KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Muhamad Nurhuda Nugraha NIM A

3 ABSTRAK MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA. Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI. Pada suatu pertanaman, lingkungan agroekosistem dapat memengaruhi keanekaragaman serta keefektifan komunitas parasitoid sebagai musuh alami serangga hama. Sebuah survei untuk mempelajari keanekaragaman serangga parasitoid dan parasitisasinya dilakukan di beberapa lahan sayuran di Bogor pada bulan Agustus sampai Oktober 2012 berdasarkan 3 kriteria pertanaman berbeda, yaitu: pola budidaya (organik dan konvensional), keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar (5-8 sp. dan 9-15 sp.) dan perbedaan umur pertanaman (3, 4 dan 5 bulan). Dengan membuat garis transek sepanjang 50 langkah di setiap lahan pertanaman yang telah dipilih, telur larva dan pupa serangga hama dikumpulkan, lalu dihitung kejadian parasitisasi dan keanekaragaman parasitoidnya. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tiga kriteria pertanaman yang digunakan. Walaupun begitu, berdasarkan keanekaragaman tanaman sekitar, tingkat parasitisasi pada lahan dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih sedikit (5-8 sp.), lebih tinggi dibandingkan lahan dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih banyak (9-15 sp.). Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan unit pengambilan contoh dan faktor lain yang memengaruhi seperti habitat sekitar, cuaca dan interaksi yang kompleks antar spesies dalam suatu agroekosistem. Kata kunci: keanekaragaman, parasitisasi, parasitoid, praktek pertanian, umur tanaman

4 ABSTRACT MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA. Diversity and Parasitism of Parasitoids in Vegetable Plants in Bogor. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI. In an agricultural area, agroecosystem could influence diversity and parasitism of parasitoids as natural enemies of insect pests. A survey to learn diversity and rate of parasitism of insect pests by parasitoids had been conducted in several agricultural fields with different criteria, such as farming practice (organic and convensional), species richness of vegetable crops (5-8 sp. and 9-15 sp.) and different crop ages (3, 4 and 5 months), in Bogor from August to October By making a 50 steps line transect for every field, eggs, larvae and pupa of insect pests were collected monthly, reared in laboratory and incidence of parasitism were calculated. The results showed that there were no significant differences on diversity and rate of parasitism based on three criterias used. However, based on the diversity of vegetable plant species around, the rate of parasitism in field with less plant species diversity (5-8 sp.) was higher than the field with more vegetable plant species diversity (9-15 sp.). These results might be caused by the limited number of samplings conducted and other potential factors such as surrounding habitat, seasonal fluctuation, and complex interactions between species in agroecosystem. Key words: biodiversity, parasitism, parasitoids, farming practice, different plant age

5 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7 Judul Skripsi : Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor Nama Mahasiswa : Muhamad Nurhuda Nugraha NIM : A Disetujui oleh Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen Tanggal lulus :

8 PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya, penelitian dan penulisan tugas akhir sarjana ini dapat diselesaikan. Tugas akhir sarjana ini berjudul: Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor dan berlangsung sejak Maret 2012 hingga September Penulis sangat bersyukur atas ilmu dan pengalaman yang didapat selama proses meraih gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc atas bimbingan yang diberikan hingga penelitian dan penulisan tugas akhir sarjana ini diselesaikan, dan juga kepada Dr. Akhmad Rizali atas arahan dan pelatihan yang diberikan. Penulis yakin ilmu baru yang didapat seperti cara penggunaan perangkat keras GPS Map dan perangkap lunak Quantum GIS dan R, akan lebih bermanfaat suatu hari nanti. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mba Adha Sari dan Mba Nita selaku laboran di Laboratorium Pengendalian Hayati yang telah banyak membantu dan juga kepada Pa Sudarsono serta Yasin Farid sebagai teman dan rekan kerja yang baik dalam penelitian ini. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam tahap identifikasi dan analisis statistik yaitu Pa Puji, Mba Laras, Rizki, Tuti, Pa Uyung serta kepada teman-teman di Goettingen yang telah banyak membantu memudahkan akses terhadap jurnal-jurnal internasional. Kepada Bu Tri, Pa Giyanto dan Pa Kikin atas diskusi dan arahan selama penulis menempuh studi di departemen ini. Kepada seluruh teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Pengendalian Hayati Faperta IPB secara khusus dan teman-teman dari berbagai departemen dan fakultas di Institut Pertanian Bogor baik junior maupun senior serta teman seperjuangan atas dukungan dan kebersamaannya. Akhirnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan sedalamdalamnya kepada Ibu dan Bapak yang sangat Penulis cintai atas perhatian, kasih sayang, kepercayaan, doa serta kesabaran yang diberikan. Juga atas diskusi dan cerita-cerita masa lalu yang menginspirasi dan memotivasi penulis dalam menjalani hidup ini. Akhir kata, tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Sang Pencipta seluruh alam. Semoga tulisan ini bermanfaat. Aamiin. Bogor, September 2013 Muhamad Nurhuda Nugraha

9 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 4 Waktu dan Lokasi Penelitian 4 Metode Penelitian 5 Survei dan Penentuan Lokasi 5 Pengambilan Contoh Serangga 9 Identifikasi Serangga 9 Analisis Data 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Keanekaragaman, Serangan Hama dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor 10 Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Caisin 13 Pengaruh Keanekaragaman Tanaman Sayuran di Sekitar terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Polikultur Kubis 15 Pengaruh Perbedaan Umur Tanaman terhadap Keanekaragaman Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Terung 18 SIMPULAN DAN SARAN 20 DAFTAR PUSTAKA 21 RIWAYAT HIDUP 25 vi vi

10 vi DAFTAR TABEL 1. Deskripsi lokasi penelitian di daerah Bogor 4 2. Keanekaragaman spesies sayuran di sekitar pertanaman polikultur kubis di Desa Tugu Selatan, Cisarua 7 3. Keanekaragaman, serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman sayuran di Bogor Frekuensi serangan hama pada pertanaman sayuran di Bogor Jumlah parasitoid (per individu inang) pada pertanaman sayuran di Bogor Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman caisin organik dan konvensional Komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem pertanian berbeda berdasarkan indeks kemiripan Sorensen Kelimpahan hama dan parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3, 4 dan 5 bulan 19 DAFTAR GAMBAR 1. Peta lokasi penelitian di daerah Bogor 5 2. Gambar pertanaman caisin (a) organik di Desa Tugu Selatan dan (b) konvensional di Desa Situ Daun 6 3. Pertanaman kubis dengan keanekaragaman (a) 5-8 spesies tanaman sayuran dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar 7 4. Pertanaman terung berumur (a) 3 bulan di Desa Bojong dan (b) terung berumur 4 bulan di Desa Bantarsari 8 5. Rataan tingkat serangan hama dan parasitisasinya pada pertanaman sayuran di Bogor Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada (a) pertanaman caisin organik dan (b) pertanaman caisin konvensional Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan 5-8 spesies dan 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 spesies dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya Keanekaragaman parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar serta (c) irisan diantara keduanya Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman terung dengan umur (a) 3 bulan, (b) 4 bulan dan (c) 5 bulan 19

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai salah satu sumber asupan vitamin dan mineral. Pada tahun 2011, produktivitas rata-rata sayuran segar di Indonesia mencapai 9,5 ton/ha (FAO 2013). Nilai ini tidak sebesar tahun sebelumnya yang mencapai 10 ton/ha. Penurunan ini tidak lepas dari permasalahan hama dalam praktek budidayanya. Di sisi lain, praktek budidaya dengan penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan pada sayuran segar dalam mengendalikan permasalahan hama dinilai lebih banyak menimbulkan efek negatif di kalangan produsen maupun konsumen. Efek negatif ini dapat berupa timbulnya resistensi hama terhadap pestisida, kontaminasi pada bahan pangan serta pencemaran lingkungan. Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan suatu konsep yang dikembangkan sebagai salah satu bentuk resolusi dari efek negatif intensifikasi dalam pertanian. Dalam konsep ini, serangga musuh alami memiliki peran yang sangat penting dalam menekan serangan organisme pengganggu tanaman (Losey dan Vaugan 2006; Buchori et al. 2008). Salah satu bentuk jasa ekosistem (ecosystem services) dalam suatu areal pertanian yang banyak menguntungkan petani adalah parasitisme oleh serangga parasitoid terhadap serangga hama. Secara sederhana, parasitoid dapat diartikan sebagai serangga yang stadia larvanya mampu memarasit serangga lainnya (Godfray 1994). Walaupun demikian, parasitoid merupakan kelompok yang dipisahkan dari kelompok organisme parasit pada umumnya. Hal ini menurut Gordh et al. (1999) dikarenakan parasitoid memiliki beberapa karakteristik yang unik, diantaranya adalah: 1) sifat parasitisasi parasitoid hanya diekspresikan pada stadia larva, 2) stadia imago hidup bebas di alam, 3) larva parasitoid biasanya membunuh dan memakan inangnya, 4) parasitoid memiliki ukuran tubuh yang kurang lebih sama dengan inangnya, 5) parasitoid dan inangnya berada pada grup taksonomi yang berdekatan (serangga dengan serangga). Berdasarkan keanekaragaman, biologi dan perkembangan/jenis parasitisasinya, serangga parasitoid telah diperhatikan sejak lama sebagai salah satu agen pengendalian hayati yang efektif. Sejak awal 1970, sebanyak 907 spesies parasitoid yang didominasi oleh ordo Hymenoptera (84,4%) dan Diptera (1,4%) telah digunakan dalam program pengendalian hayati di berbagai tempat di penjuru dunia (Clausen 1978). Dalam upaya pelestarian serangga parasitoid, terdapat beberapa hal yang dapat memengaruhi keanekaragaman dan keefektifan komunitas parasitoid sebagai musuh alami pada suatu pertanaman, diantaranya adalah pengelolaan lingkungan pada suatu agroekosistem (Letourneau dan Altieri 1999). Setiap wilayah akan memiliki karakter agroekosistem pertanaman yang berbeda sebagai hasil dari iklim, topografi, tanah, kondisi ekonomi dan sejarah penggunan lahan yang memengaruhinya. Perbedaan karakter agroekosistem pertanaman juga dapat ditentukan oleh tujuan dan skala produksinya. Hal ini berkaitan dengan teknologi, sumberdaya dan cara budidaya yang digunakan (Mattson et al. 1984; Altieri 1989). Walaupun demikian, pertanaman dapat dikategorikan berdasarkan tipe dari

12 2 pertanian atau agroekosistemnya (Norman 1979). Pertanaman organik dan konvensional atau pertanaman polikultur dan monokultur merupakan contoh kategori pertanaman yang dapat dibedakan berdasarkan pola budidayanya. Pada pertanaman yang dikelola secara organik, keanekaragaman spesies pada tiga level tropik (tanaman-herbivor-parasitoid) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan lahan yang dikelola secara konvensional (Macfadyen 2009). Sebenarnya hubungan keanekaragaman musuh alami pada suatu pertanaman dengan keefektifan dalam pengendalian hayati itu sendiri masih belum begitu jelas. Hal ini karena adanya pola interaksi yang sangat kompleks antar spesies yang terjadi dalam suatu ekosistem. Menurut Stireman et al. (2005), keanekaragaman musuh alami dapat meningkatkan keefektifan pengendalian hayati apabila musuh alami yang berbeda dapat melengkapi satu sama lain. Model ekologi seperti ini dapat terjadi apabila setiap spesies musuh alami memangsa/memarasit kelompok hama, baik dari jenis atau waktu yang berbeda. Keanekaragaman musuh alami juga berpotensi meningkatkan keefektifan pengendalian hayati, karena dapat meningkatkan kemungkinan hadirnya agen musuh alami yang superior. Namun, interaksi negatif antar spesies musuh alami dapat juga terjadi dan mengakibatkan pengandalian hayati menjadi kurang efektif. Keanekaragaman musuh alami seperti parasitoid dapat meningkatkan keefektifan pengendalian hayati apabila interaksi positif yang terjadi lebih kuat daripada interaksi negatif yang dihasilkan diantara spesies musuh alami dalam suatu agroekosistem (Letourneau dan Bothwell 2008). Di sisi lain, pertanaman yang dikelola secara konvensional dengan intensifikasi berupa peningkatan penggunaan pupuk kimia dan pestisida, dapat menyebabkan degradasi habitat dan kehilangan keanekaragaman beberapa grup taksonomi (Lohaus et al. 2012). Penggunaan pupuk kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, respon biokimia dan fenologi tanaman secara langsung. Hal ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi interaksi antara tanaman, herbivor dan musuh alaminya. Kualitas nutrisi herbivor dipengaruhi oleh kualitas nutrisi tanaman, sedangkan tingkat parasitisasi dipengaruhi juga oleh kualitas inangnya (herbivor). Benrey dan Denmo (1997) menunjukkan bahwa larva Pieris rapae yang pertumbuhannya lambat sebagai akibat dari kurangnya nutrisi yang didapat dari tanaman, memiliki tingkat parasitisasi oleh Cotesia glomerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan larva yang pertumbuhannya lebih cepat. Aplikasi pestisida lewat udara (semprot) juga dapat mempengaruhi interaksi antara tanaman, herbivor dan parasitoidnya dalam suatu ekosistem secara lebih luas. Hal ini karena dampak pesitisida terdapat organisme non-target menjadi tidak terhindarkan. Keefektifan pengandalian hayati menjadi terganggu sebagai akibat dari toksisitas semprotan yang diaplikasikan secara intensif dan berulang-ulang (Ridgway et al. 1976; Riehl et al. 1980). Keanekaragaman tanaman sekitar sebagai salah satu bagian dari struktur jaring-jaring makanan juga dapat memengaruhi keberadaan dan tingkat parasitisasi oleh serangga parasitoid. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan inang alternatif, nektar sebagai sumber makanan parasitoid dewasa dan selter sebagai tempat berlindung yang disediakan oleh tanaman lain di sekitar pertanaman (Menalled et al. 1999). Semakin beragamnya suatu pertanaman, semakin melimpah pula parasitoidnya dan diharapkan memberikan pengendalian hama yang lebih baik. Moreira dan Mooney (2013) menunjukkan bahwa pertanaman

13 3 sayuran Baccharis salicifolia polikultur dengan empat genotipe berbeda, menghasilkan populasi aphid, semut dan parasitoid yang lebih melimpah dibandingkan pertanaman Baccharis salicifolia monokultur. Hal ini tentunya mempengaruhi perubahan pola interaksi tropik yang terjadi dalam agroekosistem pertanaman tersebut. Sebaliknya, penurunan keanekaragaman inang dapat memengaruhi keanekaragaman organism parasitoid secara negatif. Hal ini tergambarkan dalam model hubungan ekologi antara inang dan parasit/parasitoidnya (Lafferty 2012). Umur tanaman sebagai bagian dari fenologi tanaman dapat memberikan informasi kejadian parasitisasi dan keanekaragaman spesies parasitoid pada tanaman tersebut (Barron et al. 2004). Hal ini menjadi penting karena jenis hama yang menyerang dan parasitoid yang berperan dalam pengendalian hayati dapat berbeda tergantung pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berbeda. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat parasitisasi serta keanekaragaman serangga parasitoid pada beberapa pertanaman sayuran di daerah Bogor berdasarkan tiga kriteria pertanaman, yaitu pola budidaya, keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar lahan dan perbedaan umur tanaman. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dasar mengenai keanekaragaman, persebaran serta parasitisasi parasitoid pada beberapa lahan pertanaman sayuran di wilayah Bogor serta mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhinya. Informasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pembuatan model pertanian berkelanjutan yang diiringi dengan sistem PHT.

14 4 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai Mei Pengambilan contoh serangga dilakukan selama tiga bulan berturut-turut dari bulan Agustus sampai Oktober 2012 pada beberapa lahan sayuran di empat desa di daerah Bogor, yaitu: Tugu Selatan (Cisarua), Situ Daun (Tenjolaya), Bojong (Kemang) dan Bantarsari (Ranca Bungur) (Tabel 1). Curah hujan pada bulan Agustus, September and Oktober 2012 masing-masing adalah 110 mm, 370 mm dan 374 mm. Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian dari bulan November 2012 sampai April Tabel 1 Deskripsi lokasi penelitian di daerah Bogor Desa, Kecamatan Koordinat lokasi b Komoditas Kode lokasi Unit pengambilan contoh Sistem pertanian c Bantarsari, Ranca Bungur 6 32'19.44"LS Terung BS1 2 2,3 Ketinggian: 188 mdpl a '27.70"BT BS2 3 2,3 BS3 3 2,3 Pare BS1 1 2,3 Timun BS4 1 2,3 Bojong, Kemang 6 30'58.78"LS Terung BJ1 3 2,3 Ketinggian: 156 mdpl '19.86"BT Situ Daun, Tenjolaya 6 36'30.83"LS Caisin SD1 3 2,3 Ketinggian: 301 mdpl '35.50"BT SD2 3 2,3 SD3 3 2,3 SD4 1 2,3 Tugu Selatan, Cisarua 6 42'31.63"LS Kubis TS1 2 1,5 Ketinggian: mdpl '14.15"BT TS2 1 2,4 TS5 2 1,6 TS6 3 1,6 TS7 4 1,6 Caisin TS1 1 1,5 TS3 3 1,5 Sawi TS2 1 2,4 Brokoli TS5 1 1,6 Tomat TS4 1 2,4 a mdpl (meter di atas permukaan laut). Diukur dengan GPS Map Garmin CX60 b LS (lintang selatan), BT (bujur timur) c 1 Organik; 2 Konvensional; 3 Monokultur; 4 Oligokultur; 5 Polikultur (5-8 spesies tanaman sayuran); 6 Polikultur (9-15 spesies tanaman sayuran)

15 5 Metode Penelitian Survei dan Penentuan Lokasi Penelitian ini dimulai dengan melakukan pencarian lahan pertanaman sayuran di wilayah Bogor. Sebanyak 31 calon wilayah diseleksi menjadi 16 wilayah yang tersebar di 15 desa dan 11 kecamatan berdasarkan kemudahan akses dan kriteria yang ditentukan. Lokasi pengambilan contoh kemudian dipilih menjadi 5 wilayah di 4 desa berdasarkan 3 kriteria pertanaman, yaitu sistem budidaya, keanekaragaman tanaman sekitar dan perbedaan umur tanaman (Gambar 1). Berdasarkan lokasi yang dipilih, ditemukan delapan jenis komoditas sayuran yang dapat diamati, yaitu caisin, kubis, brokoli, sawi, terung, tomat, timun dan pare (Tabel 1). Bogor, Jawa Barat Gambar 1 Peta lokasi penelitian di daerah Bogor Caisin merupakan komoditas yang mewakili kriteria pertanaman berdasarkan sistem budidayanya, yaitu organik dan konvensional (Tabel 1). Pertananaman caisin yang ada di Desa Tugu Selatan, Cisarua dan Situ Daun, Tenjolaya memiliki sistem pertanaman yang cukup berbeda. Caisin di Desa Tugu Selatan dikelola secara polikultur-organik dengan mengandalkan pupuk organik dan pestisida nabati dan kultur teknis sebagai cara untuk mengendalikan serangan hama dan penyakitnya. Sedangkan caisin di Desa Situ Daun dikelola secara monokultur-konvensional yang sangat bergantung pada penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetik dalam praktek budidayanya (Gambar 2).

16 6 a b Gambar 2 Gambar pertanaman caisin (a) organik di Desa Tugu Selatan dan (b) konvensional di Desa Situ Daun Pada pertanaman sayuran di Desa Tugu Selatan, terdapat dua pertanaman polikultur organik yang dikelola secara terpisah (Gambar 3). Kedua pertanaman ini dapat dibedakan berdasarkan keanekaragaman spesies tanaman sayuran yang ada di sekitarnya. Satu pertanaman memiliki keanekaragaman 5-8 spesies tanaman sayuran, sedangkan pertanaman lain memiliki keanekaragaman 9-15 spesies tanaman sayuran (Tabel 2). Berdasarkan ketersediaan unit pengambilan contoh selama tiga bulan pengamatan, kubis merupakan komoditas sayuran yang dapat mewakili kedua pertanaman berdasarkan keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar lahan.

17 7 Tabel 2 Keanekaragaman spesies sayuran di sekitar pertanaman polikultur kubis di Desa Tugu Selatan, Cisarua a b 5-8 spesies tanaman sayuran a 9-15 spesies tanaman sayuran b Caisin (Brassica rapa var. parachinensis L.) Caisin (Brassica apa var. parachinensis L.) Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.) Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.) Timun (Cucumis sativus L.) Tomat (Solanum lycopersicum L.) Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Selada (Lactuca sativa L.) Kacang Panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis L.) Wortel (Daucus carota L.) terletak di lokasi TS1 terletah di lokasi TS5, TS6, TS7 Timun (Cucumis sativus L.) Tomat (Solanum lycopersicum L.) Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Selada (Lactuca sativa L.) Kacang Panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis L.) Wortel (Daucus carota L.) Kemangi (Ocimum citriodorum Vis.) Kapri (Pisum sativum L.) Jagung (Zea mays L.) Brokoli (Brassica oleracea L.) Terung (Solanum melongena L.) Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Kacang Merah (Vigna angularis Willd.) a b Gambar 3 Pertanaman kubis dengan keanekaragaman (a) 5-8 spesies tanaman sayuran dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar

18 8 Terung digunakan untuk mewakili sayuran dengan perbedaan umur. Hal ini karena pertanaman terung di Desa Bojong dan Bantarsari pada awal pengambilan contoh (Agustus 2012) telah memasuki umur 3 bulan dan memulai fase generatifnya. Sehingga empat lokasi yang ada di dua desa ini dapat digunakan untuk melihat serangan hama dan parasitisasi parasitoid selama tiga bulan pengambilan contoh berturut-turut. Selanjutnya, didapat tiga perbedaan umur tanaman terung berbeda, yaitu, 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan (Gambar 4). Pada penelitian ini, kontrol manajemen pengelolaan lahan seperti pemberian pupuk dan manajemen terhadap hama sengaja tidak diperhatikan untuk melihat perbandingan antara pertanaman yang dikelola secara organik dan konvensional. a b Gambar 4 Pertanaman terung berumur (a) 3 bulan di Desa Bojong dan (b) 4 bulan di Desa Bantarsari

19 9 Pengambilan Contoh Serangga Pengambilan contoh serangga hama dilakukan setiap bulannya dari bulan Agustus sampai Oktober Pada setiap lahan dilakukan pengambilan contoh pada transek sepanjang 50 langkah dengan waktu tiap transek 30 menit. Jenis hama yang diambil pada penelitian ini meliputi serangga dari ordo Lepidoptera dan Coleoptera yang merupakan jenis hama yang mendominasi pada pertanaman sayuran. Telur, larva dan pupa serangga hama yang ditemukan di jalur transek dikumpulkan dan dimasukan ke dalam wadah untuk kemudian diberi label. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipelihara dengan diberi pakan alami dan dihitung kejadian parasitisasinya. Identifikasi Serangga Identifikasi serangga hama dan parasitoid (ordo Hymenoptera dan Diptera) yang muncul dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, hingga ke tingkat morfospesies berdasarkan struktur morfologi, jenis inang dan parasitoid dengan mengacu pada buku The Pest of Crops in Indonesia (Kalshoven 1981), Hymenoptera of the World (Goulet dan Huber 1993) dan Manual of Nearctic Diptera Volume 2 (McAlpine 1987). Khusus indentifikasi hingga spesies dilakukan dengan bantuan taksonomis dari LIPI. Analisis Data Keanekaragaman, persentase serangan hama dan parasitisasi parasitoid dihitung secara terpisah berdasarkan jenis komoditas dan kriteria pertanaman yang dimilikinya. Persentase serangan hama dan parasitisasi parasitoid dihitung dengan rumus yang dimodifikasi dari Hamid et al. (2003), yaitu: Pengaruh sistem budidaya terhadap kekayaan spesies, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid diuji dengan analisis nilai tengah (t-test) dan analisis ragam (One way ANOVA) menggunakan program SPSS 17 untuk Windows (SPSS 2008). Kemiripan komposisi spesies parasitoid antar lokasi dihitung menggunakan Indeks Sorensen yang memiliki persamaan: IS : Indeks Kemiripan Spesies A : Jumlah spesies parasitoid di lahan 1 B : Jumlah spesies parasitoid di lahan 2 C : Jumlah spesies parasitoid yang sama di kedua lahan yang dibandingkan Perbedaan komposisi spesies parasitoid antar lahan uji dengan Analysis of Similarity (ANOSIM) menggunakan perangkat lunak R dengan paket vegan (R Core Team 2013). Gambar interaksi tropik inang-parasitoid dibuat dengan perangkat lunak R dengan paket bipartite.

20 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman, Serangan Hama dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor Pengambilan contoh dengan metode transek garis yang dilakukan pada penelitian ini menggambarkan kelimpahan relatif serangan hama sekaligus tingkat kematiannya yang disebabkan oleh parasitoid (parasitism rate) di suatu agroekosistem pertanian pada rentang waktu tiga bulan pengamatan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tanaman sayuran famili Brassicaceae (kubis, caisin, brokoli, sawi) menunjukkan kecenderungan tingkat serangan hama yang lebih tinggi dibandingkan famili Solanaceae (terung dan tomat) dan Curcubitaceae (pare dan timun) (Tabel 3). Rendahnya tingkat serangan hama pada famili Solanaceae dan Curcubitaceae diduga karena adanya dengan gangguan intensif pada skala agroekosistem yang bersifat letal, yaitu saat digunakannya pestisida sintetik. Hal serupa juga diduga terjadi pada pertanaman caisin di enam lokasi yang menunjukkan tingkat serangan hama yang berbeda-beda (Tabel 1). Selain hama, penggunaan pestisida sintetik juga dapat mengganggu keberadaan musuh alami serangga seperti parasitoid apabila diaplikasikan terus menerus walaupun dengan dosis sub-letal (De Cock et al. 1996). Tabel 3 Keanekaragaman, serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman sayuran di Bogor Komoditas Desa, Kecamatan Lahan Jumlah Spesies Hama Persentasi Serangan Hama (%) Jumlah Spesies Parasitoid Persentasi Parasitisasi (%) Caisin Situ Daun, Tenjolaya L ,0 2 24,8 L 2 2 6,0 1 25,0 L 3 1 2,0 0 0 L ,0 0 0 Tugu Selatan, Cisarua L ,7 2 20,0 L ,9 1 15,0 Kubis Tugu Selatan, Cisarua L ,0 3 33,8 L ,0 1 5,6 L ,8 1 9,4 L ,8 1 12,7 L ,3 2 18,8 Brokoli Tugu Selatan, Cisarua L ,7 2 15,0 Sawi Tugu Selatan, Cisarua L ,0 1 11,1 Terung Bantarsari, Ranca Bungur L ,0 1 12,5 L 2 1 5,3 0 8,3 L ,3 1 19,4 Bojong, Kemang L 4 1 7,3 1 33,3 Tomat Tugu Selatan, Cisarua L ,0 0 0 Pare Timun Bantarsari, Ranca Bungur Bantarsari, Ranca Bungur L ,0 0 0 L

21 11 Delapan komoditas sayuran yang dipilih di empat desa di wilayah Bogor menunjukkan tingkat parasitisasi parasitoid yang beragam (Tabel 3). Selain karena faktor ketersediaan inang dan kompetisi di alam, hal ini diduga karena dipengaruhi faktor alam lain yang memengaruhi, salah satunya adalah kondisi habitat sekitar (Tylianakis et al. 2007). Tidak adanya kejadian parasitisasi pada dua sayuran caisin di Desa Situ Daun, pare dan timun di Desa Bantarsari, serta tomat di Desa Tugu Selatan diduga karena pengaruh intensifikasi dalam pertanian (Lohaus et al. 2013). Frekuensi serangan hama pada penelitian ini memperlihatkan persebaran serangan hama pada setiap unit transek pengamatan. Semakin tinggi frekuensi serangan hama, maka semakin tinggi potensi kerusakan yang diakibatkan oleh suatu hama. Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella merupakan hama yang serangannya banyak tersebar pada pertanaman kubis (Tabel 4). Serangan hama serupa juga banyak tersebar di pertanaman sayuran caisin, brokoli dan sawi yang juga berasal dari famili Brasicaceae. Hal ini diduga karena prilaku imago kedua hama tersebut dalam menentukan tempat untuk meletakan telur. Prilaku ini salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber makanan. Selain itu, terbatasnya kemampuan terbang imago juga dapat membatasi area persebaranya (dispersal area). Menurut Mo et al. (2001), persebaran imago Plutella xylostella hanya terbatas sejauh meter. Phyllotreta vittata (Coleoptera) merupakan hama yang paling banyak tersebar pada pertanaman brokoli. Hal ini diduga karena imago hama ini memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga keberadaan telur dan serangan nimfanya pun bisa lebih tersebar (Knodel dan Olson 2002). Hal tersebut juga diduga terjadi pada Epilachna sp yang merupakan hama yang serangannya paling banyak tersebar pada pertanaman terung. Tabel 4 Frekuensi serangan hama pada pertanaman sayuran di Bogor Spesies hama * Caisin Kubis Brokoli Sawi Terung Tomat Pare Timun Ordo Lepidoptera Acherontia sp 2,0 Agrotis sp 3,0 Crocidolomia pavonana 5,9 13,1 20,0 Eupterote sp 7,6 4,4 Hellula sp 2,5 2,9 6,7 Mahasena corbetti 8,0 Noctuidae-1 2,0 Orgyia sp 4,6 Pieris brassicae 2,0 5,5 Plusia sp 2,0 2,0 Plutella xylostella 9,9 12,9 10,0 12,0 Spodoptera litura 5,9 6,0 6,0 2,0 8,0 2,0 Ordo Coleoptera Epilachna sp 12,4 Phyllotreta vittata 4,9 30,0 Rodolia sp 8,0 Total 16,1 36,6 66,7 18,0 11,8 10,0 10,0 * Frekuensi serangan dihitung berdasarkan presence/absence serangan hama pada setiap individu tanaman yang diamati. Data ditampilkan dalam bentuk rataan aritmatik dengan unit pengambilan contoh sebagai ulangan. Caisin (n = 14), kubis (n = 12), brokoli (n = 1), sawi (n = 1), terung (n = 11), pare (n = 1), tomat (n = 1), timun (n = 1)

22 12 Diadegma semiclausum dan Tachinidae-1 merupakan parasitoid yang banyak memarasit hama pada tanaman caisin dan kubis (Tabel 5), sedangkan parasitoid Pediobius foveolatus dan Trichogramma spp hanya ditemukan memarasit hama pada tanaman terung. Hal ini diduga karena keberadaan parasitoid dipengaruhi oleh keberadaan inangnya. Diadegma semiclausum dan Tachinidae-1 merupakan parasitoid larva dari Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella, sedangkan Pediobius foveolatus dan Trichogramma merupakan parasitoid telur dan larva dari Epilachna sp. Kelimpahan parasitoid pada penelitian ini bergantung pada sifat parasitoid itu sendiri dalam memarasit hama, baik secara soliter atau gragarius. Tabel 5 Jumlah parasitoid (per individu inang) pada pertanaman sayuran di Bogor Spesies Parasitoid Caisin Kubis Brokoli Sawi Terung Tomat Pare Timun Ordo Hymenoptera Apanteles sp1 2(2) 4(4) Bracon sp 1(1) Diadegma semiclausum 1(1) 6(6) Eriborus sp3 2(2) Goryphus sp 1(1) Idris sp 6(1) Pediobius foveolatus 24(5) Pteromalus puparum 1(1) Telenomus sp 7(1) 40(1) 8(1) Tetrastichus howardi 40(3) 23(2) 35(2) 40(1) Trichogramma spp 78(4) Ordo Diptera Tachinidae-1 6(6) 7(7) 1(1) Tachinidae-2 1(1) 1(1) Tachinidae-3 1(1) Tachinidae-4 1(1) 2(1) Tingkat serangan hama dan parasitisasi yang berbeda-beda pada delapan komoditas sayuran yang diamati selama tiga bulan pengamatan menunjukkan keefektifan peran parasitoid sebagai musuh alami yang berbeda-beda (Gambar 5). Rendahnya tingkat parasitisasi parasitoid dibandingkan tingkat serangan hama pada pertanaman brokoli, kubis, sawi dan caisin secara umum menunjukkan peran parasitoid masih belum efektif dalam mengendalikan populasi hama. Fenomena sebaliknya terlihat pada pertanaman terung yang menunjukkan tingkat parasitisasi parasitoid yang lebih tinggi dibandingkan tingkat serangan hamanya. Pola interaksi seperti kompetisi, predasi, dan hubungan simbiosis inter dan intraspesies dalam suatu ekosistem dapat memengaruhi keefektifitasan musuh alami serangga (Showalter 2011).

23 13 (%) ,7 Serangan hama (%) Parasitisasi parasitoid (%) 40 36, ,1 15, ,0 18,9 18,0 11,8 11,1 10,0 10,0 0 Caisin (n=14) Kubis (n=12) Brokoli (n=1) Sawi (n=1) Terung (n=11) Komoditas Tomat (n=1) Pare (n=1) Timun (n=1) Gambar 5 Rataan tingkat serangan serangan hama dan parasitisasinya pada pertanaman sayuran di Bogor Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Caisin Penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata serangan hama pada pertanaman organik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertanaman konvensional (t = -7,964; P = 0,004). Hal ini menurut MacFadyen (2009) merupakan konsekuensi dari tidak digunakannya pestisida sintetik dalam praktek budidayanya. Di sisi lain, keanekaragaman hama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata walaupun nilai rata-ratanya lebih tinggi pada pertanaman organik dibanding konvensional (t = -1,571; P= 0,214). Hal ini berbeda dengan penelitian Bengtsson et al. (2005) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman arthopoda secara signifikan lebih tinggi pada pertanaman organik dibandingkan pertanaman konvensional. Hal serupa juga terjadi dengan tingkat parasitisasi parasitoid dan keanekaragamannya yang juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (t = -0,655; P = 0, 552 dan t = -2,086; P = 0,116 (Tabel 6). Hal ini juga dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah unit pengambilan contoh atau karena adanya faktor-faktor lain yang memperngaruhi, salah satunya adalah struktur lanskap sekitar (Marino dan Landis 1996; Yaherwandi 2005). Tabel 6 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman caisin organik dan konvensional Sistem Budidaya Unit Rataan Spesies Hama Rataan Persentase Serangan Hama (%) Rataan Spesies Parasitoid Rataan Persentase Parasitisasi (%) Organik 2 3 ± 0 * 35,8 ± 0,2 2 ± 0,5 18 ± 3,5 Konvensional 4 2 ± 1,1 9,5 ± 6,6 1 ± 0,8 12 ± 14,4 * Data ditampilkan dalam rataan aritmatik ± standar deviasi

24 14 Komposisi spesies parasitoid dengan sistem budidaya yang sama memiliki nilai indeks kemiripan yang tinggi (Tabel 7). Sedangkan komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem budidaya berbeda menunjukkan rentang nilai yang cukup luas, yaitu dari 0,73 hingga 0,89. Namun, hasil analisis kemiripan menggunakan ANOSIM, sistem budidaya juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komposisi spesies antar lahan (R = 0,429; P = 0,186). Tabel 7 Komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem pertanian berbeda berdasarkan indeks kemiripan Sorensen Lahan * LO1 LO2 LK1 LK2 LK3 LK4 LO1 1 LO2 0,82 1 LK1 0,76 0,73 1 LK2 0,80 0,76 0,82 1 LK3 0,89 0,84 0,84 0,89 1 LK4 0,89 0,84 0,84 0, * LO = lahan organik; LK = lahan konvensional Interaksi tropik memperlihatkan hubungan makan-memakan suatu organisme antar level tropik. Hubungan tropik inang-parasitoid pada kedua sistem budidaya memperlihatkan kompleksitas struktur interaksi yang hampir sama, walaupun memiliki komposisi parasitoid yang berbeda (Gambar 6). Pada pola interaksi tersebut diketahui bahwa parasitoid Tachinidae-1 dan Tetrastichus howardi mendominasi kompetisi dengan memarasit lebih satu inang. Menurut Hawkin (1994) dalam suatu komunitas inang-parasitoid, hanya ada satu atau beberapa spesies parasitoid saja yang memiliki pengaruh besar dalam perannya sebagai agen pengendali hayati. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kapabilitas pencarian inang tertentu oleh parasitoid di setiap habitat berbeda pada kondisi dan waktu tertentu. Walaupun begitu, interaksi inter dan intraspesies pada masing-masing level tropik (inang-parasitoid) pada penelitian ini masih belum begitu diketahui. N = 9 (a) Organik Parasitoid N = 7 (b) Konvensional N = 46 Herbivor N = C. pavonana, 6 Plutella xylostella, 7 Spodoptera litura 8 Apanteles sp1, 10 D. semiclausum, 16 Tachinidae-1, 17 Tachinidae-2, 18 Tachinidae-3 19 Tachinidae-4, 20 Telenomus sp, 21 Tetrastichus howardi Gambar 6 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada (a) pertanaman caisin organik dan (b) pertanaman caisin konvensional

25 15 Pengaruh Keanekaragaman Tanaman Sayuran di Sekitar terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Polikultur Kubis Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keanekaragaman dan persentase serangan hama pada pertanaman polikultur dengan keanekaragaman 5-8 dan 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar tidak memiliki perbedaan yang nyata (t = - 2,357; P = 0,142 dan t = -2,275; P = 0,809). Hal serupa terlihat pada parasitisasi parasitoid dan keanekaragamannya (t = 3,677; P = 0,067 dan t = 1,750; P = 0,222), walaupun tingkat parasitisasi parasitoid pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih sedikit (5-8 spesies) terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan pertanaman kubis dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih banyak (9-15 spesies) (Gambar 7). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Macfadyen et al. (2009) yang menyatakan bahwa keanekaragaman tanaman di sekitar secara tidak langsung dapat meningkatkan keanekaragaman parasitoid di sekitarnya. Hal ini juga dapat disebabkan karena terbatasnya unit pengambilan contoh. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena spesies parasitoid pada pertanaman dengan keanekaragaman tanaman yang lebih tinggi menemukan inang alternatif pada pertanaman lain di sekitarnya sebagai salah satu cara untuk bertahan dalam menghadapi kompetisi dengan individu spesies lainnya (Rodriguaz dan Hawkin 2000). Adanya senyawa kimia volatil yang dikeluarkan oleh spesies tanaman tertentu di sekitar pertanaman yang juga dapat memengaruhi prilaku parasitoid dalam menemukan inang/hama (Thaler 1999; Stireman 2002, Girling et al. 2010). (%) 70 Jumlah hama Jumlah parasitoid 7 (Spesies) 60 Serangan hama (%) Parasitisasi parasitoid (%) ,8 36,0 36, Gambar 7 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan 5-8 spesies dan 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa komposisi spesies antar lahan pada pertanaman kubis berdasarkan keanekaragaman tanaman sayuran di sekitarnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan (R = 0,083; P = 13,6 5-8 sp. tanaman sayuran 9-15 sp. tanaman sayuran 1 0

26 16 0,499). Terdapat beberapa speseis parasitoid yang ditemukan pada kedua kelompok pertanaman kubis, yaitu: Apanteles sp1, Diadegma semiclausum, Eriborus sp3 dan Tachinidae-1 (Gambar 9). Hal ini diduga karena adanya persamaan jenis sayuran yang ada pada kedua pertanaman kubis, yaitu: caisin, bayam hijau, timun, tomat, buncis, selada, kacang panjang dan wortel (Tabel 2). Namun, ada juga spesies parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 5-8 spesies atau 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya saja. Idris sp dan Tachinidae-2 merupakan speseis parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 5-8 spesies tanaman sayuran di sekitarnya, sedangkan Pteromalum puparum, Tachinidae-4, Telenomus sp dan Tetrastichus howardi merupakan speseis parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 9-15 speseis tanaman sayuran di sekitarnya. Hal ini diduga karena adanya pengaruh tanaman atau vegetasi yang ada di sekitar pertanaman yang memengaruhi perilaku pencarian inang/hama serangga parasitoid. Struktur interaksi tropik pada pertanaman dengan keanekaragaman tanaman dengan 9-15 spesies tanaman sayuran disekitarnya terlihat lebih kompleks dibandingkan dengan pertanaman dengan keanekaragaman tanaman dengan 5-8 spesies tanaman sayuran disekitarnya (Gambar 8). Hal ini dapat dilihat dari jumlah spesies yang terlibat dan tingkat parasitisasi yang terjadi di kedua jaringjaring makanan. Pola interaksi ini memperlihatkan bahwa Diadegma semiclausum lebih mendominasi persaingan dengan 3 spesies parasitoid lainnya dalam memarasit Plutella xylostella. Sedangkan Tachinidae-1 bertahan dalam kompetisi dengan memarasit dua spesies inang berbeda. Menurut Althof (2003), strategi parasitisasi oleh suatu individu spesies parasitoid dapat memengaruhi spesifisitas inang, di mana parasitoid koinobiont memiliki inang yang lebih spesifik dari pada parasitoid idiobiont. Parasitoid koinobion biasanya membiarkan inang tumbuh lebih lanjut setelah proses parasitisasi, sedangkan parasitoid idiobiont tidak. Hal ini nantinya dapat memengaruhi tingkat parasitisasi suatu spesies parasitoid saat berkompetisi dengan spesies lainnya dalam suatu komunitas. (a) 5-8 spesies tanaman sayuran (b) 9-15 spesies tanaman sayuran Parasitoid N = 9 N = 16 N = 24 N = 93 Herbivor C. pavonana 4 Phyllotreta vittata, 5 Pieris brassicae, 6 Plutella xylostella, 7 Spodoptera litura 8 Apanteles sp1, 10 D. semiclausum, 11 Eriborus sp3, 13 Idris sp, 15 Pteromalum puparum 16 Tachinidae-1, 17 Tachinidae-2, 19 Tachinidae-4, 20 Telenomus sp, 21 Tetrastichus howardi Gambar 8 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 spesies dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya

27 17 a b c Pteromalum puparum Idris sp Apanteles sp1 Eriborus sp3 Tachinidae-4 Tachinidae-2 Diadegma semiclausum Telenomus sp Tachinidae-1 Tetrastichus howardi Gambar 9 Keanekaragaman parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar serta (c) irisan diantara keduanya

28 18 Pengaruh Perbedaan Umur Tanaman terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Terung Keanekaragaman maupun tingkat parasitisasi parasitoid tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap umur tanaman terung (F 1,2 = 0,364; P = 0,706 dan F 1,2 = 0,029; P = 0,972). Hal serupa juga terjadi pada keanekaragaman dan tingkat serangan hama. Tingkat parasitisai yang lebih tinggi dari tingkat serangan hama menunjukkan keefektifan fungsi ekologi serangga parasitoid dalam memarasit inangnya (top-down regulation). Penurunan yang yang tidak signifikan terhadap tingkat parasitisasi menunjukkan bahwa pada rentang umur 3 sampai 5 bulan terjadi kestabilan dalam komunitas pertanaman terung. Penurunan ini dapat disebabkan karena adanya fluktuasi terhadap kondisi lingkungan (Gambar 10). Menurut Schowalter (2011), fluktuasi cuaca dan gangguan lain dari lingkungan seperti insektisida, dapat menjadi pemicu perubahan struktur komunitas serangga. (%) 30 Jumlah Hama (spesies) Jumlah parasitoid (spesies) 3 (Spesies) 25 Serangan Hama (%) Parasitisasi parasitoid (%) 20, ,8 16, ,0 11,5 12, bulan 4 bulan 5 bulan Umur tanaman Gambar 10 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan Penelitian ini memperlihatkan bahwa komposisi spesies antar lahan pada pertanaman terung berdasarkan perbedaan umur menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (R = -0,035; P = 0,689). Walaupun begitu, terdapat perbedaan komposisi spesies parasitoid pada pertanaman terung dengan umur berbeda. Bracon sp dan Pediobius foveolatus hanya ditemukan pada tanaman terung berumur 3 bulan, sedangkan Goryphus sp, Tetrastichus howardi dan Trichogramma spp terdapat pada terung berumur 4 bulan. Komposisi spesies parasitoid berkurang pada tanaman terung berumur 5 bulan (Tabel 10). 0

29 19 Tabel 8 Kelimpahan hama dan parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3, 4 dan 5 bulan Spesies Serangga Umur tanaman 3 bulan 4 bulan 5 bulan Hama Acherontia sp 2 Epilachna sp Mahasena corbetti 4 Spodoptera litura 2 1 Parasitoid Bracon sp 1 Goryphus sp 1 Pediobius foveolatus 24 Tetrastichus howardi 40 Trichogramma spp Hubungan tropik inang-parasitoid selama 3 bulan pengamatan pada pertanaman terung memperlihatkan struktur interaksi tropik yang sederhana (Gambar 11). Hal ini dilihat dari sedikitnya spesies yang terlibat dan pola interaksi yang terbentuk. Terdapat perubahan terhadap komposisi spesies pada dua level tropik. Walaupun begitu, belum diketahui bagaimana cuaca dan faktor alam lainnya memengaruhi setiap individu spesies hama dan parasitoid dalam penelitian ini. N = 6 (a) 3 bulan (b) 4 bulan (c) 5 bulan Parasitoid N = 5 Parasitoid N = 1 N = 24 Herbivor N = 20 N = 18 Herbivor Epilachna sp, 3 Mahasena corbetti, 7 Spodoptera litura 9 Bracon sp, 12 Goryphus sp, 14 Pediobius foveolatus, 21 Tetrastichus howardi, 22 Trichogramma sp Gambar 11 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman terung dengan umur (a) 3 bulan, (b) 4 bulan dan (c) 5 bulan

30 20 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pola budidayanya, pertanaman organik dan konvensional memiliki tingkat parasitisasi yang tidak jauh berbeda. Pada kedua jenis pertanaman ini, perbedaan komposisi spesies parasitoid antar lahan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pertanaman polikultur dengan keanekaragaman tanaman yang lebih rendah (5-8 sp.) memiliki tingkat parasitisasi yang lebih tinggi dibanding pertanaman polikultur dengan keanekaragaman tanaman yang lebih tinggi (9-15 sp.). Walaupun demikian, diantara keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pertanaman terung berdasarkan perbedaan umur juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada rentang umur 3-5 bulan, tingkat parasitisasi parasitoid menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan tingkat parasitisasi hamanya. Untuk lebih memahami pengaruh agroekosistem terhadap keefektifan pengendalian hayati, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat parasitisasi dan keanekaragaman parasitoid dengan unit pengambilan contoh yang lebih banyak. Selain itu, diperlukan juga studi lebih dalam terhadap struktur jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem dan memahami interaksi yang terjadi di dalamnya untuk mengetahui peranan setiap individu spesies dalam proses parasitisasi serangga hama.

31 21 DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations FAOSTAT database. Tersedia pada: home/ index. Html #DOWNLOAD. Althoff DM Does parasitoid attack strategy influence host specificity? A test with New World braconids. Ecological Entomology [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 28: Tersedia pada: edu/ _reprints/althoff03.pdf. Altieri MA Agroecology: a new research and development paradigm for word agriculture. Agriculture, Ecosystems, and Environment [Internet]. [diunduh 2013 Jul 17]; 27 (1989): Tersedia pada: _research.pdf. Barron MC, Wratten SD, Barlow ND Phenology and parasitism of the red admiral butterfly Bassaris gonerilla (Lepidoptera: Nymphalidae). New Zealand Journal of Ecology [Internet]. [diunduh 2013 Apr 29]; 28(1): Tersedia pada: NZJEcol28_1_105.pdf. Bengtsson J, Anhstrom J, Weibull AC The effects of organic agriculture on biodiversity and abundance: a meta-analysis. Journal of Applied Ecology [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 42: Tersedia pada: Bengtsson05.pdf. doi: /j x. Benrey B, Denno RF The slow-growth-high-mortality hypothesis: A test using the cabbage butterfly. Ecology [Internet]. [diunduh 2013 Sep 5]; 78(4), Tersedia pada: discover/ / ?uid= &uid=2129&uid=2&uid=70&uid= 4&sid= Buchori D, Sahari B, Nurindah Conservation of Agroecosystem through Utilization of Parasitoid Diversity: Lesson for Promoting Sustainable Agriculture and Ecosystem Health. Hayati [Internet]. [diunduh 2013 Apr 29]; 15: Tersedia pada: open.ac.uk/ display / Clausen CP Introduced Parasites and Predators of Arthropod Pests and Weeds: A World Review. Washington (US) : USDA. De Cock A, DeClercq P, Tirry L, Degheele O Toxicity of Diafenthiuron and imidacloprid to the predatory bug Podisus maculiventris (Heteroptera: pentatomidae). Environmental Entomology [Internet]. [diunduh 2013 Sep 3]; 25: Tersedia pada: article/ %2FBF Girling RD, Stewart-Jones A, Dherbecourt J, Staley JT, Wright DJ, Poppy GM Parasitoids select plants more heavily infested with their caterpillar hosts: a new approach to aid interpretation of plant headspace volatiles. Proceedings of Royal Society B [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; Tersedia pada: 01/21/rspb. 2725:1-8. full. doi: /rspb

Interaksi tropik antara hama dan parasitoid pada pertanaman sayuran: faktor pembentuk dan implikasinya terhadap keefektifan parasitoid

Interaksi tropik antara hama dan parasitoid pada pertanaman sayuran: faktor pembentuk dan implikasinya terhadap keefektifan parasitoid Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 September 2014, Vol. 11 No. 2, 103 112 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.2.96

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Hayati, September 2003, hlm. 85-90 ISSN 0854-8587 Vol. 10. No. 3 Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Diversity and Parasitism of

Lebih terperinci

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

Lebih terperinci

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae) Di Daerah Alahan Panjang Sumatera Barat Novri Nelly Staf pengajar jurusan Hama dan

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya AGROTROP, 2(2): 191-196 (2012) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya KETUT AYU YULIADHI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Okky Ekawati H

SKRIPSI. Oleh Okky Ekawati H SKRIPSI PERAN TUMBUHAN BERBUNGA DALAM MENJAGA KEBERADAAN PARASITOID HAMA PENTING PADI Oleh Okky Ekawati H0709086 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan di Taman Nasional Gunung Halimun, Desa Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan Damayanti Buchori dan Hermanu Triwidodo).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA ANDES HERYANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dikenal dengan nama ulat bawang di Indonesia. Kerusakan pada tanaman bawang yaitu daun yang berlubang dan layu. Larva S. exigua

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 3, No. 1, Januari 2014

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 3, No. 1, Januari 2014 Keragaman dan Kepadatan Populasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) pada Tanaman Kubis Tanpa Aplikasi dan Aplikasi Insektisida NI PUTU ESA YANTI SUPARTHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap serangan hama karena ketersediaan makanan yang terus-menerus bagi serangga hama. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK. Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS

AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK. Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN BERKELANJUTAN Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS RISET UNGGULAN TERAPAN Memadukan pengetahuan

Lebih terperinci

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 April 2014 ISSN: 2338-4336 EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU Lukmanul Hakim, Sri Karindah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN Wardani & Nazar: Parasitoid telur dan larva Plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE)

Lebih terperinci

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System) Sistem Populasi Hama Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Sistem Kehidupan (Life System) Populasi hama berinteraksi dengan ekosistem disekitarnya Konsep sistem kehidupan (Clark et al.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa 10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi.

I. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas strategis yang selalu mendapatkan prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Upaya meningkatkan produksi padi terutama ditujukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON 1 POPULATION LARVA Plutella xylostella Linn. ON PLANT SPROUTS IN EAST VILLAGE PASLATEN

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ABRIANI FENSIONITA. Perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis

Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis AGROTROP, 3(1): 99-103 (2013) ISSN: 2088-155X Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis KETUT AYU YULIADHI, TRISNA AGUNG PHABIOLA DAN MADE SRITAMIN Program

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH:

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH: RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH: BERLIAN LIMBONG 070307037 BDP PEMULIAAN TANAMAN Hasil Penelitian Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

PENGARUH LAMANYA INOKULASI

PENGARUH LAMANYA INOKULASI PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : TETRA FEBRYANDI SAGALA

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera spp.) (Diptera:Tephritidae) PADA TANAMAN TOMAT ( Solanum lycopersicum Mill.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI OLEH :

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK NUR

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT

STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT Novri Nelly 1) dan Yaherwandi 2) 1) Staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat

Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 5.000.000,- Tim Pelaksana Hidrayani dan Yulmira Yanti Fakultas Pertanian Lokasi Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat PELATIHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : HENDRA SAMUEL SIBARANI 100301172 AGROEKOTEKNOLOGI/ HPT PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR 090301017 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT TRITIP (Plutella xylostella L.) DAN ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI OLEH : HESTINA BR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada

H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada BAB V PEMBAHASAN UMUM Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor curah hujan, fenologi tanaman dan parasitoid berpengaruh banyak terhadap kelimpahan populasi hama H. armigera. Berdasarkan pengaruh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG

UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG A / P'T 9006 57 ' UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG Oleh : SIT1 MUAMALAH A06400027 DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : RIA FEBRIKA 080302013 HPT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

Musuh Alami. Pengendalian Hayati

Musuh Alami. Pengendalian Hayati Musuh Alami Dr. Akhmad Rizali Pengendalian Hayati Pengunaan musuh alami untuk mengendalikan hama Murah, efektif, permanen dan tidak berdampak negatif bagi lingkungan Aspek Memanfaatkan musuh alami yang

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. RINGKASAN... v. HALAMAN PERSETUJUAN...

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. RINGKASAN... v. HALAMAN PERSETUJUAN... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell.

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell. 1 Siti Mukholifah et al., Inventarisasi dan Identifikasi... PERTANIAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK Muhammad Thamrin dan S. Asikin Balai Penelitian Pertanian

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN IMPLEMENTASI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK DI KELURAHAN LINGKAR SELATAN KOTA JAMBI 1 Novalina, Zulkarnain, Wilma Yunita dan Yusnaini 2

PELATIHAN DAN IMPLEMENTASI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK DI KELURAHAN LINGKAR SELATAN KOTA JAMBI 1 Novalina, Zulkarnain, Wilma Yunita dan Yusnaini 2 PELATIHAN DAN IMPLEMENTASI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK DI KELURAHAN LINGKAR SELATAN KOTA JAMBI 1 Novalina, Zulkarnain, Wilma Yunita dan Yusnaini 2 ABSTRAK Sebagian petani telah memiliki motivasi untuk menerapkan

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN KUMBANG KOKSI (Epilachna admirabilis) PADA BEBERAPA TANAMAN SAYURAN FAMILI SOLANACEAE

PREFERENSI MAKAN KUMBANG KOKSI (Epilachna admirabilis) PADA BEBERAPA TANAMAN SAYURAN FAMILI SOLANACEAE PREFERENSI MAKAN KUMBANG KOKSI (Epilachna admirabilis) PADA BEBERAPA TANAMAN SAYURAN FAMILI SOLANACEAE Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

Keanekaragaman Hayati Serangga Parasitoid Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn) dan Kutu Daun (Aphid Spp.) pada Tanaman Kedelai

Keanekaragaman Hayati Serangga Parasitoid Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn) dan Kutu Daun (Aphid Spp.) pada Tanaman Kedelai Jurnal ILMU DASAR, Vol.5 No.2, Juli 2: 8-8 8 Keanekaragaman Hayati Serangga Parasitoid Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn) dan Kutu Daun (Aphid Spp.) pada Tanaman Kedelai Parasitoid Diversity of Whitefly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH NORMAULI MANURUNG 087030017 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS STANDAR MUTU PARASITOID UNGGUL PELEPASAN MASAL PEMBIAKAN MASAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESIGN OF PREDATOR CONSERVATION AND PARASITOID FOR PEST CONTROL IN RICE FIELD Tamrin Abdullah 1), Abdul Fattah 2),

Lebih terperinci

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis Pengendalian Hayati Merupakan salah satu cara pengendalian hama yang tertua dan salah satu yang paling efektif. Catatan sejarah: tahun 300-an (abad keempat) petani di Kwantung, Cina, telah memanfaatkan

Lebih terperinci