ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 ii

3 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Risnanda Patria Perdana NIM H

4 iv

5 v ABSTRAK RISNANDA PATRIA PERDANA. Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH. Lele sangkuriang merupakan produk perikanan unggulan di Kabupaten Tegal, namun marjin pemasaran selalu meningkat. Hal ini menunjukan bahwa pemasaran yang tidak efisien. Tujuan penelitian adalah menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi pasar, struktur pasar, prilaku pasar, marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan pada Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Penentuan pembudidaya responden berdasarkan metode purposive sampling, sedangkan untuk pedagang responden berdasarkan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Kecamatan Tarub, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 3 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Tarub adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Pangkah, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Pangkah adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Kramat, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Kramat adalah saluran tataniaga I. Kata kunci: efisiensi, lele sangkuriang, pemasaran ABSTRACT RISNANDA PATRIA PERDANA. Lele Sangkuriang Marketing Analysis in Tegal Regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH. Lele sangkuriang is a superior fishery products in Tegal regency, but marketing margin had been increased. This showed that the marketing was not efficient. The objective of this research is to analyze marketing channels, marketing institutions, marketing functions, marketing structures, marketing conducts, marketing margin, farmer s share and profit ratio againt cost of the lele sangkuring marketing in Tegal regency. This research is conducted in the Tarub district, Pangkah district and Kramat district. Determination of farmer respodents based on purposive sampling method, whereas for merchants respondents by snowball sampling method. The results of this research show that Tarub district has 3 marketing channels. The most efficient marketing channels in Tarub district is second marketing channels. Pangkah district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Pangkah district is second marketing channels. Kramat district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Kramat district is first marketing channels. Keywords: efficiency, lele sangkuriang, marketing

6 vi

7 vii ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 viii

9

10 x

11 xi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah Tataniaga dengan judul Anilisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribus selaku dosen pembimbing penelitian, Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama serta Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji akademik di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprila, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama menjalani masa-masa perkuliahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa, support dan kasih sayangnya. Bogor, Januari 2016 Risnanda Patria Perdana

12 xii

13 xiii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xii xiii xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 8 TINJAUAN PUSTAKA 8 Tataniaga Agribisnis 8 Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang 10 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 11 Kerangka Pemikiran Operasional 17 METODE PENELITIAN 20 Lokasi dan Waktu Penelitian 20 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Pengumpulan Data 21 Metode Pengolahan dan Analisis Data 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 24 Karakteristik Pembudidaya Responden 26 Karakteristik Pedagang Responden 28 Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga 31 Analisis Fungsi Tataniaga 41 Analisis Struktur Pasar 55 Analisis Prilaku Pasar 57 Analisis Marjin Tataniaga 59 Analisis Farmer s Share 62 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 64 Efesiensi Tataniaga 71 SIMPULAN DAN SARAN 74 Simpulan 74 Saran 74 DAFTAR PUSTAKA 75 LAMPIRAN 76 RIWAYAT HIDUP 84

14 xiv DAFTAR TABEL 1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun Pertumbuhan rata rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal 6 5. Rata rata produksi lele sangkuriang tiap kecamatan di Kabupaten Tegal tahun Distribusi usia pembudidaya responden Tingkat pendidikan terakhir pembudidaya responden Pengalaman budidaya lele sangkuriang Luas kolam budidaya lele sangkuriang Distribusi usia pedagang responden Tingkat pendidikan terakhir pedagang responden Pengalaman berdagang pedagang responden Volume penjualan pedagang responden Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun

15 30. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Tarub tahun Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Pangkah tahun Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Kramat tahun xv DAFTAR GAMBAR 1 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin pemasaran 16 2 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Tarub 33 3 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Pangkah 37 4 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Kramat 39 DAFTAR LAMPIRAN 1 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Tarub 76 2 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah 77 3 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Kramat 77 4 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Tarub 79 5 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah 79 6 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Kramat 79 7 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Tarub 80 8 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Tarub 80 9 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga III Kecamatan Tarub Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Pangkah Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Pangkah Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Kramat Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Kramat 83

16

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam hal membangun bangsa, peran tersebut dapat berupa pada peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Untuk menjalankan peran tersebut, maka pemerintah perlu melakukan beberapa strategi penting. Salah satu strategi dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat adalah meningkatkan produksi budidaya perikanan. Ikan konsumsi merupakan salah satu potensi dari sektor perikanan yang dapat ditingkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan juga pemenuhan gizi masyarakat. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi budidaya perikanan yang cukup melimpah. Pada tahun 2013 Kabupaten Tegal memiliki potensi budidaya perikanan seluas ha, luasan tersebut meliputi areal kolam air tawar sebesar ha dan tambak seluas ha yang terdapat di 18 kecamatan. Total produksi budidaya perikanan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 mencapai kg. Jumlah produksi tersebut terdiri dari budidaya kolam air tawar sebanyak kg dan budidaya tambak sebanyak kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa budidaya kolam air tawar mendominasi produksi budidaya perikanan di Kabupaten Tegal. Budidaya perikanan di Kabupaten Tegal khususnya budidaya kolam air tawar merupakan potensi yang selalu diupayakan agar dapat meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian produksi budidaya kolam air tawar yang selalu meningkat pada Tabel 1. Tabel 1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun Tahun Jumlah Produksi (kg) Persentase Pertumbuhan (%) Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2013 (diolah) Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi budidaya kolam air tawar dari tahun 2009 hingga 2013 selalu meningkat, dengan persentase perubahan tertinggi terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar persen dengan pencapaian jumlah produksi sebanyak kg. Dengan kata lain produksi kolam air tawar pada tahun 2013 meningkat hampir empat kali lipat dari produksi tahun sebelumnya, fakta tersebut menunjukan bahwa pemerintahan Kabupaten Tegal serius dalam hal meningkatkan potensi perikanan khususnya pada budidaya kolam air tawar. Keberhasilan tersebut karena Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan Kabupaten

18 2 Tegal telah melakukan beberapa langkah strategis yang disahkan melalui Peraturan Bupati Tegal nomor 13 tahun 2008, yaitu antara lain: 1. Membina peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemberdayaan pelaku usaha perikanan, memberikan bimbingan teknis. 2. Menyebarluaskan dan menerapkan teknologi perikanan. 3. Melakasanakan pembinaan dan penyuluhan pembudidaya dan pembenihan perikanan air tawar beserta mutu hasilnya. 4. Melaksanakan pembangunan dan pengolahan balai benih ikan air tawar. 5. Melakasanaan pengadaan, penggunaan peredaran dan pengawasan terhadap ikan, obat dan pakan ikan. 6. Memanfaatkan potensi penyediaan dan pengeloalaan sarana dan prasarana pembudidayaan ikan. Pencapaian jumlah produksi budidaya perikanan kolam air tawar pada tahun 2013 yang sebanyak kg tersebut tediri dari produksi budidaya beberapa jenis ikan antara lain ikan lele sebanyak kg, ikan nila sebanyak kg, ikan tawes sebanyak kg, ikan gurame sebanyak kg, ikan mas sebanyak kg, ikan bawal sebanyak kg dan ikan patin sebanyak 600 kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dengan jumlah produksi sebanyak kg. Hal ini karena pemerintah Kabupaten Tegal selalu berupaya agar jumlah produksi ikan lele meningkat tiap tahunnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam data yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun Jenis Ikan Jumlah Produksi (Kg) Total (Kg) Rata-Rata (Kg/th) Persentase (%) Lele Nila Tawes Gurame Mas Bawal Patin Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah) Pada Tabel 2 menunjukan bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dibanding ikan jenis lain. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata produksi ikan air tawar Kabupaten Tegal dari tahun 2009 sampai 2013, bahwa ikan lele memiliki persentase tertinggi yaitu persen, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan lele merupakan komoditas paling dominan pada budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal. Produksi tiap tahun ikan lele selalu meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2013 dan total jumlah produksi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah sebanyak kg, sehingga rata-rata yang diperoleh pada produksi ikan lele dari tahun 2009 hingga 2013 adalah kg per tahun. Melihat dari data tersebut dapat diprediksi bahwa produksi ikan lele untuk tahun tahun berikutnya akan terus meningkat.

19 Maka dari itu, ikan lele pantas dijadikan sebagai produk ikan unggulan pada budidaya perikanan di Kabupaten Tegal. Ikan lele merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi yang digemari masyarakat karena rasanya yang gurih. Lele mengandung banyak gizi yang dibutuhkan dalam tubuh, antara lain kadar air 78.5 persen, sumber energi 90 kal, protein 18.7 gr, lemak 1.1 gr, kalsium (Ca) 15 mgr, posfor (P) 260 mgr, zat besi (Fe) 2 mgr, natrium 150 mgr, tiamin (Vit B1) 0.1 mgr, riboflavin (Vit B2) 0.05 mgr, niasin 2 mgr (FAO, 1972). Maka dari itu lele dapat memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat-zat lain nya untuk menjalankan aktivitas. Selain bergizi tinggi, ikan lele juga mudah dibudidayakan karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas, dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya yang relatif mudah dimengerti masyarakat, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat, dan bernilai ekonomi relatif tinggi. Jenis Lele yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Tegal adalah jenis Lele Sangkuriang. Lele Sangkuriang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang diperkenalkan pada tahun 2004 melalui pengukuhan dari Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KP.26/MEN/2004 tanggal 21 Juli Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui rekayasa perkawinan silang antara induk betina generasi kedua (F2) lele dumbo dengan induk jantan generasi keenam (F6) lele dumbo. Induk betina generasi kedua (F2) merupakan koleksi indukan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Indukan tersebut adalah keturunan kedua lele dumbo yang diperkenalkan di Indonesia pada tahun Sedangkan induk jantan generasi keenam (F6) merupakan sediaan indukan yang dimiliki oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Perkawinan silang ini dilakukan dengan langkah awal mengkawinkan antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) yang menghasilkan induk jantan lele dumbo jantan (F2 F6) kemudian induk jantan lele dumbo jantan (F2 F6) dikawinkan lagi dengan induk betina generasi kedua (F2) yang akhirnya menghasilkan lele sangkuriang. Dari segi biologis, alasan jenis lele sangkuriang digunakan pembudidaya di Kabupaten Tegal karena memiliki efektivitas penyerapan pakan yang baik yang ditunjukkan dengan nilai FCR (Food Convertion Ratio) 1:1 yang artinya setiap 1 kg pakan yang dimakan, akan membentuk 1 kg daging, sehingga hal ini menyebabkan produksi lebih tinggi misal dalam ekor benih lele sangkuriang diberi pakan 100 kg maka akan menghasilkan lele sangkuriang siap konsumsi 100 kg, berbeda dengan lele dumbo biasa yang hanya menghasilkan kg. Selain itu, masa panen lele sangkuriang lebih cepat daripada lele dumbo. Ditingkat pembenihan, pertumbuhan lele sangkuriang dari ukuran 2 3 cm untuk mencapai ukuran 5 6 cm, hanya membutuhkan waktu hari, namun lele dumbo membutuhkan waktu hari. Ditingkat pembesaran untuk ukuran siap panen lele sangkuriang membutuhkan waktu hari, namun lele dumbo membutuhkan waktu 3 4 bulan. Kemampuan bertelur lele sangkuriang dinilai lebih baik daripada lele dumbo. Lele sangkuriang mampu bertelur sebanyak butir dalam sekali pemijahan dan daya tetas telur tinggi yaitu sekitar 90 persen, berbeda dengan lele dumbo yang hanya mampu bertelur sebanyak butir dalam sekali pemijahan dan daya tetas telur hanya 80 persen. Begitu juga dengan dagingnya, lele sangkuriang memiliki tekstur daging yang lebih padat 3

20 4 dan minim kandungan lemak serta rasanya yang renyah, gurih dan tidak berbau lumpur jika dibanding lele dumbo. Meski lele tidak memilik sisik ikan seperti ikan air tawar lainnya yang digunakan dalam melindungi kulit dan tubuh ikan terutama dari penyakit, namun lele memiliki lendir yang fungsinya hampir sama dengan sisik ikan pada ikan air tawar umumnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, lele sangkuriang tahan terhadap bakteri Trichoda sp dan Ichthiophthirius sp yang biasa menyerang ikan air tawar. Dewasa ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi protein hewani khususnya dari ikan, hal ini karena banyak masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteran, selain itu masyarakat saat ini mulai sadar mengenai penting gizi protein hewani terutama dari ikan. Kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi ikan di Kabupaten Tegal dapat ditunjukan dalam Tabel 3. Tabel 3. Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun Tahun Konsumsi ikan (kg/kap) Persentase perubahan (%) Sumber : Buku Profil Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2014 Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal cenderung meningkat. Pada awalnya ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Tegal sebanyak 2.13 kg/kapita/tahun, namun ditahun berikutnya terdapat penurunan sebesar persen sehingga konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Tegal menjadi 2.03 kg/kapita/tahun, presentase perubahan tertinggi ditunjukan pada tahun 2012 yaitu sebesar persen atau sebanyak 6.07 kg/kapita/tahun. Hal tersebut karena sudah semakin sadarnya masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi protein hewani dari ikan dan juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat, hingga pada akhirnya terdapat peningkatan konsumsi ikan pada tahun 2013 sebesar persen atau sebanyak 7.57 kg/kapita/tahun. Cenderung meningkatnya konsumsi ikan secara tidak langsung dipengaruhi oleh konsumsi ikan lele sangkuriang, karena pada Tabel 2 menunjukan bahwa persentase rata rata produksi tertinggi adalah ikan lele sangkuriang, yaitu sebesar persen. Sehingga ikan lele sangkuriang mempunyai peranan dalam hal tingkat konsumsi ikan walau belum dibandingkan dengan produksi ikan secara keseluruhan. Hal ini dapat ditunjukan secara langsung dengan semakin maraknya restoran atau rumah makan yang menyediakan masakan yang berbahan dasar ikan lele dengan berbagai inovasinya, sehingga hal ini menjadikan masakan berbahan dasar ikan lele beserta inovasinya menjadi tren pada kalangan penikmat kuliner di Kabupaten Tegal. Maka dari itu, dapat diprediksi bahwa konsumsi ikan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal akan terus meningkat untuk tahun tahun berikutnya, sehingga usaha budidaya ikan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal masih memberikan peluang kepada

21 pembudidaya ikan lele sangkuriang untuk mengekspansi usahanya baik dengan meluaskan lahan dan meningkatkan produksinya. Peluang pembudidaya ikan lele sangkuriang dalam memenuhi permintaan pasar harus disertai dengan berbagai pertimbangan dalam memasarkan produk yang dihasilkan, karena akan percuma apabila pembudidaya mampu meningkatkan produksi namun produk tersebut tidak dapat dipasarkan secara sempurna. Lele merupakan produk perikanan yang bersifat perishable atau mudah rusak/busuk. Untuk menjaga kualitas dan memenuhi tuntutan dari konsumen yang menginginkan ikan dalam keadaan segar maka diupayakan ikan lele sangkuriang dapat cepat sampai di tangan konsumen dengan melalui beberapa pihak tataniaga yang tepat. Sehingga diperlukan informasi pasar untuk dapat mengetahui kapan, dimana dan berapa banyak produk yang diminta oleh pasar agar produk dapat segera disalurkan. Namun pembudidaya juga ingin mendapatkan harga yang layak agar pembudidaya dapat terangsang dalam keberlanjutan usaha budidaya dan dapat meningkatkan kesejahteraan, hal tersebut dapat diupayakan dengan melakukan penelitian mengenai efisiensi tataniaga. Penelitian mengenai efisiensi tataniaga diharapkan dapat memberikan solusi mengenai saluran tataniaga yang efesien yang dapat memberikan keuntungan yang adil pada tiap lembaga tataniaga ikan lele sangkuriang. Keuntungan yang adil adalah apabila para lembaga tataniaga mendapat bagian yang sesuai dengan fungsi fungsi yang dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen, sehingga dari sini akan menghasilkan marjin tataniaga yang tidak terlalu besar, maka harga jual di tingkat konsumen akhir akan terjangkau. 5 Perumusan Masalah Kabupaten Tegal merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budidaya lele sangkuriang karena usaha budidaya lele sangkuriang masih dapat ditingkatkan produksinya, hal ini dapat dilihat dari produksi lele tiap tahun semakin meningkat. Selain itu, permintaan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal cukup tinggi dan cenderung akan terus meningkat permintaannya. Inilah yang akan menjadi peluang bagi pembudidaya lele sangkuriang untuk mengekspansi usaha budidaya dengan memperluas lahan dan meningkatkan produksi. Namun dalam menjalankan usaha budidaya lele sangkuriang, pembudidaya perlu mempertimbangkan untuk memasarkan produk ini, agar produk yang melimpah nantinya dapat disalurkan dengan harga yang layak dan semua produk dapat terjual. Begitu juga dengan harapan konsumen, untuk bisa mendapatkan ikan lele sangkuriang dalam keadaan segar dan harga ditingkat konsumen yang terjangkau sehingga konsumen mendapat kepuasaan. Kepuasan konsumen menjadi penting karena hal tersebut merupakan indikator terciptanya tataniaga yang efisien. Dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukan bahwa harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun 2013 pada tingkat pembudidaya mengalami peningkatan. Sehingga terdapat rata rata pertumbuhan harga yang bernilai positif dari bulan Januari hingga Desember yaitu sebesar 0.12 persen. Peningkatan harga lele sangkuriang di tingkat pembudidaya juga diikuti dengan peningkatan harga lele sangkuriang di tingkat konsumen akhir. Peningkatan harga lele sangkuriang yang

22 6 terjadi di tingkat konsumen akhir juga menyebabkan rata rata pertumbuhan harga yang bernilai positif yaitu sebesar 1.69 persen. Tabel 4. Pertumbuhan rata rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun 2013 Bulan Harga (Rp/kg) Marjin tataniaga Pembudidaya Konsumen akhir (Rp/kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata - rata petumbuhan (%) Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah) Walaupun kedua harga lele sangkuriang di tingkat pembudidaya dan di tingkat konsumen akhir mengalami peningkatan, namun besarnya pertumbuhan peningkatan harga berbeda cukup signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari selisih nilai rata rata pertumbuhan harga pada kedua tingkatan yaitu sebesar 1.57 persen yang lebih besar pada rata rata pertumbuhan harga di tingkat konsumen akhir. Hal tersebut mengindikasikan bahwa besarnya kenaikan harga di tingkat konsumen akhir tidak diikuti oleh kenaikan harga yang adil di tingkat pembudidaya. Sehingga dapat dilihat pada marjin tataniaga (selisih harga pada tingkat konsumen akhir dengan harga tingkat pembudidaya) selalu mengalami peningkatan tiap bulan, dengan rata rata pertumbuhan sebesar persen tiap bulan. Hal ini berdampak pada kekecewaan konsumen akhir karena harga lele sangkuriang yang bertambah mahal, begitu juga dengan pembudidaya yang merasa bagian yang didapatnya belum cukup adil. Hal tersebut sangat mempengaruhi kesejahteraan pembudidaya, apalagi para pembudidaya juga mengeluh tentang harga pakan yang mahal, sehingga keuntungan yang didapat menjadi relatif sedikit. Alasan tersebut dapat menjadikan pembudidaya enggan untuk meneruskan usaha budidaya lele sangkuriang, sehingga hal ini akan menyebabkan kekurangan pasokan komoditas lele sangkuriang. Untuk meminimalisir dampak tersebut maka diperlukan mencari pilihan mengenai saluran pemasaran yang efisien. Secara umum pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal memiliki skala usaha mikro dengan kriteria modal kurang dari Rp 50 juta; volume/luas unit usaha kurang dari 1000 m²; hasil penjualan per tahun kurang dari Rp 60 juta; dan

23 jumlah tenaga kerja kurang dari 2 orang (menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. Nomor PER.05/MEN/2009). Hal ini akan sulit bagi pembudidaya dengan skala usaha mikro dalam memiliki posisi tawar yang kuat tanpa adanya sebuah perkumpulan atau organisasi yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Sebagian besar pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tergabung dalam kelompok pembudidaya ikan. Harapan dari kelompok pembudidaya ikan tersebut adalah sebagai wadah bertukar pikiran dan kerjasama, sehingga mampu menghadapi masalah dan memiliki posisi tawar yang kuat. Namun sayangnya kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, karena kurangnya komunikasi atau pertemuan rutin yang seharusnya dilakukan, sehingga fungsi kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak dapat berjalan lancar. Hal ini yang menyebabkan pembudidaya kurang mendapatkan informasi mengenai pasar sehingga pembudidaya kesulitan dalam menetapkan harga jual hasil panen. Harga yang ditetapkan pembudidaya dalam menjual lele sangkuriang kepada pedagang adalah Rp ,00 hingga Rp ,00, sedangkan harga beli konsumen akhir adalah Rp ,00 hingga Rp ,00. Perbedaan harga jual pembudidaya dengan harga beli konsumen akhir ini dipengaruhi oleh fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Dalam menjalankan fungsi fungsi tersebut, lembaga tataniaga memerlukan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pembudidaya. Agar sistem pemasaran dapat seefisien mungkin, maka diperlukan untuk memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan nilai yang diterima pembudidaya, memperkecil biaya pemasaran serta mampu menciptakan harga jual yang terjangkau dalam batas daya beli konsumen akhir. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari kondisi sistem pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis marjin pemasaran, analisis farmer s share, dan analisis keuntungan dan biaya. Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar? 2. Bagaimana efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis marjin tataniaga, analisis farmer s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya? 7 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar. 2. Menganalisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis marjin tataniaga, analisis farmer s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya.

24 8 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapakan memberikan beberapa manfaat antara lain: 1. Bagi pembudidaya lele sangkuriang, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai tataniaga lele sangkuriang yang efisien. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan kebijakan yang menguntungkan bagi para pelaku bisnis lele sangkuriang setelah mengetahui kondisi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini terbatas pada pembudidaya lele sangkuriang dan lembaga-lembaga yang terkait dalam tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian ini dilakukan terhadap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal, dalam arti, pembudidaya lele sangkuriang berdomisili di wilayah Kabupaten Tegal khususnya pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Adapun aliran tataniaga produk setelah pembudidaya produksi primer hingga konsumen akhir, dapat berada diluar tiga kecamatan yang telah disebutkan sebelumnya, sesuai dengan saluran tataniaga yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya. Penelitian ini hanya membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu tentang saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, prilaku pasar dan efisiensi tataniaga. Seluruh hasil perhitungan pada penelitian ini didasarkan pada harga dan kondisi saat pengambilan data dilakukan, yaitu pada bulan Maret hingga Mei tahun TINJAUAN PUSTAKA Tataniaga Agribisnis Sistem tataniaga dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis yaitu analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar. Analisis saluran dan lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui mengenai jumlah saluran yang terjadi dan lembaga apa saja yang terkait dalam suatu tataniaga. Dalam tataniaga komoditas produk agribisnis jumlah saluran yang terbentuk antara 2 saluran (Harahap 2010), 3 saluran (Sembiring 2013) (Safitri 2009), 4 saluran (Puspitasari 2010) (Alfikri 2014), 5 saluran (Tarigan 2014), 6 saluran (Faisal 2010) hingga 8 saluran (Luthfi 2014), hal ini tergantung dengan komoditas yang dipasarkan dan juga kondisi pasar pada lokasi komoditas. Ada beberapa lembaga yang terkait dalam saluran tataniaga yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer (Safitri 2009;

25 Sembiring 2013; Alfikri 2014; Luthfi 2014; Tarigan 2014) dan juga beberapa agen perantara seperti warung pecel lele (Puspitasari 2010), rumah potong ayam (Tarigan 2014), rumah potong hewan (Faisal 2010). Fungsi fungsi yang dilakukan tiap lembaga dalam tataniaga pun berbeda, tergantung dari komoditas yang dipasarkan seperti pada penelitian Puspitasari (2010) yang melakukan penelitian tentang tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi. Fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lele sangkuriang seperti pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari petani dan menjual kembali pada lembaga berikutnya); fungsi fisik (penyimpanan lele sangkuriang dan pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (permodalan, penanggungan risiko, standarisasi dan grading, dan informasi pasar). Berbeda dengan Safitri (2009) yang melakukan penelitian tentang tataniaga telur ayam kampung di Kabupaten Bogor. Fungsi yang dilakukan pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari peternak dan kemudian menjual kepada lembaga berikutnya); fungsi fisik (pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (biaya, penangungan risiko dan informasi pasar). Pada kedua penelitian oleh Puspitasari (2010) dan Safitri (2009) terdapat perbedaan fungsi antara lembaga ditingkat pedagang pegumpul yaitu pada fungsi fisik. Pada penelitian Puspitasari (2010) fungsi fisik pada pedagang pengumpul melakukan fungsi penyimpanan terhadap lele sangkuriang. Hal ini karena lele sangkuriang sangat rentan terhadap proses penyusutan dan kematian walau lele sangkuriang baru diterima dari petani sekalipun. Berbeda dengan penelitan Safitri (2010) yang dalam fungsi fisik pada pedagang pengumpul tidak melakukan penyimpanan, hal ini karena telur ayam lebih lama proses pembusukannya sehingga tidak diperlukan proses penyimpanan, mengingat telur ayam baru didistribusikan dari peternak, sehingga keadaan telur ayam masih segar. Begitu juga pada fungsi fasilitas, terdapat perbedaan antara kedua penelitian. Pada penlitian Puspitasari (2010) fungsi fasilitas yang dilakukan pedang pengumpul melakukan sortasi dan grading, hal ini karena lele sangkuriang terdapat variasi dimensi dan massa yang cukup besar antara tiap masing-masing lele sangkuriang, sehingga perlu dilakukan grading agar dapat mengetahui potensi atau nilai tambah dalam lele sangkuriang dan juga mempermudah dalam penjualan karena hanya memberikan sampel tiap grade-nya. Berbeda dengan penelitan Safitri (2009) yang hanya melakukan sortasi tanpa melakukan grading. Sortasi dilakukan untuk memilah telur yang layak dijual dengan telur yang pecah, karena dalam pengangkutan telur ayam rentan terjadi pecah telur. Sedangkan grading tidak dilakukan karena telur ayam rata-rata memiliki dimensi dan massa yang relatif seragam. Struktur pasar merupakan sifat organisasi pasar yang mempengaruhi prilaku dan keragaan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa karakteristik antara lain jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi produk, hambatan keluar masuk pasar, informasi pasar yang dimiliki oleh pihak yang terlibat dalam tataniaga. Struktur pasar dibagi menjadi dua kategori yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pada penelitian terdahulu terdapat perbedaan stuktur pasar pada tingkat petani, hal ini tergantung pada karakteristik yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa penelitian yang masuk pada kategori struktur pasar persaingan sempurna (Sembiring 2013; Luthfi 2014), struktur pasar 9

26 10 oligopoli (Safitri 2009; Faisal 2010; Tarigan 2014), dan struktur pasar oligosopni (Puspitasari 2010; Harahap 2011). Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga tataniaga. Pada penelitian terdahulu terdapat beberapa yang mengunakan analisis prilaku pasar dalam mengetahui kondisi pasar yang tejadi (Safitri 2009; Puspitasari 2010; Harahap 2011; Sembiring 2013; Luthfi 2014; Tarigan 2014). Pada penelitian Sembiring (2013) tentang tataniaga kubis di Kabupaten Cianjur, petani melakukan jual beli dengan pedagang pengumpul menggunakan sistem timbang atau sistem borongan. Petani dibayar secara tunai setelah pedagang pengumpul kebun selesai melakukan panen. Kemudian pada penelitian Tarigan (2014) tentang tataniaga ayam broiler di Kecamatan Parung, mengungkapkan bahwa kegiatan pemeliharaan peternak dilakukan dengan sistem kemitraan intiplasma, dimana peternak berperan sebagai plasma dan pedagang besar berperan sebagai perusahaan inti. Peternak plasma tidak perlu lagi memikirkan ketersediaan DOC, pakan dan obat-obatan serta sarana produksi peternakan lainnya karena halhal tersebut telah disediakan oleh perusahaan inti. Peternak plasma dapat fokus dalam melakukan kegiatan pemeliharaan karena penjualan hasil panen peternak sudah dijamin oleh perusahaan inti, hal ini terjadi karena peternak sebagai plasma melakukan kerjasama dengan perusahaan inti, sehingga terdapat perjanjian untuk memasarkan hasil panen mereka melalui perusahaan inti. Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang Pada beberapa penelitian terdahulu ada yang menyimpulkan bahwa saluran tataniaga terpendek merupakan saluran yang paling efisien (Puspitasari 2010; Sembiring 2013; Luthfi 2014). Hal ini karena pada saluran tataniaga tersebut hanya terdapat petani sebagai produsen yang langsung menyalurkan produknya kepada konsumen akhir, sehingga didapat marjin tataniaga yang kecil, dan farmer s share yang besar. Namun hal tersebut berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa panjang pendeknya rantai tataniaga tidak sepenuhnya menjamin terjadinya saluran tataniaga yang paling efisien (Safitri 2009; Tarigan 2014). Hal ini karena pada beberapa penelitian tersebut mempertimbangkan juga aspek lain seperti persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan dalam saluran tataniaga atau market share, sehingga akan percuma apabila terdapat saluran tataniaga dengan marjin tataniaga yang kecil, farmer s share yang besar dan rasio keuntungan dengan biaya yang besar namun presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share sangat rendah. Sehingga perlu pertimbangan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share, selain mempertimbangkan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dengan biaya dalam menentukan efisiensi tataniaga. Terdapat penelitian terdahulu yang membahas mengenai tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi (Puspitasari 2010). Pada penelitian tersebut

27 menyimpulkan bahwa saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran yang memiliki rantai tataniaga terpendek. Penelitian ini belum mempertimbangkan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share dalam menentukan efisiensi tataniaga. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Maka dari itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian penelitian sebelumnya adalah perbedaan pada lokasi penelitian, lembaga tataniaga, pasar yang menjadi tempat kegiatan penjualan dan pembelian komoditas yang diteliti, dan perlu menambahkan sebuah aspek dalam mempertimbangkan efisiensi tataniaga yaitu persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan (market share). Penambahan aspek tersebut diharapkan akan menambah keakuratan dalam hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini. 11 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Para ahli yang mendalami tataniaga memiliki pemahaman dan pengertian masing masing tentang konsep tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987) mengartikan tataniaga sebagai semua kegiatan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik suatu barang pertanian dari tangan produsen kepada konsumen yang juga mencakup kegiatan tertentu yang merubah fisik dari barang untuk memudahkan penyaluran barang tersebut. Pertukaran barang dalam kegiatan tataniaga dapat terjadi dalam lima kondisi yaitu adanya dua pihak dimana kedua pihak memiliki sesuatu yang berharga untuk dipertukarkan. Kemudian kedua pihak mampu berkomunikasi dan melakukan pertukaran, kedua pihak bebas untuk menolak atau menerima tawaran dari pihak lain. Hanafiah dan Saefudin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan. Kemudian Asmarantaka (2012) mengatakan tataniaga dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ilmu ekonomi dan aspek ilmu manajemen. Pengertian dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian dari petani sampai konsumen akhir. Pengertian dari aspek ilmu manajemen menyebutkan tataniaga adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen tataniaga merupakan kajian secara individu dari konsumen sebagai pemakai dan produsen sebagai suatu perusahaan yang melakukan aktivitas bisnis dalam sistem pemasaran. Dari beberapa pendapat ahli yang telah disebutkan, dapat diambil kesimpulan bahwa tataniaga merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

28 12 untuk memindahkan hak milik dan juga fisik dari suatu komoditi pertanian dari produsen kepada konsumen akhir dengan melibatkan berbagai pihak. Pada kegiatan ini tidak menutup kemungkinan adanya perubahan fisik barang sesuai dengan kebutuhan dari pelaku tataniaga. Kegiatan tataniaga melibatkan banyak pihak untuk bisa menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen akhir. Pihak - pihak yang terlibat biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembagalembaga yang dilalui oleh suatu komoditi juga akan memperlihatkan suatu saluran yang disebut dengan saluran tataniaga. Lembaga Tataniaga Purcell (1979) menjelaskan bahwa lembaga tataniaga merupakan pihak yang melakukan penanganan komoditas atau penyedia jasa pemasaran dengan prilaku pengambil keputusan untuk perubahan suatu pasar. Hanafiah dan Saefudin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga ada lah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi - fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu: 1) Berdasarkan fungsi yang dilakukan : Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir dan lembaga perantara lainnya. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa dan lain-lain. 2) Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang : Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan lain-lain. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan dan lain-lain. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan. 3) Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar : Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok dan lain-lain. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain.

29 Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain-lain. 4) Berdasarkan bentuk usahanya : Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi. Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan sebagainya. Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak memperdulikan apakah mereka memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Panjang atau pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi bergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh komoditi tersebut. 2. Sifat produk. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat. 3. Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran ukran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil, sehingga akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar. Hal ini berarti membutuhkan kehadiran pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui komoditi akan cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga karena akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga. Berdasarkan pendapat ahli diatas maka saluran tataniaga merupakan rangkaian beberapa organisasi yang saling terlibat satu sama lain dalam proses pemindahan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, dimana tugas atau aktivitas yang dilakukan dalam proses tersebut dinamakan fungsi-fungsi tataniaga. 13

30 14 Fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dapat memperlancar dalam proses penyampaian barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu: 1. Fungsi Pertukaran adalah Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. 2. Fungsi Fisik adalah Suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri dari a) fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat konsumen menginginkannya, b) fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan dan, c) fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. 3. Fungsi Fasilitas adalah Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari: a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga. d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna. Struktur Pasar Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syaratsyarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Pasar dapat diklasifikasikan menjadi empat struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu: 1. Struktur Pasar Bersaing Sempurna Pada struktur pasar bersaing sempurna terdapat banyak penjual dan pembeli yang bebas keluar masuk pasar. Barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen. Dengan struktur biaya tertentu, perusahaan tidak dapat menetapkan harga sendiri untuk memaksimumkan keuntungan. Sehingga perusahaan hanya sebagai penerima harga (price taker) dan hanya menghadapi satu tingkat harga.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Ikan Lele Sangkuriang Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran ANALISIS PEMASARAN IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) STUDI KASUS DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN CURUG JAYA II (KECAMATAN BOJONGSARI, KOTA DEPOK JAWA BARAT) Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG Bambang Sumarsono 10.11.3841 TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Abstrak Ikan lele merupakan keluarga Catfish yang memiliki jenis yang sangat banyak,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 4 (1) :75 83, Februari 2016 ISSN : 23383011 ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Marketing Analysis of Shallot In Oloboju Village Sigi Biromaru

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMASARAN IKAN MAS KOLAM AIR DERAS DI KECAMATAN CIJAMBE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT NANDANG TRISATYO

ANALISIS SISTEM PEMASARAN IKAN MAS KOLAM AIR DERAS DI KECAMATAN CIJAMBE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT NANDANG TRISATYO ANALISIS SISTEM PEMASARAN IKAN MAS KOLAM AIR DERAS DI KECAMATAN CIJAMBE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT NANDANG TRISATYO DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS TATA NIAGA TELUR AYAM RAS (LAYER) SISTEM KEMITRAAN UD. JATINOM INDAH KABUPATEN BLITAR. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

ANALISIS TATA NIAGA TELUR AYAM RAS (LAYER) SISTEM KEMITRAAN UD. JATINOM INDAH KABUPATEN BLITAR. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 85 ANALISIS TATA NIAGA TELUR AYAM RAS (LAYER) SISTEM KEMITRAAN UD. JATINOM INDAH KABUPATEN BLITAR Candra Adinata 1), Ismudiono 2), Dady Soegianto Nazar 3) 1)Mahasiswa, 2) Departemen Reproduksi Veteriner,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 25-29 ISSN 1693-8828 Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman F.X. Suwarta dan G. Harmoko Jurusan Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut)

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut) ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut) THE ANALYSIS OF MARKETING CHANNEL AND MARGIN ON BUFFALO (A Case Study in the Bungbulang District Garut

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT Armenia Ridhawardani 1, Pandi Pardian 2 *, Gema Wibawa Mukti 2 1 Alumni Prodi Agribisnis Universitas Padjadjaran 2 Dosen Dept. Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analisis Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analysis of Green Mustard Marketing in Balun Ijuk Village, Merawang, Bangka (A case Study of Farmer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis) Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Lingkungan Bisnis) Nama : Yogi Renditya NIM : 11.02.7920 Kelas : 11-D3MI-01 Abstrak Budi daya ikan lele bisa dibilang gampang-gampang susah, dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2013 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. PPN Pekalongan berada dipantai utara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI (MARKETING

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO SKRIPSI Oleh: AVERY ARTHUR SIDEBANG 130306041 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: NOVRIANTO GINTING 120306033 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame 2.1.1 Budidaya Ikan Gurame Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci