O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H."

Transkripsi

1 C O N G E N I TA L M E G A C O LO N (HIRSCHSPRUNG S DISEASE) O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H. PEMBIMBING : DR. IGB ADRIA H A R I A S TAWA, S P. B A ( K )

2 TUJUAN

3 TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis penyakit Hirschsprung; memahami dan mengerti diagnosis dan pengelolaan penyakit Hirschsprung dan dapat melakukan tindakan operasi untuk penanganan penyakit Hirschsprung, serta perawatan pasca operasi

4 TUJUAN KHUSUS Mampu menjelaskan embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna. Mampu menjelaskan patologi dan patogenesis penyakit Hirschsprung. Mampu menjelaskan dan membuat diagnosis penyakit Hirschsprung. Mampu menjelaskan indikasi dan interpretasi hasil pemeriksaan imaging dalam rangka diagnostik penyakit Hirschsprung Mampu menjelaskan teknik operasi dan melakukan operasi kolostomi dan operasi definitif pada penyakit hirschsprung dan mengatasi komplikasinya Mampu melakukan persiapan pra operatif dan perawatan pasca operatif penyakit Hirschsprung Mampu mengenal dan menangani komplikasi pasca operasi kolostomi dan pull through.

5 SEJARAH Ditemukan pada ahli bedah Hindu kuno (Sumshruta Samhita) Abad ke-17, Frederick Ruysch, anak umur 5 tahun yang meninggal karena obstruksi usus Tahun 1800, Battini, kasus anak meninggal karena congenital megacolon Tahun 1887, oleh Harald Hirschsprung Tahun 1901, Tittel, tidak adanya ganglion sel pada colon bagian distal Tahun 1946, Ehrenpreis aganglionosis sebagai penyebab kongenital megacolon Tahun 1949, Swenson, operasi rekonstruksi pertama pada HD (Hirschsprung s Disease) Tahun 1955, Franco Soave, memperkenalkan teknik endorectal pull through

6 INSIDEN 1 : 5000 kelahiran hidup : = 4 : 1 pada segmen pendek, cenderung sama pada segmen yang lebih panjang 80% memiliki zona transisi Hampir seluruh kasus terletak pada rektum 80% kasus melibatkan rektum dan sigmoid 10% melibatkan kolon proximal 5-10% mengalami total kolon aganglion sampai usus halus bagian distal Berhubungan dengan beberapa sindrom yang lain

7 KELAINAN KONGENITAL LAIN TERKAIT HIRSCHSPRUNG DISEASE Ashcraft s Pediatric Surgery 6th edition Fig 34.1 Pg 475

8 ANATOMI

9 INERVASI Langman s Medical Embryology 13th Edition. Fig Pg 339

10 EMBRIOLOGI Pada minggu ke-13 terjadi migrasi dari sel neural crest melalui GI Tract dari proximal menuju ke distal yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel ganglion yang matang. Sumber sel neural crest Vagal & Sacral Larsen s Human Emryology 5th Edition

11 ETIOLOGI Tidak adanya pleksus myenteric (Aurbach) dan pleksus submukosa (Meissner) Ada 2 teori penyebab dari Hirschsprung s Disease : Gagal bermigrasi Mutasi gen RET (terletak di kromosom 10q11) sebagai penyandi reseptor tirosin kinase pada membran sel, Glial Cell-Derived Neurotrophic Growth Factor (GDNF) sebagai ligand yang diproduksi sel mesenkim Reseptor + ligand migrasi sel Gagal bertahan dan berproliferasi Otot polos dan esktraseluler matrix di lokasi aganglion memberikan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan dari sel neuron Coran Pediatric Surgery 7th Edition Langman s Medical Embryology 13th Edition

12 PATOLOGI Obstruksi akibat gangguan peristaltik usus Dilatasi abnormal dan distensi + penebalan dinding (muskular hipertofi) kolon, proximal dari segmen aganglion Larsen s Human Embryology 5th Edition Pg 369

13 GEJALA KLINIS Obstruksi neonatal Delayed meconium (<24 jam) 90% kasus Distensi abdomen Muntah billious Perforasi cecal atau appendix Obstruksi kronis : FTT, ketergantungan enema Coran Pediatric Surgery 7th Edition

14 GEJALA KLINIS Enterocolitis HAEC (Hirschsprung Associated Enterocolitis) ~ 10% kasus Demam Distensi abdomen Diare Obstruksi fungsional pertumbuhan bakteri infeksi sekunder produksi mucin dan Ig invasi mikroorganisme (Clostridium difficile dan rotavirus) Coran Pediatric Surgery 7th Edition

15 GEJALA KLINIS Pada anak usia lebih tua, teraba massa feces di kuadran kiri bawah, rektum kosong Colok dubur : tonus sphincter ani normal diikuti BAB menyemprot

16 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Darah lengkap Radiologi Anorektal manometri Biopsi

17 RADIOLOGI BOF Barium enema

18 RADIOLOGI

19 RADIOLOGI Ashcraft s Pediatric Surgery 6th Edition. Fig Pg 475

20 RADIOLOGI Larsen s Human Embryology 5th Edition Fig Pg 370

21 RADIOLOGI Water-soluble contrast enema Coran Pediatric Surgery 7th Edition

22 ANOREKTAL MANOMETRI Normal Ashcraft s Pediatric Surgery Fig Pg 476

23 ANOREKTAL MANOMETRI Hirschsprung s Disease Ashcraft s Pediatric Surgery Fig Pg 476

24 REKTAL BIOPSI (DIAGNOSIS DEFINITIF / GOLD STANDARD) Biopsi Biopsi hisap Biopsi full thickness > 1.5 cm di atas linea dentata : 2 cm, 3 cm, 5 cm di atas linea dentata Hambatan : jumlah spesimen submukosa yang sedikit

25 REKTAL BIOPSI (DORSAL LITHOTOMY) Ziegler Operative Pediatric Surgery Fig 44-2 Pg 572

26 ANAL / RECTAL MYOTOMY

27 ANAL / RECTAL MYOTOMY (POSTERIOR MIDLINE TRANSSACRAL APPROACH)

28 HISTOLOGI ( PEWARNAAN HEMATOXYLIN DAN EOSIN) Hirschsprung Hypertophied nerve trunks Ashcraft s Pediatric Surgery 6th Edition. Fig Pg 476 Monforte-Muñoz H et al. Increased submucosal nerve trunk caliber in aganglionosis: a "positive" and objective finding in suction biopsies and segmental resections in Hirschsprung's disease

29 HISTOLOGI (PEWARNAAN CHOLINESTERASE) Normal Hirschsprung Ashcraft s Pediatric Surgery 6th Edition. Fig Pg 476

30 HISTOLOGI (PEWARNAAN CALRETININ CALB2 GENE) Normal Hirschsprung Ashcraft s Pediatric Surgery 6th Edition. Fig Pg 476

31 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Intestinal neuronal dysplasia Meconium Plug Syndrome Small Left Colon Syndrome Distal ileal atresia MAR letak rendah Nenonatal Sepsis Hypothyroid Brain injury Prematurity

32 INTESTINAL NEURONAL DYSPLASIA Dideskripsikan pertama oleh Meier-Ruge tahun 1971 Terdapat 2 tipe : Tipe A : jarang terjadi, ditandai dengan tidak adanya inervasi simpatik pada pleksus myenterik dan submukosa disertai hiperplasia pleksus myenterikus Tipe B (dapat bersamaan dengan HD) : displasia dari pleksus submukosa dengan penebalan serabut saraf dan giant ganglia Pewarnaan ACH meningkat Identifikasi sel ganglion ektopik pada lamina propia

33 PENANGANAN PREOPERATIVE Dekompresi : rectal tube, NGT Resusitasi cairan Antibiotik profilaksis Rectal washout Deteksi kelainan VACTERL lainnya

34 PENANGANAN OPERATIVE Colostomy sementara sampai usia 6-12 bulan (dekompresi kolon) Operasi Duhamel (definitive) Soave Swenson

35 COLOSTOMY (LOOP)

36 COLOSTOMY

37 LEVELING COLOSTOMY

38 DUHAMEL Untuk menghindari diseksi pelvis pada prosedur Swenson Manipulasi rektum dilakukan secara anterior mempertahankan pleksus saraf otonom dari sistem genitourinaria Menggunakan stapling otomatis Usus yang berganglion ditarik sampai 1 cm di atas linea dentata Ziegler Operative Pediatric Surgery 2nd Edition

39 DUHAMEL Preoperatif : Leveling Colostomy beberapa bulan sebelumnya dekompresi usus dan kembali ke ukuran normal Rektal dan kolon washout Primer Duhamel (tanpa menunggu usia 6-12 bulan atau berat badan 10 kg) Antibiotik profilaksis

40 DUHAMEL

41 DUHAMEL

42 DUHAMEL

43 DUHAMEL

44 DUHAMEL

45 DUHAMEL

46 DUHAMEL

47 DUHAMEL

48 DUHAMEL

49 DUHAMEL

50 SOAVE Franco Soave (1955) dimodifikasi oleh Boley Coran Untuk neonatus usia 1-2 minggu Angka komplikasi = standar 2 tahap prosedur Menghindari kerusakan nervus di daerah pelvis Mempertahankan serabut sensoris di antara dinding usus yang aganglion Mempertahankan integritas dari spingter interna Terdapat kemungkinan terjadi konstipasi (segmen ganglion di dalam segmen aganglion) memerlukan studi lebih lanjut

51 SOAVE Preoperatif : Rectal washout ~ terakhir ditambahkan neomicyn 1% Dilatasi digital pada rektum Antibiotik profilaksis sebelum operasi dan 2 dosis setelah operasi

52 SOAVE

53 SOAVE

54 SOAVE

55 SOAVE

56 SOAVE

57 SWENSON Swenson and Bill pada tahun 1948 Inisial insiden enterocolitis post operatif akibat terlalu banyak segmen aganglion pada rektum yang ditinggalkan Early 16% Late 27% Diseksi secara virtual dinding posterior rektum sampai bagian paling atas dari sphincter interna Memerlukan diseksi yang sangat teliti pada rektum sampai 2 cm di anodermal junction Jika diseksi sampai pada dinding rektum, sangat besar kemungkinan terjadi injuri pada nervus genitourinaria

58 SWENSON Preoperatif : Dilakukan washout rutin Persiapan lainnya hampir sama dengan teknik pullthrough lainnya

59 SWENSON

60 SWENSON

61 SWENSON

62 POSTOPERATIVE CARE NGT dilepas jika motilitas saluran cerna sudah bagus Oral feeding dapat diberikan segera pada HD yang sederhana Kateter Foley dilepas 2 hari setelah operasi pada Duhamel dan Endorectal Pull Through (Soave) Antibiotik sampai 2 hari post-op Monitoring komplikasi Pada endorectal pull-through, dilakukan rectal touche dengan jari atau cotton tip applicator Perawatan perineum, Zinc Oxide ointment setiap penggantian pampers mencegah iritasi Digital dilatasi 3 minggu post-op

63 POST OPERATIVE CARE Neonatus, dimulai dengan Hegar dilator 6-7 dan ditingkatkan sesuai kondisi klinis (pada teknik Soave) Rutin rectal washout

64 KOMPLIKASI Komplikasi dini : striktur anastomosis (15%), infeksi (11%), leakage (7%) Leakage, tanda tanda awalnya : Eritema Selulitis Komplikasi lanjut : obstruksi, enterocolitis, encoporesis

65 KOMPLIKASI Obstruksi karena 5 hal : 1. Obstruksi mekanikal Striktur (Soave atau Swenson), penumpukan feses pada daerah spur (Duhamel) Terpuntir pada daerah pullthrough atau penyempitan pada muscular cuff (Soave) 2. Rekuren aganglionosis atau acquired biopsi ulang proximal dari colo-anal anastomose redo Duhamel atau Soave Kesalahan analisa histologi Pullthrough pada zona transisi Hilangnya sel ganglion

66 3. Kelainan motilitas kolon proximal atau usus halus GERD Intestinal Neuronal Dysplasia (IND) 4. Achalasia sphincter internus abnormalitas dari recto-anal nhibitory reflex dilakukan sphincterotomy chemical (botulinum toxin) 5. Kebiasaan menahan BAB fungsional megacolon

67 Enterocolitis : Multifaktorial Stasis karena obstruksi fungsional pertumbuhan bakteri + infeksi sekunder Agent yang berperan : Clostridium dificile dan rotavirus produksi mucin dan Imunoglobulin hilangnya barier intestinal dan terjadi invasi bakteri Dapat terjadi sebelum atau sesudah operasi Gejala dapat berupa : demam, distensi abdomen, diare, leukositosis dan edema intestinal pada foto BOF

68

69 Penanganan enterocolitis : Pemasangan NGT Cairan intravena Antibiotik broad-spectrum Dekompresi rektum dan colon (stimulasi dan irigasi) Dapat dilakukan prevensi : metronidazole, probiotik

70 Encoporesis (inkontinensia) : Fungsi sphincter yang abnormal, bisa diakibatkan karena injuri saat dilakukan pullthrough atau myectomy atau sphincterotomy sebelumnya; dapat diperiksa dengan anorektal manometri atau USG endorektal Sensasi abnormal Tidak bisa merasakan rektum yang penuh anorektal manometri Tidak bisa membedakan gas dan feses (akibat hilangnya epitel transisional pada saat anastomose di bawah linea dentata Pseudo inkontinesia, dicurigai jika sphincter dan sensasi terbukti normal Obstipasi yang berat dengan distensi dari rektum yang massif dan overflow dari cairan feses Hiperperistaltik dari usus yang dilakukan pullthrough sphincter ani tidak mampu mengontrol

71 Penanganan gangguan BAB : Sphincter + sensasi inadekuat stimulant laxative (senna, enema) Konstipasi berat laxative Kebiasaan menahan BAB dengan sensasi dan sphincter yang normal akan mengalami eksaserbasi jika dilakukan enema atau manipulasi anal Hiperparitaltik pullthrough constipating diet + medikasi (loperamide) Slow transit constipation diet tinggi serat dan laxative pasif

72 STRIKTUR (SOAVE)

73 ANTERIOR AGANGLIONIC SPUR (DUHAMEL)

74 TWISTED TAP (TRANSANAL PULLTHROUGH)

75 <48 jam (90%) > 48 jam (10%) Ganglion (-) Ganglion (+) Ganglion (+) Tidak berhasil

76 DAFTAR PUSTAKA 1. Ashcraft s Pediatric Surgery 6th Edition 2. Coran Pediatric Surgery 7th Edition 3. Langman s Medical Embryology 13th Edition 4. Larsen s Human Embryology 5th Edition 5. Ziegler : Operative Pediatric Surgery 2nd Edition 6. Monforte-Muñoz H et al. Increased submucosal nerve trunk caliber in aganglionosis : a "positive" and objective finding in suction biopsies and segmental resections in Hirschsprung's disease

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG PENYAKIT HIRSCHSPRUNG Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU): - Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hirschsprung s disease merupakan penyakit motilitas usus kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus yang ditunjukkan dengan tidak adanya ganglion pada plexus submukosus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan. perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan. perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit merupakan kelainan perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri tidak adanya sel-sel ganglion pada lapisan submukosa dan pleksus myenterikus. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis usus ditandai tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner dan pleksus

Lebih terperinci

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN 2010-2012 Putu Dewi Octavia 1 dan I Made Darmajaya 2 1 Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG

METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG I Putu Trisnawan, I Made Darmajaya Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah ABSTRAK Penyakit hirschprung ( Megakolon Kongenital)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung pada tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan

Lebih terperinci

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari hypertrophic

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh yang diserang adalah pada usus besar yang mengalami, usus besar atau kolon dalam anatomi adalah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 8 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Artathi Eka

Lebih terperinci

VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR

VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR TESIS VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR I KETUT SUBHAWA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS VALIDITAS

Lebih terperinci

MEGACOLON CONGENITAL RD-Collection2002

MEGACOLON CONGENITAL RD-Collection2002 MEGACOLON CONGENITAL -----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection2002 Megacolon congenital adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases)

Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases) Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases) The Role of Barium Enema Examination in Patients with Congenital Megacolon (Hirschprung Diseases) Ana Majdawati

Lebih terperinci

*Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University,

*Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University, 2009 77 ANORECTAL FUNCTION OF HIRSPHRUNG S PATIENTS AFTER DEFINITIVE SURGERY Muhammad Hidayat*, Farid Nurmantu*, Burhanuddin Bahar** *Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University,

Lebih terperinci

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461)

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461) Modul 9 Bedah Digestif SIGMOIDOSTOMI (No. ICOPIM: 5-461) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari kolon dan rektum, mengerti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/474/2017 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA PENYAKIT HIRSCHPRUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 10 Bedah Digestif KOLOSTOMI (No. ICOPIM: 5-461) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari kolon dan rektum, mengerti

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI

JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI Penyakit Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak berhubungan langsung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum kongenital secara etiologi diklasifikasikan menjadi 2 tipe antara lain obstruksi

Lebih terperinci

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4 MODUL GASTROSCHISIS KODE MODUL : MBA 010 A. Definisi Gastroschisis adalah kegagalan penutupan dinding perut dengan defek berada di sebelah kanan umbilikal cord (95% kasus) disertai dengan herniasi organ

Lebih terperinci

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012 Oleh : MUHAMMAD NICO DARIYANTO 100100351 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) a. Pengertian MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih sering ditemui pada beberapa area. Insidensinya bervariasi dari 50% sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih sering ditemui pada beberapa area. Insidensinya bervariasi dari 50% sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak. Sebagian besar pengarang menulis bahwa rerata insidensi di seluruh

Lebih terperinci

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458)

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) Modul 24 BEDAH REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti anatomi usus

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 TUGAS NEONATUS Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Anggota Kelompok 2 Aprilia Amalia Candra (P27224012 171) Aprilia

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi, mencapai 12,31/ (Japaries, 2013). dari pasien terdiagnosis pada late stage, sehingga penanganan sulit dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi, mencapai 12,31/ (Japaries, 2013). dari pasien terdiagnosis pada late stage, sehingga penanganan sulit dilakukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh Dunia insiden rata-rata kanker kolon pria adalah 16,6/ 100.000, wanita 14,7/100.000; insiden kanker rektum rata-rata pria adalah 11,9/100.000, wanita 7,7/100.000.

Lebih terperinci

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT

OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi dan topografi daerah abdomen, patogenesis omphalomesenterikus

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

Modul 31. ( No. ICOPIM 5-485)

Modul 31. ( No. ICOPIM 5-485) Modul 31 Bedah Digestif OPERASI HARTMANN ( No. ICOPIM 5-485) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi, dari kolon

Lebih terperinci

Departemen Bedah. Sinonim: fissura in ano

Departemen Bedah. Sinonim: fissura in ano Departemen Bedah Sinonim: fissura in ano Merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus. Biasanya tunggal & terletak di garis tengah posterior (> 90%). 1 Sekali fissura terjadi maka akan terbentuk

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 35 Bedah Digestif ADHESIOLISIS (No. ICOPIM: 5-544) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dan fisiologi dari isi

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kolostomi 1.1 Pengertian Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor (Harahap, 2006) 1.2 Stoma Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis

Lebih terperinci

PADA PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-454)

PADA PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-454) Modul 7 Bedah Digestif RESEKSI DAN ANASTOMOSIS USUS PADA PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-454) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang

Lebih terperinci

Gastrointestinal Disorder in Infant Born with Small for Gestational Age

Gastrointestinal Disorder in Infant Born with Small for Gestational Age Gastrointestinal Disorder in Infant Born with Small for Gestational Age Prof. Dr. M. Juffrie, PhD, SpA (K) Untuk membicarakan mengenai gangguan sistem gastrointestinal pada bayi dengan small for gestational

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Konstipasi merupakan masalah yang cukup sering terjadi pada anak. Prevalensinya diperkirakan 0,3% sampai 8%. Menurut Van den Berg MM (dalam Jurnalis, 2013), prevalensi

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa puasa ( nil by mouth ) telah dikenal selama bertahun-tahun dandipraktekkan selama 50 tahun terakhir setelah tindakan operasi saluran cerna dimana dalam

Lebih terperinci

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan Fistula Urethra Batasan Fistula urethra adalah saluran yang menghubungka antara urehtra dengan organ-organ sekitar ynag pada proses normal tidak terbentuk. Fistula urethra dapat merupakan suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Tabel 4.1 Hasil Penelitian Serabut Saraf Ektopik Terhadap Apendisitis Akut/Kronik. Tipe Radang Apendisitis.

BAB 4 HASIL. Tabel 4.1 Hasil Penelitian Serabut Saraf Ektopik Terhadap Apendisitis Akut/Kronik. Tipe Radang Apendisitis. BAB 4 HASIL Serabut saraf ektopik yang diteliti pada penelitian ini adalah serabut saraf yang terletak di luar area pleksus Meissner dan Auerbach. Kriteria penggolongan umur yang digunakan adalah penggolongan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Modul 22 SIGMOIDEKTOMI, RESEKSI ANTERIOR, LOW RESEKSI ANTERIOR (No. ICOPIM: 5-455)

Modul 22 SIGMOIDEKTOMI, RESEKSI ANTERIOR, LOW RESEKSI ANTERIOR (No. ICOPIM: 5-455) Modul 22 Bedah Digestif SIGMOIDEKTOMI, RESEKSI ANTERIOR, LOW RESEKSI ANTERIOR (No. ICOPIM: 5-455) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 2 Bedah Anak POLIPEKTOMI REKTAL (No. ICOPIM: 5-482) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi rektum dan isinya, menegakkan

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 5 Bedah Anak BUSINASI (No. ICOPIM: 5-731) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari anal canal, diagnosis dan pengelolaan

Lebih terperinci

Modul 11. (No. ICOPIM: 5-467)

Modul 11. (No. ICOPIM: 5-467) Modul 11 Bedah Digestif PENUTUPAN PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-467) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi dari

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Badan kesehatan dunia (World health organization) dan badan PBB yang

BAB 2 PEMBAHASAN. Badan kesehatan dunia (World health organization) dan badan PBB yang BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian ASI Badan kesehatan dunia (World health organization) dan badan PBB yang mendanai program untuk anak anak (united nation childern n fund) menetapkan pemberian ASI Eksklusif

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

Modul 13 OPERASI REPAIR HERNIA DIAFRAGMATIKA TRAUMATIKA (No. ICOPIM: 5-537)

Modul 13 OPERASI REPAIR HERNIA DIAFRAGMATIKA TRAUMATIKA (No. ICOPIM: 5-537) Modul 13 Bedah Anak OPERASI REPAIR HERNIA DIAFRAGMATIKA TRAUMATIKA (No. ICOPIM: 5-537) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti, LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti, 0906511076 A. Pengertian tindakan Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rektum. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Traktus Gastrointestinal Traktus Gastrointestinal adalah kumpulan organ yang berperan dalam proses pencernaan. Di mana makanan akan ditelan, nutrisi akan diserap, dan sisanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen PENCITRAAN X-RAY Sejarah X-Ray Wilheim Conrad Roentgen DEFINISI Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet tetapi dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator.

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah Catatan untuk fasilitator Rangkuman kasus Maya, 19 tahun yang hamil pertama kali (primi gravida), dibawa ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN 1. Perubahan Fungsi Perubahan Hormonal Perubahan Mekanikal Pembesaran uterus yang menyebabkan tekanan organ, payudara menyebabkan perubahan postur dan posisi tubuh 2. Perubahan

Lebih terperinci

Atresia Biliaris. 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi sistem hepatobiliar.

Atresia Biliaris. 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi sistem hepatobiliar. Atresia Biliaris Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari atresia biliaris ; dapat menegakkan diagnosis,

Lebih terperinci

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala Definisi Ketiadaan peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan hipertonisitas sfingter esofagus bagian bawah (SEB/ cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) akibat degenerasi ganglia pleksus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian atresia ani selama hampir sebelas tahun ini didapatkan sampel / subyek penelitian sebesar 114 pasien, yaitu semua pasien atresia ani yang telah dilakukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA ANAK DENGAN POST KOLOSTOMI HARI KE-2 KARENA HIRSCHPRUNG DI RUANG TERATAI LANTAI 3 UTARA RSUP FATMAWATI KARYA

Lebih terperinci

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment) 155 Konstipasi Waktu Pencapaian kompetensi Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang

Lebih terperinci

PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL)

PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI NAMA : NIM : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 PENGANTAR Panduan clinical skill lab (CSL) Sistem Gastroenterohepatologi

Lebih terperinci

MASALAH ELIMINASI FECAL

MASALAH ELIMINASI FECAL e Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

ADAPTASI SISTEM GASTROINTESTINAL BAYI BARU LAHIR DAN FEEDING SETELAH KELAHIRAN

ADAPTASI SISTEM GASTROINTESTINAL BAYI BARU LAHIR DAN FEEDING SETELAH KELAHIRAN TINJAUAN PUSTAKA ADAPTASI SISTEM GASTROINTESTINAL BAYI BARU LAHIR DAN FEEDING SETELAH KELAHIRAN Ellyta Aizar Ibrahim* ABSTRAK Kesehatan bayi pada kelanjutan perkembangan dan pertumbuhannya sangat ditentukan

Lebih terperinci

Key words : Hirschsprung disease, characterictics of baby, RSUP H. Adam Malik Medan

Key words : Hirschsprung disease, characterictics of baby, RSUP H. Adam Malik Medan KARAKTERISTIK BAYI YANG MENDERITA PENYAKIT HIRCSHSPRUNG DI RSUP H. ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2010-2012 Siska Verawati 1, Sori Muda 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Neonatus yang baru lahir akan ditimbang dalam beberapa menit setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Neonatus yang baru lahir akan ditimbang dalam beberapa menit setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Berat Badan pada Neonatus Berat badan merupakan gambaran status nutrisi secara umum. Neonatus yang baru lahir akan ditimbang dalam beberapa menit setelah kelahiran.

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara 2.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara omentum, usus dan dinding perut. (Diaz, 2008) Perlengketan ini dapat berupa jaringan ikat tipis seperti

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci