V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa Di dalam subbab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa. Negara tujuan ekspor yang diteliti berjumlah 10 negara, diantaranya Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol dan Inggris yang tergabung di dalam ICCO (International Cocoa Organization), dengan periode analisis selama Variabel independen yang digunakan dalam analisis ini adalah GDP negara tujuan ekspor (GDP jt ), GDP negara Indonesia (GDPI jt ), jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (DIST ij ), nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap Dolar Amerika Serikat (ER ij ), serta populasi negara tujuan ekspor (POP jt ). Sedangkan variabel dependennya adalah nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara tujuan (X ijt ). Melalui analisis ini dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao yang dilihat dari variabel apa saja yang memberikan pengaruh besar bagi ekspor komoditas kakao Indonesia. Produk yang digunakan dalam estimasi model ini adalah cocoa and cocoa preparations (kode Harmonized System 18). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode efek tetap (fixed effect) Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Periode Sebelum dilakukan regresi terhadap data panel, perlu diketahui terlebih dahulu model yang akan digunakan. Kemudian dilakukanlah uji Chow guna memilih model yang terbaik, antara pooled least square dan fixed effect, dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. Berdasarkan hasil uji Chow, didapatkan nilai probabilitas (0,0000) lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, maka disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah model fixed effect.

2 Tabel 5.1. Hasil Uji Chow Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F (9,75) 0,0000 Sumber: Lampiran 3 Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran ekspor komoditas kakao Indonesia, diperoleh persamaan : Ln X ijt = 113,55 3,42 Ln GDP jt 4,32 Ln ER jt + 2,88 Ln DIST ijt 4,61 POP jt + 1,12 Ln GDPI t + ε it dimana: X ijt = Nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor pada tahun t (1000 US$), ln α o = β o, GDP jt = GDP negara tujuan ekspor pada tahun t (US$), ER ij = Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$ (mata uang negara tujuan/us$), DIST ij = Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Kilometer), POP jt = Jumlah populasi negara tujuan ekspor (Jiwa), GDPI t = GDP Indonesia pada waktu t (US$), ε = Galat (pengaruh variabel lain yang tidak termasuk di dalam model). Tabel 5.2. merangkum hasil regresi model aliran ekspor komoditas kakao Indonesia, dimana dari hasil regresi diperoleh nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,836 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen di dalam model yang dibangun telah mampu menjelaskan 83,6 persen perubahan yang terjadi pada nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke 10 negara tujuan kawasan Uni Eropa. Sedangkan sisanya sebesar 16,4 persen diterangkan oleh faktor lain di luar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis regresi sebesar 27,43067 dan nilai tersebut lebih besar dari F-tabelnya yaitu 6,26. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen di dalam model secara bersama-sama dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada ekspor komoditas kakao Indonesia.

3 Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model Aliran Ekspor Kakao Indonesia Variable Coefficient Prob. LN GDP * LN ER * LN DIST ** LN POP LN GDPI * C Fixed Effects Cross Belgia Estonia Prancis Jerman Italia Lituania Belanda Polandia Spanyol Inggris Weighted Statistics R-squared Sum squared resid F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Unweighted Statistics R-squared Mean dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Sumber: Lampiran 2 dan 4 Keterangan: *, **) signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen

4 Nilai t-statistik menunjukkan bahwa dari lima variabel bebas yang digunakan dalam penelitian terdapat satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata lima persen (0,05) yaitu variabel jarak populasi negara tujuan ekspor. Nilai probabilitas t- statistik (0.4137) yang lebih besar dari taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata pada model Hasil Uji Asumsi Model Setelah menganalisis aliran ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa dengan model fixed effect, diharapkan mampu memenuhi asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas. Pendeteksian multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai R 2. Nilai R 2 yang diperoleh cukup tinggi yaitu sebesar dan empat dari lima variabel yang digunakan memiliki koefisien dugaan yang signifikan pada taraf nyata 1 persen dan 5 persen. Artinya model yang digunakan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hasil estimasi pada Tabel 5.2. menunjukkan bahwa Residual Sum Squared pada Weighted Statistic (105.59) lebih kecil dari Residual Sum Squared pada Unweighted Statistic (127.44), maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas. Namun masalah data yang tidak homoskedastisistas ini telah dapat diatasi dengan menggunakan cross-section weights sebagai pembobot pada model. Penggunaan data time series diduga dapat menimbulkan pelanggaran asumsi yaitu autokorelasi. Ada atau tidaknya korelasi dapat diamati dari nilai Durbin Watson stat. Nilai Durbin Watson stat (weighted) sebesar dan nilai tersebut masih berkisar antara 1,55-2,46 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang diestimasi terbebas dari autokorelasi. Hasil uji normalitas diperlihatkan pada Tabel 5.3, yang menunjukkan bahwa probabilitas Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (1,908 > 0,05). Hal tersebut menunjukkan sudah cukup bukti menerima Ho, yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal.

5 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Model Jarque Bera Probability Aliran Ekspor Komoditas Kakao Sumber: Lampiran Intepretasi Model Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Periode A. Gross Domestic Product Negara Tujuan Ekspor (GDP jt ) GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja ekonomi. Semakin besar GDP suatu negara menunjukkan semakin besarnya kemampuan dari negara tersebut untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil analisis regresi gravity model aliran ekspor kakao Indonesia menunjukkan koefisien variabel GDP negara mitra dagang (GDP jt ) memberikan pengaruh negatif terhadap peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar -3, Nilai koefisien tersebut mengintepretasikan bahwa apabila terjadi peningkatan GDP 10 negara mitra dagang ekspor kakao sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan nilai ekspor kakao Indonesia sebesar 3,42 persen dari nilai sebelumnya (cateris paribus). Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis, dimana diharapkan variabel GDP negara mitra dagang berpengaruh positif pada peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia. Meskipun hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, namun variabel ini berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai ekspor kakao pada selang kepercayaan 99 persen yang ditunjukkan oleh P-value yaitu sebesar 0,0004. Peningkatan GDP negara mitra dagang tidak mendorong meningkatnya permintaan ekspor akan komoditas kakao Indonesia karena adanya penurunan daya beli dari negara mitra dagang kakao Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku industri yang semula menggunakan komoditas kakao Indonesia sebagai bahan baku, mulai beralih ke komoditas kakao dari negara lain yang bisa menggantikan kakao Indonesia. Peralihan komoditas ini dapat disebabkan oleh pelaku industri yang ingin meningkatkan standar produk industri mereka sehingga mulai beralih ke komoditas

6 kakao dari negara lain yang memilki kualitas lebih tinggi dibandingkan komoditas kakao Indonesia. B. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Ekspor terhadap US$ (ER ij ) Nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Hasil analisis regresi gravity model aliran ekspor kakao Indonesia menunjukkan koefisien nilai tukar (ER jt ) memberikan pengaruh negatif terhadap peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar -4, Nilai koefisien tersebut mengintepretasikan bahwa apabila rupiah mengalami apresiasi sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan nilai ekspor kakao Indonesia sebesar 4,32 persen dari nilai sebelumnya (cateris paribus). Berarti dapat disimpulkan jika nilai tukar negara Indonesia sebagai negara pengekspor mengalami apresiasi, maka akan menyebabkan penurunan permintaan ekspor komoditas kakao. Dengan nilai tukar yang mengalami apresiasi, harga komoditas kakao Indonesia di pasar internasional meningkat, dan hal inilah yang menjadi pemicu dari turunnya permintaan ekspor komoditas kakao. Negara mitra dagang akan lebih memilih untuk mengekspor komoditas kakao dari negara lain yang harganya lebih terjangkau dari komoditas kakao Indonesia. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis, dimana diharapkan variabel nilai tukar berpengaruh positif pada peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia. Meskipun hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, namun variabel ini berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai ekspor kakao pada selang kepercayaan 99 persen yang ditunjukkan oleh P-value yaitu sebesar 0,0005. C. Jarak Ekonomi antara Indonesia dengan Negara Tujuan Ekspor (DIST ij ) Hasil estimasi model menunjukkan koefisien variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor bernilai positif sebesar 2,88 yang berarti semakin jauh jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara mitra dagang, maka nilai ekspor komoditas kakao semakin bertambah. Nilai koefisien tersebut mengintepretasikan bahwa apabila jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor semakin jauh, dengan

7 jarak yang semakin meningkat sebesar 1 persen, maka akan terjadi peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia sebesar 2,88 persen dari nilai sebelumnya (cateris paribus). Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara tujuan ekspor dengan jarak ekonomi yang lebih tinggi justru lebih meminati komoditas kakao Indonesia, tanpa terlalu mempertimbangkan semakin tingginya biaya transportasi. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis, dimana diharapkan variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor berpengaruh negatif terhadap peningkatan nilai ekspor kakao Indonesia. Meskipun hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, namun variabel ini berpengaruh signifikan pada peningkatan nilai ekspor kakao pada taraf nyata 5 persen yang ditunjukkan oleh P-value yaitu sebesar 0,0109. D. Populasi Negara Tujuan Ekspor (POP jt ) Hasil estimasi model menunjukkan koefisien variabel populasi negara tujuan ekspor bernilai negatif (-4,614851), yang berarti semakin tinggi jumlah populasi negara tujuan ekspor, maka nilai ekspor komoditas kakao Indonesia semakin menurun. Namun, nilai probabilitas dari variabel ini (0.4137) lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang menunjukkan bahwa variabel populasi negara tujuan ekspor tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia. E. Gross Domestic Product Negara Indonesia (GDPI t ) GDP mempresentasikan ukuran daya beli masyarakat di suatu negara terhadap barang dan jasa. Hasil analisis regresi gravity model aliran ekspor kakao Indonesia menunjukkan bahwa variabel GDP negara Indonesia sebagai negara eksportir berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen yang dilihat dari P-value sebesar 0,0001 dengan nilai koefisien sebesar 1, Nilai koefisien tersebut mengintepretasikan bahwa apabila terjadi kenaikan satu persen GDP negara Indonesia, maka akan meningkatkan aliran ekspor komoditas kakao sebesar 1,12 persen dari nilai sebelumnya (cateris paribus). GDP dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut. Jadi semakin besar GDP negara Indonesia menunjukkan semakin besar

8 pula kapasitas produksi yang dimiliki, sehingga ekspor semakin meningkat. Hal ini konsisten dengan hipotesis yang diharapkan. Pada hasil estimasi Tabel 5.2. terdapat Fixed Effect (Cross) yang menunjukkan pembeda dari setiap cross-section (negara). Jerman merupakan negara yang memiliki nilai pembeda tertinggi, yang ditunjukkan dari nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara tersebut memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 16, Negara yang memiliki efek paling kecil adalah Lituania dengan rata-rata nilai perubahan sebesar -26, Sehingga dapat disimpulkan dari fixed effect (cross) bahwa Jerman merupakan pasar tujuan ekspor komoditas kakao yang potensial, sedangkan Lituania relatif bukanlah pasar komoditas kakao Indonesia yang potensial di kawasan Uni Eropa Analisis Keunggulan Kompetitif Export Product Dynamic (EPD) Komoditas Kakao ke Sepuluh Negara Kawasan Uni Eropa Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi dinamika produk pada ekspor. Ekspor yang diteliti pada penelitian ini yaitu komoditas kakao. Keunggulan kompetitif komoditas kakao di Pasar Uni Eropa berdasarkan hasil estimasi EPD ditunjukkan pada Gambar 5.1. Masing-masing kuadran pada gambar menunjukkan posisi yang berbeda-beda. Kuadran I menempati posisi Rising Star, kuadran II menempati posisi Lost Opportunity, kuadran III menempati posisi Retreat, dan kuadran IV menempati posisi Falling Star. Berdasarkan Gambar 5.1, dapat dilihat bahwa posisi daya saing komositas kakao di Pasar Belgia berada pada kuadran Retreat dimana pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan produknya bernilai negatif. Kondisi ini menandakan komoditas kakao merupakan komoditas yang tidak dinamis dan tidak kompetitif di Pasar Belgia, yang selanjutnya mengindikasikan bahwa komoditas kakao sudah tidak diinginkan lagi di pasar Belgia. Posisi daya saing komoditas kakao di Pasar Estonia, Prancis, Belanda, Polandia, dan Inggris berada pada kuadran Falling Star, yang menandakan komoditas kakao di pasar tersebut memiliki keunggulan kompetitif, namun permintaan pangsa pasar akan komoditas kakao mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa komoditas kakao di pasar tersebut tidaklah dinamis, dan tentu saja kondisi ini menjadi tidak menguntungkan

9 bagi Indonesia. Sehingga diperlukan intelejen pasar guna melihat selera pasar dari konsumen di negara Estonia, Prancis, Belanda, Polandia, serta Inggris, untuk meningkatkan permintaan pangsa pasar. Gambar 5.1. Hasil Estimasi EPD Komoditas Indonesia dan Negara-Negara Pengekspor di Kawasan Uni Eropa Tahun Sumber: COMTRADE (2012), diolah Posisi daya saing komoditas kakao di Pasar Jerman, Italia, Lituania, dan Spanyol berada pada posisi kuadran yang paling baik, yaitu Rising Star, yang berarti komoditas kakao mempunyai daya saing secara kompetitif, komoditas kakao memiliki pertumbuhan yang cepat (fast-growing product) dan Indonesia memperoleh tambahan pangsa pasar dari komoditas kakao di Pasar Jerman, Italia, Lituania, dan Spanyol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan impor komoditas kakao berada di posisi yang dinamis. Kondisi pasar seperti ini haruslah dipertahankan oleh Indonesia.

10 5.3. Analisis Keunggulan Kompetitif Porter s Diamond Theory Komoditas Kakao ke Sepuluh Negara Kawasan Uni Eropa Kondisi Faktor Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar pula peluang industri dan negara untuk meningkatkan daya saing suatu komoditi tertentu. A. Sumberdaya Alam Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun Tanaman kakao berasal dari hutan hujan tropis di Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan. Di Indonesia, tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa, Sulawesi. Tempat alamiah dari tanaman kakao adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Berdasarkan daerah asalnya kakao tumbuh di bawah naungan pohon-pohon yang tinggi sebagai pohon pelindung yang juga berfungsi sebagai penahan angin sebab pohon kakao tidak tahan angin kencang. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak masa tanam sampai umur 2-3 tahun. Tanaman muda yang kurang naungan pertumbuhannya akan terhambat (Poedjiwidodo, 1996). Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki jumlah curah hujan mm per tahun dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan, suhu udara harian sekitar 28 derajat Celsius, dan ketinggian m dpl. Tekstur tanah yang diperlukan adalah lempung liat berpasir dengan komposisi persen fraksi liat, 50 persen fraksi pasir, dan persen fraksi debu. Tanah yang banyak mengandung humus dan bahan organik dengan ph antara 5,6-6,8, kedalaman air 3 meter dan berdrainase baik, cocok bagi pertumbuhan kakao (Susanto, 1994). Ketika tanaman masih muda, intensitas naungan yang diberikan cukup tinggi, selanjutnya dikurangi secara bertahap seiring dengan semakin tuanya tanaman atau bergantung pada berbagai faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao dikenal sebagai inang berbagai jenis hama dan penyakit. Adanya hama penyakit dapat menjadi kendala penting dalam budi daya kakao. Untuk mengatasi kendala tersebut, penggunaan bahan tanam unggul yang toleran (salah satu komponen

11 dalam pengendalian hama penyakit secara terpadu) akan memiliki peran yang penting. Alasannya selain dapat mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit, penggunaan bahan tanam unggul yang toleran dapat mengurangi penggunaan pestisida sehingga akan mengurangi biaya pemeliharaan tanaman secara keseluruhan serta mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak kadaluarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Tanaman kakao ditanam hampir di seluruh pelosok tanah air dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Irian Jaya. B. Sumberdaya Manusia Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian petani kakao masih kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menerapkan cara-cara pengelolaan kebun kakao yang baik. Dengan demikian keterbatasan pengetahuan dan kesadaran petani dalam menerapkan standar budi daya tanaman kakao perlu mendapatkan perhatian. Sekitar 72 persen produksi kakao nasional berasal dari Sulawesi, sehingga kakao merupakan komoditi andalan petani di Sulawesi dan kakao telah memberikan kesejahteraan bagi petani (Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, 2012). Isdijoso et al. (1990) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek yang memengaruhi keterampilan petani dalam mengelola usahataninya, antara lain umur, pendidikan, status, dan jumlah anggota keluarga. Sebagian besar petani berada dalam kisaran umur produktif, yaitu antara tahun, dan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dengan presentase 37,93 persen. Ratarata jumlah tanggungan anggota keluarga petani kakao adalah 4 orang dengan kisaran 2-8 orang. Tingkat pendapatan petani kakao tergantung dari sistem usaha tani kakao dan sistem pengelolaan agribisnis kakao di Indonesia. Sistem usaha tani kakao yang

12 diterapkan di daerah sentra kakao di Indonesia selama ini masih memiliki banyak kelemahan. Petani kakao selama ini kebanyakan masih menggunakan bibit tanaman kakao yang berasal dari bibit lokal (asalan). Selain itu, pemupukan yang tidak berimbang, kelemahan dalam sistem pemangkasan, penanganan pascapanen, sanitasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit. Petani kakao Indonesia mendapatkan pendapatan sekitar Rp 8 juta per tahun per hektar, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan dari perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang lebih dari Rp 20 juta per tahun per hektar. Sebagai tambahan, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan penghasil kedua untuk karet. C. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia melakukan berbagai inovasi teknologi yang dilakukan melalui kerja sama kemitraan yang melibatkan perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, perguruan tinggi maupun lembaga penelitian guna meningkatkan potensi nilai komersial dari kakao. Inovasi teknologi yang telah berlangsung diantaranya teknik perbanyakan kakao klonal, penciptaan berbagai klon unggul kakao ICCRI produksi tinggi dan tahan busuk buah, pelestarian plasma nutfah kakao, serta pembuatan alat pengendali proses hulu dan hilir produk kakao dengan sistem digital. Dengan adanya inovasi ini, produksi dan mutu kakao dapat ditingkatkan, berlangsungnya perakitan bahan tanam unggul, serta menurunkan serangan hama penggerek buah kakao (PBK). D. Sumberdaya Modal Departemen Pertanian telah memperjuangkan permodalan untuk petani melalui sistem perbankan syariah tanpa agunan sejak 2005, tetapi dalam prosesnya muncul hambatan legislatif, yaitu pemberlakuan aturan agunan yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. Aturan ini dilakukan oleh pihak perbankan guna melakukan berbagai analisa kesanggupan pihak peminjam dana dalam membayar kembali hutangnya. Dengan adanya aturan agunan ini membuat banyak petani kakao yang ingin memulai usaha perkebunannya tidak bisa menyerap sumber modal yang berasal dari

13 perbankan. Sehingga mereka lebih memilih menggunakan dana pribadi untuk memulai usaha perkebunannya karena modal yang dibutuhkan pun cenderung kecil, yaitu Rp 5-6 juta per musim panen. Usaha perkebunan kakao merupakan tanaman tahunan yang cukup menjanjikan, meskipun begitu usaha ini baru bisa menghasilkan setelah lima tahun. Namun lain halnya bagi petani yang ingin mengembangkan usaha perkebunan kakao milik mereka. Perkebunan yang diolah telah menghasilkan, sehingga dapat dijadikan sebagai agunan untuk melakukan peminjaman dana perbankan bagi permodalan pengembangan usaha perkebunan. Di Makassar, guna meningkatkan kesejahteraan petani kakao dan kualitas produksi yang dihasilkan, maka PT Permodalan Niaga Mandani (PNM) melakukan penandatanganan dengan Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulsel dalam membantu meningkatkan kesejahteraan petani kakao. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao, kerjasama ini akan memudahkan para petani kakao untuk mengakses Lembaga Keuangan (LK) guna mendapatkan modal kerja, sehingga produksi kakao dapat meningkat. E. Sumberdaya Infrastruktur Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pengekspor kakao yang besar bagi Amerika Serikat, namun jumlah ekspor produk tersebut ke Amerika Serikat cenderung menurun. Produk biji kakao Indonesia yang diekspor ke wilayah Pantai Timur Amerika Serikat pada akhirnya berlabuh di Pier 84, nama salah satu dari puluhan terminal di kota Philadelphia, guna diproses lebih lanjut untuk dijual kembali kepada konsumennya. Dijualnya kembali kakao Indonesia kepada konsumen terjadi akibat masalah kualitas produk yang bersangkutan, sebagian besar biji cokelat yang diterima dari Indonesia dalam keadaan mouldy atau berjamur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak dilakukan dengan sempurna. Disamping itu, biji kakao Indonesia rentan dengan serangan Cocoa Pod Borer, yaitu sejenis hama yang memakan biji kakao. Jamur merupakan kontaminan [kotoran] mikrobiologis yang tidak disukai oleh industri. Jamur selain merusak cita-rasa dan aroma khas cokelat, juga berpotensi

14 memproduksi senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Serangan jamur dianggap serius jika pertumbuhan jamur sudah masuk ke dalam keping biji. Serangan jamur dianggap ringan, jika jamur hanya tumbuh di permukaan biji dan bisa dihilangkan dengan cara pencucian. Namun, serangan dianggap berat, jika warna putih sudah masuk ke dalam keping biji disertai bau yang kurang sedap (Mulato, 2011). Perjalanan selama 40 hari dan perubahan cuaca yang terjadi akan mengakibatkan telur hama pada biji kakao menetas, sehingga produk ini dikenakan Automatic Detention oleh pihak Amerika Serikat, yaitu produk yang masuk tidak memenuhi persyaratan sehingga dimusnahkan atau dikembalikan ke negara importir. Automatic Detention itu sendiri tidak memakan biaya yang besar, yaitu sebesar US$ 4 per ton dan dibebankan kepada pihak importir. Berbeda dengan Indonesia, negara Pantai Gading selain memiliki kualitas biji kakao yang cukup baik, proses pengirimannya ke Amerika Serikat hanya memakan waktu 14 hari, sehingga produknya tidak terlalu lama berada dalam kondisi cuaca yang berubah-ubah (Kedutaan Besar Republik Indonesia, 2005). Mutu biji kakao sebagai bahan baku utama industri pengolahan kakao akan sangat berpengaruh pada perolehan profit, daya saing produk, dan kelangsungan usaha. Untuk menghasilkan biji kakao yang bermutu baik, maka diperlukan adanya seleksi dan penanganan biji kakao yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI ini sangat penting diterapkan sebagai acuan petani untuk dapat menghasilkan biji kakao yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan pasar. Ketentuan SNI untuk biji kakao tercantum dalam peraturan Badan Standardisasi Nasional (BSN) No 86/KEP/BSN/9/2008 dengan persyaratan umum dan persyaratan khusus yang tertera pada SNI , sebagai berikut: No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Serangga hidup - tidak ada 2 Kadar air % fraksi massa maks. 7,5 3 Biji berbau asap dan atau hammy dan atau % tidak ada berbau asing 4 Kadar benda asing - tidak ada Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2010) Tabel 5.4. Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao

15 Jenis mutu Kakao Mulia (Fine Cocoa) Kakao Lindak (Bulk Cocoa) Kadar biji berjamur (biji/biji) Kadar biji slaty (biji/biji) Persyaratan Kadar biji berserangga (biji/biji) Kadar kotoran waste (biji/biji) Kadar biji berkecambah (biji/biji) I - F I - B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II - F II - B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3 III - F III - B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3 Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2010) Tabel 5.5. Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao Prosedur pengujian biji kakao ini dimulai dengan menyiapkan contoh uji sebanyak 300 biji yang diambil secara acak. Kemudian mengamati satu persatu adanya biji fermentasi, biji berkapang, biji tidak terfermentasi, biji berserangga, biji berkecambah, dan biji ungu yang tampak. Khusus dalam penentuan biji slaty, apabila terdapat keraguan terhadap warna, sebaiknya keping biji tersebut digigit dan dicicipi, rasa pahit dan sepat yang ditimbulkan menandakan bahwa biji slaty. Selanjutnya memisahkan biji-biji cacat menurut jenis cacatnya dan menghitung jumlahnya. Apabila pada suatu biji terdapat lebih dari satu jenis cacat, maka biji tersebut dianggap mempunyai jenis cacat yang terberat sesuai dengan tingkat resiko yang ditimbulkan, tingkatan tersebut adalah jamur, serangga, kecambah, dan biji yang slaty. Apabila ditemukan adanya biji pipih yang melekat, maka biji tersebut dipisahkan kemudian dikategorikan sesuai dengan jenis cacatnya. Biji kakao dinyatakan lulus uji apabila telah memenuhi persyaratan dalam syarat mutu pada Tabel 5.4. dan Tabel 5.5 (Badan Standardisasi Nasional, 2010). Saat ini masih terdapat beberapa hambatan dalam hal jalur distribusi kakao. Diantaranya masalah jarak tempuh dari areal perkebunan ke lokasi pasar dan pelabuhan yang relatif jauh, kondisi jalan yang kurang memadai, dan alat transportasi yang terbatas. Sehingga menyebabkan mata rantai perdagangan kakao menjadi panjang. Akibatnya biaya operasional menjadi mahal, sementara petani hanya menerima harga yang sudah ditentukan pihak pedagang.

16 5.3.2 Kondisi Permintaan Sejak tahun hingga 2009 ekspor biji kakao menunjukkan trend yang berfluktuatif, namun cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat padaa Gambar 5.2. Di pasar dalam negeri sendiri, permintaan cokelat olahan selalu mengalami peningkatan karena semakin membaiknya daya beli masyarakat, yang dapat dilihat dari tingginya permintaan menjelang Hari Valentine di bulan Februari. Tidak hanya di dalam negeri, setiap tahun permintaan dunia pun terus meningkat, setidaknya berdasarkan data Internasional Cocoa Organization (ICCO) di negara-negara Asia akan ada kenaikan permintaan cokelat hingga 5 persen setiap menjelang perayaan tersebut. Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) Gambar 5.2. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Tahun Sejak diberlakukannya bea keluar kakao sejak tahun 2010, minat investor asing akan komoditas kakao meningkat. Dengan adanya bea keluar untuk kakao, secara otomatis jika produksi dilakukan di luar negeri maka akan dikenakan pajak ekspor sebesar 10 persen. Guna menghindari pajak ekspor tersebut, para investor asing lebih memilih untuk melakukan investasi di Indonesia. Banyak investor asing yang berminat menanamkan modalnya di sektor pengolahan kakao. Terdapat lima industri dari berbagai negara yang tertarik mengolah kakao di dalam negeri, antara lain Cargill Cocoa and Chocolate, Armajaro, dan Olam, selain itu ada dua perusahaan dari Amerika Serikat dan Malaysia (Asosiasi Industri Kakao, 2011).

17 Investor dari Amerika Serikat mengalihkan komoditas impor biji kakao menjadi kakao olahan, diantaranya cocoa liquor, cocoa cake, cocoa powder, dan cocoa butter. Peralihan komoditas tersebut menguntungkan bagi industri pengolahan dalam negeri karena kakao yang telah diolah akan memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi. PT Asia Cocoa Indonesia, investor asing asal Malaysia, telah mengoperasikan pabriknya di Batam pada Maret Nilai investasi tahap pertama USD 24 juta dengan produksi cocoa cake dan cocoa butter dengan nilai investasi diperkirakan sebesar USD 1000 per ton. Selain investor asing, pabrik dalam negeri melakukan perluasan kapasitas, diantaranya PT Bumi Tangerang Cokelat Utama berkapasitas 40 ribu ton menjadi 120 ribu ton, PT General Food Industries berkapasitas 25 ribu ton menjadi 105 ribu ton, dan PT Cocoa Ventures Indonesia berkapasitas 7 ribu ton menjadi 14 ribu ton. Komoditas kakao menyimpan berbagai manfaat bagi tubuh yang mampu menarik minat konsumen. Kakao mengandung flavonoid dalam jumlah yang tinggi, yang baik bagi jantung dan kesehatan. Studi efek kakao pada suku Panama Kuna Indian yang banyak mengkonsumsi kakao oleh Hollenberg dari Harvard Medical School menyatakan bahwa masyarakat pada suku tersebut memilki tingkat penyakit jantung dan kanker yang rendah. Kakao dipercaya meningkatkan aliran darah sehingga baik untuk jantung dan organ lainnya, secara khusus menyehatkan bagi organ otak sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan ingatan. Kakao mengandung anti-oksidan tingkat tinggi, berdasarkan penelitian Cornell University bubuk kakao memiliki efek anti-oksidan dua kali lebih tinggi dari red-wine dan tiga kali lebih tinggi daripada teh hijau. Tingginya kadar anti-oksidan dalam kakao dapat mencegah penuaan dini, sehingga tidak mengherankan bila saat ini berkembang lulur cokelat yang sangat baik bagi kecantikan kulit. Kakao mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, kakao juga mengandung zat maupun nutrisi yang penting bagi tubuh seperti zat besi, kalium, dan kalsium. Kakao sendiri merupakan sumber magnesium alami tertinggi yang mampu mengatasi hipertensi, diabetes, dan sakit persendian

18 5.3.3 Industri Terkait dan Industri Pendukung Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang memiliki daya saing global akan memengaruhi daya saing industri utamanya. Industri terkait memiliki peran sebagai pemasok bahan baku, contohnya perkebunan kakao. Tanaman kakao di Indonesia tersebar hampir di semua kepulauan, namun areal perkebunan kakao paling banyak berada di Pulau Sulawesi yakni 58 persen dari luasan tanam kakao nasional, yang menghasilkan 63 persen kakao nasional, sehingga dikenal sebagai sentra produksi kakao. Sedangkan untuk industri pendukung, terdapat kelembagaan yang menangani seluruh kepentingan kakao Indonesia yaitu Dewan Kakao Indonesia. Kelembagaan ini didirikan pada 2007 oleh berbagai lembaga yang terkait dengan kakao, diantaranya Asosiasi Kakao Indonesia, Asosiasi Pengusaha Industri Kakao dan Cokelat Indonesia, Asosiasi Petani Kakao Indonesia, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Didirikannya kelembagaan ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, nilai tambah, dan daya saing perkakaoan nasional secara berkelanjutan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Lembaga ini menyediakan informasi perkakaoan sehingga secara bersama-sama dapat saling menjaga kesinambungan antara penawaran dan permintaan kakao dan produk turunannya di pasar domestik dan internasional Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan Struktur Industri pengolahan kakao Indonesia di dominasi oleh tiga perusahaan pengolahan kakao utama, yaitu PT General Food Industries, PT Bumi Tangerang Mesindotama, dan PT Davomas Abadi, dengan masing-masing kapasitas sebesar Ton/tahun, Ton/tahun, dan Ton /tahun. Dengan dominasi ketiga perusahaan ini membuat persaingan dalam industri pengolahan kakao menjadi tidak kompetitif (Rahmanu, 2009). Sejak dibelakukannya bea keluar kakao sejak tahun 2010, minat investor asing akan komoditas kakao meningkat. Investor dari Amerika Serikat mengalihkan komoditas impor biji kakao menjadi kakao olahan, diantaranya cocoa liquor, cocoa cake, cocoa powder, dan cocoa butter (Asosiasi Industri Kakao, 2011). Peralihan

19 komoditas tersebut selain menguntungkan investor, menguntungkan juga bagi industri pengolahan dalam negeri karena kakao yang telah diolah akan memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi. Hal ini seyogyanya menjadi strategi yang cukup baik dalam meningkatkan daya saing kakao nasional. Namun pengenaan tarif bea keluar terhadap biji kakao guna menghidupkan industri hilir di dalam negeri dinilai percuma apabila ekspor ke Uni Eropa masih dikenakan bea masuk, hilirisasi yang dilakukan di dalam negeri berpotensi tidak akan maksimal Peran Pemerintah Kementerian Perdagangan menurunkan Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 tertanggal 22 Maret 2010 yang memasukkan biji kakao sebagai barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar. Penerapan Bea Keluar bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri dan menyeimbangkan dukungan terhadap daya saing industri kakao di dalam negeri yang pada akhirnya berdampak kepada nilai tambah yang diterima petani kakao. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah No. 55/2008 tentang pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor yang salah satu tujuan pengenaan Bea Keluar adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Besarnya tarif Bea Keluar untuk ekspor biji kakao adalah seperti yang tertera pada Tabel 5.4. No Harga Rata-Rata Internasional* (US$/Ton) Bea Keluar (%) > > > Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) Ket: * Harga rata-rata pasar internasional berpedoman pada harga rata-rata CIF New York Board of Trade Tabel 5.6. Tarif Bea Keluar Ekspor Biji Kakao Manfaat pengenaan Bea Keluar Ekspor Biji Kakao adalah meningkatkan suplai intermediate product (produk antara) dari industri dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor produk kakao (intermediate product Cocoa Liquor, Cocoa Cake,

20 Cocoa Butter, dan Cocoa Powder) sebagai bahan industri kakao (end product). Untuk jangka menengah dan panjang ditargetkan meningkatkan investasi di bidang industri pengolahan kakao dalam negeri dan mengoptimalkan kapasitas produksi industri pengolahan kakao dalam negeri, yang pada dasarnya juga berdampak kepada kesejahteraan petani. Dari penerimaan Bea Keluar yang meningkat diharapkan sebagian dapat dikembalikan kepada komoditi terkait (kakao) untuk pengembangan, pembinaan, dan penelitian. Selain diberlakukannya bea keluar bagi Indonesia, pemerintah melakukan penghapusan PPN atas biji kakao, sehingga perusahaan pengolahan kakao nasional tidak perlu kesulitan memperoleh suplai biji kakao yang bermutu dan berfermentasi. Pemerintah juga menyediakan bibit kakao kualitas unggul bagi petani melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini dimotori oleh Menteri Perindustrian dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi kebun kakao yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang oleh hama dan penyakit. Gernas Kakao diharapkan mampu membangkitkan industri pengolahan kakao Indonesia secara signifikan. Kementerian Negara Koperasi dan UKM menggandeng PT Bumi Tangerang sebagai pengolah kakao untuk meningkatkan kualitas produk kakao yang dihasilkan petani individu maupun dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan). Selain menggandeng perusahaan swasta sebagai penampung produk kakao di sentra-sentra budi daya tanaman cokelat di Indonesia, instansi tersebut juga bersinergi dengan Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI) Kementerian Perdagangan. Peningkatan kualitas produk kakao dilakukan melalui sosialisasi pemanfaatan teknologi fermentasi, dengan sistem fermentasi mampu meningkatkan nilai jual dan aroma kakao. Setelah melalui proses fermentasi, nilai jual kakao dapat meningkat Peran Kesempatan Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini tentu saja membuat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kakao dan menjadikan kakao sebagai salah

21 satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Negara tujuan ekspor komoditas kakao Indonesia di kawasan Uni Eropa yang memiliki pangsa pasar terbesar yaitu Jerman, Italia, Lituania, dan Spanyol. Di negara-negara tersebut kakao menjadi salah satu komoditas yang paling digemari dan berpeluang menjadi pasar yang sangat potensial bagi ekspor komoditas kakao Indonesia di masa depan Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter s Diamond Dari analisa tiap komponen teori berlian Porter, kakao memiliki keunggulan dan kelemahan. Pada komponen sumberdaya alam memiliki keunggulan yang terlihat dari kekayaan alam yang memadai bagi perkebunan kakao di Indonesia. Dari komponen sumberdaya manusia masih terlihat adanya kelemahan pada rendahnya tingkat pendidikan dari petani kakao membuat sistem usaha tani kakao menjadi kurang baik sehingga menyebabkan kurang baiknya kualitas kakao Indonesia dan pada akhirnya berpengaruh pada kesejahteraan petani kakao. Komponen ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki keunggulan dimana terdapat inovasi teknologi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Komponen modal memiliki kelemahan dimana terdapat kesulitan bagi petani kakao untuk memperoleh bantuan modal dari pihak perbankan dikarenakan adanya persyaratan agunan. Komponen infrastruktur memiliki kelemahan dimana masih terdapat beberapa hambatan dalam hal jalur distribusi kakao. Diantaranya masalah jarak tempuh dari areal perkebunan ke lokasi pasar dan pelabuhan yang relatif jauh, kondisi jalan yang kurang memadai, dan alat transportasi yang terbatas. Dalam hal infrastruktur mutu, sudah terdapat penanganan biji kakao yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menghasilkan biji kakao yang berkualitas baik. Komponen permintaan memiliki keunggulan dimana pertumbuhan ekspor kakao memiliki perkembangan yang sudah cukup baik, meskipun begitu tetap harus ada upaya guna peningkatan kualitas kakao. Selain itu, kakao pun memiliki berbagai manfaat sehingga dapat semakin menarik minat konsumen.

22 Komponen industri terkait memiliki keunggulan dimana perkebunan kakao, sebagai pemasok bahan baku, tersebar hampir di seluruh pulau. Dengan begitu luasnya areal perkebunan kakao, maka memungkinkan dalam menghasilkan produksi kakao yang melimpah. Selain itu, terdapat industri pendukung yang menangani seluruh kepentingan kakao nasional yaitu Dewan Kakao Indonesia. Didirikannya kelembagaan ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, nilai tambah, dan daya saing kakao nasional secara berkelanjutan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Komponen struktur, persaingan, dan strategis perusahaan memiliki kelemahan. Struktur industri pengolahan kakao Indonesia di dominasi oleh tiga perusahaan pengolahan kakao utama, yaitu PT General Food Industries, PT Bumi Tangerang Mesindotama, dan PT Davomas Abadi. Dominasi ketiga perusahaan ini membuat persaingan dalam industri pengolahan kakao menjadi tidak kompetitif. Sejak diberlakukannya bea keluar kakao sejak tahun 2010, minat investor asing akan komoditas kakao meningkat. Namun, pengenaan tarif bea keluar terhadap biji kakao di dalam negeri dinilai percuma apabila ekspor ke Uni Eropa masih dikenakan bea masuk, hilirisasi yang dilakukan di dalam negeri berpotensi tidak akan maksimal Komponen pemerintah memiliki keunggulan dimana pemerintah melakukan intervensi kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar kakao dengan menerapkan Bea Keluar untuk kakao, menghapus pengenaan PPN atas biji kakao, penyediaan bibit kakao kualitas unggul melalui Gernas Kakao, dan kerja sama kemitraan guna meningkatkan kualitas kakao nasional. Komponen kesempatan juga memiliki keunggulan dimana Indonesia memiliki peluang yang cukup besar dalam meningkatkan daya saing. Pada Gambar 5.3. akan digambarkan faktor apa saja yang menjadi kelemahan dan keunggulan komoditas kakao Indonesia. Tanda (+) menunjukkan faktor tersebut memiliki keunggulan bersaing pada kakao Indonesia, sedangkan tanda (-) menunjukkan kelemahan yang dimiliki kakao Indonesia.

23 Gambar 5.3. Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter s Diamond Peran Kesempatan (+) - Potensi besar yang dimiliki komoditas kakao Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga dunia Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan (-) - Struktur industri pengolahan kakao didominasi oleh 3 perusahaan utama, sehingga persaingan menjadi tidak kompetitif - Pengenaan bea masuk kakao di Eropa membuat strategi bea keluar biji kakao Indonesia dinilai tidak maksimal Kondisi Faktor (-) 1. SDA (+) - Curah hujan tinggi - Kelembapan tinggi, suhu 28 C - Ketinggian m dpl 2. SDM (-) - Tingkat keterampilan petani rendah 3. IPTEK (+) - Pusat Penelitian Kakao & Kopi melakukan berbagai inovasi teknologi 4. Modal (-) - Akses permodalan dinilai sulit 5. Infrastruktur (-) - Pendistribusian kakao yang terlalu lama - Terdapat penanganan biji kakao yang sesuai SNI untuk hasil yang berkualitas Kondisi Permintaan (+) - Perkembangan ekspor kakao cenderung meningkat - Permintaan dalam negeri meningkat menjelang Hari Valentine - Minat investor asing meningkat sejak diberlakukan bea keluar kakao pada Kakao menyimpan berbagai manfaat yang mampu menarik minat konsumen Peran Pemerintah (+) - Bea Keluar - Penghapusan PPN - Gernas Kakao - Kerjasama antara perusahaan pengelolaan kakao dengan lembaga pemerintah Industri Terkait dan Pendukung (+) 1. Industri Terkait (+) - Perkebunan kakao sebagai pemasok bahan baku, tersebar di semua pulau, terutama Sulawesi 2. Industri Pendukung (+) - Dibentuknya Dewan Kakao Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan selama periode tahun 2003-2010 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

Salam sejahtera bagi kita semua

Salam sejahtera bagi kita semua Menteri Perindustrian Ropublik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI KAKAO INDONESIA JAKARTA, 18 SEPTEMBER 2013 Yth. : 1. Sdr. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rl

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H14080110 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tahap Evaluasi Model 5.1.1. Tahap Evaluasi Pemilihan Model Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, dimana data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO 5.1 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Pentingnya pengembangan agroindustri kakao di Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi yang dimiliki,

Lebih terperinci

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Model Evaluasi Model Keterangan 1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. 2)

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama

V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama World Trade Organization merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya, baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel dan merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas. 81 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kausalitas Penelitian ini menggunakan analisis model GLS (General Least Square). Metode GLS sudah memperhitungkan heteroskedastisitas pada variabel independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perbankan Indonesia. kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perbankan Indonesia. kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia Dilihat dari segi kepemilikannya, Bank di Indonesia dibedakan menjadi enam kategori bank, diantaranya adalah Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Menurut Laporan Perekonomian Indonesia dari Bank Indonesia (2003-2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 104 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kehidupan modern tidak terlepas dari berbagai macam makanan olahan salah satunya adalah cokelat. Cokelat dihasilkan dari biji buah kakao yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kakao Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional COMPETITIVENESS ANALYSIS OF COCOA BEANS (Cocoa beans) INDONESIA IN THE INTERNATIONAL MARKET Nurul Fitriana, Suardi Tarumun,

Lebih terperinci

Arif Maulana a,, Fitri Kartiasih b. [diterima: 1 Oktober 2016 disetujui: 29 Mei 2017 terbit daring: 16 Oktober 2017]

Arif Maulana a,, Fitri Kartiasih b. [diterima: 1 Oktober 2016 disetujui: 29 Mei 2017 terbit daring: 16 Oktober 2017] Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 17 No. 2 Januari 2017: 103 117 p-issn 1411-5212; e-issn 2406-9280 DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v17i2.664 103 Analisis Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 43 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi perkembangan variabel 1. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Negara yang menjadi tujuan ekspor nonmigas terbesar adalah negara Jepang, nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025 Untuk mencapai sasaran jangka panjang yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam pengembangan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Komoditas Kakao di Indonesia Penelusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat

Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat Sukrisno Widyotomo 1), Sugiyono 1), Qithfirul Aziz 1), dan Agus Saryono 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA Pada bagian metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa adanya ketidaksamaan satuan antara variabel ekspor CPO dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Dalam penelitian ini berusaha untuk menganalisis 6 buah model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 30 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RIYALDI, 1997, Analisis Peluang Pasar Serta Implikasinya Pada Strategi Pemasaran Dan Pengembangan Industri Pengolahan Kakao Indonesia, dibawah bimbingan Ujang Sumarwan dan Yayah K.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross 36 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP-I) dapat dinilai telah berhasil melaksanakan peran-peran konvensionalnya, seperti : a)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian di dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumberdaya

Lebih terperinci