BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hirschsprung s disease merupakan penyakit motilitas usus kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal plexus usus bagian distal. Etiologi penyakit ini diduga disebabkan oleh penyebab multifaktor. Gagalnya migrasi neural crest cells ke arah craniocaudal pada bagian distal colon diduga sebagai kelainan embriologi utama yang menyebabkan Hirschsprung s disease. Selain itu, kelainan genetik berupa mutasi Ret gene dan endothelin B receptor gene juga dikaitkan sebagai penyebab penyakit ini (Gunnarsdottir, et al., 2011). Insiden penyakit ini sebesar 1: 5000 kelahiran hidup (Yan, et al., 2014). Secara epidemiologi, Hirschsprung s disease ditemukan empat kali lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan (Esayias, et al., 2013). Terdapat studi yang menyatakan bahwa risiko lebih tinggi (12.4%-33%) terjadi pada penderita yang memiliki saudara kandung dengan total colonic involvement. Sekitar 25% obstruksi intestinal pada newborn disebabkan oleh Hirschsprung s disease (Georgeson, 2010). Berdasarkan lokasi kelainannya, hampir 90% transition point berada pada rectosigmoid colon (short-segment aganglionosis) (Huang, et al., 2011). Down syndrome (trisomy 21) adalah gangguan kromosomal yang paling berkaitan dengan Hirschsprung s disease (sekitar 10% dari seluruh penderita). 1

2 2 Beberapa kondisi lain yang dicurigai berkaitan dengan penyakit ini antara lain hydrocephalus, diverticulum kandung kemih, Meckel s diverticulum, imperforasi anus, ventricular septal defect, agenesis ginjal, cryptorchidism, Waardenburg s syndrome, neuroblastoma, dan Ondine s curse (Kessmann, 2006). Berdasarkan gambaran klinisnya, sekitar 90% pasien pada bulan pertama kehidupannya menunjukkan gejala tidak mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama kehidupannya, gangguan pergerakan usus, tidak mau menyusu, dan distensi abdomen yang progresif. Pemeriksaan colok dubur dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan sphincter anal dan mengeksplorasi fecal serta gas (Amiel, et al., 2001). Gejala penyakit yang tidak cukup definitif dan perlunya bukti objektif untuk menegakkan diagnosis, menyebabkan Hirschsprung s disease masuk dalam salah satu penyakit bedah anak yang paling sulit ditegakkan diagnosisnya (Georgeson, 2010; Moore, 2010). Diagnosis dini sangat menentukan angka morbiditas dan mortalitas suatu penyakit. Pada Hirschsprung's disease, komplikasi yang dapat terjadi antara lain konstipasi, fecal impaksi yang berlanjut pada kondisi yang mengancam jiwa, yaitu Hirschsprung-associated enterocolitis (HAEC). Angka morbiditas HAEC sebesar 15%-50% dan angka mortalitasnya mencapai 20%-50% (Nurko, 2014). Semakin dini diagnosis ditegakkan berpengaruh pada pemilihan operasi definitif menjadi 1 tahap dibandingkan 3 tahap jika penderita datang terlambat. Hal ini akan memberikan keuntungan daripada pasien yang terdiagnosis dan dioperasi pada usia lebih tua dengan operasi multistage akan lebih sering mengalami masalah fungsi pencernaan. Keuntungan lain yaitu menurunkan biaya perawatan karena

3 3 lama perawatan di rumah sakit akan lebih pendek, dan juga memberikan keuntungan psikososial lebih baik (Gunnarsdottir, et al., 2011). Pemeriksaan baku emas untuk penegakkan diagnosis Hirschsprung s disease adalah full-thickness rectal biopsy (sensitivitas-spesifisitas 100%). Akan tetapi, tidak semua rumah sakit terutama rumah sakit daerah tersedia fasilitas untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Selain itu, tindakan ini bersifat invasif dengan komplikasi prosedur berupa perforasi, perdarahan, dan infeksi. Oleh karena itu, dalam praktek klinik sehari-hari terdapat pemeriksaan yang bisa digunakan sebagai alat penegakkan diagnosis Hirschsprung s disease yaitu barium enema dan anorectal manometry (de Lorijn, et al., 2006; Abbas, et al., 2013). Dari dua jenis pemeriksaan penunjang diatas, barium enema lebih luas digunakan dibandingkan dengan anorectal manometry. Hal ini karena barium enema lebih mudah dilakukan, bersifat minimally invasive, bisa dilakukan hampir diseluruh rumah sakit daerah, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi. Barium enema memiliki sensitivitas 70-75% (mencapai hampir 100% dengan menggunakan 24-hours delayed abdominal radiographs) dan spesifisitas 70-80% sedangkan anorectal manometry memiliki sensitivitas 60%-70% dan spesifisitas 65%-70% pada seluruh kelompok usia (O Donovan, et al., 1996; Ishfaq, et al., 2014; Wong, et al., 2014). Seperti dijelaskan diatas bahwa semakin dini diagnosis Hirschsprung s disease ditegakkan maka semakin rendah angka morbiditas dan mortalitasnya. Oleh karena itu, peneliti ingin menilai sensitivitas dan spesifisitas barium enema

4 4 pada kelompok usia infant. Bila terbukti pemeriksaan barium enema pada usia dini memiliki akurasi yang lebih tinggi maka pemeriksaan tersebut dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai alat diagnostik sehingga penanganan operatif lebih awal pada Hirschsprung s disease dapat dilakukan untuk menekan angka mortalitas. 1.2 Rumusan Masalah Apakah pemeriksaan barium enema akurat (sensitivitas, spesifisitas, dan likelihood ratio) digunakan untuk menegakkan diagnosis Hirschsprung s disease pada infant? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui validitas barium enema sebagai alat diagnostik Tujuan khusus a. Untuk mengetahui sensitivitas barium enema sebagai alat diagnostik b. Untuk mengetahui spesifisitas barium enema sebagai alat diagnostik c. Untuk mengetahui likelihood ratio barium enema sebagai alat diagnostik

5 5 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis Penelitian dapat digunakan sebagai acuan klinisi dalam pemilihan tindakan diagnostik awal pada penderita kelompok usia infant dengan klinis yang mengarah pada Hirschsprung s disease Manfaat klinis a. Sebagai data ilmiah bahwa barium enema dapat digunakan sebagai salah satu alat diagnostik awal yang dapat dikerjakan secara praktis, sederhana, dan ekonomis untuk menegakkan diagnosis Hirschsprung s disease pada infant. b. Barium enema dapat digunakan sebagai acuan penanganan awal pada penderita dengan klinis yang mengarah pada Hirschsprung s disease.

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR

VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR TESIS VALIDITAS BARIUM ENEMA SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK HIRSCHSPRUNG S DISEASE PADA INFANT DI RSUP SANGLAH DENPASAR I KETUT SUBHAWA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS VALIDITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus yang ditunjukkan dengan tidak adanya ganglion pada plexus submukosus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis usus ditandai tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner dan pleksus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG

METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG METODE DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCPRUNG I Putu Trisnawan, I Made Darmajaya Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah ABSTRAK Penyakit hirschprung ( Megakolon Kongenital)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum kongenital secara etiologi diklasifikasikan menjadi 2 tipe antara lain obstruksi

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung pada tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan. perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan. perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit merupakan kelainan perkembangan dari sistem saraf enterik dengan ciri-ciri tidak adanya sel-sel ganglion pada lapisan submukosa dan pleksus myenterikus. Penyakit

Lebih terperinci

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG PENYAKIT HIRSCHSPRUNG Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU): - Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan diagnosis penyakit pasien. Penegakkan diagnosis ini berperan penting

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN 2010-2012 Putu Dewi Octavia 1 dan I Made Darmajaya 2 1 Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada pasien trauma tumpul abdomen adalah perdarahan pada organ hepar yang umumnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan kegawatdaruratan bedah abdominal pada bayi dan anak. 1-7 Angka kejadiannya di dunia satu

Lebih terperinci

Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases)

Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases) Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases) The Role of Barium Enema Examination in Patients with Congenital Megacolon (Hirschprung Diseases) Ana Majdawati

Lebih terperinci

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012 Oleh : MUHAMMAD NICO DARIYANTO 100100351 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H.

O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H. C O N G E N I TA L M E G A C O LO N (HIRSCHSPRUNG S DISEASE) O L E H : D R. YO H A N E S S A N TO S A H. PEMBIMBING : DR. IGB ADRIA H A R I A S TAWA, S P. B A ( K ) TUJUAN TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua kasus perdarahan gastrointestinal. Lower gastrointestinal bledding (LGIB) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Megacolon kongenital merupakan Penyakit bawaan sejak lahir,bagian tubuh yang diserang adalah pada usus besar yang mengalami, usus besar atau kolon dalam anatomi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan masalah kesehatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. ISK merupakan penyebab sepsis terbanyak setelah

Lebih terperinci

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL Dipresentasikan Oleh : Aji Febriakhano Pembimbing : dr. Hanis S,Sp.BS

Lebih terperinci

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan

Lebih terperinci

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458)

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) Modul 24 BEDAH REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti anatomi usus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) Oleh: Risanto Siswosudarmo Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM Yogyakarta Pendahuluan. Test diagnostik adalah sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periode neonatus merupakan masa kritis kehidupan bayi. Empat juta bayi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periode neonatus merupakan masa kritis kehidupan bayi. Empat juta bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode neonatus merupakan masa kritis kehidupan bayi. Empat juta bayi baru lahir meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 98% kematian terjadi pada negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK 1 HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik Penerbit Departemen Kardiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak dari yang seharusnya dan seringkali akan membuat tonjolan massa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 perempuan diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline membrane disease (HMD) adalah penyakit pernafasan akut yang diakibatkan oleh defisiensi surfaktan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis merupakan suatu keadaaan ditemukannya jaringan endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini dideskripsikan sejak 1860 dan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah 126070100111044 Latar Belakang: Metabolisme merupakan suatu proses (pembentukan dan penguraian) zat-zat

Lebih terperinci

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut Alur Presentasi Pendahuluan Tujuan presentasi Rasional deteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang sampai saat ini masih memberikan masalah berupa luka yang sulit sembuh dan risiko amputasi yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin, 2007). Gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya di Negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura yang disebabkan oleh produksi berlebihan cairan ataupun berkurangnya absorpsi. Efusi pleura merupakan

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipantau selama 3,5 tahun mempunyai kompliksai yang paling sering adalah

BAB I PENDAHULUAN. dipantau selama 3,5 tahun mempunyai kompliksai yang paling sering adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makrosomia merupakan komplikasi diabetes mellitus gestasional tersering. Makrosomia didefinisikan bayi lahir dengan berat badan 4000g. Hasil penelitian di ujung pandang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 8 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIRSCHSPRUNG DI RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Artathi Eka

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi Kode Blok Blok Bobot Semester Standar Kompetensi : Pendidikan Dokter : KBK403 : UROGENITAL : 4 SKS : IV : Mengidentifikasi dan menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer ataupun infeksi sekunder

Lebih terperinci