ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA"

Transkripsi

1 ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Sandy Lesmana NIM E

4 ABSTRAK SANDY LESMANA. Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh Nana Mulyana Arifjaya. Unit respon hidrologi (URH) merupakan unit analisis yang digunakan untuk mengetahui respon hidrologi pada suatu tutupan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku debit di Sub DAS Cipeureu dan perbedaan kadar air tanah serta volume aliran permukaan pada tegakan damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima wallichii), dan tusam (Pinus merkusii). Pembentukan unit respon hidrologi menggunakan ekstensi ArcSWAT 2009 pada aplikasi ArcGIS 9.3. Debit di Sub DAS Cipeureu memiliki waktu konsentrasi 1.5 jam dan waktu resesi 12.4 jam dengan rasio debit maksimum 1.79 kali debit minimum. Koefisien aliran permukaan langsung di Sub DAS Cipeureu rata-rata hanya 3.3% setiap kejadian hujan. Analisis kadar air tanah menunjukan URH pada tegakan puspa rata-rata 54.4% pada musim hujan dan 37.5% pada musim kemarau lebih besar dibandingkan URH damar dan tusam masing-masing 52.6% dan 40.5% pada musim hujan serta 34.4% dan 32.0% pada musim kemarau. Aliran permukaan di tegakan puspa lebih besar mm dibandingkan tegakan damar dan lebih besar mm dibandingkan tegakan tusam. Kata kunci: Kadar air tanah, Sub DAS Cipeureu, Unit respon hidrologi ABSTRACT SANDY LESMANA. Analysis of Hydrological Response Unit and Soil Moisture at Plantation Forest at Cipeureu Sub Watershed Gunung Walat Educational Forest. Supervised by Nana Mulyana Arifjaya. Hydrological Response Unit (HRU) it is an unit of analysis used to know the specific hydrological response at land cover, soil, and topographic characteristic. The purposes of this research are to know discharge of Cipeureu Sub Watershed and compare soil moisture and direct runoff at forested area of damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima wallichii), and tusam (Pinus merkusii). ArcSWAT 2009 extension on the application of ArcGIS 9.3 was used to define HRU. Discharge analysis at Cipeureu Sub Watershed result time of concentration 1.5 hours and time of recession 12.4 hours with maximum-minimum discharge ratio is 1.79 times. Cipeureu Sub Watershed have coefficient run off 3.3%. Analysis of soil moisture showed that HRU at puspa 54.4% in rainy season and 37.5% in dry season was greater than HRU at damar and tusam respectively 52.6% and 40.5% in rainy season and 34.4% and 32.0% in dry season. Run off at puspa was greater mm than damar and was greater mm than tusam Keywords: Soil moisture, Cipeureu Sub Watershed, Hydrological Response Unit

5 ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi :Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat. Nama : Sandy Lesmana NIM : E Disetujui oleh Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada direksi dan pelaksana teknis lapangan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Suhaimi H. Burlian (Alm), Ibunda Dedeh Permasari serta seluruh keluarga, saudara, dan teman-teman atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai referensi belajar. Bogor, Juni 2014 Sandy Lesmana

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 1 Manfaat Penelitian... 1 METODE... 2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 2 Data dan Bahan... 2 Alat... 2 Pengumpulan Data... 2 Batas Sub DAS Cipeureu... 2 Kadar Air Tanah... 2 Curah Hujan dan Tinggi Muka Air... 2 Prosedur Analisis Data... 3 Batas DAS Cipeureu HPGW... 3 Analisis Hidrograf... 3 SCS Curve Number... 4 Unit Respon Hidrologi... 5 Kadar Air Tanah... 5 Aliran Permukaan... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 5 Batas Sub DAS Cipeureu... 5 Analisis Hidrograf... 6 SCS Curve Number... 8 Unit Respon Hidrologi... 9 Kadar Air Tanah Aliran Permukaan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 22 viii viii viii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1 Hidrograf aliran... 8 Tabel 2 Bilangan kurva Sub DAS Cipeureu... 9 Tabel 3 Unit respon hidrologi Tabel 4 Kadar air tanah unit respon hidrologi Tabel 5 Volume aliran permukaan DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Batas Sub DAS Cipeureu HPGW... 6 Gambar 2 Hidrograf aliran... 7 Gambar 3 Unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu Gambar 4 Kadar air tanah musim hujan Gambar 5 Kadar air tanah musim kemarau DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Peta lokasi penelitian Lampiran 2 Peta tutupan lahan dan sebaran tanah Sub DAS Cipeureu Lampiran 3 Kemiringan lereng Sub DAS Cipeureu Lampiran 4 Anticedent moisture content Lampiran 5 Laju infiltrasi kelompok hidrologi tanah Lampiran 6 Bilangan kurva Lampiran 7 Koefisien aliran permukaan langsung dan rasio debit Lampiran 8 Bilangan kurva dan volume aliran permukaan... 21

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Pola pengelolaan yang diaplikasikan pada kawasan hutan akan berdampak pada respon hidrologi di daerah aliran sungai (DAS). Mulyana (2000) menegaskan bahwa peningkatan aliran permukaan di DAS Ciwulan hulu terjadi akibat penebangan hutan tanaman pinus yang terindikasi dari peningkatan koefisien aliran permukaan langsung sebesar 22%. Anwar et al. (2011) menambahkan bahwa peningkatan aliran permukaan sebesar 10% di DAS Barito hulu setiap tahunnya diakibatkan oleh kegiatan pemanenan hutan. Menurut Hairiah et al. (2004) dalam Yulistyarini (2011) ketersediaan serasah yang tebal menutupi lantai hutan berdampak pada terkendalinya aliran permukaan pada saat musim hujan dan terjaganya pasokan debit sungai melalui baseflow pada musim kemarau. Sub DAS Cipeureu yang memiliki luasan ha terletak di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Tutupan lahan Sub DAS Cipeureu didominasi oleh tegakan damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima walichii), dan tusam (Pinus merkusii) yang selalu dijaga keberadaannya dan tidak dieksploitasi untuk hasil hutan kayunya. Manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar terhadap keberadaan Sub DAS Cipeureu adalah sumber air yang mengalir sepanjang tahun (HPGW 2010). Diduga keberadaan hutan tanaman campuran tersebut berhubungan dengan perilaku debit, kadar air tanah, dan aliran permukaan di Sub DAS Cipeureu. Untuk itu perlu dikaji perilaku debit Sub DAS Cipeureu melalui analisis hidrograf. Selain itu akan dikaji perbedaan kadar air tanah dan aliran permukaan pada tegakan damar, puspa, dan tusam yang mendominasi Sub DAS Cipeureu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku debit di Sub DAS Cipeureu dan perbedaan kadar air tanah dan aliran permukaan pada tegakan damar, puspa, dan tusam di Sub DAS Cipeureu. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan tentang peran tegakan damar, puspa dan tusam terhadap perilaku debit, kadar air tanah, dan aliran permukaan di DAS.

12 2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data berlangsung dari bulan Juli November Pengolahan dan analisis data dilakukan di laboratorium Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Data dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain Digital Elevation Model (DEM) resolusi 90 meter dari Shuttle Radar Topography Modeling (SRTM), 30 meter dari AsterGDEM, dan 20 meter, peta administrasi HPGW, peta tutupan lahan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng serta peta jaringan sungai. Data-data yang dibutuhkan untuk penelitian ini antara lain batas Sub DAS Cipeureu HPGW, kadar air tanah, curah hujan, dan tinggi muka air. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain GPS Garmin 60csx, Demetra PAT E.M System Soil Tester Tokyo Japan, Automatic water level recorder (AWLR) Global Water model WL 16U serial , Automatic Weather Station (AWS) Davis Pro Vantage, dan aplikasi DNR Garmin serta ArcGIS 9.3 beserta ekstensi pendukungnya. Pengumpulan Data Batas Sub DAS Cipeureu Batas Sub DAS Cipeureu didapatkan dari groundcheck dan hasil delineasi otomatis menggunakan ekstensi ArcSWAT 2009 pada aplikasi ArcGIS 9.3. Kadar Air Tanah Dengan menggunakan Demetra PAT E.M System Soil Tester Tokyo Japan, pengukuran kadar air tanah dilakukan pada musim hujan dan kemarau, masing-masing vegetasi, dan topografi di Sub DAS Cipeureu. Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Data curah hujan diperoleh dari alat AWS yang dimiliki oleh HPGW dengan waktu rekam data setiap 15 menit sedangkan tinggi muka air diperoleh dari alat AWLR yang dipasang di Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Sub DAS Cipeureu dengan rekam data setiap 15 menit.

13 3 Batas DAS Cipeureu HPGW Prosedur Analisis Data Hasil groundcheck dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui perbedaan batas Sub DAS Cipeureu hasil delineasi otomatis. Analisis Hidrograf Debit aliran dihasilkan dari perkalian kecepatan aliran dan luas badan air pada stasiun pengamatan arus sungai (SPAS) Sub DAS Cipeureu. Hidrograf aliran (Sherman 1932) dalam (Arsyad 2010) digunakan untuk menggambarkan perilaku air terhadap waktu pada setiap kejadian hujan. Komponen-komponen yang diketahui dari hidrograf aliran antara lain: 1. Debit maksimum (Qp) 2. Debit minimum/ aliran dasar (Qbf) 3. Waktu konsentrasi (Tc) 4. Waktu resesi (Tr) 5. Debit Aliran permukaan langsung/ direct run off (Qdro) Debit aliran permukaan langsung dihitung menggunakan persamaan (Seyhan 1990) berikut: Q dro = Q Q bf (1) Keterangan. Q dro = Debit aliran permukaan langsung (liter/s) Q = Debit aliran sungai (liter/s) = Debit minimum/ aliran dasar (liter/s) Q bf Tebal aliran permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan (Asdak 2007) berikut: DRO = Q dro x t x 1000 A x (2) Keterangan. DRO = Tebal aliran permukaan langsung (mm) Q dro = Total debit aliran permukaan langsung (liter/s) t = Interval waktu pengamatan = 900 detik (s) A = Luas Sub DAS Cipeureu = m² 1000 = Konversi satuan liter ke meter³ dan meter ke milimeter Koefisien aliran permukaan langsung per kejadian hujan dihitung menggunakan persamaan (Asdak 2007) berikut : C = DRO...(3) P Keterangan. C = Koefisien aliran permukaan langsung

14 4 DRO = Volume aliran permukaan langsung (mm) P = Curah hujan (mm) Rasio debit maksimum dan minimum per kejadian hujan dihitung mengunakan persamaan (Asdak 2007) berikut: Rasio Q = Q p Q bf..(4) Keterangan. Q p = Debit puncak/maksimum (liter/s) = Debit minimum/baseflow (liter/s) Q bf SCS Curve Number Bilangan kurva di Sub DAS Cipeureu diketahui berdasarkan retensi air maksimum yang dihitung menggunakan persamaan berikut: S = P I a 2 Q(P I a ).(5) Q Keterangan. Q = Volume aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm) I a = Abstraksi awal (mm) diduga dari intersepsi tegakan rata-rata yaitu 14.7 % dari curah hujan harian S = Retensi air maksimum potensial (mm) Persamaan 5 diturunkan dari persamaan (US-SCS 1973) dalam Arsyad (2010) berikut: Q = P I a ² P I a +S (6) Keterangan. Q = Volume aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm) I a = Abstraksi awal (mm) S = Retensi air maksimum potensial (mm) Berdasarkan retensi air maksimum potensial yang diketahui menggunakan persamaan 5, bilangan kurva dihitung menggunakan persamaan berikut: CN =..(7) S+254 Keterangan. S = Retensi air maksimum potensial (mm) CN = Bilangan kurva aliran permukaan

15 Persamaan 7 diturunkan dari persamaan (US-SCS 1973) dalam Arsyad (2010) berikut: S = CN (8) Keterangan. S = Retensi air maksimum potensial (mm) CN = Bilangan kurva aliran permukaan Bilangan kurva merupakan nilai ketetapan yang digunakan untuk menduga aliran permukaan berdasarkan tata guna lahan dan kelompok hidrologi tanah. Retensi air maksimum potensial adalah potensi air yang mampu diinfiltrasikan ke dalam tanah. Unit Respon Hidrologi Unit respon hidrologi (URH) dihasilkan dari overlay peta tutupan lahan, peta jenis tanah, dan peta kemiringan lereng dengan menggunakan ekstensi ArcSWAT pada aplikasi ArcGIS 9.3. Kadar Air Tanah Kadar air tanah di seluruh wilayah Sub DAS Cipeureu diduga dan dipetakan menggunakan interpolasi inverse distance weight (IDW) pada aplikasi ArcGIS 9.3 berbekal kadar air tanah yag telah diketahui. Hasil pengukuran kadar air tanah di Sub DAS Cipeureu ditabulasikan berdasarkan musim dan URH. Aliran Permukaan Berbekal bilangan kurva, persamaan 6 dan 8, dan inisial abstraksi pada masing-masing tegakan, volume aliran permukaan di setiap tegakan dapat diketahui. Abstraksi awal dalam persamaan 6 diduga dari intersepsi tegakan hasil penelitian Kaimuddin (1994) pada damar, puspa, dan tusam yang masing-masing adalah 14.7%, 15.7%, dan 13.7% dari curah hujan harian. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Batas Sub DAS Cipeureu Terdapat perbedaan antara batas Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck dan delineasi otomatis dengan model SWAT menggunakan data DEM 90 meter, 30 meter, dan 20 meter. Berikut ini dilampirkan peta batas-batas Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck, delineasi otomatis, dan data manajemen HPGW:

16 6 Gambar 1 Batas Sub DAS Cipeureu HPGW Berdasarkan luasannya, Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck memiliki luasan sebesar ha. Luasan tersebut lebih besar dibandingkan luasan hasil delineasi otomatis menggunakan data DEM 90 meter, 30 meter, dan 20 meter masing-masing 3.43 ha, 4.65 ha, dan ha. Sementara itu, Sub DAS Cipeureu yang bersumber dari database HPGW memiliki luasan ha, tidak berbeda jauh dengan luasan hasil groundcheck. Perbedaan antara batas Sub DAS Cipeureu hasil delineasi otomatis dan hasil groundcheck diduga disebabkan oleh data DEM yang digunakan untuk delineasi otomatis tidak mewakili keadaan di lapangan. Menurut Schuol dan Abbaspour (2006), keakuratan hasil keluaran model SWAT dipengaruhi keterwakilan parameter yang digunakan terhadap keadaan di lapangan. Analisis Hidrograf Gambar 2 memperlihatkan respon debit aliran Sub DAS Cipeureu terhadap intensitas hujan yang bervariasi. Intensitas hujan yang rendah menyebabkan waktu konsentrasi debit aliran mencapai puncaknya berlangsung lama dan sebaliknya intensitas hujan yang tinggi menyebabkan waktu konsentrasi berlangsung singkat. Berdasarkan hidrograf (a), (c), dan (d) intensitas hujan 15.1 mm/jam, 7.1 mm/jam, dan 2.27 mm/jam menyebabkan debit aliran Sub DAS Cipeureu membutuhkan waktu 2 jam - 3 jam untuk mencapai puncaknya. Berbeda dengan hidrograf (b), intensitas hujan tinggi 26.4 mm/jam menyebabkan waktu konsentrasi debit berlangsung 1 jam.

17 Debit (Liter/s) Curah hujan (mm) Debit (Liter/s) Curah hujan (mm) Waktu (Jam) Waktu (Jam) (a) (b) Debit (Liter/s) Curah hujan (mm) Debit (Lite/s) Curah hujan (mm) Waktu (Jam) Waktu (Jam) (c) (d) Gambar 2 Hidrograf aliran (a) 29 September 2013, (b) 2 Oktober 2013, (c) 19 Oktober 2013, dan (d) 29 Oktober Curah hujan Debit Debit aliran dasar Berdasarkan Gambar 2, terdapat perbedaan waktu resesi antara hidrograf (a) dan (c) dengan hidrograf (b) dan (d). Pada hidrograf (a) dan (c) waktu resesi debit hanya berlangsung singkat yaitu 3 jam - 8 jam. Berbeda dengan hidrograf (b) dan (d), waktu resesi tergolong panjang yaitu 12 jam - 18 jam. Berdasarkan keadaan di lapangan, beberapa hari sebelum tanggal 29 September 2013 dan 19 Oktober 2013 tidak terjadi hujan. Seyhan (1990) menegaskan periode tidak hujan akan menyebabkan ketidakjenuhan tanah terhadap air meningkat sehingga suatu waktu hujan, air akan lebih banyak diinfiltrasikan dan pasokan air aliran permukaan akan berkurang yang menyebabkan waktu resesi debit menjadi singkat.

18 8 Tanggal P (mm) Q (liter/s) Qp (liter/s) Tabel 1 Hidrograf aliran Qbf (liter/s) Qdro (liter/s) Tc (jam) Tr (jam) DRO (mm) 29/09/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /11/ /11/ Rata-rata P: Curah hujan, Q: Debit, Qp: Debit puncak, Qbf : Debit aliran dasar, Qdro: Debit aliran permukaan langsung, Tc: Waktu konsentrasi, Tr: Waktu resesi, DRO: aliran permukaan langsung, C: Koefisien aliran permukaan langsung, Qp/Qbf: Rasio debit maksimum-minimum Berdasarkan Tabel 1, waktu konsentrasi di Sub DAS Cipeureu berkisar antara 1 jam - 3 jam dengan rata-rata 1.5 jam. Waktu konsentrasi yang tergolong pendek tersebut disebabkan oleh topografi di Sub DAS Cipeureu yang didominasi kemiringan lereng agak curam sampai dengan sangat curam. Hal ini ditegaskan oleh Hendrayanto et al. (2001) waktu konsentrasi yang pendek antara lain disebabkan oleh dominasi kemiringan lereng yang curam pada DAS. Waktu resesi di Sub DAS Cipeureu berkisar antara 3 jam - 18 jam dengan rata-rata 12.4 jam. Rata-rata waktu resesi tersebut lebih besar daripada waktu resesi Sub DAS Cipeureu hasil penelitian Rusdiana et al. (2002) yaitu 8.7 jam. Rusdiana et al. (2002) menyimpulkan waktu resesi Sub DAS Cipeureu yang tergolong panjang menandakan kualitas penutup lahan yang baik. Berdasarkan Tabel 1, koefisien aliran permukaan langsung Sub DAS Cipeureu berkisar antara 1.1% - 7.1% dengan rata-rata 3.3%. Mulyana (2000) menegaskan DAS berhutan yang mampu mengendalikan aliran permukaan langsung memiliki koefisien aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan DAS tidak berhutan. Dominasi hutan tanaman campuran di Sub DAS Cipeureu mampu mengendalikan aliran permukaan sehingga curah hujan yang berubah menjadi aliran permukaan langsung hanya 3.3%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa debit maksimum Sub DAS Cipeureu berkisar antara kali lipat debit minimum dengan rata-rata 1.79 kali lipat. Mulyana (2000) mendapati rasio debit maksimum dan minimum di suatu Sub DAS Cikawung yang tidak berhutan mencapai 21 kali lipat. Ditinjau dari rasio debit maksimum dan minimum yang lebih kecil dibandingkan DAS tidak berhutan tersebut dapat disimpulkan bahwa Sub DAS Cipeureu yang tertutupi hutan tanaman campuran mampu menjaga pasokan air ketika musim kemarau dan mengendalikan aliran permukaan ketika musim hujan. SCS Curve Number Metode SCS Curve number (CN) (US-SCS 1973) dalam (Arsyad 2010) digunakan untuk memprediksi laju dan volume aliran permukaan di suatu lahan. Berdasarkan volume aliran permukaan yang dihasilkan dari analisis hidrograf, C Qp/ Qbf

19 bilangan kurva Sub DAS Cipeureu dapat diketahui. Berikut ini dilampirkan bilangan kurva Sub DAS Cipeureu pada setiap kejadian hujan. Tabel 2 Bilangan kurva Sub DAS Cipeureu setiap kejadian hujan Tanggal Q P Kandungan air tanah CN CN (mm) (mm) (aktual) (AMCII) 29/09/ AMC I /10/ AMC I /10/ AMC I /10/ AMC I /10/ AMC I /10/ AMC II /10/ AMC I /10/ AMC II /10/ AMC II /10/ AMC III /11/ AMC II /11/ AMC I CN tertimbang 53 Q: Volume aliran permukaan, P: Curah hujan, CN: bilangan kurva, AMC: Kandungan air tanah sebelumnya Kandungan air tanah sebelumnya atau Anticedent moisture content (AMC) mempengaruhi volume aliran permukaan. (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) mendefinisikan AMC sebagai berikut dan tabel kriteria AMC berdasarkan jumlah curah hujan 5 hari sebelumnya pada Lampiran 4. 9 Kondisi I Kondisi II Kondisi III : Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik Layu. : Keadaan rata-rata : Tanah jenuh air Pada AMC II, Bilangan kurva di Sub DAS Cipeureu berkisar antara dengan bilangan kurva tertimbang adalah 53. Berdasarkan CN tertimbang tersebut dan meninjau tabel bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) pada lampiran 5 dan 6, tutupan hutan Sub DAS Cipeureu tergolong ke dalam klasifikasi hutan baik dan masuk ke dalam kelompok hidrologi tanah B. Laju infiltrasi minimum di Sub DAS Cipeureu diduga 4 mm/jam - 8 mm/jam. Unit Respon Hidrologi Unit respon hidrologi (URH) merupakan unit analisis terkecil yang dibentuk dari kesamaan parameter berpengaruh seperti penggunaan lahan, tanah, dan topografi yang homogen (Mulyana 2012). Sub DAS Cipeureu dibagi menjadi 19 unit respon hidrologi yang terdiri dari 1 tutupan lahan, 1 jenis tanah, dan 1 kemiringan lereng. Unit respon hidrologi telah banyak digunakan untuk menganalisis respon hidrologi di DAS. Junaidi (2009) dan Adrionita (2011)

20 10 mendapati URH yang menyusun DAS Cisadane dan Citarum hulu masing-masing 778 URH dan URH. Pada Gambar 3 disajikan peta unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu. Gambar 3 Unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu Berdasarkan luasannya, unit respon hidrologi puspa_latosol merah kuning_25-40 memiliki luasan terbesar yaitu 2.92 Ha. Luasan terkecil 0.04 dimiliki oleh unit respon hidrologi dengan kombinasi damar_latosol merah kuning_0-8, puspa_latosol merah kuning_0-8, tusam_latosol merah kuning_15-25, dan tusam_latosol merah kuning_ Pada Tabel 3 dilampirkan unit respon hidrologi beserta luasannya. Tabel 3 Unit respon hidrologi No Unit respon hidrologi Luas (ha) 1 Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_> Damar_Litosol_ Damar_Litosol_ Damar_Litosol_ Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_

21 11 Tabel 3 Unit respon hidrologi (lanjutan) No Unit respon hidrologi Luas (ha) 11 Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_> Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_> Tusam_Latosol merah kuning_ Tusam_Latosol merah kuning_ Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan ketersedian air di dalam pori-pori tanah yang antara lain dibutuhkan oleh vegetasi untuk proses pertumbuhan (Baskoro dan Tarigan 2007). Hasil dari pengukuran didapati kadar air tanah berdasarkan topografi, vegetasi dan musim yang berbeda. Pada Gambar 4 dan 5, dilampirkan peta sebaran kadar air tanah di Sub DAS Cipeureu. Gambar 4 Peta kadar air tanah pada musim hujan Berdasarkan Gambar 4 dan 5 dapat dilihat gradasi warna kuning, hijau dan biru yang menandakan kadar air tanah rendah hingga tinggi. Pada daerah yang berdekatan dengan sungai (polyline kuning) memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang berjauhan dengan sungai. Daerah lembah yang identik dengan keberadaan air/sungai memiliki kadar air yang lebih tinggi

22 12 dibandingkan dengan daerah lereng dan punggung bukit. Menurut Asdak (2007) hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan tanah mengalirkan air dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah melalui pori tanah sehingga air akan terakumulasi di tempat yang lebih rendah. Gambar 4 didominasi oleh warna biru dengan kadar air tanah berkisar 45% - 57% sedangkan Gambar 5 didominasi warna hijau biru dengan kadar air tanah berkisar 27% - 36%. Gambar 5 Peta kadar air tanah pada musim kemarau Tabel 4 dilampirkan kadar air tanah berdasarkan (URH) dan musim di Sub DAS Cipeureu. Berdasarkan Tabel 4, selisih kadar air tanah antara musim hujan dan kemarau adalah 15.2%. Peralihan musim di Sub DAS Cipeureu dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan kadar air tanah sebesar 15.2%. Semak belukar memiliki kadar air tanah rata-rata 57.1% pada musim hujan dan 39.2% pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan vegetasi lain. Berdasarkan jenis pohonnya, puspa memiliki kadar air tanah lebih tinggi dibandingkan damar dan tusam. Puspa memiliki kadar air tanah rata-rata 54.4% pada musim hujan dan 37.5% pada musim kemarau sedangkan damar dan tusam masing-masing memiliki rata-rata kadar air tanah 52,6% dan 40.5% pada musim hujan serta 34.4% dan 32% pada musim kemarau. Salah satu yang mempengaruhi kadar air pada tanah yang bervegetasi adalah laju evapotranspirasi. Pudjiharta (1995) dalam indrajaya dan handayani (2008) menegaskan jumlah air yang dievapotranspirasikan pinus (5.4 mm/hari) lebih tinggi dari pada jenis vegetasi lainnya yang digunakan untuk pembangunan hutan tanaman. Hal yang sama diungkapkan Rusdiana et al. (2002) bahwa sekitar (mm/hari) air yang dievapotranspirasikan pinus lebih besar daripada jumlah air yang dievapotranspirasikan puspa yaitu berkisar (mm/hari) dan tidak jauh berbeda dengan kemampuan agathis mengevapotranpirasikan air yaitu antara (mm/hari).

23 13 Unit respon hidrologi Tabel 4 Kadar air tanah unit respon hidrologi Luas (ha) Musim hujan Musim kemarau Kadar air tanah(%) Selisih musim hujan dan kemarau Damar_Litosol_ Damar_Litosol_ Damar_Litosol_ Rata-rata Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_ Damar_Latosol merah kuning_> Rata-rata Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_ Puspa_Latosol merah kuning_> Rata-rata Tusam_Latosol merah kuning_ Tusam_Latosol merah kuning_ Rata-rata Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_ Semak_Latosol merah kuning_> Aliran Permukaan Rata-rata Bilangan kurva setiap kejadian hujan pada Tabel 2 dijadikan sebagai input untuk mengetahui volume aliran permukaan pada masing-masing vegetasi dengan menggunakan metode SCS Curve Number (CN) (US-SCS 1973) dalam (Arsyad 2010). Tabel 5 memperlihatkan perbedaan aliran permukaan pada setiap vegetasi pohon yang menutupi lahan Sub DAS Cipeureu. Puspa memiliki volume aliran permukaan yang lebih besar dibandingkan damar dan tusam. Puspa memiliki volume aliran permukaan berkisar antara mm 1,0635 mm dengan ratarata volume aliran permukaan sebesar mm. Jumlah tersebut lebih besar daripada volume aliran permukaan pada damar dan tusam yang masing-masing berkisar antara 0.1 mm 1.04 mm dan mm mm dengan rata-rata volume aliran permukaan sebesar mm dan mm. Volume aliran permukaan yang mengalir di suatu lahan bervegetasi dipengaruhi oleh terintersepsinya hujan oleh tajuk sehingga mengurangi volume hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagai masukan untuk aliran permukaan. Kemampuan vegetasi

24 14 pinus yang lebih efektif mengendalikan aliran permukaan dibandingkan vegetasi damar dan puspa dipengaruhi oleh kemampuan mengintersepsikan hujan. Menurut Kaimuddin (1994) rata-rata curah hujan yang diintersepsikan tusam, damar, dan puspa masing-masing sebesar 15.7%, 14.7%, dan 13.7%. Hujan netto yang jatuh di tegakan tusam akan lebih rendah dibandingkan tegakan damar dan puspa. Menurut Hairiah et al. (2004) dalam Yulistyarini (2011) ketersediaan seresah yang tebal menutupi lantai hutan berdampak pada terkendalinya aliran permukaan pada saat musim hujan. Produktivitas serasah tertinggi dimiliki oleh tegakan tusam sebesar ton/ha/tahun sedangkan pada tegakan damar dan puspa masingmasing sebesar 9.39 ton/ha/tahun dan7.31 ton/ha/tahun (Rusdiana et al 2002). Berdasarkan produktivitas serasah tersebut, tegakan tusam lebih lebih besar perannya dalam mengendalikan aliran permukaan dibandingkan tegakan damar dan puspa. Tabel 5 Volume aliran permukaan setiap vegetasi tutupan lahan Tanggal P Volume aliran permukaan (mm) (mm) Damar Puspa Tusam 29/09/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /10/ /11/ /11/ Rata-rata SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perilaku debit di Sub DAS Cipeureu memiliki waktu konsentrasi 1.5 jam dan waktu resesi 12.4 jam dengan rasio debit maksimum 1.79 kali debit minimum. Curah hujan yang berubah menjadi aliran permukaan langsung di Sub DAS Cipeureu rata-rata hanya 3.3%. Pada musim hujan, kadar air tanah di HRU tegakan puspa (Schima walichii) lebih besar 1.8% dibandingkan HRU tegakan damar (Agathis loranthifolia) dan lebih besar 13.9% dibandingkan HRU tegakan tusam (Pinus merkusii). Pada musim kemarau, kadar air tanah di HRU tegakan puspa lebih besar 3.1% dibandingkan HRU tegakan damar dan lebih besar 5.5% dibandingkan HRU tegakan tusam. Aliran permukaan di tegakan puspa lebih besar mm dibandingkan tegakan damar dan lebih besar mm dibandingkan tusam.

25 15 Saran Kegiatan agroforestry di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) sebaiknya dilakukan pada tegakan puspa (Schima wallichii) daripada tegakan damar (Agathis loranthifolia) dan tusam (Pinus merkusii). Hal tersebut ditinjau dari kadar air tanah puspa lebih tinggi dibandingkan damar dan tusam. Selain itu kegiatan agroforestry pada tegakan puspa merupakan bagian dari konservasi tanah dan air yang bertujuan untuk mengendalikan aliran permukaan. DAFTAR PUSTAKA Adrionita Analisis debit sungai dengan menggunakan model SWAT pada berbagai penggunaan lahan di DAS Citarum hulu Jawa Barat[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor. Anwar M, Pawitan H, Murtilaksono K, Jaya I N S Respon hidrologi akibat deforestasi di DAS Barito hulu, Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika.8(3): Arsyad S Konservasi tanah dan air.bogor(id) IPB pr. Asdak C Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai.bandung(id). Gadjah Mada Univ pr. Baskoro D P T, Tarigan S D Karakteristik kelembaban tanah pada beberapa jenis tanah.jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2):77-81 Hendrayanto, Mulyana N, Rusdiana O, Wasis B Respon hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) berhutan jati (Tectona grandis) (Studi kasus di DAS Cijurey, KPH Purwakarta, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7(2):7-18. [HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat Manajemen plan of Gunung Walat Educational Forest. Bogor(ID). Fahutan IPB. Indrajaya Y dan Handayani W Potensi hutan Pinus merkusii jungh.et de Vriese. sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Info Hutan. 5(3): Junaidi E Kajian berbagai alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan model SWAT[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor. Kaimuddin Kajian model pendugaan intersepsi hujan pada tegakan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia,dan Schima wallichii di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor Mulyana N Pengaruh hutan pinus (Pinus merkusii) terhadap karakteristik hidrologi di Sub DAS Ciwulan hulu KPH Tasikmalaya Perum Perhutani unit III Jawa barat [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Mulyana N Analisis luas tutupan hutan terhadap ketersediaan Green Water dan Blue Water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane hulu dengan aplikasi model SWAT[disertasi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.

26 16 Rusdiana O, Arifjaya N M, Hendrayanto Pengaruh hutan tanaman campuran terhadap tata air dan perlindungan tanah dalam pengelolaan hutan berwawasan ekosistem di Sub DAS Cipeureu, Gunung Walat. Bogor(ID). Pusbanghut PT Perhutani-Fakultas Kehutanan IPB. Schuol J, Abbaspour K C Calibration and uncertainty issues of hydrological model (SWAT) applied to West Africa. Advances in Geosciences 9 : Seyhan E Dasar-dasar hidrologi.yogyakarta(id). Gadjah Mada Univ Pr. Yulistyarini T Keragaman vegetasi dan pengaruhnya terhadap laju infiltrasi di daerah resapan mata air Seruk, Desa Pesanggrahan-Batu. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus. 5(F):

27 17 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian Lampiran 2 Peta tutupan lahan dan sebaran tanah Sub DAS Cipeureu

28 18 Lampiran 3 Peta kemiringan lereng Sub DAS Cipeureu Lampiran 4 Anticedent moisture content (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010). Kandungan air tanah sebelumnya Total curah hujan 5 hari sebelumnya(mm) (AMC) Musim Kemarau Musim Hujan I <13 <35 II III >28 >53 Lampiran 5 Laju infiltrasi kelompok hidrologi tanah (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010). Kelompok hidrologi tanah Laju Infiltrasi minimum (mm per jam) A B C D

29 Lampiran 6 Bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010). Kelompok No Penggunaan tanah/perlakuan/kondisi hidrologi hidrologi tanah A B C D 1 Pemukiman Luas kapling % Kedap air < 500 m² m² m² m² m² Tempat parkir di aspal, atap, dan jalan aspal, dan lain-lain Jalan umum: Beraspal dan saluran pembuangan air Kerikil Tanah Daerah perdagangan dan pertokoan (85% kedap) Daerah industri (72% kedap) Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara, taman, lapangan golf, kuburan, dan lain-lain: Kondisi baik: 75% atau lebih tertutup rumput Kondisi sedang: 50%-75% tertutup rumput Bera-larikan menurut lereng Tanaman semusim: Menurut lereng Buruk Baik Menurut kontur Buruk Baik Kontur & teras Buruk Baik Padi-padian: Menurut lereng Buruk Baik Menurut kontur Buruk Baik Kontur & teras Buruk Baik Leguminosa ditanam rapat: Menurut lereng Buruk Baik Menurut kontur Buruk Baik Kontur & teras Buruk Baik

30 20 Lampiran 6 Bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) (lanjutan). No Penggunaan tanah/perlakuan/kondisi hidrologi Kelompok hidrologi tanah A B C D 11 Padang rumput pengembalaan: Buruk Sedang Baik Menurut kontur Buruk Sedang Baik Padang rumput dipotong-baik Hutan Buruk Sedang Baik Perumahan petani Lampiran 7 Perhitungan koefisien aliran permukaan langsung dan rasio debit maksimum-minimum. Curah hujan tanggal 29 September 2013 = 30.8 mm Total debit aliran permukaan langsung = liter/s Debit maksimum = liter/s Debit minimum = 9.40 liter/s Luas Sub DAS Cipeureu = m² Interval waktu pengamatan = 1 Jam = 60 menit = 3600 detik (s) Tebal DRO Tebal DRO = ( Debit DRO x 3600)/Luas Sub DAS Cipeureu = 0.49 mm Koefisien aliran permukaan langsung Rasio debit maksimum dan minimum = Curah hujan/tebal DRO = 30.8 mm/0.49 mm = = Debit maksimum/debit minimum = liter/s / 9.40 liter/s = 2.15

31 Lampiran 8 Perhitungan bilangan kurva Sub DAS Cipeureu dan volume aliran permukaan tegakan Curah hujan tanggal 29 September 2013 (P) = 30.8 mm Volume aliran permukaan (Q) = 0.48 mm Intersepsi tegakan rata-rata = 14.7 % Inisial abstraksi (Ia) = 14.7 % x 30.8 mm = mm Retensi parameter (S) = ((P-Ia)² - (Q x (P-Ia)) / Q Retensi parameter (S) = mm Bilangan kurva (CN) = / (S+254) Bilangan kurva (CN) = 16 Intersepsi tegakan Tusam (Pinus merkusii) = 15.7 % Inisial abstraksi (Ia) = 15.7 % x 30.8 mm = mm Volume aliran permukaan tegakan Tusam (Pinus merkusii) Q = (P-Ia)²/((P-Ia)+S Q = mm 21

32 22 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Baturaja, Sumatera Selatan pada tanggal 31 Januari 1990 putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Suhaimi H Burlian (Alm) dan Dedeh Permasari. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ogan Komering Ulu (OKU). Pada tahun yang sama, penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Selama di IPB, penulis aktif mengikuti himpunan profesi Forest Management Student Club (FMSC) sebagai anggota divisi keprofesian ( ), kepanitian pengenalan mahasiswa baru di Departemen Manejemen Hutan tahun 2011, kepanitian pengenalan Fakultas Kehutanan tahun 2010 dan Penulis pernah terlibat dalam proyek pemetaan lahan sawah Provinsi Bengkulu tahun 2012 sebagai surveyor dari Kementerian Pertanian, Partisipan konferensi dan workshop ke 3 Soil Water Assessment Tool (SWAT) tahun 2013 di Bogor Jawa Barat, dan Efektifitas sumur resapan di Kabupaten Mojokerto Jawa Timur (2014). Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Pangandaran dan Gunung Sawal (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Perum Perhutani KPH Cianjur Jawa Barat (Unit III), dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), serta Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Suka Jaya Makmur, Alas Kusuma Grup, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (2012). Selain itu penulis menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah, Hidrologi Hutan, dan Pengelolaan Ekosistem DAS. Untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Unit Respons Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat di bawah bimbingan Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi.

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

LAMPIRAN. persentase rata-rata kedap air 2)

LAMPIRAN. persentase rata-rata kedap air 2) 18 LAMPIRAN Lampiran 1 Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) / Curve Number (CN) 1) aliran permukaan untuk berbagai komplek tanah - penutup tanah (AMC:II, dan Ia=0,2S). No. Penggunaan Tanah/ Perlakuan/

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 26 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lima Daerah Aliran Sungai (DAS) di Propinsi Aceh yaitu : DAS Aih Tripe hulu (kabupaten Gayo Lues), DAS Krueng Aceh (Kabupaten Pidie, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Curah hujan diukur setiap hari dengan interval pengukuran dua puluh empat jam dengan satuan mm/hari. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh Automatic

Lebih terperinci

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI...x ABSTRACT... xi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat 22 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Nopember 2011 di Stasiun Pengamat Arus Sungai Sub DAS Sibarasok Gadang, DAS Antokan, yang terletak di

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT ANDALAN

ANALISIS DEBIT ANDALAN ANALISIS DEBIT ANDALAN A. METODE FJ MOCK Dr. F.J. Mock dalam makalahnya Land Capability-Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP FAO, Bogor, memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE Perhitungan Debit Saluran Perhitungan Debit Saluran Rumus Rasional : Q = 0,278 C.I.A m³/detik a. Koefisien Pengaliran C Di pengaruhi banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU Agreista Vidyna Qoriaulfa 1, Annisa Ratna Putri 1, Huriyah Fadhillah 1, Puji Harsanto 2, Jazaul Ikhsan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS KEDUNG GONG, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA

ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS KEDUNG GONG, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS KEDUNG GONG, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA Adzicky Samaawa samaawaadzicky@gmail.com M. Pramono Hadi mphadi@ugm.ac.id

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN DAN LIMPASAN DI SUB DAS WAINIBE PT GEMMA HUTANI LESTARI PULAU BURU PROVINSI MALUKU YUNENSIH

ANALISIS CURAH HUJAN DAN LIMPASAN DI SUB DAS WAINIBE PT GEMMA HUTANI LESTARI PULAU BURU PROVINSI MALUKU YUNENSIH ANALISIS CURAH HUJAN DAN LIMPASAN DI SUB DAS WAINIBE PT GEMMA HUTANI LESTARI PULAU BURU PROVINSI MALUKU YUNENSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI OLEH : RIKA ISNAINI PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sub DAS Cisadane Hulu Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hilir, tengah,

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Analisis debit Sungai Cidanau dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan air pada DAS Cidanau. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada jumlah air yang

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut; BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)

PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS) Taufiq, dkk., Pengaruh Tanaman Kelapa Sawit terhadap Keseimbangan Air Hutan 47 PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS) Mohammad Taufiq 1),

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder DAS Brantas tahun 2009-2010 dan observasi lapang pada bulan Februari Maret 2012 di Stasiun Pengamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci