4 STATUS DESA PESISIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 STATUS DESA PESISIR"

Transkripsi

1 4 STATUS DESA PESISIR 4.1 Keberadaan Variabel Status Desa Keberadaan usaha perikanan, sarana penunjang usaha perikanan, dan aspek sosial budaya setiap desa pesisir, berdasarkan metodologi yang dipaparkan dalam bab 3 sebagai dasar untuk penentuan status desa pesisir di Kota Ambon, akan disajikan pada bagian ini. Secara umum, usaha perikanan masyarakat desa-desa pesisir di Kota Ambon masih konvensional, yaitu hanya bertumpu pada usaha penangkapan semata, usaha budidaya maupun pengolahan relatif tidak ada, atau hanya di beberapa desa pesisir saja. Demikian halnya dengan sarana penunjang usaha perikanan, sangat minim, dan hanya terdapat pada beberapa desa saja, itupun hanya di desa-desa pesisir yang berdekatan dengan sentra ekonomi Kota Ambon. Namun, dari sisi sosial budaya, secara umum, sangat mendukung atau kondusif atau memenuhi syarat untuk berkembangnya usaha perikanan. Deskripsi keberadaan berbagai variabel status desa pesisir secara rinci per kecamatan, disajikan dibawah ini Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Leitimur Selatan Kecamatan Leitimur Selatan terdiri atas 8 desa, dengan 6 desa pesisir, yaitu Desa Naku, Desa Kilang, Desa Hukurila, Desa Hutumuri, Desa Rutong, dan Desa Leahari, sedangkan 1 desa berada ditengah pegunungan, yaitu Desa Emma. Desa Leahari merupakan ibukota Kecamatan Leitimur Selatan. Kecamatan ini adalah kecamatan termuda, yang dimekarkan dari Kecamatan Sirimau dan Kecamatan Baguala, dan juga adalah kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya (hanya sekitar 5% dari total penduduk Kota Ambon). Desa Hutumuri merupakan desa terluas di Kecamatan Leitimur Selatan dengan luas 15 km 2. Desa Hutumuri dan Desa Rutong merupakan dua desa yang paling dekat dengan ibukota kecamatan. Secara umum, desa-desa tersebut membentang disepanjang pesisir timur Kota Ambon dan berbatasan dengan dengan Laut Banda. Penduduk di kecamatan ini bekerja diberbagai lapangan pekerjaan, dan yang paling dominan (65,7%) bekerja sebagai petani (lihat Gambar 6). Jenis tanaman pertanian yang dikerjakan oleh penduduk adalah tanaman hortikultura. Dengan luas areal pertanian yang tidak begitu luas (kurang dari 100 ha) dan umumnya hasil pertanian penduduk di kecamatan ini hanya untuk dikonsumsi sendiri (kalaupun ada

2 49 yang dijual, jumlahnya relatif sedikit). Kemudian jika dikaitkan dengan struktur ekonomi kecamatan ini (lihat Gambar 8), dimana sektor pertanian hanya menyumbangkan 21% PDRB kecamatan ini, dan sebagian besar adalah kontribusi sub-sektor perikanan, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk di kecamatan ini berpenghasilan rendah. Setelah lapangan kerja sebagai petani, urutan kedua adalah jenis pekerjaan sebagai PNS (8,43%) dan pengusaha/pemilik usaha (8,32%). Sementara itu, penduduk yang bekerja sebagai nelayan hanya 1,84%, tetapi memberi kontribusi terhadap PDRB yang cukup besar (sekitar 16% terhadap PDRB kecamatan). Dapat diartikan bahwa penghasilan nelayan relatif lebih tinggi dibanding mayoritas penduduk yang bekerja sebagai petani. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk di kecamatan ini bekerja di sektor tradisional. Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Leitimur Selatan 0,81% Pengusaha/Pemilik Usaha 0,16% 8,32% 0,30% Wartawan 0,00% 0,03% 0,00% Arsitek/Akuntan/Konsultan 0,03% 0,03% 3,29% Dosen/Peneliti 0,08% 0,05% 0,43% Penterjemah 0,00% 0,00% 0,00% Penata Rias/Busana/Rambut 0,00% 0,14% 0,11% Buruh Harian Lepas 0,08% 0,19% 4,10% Transportasi/Sopir 1,13% 0,03% 0,24% Nelayan 1,84% 0,00% 65,76% Pedagang 0,57% 0,68% 8,43% Pensiunan 3,19% Gambar 6 Grafik pekerjaan penduduk di Kec. Leitimur Selatan Tingkat pendidikan angkatan kerja di kecamatan ini relatif sedang, karena tingkat pendidikan angkatan kerja seimbang antara yang berpendidikan SD di bandingkan dengan yang berpendidikan SMP dan SMA/SMK, sedangkan yang berpendidikan tinggi relatif sedikit (lihat Gambar 7)

3 50 Gambar 7 Grafik tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. Leitimur Selatan Struktur ekonomi kecamatan ini didominasi oleh tiga sektor, yaitu perdagangan, hotel dan restoran, disusul jasa-jasa, dan pertanian (lihat Gambar 8). Angkutan & Komunikasi 7% Keuangan, Per sewaan & Jasa Perusahaan 0% Jasa-jasa 32% Pertanian 21% Perdagangan, Hotel & Restoran 36% Pertambanga n dan Penggalian 0% Industri Pengolahan 1% Listrik & Air Minum 1% Bangunan 1% Gambar 8 Struktur ekonomi di Kecamatan Leitimur Selatan Khusus untuk sektor pertanian, sekitar 80% di kontribusi oleh sub-sektor perikanan. Artinya, sub-sektor perikanan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik regional bruto kecamatan ini. Kontribusi sub-sektor perikanan di kecamatan ini meningkat tiap tahun. Meningkatnya kontribusi subsektor perikanan ini terlihat pada produksi perikanan yang meningkat setiap tahun. Peningkatan produksi perikanan yang meningkat setiap tahun ini, juga karena ditunjang oleh intervensi program bantuan alat tangkap maupun armada penangkapan dari pemerintah kota/daerah. Dibalik hasil produksi perikanan yang meningkat tersebut, ternyata tingkat pendidikan nelayan di kecamatan ini relatif rendah (lihat Gambar 9), dimana bagian

4 51 terbesar (54%) tingkat pendidikan nelayan hanya tamatan SD. Hal ini merupakan cerminan tingkat pendidikan angkatan kerja di kecamatan ini (lihat Gambar 7), dan juga karena sumber rekrut nelayan tidak berasal dari luar kecamatan (lihat Tabel 11). SMP & SMA 45% PT 1% SD 54% Gambar 9 Tingkat Pendidikan Nelayan di Kec. Leitimur Selatan Bila melihat potensi desa dan perkembangan usaha perikanan terutama di bidang perikanan tangkap, maka desa-desa peisisr tersebut sedikit berbeda satu sama lain. Sektor perikanan di kecamatan ini cukup signifikan dengan kontribusi 15,77% terhadap PDRB kecamatan. Namun tingkat kemiskinan penduduk di kecamatan ini cukup tinggi yaitu 21,3% pada tahun 2011, lebih rendah dari tahun 2008 (22,6%). Tingginya tingkat kemiskinan di kecamatan ini, jika dikaitkan dengan mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian, mengindikasikan bahwa mata pencaharian sebagai petani yang hanya bercocok tanam tanaman hortikultura, tidak mampu mengangkat masyarakat kecamatan ini dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Disisi lain, topografi yang bergunung terjal tidak memungkinkan untuk dikembangkan pertanian tanaman pangan secara maksimal, sementara lahan laut yang potensial terbentang luas dihadapan setiap desa pesisir. Artinya bahwa sesungguhnya laut adalah lahan usaha yang potensial bagi penduduk pesisir di kecamatan ini. Lahan laut memang telah diusahakan oleh penduduk pesisir kecamatan ini. Hal ini terlihat dari keberadaan usaha perikanan, sarana penunjang usaha perikanan, maupun aspek sosial budaya seperti tergambar pada Tabel 11.

5 52 Tabel 11 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Leitimur Selatan Skor Desa Indikator / Kriteria Desa Naku Kilang Hukurila Hutumuri Rutong Leahari ASPEK USAHA PERIKANAN Unit usaha penangkapan Unit usaha budidaya Unit usaha pengolahan Unit usaha pemasaran Teknologi produksi Metode Operasi Jumlah Skor SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG USAHA PERIKANAN Pabrik Es Koperasi Bank & Lembaga Keuangan Lain Jumlah Skor ASPEK SOSIAL-BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bidang Perikanan Kualitas SDM Desa Kualitas TK Usaha perikanan Asal TK usaha perikanan Tempat penjualan alat produksi/pengolahan Tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan Pembauran etnis dalam usaha perikanan Pengawasan sosial Jumlah Skor Tabel di atas memberi gambaran bahwa, selain Desa Hutumuri, di kelima desa yang lain, masyarakatnya masih konvensional dalam usaha perikanan. Karena usaha perikanan nya belum mengalami diversifikasi usaha, dan tetap bertumpu pada perikanan tangkap yang konvensional. Faktor sarana penunjang usaha perikanan juga sangat minim, selain Desa Hutumuri, di kelima desa lainnya, sarana penunjang usaha perikanan dapat dikatakan tidak ada. Sementara itu, dari segi kondisi sosialbudaya masyarakat dalam kerangka pengembangan usaha perikanan, tiga desa, yaitu Naku, Hukurila, dan Hutumuri, yang masyarakatnya relatif terbuka, sedangkan tiga desa lainnya, masyarakat masih belum begitu terbuka.

6 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Dalam Kecamatan Teluk Ambon adalah kecamatan pesisir yang berada pesisir utara Teluk Ambon, dengan jumlah desa sebanyak tujuh desa dan satu kelurahan, dimana ke tujuh desa tersebut adalah pesisir yaitu Laha, Tawiri, Hatiwe Besar, Wayame, Rumah Tiga, Poka, dan Hunut, sedangkan satu-satunya kelurahan, yaitu Kelurahan Tihu, tidak terletak di pesisir. Jumlah penduduk di kecamatan ini hamper 20% dari jumlah penduduk Kota Ambon, dan merupakan kecamatan yang luas daratan terbesar dibanding dengan empat kecamatan lainnya. Walaupun merupakan kecamatan dengan daratan terluas, tingkat kepadatan penduduk termasuk tinggi, yaitu 332 penduduk/km2. Penduduk di kecamatan ini, sebagian besar (27%) bekerja sebagai petani (lihat Gambar 10). Petanian di kecamatan ini adalah tanaman pangan yang merupakan salah satu pemasok sayuran di Pasar Ambon. Kontribusi sub-sektor pertanian tanaman pangan terhadap PDRB kecamatan, realtif kecil (hanya sekitar 8%). Hal ini berbeda dengan penduduk yang bekerja sebagai nelayan yang hanya 2,74%, tetapi kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB sebesar 14,3%. Jenis Pekerjaan Penduduk kec. Teluk Ambon Pengusaha/Pemilik Usaha Wartawan Arsitek/Akuntan/Konsultan Dosen/Peneliti Penterjemah Penata Rias/Busana/Rambut Buruh Harian Lepas Transportasi/Sopir Nelayan Pedagang Pensiunan 0,62% 0,05% 0,82% 0,00% 0,16% 0,14% 0,00% 0,02% 3,14% 1,35% 0,03% 0,59% 0,00% 0,00% 0,06% 0,04% 0,50% 0,12% 0,83% 0,94% 2,67% 8,12% 0,69% 0,26% 0,08% 2,74% 3,60% 5,49% 4,28% 14,60% 21,04% 27,00% Gambar 10 Grafik jenis pekerjaan penduduk di Kecmatan Teluk Ambon Urutan berikut lapangan pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di kecamatan ini, ialah sebagai pengusaha/pemilik usaha (21,04%), dan PNS (14,6%), serta jenis pekerjaan lain yang besaran nya di bawah 10%. Dengan demikian, dapat

7 54 disimpulkan bahwa penduduk di kecamatan sebagian besar bekerja di sektor moderen. Sarana pendidikan yang ada di kecamatan ini cukup lengkap, mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Bahkan pendidikan tinggi kelautan dan perikanan berada di kecamatan ini, yaitu Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan, dan Fakultas Teknik Perkapalan maupun lembaga riset, yaitu Lembaga Oceanografi Nasional LIPI, dan Balai Pengembangan Perikanan. Tercatat ada 58 sekolah di kecamatan ini, yang terdiri atas 9 TK, 34 SD, 8 SMP, 5 SMA, dan 2 SMK. Dengan adanya lembaga pendidikan yang demikian lengkap di kecamatan ini, juga berdampak terhadap tingkat pendidikan angkatan kerja yang cukup tinggi, yaitu 65% berpendidikan SMP sampai perguruan tinggi (lihat Gambar 11). PT 12% TS + SD 35% SMP + SMA 53% Gambar 11 Tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. T.Ambon Hal yang kontras terlihat pada tingkat pendidikan nelayan, dimana 53% nelayan hanya berpendidikan SD. Jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan angkatan kerja seperti dikemukakan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa angkatan kerja terbanyak yang bekerja sebagai nelayan adalah hanya tamatan SD, dan nampaknya minat lulusan pendidikan yang lebih tinggi untuk bekerja sebagai nelayan relatif rendah. Apa yang menyebabkan demikian, diperlukan kajian/ penelitian tersendiri tentang hal ini. Namun, dugaan sementara ialah persepsi penduduk berpendidikan lebih tinggi terhadap pekerjaan sebagai nelayan pekerjaan tradisional yang penghasilan rendah.

8 55 Perguruan Tinggi 0% SMP & SMA 46% SD 54% Gambar 12 Tingkat pendidikan nelayan di Kec. Teluk Ambon Dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini heterogen, baik dari segi etnis maupun agama. Lebih dari dua etnik penduduk yang mendiami kecamatan ini, demikian juga pemeluk agama. Semua pemeluk agama (Kristen, Islam, Hindu dan Budha) ada di kecamatan ini. Dengan demikian, dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sudah terbuka. Struktur ekonomi di kecamatan ini, dapat dikatakan cukup modern. Hal ini terlihat pada kontribusi sektoral terhadap PDRB kecamatan ini, dimana sektor modern cukup dominan (lihat Gambar 13). Dominannya sektor angkutan dan komunikasi di kecamatan ini, karena semua moda angkutan (darat, laut dan udara) beroperasi dan berdomisili di kecamatan ini. Moda angkutan darat misalnya, terdapat sekitar 244 angkutan penumpang yang beroperasi di kecamatan ini (Kecamatan Teluk Ambon, 2010). Ini menunjukan mobilitas manusia dan barang yang masuk dan keluar kecamatan ini cukup tinggi dan lancar. Khusus kontribusi di sektor pertanian, yang terdiri atas sub-sektor pertanian tanaman pangan, sub-sektor peternakan, dan sub-sektor perikanan, dan menduduki peringkat kedua (kontribusi 29% terhadap PDRB) dalam struktur ekonomi kecamatan ini, sub-sektor perikanan yang memberi kontribusi yang besar (sekitar 70% dari total kontribusi sektor pertanian). Artinya, sub-sektor perikanan merupakan salah satu kontributor PDRB terbesar di kecamatan ini.

9 56 Keuangan, Persewaan 4% Angkutan & Komunikasi 35% Jasa-jasa 14% Pertanian 29% Pertambang an dan Galian 0% Perdaganga n, Hotel & 15% Listrik & Air Minum Industri 1% Pengolahan 1% Bangunan 1% Gambar 13 Struktur ekonomi Kecamatan Teluk Ambon Besarnya kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan ini, yaitu 14,3% atau urutan ketiga setelah sektor angkutan & komunikasi dan sektor listrik & air minum, tidak terlepas dari usaha perikanan yang cukup maju di kecamatan ini (tabel 12). Dari tabel 12 dapat dikatakan bahwa desa-desa pesisir di kecamatan ini relatif agak maju usaha perikanannya, dibanding dengan desa-desa pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan, yang fishing ground nya relatif lebih dekat. Selain itu, usaha perikanan di kecamatan ini sebagian desa telah terdiversifikasi, teknologi produksi maupun metode operasi yang digunakan para nelayan di kecamatan ini, juga semakin maju, dan sudah tidak tradisional lagi. Hal lain yang cukup mendukung/menunjang usaha perikanan di kecamatan ini, ialah disemua desa pesisir ada koperasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan usaha perikanan. Dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini relatif terbuka, karena di semua desa pesisir, didiami oleh lebih dari satu etnis. Dan semua tenaga kerja (nelayan) berasal dari desa sendiri, artinya ketersediaan tenaga kerja yang mau bekerja di usaha perikanan ada di semua desa pesisir. Dengan demikian, usaha perikanan di tiap desa memberi dampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang ada di desa. Namun, seperti yang dikemukakan sebelumnya, minat tenaga kerja berpendidikan menengah dan terutama pendidikan tinggi untuk bekerja di sektor perikanan ini masih rendah. Walau sebagian besar desa pesisir di kecamatan ini, termasuk cukup baik, dikaitkan dengan pengembangan usaha perikanan, namun diversifikasi usaha perikanan masih belum terlalu variatif, karena masih berkisar pada usaha penangkapan dan budidaya ikan serta pengolahan hanya pengasapan ikan.

10 57 Tabel 12 Daftar skor capaian indikator variabel status desa Indikator / Kriteria Desa ASPEK USAHA PERIKANAN di Kecamatan Teluk Ambon Dalam Laha Skor Desa Tawiri Hative Besar Wayame Rumah Tiga Poka Unit usaha penangkapan Unit usaha budidaya Unit usaha pengolahan Unit usaha pemasaran Teknologi produksi Metode operasi Jumlah Skor SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN Pabrik Es Koperasi Bank & Lmb Keuangan Lain Jumlah Skor ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bid. Perikanan Hunut Kualitas SDM Desa Kualitas TK Usaha perikanan Asal TK usaha perikanan Tempat penjualan alat produksi/ pengolahan Tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan Pembauran etnis dalam usaha perikanan Pengawasan sosial Jumlah Skor Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kecamatan Teluk Ambon Baguala terdiri atas 6 desa dan 1 kelurahan, yaitu Desa Waiheru, Desa Nania, Desa Negeri Lama, Desa Passo, Kelurahan Lateri, Desa Halong, Desa Latta, yang seluruhnya berada di pesisir Teluk Ambon. Desa Halong dan Desa Passo merupakan desa terluas di kecamatan ini, yaitu dengan luas masingmasing 16 km 2 dan 11,38 km 2. Sebaliknya Desa Latta merupakan desa terkecil,

11 58 yaitu dengan luas 0,10 km 2. Desa Waeheru merupakan yang paling jauh dari ibukota kecamatan yang berkedudukan di Desa Passo, dengan jarak sekitar 5 km. Kecamatan Teluk Ambon Baguala ini dilintasi oleh dua sungai dimana sungai terpanjangnya, yaitu Sungai Way Tonahitu (6 km). Menurut Zulkarnain (2007), luas, karakeristik alam, dapat potensi desa dapat menjadi pertimbangan bagi pengembangan usaha ekonomi desa. Dari segi kependudukan, walau jumlah penduduk kecamatan ini bukan yang terbanyak, hanya sekitar 20% dari jumlah penduduk Kota Ambon, namun tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yaitu 1.229,79 penduduk per km2. Namun tingkat kepadatan penduduk bervariasi di tiap desa, yaitu antara 313 jiwa/km2 hingga jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi di Desa Nania, yaitu jiwa/km2, walau bukan merupakan desa yang terbanyak penduduknya, karena Desa Passo adalah desa berpenduduk terbanyak (39,5% dari total penduduk kecamatan) di kecamatan ini, tetapi kepadatan penduduk hanya jiwa/km2. Penduduk di kecamatan ini terbanyak bekerja sebagai PNS (22,01%), yang hampir seimbang dengan yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha (19,05%). Penduduk yang bekerja sebagai petani, sebagaimana umumnya penduduk desa, hanya 12,57% atau urutan ketiga (lihat Gambar 14), padahal hasil pertanian tanaman pangan yang dihasilkan oleh petani di kecamatan ini merupakan salah satu pemasok utama di pasar Passo maupun pasar Ambon. Dengan penduduk yang bekerja sebagai petani, peternak dan nelayan di kecamatan ini, yang secara total hanya 13,87%, menunjukan bahwa mayoritas penduduk di kecamatan ini memilih bekerja di sektor moderen. Hal ini, dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah Kota Ambon untuk menjadikan Passo (ibukota kecamatan) sebagai kota orde kedua (RPJM Kota Ambon ). Terlihat jelas dari total penduduk yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha, pedagang, dan karyawan swasta, sebesar 32,6%. Urutan keempat pekerjaan penduduk ialah yang bekerja sebagai anggota TNI dan Polri (11,92%). Banyaknya penduduk yang bekerja sebagai anggota TNI dan Polri di kecamatan ini, karena terdapat asrama TNI AL dan asrama Polri.

12 59 Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Baguala Pengusaha/Pemilik Usaha Wartawan Arsitek/Akuntan/Konsultan Dosen/Peneliti Penterjemah Penata Rias/Busana/Rambut Buruh Harian Lepas Transportasi/Sopir Nelayan Pedagang Pensiunan 0,12% 0,03% 0,95% 0,01% 0,43% 0,26% 0,02% 0,03% 0,97% 4,42% 0,14% 1,19% 0,00% 0,00% 0,07% 0,03% 0,91% 0,55% 1,46% 0,73% 0,51% 0,06% 0,01% 1,23% 0,07% 1,56% 6,72% 11,96% 12,57% 11,92% 19,05% 22,01% Gambar 14 Grafik pekerjaan penduduk di Kec. Baguala Di bidang pendidikan, kecamatan ini cukup maju, dilihat dari banyaknya sekolah maupun tingkat pendidikan rata-rata angkatan kerja (penduduk usia kerja). Jumlah sekolah di kecamatan ini sebanyak 57 sekolah, terdiri atas 10 TK, 30 SD, 9 SMP, 6 SMA, dan 2 SMK. Dengan jumlah sekolah yang demikian banyak, juga memberi akses yang lebih besar bagi masyarakat untuk menikmati pendidikan. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan angkatan kerja yang cukup tinggi, yaitu 78% berpendidikan SMP ke atas (lihat Gambar 15). PT 11% TS + SD 22% SMP + SMA 67% Gambar 15 Grafik tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. Baguala Cukup tingginya pendidikan penduduk di kecamatan ini didukung oleh jumlah sekolah yang demikian banyak, yaitu berjumlah 58 sekolah, yang terdiri atas TK sebanyak 10, SD sebanyak 30, SMP sebanyak 9, SMA sebanyak 6, dan SMK 3.

13 60 Tiga SMK di kecamatan ini, berbeda bidang ketrampilan/kejuruan, yaitu masingmasing kejuruan perikanan, kejuruan pertanian, dan kejuruan teknologi dan perkapalan. Dengan demikian, banyaknya sekolah dan beragamnya sekolah kejuruan di kecamatan ini, memberi akses yang luas dan variatif kepada penduduk dikecamatan ini dalam memilih pendidikan yang sesuai. Tingginya pendidikan penduduk, juga diikuti dengan tingginya pendidikan para nelayan (lihat Gambar 16). Perguruan Tinggi 7% SD ke Bawah 20% SMP & SMA 73% Gambar 16 Grafik Pendidikan Nelayan di Kec. Baguala Struktur ekonomi kecamatan ini di dominasi oleh sektor moderen, yaitu sektor jasa-jasa (27%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (26%), sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga kontribusinya terhadap PDRB kecamatan ini (lihat Gambar 17). Dominasi sektor moderen terhadap struktur ekonomi kecamatan ini, sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah Kota Ambon pada tahun 2006 untuk membatasi pembangunan pusat bisnis baru dipusat kota dan mendorong aktivitas perdagangan dan jasa-jasa ke Passo (ibukota kecamatan) sebagai kota orde kedua. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 22%, yang merupakan akumulasi dari sub-sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Dan sub-sektor perikanan memberi kontribusi sekitar 65% terhadap sektor pertanian ini. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan ini sebesar 14%, atau kontributor terbesar ketiga.

14 61 Jasa-jasa 27% Keu, Perse waan & Jasa Perusahaan 8% Angkutan & Komunikasi 5% Pertanian 22% Perdaganga n, Hotel & Restoran 26% Pertamban gan dan Penggalian 1% Industri Pengolahan 8% Listrik & Air Minum 2% Bangunan 1% Gambar 17 Grafik PDRB Kecamatan Baguala Di bidang perikanan, desa-desa pesisir ini cukup diandalkan sebagai kontribur bidang perikanan terutama perikanan tangkap di Kota Ambon. Namun demikian, kegiatan perikanan di desa-desa pesisir tersebut masih perlu dikembangkan karena beberapa potensi desa belum termanfaatkan secara optimal. Hal ini terlihat pada tabel 13 dimana usaha pengolahan sama sekali minim di kecamatan ini, karena hanya ada di Desa Halong dan Desa Latta, serta hanya usaha pengasapan ikan saja. Selain itu, sarana penunjang usaha perikanan sangat minim, dimana pada semua desa tidak ada pabrik es, padahal usaha penangkapan memerlukan es untuk menjaga kualitas ikan hasil tangkapan, apalagi fishing ground agak jauh di banding desadesa pesisir di kecamatan lainnya.

15 62 Tabel 13 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Indikator / Kriteria Desa ASPEK USAHA PERIKANAN Nania Waeheru Negeri Lama Skor Desa Passo Lateri Halong Unit usaha penangkapan Unit usaha budidaya Unit usaha pengolahan Unit usaha pemasaran Teknologi produksi Metode operasi Jumlah Skor SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN Pabrik Es Koperasi Bank & Lmbg Keuangan Lain ASPEK SOSIAL BUDAYA Jumlah Skor Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bidang Perikanan Latta Kualitas SDM Desa Kualitas TK Usaha perikanan Asal TK usaha perikanan Tempat penjualan alat produksi/ pengolahan Tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan Pembauran etnis dalam usaha perikanan Pengawasan sosial Jumlah Skor Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Sirimau Kecamatan Sirimau ini terdiri atas 3 desa dan 11 kelurahan, dan desa/kelurahan yang termasuk wilayah desa/kelurahan pesisir ada empat, yaitu Desa Batu Merah, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Hative Kecil, dan Desa Galala. Desa Hative kecil merupakan desa pesisir terjauh dari ibukota kecamatan Sirimau, yaitu dengan jarak sekitar 8 km. Keempat desa/kelurahan pesisir tersebut berbatasan

16 63 langsung dengan perairan Teluk Ambon bagian luar. Keempat desa pesisir ini, dalam klasifikasi desa oleh BPS, adalah desa swasembada. Penduduk di keempat desa pesisir ini adalah yang terbanyak (47% dari total penduduk kecamatan) dibanding dengan 10 desa/kelurahan lain yang ada di kecamatan ini (Kecamatan Sirimau Dalam Angka, 2010). Dari keempat desa pesisir tersebut, Desa Batu Merah adalah yang terbanyak penduduknya, bahkan yang terbanyak penduduknya di kecamatan ini, yaitu 35% dari total penduduk di kecamatan, dan Desa Galala adalah desa yang sedikit penduduknya dibanding keiga desa pesisir lainnya, bahkan yang tersedikit penduduknya di kecamatan ini, yaitu hanya 1,3% dari total penduduk kecamatan. Namun dari segi kepadatan penduduk, Desa Galala adalah desa yang terpadat penduduknya, yaitu jiwa/km2, di banding dengan ketiga desa pesisir lain. Penduduk di kecamatan ini sebagian besar bekerja di sektor modern, dengan dominasi urutan sebagai pengusaha (38,7%), pegawai negeri sipil (19,9%), karyawan swasta (8,7%), dan sektor modern lainnya (lihat Gambar 18). Sedangkan sektor tradisional yang umumnya dicirikan dengan pekerja di sektor pertanian (petani, nelayan dan peternak), kurang dari 4%. Hal ini normal saja, sebab kecamatan ini berada di pusat Kota Ambon, sebagai ibukota Provinsi Maluku. Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Sirimau Pengusaha/Pemilik Usaha Wartawan Arsitek/Akuntan/Konsultan Dosen/Peneliti Penterjemah Penata Rias/Busana/Rambut Buruh Harian Lepas Transportasi/Sopir Nelayan Pedagang Pensiunan 0,18% 0,01% 0,55% 0,01% 0,18% 0,20% 0,08% 0,11% 3,30% 0,96% 0,09% 0,69% 0,01% 0,02% 0,04% 0,03% 0,66% 0,31% 2,29% 1,09% 0,99% 8,77% 0,31% 0,21% 0,76% 0,07% 3,07% 4,67% 5,93% 5,73% 19,97% 38,70% Gambar 18 Janis pekerjaan penduduk di Kecamatan Sirimau Walaupun penduduk yang bekerja di sektor pertanian relatif kecil, hanya kurang dari 4%, namun kontribusi terhadap PDRB kecamatan cukup besar, yaitu

17 64 17% (lihat Gambar 19). Tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kecamatan tersebut, hampir 90% berasal dari sub-sektor perikanan. Besarnya kontribusi sub-sektor perikanan di kecamatan ini, disebabkan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang berada di kecamatan ini, yang hasil penangkapan ikan dari berbagai perairan di Maluku yang masuk PPN, tertercatat sebagai nilai tambah untuk kecamatan ni. Keuangan,P ersewaan & Jasa Perusahaan 9% Jasa-jasa 25% Angkutan & Komunikasi 16% Industri Pertanian Pengolahan 17% 1% Perdaganga n, Hotel & Restoran 31% Listrik, Gas & Air Minum 1% Bangunan 1% Gambar 19 PDRB Kecamatan Sirimau Angkatan kerja di kecamatan ini, khususnya pada keempat desa pesisir, relatif atau mayoritas berpendidikan di atas SD, yakni setingkat SMP dan SMA sebesar 52% dan perguruan tinggi sebesar 18, sedangkan yang tidak bersekolah dan berpendidikan SD sebesar 30% (lihar Gambar 20). PT 18% TS + SD 30% SMP & SMA 52% Gambar 20 Angkatan kerja desa pesisir di Kecamatan Sirimau

18 65 Tingkat pendidikan angkatan kerja di keempat desa pesisir tersebut, tidak sebanding dengan sekolah dan perguruan tinggi yang ada disana. Jumlah sekolah di keempat desa pesisir ini sebanyak 36 sekolah yang terdiri atas 9 TK, 14 SD, 11 SMP, dan 3 SMA. Dan jumlah perguruan tinggi di keempat desa pesisir ini sebanyak 3 perguruan tinggi, yang terdiri atas 2 pendidikan tinggi berlatar belakang agama, dan 1 perguruan tinggi umum. Dengan ketersediaan pendidikan semua jenjang yang ada di keempat desa pesisir ini, maka seharusnya tingkat pendidikan angkatan kerja juga tinggi, tetapi nyatanya angkatan kerja yang berpendidikan SD cukup tinggi. Hal ini kontras dengan tingkat pendidikan nelayan, dimana 83% nelayan berpendidikan setingkat SMP dan SMA (lihat Gambar 21). Kontrasnya tingkat pendidikan angkatan kerja dan tingkat pendidikan nelayan di keempat desa pesisir ini, disebabkan karena angkatan kerja yang bekerja sebagai nelayan sangat sedikit, yaitu tidak sampai 1% dari jumlah angkatan kerja. Perguruan Tinggi 0% SD ke Bawah 17% SMP & SMA 83% Gambar 21 Tingkat pendidikan nelayan desa pesisir di Kec. Sirimau Tingginya tingkat pendidikan nelayan di kecamatan ini, memudahkan nelayan untuk selalu terbuka dalam memilih teknologi produksi yang sesuai dengan perkembangan teknologi penangkapan. Demikian juga dalam hal metode operasi maupun sifat keterbukaan sosial dalam menjalankan usaha perikanan. Ditambah dengan ketersediaan sarana pendukung/penunjang usaha perikanan yang cukup memadai di keempat desa pesisir ini, membuat keempat desa tersebut ini jauh lebih maju dari desa-desa di kecamatan lainnya (tabel 14).

19 66 Tabel 14 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Sirimau Indikator / Kriteria Desa ASPEK USAHA PERIKANAN Batu Merah S k o r Pandan Kasturi D e s a Hative Kecil Unit usaha penangkapan Unit usaha budidaya Unit usaha pengolahan Unit usaha pemasaran Teknologi produksi Metode operasi Galala Jumlah Skor SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN Pabrik Es Koperasi Bank & Lembaga Keuangan Lain Jumlah Skor ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bidang Perikanan Kualitas SDM Desa Kualitas TK Usaha perikanan Asal TK usaha perikanan Tempat penjualan alat produksi/pengolahan Tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan Pembauran etnis dalam usaha perikanan Pengawasan sosial Jumlah Skor Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Nusaniwe Desa/kelurahan pesisir yang terdapat di Kecamatan Nusaniwe ada delapan dari total tiga belas desa, yaitu Desa Latuhalat, Desa Seilale, Desa Amausu, Desa Nusaniwe, Kelurahan Benteng, Kelurahan Urimessing, Kelurahan Waihong, dan Kelurahan Silale. Desa/kelurahan pesisir yang terluas adalah Desa Urumessing (46,16 km 2 ), sedangkan desa/kelurahan pesisir terkecil adalah Kelurahan Silale (0,18 km 2 ).

20 67 Penduduk delapan desa pesisir ini sebanyak 57,3% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Nusaniwe, dan Kelurahan Benteng adalah yang terbanyak penduduknya, 17,8% dari total penduduk kecamatan, serta penduduk yang paling sedikit di kecamatan ini adalah Desa Seilale, hanya 1,3% dari total penduduk kecamatan. Tingkat pendidikan angkatan kerja pada delapan desa pesisir di kecamatan ini cukup tinggi, walaupun yang berpendidikan SD juga masih cukup tinggi, yaitu sebesar 25% (lihat Gambar 22). Padahal jumlah sekolah maupun perguruan tinggi yang berada di kecamatan ini cukup banyak. Jumlah 101 sekolah sebanyak terdiri atas, 21 TK, 54 SD, 11 SMP, 11 SMA, dan 4 SMK. Jumlah perguruan tinggi sebanyak 5 perguruan tinggi, yang terdiri atas 1 universitas, 3 akademi, dan 1 sekolah tinggi. Ini berarti akses masyarakat kecamatan ini terhadap semua jenjang pendidikan cukup tinggi, sehingga semestinya tingkat pendidikan angkatan kerja di delapan desa pesisir tersebut pada tingkat SD lebih kecil dari yang ada sekarang. PT 11% TS + SD 25% SMP & SMA 64% Gambar 22 Tingkat AK desa pesisir di Kec. Nusaniwe Jika dilihat data tingkat pendidikan angkatan kerja desa pesisir pada Gambar 22 dibandingkan dengan tingkat pendidikan nelayan pada Gambar 23, secara proporsional nampaknya angkatan kerja yang berpendidikan rendah (SD) yang cukup besar jumlahnya tersebut, sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan nampaknya juga mempengaruhi inovasi dalam metode operasi dan keterbukaan nelayan dalam menjalankan usaha perikanan, seperti tergambar pada Tabel 15, khususnya pada Desa Seilale, Desa Nusaniwe, dan Desa Urimesing.

21 68 SMP & SMA 54% Perguru an Tinggi 2% SD ke Bawah 44% Gambar 23 Tingkat pendidikan nelayan Kec. Nusaniwe Pekerjaan penduduk di kecamatan ini sebagai pengusaha/pemilik usaha, termasuk pemiliki kios atau pemilik bengkel, menempati urutan teratas, melebihi penduduk yang bekerja sebagai PNS (lihat Gambar 24). Pekerjaan penduduk sebagai PNS ini (22,1%), kalaupun ditambah dengan yang bekerja sebagai guru (4,5%) dan dosen (0,9%) sekalipun, masih belum menyamai penduduk yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha (28,4%) dan pedagang keliling/papalele (2,1%). Hal ini merupakan catatan menarik, mengingat persepsi masyarakat di Maluku dan juga masyarakat Indonesia, menganggap pekerjaan sebagai PNS dan guru/dosen lebih menjamin masa depan lebih baik daripada non PNS dan guru/dosen (Arifin, 2005). Perubahan pilihan pekerjaan yang lebih dominan sebagai non-pns, juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam membatasi penerimaan PNS setiap tahun, yang tidak sebanding dengan pertambahan angkatan kerja baru yang memasuki pasar kerja. Urutan pilihan pekerjaan penduduk di kecamatan ini selanjutnya, adalah sebagai karyawan swasta, diikuti pensiunan, anggota TNI dan Polri, petani, sopir, dan nelayan, sedangkan sisanya berada dibawah 1%. Banyaknya anggota TNI dan Polri di kecamatan ini, karena terdapat tiga asrama, yaitu 1 asrama Polri, dan 2 asrama TNI. Nelayan di kecamatan ini termasuk sedikit, mengingat kecamatan ini dikelilingi oleh Laut Banda yang potensial, sehingga sebetulnya menjadi lahan garapan potensial.

22 69 Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Nusaniwe Pengusaha/Pemilik Usaha Wartawan Arsitek/Akuntan/Konsultan Dosen/Peneliti Penterjemah Penata Rias/Busana/Rambut Buruh Harian Lepas Transportasi/Sopir Nelayan Pedagang Pensiunan 0,2% 0,0% 0,9% 0,1% 0,2% 0,2% 0,0% 0,1% 0,9% 4,5% 0,1% 0,0% 1,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,7% 0,2% 0,9% 1,8% 0,6% 2,8% 10,5% 0,5% 0,1% 2,1% 2,1% 5,6% 5,9% 7,3% 22,1% 28,4% Gambar 24 Jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Nusaniwe Dari penyebaran jenis pekerjaan penduduk kecamatan ini ditambah dengan factor-faktor produksi lain, membentuk struktur ekonomi kecamatan ini seperti terlihat pada Gambar Terlihat jelas dominasi sektor modern (perdagangan, hotel dan restoran 30%, jasa-jasa 24%, dan angkutan dan komunikasi 18%) terhadap perekonomian kecamatan ini, dibanding dengan sektor tradisional (pertanian). Gambaran ini juga cerminan dari jenis pekerjaan penduduk di kecamatan ini. Hal yang menarik dari data pada Gambar 24 dan Gambar 25 ialah pekerjaan penduduk di sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan) yang hanya sekitar 8%, dan kontribusi sektor ini terhadap PDRB kecamatan sebesar 18%. Ini artinya, tenaga kerja sektor ini dan faktor-faktor produksi lain yang digunakan dalam mengelola sumber daya alam, cukup produktif dan ekonomis. Catatan lain dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kecamatan sebesar 18% ini, walau bukan yang terbesar, sebagian besar (70%) adalah kontribusi sub-sektor perikanan. Dengan kata lain, kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan sekitar 13%. Jika dibanding dengan jumlag nelayan yang hanya 2,1%, maka sesungguhnya sub-sektor perikanan mampu memberi kontribusi yang signifikan terhadap PDRB kecamatan ini.

23 70 Jasa-jasa Keu.Perse 24% waan & Jasa Perus.7% Angkutan & Komunikas i 18% Pertamb. dan Penggalian Pertanian 0% 18% Perdagang an, Hotel & Restoran 30% Industri Pengolaha n 2% Listrik & Air Minum 0% Bangunan 1% Gambar 25 PDRB Kecamatan Nusaniwe (BPS Kota Ambon, 2010) Dengan kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan yang cukup signifikan tersebut, belum sepenuhnya usaha perikanan di desa-desa pesisir kecamatan ini sama tingkat kemajuannya. Usaha perikanan budidaya di kecamatan ini sama sekali tidak berkembang, hanya ada di dua desa, yaitu Nusaniwe dan Urimessing, dan hanya satu jenis budidaya, yaitu budidaya ikan (tabel 15). Demikian juga usaha pengolahan kurang berkembang di kecamatan ini, karena selain hanya di sebagian desa, juga hanya pengasapan ikan. Usaha perikanan di kecamatan ini hanya bertumpu pada usaha perikanan tangkap. Dari segi sarana penunjang usaha perikanan, relatif cukup tersedia. Walau demikian, dengan usaha perikanan tangkap yang dominan, dengan jumlah usaha perikanan yang cukup banyak di kecamatan ini, yaitu sebanyak 34,7% dari total usaha perikanan di Kota Ambon, dan jumlah pabrik es yang hanya ada di dua desa dengan kapasitas yang relatif kecil, yaitu hanya 10 ton. Sarana penunjang ini perlu diperbanyak atau diperbesar kapasitasnya, agar dapat menunjang kualitas hasil tangkapan. Dari segi sosial-budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi sosialbudaya masyarakat di kecamatan ini, cukup memenuhi standar untuk pengembangan usaha perikanan. Indikator keterikatan terhadap tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan misalnya, relatif sudah terbuka. Demikian juga indikator pembauran etnis, relatif heterogen, walau ada desa yang masih homogen etnisnya.

24 71 Tabel 15 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Nusaniwe Indikator / Kriteria Desa ASPEK USAHA PERIKANAN Seila le S k o r Nusa -niwe D e s a Latuhalat Amahusu Benteng Urimesing Waehaong Unit usaha penangkapan Unit usaha budidaya Unit usaha pengolahan Unit usaha pemasaran Teknologi produksi Metode operasi Jumlah Skor SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN Pabrik Es Koperasi Bank & Lembaga Keuangan Lain Jumlah Skor ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bidang Perikanan Kualitas SDM Desa Kualitas TK Usaha perikanan Asal TK usaha perikanan Tempat penjualan alat produksi/ pengolahan Tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan Pembauran etnis dalam usaha perikanan Pengawasan sosial Jumlah Skor Status Desa Pesisir Di Kota Ambon Silale Perhitungan dalam menilai status desa perikanan yang dikembangkan dalam penelitian ini akan menghasilkan beberapa angka seperti disajikan pada Tabel 16. Informasi status desa perikanan berdasarkan nilai akhir berupa total skor standar (TSS) dapat digunakan untuk membuat kesimpulan umum perikanan di suatu kawasan ekologi (misalnya kawasan teluk, kawasan pesisir), wilayah administrasi (misalnya kecamatan, kabupaten, provinsi) atau kawasan atau wilayah pengelolaan perikanan (seperti WPP). Dengan metode ini, pengelola perikanan dapat menentukan fokus pembangunan perikanan dengan melihat skor dari setiap variabel

25 72 yang digunakan. Strategi pembangunan perikanan yang dipilih diharapkan akan dapat meningkatkan nilai skor variabel sehingga status desa menjadi lebih baik. No. Jenis nilai Tabel 16 Nilai-nilai yang dihasilkan dari perhitungan untuk menentukan status desa perikanan Nilai skor variabel untuk status desa UP US UB 1 Nilai skor minimum variabel Nilai skor maksimum variabel Bobot 0,5 0,3 0,2 4 Nilai standar minimum variabel 0,5 0,3 0,2 5 Nilai standar maksimum variabel 1,5 0,9 0,6 Nilai skor untuk status desa 6 Nilai skor desa terendah (semua minimum) 1,0 7 Nilai skor desa tertinggi (semua maksimum) 3,0 8 Kisaran skor desa Mina Mula 1,00 1,49 9 Kisaran skor desa Mina Mandiri 1,50 2,39 10 Kisaran skor desa Mina Politan 2,40 3,00 Secara umum desa-desa pesisir di Kota Ambon masih pada taraf perkembangan yang relatif belum terlalu maju; karena nilai rata-rata TSS adalah 1,93 atau berada dalam kisaran kriteria mina mandiri, yang hanya sedikit diatas standar kriteria mina mula, yaitu TSS = 1,5. Meskipun demikian, dari segi usaha perikanan dapat dikatakan sudah maju karena desa-desa tersebut memiliki usaha perikanan yang relatif variatif; nilai rata-rata SS UP adalah 1,02 dari nilai tertinggi 1,5. Sebaliknya dari segi keberadaan sarana penunjang usaha perikanan relatif minim; nilai rata-rata SS SP adalah 0,46 dari nilai tertinggi 0,9. Walaupun sebagian besar desa pesisir berstatus desa mina mandiri, namun tingkat keragaman antar desa cukup tinggi, tidak hanya dilihat dari angka TSS saja, tetapi juga pada aspek yang diteliti, yaitu usaha perikanan (kisaran SS=0,75-1,33), aspek sarana pendukung usaha perikanan (kisaran SS=0,20-0,70), dan aspek sosialbudaya (kisaran SS=0,33-0,53). Keragaman ini memberi indikasi bahwa pola intervensi program pengembangan perikanan terpadu di desa pesisir Kota Ambon, juga akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan tiap desa pesisir. Desa-desa pesisir berstatus mina mandiri yang sangat bervariasi ini dapat dikelompokan dalam 3 kategori. Kelompok pertama adalah desa mina mandiri

26 73 tertinggi (TSS >2,3) atau mendekati kriteria status mina politan, seperti Desa Hutumuri, Desa Hative Besar, Kelurahan Pandan Kasturi, dan Desa Batu Merah. Kelompok kedua adalah desa mandiri dengan TSS yang berkisar antara 2,00-2,30; ada 12 desa yang umumnya memiliki sarana penunjang usaha perikanan yang minim, terutama pabrik es dan bank atau lembaga keuangan lain. Kelompok ketiga adalah desa mandiri dengan TSS antara 1,50 dan 2,50; ada 14 desa/kelurahan yang tidak hanya dicirikan oleh keragaman usaha perikanan yang minim (hanya satu jenis) tetapi juga oleh sarana penunjang usaha perikanan yang minim. Status ke 30 desa pesisir yang demikian maju (status mina mandiri) ternyata tidak diikuti dengan kemajuan yang berarti dalam hal pengentasan kemiskinan. Dugaan sementara tentang penyebab utama kemiskinan ini adalah tingkat pengangguran yang tinggi, yaitu sebesar 17,6% (BPS Kota Ambon 2010), akibat tingkat urbansasi tinggi dari luar kota Ambon sementara lapangan kerja yang tersedia di kota Ambon masih terbatas untuk menyerapnya. Jika hal ini benar maka pengembangan perikanan hendaknya juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan ikutan dari kegiatan perikanan yang dikembangkan. Sebaran status desa pesisir, dapat dilihat pada gambar 26 pada halaman berikut. Deskripsi mengenai status desa per kecamatan dengan penyajian status desa dalam tabel berdasarkan urutan status terendah sampai tinggi, kemudian di deskripsi pengklasifikasian kesamaan kelebihan dan kekurangan desa dalam status yang sama, dipaparkan pada bagian-bagian berikut. Gambar 26 Sebaran Status Desa Pesisir di Kota Ambon

27 Status desa pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan Hasil penelitian ini menerangkan bahwa tingkat perkembangan desa-desa pesisir kecamatan ini, Desa Rutong dan Desa Leahari berstatus Mina Mula (Tabel 17), sedangkan empat desa yang lainnya berstatus mina mandiri. Keberadaan status kedua desa pesisir (Rutong & Leahari) yang tergolong rendah, padahal berada dalam wilayah sumber daya ikan yang potensial, karena beberapa aspek yang relatif sama pada kedua desa ini, yaitu : 1) Dari aspek usaha perikanan, total skor, TS 1 nya hanya 10 dari total 18. Hal ini disebabkan oleh perikanan tangkapnya hanya yang berskala traisional, dalam arti aktivitas penangkapan menggunakan armada tangkap tradisional (perahu tanpa motor yang didominasi perahu semang), tidak ada usaha budidaya maupun pengolahan, walaupun kegiatan penangkapan telah menggunakan atau mengadopsi teknologi penangkapan yang relatif lebih maju, dan metode operasi yang mengalami modifikasi dari metode turun-temurun. 2) Sarana penunjang usaha perikanan, sama sekali tidak ada di kedua desa tersebut. 3) Dari segi sosial budaya, kedua desa ini relatif sama, yaitu total skor, TS 3 nya 13 (Desa Rutong) dan 14 (Desa Leahari) dari TS 3 maksimal 24. Ada hal-hal yang sama dari segi sosial budaya di kedua desa ini, ialah masih kuatnya adat istiadat yang relatif tidak terbuka terhadap dinamika sosial, dan hanya ada satu etnis dalam desa, sehingga proses interaksi dan transformasi budaya relatif tidak ada. Nama Desa/Kel. Tabel 17 Status Desa Pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan ASPEK USAHA PERIKANAN ASPEK SARANA PENDUKUNG ASPEK SOSIAL BUDAYA TOTAL STANDAR SKOR TSS No STATUS TS 1 RS 1 SS1 TS 2 RS 2 SS2 TS 3 RS 3 SS3 1 Rutong 10 1,67 0,83 3 1,00 0, ,63 0,33 1,46 MULA 2 Leahari 10 1,67 0,83 3 1,00 0, ,75 0,35 1,48 MULA 3 Kilang 12 2,00 1,00 3 1,00 0, ,75 0,35 1,65 MANDIRI 4 Naku 12 2,00 1,00 3 1,00 0, ,25 0,45 1,75 MANDIRI 5 Hukurila 12 2,00 1,00 4 1,33 0, ,13 0,43 1,83 MANDIRI 6 Hutumuri 16 2,67 1,33 6 2,00 0, ,13 0,43 2,36 MANDIRI Rata-Rata 12 2,00 1,00 3,7 1,20 0,40 15,5 1,90 0,40 1,80 Dari empat desa yang berstatus mina mandiri, tiga desa (Desa Kilang, Desa Naku, dan Desa Hukurila) juga tidak jauh berbeda dengan Desa Rutong dan Desa

28 75 Leahari. Ketiga desa pesisir ini masih tradisional, hanya mengandalkan perikanan tangkap saja, dan budi daya serta pengolahan sama sekali belum dikembangkan bahkan tidak ada. Kedua, sarana pendukung sama sekali tidak mendukung usaha perikanan tangkap yang ada di desa-desa tersebut. Namun demikian, dari segi sosial-budaya, relatif kondusif untuk perikanan lebih berkembang. Sangat kontras dengan lima desa di atas, Desa Hutumuri di kecamatan ini yang tingkat perkembangan perikanannya sudah cukup maju, yaitu dengan status desa mina mandiri, sekaligus desa berstatus tertinggi di Kota Ambon. Walaupun tingkat perkembangan status perikanan Desa Hutumuri ini cukup tinggi dan tertinggi di Kota Ambon, namun tingkat kemiskinan di desa ini juga masih tinggi, yaitu 21,9% di tahun 2011, atau hampir dua kali lebih tinggi daripada tingkat kemuskinan di Kota Ambon secara keseluruhan. Hal ini memberi indikasi bahwa kemajuan perikanan belum dapat mengatasi kemiskinan di desa ini. Untuk itu, diperlukan kajian atau penelitian lain yang mendalam dan komprehensif mengenai kedua aspek ini, yaitu perkembangan perikanan dan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di kecamatan ini adalah yang tertinggi dibanding dengan kecamatan lainnya di Kota Ambon. Di antara sesama desa pesisir, tingkat kemiskinan penduduk keenam desa pesisir di kecamatan ini lebih tinggi (22,8%) daripada keseluruhan desa di kecamatan ini, lebih rendah dari tahun 2008 (24,2%). Fakta ini menunjukan bahwa desa-desa pesisir di kecamatan ini adalah kantongkantong kemiskinan yang memerlukan penanggulangan yang terencana dan sistematis Status desa pesisir di Kecamatan Teluk Ambon Dalam Semua desa pesisir di kecamatan ini berstatus mina mandiri (Tabel 18). Walau semua desa pesisir kecamatan ini berstatus mina mandiri, terdapat 3 desa yang terendah TSS nya, yaitu Desa Tawiri, Desa Hative Besar, dan Desa Hunuth. Ketiga desa ini mempunyai keterbatasan yang sama pada sarana penunjang usaha perikanan, yaitu tidak ada pabrik es dan bank atau lembaga keuangan lain. Selain itu, usaha perikanan hanya terbatas pada satu jenis, misalnya hanya penangkapan saja, dan juga tidak variatif.

29 76 No Nama Desa/Kel. Tabel 18 Status Desa Pesisir di Kecmatan Teluk Ambon Dalam ASPEK USAHA PERIKANAN ASPEK SARANA PENDUKUNG ASPEK SOSIAL BUDAYA TS 1 RS 1 SS1 TS 2 RS 2 SS2 TS 3 RS 3 SS3 TOTAL STANDAR SKOR (TSS) STATUS 1 Tawiri 11 1,83 0,92 3 1,00 0, ,13 0,43 1,55 MANDIRI 2 Hatiwe 13 2,17 1,08 4 1,33 0, ,38 0,48 1,96 MANDIRI Besar 3 Hunuth 13 2,17 1,08 4 1,33 0, ,50 0,50 1,98 MANDIRI 4 Poka 14 2,33 1,17 4 1,33 0, ,50 0,50 2,07 MANDIRI 5 Rumah 14 2,33 1,17 5 1,67 0, ,13 0,43 2,09 MANDIRI Tiga 6 Wayame 13 2,17 1,08 6 2,00 0, ,13 0,43 2,11 MANDIRI 7 Laha 15 2,50 1,25 5 1,67 0, ,25 0,45 2,20 MANDIRI Rata-Rata 13,29 2,21 1,11 4,43 1,44 0,44 18,29 2,29 0,46 1,99 Desa Poka dan Desa Hunut menjadi tempat pembinaan pembudidaya ikan, baik budidaya air laut maupun air tawar. Hal ini disebabkan lokasi ini berdekatan dengan Loka Perikanan Budidaya yang menaungi kegiatan penelitian dan pembinaan budidaya perikanan wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Loka Perikanan Budidaya ini banyak membantu pembudidaya dalam pembibitan, pembinaan pembesaran, dan perawatan ikan terhadap berbagai penyakit. Namun demikian, usaha budidaya di kedua desa ini, masih terbatas hanya pada budidaya ikan saja. Melihat dukungan sarana prasarana, pembauran, keterampilan pelaku perikanan di lolaksi, serta dukungan pelaku perikanan ini, maka Desa Poka dan Desa Hunut ini dapat dijadikan sebagai kawasan mina politan berbasis budidaya. Dilihat dari tingkat kemiskinan, kecamatan ini termasuk yang tinggi, yaitu 20,7%. Hal juga ini menunjukan bahwa meskipun perikanan telah berkembang maju dengan status desa mina mandiri, namun kemiskinan tetap menjadi masalah Status desa pesisir di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Keseluruhan desa pesisir di kecamatan ini berstatus mina mandiri, walaupun Desa Waeheru dan Desa Negeri Lama yang TSS nya (lihat tabel 19) hanya sedikit di atas kriteria standar status mina mula, yaitu TSS = 1,49. Rendahnya TSS Desa Waeheru yang TSSnya hanya 0,04 di atas kriteria standar status mina mula, disebabkan oleh sarana penunjang usaha perikanan yang sama sekali tidak ada. Di desa ini tidak ada pabrik es, tidak ada koperasi, dan tidak ada lembaga keuangan (bank dan bukan-bank), serta juga tidak ada usaha pengolahan perikanan. Padahal

30 77 di desa ini terdapat sekolah perikanan (SUPP), terdapat Balai Benih Perikanan, yang sesungguhnya dapat berdampak terhadap dinamika usaha perikanan. Desa Negeri Lama yang TSSnya sedikit di atas Desa Waeheru, selain sarana penunjang usaha perikanan yang tidak ada (pabrik es dan lembaga keuangan), juga tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan yang belum terbuka terhadap inovasi baru, dan juga pembauran etnis yang homogen. Nama Desa/Kel. Tabel 19 Status Desa Pesisir di Kecamatan Baguala ASPEK USAHA PERIKANAN ASPEK SARANA PENDUKUNG ASPEK SOSIAL BUDAYA TOTAL STANDAR SKOR (TSS) No STATUS TS 1 RS 1 SS1 TS 2 RS 2 SS2 TS 3 RS 3 SS3 1 Waeheru 9 1,50 0,75 3 1,00 0, ,38 0,48 1,53 MANDIRI 2 Negeri Lama 9 1,50 0,75 4 1,33 0, ,38 0,48 1,63 MANDIRI 3 Nania 10 1,67 0,83 5 1,67 0, ,50 0,50 1,83 MANDIRI 4 Latta 12 2,00 1,00 4 1,33 0, ,63 0,53 1,93 MANDIRI 5 Halong 14 2,33 1,17 4 1,33 0, ,25 0,45 2,02 MANDIRI 6 Lateri 12 2,00 1,00 5 1,67 0, ,63 0,53 2,03 MANDIRI 7 Passo 12 2,00 1,00 6 2,00 0, ,50 0,50 2,10 MANDIRI Rata-Rata 11,14 1,86 0,93 4,43 1,48 0,44 19,71 2,46 0,49 1,86 Desa Passo, Kelurahan Lateri, Desa Halong, Desa Latta, dan Desa Nania merupakan desa/kelurahan pesisir dengan status mina mandiri di Kecamatan Teluk Ambon Banguala, dengan total standar skor masing-masing 2,10, 2,03, 2,02, 1,93 dan 1,83. Kelemahan kelima desa ini, pada aspek yang berbeda-beda. Desa Passo memiliki skor standar tinggi (SS=0,60) dalam hal ketersediaan sarana penunjang/ pendukung usaha perikanan, Desa Lateri dan Desa Latta memiliki skor standar tertinggi (SS=0,53) pada aspek sosial-budaya, sedangkan Desa Halong memiliki skor standar tertinggi (SS=1,17) pada aspek usaha perikanan. Sementara itu, tingkat kemiskinan di kecamatan ini tergolong tinggi, yaitu 19,1% pada tahun 2011, dan masih lebih tinggi dibanding tingkat kemiskinan di Kota Ambon secara keseluruhan, walaupun bukan kecamatan yang tertinggi tingkat kemiskinan nya. Tingkat kemiskinan desa pesisir di kecamatan ini, sama dengan desa-desa pesisir di kecamatan lainnya, yang lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan desa-desa bukan-pesisir di Kota Ambon Status desa pesisir di Kecamatan Sirimau Jumlah desa pesisir di kecamatan ini sangat sedikit, hanya 4 desa/kelurahan dari total 14 desa/kelurahan, karena kecamatan ini adalah kecamatan yang berada di

STATUS DESA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI KOTA AMBON

STATUS DESA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI KOTA AMBON BULETIN PSP IN: 05-86X Volume 0 No. Edisi April 0 Hal 9-04 STATUS DESA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI KOTA AMBON Oleh: M.J. Papilaya, M. Fedi A. Sondita, Daniel R.O. Monintja,

Lebih terperinci

BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Beresiko Sanitasi Area berisiko sanitasi di Kota Ambon ditentukan berdasarkan tingkat resiko sanitasi, yang mengacu kepada 3 komponen

Lebih terperinci

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP 5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP Kelayakan usaha suatu investasi dapat ditentukan berdasarkan hasil analisis Benefit Cost Ratio (BCR) terhadap setiap jenis usaha perikanan tangkap yang terdapat pada

Lebih terperinci

6 KLUSTER DESA PERIKANAN

6 KLUSTER DESA PERIKANAN 6 KLUSTER DESA PERIKANAN Pengklusteran desa perikanan merupakan kegiatan mengelompokkan desadesa di daerah pesisir Kota Ambon berdasarkan kemiripannya dalam menjalankan aktivitas ekonomi berbasis usaha

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon terletak di bagian selatan Pulau Ambon, tepatnya di daerah pesisir Teluk Ambon dan Teluk Baguala. Total luas wilayah Kota Ambon sekitar 786 km 2, terbagi atas

Lebih terperinci

Rencana Umum Pengadaan

Rencana Umum Pengadaan Rencana Umum Pengadaan (Melalui ) K/L/D/I : Kota Ambon Tahun Anggaran : 2014 1. Penyusunan DED Septik Tank Komunal Kec.Baguala Penyusunan DED Septik Tank Komunal Kec.Baguala Jasa Konsultansi 1 Paket Rp.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto-foto dokumentasi penelitian lapang

Lampiran 1 Foto-foto dokumentasi penelitian lapang 23 Lampiran 1 Foto-foto dokumentasi penelitian lapang 24 Lampiran 2 : Indikator & Atribut Variabel Status Desa Pesisir No. Urt INDIKATOR/KRI TERIA DESA DESKRIPSI INDIKATOR/KRITE RIA CARA PENGUKU RAN JENIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA AMBON Tahun Anggaran : 2014 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan Organisasi Sub Unit Organisasi : 1. 03 : 1. 03. 06 : 1. 03.

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon Nama SKPD : Dinas Pekerjaan Umum Rencana Tahun 2015 Indikator 1 Urusan Pemerintahan 1.03 Bidang Pemerintahan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim 27 BAB IV KONDISI UMUM A. Letak Geografis, Iklim Kabupaten Bungo terletak di bagian Barat Provinsi Jambidengan luas wilayah sekitar 7.160 km 2. Wilayah ini secara geografis terletak pada posisi 101º 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 7, Nomor 2, Oktober 2011 MINAWISATA BAHARI KARAMBA PEMBESARAN IKAN DI PULAU- PULAU KECIL BERBASIS KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG (KASUS PULAU DULLAH KOTA TUAL

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Luas Wilayah Letak Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon yang secara geografis berada pada posisi astronomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Nama SKPD : DINAS TATA KOTA Kode (1) Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Program/Kegiatan 1 URUSAN WAJIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Nama SKPD : DINAS SOSIAL KOTA AMBON Kode 1 URUSAN WAJIB Daerah dan Indikator 1.13 Bidang Urusan : Sosial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1). I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Wilayah dan Topografi Secara geografis Kota Pagar Alam berada pada 4 0 Lintang Selatan (LS) dan 03.5 0 Bujur Timur (BT). Kota Pagar Alam terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA AMBON MALUKU KOTA AMBON ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Ambon merupakan ibukota propinsi kepulauan Maluku. Dengan sejarah sebagai wilayah perdagangan rempah terkenal, membentuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.43/05/64/Th.XX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada Februari 2017 mencapai 1.678.913 orang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DESA KLUSTER

8 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DESA KLUSTER 8 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DESA KLUSTER 8.1 Rancangan Final Hierarki Pengembangan Industri Perikanan Tangkap Hierarki pengembangan ini dirancang dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : NURUL KAMILIA L2D 098 455 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH & KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANGKA BELITUNG KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kondisi tanah dan keterbatasan lahan Kota Pangkal Pinang kurang memungkinkan daerah ini mengembangkan kegiatan pertanian. Dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup rendah, tingkat produktivitas rendah, tingkat pertumbuhan penduduk tinggi dan ketergantungan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.37/05/64/Th.XIX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada Februari 2016 mencapai 1.650.377 orang,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini. Secara umum masalah kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.44/05/64/Th.XX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Utara pada Februari 2017 mencapai 324.586 orang, bertambah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN. di Kota Pekanbaru dan merupakan Kecamatan tertua di Kota Pekanbaru dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN. di Kota Pekanbaru dan merupakan Kecamatan tertua di Kota Pekanbaru dengan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Kajian 4.1.1. Keadaan Geografis Kecamatan Pekanbaru Kota merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kota Pekanbaru dan merupakan Kecamatan tertua

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci