pengumpul kesulitan dalam mencari Ikan Lele karena sedikitnya hasil Ikan Lele yang dihasilkan oleh pembudidaya. Pada saat itu, pembudidaya dapat menaikkan harga jualnya dan umumnya pedagang pengumpul menyetujui. Pedagang pengumpul merupakan pihak pertama yang menentukan harga Ikan Lele, kemudian diikuti oleh lembaga tataniaga yang ada diatasnya. Harga yang ditentukan berdasarkan dari kesepakatan kedua belah pihak (tawarmenawar) walaupun masih terdapat lembaga tataniaga yang memegang kendali terhadap harga. Semakin banyak informasi pasar yang dimiliki oleh suatu lembaga tataniaga akan semakin kuat posisinya dalam penentuan harga Praktek Pembayaran Harga Praktek pembayaran harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga yaitu: 1. Sistem Pembayaran Tunai Sistem pembayaran tunai adalah pembayaran yang dilakukan secara langsung setelah produk diterima oleh pembeli dan sesuai dengan harga yang telah

106 92 disepakati bersama. Sistem pembayaran tunai ini terjadi pada pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen. 2. Sistem Pembayaran Kemudian (Kredit) Sistem pembayaran secara kredit dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pembudidaya. Hal ini dilakukan karena jumlah Ikan Lele yang dibeli dari pembudidaya dalam jumlah besar sehingga belum tersedianya modal untuk membayar langsung kepada pembudidaya. Pembayaran berjangka kurang lebih satu minggu setelah barang diterima oleh pedagang pengumpul. Cara pembayaran seperti ini biasanya didasari oleh rasa saling percaya antara kedua belah pihak Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga yang menguntungkan dalam tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor yaitu hubungan kerjasama antara pembudidaya dengan pedagang pengumpul. Kerjasama ini didasarkan pada lamanya hubungan dagang dan rasa saling percaya. Kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu dalam tempo waktu pembayaran hasil panen yang lebih cepat. Apabila terjadi panen raya, pembudidaya tersebut akan didahulukan dalam waktu panen. Selain dengan pedagang pengumpul, pembudidaya juga memiliki kerjasama yang baik dengan ketua kelompok dalam hal pakan dan obatobatan, serta kerjasama dengan Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi dalam hal penyediaan benih Ikan Lele dan pembinaan. Sedangkan hubungan kerjasama diantara pedagang perantara lainnya merupakan hubungan sebagai mitra kerja antara penjual dan pembeli untuk memperlancar dan

107 93 mempermudah pembelian dan penjualan, misalnya dalam hal bertukar informasi harga dan permintaan Margin dan Efisiensi Tataniaga Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran 1 Pada saluran 1, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Pada Saluran ini, Ikan Lele hanya dipasarkan di wilayah Kecamatan Ciawi saja. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada konsumen rumah tangga dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.500,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen)

108 94 sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.626,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 414,93%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 1 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 7.000,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 54,84% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 2 Pada saluran 2, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada pedagang pecel lele dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 5.500,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp ,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 10 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp ,00 per kg.

109 95 Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang Pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik dan oksigen) sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.126,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 357,72%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp ,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp ,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 100,38%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 2 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,56 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 16,00% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 3 Pada saluran 3, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, dan pedagang pengecer luar kecamatan. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada

110 96 pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele secara langsung ke pada konsumen rumah tangga dengan harga jual sebesar Rp ,00 per kg. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp 4.000,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %.

111 97 Pedagang Pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 3 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 7.875,51 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 46,32% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 4 Saluran 4 merupakan saluran yang paling panjang karena melibatkan 5 pedagang perantara yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele kepada

112 98 pedagang pecel lele dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp ,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 12 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp ,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00

113 99 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp ,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp ,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 177,45%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 4 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,31 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 11,81%.

114 100 Tabel 10. Distribusi Margin Ikan Lele Sangkuriang Pada Saluran Tataniaga Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga (Rp/Kg) Pembudidaya Harga Jual 8.500, , , ,00 Pedagang Pengumpul Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Volume pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pecel Lele Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Sumber : Diolah dari Lampiran , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 335,28 120, , ,00 316,67 440,56 116, , ,10 414, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 457,16 100, , ,00 316,67 440,56 116, , ,10 357,72 7, , , , , , ,80 100, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 457,16 500, , ,00 225,00 325,00 115, , ,00 351,13 175, , ,00 375,00 565,15 145, , ,85 268, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 335, , , ,00 225,00 325,00 115, , ,00 351,13 250, , ,00 375,00 565,15 145, , ,85 268,61 4, , , , , , ,80 177,45 Total Margin 7.000, , , ,00 Total Keuntungan 5.551, , , ,31 Farmer s share (%) 54,84 16,00 46,32 11,81

115 101 Tabel 11. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga pada Tiap Lembaga Tataniaga Lembaga Tataniaga Keuntungan per Biaya Tataniaga Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Pedagang Pengumpul 335,28 457,16 457,16 335,28 Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan 351,13 351,13 Pedagang Pengecer 414,93 357,72 Pedagang Pengecer Luar Kecamatan 268,61 268,61 Pedagang Pecel Lele 100,38 177,45 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Berdasarkan Tabel 11, ditingkat pedagang pengumpul rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran tataniaga 2 dan 3 yaitu sebesar 457,16% artinya setiap Rp 100,00 biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 457,16. Rasio keuntungan dan biaya terkecil terdapat pada saluran 1 dan 4 sebesar 335,28%. Pada tingkat pedagang pengumpul luar kecamatan, rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada saluran tataniaga 3 dan 4 yaitu sebesar 351,13%. Ditingkat pedagang pengecer rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 414,93% dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga terkecil terdapat pada saluran 2 yaitu sebesar 357,72%. Pedagang pengecer luar kecamatan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga di saluran 3 dan 4 sebesar 268,6%. Sedangkan rasio keuntungan dan biaya terbesar pedagang pecel lele terdapat disaluran 4 sebesar 177,45% dan rasio keuntungan biaya terkecil terdapat di saluran 2 sebesar 100,38%. Berdasarkan uraian mengenai distribusi margin di tiap saluran tataniaga maka dapat diketahui bahwa margin tataniaga total terbesar terdapat pada saluran 4 sebesar Rp ,00 per kg. Pada saluran 4, pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga yang relatif tinggi per ekornya sehingga setelah dikonversikan, harga jual Ikan Lele per kilogramnya menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan margin

116 102 tataniaga yang besar. Sedangkan margin tataniaga total yang terkecil berada pada saluran 1 sebesar Rp 7.000,00 per kg. Pada saluran 1 hanya terdapat dua pedagang perantara sehingga margin tataniaga total yang diperoleh kecil. Tabel 12. Farmer s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya, dan Margin Tataniaga Tiap Saluran Tataniaga Saluran Tataniaga Farmer s Share (%) Rasio Keuntungan dan Biaya (Total) (%) Margin Tataniaga (Total) (Rp) Saluran 1 54,84 383, ,00 Saluran 2 16,00 120, ,00 Saluran 3 46,32 338, ,00 Saluran 4 11,81 191, ,00 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35% dimana setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 383,35. Margin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000,00. Pada saluran 1, farmer s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 dapat dikatakan paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan margin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar. Marjin tataniaga yang besar memang tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, dalam hal ini pada saluran 2 dan 4 walaupun dapat diketahui bahwa adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk serta adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati dengan harga yang lebih mahal, tetapi tetap saja dapat dikatakan bukan merupakan saluran yang efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai farmer s share yang rendah pada saluran 2 dan 4.

117 103 Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menggunakan acuan bahwa biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik tataniaga dan adanya kompetisi pasar yang sehat. Struktur pasar yang terbentuk diantara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dan antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele yaitu bersifat oligopoli. Struktur pasar oligopoli mencerminkan adanya penekanan harga dari pihak yang memiliki informasi lebih banyak. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang bersifat oligopsoni menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Jumlah pembudidaya yang banyak selaku produsen menyebabkan jumlah produk di pasar menumpuk pada panen raya sehingga harga menjadi lebih rendah. Hal ini akan merugikan pembudidaya karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaan.

118 104 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan : Lembaga dan Saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari empat saluran tataniaga, yaitu : 1) Pembudidaya Pengumpul Pengecer Konsumen Akhir 2) Pembudidaya Pengumpul Pengecer Pedagang Pecel Lele Konsumen 3) Pembudidaya Pengumpul Pengumpul Luar Kecamatan Pengecer Luar Kecamatan Konsumen Akhir 4) Pembudidaya Pengumpul Pengumpul Luar Kecamatan Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat yaitu : Pedagang pengumpul : fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading dan informasi pasar). Struktur pasar yang terbentuk diantara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dan antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele yaitu bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan harga, pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Pembudidaya menjual hasil produksi ke pengumpul dengan cara pembayaran tunai maupun kredit. Pembayaran yang dilakukan

119 105 dari pedagang pengumpul sampai dengan ke konsumen akhir dilakukan secara tunai. Pembudidaya sebagai penerima harga. Hubungan kerjasama yang menguntungkan yaitu antara pembudidaya dengan pengumpul dan antara pembudidaya dengan kelompok budidaya, sedangkan hubungan kerjasama diantara pedagang perantara lainnya merupakan hubungan sebagai mitra kerja. Berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya (total) saluran yang paling efisien adalah saluran 1 dengan nilai masingmasing Rp 7.000,00 per kg, 54,84%, 383,35%. Saluran tataniaga 1 dikatakan paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan margin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar Saran Untuk mengoptimalkan kegiatan tataniaga dan pencapaian tingkat keuntungan yang lebih baik, diharapkan Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang dapat menjadi sarana atau wadah bagi para anggotanya (pembudidaya) dalam bertukar atau memperoleh informasi mengenai harga yang berlaku dipasaran sehingga posisi tawar pembudidaya menjadi lebih kuat. Pembudidaya yang berada dalam satu kelompok sebaiknya bergabung untuk mendistribusikan hasil produksi (Ikan Lele Sangkuriang) secara langsung ke pengecer yang ada di pasarpasar, tanpa harus melalui pengumpul. Sehingga marjin yang akan terbentuk menjadi rendah dan akan meningkatkan farmer s share.

120 106 Pembudidaya juga sebaiknya dapat menjalin kerjasama yang baik dengan pedagang pecel lele. Sehingga pembudidaya dapat menjual Ikan Lele Sangkuriang secara langsung ke pedagang pecel lele, mengingat permintaan Ikan Lele Sangkuriang ditingkat pedagang pecel lele sangat tinggi dan terus meningkat. Bagi pembudidaya, posisi tawarnya akan lebih meningkat dibandingkan dengan menjual langsung ke pengumpul, harga jual dapat lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Walaupun harus mengeluarkan tambahan biaya untuk pengangkutan atau pengiriman Ikan Lele sampai ke tangan beberapa pedagang pecel lele. Bagi pedagang pecel lele hal tersebut juga akan lebih menguntungkan, karena harga beli Ikan akan lebih murah dibandingkan dengan membeli melalui pengecer, baik yang ada di dalam ataupun diluar kecamatan. Selain itu, dapat menghemat biaya transportasi. Dari adanya empat saluran yang telah terbentuk saat ini, maka dapat dinyatakan bahwa saluran 1 dapat dijadikan alternatif pilihan yang paling baik jika ingin melakukan usaha dibidang tataniaga Ikan Lele Sangkuriang. Karena marjin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil, farmer s share yang paling besar dan rasio keuntungan dan biaya yang paling besar pula. Sehingga saluran 1 merupakan saluran yang paling efisien.

121 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Azzaino, Z Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor: Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Dahl dan Hammond, J.W Market and Price Analysis The Agricultural Industry. Mc. GrawHill Book Company. New York. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Mengenal Lebih Jauh Ikan Lele Sangkuriang. [26 November 2007]. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Buku Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Buku Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Budidaya Lele Sangkuriang. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. Hanafiah, AM dan Saefudin Tataniaga Hasil Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia (UI) Press. Khairuman dan K Amri Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Jakarta: Agro Media Pustaka. Limbong, W.H dan P. Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nurasiah, H Analisis Pendapatan dan Pemasaran Ikan Hias Air Tawar di Desa Cibitung Tengah, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ratna, W Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

122 108 Reynold PS Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Maskoki Oranda (Carrausius auratus) Kasus di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Sudiyono, Armand Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Sunarma A Peningkatan Produktivitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Sukabumi : Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

123

124 110 Lampiran 1. Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 52 Pembudidaya SMP Lakilaki 40 Pembudidaya SMP Lakilaki 42 Pembudidaya SD Lakilaki 32 Pembudidaya SMP Lakilaki 39 Pembudidaya SD Lakilaki 29 Pembudidaya SMA Lakilaki 34 Pembudidaya SMP Lakilaki 33 Pembudidaya SMA Lakilaki 37 Pembudidaya SMP Lakilaki 40 Pembudidaya SD Lakilaki 36 Pembudidaya SMA Lakilaki 48 Pembudidaya SD Lakilaki 39 Pembudidaya SMA Lakilaki 43 Pembudidaya SMP Lakilaki 44 Pembudidaya SD 6 7 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

125 111 Lampiran 2. Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 41 Pedagang SMA Lakilaki 37 Pedagang SMA Lakilaki 52 Pedagang SD 9 27 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009 Lampiran 3. Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Ikan Lele Sangkuriang di Luar Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 45 Pedagang SMA Lakilaki 41 Pedagang SMA 6 22 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009 Lampiran 4. Karakteristik Responden Pedagang Pengecer Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 31 Pedagang SMP Lakilaki 28 Pedagang SMP Lakilaki 40 Pedagang SD 6 25 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

126 112 Lampiran 5. Karakteristik Responden Pedagang Pengecer Ikan Lele Sangkuriang di Luar Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 43 Pedagang SMA Lakilaki 27 Pedagang SMA 4 4 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009 Lampiran 6. Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Jumlah Pengalaman No. Jenis Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggungan Usaha Responden Kelamin (Tahun) (Orang) (Tahun) 1 Lakilaki 32 Pedagang SMA Lakilaki 46 Pedagang SMP Lakilaki 37 Pedagang SMA 4 8 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

127 113

128 114 Lampiran 8. Rincian Biaya Pedagang Pengumpul per Kg No. Responden Keterangan Biaya (Rp/Hari) Biaya (Rp/Kg) Biaya Terminal (Rp/Kg) 1 1. Transportasi Penyusutan Bobot Upah Kerja Plastik Oksigen Transportasi Penyusutan Bobot Upah Kerja Plastik Oksigen Transportasi Penyusutan Bobot Upah Kerja Plastik Oksigen Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

129 115

130 116 Lampiran 10. Rincian Biaya Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan per Kg No Responden Keterangan Biaya (Rp/Hari) Biaya (Rp/Kg) Biaya Terminal (Rp/Kg) 1 1. Transportasi Penyusutan Bobot Upah Kerja Plastik Oksigen Transportasi Penyusutan Bobot Upah Kerja Plastik Oksigen Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

131 117

132 118

133 119

134 120

135 121

136 122 Lampiran 16. Rincian Biaya Pedagang Pecel Lele per Porsi No Volume Penjualan (Porsi) Keterangan Biaya (Rp/Hari) Biaya Terminal (Rp/Porsi) Biaya Transportasi (Rp/Porsi) Biaya Tataniaga (Rp/Porsi) 1 Lele = Biaya Transportasi ,76 Ayam = Upah Pekerja , ,36 Bebek = Retribusi ,99 Burung = Listrik ,98 Seafood = Bumbu+Lalapan ,92 Tahu = Minyak Goreng ,52 Tempe =10 7. Gas ,88 Total = Plastik ,94 9. Kertas Nasi , Lainlain ,82 2 Lele = Biaya Transportasi ,85 Ayam = Upah Pekerja , ,69 Bebek = Retribusi ,70 Tahu =15 4. Listrik ,38 Tempe =15 5. Bumbu+Lalapan ,46 Total = Minyak Goreng ,77 7. Gas ,92 8. Plastik ,46 9. Kertas Nasi , Lainlain ,92 3 Lele = Biaya Transportasi ,00 Ayam = Upah Pekerja , ,66 Tahu =15 3. Retribusi ,33 Tempe =10 4. Listrik ,67 Total =75 5. Bumbu+Lalapan ,00 6. Minyak Goreng ,67 7. Gas ,33 8. Plastik ,00 9. Kertas Nasi , Lainlain ,33 Total 473, ,71 Ratarata 157, ,90 Sumber : Data Primer, September Oktober 2009

137 123

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Ikan Lele Sangkuriang Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR (Studi Kasus pada Ben s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A14101704

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis) Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Lingkungan Bisnis) Nama : Yogi Renditya NIM : 11.02.7920 Kelas : 11-D3MI-01 Abstrak Budi daya ikan lele bisa dibilang gampang-gampang susah, dikatakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii iii PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo memiliki

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A14105719 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A

STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A.14105704 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SARI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR Oleh : Topan Candra Negara A14105618 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG Bambang Sumarsono 10.11.3841 TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Abstrak Ikan lele merupakan keluarga Catfish yang memiliki jenis yang sangat banyak,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG SAYUR KELILING DI KELURAHAN TEGALLEGA KOTA BOGOR. O l e h HEMNUR ZUHRISKI A

ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG SAYUR KELILING DI KELURAHAN TEGALLEGA KOTA BOGOR. O l e h HEMNUR ZUHRISKI A ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG SAYUR KELILING DI KELURAHAN TEGALLEGA KOTA BOGOR O l e h HEMNUR ZUHRISKI A14105552 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A 14105563 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI Oleh: ARIEF FERRY YANTO A14105515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI Oleh Sazili Musaqa A07400548 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR. Oleh : Irwan Firdaus A

OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR. Oleh : Irwan Firdaus A OPTIMALISASI DISTRIBUSI SAYURAN DAN BUAH PADA SENTRA AGRO MANDIRI DI KOTA BOGOR Oleh : Irwan Firdaus A 14104572 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

PREFERENSI DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS LOKAL PANDAN WANGI DI KABUPATEN CIANJUR. Oleh : AMATU AS SAHEDA A

PREFERENSI DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS LOKAL PANDAN WANGI DI KABUPATEN CIANJUR. Oleh : AMATU AS SAHEDA A PREFERENSI DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS LOKAL PANDAN WANGI DI KABUPATEN CIANJUR Oleh : AMATU AS SAHEDA A14105511 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) Oleh LUSIANA AGUSTINA A14304052 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) Oleh : Zahakir Haris A14104638 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame 2.1.1 Budidaya Ikan Gurame Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui proses budidaya. Selain itu,

I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui proses budidaya. Selain itu, I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan pustaka 1. Kelompok usaha perikanan Usaha perikanan merupakan salah bentuk dari upaya pelestarian ikan, yang bertujuan untuk pemenuhan ketersediaan ikan melalui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) EKO SUPRIYANA A.14101630 PROGRAM STUDI EKSTENSI

Lebih terperinci