4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 36 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Umum Danau Singkarak Kondisi umum Danau Singkarak Danau Singkarak merupakan danau vulkanis, yaitu danau yang terbentuk dari bekas letusan gunung berapi. Danau ini terletak pada 100º BT 100º BT dan 0º LS 0º LS. Danau ini memiliki luas permukaan air sekitar ,2 ha, kedalaman maksimum 271,5 m, kedalaman rata rata 178,677 m, panjang maksimum 20,808 km, lebar maksimum 7,175 km, luas daerah aliran km 2 dan terletak pada ketinggian 369 m dpl. Curah hujan yang masuk ke danau ini berkisar antara mm/bulan (Syandri 2008). Sumber air Danau Singkarak yang relatif besar berasal dari Sungai Sumpur yang masuk dari sebelah utara, Sungai Paninggahan di sebelah barat, dan Sungai Sumani di sebelah selatan. Dari sungai sungai tersebut, air Sungai Sumani yang masuk ke Danau Singkarak mempunyai kualitas yang kurang baik, terlihat dari warna air kecoklatan dan banyak limbah rumah tangga yang hanyut ke dalam sungai. Sungai yang mengalirkan air danau keluar (outlet), secara alami satusatunya adalah Sungai Ombilin yang bermuara ke pantai timur (Propinsi Riau) melalui Sungai Indragiri. Muka air Danau Singkarak pada beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan yang diakibatnya sungai sungai yang bermuara ke danau mulai mengalami kekeringan. Diduga penyebab keringnya air sungai sungai tersebut adalah hutan yang sudah gundul pada daerah catchment area serta terjadinya penurunan elevasi (tinggi muka) air danau akibat beroperasinya PLTA Singkarak. PLTA Singkarak dibangun sejak tahun 1992 sampai 1998 menggunakan tipe terowongan dan terjunan tinggi sehingga mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 175 MW. Setelah PLTA ini beroperasi sejak Januari 1998 hingga Desember 2001 tinggi muka air berfluktuasi antara 360,2 363,0 m dpl (rataannya 361,9 m dpl). Purnomo et al. (2006) menyebutkan bahwa data realisasi pengaturan tinggi muka air setiap tahunnya menunjukkan penurunan,

2 37 yaitu laju penurunan muka air dari tahun adalah sekitar 0,25 0,42 m/bulan. Muaro Pingai (Stasiun 1) terletak di bagian barat daya dari Danau Singkarak. Muaro Pingai memiliki lebar sungai sekitar 10 m dan daerah tepian dari muara sungai ini merupakan areal pertanian dan kebun kelapa. Muara sungai ini airnya masih relatif jernih, berarus cukup deras, dan lebih sempit dibandingkan dengan muara Sungai Paninggahan dan Sungai Sumpur. Muaro Pingai mempunyai substrat dasar berupa pasir berbatu, sangat mendukung ikan bilih untuk memijah pada kawasan ini. Di daerah ini ikan bilih ditangkap dengan menggunakan alahan (fish trap), jaring langli (gill net), jala lempar, dan masih ditemukan penggunaan setrum untuk menangkap ikan. Pada umumnya nelayan menangkap ikan di sekitar alahan, tetapi ada juga nelayan yang menangkap ikan ke tengah danau dengan menggunakan perahu dayung atau perahu motor tempel. Gambar 5. Muaro Pingai (Stasiun 1) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2009) Muara Sungai Paninggahan (Stasiun 2) juga terletak di bagian barat daya dari Danau Singkarak (tepatnya di barat laut Muaro Pingai). Daerah ini tergolong perairan yang landai dengan lebar muara sekitar 12 m dengan substrat dasar berupa pasir berbatu. Perairannya masih tergolong jernih dan berarus tidak terlalu deras. Pada daerah muara sungai ini terdapat beberapa alahan untuk menangkap ikan bilih. Nelayan daerah ini, sama halnya dengan nelayan daerah

3 38 Muaro Pingai, menangkap ikan dengan menggunakan alahan (fish trap), jaring langli (gill net), jala lempar, dan juga masih ditemukan penggunaan setrum untuk menangkap ikan. Gambar 6. Muara Sungai Paninggahan (Stasiun 2) Sumber: Dokumentasi pribadi (2009) Selanjutnya Sungai Sumpur (Stasiun 3), terletak di bagian utara Danau Singkarak. Muara sungai ini cukup luas yaitu memiliki lebar sekitar 15 meter dengan substrat dasar berupa pasir, kerikil, serta lumpur dan kondisi perairan di sekitar muara yang cenderung lebih keruh. Hal ini diduga disebabkan oleh substrat dasar yang mengandung lumpur, sehingga jika terjadi pengadukan atau adanya arus maka air menjadi keruh. Tahun 2004, pada daerah muara Sungai Sumpur dibangun sebuah suaka perikanan bagi ikan bilih dengan menyewa salah satu alahan yang dimiliki penduduk (kaum) yang kemudian direnovasi sedemikian rupa sehingga sangat cocok sebagai tempat memijah bagi ikan bilih, tetapi sangat disayangkan suaka perikanan tersebut pada saat ini tidak lagi berfungsi dikarenakan terjadinya kerusakan akibat banjir bandang tahun Air tidak dapat mengalir dengan lancar ke dalam bangunan suaka perikanan sehingga ikan bilih tidak dapat masuk ke dalam tanggul suaka ini. Nelayan di daerah muara Sungai Sumpur tidak lagi menggunakan alat dan bahan berbahaya untuk menangkap ikan karena adanya peraturan nagari yang melarang dan memberikan sangsi tegas terhadap nelayan yang melanggar, sehingga nelayan hanya menggunakan alahan, jaring langli, pancing, dan jala

4 39 lempar untuk menangkap ikan. Di Sumpur, waktu untuk menangkap ikan pada daerah muara sungai diatur setiap setengah jam sekali dan nelayan yang menangkap juga harus bergantian, masing masing nelayan mempunyai waktu untuk menangkap ikan. Hal ini diduga dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi sebagian ikan bilih untuk memijah terlebih dahulu sebelum akhirnya tertangkap. Nelayan setempat cukup mengerti dan mematuhi kebijakan yang dibuat oleh nagari, karena telah menyadari pentingnya melestarikan ikan bilih agar stoknya di alam tetap terjaga dan lestari. Gambar 7. Muara Sungai Sumpur (Stasiun 3) Sumber : Dokumentasi pribadi (2009) Kondisi fisika dan kimia perairan Danau Singkarak Pemanfaatan Danau Singkarak oleh masyarakat untuk kegiatan seharihari (seperti mandi, mencuci pakaian, menangkap ikan, sumber air, irigasi areal sawah, dan lain sebagainya) serta pemanfaatan oleh pihak pemerintah (PLN melalui PLTA Singkarak) menyebabkan kondisi perairan Danau Singkarak mengalami penurunan dari tahun ke tahun pada beberapa parameter kualitas air fisika dan kimia (Tabel 11).

5 40 Tabel 11. Kondisi kualitas air perairan Danau Singkarak Parameter Satuan BMKA Tahun pengambilan contoh air Kelas II Fisika Temperatur ºC Dev , ,8 TDS mg/l ,8 93,6 5,4 TSS mg/l 50 2,0 17 2,0 Kecerahan m 5,5 0,3 3,1 3,6 5 Kimia ph unit 6 9 8,4 7,5 8,4 6,5 6,5 5,8 7,2 8,8 BOD mg/l 3 4,58 6,8 12,56 COD mg/l 25 18, ,68 DO mg/l 4 6,6 8,3 6,34 4,3 6,3 4,5 8,05 Total Fosfat sebagai P mg/l 0,2 0,19 0,02 0,36 0,43 0,46 0,59 Amonia bebas (NH3 N) mg/l 1 5 0,19 0,540 Nitrat sebagai N mg/l 10 0,14 0,172 1,03 <0,1 <0,1 Nitrit 0,00 mg/l 0,06 0,030 sebagai N 1 0,002 Sumber : Data 1984 bersumber dari PSLH Unand dalam Syandri (2008) Data 1993 bersumber dari Syandri (1996) dalam Syandri (2008) Data 1997 bersumber dari Simon et al. (2000) dalam Syandri (2008) Data 2006, 2007, dan 2008 bersumber dari Syandri 2008 dalam Syandri (2008) Data 2009 merupakan data primer April Parameter fisika Suhu adalah pengatur utama dalam proses proses alami yang terjadi dalam lingkungan perairan. Parameter suhu tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik tetapi juga berpengaruh terhadap parameter fisika dan kimia perairan. Hasil analisis suhu perairan di setiap stasiun Danau Singkarak adalah pada stasiun Muaro Pingai berkisar pada 23 29,5 C, stasiun Paninggahan berkisar pada 23 26,5 C dan stasiun Sumpur berkisar antara 26,3 31,8 C. Hasil pengukuran suhu pada setiap stasiun pengamatan berbeda dipengaruhi oleh cuaca dan kondisi perairan pada saat dilakukan pengamatan. Kondisi kecerahan perairan di Muaro Pingai dan Paninggahan sangat baik, ditunjukkan dengan nilai kecerahan yang mencapai 100% karena kondisi air yang jernih. Pada stasiun Sumpur terdapat substasiun dengan nilai kecerahan sebesar 89%, hal ini disebabkan kandungan lumpur yang terdapat pada

6 41 substratnya. Artinya, apabila nilai kecerahannya 100% maka penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan sehingga menguntungkan biota biota yang hidup di dalam perairan. Kecerahan yang dimiliki setiap stasiun pengamatan cukup baik untuk mendukung proses fotosintesis di dalam perairan. Nilai kedalaman pada setiap stasiun pengamatan berbeda beda, pada stasiun Muaro Pingai kedalaman berkisar antara 0,17 5 m, stasiun Paninggahan antara 0,21 0,34 m, dan stasiun Sumpur berkisar antara 0,21 0,77 m. Setiap stasiun umumnya memiliki kedalaman yang tidak terlalu dalam, karena stasiunstasiun pengamatan berada pada bagian pinggir danau, muara sungai, dan alahan. Daerah yang paling dalam dari antara ketiga stasiun adalah stasiun Muaro Pingai, karena salah satu substasiunnya berada pada daerah sedikit ke bagian tengah danau. Pada bagian danau yang cukup dalam (Lampiran 2), masih ditemukan tumbuhan air, hal ini disebabkan kondisi perairan yang cukup jernih sehingga masih dapat ditembus cahaya matahari hingga kedalaman tertentu. Warna perairan di lokasi Muaro Pingai memiliki air yang jernih dan sedikit berwarna kehijauan, lokasi Paninggahan memiliki warna perairan yang cenderung jernih dan bening, sedangkan pada lokasi Sumpur warna perairannya ada yang berwarna jernih kehijauan dan ada juga yang sedikit keruh hingga keruh. Warna perairan ini salah satunya terkait dengan jenis substrat dasar perairan. Pada stasiun Muaro Pingai yang letaknya di pinggir hingga sedikit ke tengah danau, substratnya berupa pasir berbatu. Pada stasiun Paninggahan yang letaknya di muara sungai dan alahan substratnya juga merupakan pasir berbatu. Berbeda dengan stasiun sebelumnya, stasiun Sumpur memiliki substrat lebih bervariasi, mulai dari pasir berbatu hingga pasir berlumpur. Sehingga diduga warna perairan yang sedikit keruh hingga keruh ini bersumber dari jenis substrat dasar perairan yang berupa pasir dan mengandung lumpur Parameter kimia Beberapa parameter kimia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas perairan Danau Singkarak. ph air yang pada awalnya cenderung basa

7 42 (ph 7) sekarang berubah menjadi kondisi asam (ph 7), hal ini menunjukkan proses pembusukan dan penguraian oleh organisme air/tumbuhan air semakin meningkat (Syandri 2008). Apabila hal ini terus terjadi, sangat tidak baik untuk kelangsungan hidup ikan bilih karena kondisi perairan yang semakin asam. Menurut Effendi (2003), pengaruh umum yang dapat terjadi pada kisaran ph 5,5 6,0 adalah penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak; kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti; serta alga hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral. Nilai kisaran ph yang didapat dari setiap stasiun pengamatan adalah pada stasiun Muaro Pingai nilai ph berkisar antara 7,2 8,8, pada stasiun Paninggahan berkisar antara 7,27 7,3, dan pada stasiun Sumpur berkisar antara 7,45 7,77. Menurut Baku Mutu Kualitas Air kelas II, kisaran ph yang baik untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, dan irigasi adalah pada kisaran 6 9. Nilai ph yang didapat selama pengamatan menunjukkan bahwa kondisi kualitas air dilihat dari ph perairan dinilai masih cukup baik karena masih berada dalam kisaran baku mutu. Hasil penelitian pada tiga stasiun pengamatan didapatkan nilai ph perairan yang cenderung netral hingga sedikit basa. Nilai ph air dapat dijadikan kontrol karena berhubungan secara langsung dengan kandungan amoniak dan CO 2. Artinya, pada daerah stasiun pengamatan masih dikategorikan baik terutama untuk perkembangan ikan bilih. Apabila nilai ph terus meningkat maka akan meningkatkan kadar amonia dalam perairan, akibatnya kadar racun di dalam perairan meningkat sehingga membahayakan bagi biota biota yang terdapat di dalamnya. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Effendi 2003). Hasil penelitian beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa oksigen terlarut di perairan danau cukup tinggi. Kadar oksigen terlarut (DO) di perairan Danau Singkarak pada stasiun Muaro Pingai berkisar antara 6,2 8,05 mg/l, stasiun Paninggahan berkisar antara 4,5 7,4 mg/l, dan pada stasiun Sumpur berkisar

8 43 antara 5,4 6,1 mg/l. Nilai oksigen terlarut pada setiap stasiun tersebut sangat sesuai bahkan berada di atas kisaran Baku Mutu Kualitas Air kelas II untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, dan irigasi, yaitu sebesar 4 mg/l. Nilai oksigen yang lebih tinggi dari nilai baku mutu yang ditetapkan tidak menimbulkan masalah, tetapi sangat baik untuk perairan terutama untuk biota yang terdapat di dalamnya. Tingginya kadar oksigen dapat disebabkan oleh proses fotosintesis dari tumbuhan air dan organisme akuatik lain yang menghasilkan oksigen serta proses difusi oksigen dari udara bebas. Selanjutnya, nilai BOD dan COD menunjukkan peningkatan pada 3 tahun terakhir dan menjelaskan bahwa telah melebihi nilai yang dapat ditoleransi berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air kelas II untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, dan irigasi yaitu sebesar 0,2 mg/l. Semakin meningkatnya nilai BOD, mengindikasikan bahwa jumlah bahan organik yang masuk ke perairan danau semakin meningkat sehingga penggunaan oksigen untuk menguraikan bahan bahan organik yang masuk ini semakin tinggi. Bahanbahan organik yang masuk ke danau berasal dari limbah rumah tangga dan limbah pertanian dari aktifitas masyarakat sekitar danau. Nilai COD pada dua tahun terakhir juga mengalami peningkatan dan telah melebihi nilai yang ditoleransi berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air kelas II untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, dan irigasi yaitu sebesar 25 mg/l. Sama halnya dengan BOD, meningkatnya bahan bahan organik yang masuk ke perairan akan meningkatkan nilai COD sehingga akan meningkatkan kebutuhan oksigen dalam proses penguraian bahan organik. Kimia perairan danau di sekitar daerah pegunungan ditentukan oleh endapan dan pelapukan batuan. Kedua proses ini juga mendominasi pasokan ifitoplankton. Sebelum mencapai danau, kandungan nutrien tersebut mengalami perubahan terlebih dahulu melalui daratan, sungai, rawa, dan daerah pesisir (Wetzel 1983 in Kopacek et al. 2000). Nutrien perairan Danau Singkarak selain berasal dari endapan dan pelapukan batuan pegunungan juga berasal dari sisa aktivitas manusia di sekitar danau.

9 44 Nilai total fosfat sebagai P, dapat dilihat bahwa mulai dari analisis pada tahun 1997 hingga tahun 2008 total fosfat di Danau Singkarak terus mengalami peningkatan. Kadar fosfor yang diperkenankan adalah 0,2 mg/l. Keberadaan fosfor yang berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah batuan mineral dan hasil dekomposisi bahan organik. Selain itu, diduga tingginya fosfor di Danau Singkarak berasal dari masukan limbah domestik rumah tangga seperti detergen dan limbah pertanian di sekitar danau. Meskipun kandungan nutrien di Danau Singkarak cukup tinggi, tetapi sampai saat ini belum menimbulkan masalah ledakan alga, hal ini diduga karena sumberdaya ikan bilih yang dominan di Danau Singkarak dan yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Plankton merupakan mikroorganisme yang memanfaatkan nutrien berupa nitrogen dan fosfor sehingga jika jumlah nutrien meningkat maka jumlah plankton juga meningkat, tetapi karena adanya ikan bilih yang memakan plankton maka jumlahnya di perairan tidak mengalami ledakan. Hal ini diduga menjadi penyebab perairan Danau Singkarak tidak menjadi perairan eutrofik (tingkat kesuburan tinggi). Tetapi upaya pengendalian masukan nutrien yang berlebihan perlu dilakukan karena jika jumlah ikan bilih terus menurun juga akan mengakibatkan peningkatan kelimpahan plankton karena tidak dimanfaatkan. Konsentrasi terlarut dan variasi nutrien di danau diatur oleh berbagai faktor, yang sebagian besar yang merupakan air masukan dan pembuangan hasil assimilasi tanaman. Konsentrasi dan distribusi nutrisi tersebut juga dipengaruhi oleh pencampuran air danau melalui sambungan danau dengan perairan sekitarnya. Penyerapan partikel dan sedimentasi dapat juga mempengaruhi konsentrasi nutrien dalam perairan (Shakweer 2005). Konsentrasi nutrien di perairan Danau Singkarak dapat dikategorikan cukup baik dan belum melebihi baku mutu, sehingga dapat memenuhi kebutuhan biota biota dalam danau.

10 Plankton Ada 43 jenis fitoplankton dan 4 jenis zooplankton yang ditemukan selama dua kali pengamatan pada tiga stasiun penelitian selama bulan April 2009 di Danau Singkarak. Jenis fitoplankton yang ditemukan dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae, dan Ulvophyceae. Plankton adalah salah satu parameter yang perlu diperhatikan ketersediaannya dalam ekosistem danau karena merupakan makanan utama ikan bilih dan sebagai organisme yang memanfaatkan nutrien dan bahan organik yang masuk ke perairan. Selama pengamatan pertama pada minggu ke 1 bulan April 2009, pada stasiun Muaro Pingai, fitoplankton permukaan yang paling banyak ditemukan berasal dari kelas Bacillariophyceae terutama Synedra dan Nitzchia. Kelas Chlorophyceae didominasi oleh jenis Cyclotella dan dari kelas Cyanophyceae didominasi oleh jenis Spirulina. Pada stasiun Paninggahan, fitoplankton yang ditemukan juga masih didominasi oleh kelas Baccilariophyceae yaitu jenis Synedra dan Nitzchia. Sedangkan dari kelas Chlorophyceae didominasi oleh jenis Cyclotella dan Cosmarium. Pada stasiun Sumpur, fitoplankton permukaan yang ditemukan masih didominasi oleh kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae. Kelas Bacillariophyceae didominasi oleh jenis Synedra dan Nitzchia dan kelas Chlorophyceae didominasi jenis Cyclotella dan Mougeotia. Pada pengamatan kedua bulan April 2009, pola yang hampir sama terlihat pada kelimpahan plankton permukaan. Pada ketiga stasiun pengamatan kelas Bacillariophyceae tetap mendominasi. Stasiun Muaro Pingai didominasi, kelas Baciilariophyceae (Nitzchia dan Synedra) serta kelas Chlorophyceae (Closterium dan Cosmarium). Stasiun Paninggahan juga didominasi oleh fitoplankton Nitzchia dan Synedra dari kelas Bacillariophycea seperti halnya stasiun Muaro Pingai. Sedangkan pada stasiun Sumpur sedikit berbeda karena fitoplankton yang mendominasi adalah jenis Navicula dan Synedra dari kelas Bacillariophyceae.

11 46 a.) b.) Gambar 8. Komposisi dan jumlah dari kelas plankton yang ditemukan selama pengamatan; a.) minggu ke 1 April 2009; dan b.) minggu ke 3 April 2009 (Data primer diolah 2009) Kelimpahan dari fitoplankton dapat menunjukkan tingkat kesuburan dari suatu perairan. Kelompok fitoplankton yang mendominasi di Danau Singkarak adalah Baccilariophyceae, artinya perairan ini masih dalam kondisi yang baik, walaupun ditemukan kelompok plankton yang dapat membahayakan perairan jika suatu saat jumlahnya melimpah. Bacillariophyceae merupakan genera fitoplankton yang menjadi sumber utama makanan utama ikan bilih. Perairan Danau Singkarak tergolong perairan mesotrof (perairan dengan tingkat kesuburan sedang) karena memiliki kelimpahan fitoplankton dalam kisaran ind/l. Kelimpahan plankton di Danau Singkarak tidak terlalu

12 47 tinggi disebabkan oleh pemanfaatan plankton secara terus menerus sebagai sumber makanan bagi spesies dominan yang ada di danau, yaitu ikan bilih yang merupakan plankton feeder. Hasil analisis indeks biologi plankton menunjukkan bahwa rata rata keanekaragaman plankton pada tiap stasiun pengamatan rendah karena nilai H < 2,306 kecuali pada pengamatan minggu 1 di Muaro Pingai dan minggu ke 3 di Sumpur, keanekaragaman plankton yang ditemukan dikategorikan pada keadaan sedang. Jika dilihat dari nilai indeks keseragaman fitoplankton pada tiap tiap stasiun menunjukkan tingkat keseragaman yaitu jumlah suatu individu suatu genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Indeks keseragaman terbesar terdapat pada pengamatan minggu ke 1 di Muaro Pingai dan pada pengamatan minggu ke 3 di Sumpur. Nilai indeks dominansi terbesar pada pengamatan minggu ke 1 terdapat pada stasiun pengamatan Paninggahan, demikian juga halnya pada minggu ke 3. Tabel 12. Indeks Biologi Fitoplankton di Danau Singkarak Stasiun H E C Minggu 1 Muaro Pingai 2,3207 0,8191 0,1193 Paninggahan 1,9845 0,6866 0,2087 Sumpur 2,1555 0,7458 0,1485 Minggu 3 Muaro Pingai 1,9688 0,6572 0,1983 Paninggahan 1,9131 0,6752 0,2269 Sumpur 2,3490 0,8127 0, Tumbuhan air Keberadaan tumbuhan air pada suatu ekosistem danau adalah penting selama populasinya masih dalam keadaan terkendali. Fungsi dari tanaman air antara lain sebagai sumber makanan alami bagi manusia maupun hewan, habitat (spawning, nursery, dan feeding ground) hewan invertebrata dan vertebrata air, serta sebagai tempat perlindungan biota biota air dari predator (pemangsa). Selain itu, tumbuhan air berdasarkan pada proses fisiologisnya dapat berfungsi untuk menahan nutrien yang berasal dari ekosistem darat dan secara fisik dapat

13 48 mengurangi kecepatan aliran air sehingga dapat mencegah erosi dan menurunkan kadar turbiditas (Leach & Osborne 1985; Newall 1995; Wade 1995; Wetzel & Gopal 2001 in Yoga et al. 2002). Keanekaragaman tumbuhan air pada suatu perairan akan memperkaya keanekaragaman habitat yang dibentuknya. Makin beranekaragam tumbuhan air, maka makin beranekaragam pula fauna yang dapat ditemukan. Sulawesty et al. (2004) menginformasikan bahwa pada perairan Danau Singkarak ditemukan 11 jenis tumbuhan air dari kelompok tenggelam (submerge), mengapung (free floating), akar berada di dasar dengan daun mencuat ke luar perairan (emergent), dan akar di dasar dengan daun terapung (floating leaves). Jenis yang paling umum ditemukan adalah rumput ikan (Potamogeton malaianus), eceng gondok (Eichorrnia crassipes), dan lukut cai (Hydrilla verticillata). Tumbuhan air lainnya yang ditemukan adalah kremah air (Alternathera philoxeroides), Panicum repens, kangkung (Ipomoea aquatica), titiwuan (Polygonum barbatum), seroja (Nelumbo nucifera), Mimosa pigra, genjer (Limnocharis flava), dan Urochloa nautical. Menurut Sunanisari & Endang (2002), beberapa jenis tumbuhan air seperti Eichorrnia crassipes, Nelumbo sp., Hydrilla sp., dan Potamogeton malaianus merupakan tumbuhan air yang tergolong dapat menimbulkan permasalahan apabila jumlahnya tidak terkendali. Jika kualitas air danau terganggu (pada kondisi yang memungkinkan percepatan tumbuhnya jenis tersebut), maka dikhawatirkan dapat terjadi pertambahan jumlah populasi tanaman air secara cepat dan tidak terkendali sehingga dapat mengganggu keadaan ekologis perairan. Vegetasi adalah salah satu kunci dalam menciptakan habitat bagi spesies ikan dan memberikan habitat bagi invertebrata yang merupakan sumber makanan utama bagi ikan. Vegetasi juga sebagai tempat bersarang dan tempat berlindung spesies dari pemangsaan predator (Williams et al in Schluter & Godwin 2003). Daerah tumbuhnya tanaman air pada umumnya merupakan tempat mencari makan (feeding ground) dan pembesaran ikan (nursery ground) banyak spesies ikan.

14 49 Tetapi jika terjadi deplesi oksigen akibat dekomposisi dari tumbuhan air yang mati inilah yang menimbulkan masalah sehingga dapat mempengaruhi siklus hidup terutama proses rekruitmen ikan dan organisme air lainnya. Selain itu penutupan perairan oleh tanaman air dapat mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan, mengurangi pemanfaatan nutrient oleh produsen, serta dapat menimbulkan orgaisme baru (Lungayia et al. 2001) Potensi sumberdaya ikan di Danau Singkarak Danau Singkarak sebagai salah satu danau terluas di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, terutama sumberdaya ikan karena menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat selingkar danau. Danau ini memiliki satu spesies asli dan menjadi primadona, yang dikenal dengan nama ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). Spesies ikan bilih merupakan sumberdaya ikan dominan di danau ini. Selain itu, hasil pengamatan langsung di lapangan memperlihatkan bahwa terdapat pula spesies spesies ikan lain yang juga menjadi hasil tangkapan nelayan sekitar danau, antara lain ikan belingka (Puntius belingka), ikan turik (Cycloscheilichtys de zwanii), ikan nilem (Osteochilus hasselti CV), ikan barau (Hampala macrolepidota), buntal (Tetraodon mappa), gurami (Osphronemus gouramy) dan lain lain (Lampiran 3). Hasil penelitian Syandri (2008) menginformasikan bahwa terdapat 19 jenis ikan yang ditemukan mendiami Danau Singkarak (Tabel 13). Pada musim ikan, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sangat banyak, biasanya terjadi pada waktu musim hujan saat masukan air ke danau cenderung lebih meningkat, yaitu bulan Desember sampai Januari. Sedangkan musim ikan sedang berlangsung pada bulan Februari sampai Mei. Musim ikan paceklik (saat jumlah tangkapan sedikit) terjadi pada musim kemarau yaitu bulan Juni sampai November (Syandri et al. 2001). Penelitian dilakukan pada bulan April 2009 sehingga dapat dikategorikan bahwa musim ikan pada saat itu adalah musim ikan sedang sehinggga jumlah hasil tangkapan yang ditemukan tidak terlalu banyak.

15 50 Tabel 13. Jenis dan kepadatan relatif ikan ikan di Danau Singkarak (Syandri 2008) No Jenis Nama Indonesia Nama Lokal Kepadatan Relatif 1 Mystacoleucus padangensis Bako Bilih Cyclocheilichthys de Zwani Turiq Turiak ++ 3 Osteochilus bramoides Nilem Asang Osteochilus vittatus Nilem Lelan + 5 Hampala mocrolepidota Barau Sasau + 6 Tor tambroides Tor Gariang + 7 Barbonymus schwanefeldi Kapiek Kapiek + 8 Puntius belingka Belingkah Balinka ++ 9 Macrones planiceps Baung Bauang + 10 Clarias batrachus Kalang Kalang + 11 Tetraodon mappa Buntal Jabuiah + 12 Osphronemus gouramy Gurami Kalai + 13 Anabas testudineus Betok Puyu + 14 Trichogaster trichopterus Sepat Sapek + 15 Mastacembelus unicolor Tilan Tilan + 16 Channa striatus Gabus Jumpo Channa plerothalmus Gabus Kiuang Oreochromis mossambica Mujair Mujaie Rinuk Rinuak +++ Keterangan : +++ kepadatan tinggi ++ kepadatan sedang + kepadatan rendah Ikan bilih merupakan spesies dominan yang hidup di Danau Singkarak menjadi target utama kegiatan penangkapan ikan di selingkar Danau Singkarak. Data tangkapan ikan tahun 2003 (Gambar 9) menunjukkan bahwa total hasil tangkapan ikan di Danau Singkarak adalah sebesar 352,3 ton dengan jumlah tangkapan ikan bilih adalah yang terbesar, yaitu sebesar 73,8% dari seluruh hasil tangkapan. Selanjutnya, target hasil tangkapan ikan lainnya yang bukan merupakan hasil tangkapan utama antara lain adalah ikan turiq (6,1%), ikan sasau (4,3%), ikan asang (3,9%), ikan nila (3,7%), ikan kapiat (2,4%), dan ikan ikan lainnya (5,8%).

16 51 Gambar 9. Jenis dan jumlah hasil tangkapan sumberdaya ikan di Danau Singkarak tahun 2003 (Kartamihardja 2008) Terkait dengan usaha untuk menangkap ikan, nelayan setempat menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti jaring insang, jaring lingkar, jala, alahan, lukah, dan setrum. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan adalah jenis jaring insang dengan ukuran mata jaring ¾ inci (Tabel 14). Penggunaan alat tangkap dengan ukuran mata jaring < 1 inci telah dilarang oleh pemerintah, tetapi masih ditemukan nelayan yang melanggar. Tidak pada semua lokasi ditemukan pelanggaran terhadap penggunaan alat tangkap yang diperbolehkan. Sebagai contoh adalah Nagari Sumpur, nelayan tidak lagi menggunakan alat alat yang dilarang karena adanya larangan untuk menggunakan jaring insang dan setrum, sehingga nelayan lebih banyak menggunakan alat tangkap berupa jala dengan ukuran mata jaring ¾ inci. Menurut Syandri (2008), penggunaan alat tangkap yang bersifat destruktif (setrum dan tuba) masih banyak dijumpai. Bahkan di lokasi tertentu praktek penangkapan ikan dengan penggunaan bahan peledak (pengeboman) masih dilakukan oleh sebagian masyarakat nelayan. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ini dapat menyebabkan kematian seluruh ikan termasuk telur dan larva pada lokasi penggunaan alat tangkap tersebut. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keadaan stok ikan, seperti pada kasus ikan bilih yang memperlihatkan kecenderungan penurunan rataan ukuran hasil tangkapan ikan.

17 52 Tabel 14. Jumlah dan jenis alat tangkap ikan bilih di Danau Singkarak Jaring insang (3/4 inci) Jaring insang (1 inci) Jaring lingkar (3/4 inci) Jumlah dan Jenis Alat Tangkap Jaring lingkar (1 inci) Jala (3/4 inci) Jala (1/2 inci) Alahan Lukah Setrum Muara Pingai Paninggahan Sumpur Singkarak Tikalak Saning Bakar Simawang Batu Taba Padang Laweh Guguk Malalo Jumlah Sumber : Syandri 2008 Salah satu jenis alat tangkap yang dibangun secara permanen di daerah hilir sungai adalah alahan (Gambar 10). Saat ini pada setiap muara sungai telah dibangun alahan. Penggunaan alahan untuk menangkap ikan lebih efektif dibandingkan alat tangkap lainnya, tapi jika tidak dikelola secara tepat, maka akan membahayakan populasi ikan bilih. Gambar 10. Alat tangkap alahan Sumber : Dokumentasi pribadi (2009) Pemanfaatan alahan ini memanfaatkan sifat pemijahan ikan bilih yang bersifat adfluvial, karena ketika akan memijah ikan bilih akan menuju ke sungai. Ikan bilih akan masuk ke alahan yang dibangun sedemikian rupa sehingga ikan

18 53 bilih akan berkumpul pada suatu tempat karena menyulitkan ikan bilih untuk menuju ke hulu sungai sehingga ikan bilih akan berkumpul pada pinggir alahan dan mempermudah penangkapan (biasanya menggunakan jala lempar, setrum, dan tuba), sehingga ikan bilih yang masuk ke alahan tersebut jarang yang bisa lolos kembali ke danau, diduga hal ini juga mengakibatkan menurunnya stok ikan bilih. Musim penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring langli, jaring lingkar, jala, alahan, dan lukah dapat dilakukan sepanjang tahun, sedangkan hasil yang diperoleh tergantung dari jenis alat tangkap dan banyaknya ikan. Dalam satu tahun, terdapat tiga musim ikan, yaitu musim ikan, musim sedang, dan musim paceklik, hal ini didasarkan pada banyaknya ikan yang tertangkap oleh nelayan (Syandri et al. 2001) Sumberdaya ikan bilih di Danau Singkarak Perkembangan produksi tangkapan Kondisi sumberdaya ikan di Danau Singkarak, terutama ikan bilih saat ini mengalami penurunan, dapat dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dilihat pada semakin kecilnya ukuran rata rata ikan yang tertangkap dan ikan semakin cepat dewasa (ikan semakin cepat matang gonad). Sedangkan penurunan kuantitas terlihat jelas pada penurunan jumlah hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 produksi tangkapan ikan bilih mencapai 416 ton/tahun, sedangkan pada tahun 2003 produksi perikanan bilih mengalami penurunan menjadi 260 ton/tahun, dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan yang sangat besar terhadap populasi ikan bilih di Danau Singkarak. Apabila hal ini terus menerus terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan pada beberapa tahun ke depan, ikan bilih akan mengalami kepunahan. Penurunan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan ikan bilih diduga disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang berbahaya untuk kelangsungan stok ikan bilih, seperti penggunaan jaring dengan ukuran mata jaring di bawah 1 inci, penggunaan tuba, bahan peledak, dan setrum. Hal ini berakibat pada

19 54 tertangkapnya ikan bilih pada seluruh kelas ukuran sehingga dapat mengganggu proses rekruitmen karena ikan yang tertangkap tidak hanya ikan yang telah memijah tetapi ikan ikan yang sedang matang gonad, ikan ikan yang sedang berkembang, dan telur telur ikan juga akan mati. Selain itu, penggunaan tuba, bahan peledak, dan setrum di spawning ground selain berbahaya untuk lingkungan perairan dan biota di dalamnya, juga dapat mengganggu perkembangan dari telur dan larva ikan bilih. Ukuran rata rata ikan bilih dari tahun 1988 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan secara signifikan pada setiap tahunnya (Gambar 11). 20 Panjang (cm) Gambar 11. Perkembangan ukuran ikan bilih di Danau Singkarak (Purnomo & Kartamihardja 2008) Komposisi hasil tangkapan Ikan bilih contoh (M. padangensis) yang diambil pada stasiun pengamatan Muaro Pingai selama bulan April 2009 adalah sebanyak 217 ekor (110 ekor ikan jantan dan 107 ekor ikan betina). Rasio ikan bilih jantan dan ikan bilih betina pada setiap stasiun pengamatan relatif seimbang (1 : 1) dan ukuran ikan bilih yang tertangkap lebih didominasi ikan bilih yang berukuran kecil (Gambar 12). Persentase sampel ikan bilih jantan dan betina di stasiun pengamatan I (Muaro Pingai) adalah 51% ikan bilih jantan dan 49% ikan bilih betina. Pada stasiun pengamatan II (Muara Paninggahan) sampel ikan bilih yang diambil sebanyak 210 ekor (99 ekor ikan jantan dan 111 ekor ikan betina) sehingga persentase perbandingan ikan bilih jantan dan ikan bilih betina masing

20 55 masing 47% dan 53%. Pada stasiun pengamatan III (Muara Sumpur), ikan bilih contoh yang diambil adalah sebanyak 210 ekor (101 ekor ikan jantan dan 109 ekor ikan betina) masing masing persentasenya adalah 52% untuk ikan bilih jantan dan 48% untuk ikan bilih betina. Stasiun pengamatan I (Muaro Pingai) didominasi oleh tangkapan ikan bilih pada selang kelas panjang cm. Dari 217 ekor sampel ikan yang diambil, 61 ekor ikan bilih berada pada selang kelas ini atau sekitar 27,65% dari total ikan contoh. Sedangkan pada selang kelas panjang cm dan cm masingmasing selangnya hanya terdapat 3 ekor ikan atau lebih kurang 1,38% dari jumlah ikan yang terdapat pada stasiun ini. Pada stasiun pengamatan II (Muara Paninggahan), ikan bilih yang tertangkap juga didominasi oleh selang kelas panjang cm. Terdapat 65 ekor ikan bilih pada selang kelas ini atau sekitar 30,95% dari total sampel ikan bilih di stasiun II. Pada selang kelas panjang cm tidak ditemukan ikan bilih baik ikan bilih jantan maupun ikan bilih betina. Ikan bilih pada selang kelas panjang cm hanya ditemukan sebanyak 3 ekor ikan bilih (1,43% dari total sampel ikan bilih di stasiun Paninggahan). Sedangkan pada satasiun pengamatan III (Muara Sumpur), ikan bilih yang tertangkap didominasi pada selang kelas panjang cm yaitu sebanyak 63 ekor ikan bilih dari total 210 ekor sampel ikan atau lebih kurang 30% dari total sampel ikan bilih di stasiun pengamatan ini. Ikan bilih paling sedikit ditemukan pada selang kelas panjang cm yaitu sebanyak 1 ekor (0,48% total ikan bilih contoh di Sumpur). Sehingga terlihat bahwa mayoritas ukuran ikan yang tertangkap di Sumpur berada pada selang kelas yang lebih besar dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Total keseluruhan ikan bilih yang diambil selama penelitian adalah sebanyak 637 ekor, yang terdiri dari 310 ekor ikan bilih jantan dan 327 ekor ikan bilih betina. Persentase jumlah ikan bilih jantan dan ikan bilih betina berdasarkan hasil penelitian pada bulan April 2009 masing masing sebesar 49% dan 51% (Gambar 11). Menurut Azhar (1993) perbandingan jumlah ikan bilih

21 56 jantan dan betina pada perairan umum Danau Singkarak adalah 1:3 (ikan betina lebih besar kelimpahannya dibandingkan dengan ikan jantan). Artinya, jika dibandingkan dengan dari hasil penelitian selama bulan April 2009, telah terjadi pergeseran perbandingan jumlah ikan bilih jantan dan ikan bilih betina menjadi 1:1. Jumlah ikan bilih betina semakin menurun, hal ini berdampak pada semakin menurunnya individu ikan yang dapat menghasilkan telur untuk proses rekruitmen. Selain itu diduga ikan bilih telah mengalami eksploitasi yang cukup tinggi karena jumlah ikan berukuran kecil dan ikan berukuran besar tidak proposional, terlihat dari penurunan ukuran ikan bilih yang tertangkap didominasi oleh ikan berukuran kecil. Ikan bilih di Danau Singkarak pada bulan April 2009 didominasi oleh selang kelas panjang mm yaitu sebesar 23,39% dari total keseluruhan ikan. Kemudian diikuti selang kelas panjang mm dan mm berturut turut sebesar 23,23% dan 21,82%. Sedangkan ikan bilih paling sedikit ditemukan pada selang kelas panjang cm dan cm masing masingnya sebesar 1,10% dari seluruh ikan bilih contoh yang diambil di Danau Singkarak. Sampel ikan bilih yang diambil merupakan hasil tangkapan nelayan di daerah muara sungai. Sungai merupakan tujuan ikan bilih beruaya dalam rangka untuk bereproduksi (melakukan pemijahan). Ikan bilih memijah pada daerah sungai dengan ciri berarus tidak terlalu deras, berair jernih, dan memiliki substrat berupa bebatuan dan pasir. Menurut Azhar (1993), ikan bilih jantan pertama kali matang gonad pada kelas panjang 53,00 57,00 mm. Sedangkan pada ikan bilih betina, matang gonad pertama kali dicapai pada ukuran panjang 62,00 67,00 mm sampai pada kelas panjang 80,00 85,00 mm. Berdasarkan hasil pengambilan contoh hasil tangkapan nelayan pada tiga stasiun pengamatan diketahui bahwa ikan bilih yang dominan tertangkap oleh nelayan merupakan ikan bilih yang berada pada tahap pertama kali matang gonad atau sedang matang gonad. Hal ini berakibat pada terganggunya proses rekruitmen dari ikan bilih jika ikan ikan yang banyak tertangkap adalah ikan ikan yang siap untuk bereproduksi.

22 57 Gambar 12. Perbandingan jumlah dan ukuran ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) berdasarkan jenis kelamin di 3 (tiga) stasiun pengamatan dan total keseluruhan stasiun (Data primer diolah 2009) Hasil penelitian Febriani (2010) menginformasikan bahwa dari 105 ikan contoh yang diambil di Danau Singkarak didominasi oleh ikan bilih dengan TKG II dan tidak ditemukan ikan bilih dengan TKG V. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas ikan bilih yang tertangkap adalah ikan bilih yang belum matang gonad atau yang telah memijah. Apabila ikan yang tertangkap belum matang gonad hal

23 58 inilah yang diduga menjadi penyebab menurunnya stok ikan bilih, karena ikanikan yang tertangkap adalah ikan ikan yang sedang berkembang dan belum menghasilkan individu baru. Seharusnya ikan bilih yang ditangkap adalah ikanikan yang telah memijah di sungai dan bergerak kembali menuju ke perairan danau. Gambar 13. TKG ikan bilih yang tertangkap (Febriani 2010) Fungsi dari analisis hubungan panjang dan bobot ikan bilih jantan dan betina adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan bilih jantan dibandingkan dengan ikan bilih betina di habitatnya. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan bilih jantan didapatkan persamaan regresi W = 11,44 L 2,949 sehingga diketahui nilai a = 11,44 dan nilai b = 2,949 (Gambar 14). Dari nilai b yang didapatkan tersebut, selanjutnya dilakukan uji t (α = 0,025), sehingga diketahui bahwa ikan bilih jantan yang diteliti memiliki jenis pertumbuhan isometrik, artinya pertumbuhan panjang seimbang dengan pertumbuhan bobot ikan. Hal ini juga memperlihatkan bahwa ketersedian makanan ikan bilih (plankton) tercukupi karena pertumbuhan panjang dan bobot seimbang.

24 59 Gambar 14. Hubungan panjang dan bobot ikan bilih jantan di Danau Singkarak pada bulan April 2009 (Data primer diolah 2009) Sedangkan pada analisis data panjang dan bobot ikan bilih betina didapatkan persamaan W = 11,43 L 2,956 dengan nilai a = dan b = 2,956 (Gambar 15). Berdasarkan nilai b tersebut, selanjutnya dilakukan uji t dan didapat bahwa pertumbuhan ikan bilih betina juga isometrik, artinya pertumbuhan panjang seimbang dengan penambahan bobot ikan bilih betina. Gambar 15. Hubungan panjang dan bobot ikan bilih betina di Danau Singkarak pada bulan April 2009 (Data primer diolah 2009) 4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Secara administratif, Danau Singkarak terletak di antara dua wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Wilayah Danau Singkarak yang termasuk dalam daerah administratif Kabupaten Solok

25 60 adalah Kecamatan X Koto Singkarak dan Kecamatan Junjuang Siriah, sedangkan wilayah Danau Singkarak yang temasuk daerah administratif Kabupaten Tanah Datar adalah Kecamatan Batipuah Selatan dan Kecamatan Rambatan. Artinya,pengelolaan Danau Singkarak ini melibatkan peran serta kedua kabupaten, yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Berdasarkan data statistik kependudukan hasil sensus tahun 2007 total penduduk sekitar Danau Singkarak adalah jiwa, sebanyak jiwa berada di wilayah administratif Kabupaten Solok dan jiwa berada di wilayah administratif Kabupaten Tanah Datar (Tabel 15). Secara keseluruhan diketahui bahwa jumlah penduduk di Danau Singkarak yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang berjenis kelamin laki laki. Tabel 15. Jumlah Penduduk di Daerah Sekitar Danau Singkarak Tahun 2007 Kecamatan Laki Laki Perempuan Total X Koto Singkarak * Junjung Siriah* Batipuah Selatan** Rambatan** Keterangan : * Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok 2008 ** Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar 2008 Pertambahan jumlah penduduk dan semakin sulitnya mencari lapangan pekerjaan bagi generasi muda di selingkar Danau Singkarak, dikhawatirkan pada masa yang akan datang kondisi ini akan mengakibatkan meningkatnya jumlah nelayan. Gambaran mikro nelayan ikan bilih selingkar Danau Singkarak ditunjukkan oleh tingkat pendidikan, komposisi umur, tanggungan per rumah tangga dan pengalaman usaha. Dari 201 kepala keluarga nelayan yang diwawancarai maka umur dan tingkat pendidikan dicantumkan pada Tabel 16. Tingkat pendidikan yang mereka miliki sebagian besar hanya tingkat sekolah dasar, gambaran umur berkisar antara tahun dengan pengalaman usaha penangkapan lebih dari 15 tahun dan tanggungan keluarga 4 5 orang.

26 61 Tabel 16. Umur dan tingkat pendidikan nelayan ikan bilih Kelompok Umur (tahun) Jumlah (%) Pendidikan Jumlah (%) ,46 tidak tamat Sekolah Dasar 37, ,86 tamat Sekolah Dasar 23, ,81 tidak tamat SLTP 0, ,91 tamat SLTP 16, ,79 tamat SMU 16,91 >65 1,99 tamat D1/D3 dan S1 3,00 Sumber : Syandri et al Masyarakat nelayan di Danau Singkarak Karakteristik masyarakat nelayan di Danau Singkarak Hasil penyebaran kuisioner menunjukkan bahwa penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan adalah 100% berjenis kelamin laki laki (Gambar 16.a). Umumnya nelayan masih menggunakan perahu kecil dan dayung yang berkapasitas 2 3 orang untuk menangkap ikan atau hanya menangkap ikan di daerah muara sungai dan alahan tanpa menggunakan perahu. Selama pengamatan di lapangan tidak ditemukan adanya nelayan berjenis kelamin perempuan. Menurut nelayan sekitar ada nelayan yang berjenis kelamin perempuan, tetapi target tangkapannya bukan ikan bilih melainkan kerangkerangan kecil (biasa disebut pensi oleh masyarakat sekitar). Daerah tangkapan nelayan perempuan ini hanya di bagian pinggir danau tanpa menggunakan perahu. Karakteristik usia (Gambar 16.b) menunjukkan bahwa 27% dari total responden berusia pada kisaran tahun, 40% total responden berusia pada kisaran tahun, dan 33% total responden berusia pada kisaran tahun. Responden nelayan yang berusia di bawah 30 tahun dan di atas usia 60 tahun tidak ditemukan. Persentase terbesar usia nelayan berkisar pada usia tahun sehingga dapat dikatakan bahwa usia produktif nelayan berada pada kisaran usia tahun. Sedikitnya jumlah nelayan yang berusia muda diduga karena masyarakat yang berusia muda lebih memilih bermata pencaharian bukan sebagai nelayan.

27 62 Karakteristik pendidikan nelayan (Gambar 16.c) di Danau Singkarak diketahui bahwa ada 77% dari total responden yang berpendidikan terakhir setara SD, 17% dari total responden dengan pendidikan terakhir SMP, dan 6% dari total responden tidak lulus SD. Dari data dapat diketahui bahwa rata rata pendidikan nelayan masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh masalah ekonomi, sehingga banyak masyarakat yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang masih rendah ini mempengaruhi kebiasaan, cara, dan pengetahuan nelayan dalam menangkap ikan. Selain itu masih rendahnya pendidikan nelayan juga mempengaruhi pola pikir nelayan untuk menjaga kelestarian danau dan segala sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk menangkap ikan, terdapat 30% dari total responden bekerja sebagai nelayan penuh. Sedangkan 70% dari total responden bekerja sebagai nelayan dan juga mempunyai pekejaan sampingan, umumnya pekerjaan sampingannya sebagai petani (Gambar 16.d). Salah satu faktor yang mendorong nelayan untuk memiliki pekerjaan sampingan selain menjadi nelayan adalah karena tuntutan ekonomi, karena pada musim musim tertentu saat ikan sedang sedikit atau bahkan tidak ada mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu nelayan umumnya memiliki pekerjaan sampingan untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga apabila tidak mendapat tangkapan ikan. Dari keseluruhan responden, diketahui bahwa sekitar 60% dari total responden memiliki penghasilan Rp , dan 40% responden memiliki penghasilan Rp s/d Rp (Gambar 16.e). Rata rata penghasilan dari para nelayan ini masih tergolong rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu para nelayan membutuhkan pembinaan yang tepat dalam hal meningkatkan hasil tangkapan tanpa merusak ekosistem dan keberadaan stok ikan bilih sehingga diharapkan di masa yang akan datang kehidupan nelayan akan lebih sejahtera.

28 63 a.) b.) d.) c.) e.) Gambar 16. Karakteristik masyarakat nelayan di Danau Singkarak: a.) berdasarkan jenis kelamin; b.) berdasarkan usia; c.) berdasarkan tingkat pendidikan; d.) berdasarkan pekerjaan sampingan; e.) berdasarkan pendapatan/bulan (Data primer diolah 2009) Persepsi masyarakat nelayan terhadap sumberdaya Persepsi nelayan lokal terhadap kondisi ikan bilih adalah terdapat 13% dari total responden yang member penilaian terhadap kualitas dan kuantitas ikan bilih saat ini masih dapat dikategorikan baik, 73% dari total responden mengatakan telah terjadi penurunan pada kualitas dan kuantitas hasil tangkapan ikan bilih, 7% dari total responden menilai kondisi ikan bilih saat ini sangat menurun, dan 7% dari total responden berpendapat bahwa kondisi ikan bilih tidak menentu (Gambar 17). Sebagian besar nelayan berpendapat bahwa kondisi ikan bilih mengalami penurunan, dari segi kualitas ditinjau dari penurunan ukuran ikan saat matang gonad, karena menurut nelayan saat ini pada ikan ikan bilih yang berukuran kecil telah mempunyai telur telur yang siap

29 64 dibuahi (matang gonad). Sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari penurunan jumlah hasil tangkapan ikan bilih dibandingkan jangka waktu beberapa tahun yang lalu. Penurunan ini diduga diakibatkan cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan, pencemaran perairan danau dan muara sungai sebagai habitat dan tempat memijah ikan bilih serta penurunan muka air yang diakibatkan adanya PLTA Singkarak. Gambar 17. Persepsi terhadap kondisi ikan bilih ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas (Data primer diolah 2009) Persepsi nelayan terhadap kondisi Danau Singkarak adalah 7% dari total responden berpendapat bahwa kondisi perairan Danau Singkarak masih baik, 53% dari responden menilai bahwa kondisi perairan tergolong cukup baik, 33% dari responden berpendapat bahwa kondisi perairan dikategorikan buruk, dan 7% dari responden mengatakan bahwa kondisi perairan sangat buruk. Menurunnya kualitas perairan Danau Singkarak ini disebabkan oleh banyaknya sampah (organik dan anorganik) yang dibuang ke perairan baik di muara sungai maupun di pinggir danau yang berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, dan limbah perikanan serta terjadinya penurunan muka air danau yang diduga diakibatkan adanya PLTA Ombilin yang airnya berasal dari Danau Singkarak. Apabila penurunan kualitas air ini terus berlanjut, tidak hanya mengancam masyarakat yang menggunakan air dari danau untuk kegiatan sehari hari serta kegiatan pertanian, tetapi dapat mengancam keberadaan dari ikan ikan yang terdapat di danau, terutama ikan bilih yang merupakan spesies asli dari Danau Singkarak.

30 65 Gambar 18. Persepsi terhadap kondisi Danau Singkarak secara umum (Data primer diolah 2009) Pengetahuan masyarakat nelayan tentang konservasi Pada umumnya nelayan belum pernah mendengar dan tidak mengetahui pengertian dari istilah konservasi, dapat dilihat bahwa sekitar 80% dari responden tidak tahu pengertian konservasi. Nelayan yang cukup mengetahui istilah konservasi adalah sebanyak 20% dari responden. Kurangnya pengetahuan nelayan tentang istilah konservasi diakibatkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan nelayan serta masih asingnya penggunaan istilah konservasi dalam kehidupan sehari hari. Hal ini juga terlihat pada cara para nelayan menangkap ikan yang belum sepenuhnya memperhatikan kelestarian stok ikan dan habitatnya, misalnya ada nelayan yang menggunakan bahan peledak, racun, alat tangkap dengan ukuran mata jaring lebih kecil dari ukuran yang diizinkan pemerintah di selingkar Danau Singkarak. Gambar 19. Pemahaman tentang istilah konservasi (Data primer diolah 2009)

31 66 Upaya perlindungan terhadap ikan bilih sangat diperlukan terutama dalam menjaga kelestarian stoknya di alam. Hasil penyebaran kuisioner diketahui bahwa 93% dari responden mengaku setuju dengan adanya upaya perlindungan terhadap ikan bilih. Nelayan lokal yang tidak setuju dengan upaya perlindungan ini sebesar 7% dari responden. Besarnya persentase responden yang setuju dengan upaya perlindungan ini menunjukkan bahwa nelayan sangat terbuka jika pemerintah mengadakan program untuk melindungi ikan bilih, karena kerjasama antara pemerintah dan nelayan sangat diperlukan. Tanpa adanya kerjasama dari nelayan lokal, maka program program yang diadakan pemerintah tidak akan terlaksana dengan baik. Gambar 20. Persepsi tentang upaya perlindungan terhadap ikan bilih (Data primer diolah 2009) Hasil penyebaran kuisioner memperlihatkan bahwa 60% dari total menyatakan tahu tentang istilah suaka perikanan, yaitu suatu tempat perlindungan untuk ikan. Sedangkan 40% responden yang lain menyatakan bahwa tidak tahu tentang istilah suaka perikanan. Pengertian yang dimiliki nelayan lokal tentang istilah suaka perikanan belum terlalu jelas dan tepat, mayoritas menyatakan bahwa suaka perikanan adalah berupa rabo. Rabo adalah batang pohon yang berdiameter cukup besar dan panjang yang dibenamkan dengan kemiringan kira kira 45º ke dasar danau. Rabo ini merupakan hasil kepedulian nelayan yang memikirkan kelestarian dari ikan ikan yang ada di dalam danau, harapan mereka dengan adanya rabo ini ikan ikan dapat

32 67 terlindungi. Menurut nelayan, rabo ini berfungsi sebagai tempat bermain untuk ikan ikan yang ada di dalam danau. Gambar 21. Pengetahuan tentang istilah suaka perikanan (Data primer diolah 2009) Sekitar 73% total responden menyatakan tahu (pernah mendengar) tentang keberadaan suaka perikanan ikan bilih yang berlokasi di Sumpur dan 27% menyatakan tidak tahu (tidak pernah mendengar) tentang adanya suaka perikanan ikan bilih di Sumpur. Artinya, keberadaan suaka perikanan ikan bilih di Sumpur telah banyak diketahui oleh nelayan, akan tetapi berdasarkan hasil wawancara secara langsung, masih banyak nelayan yang belum mengetahui secara jelas dan tepat pengertian dan manfaat dari suaka perikanan yang keberadaannyadi Sumpur sejak tahun Kurangnya pengertian nelayan tentang suaka perikanan ini berpengaruh pada kepedulian dan kerja sama dari nelayan sendiri sebagai pihak yang sangat berperan dalam membantu mempertahankan kelestarian spesies ikan bilih di Danau Singkarak. Gambar 22. Pengetahuan tentang suaka perikanan ikan bilih di Sumpur (Data primer diolah 2009)

33 68 Kepedulian nelayan terhadap perlunya didirikan suaka perikanan di sekitar Danau Singkarak dapat dilihat dari terdapatnya 93% masyarakat nonnelayan menyatakan perlu dibangun suaka perikanan ikan bilih dan 7% lainnya menyatakan tidak perlu dibangun suaka perikanan. Adanya suaka perikanan diharapkan dapat membantu mengatasi penurunan stok ikan bilih karena pada daerah lokasi suaka perikanan tidak boleh dilakukan penangkapan sehingga ikan bilih yang mempunyai kebiasaan memijah di daerah muara sungai yang berarus tidak terlalu deras dan jernih dapat bereproduksi dengan aman tanpa ada gangguan. Minimnya gangguan pada saat ikan memijah diharapkan dapat memperkecil kegagalan telur ikan yang menetas di dalam danau. Gambar 23. Persepsi tentang perlu/tidaknya dibangun suaka perikanan ikan bilih (Data primer diolah 2009) Penangkapan ikan Hasil tangkapan utama nelayan di Danau Singkarak adalah ikan bilih, selain itu ikan yang ditangkap oleh para nelayan antara lain adalah ikan sasau, ikan nila, ikan asang, ikan turiak, ikan balingka, dan ikan kalai (Gambar 24.b). Alat tangkap yang digunakan nelayan adalah jaring langli, jaring lempar, dan/atau keduanya, yang didominasi oleh jaring langli. Menurut pengakuan para nelayan, ukuran mata jaring yang mereka gunakan adalah > 1 inci (100% responden mengatakan bahwa alat tangkap yang digunakan menggunakan ukuran mata jaring yang diizinkan pemerintah yaitu > 1 inci) karena telah mendapat bantuan alat tangkap dari pemerintah propinsi. Menurut Syandri (2008) nelayan masih menggunakan alat tangkap yang berukuran di bawah 1 inci,

34 69 artinya masyarakat nelayan telah mematuhi ketentuan yang dibuat pemerintah dan menggunakan alat tangkap yang diberikan. Tetapi sebaiknya pemerintah diharapkan dapat melakukan inspeksi terhadap alat tangkap, sehingga nelayan tidak lagi menggunakan alat tangkap dengan ukuran mata jaring 1 inci. a.) b.) c.) d.) e.) f.) g.) Gambar 24. Penangkapan ikan oleh nelayan; a.) berdasarkan jenis tangkapan utama; b.) berdasarkan jenis ikan yang tertangkap selain ikan bilih; c.) berdasarkan alat tangkap; d.) berdasarkan ukuran mata jaring alat tangkap; e.) berdasarkan jumlah hari menangkap ikan; f.) berdasarkan jumlah hasil tangkapan; g.) hasil tangkapan mengalami penurunan atau tidak (Data primer diolah 2009)

35 70 Rata rata para nelayan menghabiskan waktu 6 7 hari per minggu untuk kegiatan menangkap ikan. Hasil tangkapan nelayan setiap harinya bervariasi, rata rata hasil tangkapan nelayan adalah 3 4 kg per harinya. Hasil yang didapat pada beberapa tahun belakangan ini sangat menurun dibandingkan tahun tahun sebelumnya, terlihat dari 93 % nelayan yang mengatakan bahwa hasil tangkapan ikan bilih mengalami penyusutan Masyarakat non nelayan di Danau Singkarak Karakteristik masyarakat non nelayan di Danau Singkarak Dari hasil penyebaran kuisioner kepada masyarakat non nelayan dapat diketahui bahwa 63% responden adalah laki laki dan 37% responden adalah perempuan. Dari gambaran kuisioner ini diketahui bahwa jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan (Gambar 25.a). Karakteristik berdasarkan usia masyarakat non nelayan di Danau Singkarak (Gambar25.b) diketahui bahwa 33% dari total responden berada pada usia 20 tahun, 27% dari responden berusia tahun, 10% berusia tahun, dan 30% berusia tahun. Responden yang ada paling banyak berada pada kisaran usia 20 tahun, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat nonnelayan masih pada usia masa sekolah atau kuliah. Pendidikan masyarakat non nelayan diketahui bahwa 3% adalah tidak tamat SD, 20% responden memilki pendidikan terakhir SD, 23% responden tamat SMP, 40% responden tamat SMA, 7% responden tamat D3, dan 7% responden adalah sarjana (Gambar 25.c). Masyarakat non nelayan didominasi oleh masyarakat yang berpendidikan terakhir setara SMA, artinya bahwa masyarakat di Danau Singkarak cukup berpendidikan. Kondisi tingkat pendidikan seperti ini sangatlah baik untuk pengembangan kawasan Danau Singkarak terutama pada sektor perikanan, dengan pengetahuan dan wawasan yang cukup maka masyarakat dapat membantu program program pemerintah.

36 71 Karakteristik masyarakat non nelayan berdasarkan jenis pekerjaan (Gambar 25.d) memperlihatkan bahwa terdapat 30% reponden yang mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta, 10% responden adalah PNS, 43% adalah petani, dan 17% adalah ibu rumah tangga. Pekerjaan masyarakat non nelayan didominasi sebagai petani, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam sekitar Danau Singkarak yang masih banyak ditemukan areal pertanian, terutama persawahan. Umumnya responden petani di sini hanya sebagai buruh tani bukan sebagai pemilik dari lahan pertanian. a.) b.) c.) d.) e.) Gambar 25. Karakteristik masyarakat non nelayan di Danau Singkarak; a.) berdasarkan jenis kelamin; b.) berdasarkan usia; c.) berdasarkan tingkat pendidikan; d.) berdasarkan jenis pekerjaan; e.) berdasarkan penghasilan/bulan (Data primer diolah 2009) Besaran penghasilan masyarakat non nelayan didominasi pada kisaran Rp s/d Rp , yaitu sebanyak 37% dari total responden masyarakat

37 72 non nelayan memiliki penghasilan Rp ,, 47% responden berpenghasilan pada kisaran Rp , s/d Rp ,, 13% berpenghasilan Rp , s/d Rp ,, dan 3% berpenghasilan Rp ,. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat non nelayan lebih sejahtera dibandingkan dengan masyarakat nelayan lokal, yang dapat dilihat dari dominansi kisaran penghasilan Persepsi masyarakat non nelayan terhadap sumberdaya di Danau Singkarak Menurut responden masyarakat non nelayan, kondisi ikan bilih dikatakan menurun ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, yaitu sebanyak 87% total responden. Sedangkan responden yang mengatakan bahwa kondisi ikan bilih saat ini pada kondisi stabil dan tidak menentu berturut turut sebesar 3% dan 10% dari total responden. Menurunnya kualitas dan kuantitas ikan bilih ini menurut pendapat responden disebabkan oleh pengaruh musim, penurunan muka air, dan juga penggunaan bahan dan alat yang berbahaya untuk menangkap ikan oleh nelayan selingkar Danau Singkarak. Apabila tidak ada pengelolaan dan penanganan yang tepat untuk menjaga kelestarian danau dan biota di dalamnya, maka kualitas danau akan semakin menurun dan dapat mengganggu biota biota yang hidup di dalamnya, terutama ikan bilih yang saat ini populasinya mulai mengalami penurunan. Gambar 26. Persepsi terhadap kondisi ikan bilih ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas (Data primer diolah 2009)

38 73 Mayoritas masyarakat non nelayan, yaitu sebanyak 40% responden menyatakan bahwa penyebab menurunnya sumberdaya ikan bilih di Danau Singkarak dipengaruhi oleh musim, 20% menyatakan diakibatkan penurunan muka air yang disinyalir disebabkan oleh adanya PLTA Singkarak, 7% responden menyatakan karena stok ikan bilih di danau berkurang secara alamiah, 10% responden menyatakan disebabkan adanya penangkapan dengan bahan berbahaya, dan 23% menyatakan tidak tahu. Maka, dapat disimpulkan menurut pendapat para masyarakat non nelayan bahwa penyebab umum menurunnya stok ikan bilih adalah faktor alamiah, yaitu musim (Gambar 25). Gambar 27. Persepsi terhadap penyebab menurunnya sumberdaya ikan bilih di Danau Singkarak (Data primer diolah 2009) Secara umum, berdasarkan hasil penyebaran kuisioner pada masyarakat non nelayan diketahui bahwa 24% menyatakan danau dalam keadaan baik, 35% dalam keadaan cukup baik, 17% dalam keadaan jelek, dan 24% menyatakan dalam keadaan sangat jelek. Artinya, menurut masyarakat non nelayan yang juga terlibat langsung dengan keberadaan Danau Singkarak kondisi pada saat ini cukup baik, karena dapat dilihat juga masyarakat masih dapat beraktivitas seharihari dengan memanfaatkan air danau ini. Tetapi terdapat juga masyarakat yang menilai kondisi danau dalam keadaan jelek bahkan sangat jelek karena menurut mereka jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya telah terjadi penurunan dari kualitas air ini, misalnya dengan banyak ditemukannya sampah,

39 74 warna air yang menjadi keruh, masuknya tuba untuk menangkap ikan ke dalam perairan dan penurunan muka air. Gambar 28. Persepsi terhadap kondisi Danau Singkarak secara umum (Data primer diolah 2009) Pengetahuan masyarakat non nelayan tentang konservasi Istilah konservasi dalam masyarakat non nelayan masih cukup asing didengar, terlihat dari persentase yang ada, yaitu hanya 57% responden yang menyatakan pernah mendengar istilah konservasi dan 43% responden lainnya menyatakan belum pernah mendengar istilah konservasi. Walaupun cukup banyak yang mengatakan pernah mendengar dan mengetahui istilah konservasi, tetapi jika dilihat pemahaman yang dimiliki masyarakat maih kurang. Kurangnya pengetahuan masyarakat non nelayan tentang istilah konservasi ini mempengaruhi kepedulian terhadap perlindungan dan juga pengawasan terhadap adanya upaya upaya konservasi yang dilakukan di sekitar danau. Gambar 29. Pemahaman tentang istilah konservasi (Data primer diolah 2009)

40 75 Masyarakat non nelayan di sekitar Danau Singkarak sangat peduli dengan kelangsungan populasi ikan bilih, hal ini dapat dilihat dari hasil penyebaran kuisioner bahwa 93% dari total responden masyarakat non nelayan menyatakan setuju dengan adanya upaya perlindungan terhadap ikan bilih dan 7% responden menyatakan tidak tahu (Gambar 30). Besarnya persentase masayarakat nonnelayan yang setuju dengan upaya perlindungan ikan bilih ini dapat dikarenakan mereka sudah mengetahui pentingnya untuk melestarikan ikan bilih yang merupakan ikan asli dan menjadi ciri khas Danau Singkarak. Tetapi yang menjadi faktor pembatas bagi mereka adalah minimnya pengetahuan untuk melakukan perlindungan ikan bilih dan kurangnya sosialisasi pengelolaan dari pemerintah. Gambar 30. Persepsi tentang upaya perlindungan terhadap ikan bilih (Data primer diolah 2009) Pengetahuan masyarakat non nelayan tentang suaka perikanan masih kurang, dapat dilihat bahwa hanya 40% masyarakat non nelayan yang pernah mendengar tentang istilah suaka perikanan dan 60% responden lainnya menyatakan tidak pernah mendengar tentang istilah suaka perikanan (Gambar 31). Seharusnya jumlah masyarakat yang pernah mendengar atau mengetahui istilah suaka perikanan cukup banyak, karena di sekitar daerah mereka tinggal telah terdapat sebuah suaka perikanan, yaitu di bagian utara Danau Singkarak (Sumpur). Kurangnya pengetahuan masyarakat ini diduga disebabkan kurangnya sosialisasi dan pelibatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan serta pengawasan, sehingga masyarakat yang mengetahui keberadaan suaka tersebut

41 76 terbatas pada pihak yang berhubungan langsung dengan pendirian dan pengawasan suaka tersebut. Gambar 31. Pengetahuan tentang suaka perikanan (Data primer diolah 2009) Masyarakat non nelayan di sekitar Danau Singkarak seharusnya mengetahui tentang keberadaan suaka perikanan ikan bilih yang berlokasi di Sumpur, tetapi pada faktanya hanya 13% dari mereka yang mengetahui atau pernah mendengar adanya suatu suaka perikanan untuk perlindungan terhadap ikan bilih dan 87% responden lainnya menyatakan tidak pernah mendengar. Sangat kurangnya pengetahuan tentang keberadaan suaka perikanan yang telah dididirikan sejak tahun 2004 ini oleh masyarakat non nelayan disebabkan kurangnya masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemrakarsa dan pengelola kawasan suaka perikanan. Jika suaka perikanan ini terkelola dengan baik maka, keberadaan stok pasti akan terjaga karena di dalam suaka perikanan ini ikan bilih dapat bebas dan aman untuk bertelur tanpa ada gangguan penangkapan karena kawasan ini tertutup untuk dilakukan upaya penangkapan. Gambar 32. Pengetahuan tentang suaka perikanan ikan bilih di Sumpur (Data primer diolah 2009)

42 77 Hasil penyebaran kuisioner menunjukkan bahwa masyarakat non nelayan cukup antusias dengan upaya perlindungan ikan bilih melalui pembangunan suaka perikanan, hal ini terlihat pada 90% dari total responden masyarakat nonnelayan menyatakan perlu dibangun suaka perikanan dan 10% lainnya menyatakan tidak perlu dibangun suaka perikanan (Gambar 33.). Adanya suaka perikanan diharapkan dapat membantu mengatasi penurunan stok ikan bilih karena pada daerah lokasi suaka perikanan tidak boleh dilakukan penangkapan sehingga ikan bilih yang mempunyai kebiasaan memijah di daerah muara sungai yang berarus tidak terlalu deras dan jernih dapat bereproduksi dengan aman tanpa ada gangguan. Minimnya gangguan pada saat ikan memijah diharapkan dapat memperkecil kegagalan telur ikan yang menetas di dalam danau. Gambar 33. Persepsi tentang perlu/tidaknya dibangun suaka perikanan ikan bilih (Data primer diolah 2009) Secara keseluruhan hasil penyebaran kuisioner dan wawancara terhadap masyarakat nelayan dan non nelayan menunjukkan bahwa nelayan didominasi nelayan yang berusia antara tahun dengan tingkat pendidikan terakhir setara SD sedangkan masyarakat non nelayan didominasi usia tahun dengan tingkat pendidikan terakhir setara SMA. Umumnya para nelayan ini mempunyai pekerjaan sampingan sebagai petani, untuk mengantisipasi saat tidak musim ikan. Rata rata penghasilan yang diperoleh nelayan sebesar Rp ,, lebih rendah dibandingkan dengan penghasilan masyarakat nonnelayan yang berkisar Rp , s/d Rp ,.

43 78 Kondisi Danau Singkarak baik menurut masyarakat nelayan maupun nonnelayan berada pada kondisi yang cukup baik, tetapi kondisi ikan bilihnya mengalami penurunan. Sehingga menurut responden perlu dilakukan upaya konservasi terutama terhadap populasi ikan bilih agar tidak mengalami kepunahan, tetapi kendalanya adalah pengetahuan masyarakat nelayan dan nonnelayan yang masih terbatas tentang pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan, serta kurangnya upaya pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi, hal ini terlihat pada cukup banyak responden yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi dari suaka perikanan, padahal suaka perikanan tersebut ada di sekitar tempat tinggal mereka. Hal positifnya, masyarakat nelayan dan non nelayan menyatakan perlunya dibangun lokasi untuk perlindungan ikan bilih dan mendukung program tersebut Upaya pengelolaan sumberdaya ikan bilih Pengelolaan sumberdaya perikanan di suatu perairan menurut King (1997) in Nasution (2008), pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh produksi maksimum yang berkelanjutan, dalam arti bahwa keberlanjutan stok alami dapat dipertahankan. Di samping itu juga untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang maksimum berkesinambungan bagi para pihak pengguna sumberdaya perikanan. Selanjutnya secara sosial mampu meningkatkan kesejahteraan para pihak yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan terutama nelayan. Pengelolaan sumberdaya ikan bilih secara tepat di Danau Singkarak perlu dilakukan agar keberadaan stok alami tetap terjaga dan berkelanjutan sehingga produksi tetap dapat dipertahankan. Tujuan akhirnya adalah untuk menyejahterakan masyarakat selingkar danau khususnya nelayan. Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan upaya pengaturan dan pengendalian lingkungan (secara langsung atau tidak langsung) dan upaya penangkapan guna mencapai peningkatan pendapatan nelayan dan kelestarian sumberdaya. Banyak sekali konsep tentang pengelolaan sumberdaya, tetapi

44 79 belakangan ini yang lebih bisa diterima masyarakat luas yaitu model Pengelolaan Perikanan Kemitraan Berbasis Masyarakat. Sistem ini memandang pengelolaan sebagai suatu proses yang bersifat fleksibel terhadap situasi setempat dimana setiap stakeholder/komponen (misalnya pemerintah, masyarakat lokal, dan pengguna lainnya/pln) mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam pencapaian tujuan dan sasaran dari pengelolaan. Dalam kasus ini, pemerintah dituntut lebih aktif dalam penetapan kebijakan pengelolaan dan produk hukumnya seperti desentralisasi kewenangan pengelolaan, pengakuan/pengesahan kebiasaan positif masyarakat lokal/adat, pemecahan masalah, koordinasi secara bertingkat serta penydiaan dana dan bimbingan teknis (Pomeroy 1998; Abdullah et al. 1998; FAO 1999 in Purnomo et al. 2002). Prinsip dasar yang melandasi upaya pengelolaan adalah bahwa pemanfaatan sumberdaya harus didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung (carrying capacity) alamiahnya (Nasution 2008). Besar kecilnya hasil tangkapan ikan tergantung pada jumlah stok alami yang tersedia di perairan dan kemampuan alamiah dari habitat untuk menghasilkan biomassa ikan. Oleh sebab itu sebelum melakukan upaya pengelolaan, hendaknya diawali dengan pengkajian stok ikan untuk mengetahui potensi stok alami sumberdaya ikan. Dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, tidak hanya difokuskan pada upaya mempertahankan stok sumberdaya ikan beserta ekosistemnya, tetapi juga dari aspek sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan. Menurut Arianto et al. (2005) in Nasution (2008), dalam rangka mempertahankan keberlanjutan dalam sistem perikanan, ada empat komponen keberlanjutan yang saling terkait satu sama lain, yaitu keberlanjutan secara ekologi (ecological sustainability), keberlanjutan sosial ekonomi (sosio economic sustainability), keberlanjutan komunitas masyarakat (community sustainability), dan keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability). Konservasi merupakan salah satu cara melestarikan satwa dan tumbuhan langka. Dengan konservasi diharapkan dapat mencegah kepunahan pada spesies tertentu. Keberadaan ikan bilih sebagai spesies yang tergolong endemik di

45 80 Danau Singkarak harus menjadi perhatian serius oleh berbagai pihak terkait. Akhir akhir ini penangkapan ikan bilih mulai tidak terkendali, sehingga dikhawatirkan dapat mengancam populasi dan habitat ikan bilih, apalagi jika ikan yang tertangkap merupakan ikan yang sedang dalam keadaan matang gonad. Upaya konservasi ikan bilih memerlukan perlakuan yang tepat, sebagai langkah awal perlu diketahui pola ruaya dan pola pemijahan dari ikan bilih, untuk selanjutnya melakukan pengelolaan yang tepat. Ikan bilih merupakan jenis ikan adfluvial, yaitu jenis ikan yang hidup di dalam danau dan apabila telah matang gonad akan bergerak ke arah hilir hingga hulu sungai untuk melakukan pemijahan. Ikan bilih memijah pada daerah yang memiliki subsrat bebatuan kecil. Setelah memijah dan dibuahi, telur telur yang telah dibuahi akan hanyut menuju ke danau dan dalam waktu sekitar 19 jam (pada lingkungan perairan yang mendukung) akan menetas, kemudian berkembang menjadi larva, ikan muda, dan ikan dewasa. Gambar 32. Siklus hidup ikan bilih di Danau Singkarak Sumber : Kartamihardja 2008 Pada Tahun 2000 di sekitar Danau Singkarak dibangunlah sebuah pusat konservasi ikan bilih baik secara insitu (pada habitat asli) maupun eksitu (di luar habitat asli). Pada awalnya, upaya konservasi dibiayai oleh PLN sampai pada tahun 2004, tetapi setelah itu pendanaan dilanjutkan oleh Pemerintah

46 81 Kabupaten Tanah Datar. Konservasi secara insitu dilakukan dengan cara pembatasan dengan tali terhadap danau seluas 100 m 2, setelah dilakukan diskusi dan sosialiasasi pada masyarakat dengan harapan masyarakat dapat ikut serta dalam menjaga dan mematuhi larangan untuk masuk dan menangkap ikan di kawasan tersebut sehingga ikan bilih dapat berkembang dengan baik. Selain itu, masyarakat juga diajarkan untk melakukan perkembangbiakan ikan bilih secara manual dengan cara mencampurkan sel telur ikan bilih betina dengan sperma ikan bilih jantan. Nelayan pada umumnya sudah mahir dalam membedakan jenis kelamin ikan jantan dan ikan betina. Sedangkan konservasi eksitu dilakukan dengan membangun akuarium sebesar 100 cm x 30 cm x 40 cm sebanyak 40 buah serta dibuat bak dari bak kayu yang dilapisi terpal seluas 200 cm x 100 cm x 40 cm sebanyak 4 buah. Sangat diharapkan perhatian dari pemerintah dalam hal pendanaan, tenaga ahli, dan pengawasan terhadap keberadaan kawasan konservasi ini. Sebagai tindak lanjut untuk melakukan upaya pelestarian dan peningkatan stok ikan bilih di Danau Singkarak pada tahun 2002 diadakan mini workshop yang menghasilkan beberapa upaya diantaranya: stocking dan restocking, pengembangan reservaat (suaka perikanan), pengaturan penangkapan, perlindungan lingkungan, penetapan tata ruang, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan. Selanjutnya pada tahun 2004 ditetapkan untuk membangun Suaka Perikanan Ikan Bilih di Danau Singkarak yang berlokasi di Kenagarian Sumpur Kecamatan Batipuh Selatan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Suaka perikanan tersebut dibangun dengan cara memodifikasi lahan yang merupakan sarana yang dibuat untuk menangkap ikan bilih dengan membuat semacam saluran atau alur buatan yang kedua sisinya dibatasi dengan tanggul kecil atau batas tepian sungai (Gambar 33). Lebar alahan 3 meter dan panjang 100 meter dengan dasar perairan berupa batu kerikil. Prinsip pemanfaatan lahan adalah membiarkan saluran air terbuka selama waktu tertentu sehingga ikan bilih bisa beruaya dan memijah secara bebas ( Dengan kehadiran suaka ini, ikan ikan bilih masuk

47 82 ke dalam tanggul tanggul tersebut lalu bertelur dengan cara menggesekgesekkan badannya ke substrat yang berupa bebatuan. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa sekitar pukul produksi telur ikan bilih mencapai butir, pada pukul menjadi butir, pada pukul menjadi butir dan pada pukul produksi telur menjadi butir ( Telur telur ikan ini selanjutnya terbawa arus menuju ke danau dan menetas di sana sehingga stok ikan bilih dapat terus dipertahankan kelestariannya. Gambar 33. Sketsa suaka pemijahan ikan bilih Sumber : Kartamihardja 2008 Upaya upaya perlindungan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pelarangan penangkapan ikan di muara sungai pada musim tertentu, misalnya pada awal musim hujan, karena pada saat ini banyak ikan yang menuju ke sungai untuk memijah. 2. Penutupan beberapa daerah penangkapan tertentu terutama spawning, feeding, dan nursery ground. Para nelayan diharapkan dapat mematuhi larangan tersebut dan tidak melakukan penangkapan pada daerah tersebut.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Umum Danau Singkarak Wilayah Administratif dan Keadaan Geografis

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Umum Danau Singkarak Wilayah Administratif dan Keadaan Geografis 41 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Danau Singkarak Wilayah 5.1.1 Administratif dan Keadaan Geografis Danau Singkarak merupakan danau vulkanis yang secara administratif terletak di dua Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

PENYEBARAN POPULASI TUMBUHAN AIR DI DANAU SINGKARAK

PENYEBARAN POPULASI TUMBUHAN AIR DI DANAU SINGKARAK LIMNOTEK, 2008, Vol. XV, No. 2, p. 112 119 PENYEBARAN POPULASI TUMBUHAN AIR DI DANAU SINGKARAK Senny Sunanisari *, Arianto Budi Santoso *, Endang Mulyana **, Sulung Nomosatryo * & Yayah Mardiyati ** ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak ENDRI JUNAIDI, ENGGAR PATRIONO, FIFI SASTRA Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi dan individu serta karakteristiknya. Interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem, relung dan habitat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo, A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah perairannya mencapai 3000 ha, pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau aktivitas yang dianggap sebagai suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah maupun kering,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN UMUM A. Latar Belakang Mollusca sebagai salah satu hasil perairan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang layak. Pemanfaatan Pelecypoda masih terbatas yaitu di daerah-daerah

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh badan perairaan (Nontji, 2008). Ekosistem perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalamnya banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi (Kordi, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. dalamnya banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi (Kordi, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah. Berdasarkan sifat badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1: 4.1.1.1.a. Komposisi Perifiton Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan organisme yang berperan penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai produsen dalam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem perairan di daratan secara umum dibagi menjadi dua yaitu perairan mengalir atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci