II. TINJAUAN PUSTAKA A. UMBI GARUT
|
|
- Susanti Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. UMBI GARUT Garut, ararut atau irut (Maranta arundinaceae) adalah sejenis tumbuhan berbentuk terna yang menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Tanaman garut tidak pernah menjadi sumber pangan pokok namun kerap ditanam di pekarangan pedesaan sebagai cadangan pangan saat musim paceklik. Tanaman garut termasuk tanaman tahunan dengan ukuran satu hingga satu setengah meter dengan sistem perakaran yang dangkal dan rhizoma menuju ke dalam tanah. Tanaman garut merupakan tanaman jenis rumput-rumputan tegak yang termasuk ke dalam kelas Marantaceae, genus Maranta dan species Maranta arundinaceae L. (Lingga et al, 1986). Rhizoma umbi garut memiliki ukuran panjang antara cm dan diameter 2-5 cm. Garut memiliki umbi yang berwarna putih, dilindungi sisik berwarna putih hingga coklat muda yang tersusun secara tumpang tindih. Batang tanaman garut yang berbentuk pelepah membentuk dua barisan dengan sisik yang tidak sama. Daun tanaman garut berbentuk oval dengan ukuran panjang antara cm dan lebar 3-10 cm, jumlah tulang daun yang banyak dengan posisi sejajar dan mengalami pembesaran ukuran pada bagian ujung tangkai daun (Lingga et al, 1986). (a) (b) Gambar 1. Tanaman Garut (a), Umbi Garut (b) Penyebaran tanaman garut di Indonesia telah menyebar secara luas. Pembudidayaan tanaman garut secara teratur telah dilaksanakan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan Lampung dan Sulawesi Tenggara baru sebagian kecil. Penanaman tanaman garut sudah dilakukan di D.I. Yogyakarta, Jambi, Riau dan Jawa Barat meskipun belum teratur. Tanaman ini belum dibudidayakan secara teratur oleh para petani di daerah survei Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Maluku. Tanaman ini terdapat pada ladang yang tidak diusahakan petani dipinggir-pinggir hutan. Usaha pemeliharaan tanaman garut oleh para petani baru meliputi menyiang, membumbun dan belum melakukan pemberantasan hama dan penyakit. Pemupukan hanya dilakukan para petani di Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta. Tanaman garut merupakan tanaman yang mudah tumbuh subur di tempat terlindung, tidak harus terkena sinar matahari secara langsung (Syamsudin, 1998). Oleh sebab itu tanaman garut cocok digunakan sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman tahunan seperti jati. Tanaman garut memiliki umur tanam relatif pendek dengan umur tanam bulan sudah dapat dipanen. Kandungan pati maksimum dihasilkan oleh umbi yang berumur 12 bulan. Namun proses ekstraksi akan lebih sulit karena pada umur tersebut umbi memiliki serat yang lebih banyak. Villamajor dan Jurkema (1996) menyatakan bahwa umbi garut memiliki dua jenis kultivar penting yaitu Creole dan Banana. Ke dua jenis kultivar ini memiliki umbi yang berwarna putih meskipun memiliki karakteristik yang berbeda. Kultivar Creolee memiliki umbi kurus panjang, menjalar luas dan menembus ke dalam 3
2 tanah. Bila kultivar ini tumbuh di daerah yang kurang subur mempunyai kecenderungan menjadi umbi yang kurus dan tidak berguna. Umbi ini dikenal dengan nama akar cerutu atau cigar root dan kultivar jenis ini setelah dipanen mempunyai daya tahan selama tujuh hari sebelum dilakukan pengolahan. Banana, kultivar ini umumnya menjadi ciri atau sifat yang berlainan dengan creole. Kultivar banana memiliki umbi lebih pendek dan gemuk, tumbuh dengan tandan terbuka pada permukaan tanah. Umbinya terdapat dekat dengan permukaan tanah, maka lebih mudah dipanen. Cara pemanenan dengan alat mekanik pun dapat dilakukan dengan aman. Keuntungan lain dari kultivar ini adalah kecenderungan untuk menjadi akar cerutu sangat kecil sekali, hasil panen lebih tinggi dan kandungan seratnya lebih sedikit, sehingga lebih mudah diolah bila dibandingkan dengan creole. Namun kultivar ini juga memiliki kekurangan yakni kualitas umbi setelah dipanen cepat mengalami penurunan sehingga harus segera diolah paling lambat dalam tempo 48 jam setelah panen. Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang kandungan gizi umbi garut. Menurut Lingga et al (1986) komposisi zat gizi masing-masing kultivar berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh umur tanam dan keadaan tanah tempat tumbuhnya. Komposisi zat gizi umbi garut yang pernah dihasilkan oleh beberapa peneliti ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi dalam umbi garut Umbi garut Komponen Kultivar Banana a (gram) Kultivar Creole a (gram) Umbi Garut b (persen) Karbohidrat : Pati 19,4 21,7 22,7 Serat 0,6 1,3 1,3 Gula Protein 2,2 1 2,2 Lemak 0,1 0,1 0,1 Abu 1,3 1,4 - Air 72 69,1 66,1 Mineral - - 1,6 Sumber : a Kay (1973) ; b Wijana (1995) B. PATI GARUT Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa sebagai produk fotosintesis dalam jangka panjang. Belitz (1999) mengatakan bahwa pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersebar dalam organ tanaman sebagai cadangan makanan. Pati terdapat pada tanaman hijau yang disimpan dalam berbagai tempat : biji (sereal), akar dan rimpang (tapioka, kentang), batang (sagu) dan buah-buahan (pisang) yang semuanya digunakan sebagai makanan (Vail, 1978). Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Kekentalan ini sangat dipengaruhi oleh keasaman air yang digunakan dalam proses pengolahannya (Kay, 1973). Menurut Hodge dan Osman (1976), pati merupakan hasil reaksi antara karbon dari udara (CO 2 ) dengan air dari dalam tanah pada proses fotosintesis dengan menggunakan energi sinar matahari dalam bentuk bahan organik polisakarida. Molekul pati memiliki dua ujung berbeda, yakni ujung non pereduksi dengan gugus OH bebas yang terikat pada atom karbon nomor empat dan ujung pereduksi dengan gugus OH bebas anomerik. Gugus hidroksil dari polimer berantai lurus atau bagian lurus dari struktur berbentuk cabang yang terletak sejajar akan berasosiasi melalui ikatan hidrogen yang mendorong pembentukan kristal pati. Daerah dimana rantai-rantai polimer tersusun secara teratur di dalam molekul pati dinyatakan sebagai daerah kristal. Diantara daerah-daerah teratur tersebut, terdapat susunan rantairantai polimer tidak teratur yang disebut sebagai daerah amorf. Daerah kristal dapat terjadi jika rantai- 4
3
4 Pada umumnya pati yang telah mengalami keseimbangan dalam keadaan atmosfir biasa dapat mengandung 10-17% air. Air diikat oleh pati dalam tiga bentuk, yaitu sebagai kristal, sebagai air yang diabsorpsi atau sebagai air yang berada diantara rongga. Lapisan luar setiap granula pati tersusun secara rapat oleh molekul-molekul pati sehingga sulit ditembus oleh air dingin. Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorphous pada granula pati dapat menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Jika suspensi air dengan pati dipanaskan, molekul-molekul pati akan merenggang sehingga air akan menembus lapisan luar granula yang pada akhirnya menyebabkan pembengkakan granula pati. Proses tersebut akan terjadi ketika temperatur meningkat dari 60 0 C hingga mencapai 85 0 C. Proses tersebut dikenal dengan istilah gelatinisasi. Pada proses gelatinisasi granula-granula pati dapat mengembang hingga volumenya lima kali lebih besar dari volume awal. Ketika ukuran granula tersebut semakin besar, maka campuran pati dengan air akan mengental (Winarno, 1995). Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan ini berfungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula tepatnya gugus hidroksil yang bebas menyerap air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati dengan cepat. Winarno (1997) menambahkan karena jumlah gugus hidroksil dari molekul pati sangat besar maka kemampuan menyerap air juga sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini berada dalam granula dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun (Winarno, 1997). Selain konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh ph larutan. Pembentukan gel optimum pada ph 4 7. Pada ph yang terlalu tinggi pembentukan gel terlalu cepat tetapi cepat juga menurun. Sedangkan bila ph terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun. Menurut Winarno (1997), jika suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Pada awalnya suspensi pati dalam air berwarna keruh seperti susu. Lama-kelamaan pada suhu tertentu suspensi pati akan berwarna jernih, suhu yang terjadi berbeda-beda untuk setiap jenis pati. Winarno (1997) menjelaskan proses masuknya air ke dalam butiran pati pada proses gelatinisasi disebabkan oleh semakin kuatnya energi kinetik molekul-molekul air dibandingkan dengan daya tarik antar molekul di dalam granula pati. Setelah masuk dalam butiran pati, daya serap air menjadi semakin besar dengan semakin besarnya jumlah gugus hidroksil dalam pati. Hal tersebut akan disertai dengan peningkatan viskositas karena air yang pada awalnya berada di luar granula dan bergerak bebas kini berada dalam butiran-butiran pati dan tidak dapat lagi bergerak secara bebas. Kawabata et al. (1984) mengungkapkan bahwa pati garut mengandung amilosa sebesar 19,4% dengan kandungan mineral kalium dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan Swinkels (1984) menyatakan kadar amilosa pati garut sebesar 20% dan amilopektin 80%. Hal ini diperkuat oleh Satin (2001) bahwa kadar amilosa pati garut sebesar 21%, sedangkan kadar amilopektin adalah sebesar 79%. Kandungan pati garut sangat dipengaruhi oleh jenis kultivar, umur panen dan kondisi pertumbuhan tanaman garut. Pada Tabel 2 berikut ini diperlihatkan kandungan gizi dari pati garut. Tabel 2. Kandungan gizi pati garut (per 100 gram) Komposisi Gizi Kandungan Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) 355,00 0,70 0,20 85,20 8,00 22,00 6
5 Besi (mg) Vitamin B 1 (mg) Kadar air (%) Bahan yang dapat dimakan (%) Sumber : Wijana et al.,(1995) 1,50 0,09 13,60 100,00 Kay (1973) mengungkapkan bahwa pati garut yang berkualitas komersial di St. Vincent adalah pati garut yang putih dan bersih, dengan kadar air tidak lebih dari 18,5 %, kadar abu dan kadar serat rendah, ph antara 4,5-7 serta viskositas maksimum antara Brabender Unit (BU), sedangkan Brautlecht (1953) menyatakan bahwa pati garut komersial mengandung % pati, kadar air % dan bahan pengotor berupa protein dan serat sekitar 2 % dengan ukuran granula relatif besar dan berbentuk oval. Pati garut memiliki sifat-sifat yang mudah larut dalam air dan mudah dicerna sehingga sangat cocok digunakan untuk bahan makanan bayi dan orang sakit, granula pati berbentuk oval dengan ukuran antara mikron, suhu awal gelatinisasi sebesar 70 0 C, mudah mengembang jika terkena air panas dengan daya mengembang 45% (Pudjiono, 1998). Hal itu juga dikatakan oleh Kay (1973) bahwa kegunaan penting dari pati garut adalan sebagai bahan makanan bagi orang sakit atau bayi seperti dalam bentuk biskuit, kue atau puding. C. SIKLODEKSTRIN Penggunaan pati sebagai salah satu bahan baku industri sudah sangat luas, terutama industri pangan. Namun penggunaan pati dalam dunia industri, termasuk industri pangan, masih dibatasi oleh sifat yang dimilikinya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menghasilkan pati yang termodifikasi untuk pemanfaatan pati yang lebih luas. Glicksman (1969) mengemukakan pati termodifikasi sebagai pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat berupa penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul. Pati termodifikasi memiliki kemampuan mengikat air yang jauh lebih banyak dari pati alami, serta mempunyai sifat rekat yang besar. Oleh karenanya penggunaan pati termodifikasi untuk pengental atau perekat akan jauh lebih sedikit daripada menggunakan pati alami. Siklodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang dihasilkan secara biokimiawi oleh enzim siklodekstrin glikosiltransferase (CGTase). Kainuma (1984) mendefinisikan siklodekstrin sebagai oligosakarida non reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6, 7 dan 8 monomer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Berdasarkan monomer glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin dibedakan menjadi α-siklodekstrin dengan 6 monomer glukosa, β- siklodekstrin dengan 7 monomer glukosa dan ϒ-siklodekstrin dengan 8 monomer glukosa (Komiyama, 1984). Kitahata (1988) menyatakan bahwa jenis siklodekstrin diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu α-siklodekstrin, β-siklodekstrin, dan ϒ-siklodekstrin. Ke tiga produk tersebut dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri. Bacillus macerans adalah golongan bakteri penghasil enzim yang memproduksi siloheptaamilase (β-siklodekstrin) sedangkan ϒ-siklodekstrin dihasilkan oleh Bacillus sp. Siklodekstrin memiliki struktur molekul yang siklik berbentuk torus seperti kue donat. Charoenlap (2004) menyatakan bahwa siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar yang bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, siklodekstrin dapat mengikat senyawa organik yang bersifat hidrofobik dan dapat membantu kelarutan dalam air. Sifat molekul siklodekstrin tersebut menyebabkan siklodekstrin memiliki kemampuan membentuk kompleks inklusi dengan berbagai variasi molekul yang lain seperti asam lemak, vitamin, flavor dan lain sebagainya yang ditangkap oleh bagian dalam rongga (Otero, 1991). Komiyama dan Bender (1984) mengatakan 7
6
7 Jenis CD Ukuran Molekul (A 0 ) Kelarutan Unit Berat (Air) 25 0 [α] D 20 Diameter C Glukosa Molekul Tinggi (H (g/100 ml) 2 O. 1%) Dalam Luar α ,7 13,7 7 14, β ,8 15,3 7 1,85 162,5 0 ϒ ,5 16,9 7 23,20 117,4 0 Parameter α β ϒ Jumlah unit glukosa Berat molekul [g/mol] Kelarutan dalam air pada suhu ruang [g/100ml] 14,5 1,85 23,2 [α] D pada suhu 25 0 C [ 0 C] 150±0,5 162,5±0,5 177,4±0,5 Diameter rongga [pm] Ketinggian torus [pm] 790±10 790±10 790±10 Diameter luar [pm] 1460± ± ±40 Perkiraan volume rongga (10 6 pm 3 ) Perkiraan volume rongga pada mol siklodekstrin [ml] Perkiraan rongga pada 1g siklodekstrin [ml] 0,10 0,14 0,20
8 Hidrolisis olen enzim α-amilase dari Aspergilus oryzae Diabaikan Rendah Cepat Entalpi larutan, DH 0 [kj mol -1 ] 32,1 34,8 32,4 Entropi larutan, DS 0 [JK -1 mol -1 ] 57, ,5 Sumber : Madsen (2000) Whistler et al., (1984) mengatakan bahwa produk siklodekstrin dipengaruhi oleh jumlah dalam pati. Siklodekstrin akan lebih banyak dihasilkan jika pati yang digunakan lebih banyak mengandung fraksi amilosa daripada fraksi amilopektin. Lee dan Kim (1991) mengatakan bahwa untuk meningkatkan konversi pati menjadi siklodekstrin dapat dilakukan dengan rekayasa genetik (teknik manipulasi gen) dan penambahan pelarut organik. Pelarut organik yang dapat digunakan seperti toluena, dekana, etanol, isopropanol, dan propanol. Meskipun demikian penggunaan siklodekstrin umumnya diperuntukkan untuk makanan, kosmetik, dan farmasi. Pembentukan siklodekstrin dari pati menggunakan enzim CGTase dari B. Circulan var alkalophilus yang ditambahkan dengan etanol menyebabkan peningkatan produk β-siklodekstrin dan α-siklodekstrin, sedangkan β-siklodekstrin secara perlahan-lahan menurun dengan peningkatan konsentrasi etanol (Mattson et al., 1991). Peningkatan produk siklodekstrin dengan penambahan pelarut organik akan menurunkan kompleks inklusi siklodekstrin dengan CGTase, karena kompleks dengan CGTase menghambat produksi siklodekstrin. Selain dengan pelarut organik, produksi siklodekstrin juga dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan, polipropilen glikol (PPG) dan polietilen glikol (PEG). Pada awalnya produk siklodekstrin belum banyak dimanfaatkan untuk keperluan makanan, karena harga jual yang dimilikinya cukup tinggi dengan produksi yang masih terbatas serta enzim ongkos produksi yang tergolong tinggi. Namun seiring dengan perkembangan zaman siklodekstrin telah diproduksi secara industri walaupun di Indonesia sendiri belum terdapat industri yang memproduksi siklodekstrin. Penggunaan siklodekstrin pada industri makanan yaitu : 1. Mengontrol pengeluaran flavor Siklodekstrin dapat menstabilkan bahan-bahan volatil (mudah menguap) sehingga tidak terjadi pelepasan flavor yang prematur pada proses pengolahan pangan. Dengan demikian, secara tidak langsung siklodekstrin dapat mengontrol pengeluaran flavor. 2. Menghilangkan odor dan rasa (citarasa) yang tidak disukai Siklodekstrin dapat mengurangi atau menghilangkan bau berbagai produk seperti ikan, daging kambing, bawang putih, ekstrak khamir, susu kedelai, lesitin dan beras lama. Siklodekstrin dapat juga menutupi rasa pahit dari jus buah jeruk dan anggur. Penutupan bau dan rasa yang tidak diinginkan bersifat efektif pada suhu rendah dan konsentrasi siklodekstrin yang tinggi. 3. Meningkatkan kestabilan emulsi Siklodekstrin dapat menstabilkan emulsi dari minyak lemak, sehingga siklodekstrin dapat digunakan pada berbagai macam produk seperti salad, mayonaise telur, dan berbagai produk lainnya yang mengaplikasikan emulsi minyak dan air. Menurut Pszezola (1988) bahwa penambahan 1-3% β-siklodekstrin dapat menstabilkan emulsi pada mayonaise yang terbuat dari minyak makan. 4. Meningkatkan kekuatan pembusaan Volume busa putih telur dapat ditingkatkan dengan menambahkan siklodekstrin. 5. Mengontrol warna Zat warna alami seperti karatenoid dan flavoroid dapat distabilkan dengan kompleks siklodekstrin. Warna dapat diubah melalui proses kompleks siklodekstrin. Siklodekstrin dalam pemanfaatannya dapat digunakan juga sebagai pelindung makanan dari proses oksidasi, reaksi akibat cahaya, dekomposisi panas, dan pengurangan kadar air akibat evaporasi. Kompleks kristal tersebut bersifat stabil, sehingga mampu meningkatkan kondisi proses penanganan dan penyimpanan produk. Selain itu kompleks siklodekstrin juga dapat digunakan untuk menyiapkan formulasi minuman ringan yang cepat, pengalengan produk sitrun, dan rebung yang dikalengkan. 10
9 Pada produk daging siklodekstrin dapat digunakan meningkatkan kadar air yang tinggal dan memperbaiki tekstur serta dapat digunakan pada pembuatan saos. Otero et al., (1991) mengatakan bahwa selain untuk industri pangan, siklodekstrin juga dapat digunakan pada industri kosmetika, pestisida, farmasi dan digunakan pada beberapa proses yang melibatkan sel, stimulan pada produksi antibiotika dan meningkatkan produksi vaksin. Siklodekstrin dapat dimodifikasi secara kimiawi untuk keperluan yang lebih khusus. Siklodekstrin dapat dikembangkan dengan sifat yang berbeda dengan sifat awalnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengganti beberapa gugus hidroksil pada tepi-tepi molekul siklodekstrin (Pszezola, 1988). D. ENZIM CGTase (Cyclodextrin Glycosil Transferase) Siklodekstrin glikosiltransferase (EC CGTase) merupakan katalisator konversi pati menjadi siklodekstrin dengan transglikosilasi intramolekul (reaksi siklisasi). Enzim CGTase digolongkan ke dalam enzim transferase (CGTase, EC ), berperan dalam sintesis atau siklisasi dekstrin membentuk siklodekstrin dan mengkatalis pemindahan glikosil sehingga enzim tersebut digolongkan ke dalam enzim transferase (Kitahata, 1988). Menurut Kitahata (1988) CGTase dapat mengkatalisis tiga jenis reaksi yaitu : 1. Transglikosilasi intramolekul Transglikosilasi intramolekul adalah pemindahan gugus glukosil pada satu molekul di kedua ujung. Pembentukan siklik (siklodekstrin) dari maltooligosakarida rantai lurus untuk jumlah glukosil lebih dari 6 (maltoheksosa. G6) dilakukan proses transglikosilasi intramolekul dengan menggunakan bagian luar dari ikatan α-1,4 glikosida pada gula non pereduksi. Pati (α, β, ϒ)-siklodekstrin 2. Transglikosilasi intermolekul Transglikosilasi intermolekul adalah pemindahan gugus glukosa pada satu molekul dengan molekul lain. Molekul tersebut dapat sejenis (maltosa dengan maltosa) atau berbeda jenis (maltosa dengan maltriosa, siklodekstrin dengan maltosa), salah satu molekul berperan sebagai aseptor. Aseptor yang paling efektif pada aksi transfer intermolekul oleh CGTase adalah tipe piranisol yang sama konfigurasinya dengan glukopiranosa yaitu yang mempunyai gugus OH (hidroksil) bebas pada C2-, C3- dan C4- seperti sorbose dan sukrosa. Dengan adanya aseptor yang cocok seperti glukosa atau sukrosa, pada residu glukosil yang ditransfer dari α-1,4-glukan atau siklodekstrin ke aseptor melalui reaksi perangkaian (coupling reaction) atau reaksi disproposionasi. Pati + Sukrosa (sebagai aseptor) Maltooligosil-sukrosa 3. Reaksi hidrolisis pati Reaksi hidrolisis pati adalah kemampuan untuk memecah ikatan α-d-1,4-glikosida pada suatu ikatan. Rantai panjang glikosida dilakukan secara acak, CGTase dapat melakukan aktivitas hidrolisis pada pati dan siklodekstrin yang akan menghasilkan hidrolisat berupa beberapa maltooligosakarida. Pati CGTase Maltooligosakarida Hidrolisis Siklodekstrin Adanya transglikosilasi ini dapat memberikan sifat yang baru dari senyawa yang diglikosilasi, sebagai contoh glikosil asam askorbat akan stabil terhadap oksidasi, disebabkan oleh glikosilasi pada C2-OH dari asam askorbat. Transglikosilasi terhadap D-laktosa yang banyak 11
10
11 pada ph 6,0-6,5 dengan suhu 60 0 C (Kainuma, 1984). Lee et al. (1992) mengatakan bahwa aktivitas optimum CGTase adalah antara ph 5,5-7,5 dengan suhu 60 0 C. Kitahata (1988) menjelaskan bahwa di dalam suatu media dengan sumber karbon adalah pati dengan fraksi amilosa dan amilopektin (tanpa aseptor), CGTase hanya akan mengkatalisis reaksi pembentukan siklodekstrin (siklisasi). Sebaliknya jika di dalam media juga terdapat G2 (maltosa) dan G3 (maltriosa), maka CGTase akan mengkatalisis transglikosasi intermolekul G2 dan G3 membentuk maltooligosakarida, selanjutnya siklodekstrin diproduksi dari maltooligosakarida. Sikodekstrin yang dihasilkan dari G2 dan G3 pada waktu tertentu dapat berkurang kembali, hal tersebut dikarenakan sifat dari G2 dan G3 sebagai aseptor menyebabkan siklodekstrin terdokomposisi. E. ENZIM PENGHIDROLISIS (α-amilase) Enzim adalah molekul biopolimer yang merupakan protein, tersusun atas serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang tetap dan teratur. Di dalam sel enzim memegang peranan dalam berbagai reaksi biokimia. Salah satunya diantaranya adalah enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati, glikogen dan turunan polisakarida dengan jalan memecah rantai ikatan α-1,4 glikosidik. Berdasarkan bagian rantai yang diserang, amilase dapat dipisahkan ke dalam tiga grup. Pertama, α-amilase yang memecah ikatan di bagian dalam substrat sehingga disebut endoamilase. Kedua, β-amilase yang menghidrolisis unit paling ujung dari substrat. Ketiga, glukoamilase yang memecah unit glukosa yang ikatannya belum tereduksi (Kulp, 1975). Enzim α-amilase dikenal dengan nama dextrogenic amylase karena hasil utama dari hidrolisisnya terhadap pati adalah dekstrin (Meyer, 1973). Enzim α-amilase akan menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik yang terdapat di dalam rantai amilosa dan amilopektin meskipun tidak dapat memecah ikatan α-1,6 glikosidik yang terdapat di dalam polimer bercabang (Fogarty, 1983). Mikroba yang sudah umum digunakan untuk menghasilkan enzim amilase adalah bakteri Bacillus dan kapang Aspergillus. Kedua mikroba dari genus tersebut mensekresikan beberapa enzim ekstraselular dalam jumlah yang relatif besar. Enzim amilase merupakan enzim ekstraselular, yaitu enzim yang dihasilkan dihasilkan didalam sel tetapi dikeluarkan ke medium fermentasi untuk membantu kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu untuk mengisolasi bakteri yang memproduksi enzim tertentu, diperlukan substrat yang dapat menginduksi produksi enzim tersebut oleh sel bakteri. Enzim jenis ini cocok diproduksi dalam skala besar karena dihasilkan dalam jumlah relatif banyak serta tidak terlalu sulit metode ekstraksinya. Enzim α-amilase yang berasal dari bakteri memiliki berat molekul 96,900 untuk bentuk kristal. Walaupun demikian, ada dua fraksi yang diperoleh dari filtrasi gel (Sephadex), yaitu satu komponen yang bergerak lebih cepat memiliki berat molekul dan komponen yang lebih lambat dengan berat molekul Fraksi yang memiliki berat molekul adalah monomer α- amilase. Komposisi enzim α-amilase juga dipengaruhi oleh asal enzim tersebut. Perbedaan komposisi dan struktur molekul α-amilase akan membedakan pola kerja dan sifat-sifat fisiko kimia enzim tersebut. Pengukuran aktivitas α-amilase ditentukan dengan mengukur hasil degradasi pati, biasanya dari penurunan kadar pati yang terlarut atau dari kadar dekstrin dengan menggunakan substrat jenuh. Pemanfaatan substrat dapat diukur dengan pengurangan derajat pewarnaan yodium terhadap substrat. Bila dekstrin bereaksi terhadap yodium akan membentuk kompleks berwarna coklat. Selain itu, pengukuran aktivitas α-amilase juga dapat dilakukan dengan cara pengukuran viskositas dan jumlah pereduksi yang terbentuk (Winarno, 1983). Aktivitas enzim α-amilase terhadap sifat substrat berturutturut adalah penurunan kekentalan, kenaikan grup-grup yang direduksi, perubahan sifat pengikatan substrat terhadap yodium dan merupakan rotasi optik. Aktivitas α-amilase digambarkan sebagai likufikasi, sakarifikasi, dan pembentukan dekstrin. Endoamilase yang penting dalam industri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Pertama α-amilase thermostabil, terutama digunakan untuk proses 13
12
13 F. PENINGKATAN SKALA (SCALE-UP) Definisi scale-up atau peningkatan skala merupakan tindakan menggunakan hasil yang diperoleh dari laboratorium untuk mendesain prototype dan proses sebuah pilot plant untuk merancang dan membangun pabrik skala penuh atau memodifikasi pabrik yang sudah ada (Hulbert, 1998). Langkah pertama dalam pengembangan sebuah produk pangan baru adalah mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat produk. Dalam beberapa kasus, terdapat banyak produk yang telah diproduksi pada skala kecil dan para pengusaha menginginkan untuk memperbesar skala proses untuk menyediakan jumlah produksi yang lebih besar. Salah satu perangkat yang berguna dalam hal ini adalah pengembangan diagram aliran proses. Diagram ini menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang dibutuhkan pada setiap tahapan proses. Kebutuhan peralatan ditunjukkan secara skematis pada diagram yang berguna bagi para ahli teknik dalam menghitung biaya dan menyeleksi serta mengukur peralatan untuk proses (Hulbert, 1998). Langkah kedua adalah memecahkan masalah yang masih terdapat dalam proses peningkatan skala. Kebutuhan ini memerlukan uji coba terhadap peralatan penting di dalam laboratorium pilot plant. Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, scale-up merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan-percobaan yang bersifat kontinyu. Percoban-percobaan ini dibutuhkan untuk menentukan parameter optimum untuk skala besar dan untuk menentukan desain peralatan yang dimodifikasi. Selain itu, percobaan juga dilakukan karena di dalam produk pangan sendiri terdapat interaksi kimia dan fisik yang bersifat kompleks (Scott, 2007). Oleh karena itu, pengetahuan dasar tentang interaksi kimia fisik diantara komponen produk penting untuk dipahami. Apabila tidak diperhatikan sifat kimia dan fisik, kemungkinan besar akan terjadi kerusakan produk terutama pada formulasi yang digunakan. Beberapa peralatan akan membantu dalam penentuan ukuran dan ciri-ciri peralatan yang dibutuhkan atau spesifikasi alat yang akan menjadi referensi untuk pembelian alat (Hulbert, 1998). Untuk dapat melakukan peningkatan skala perlu adanya pengembangan produk dan servis yang terintegrasi. Diantaranya yaitu pengembangan produk (sumber dan formulasinya), menguji unit operasi, mengembangkan kinerja kerja dari spesifikasi alat, dan menentukan titik kritis proses. Produk pangan yang ditingkatkan skalanya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma dan penampakan visual. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi menghasilkan produk yang menyerupai produk aslinya (Scott, 2007). Proses peningkatan skala membutuhkan kekuatan analisis dalam menentukan langkahlangkah yang akan dilakukan. Beberapa analisis tersebut diantaranya analisis terhadap kondisi operasi, kondisi desain dan proses optimum. Metode untuk melakukan proses peralihan akan dikembangkan dan diujicobakan sebagai kerja praktek. Data dan info-info yang berhubungan lainnya akan berguna untuk ketelitian proses yang dilakukan dalam skala pilot plant (Scott, 2007). Tahap pilot plant merupakan tahap pertengahan penelitian atau pembuatan produk sebelum masuk ke dalam produksi lebih besar. Tahap pilot plant ini merupakan jembatan yang dapat membantu produksi skala besar karena skala produksi besar terlalu sulit dilakukan apabila mendesain proses mulai dari skala laboratorium. Tahap pilot plant dapat mengevaluasi hasil dari laboratorium dalam pembuatan produk, mengkoreksi dan mengembangkan proses. Selain itu, tahap pilot plant juga dapat menyediakan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam pengembangan proses skala besar (Harper, 2007). 15
14 G. PROSES PENCAMPURAN (MIXING) 1. Pencampuran dan pengadukan Menurut McCabe et al. (1985), keberhasilan operasi suatu proses pengolahan sering bergantung pada efektifnya pengadukan dan pencampuran zat cair. Istilah pengadukan dan pencampuran berbeda satu sama lain. Pengadukan (agitation) menunjukkan gerakan yang terinduksi menurut cara tertentu pada suatu bahan di dalam bejana, dimana gerakan itu biasanya mempunyai semacam pola sirkulasi. Untuk meningkatkan proses pencampuran umumnya diperlukan adanya pengadukan. Menurut McCabe et al. (1985), tujuan pengadukan antara lain ialah : 1. Untuk membuat suspensi partikel zat padat 2. Untuk meramu zat cair yang mampu bercampur (miscible) 3. Untuk menyebarkan dispersi gas di dalam zat cair dalam bentuk gelembung-gelembung kecil. 4. Untuk menyebarkan zat cair yang tidak dapat bercampur dengan zat cair lain, sehingga membentuk emulsi atau suspensi butiran-butiran halus. 5. Untuk mempercepat perpindahan kalor antara zat cair dengan kumparan atau mantel kalor. Pencampuran (mixing), di lain pihak adalah peristiwa menyebarkan bahan-bahan secara acak, dimana bahan yang menyebar ke dalam bahan yang lain dan sebaliknya, sedang bahanbahan itu sebelumnya terpisah dalam dua fase atau lebih. Selanjutnya menurut Bhatia et al. (1992), proses mixing dapat dikategorikan menjadi proses suspensi, dispersi, emulsi, blending, dan pemompaan. Tabel 5 menunjukkan kategori kelas proses pencampuran secara lengkap. Tabel 5. Kelas proses pencampuran (Mixing) Proses Fisik Kelas Proses Kimiawi Suspensi Liquid-solid Pelarutan Dispersi Liquid-gas Absorpsi Emulsi Immiscible liquids Ekstraksi Blending Miscible liquids Reaksi Pemompaan Fluid motion Tranfer panas Sumber : Bhatia et al. (1992). 2. Impeller Menurut McCabe et al. (1985), ada dua macam impeller pengaduk : jenis pertama membangkitkan arus sejajar dengan poros impeller, dan yang kedua membangkitkan arus pada arah tangensial atau radial. Impeller jenis pertama disebut impeller aliran-aksial (axial-flow impeller), sedang yang kedua, impeller aliran radial (radial-flow impeller). Dari segi bentuknya, ada tiga jenis impeller yaitu propeller (baling-baling), dayung (paddle), dan turbin. Dari jenisjenis impeller tersebut, umumnya impeller turbin lebih efektif untuk jangkauan viskositas yang cukup luas. Impeller turbin pada cairan berviskositas rendah akan menimbulkan arus yang sangat deras yang berlangsung di keseluruhan bejana, mencapai kantong-kantong yang stagnan dan merusaknya. 3. Rancangan Scale-Up Tangki Pencampuran Menurut McCabe et al. (1985), dalam peningkatan skala atau scale-up, para perancang bejana aduk biasanya mempunyai pilihan yang luas mengenai impeller yang akan dipakai dan 16
15 penempatannya, demikian pula mengenai perbandingan ukuran tangki/ bejana. Setiap keputusan mengenai pilihan itu berpengaruh langsung pada laju sirkulasi zat cair, pola kecepatan, dan daya yang digunakan. Akan tetapi tidak selalu mudah membuat tangki/ bejana besar yang secara geometrik serupa dengan bejana kecil. Disamping itu, walaupun bisa didapatkan keserupaan geometrik, keserupaan dinamik dan kinematik mungkin tidak bisa dicapai, sehingga hasil pada skala besar tidak selalu bisa diramalkan. Suatu pertimbangan yang sangat penting dalam merancang bejana atau tangki pencampuran adalah kebutuhan daya untuk mendorong impeller. Sebagai titik tolak rancangan tangki pencampuran pada skala besar, dapat digunakan rasio tangki pencampuran dengan impeller. Menurut McCabe et al. (1985), untuk menaksir daya yang diperlukan untuk memutar impeller pada kecepatan tertentu, diperlukan suatu korelasi empirik mengenai daya yaitu angka daya (N p ). Dua alat pencampur yang mempunyai perbandingan geometri yang sama seluruhnya, tetapi berbeda ukuran, akan mempunyai faktor-faktor bentuk yang identik. Tabel 6. Beberapa parameter dalam proses pencampuran Parameter Kesetaraan Rumus Bilangan aliran (flow number) Bilangan daya (power number) Bilangan Reynolds (Reynolds number) Bilangan Froude (Froude number) Rasio penting pada bejana dengan impeller yaitu faktor-faktor S 1 = D a /D t, S 2 = E/ D a, S 3 = L/ D a, S 4 = W/ D a, S 5 = J/ D t, dan S 6 = H/ D t. Faktor-faktor tersebut dapat digunakan untuk meramalkan besarnya daya yang dibutuhkan impeller sesuai dengan ukuran tangki/ bejana pencampuran. Besarnya kebutuhan daya untuk mendorong impeller pada tangki pencampuran dapat diketahui dengan menggunakan kurva pada grafik hubungan N p vs N Re. 17
16 Tabel 7. Konsumsi Tenaga Pengaduk Gambar 10. Konsumsi tenaga dari berbagai tipe impeller sebagai fungsi dari Po terhadap bilangan Reynold. Kurva hubungan (bilangan power) Np vs NRe (bilangan Reynold) untuk tangki pencampuran dengan berbagai tipe impeller (Aiba, 1973). Selanjutnya untuk menentukan kecepatan impeller pada peningkatan skala maupun penurunan skala, maka digunakan persamaan Wang et al. (1978). Sedangkan untuk menghitung lamanya waktu pencampuran pada peningkatan dan penurunaan skala, maka digunakan persamaan McCabe et al. (1985). 18
17 H. ANALISIS DIMENSIONAL Banyak permasalahan teknik penting yang tidak dapat diselesaikan secara lengkap dengan menggunakan teori maupun metode matematika. Permasalahan ini biasanya berhubungan dengan aliran fluida, aliran panas, dan proses difusi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dimana persamaan matematika tidak dapat diturunkan lagi adalah dengan menggunakan data percobaan secara empiris (McCabe, 1993). Dalam melakukan peningkatan skala pada suatu tahapan proses, seringkali kita harus menganalisis berbagai angka yang mempunyai dimensi berbeda-beda seperti panjang, putaran, waktu, dan sebagainya. Permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam peningkatan skala pun akan berupa angka yang mempunyai dimensi tertentu, seperti diameter reaktor maupun tenaga. Oleh karena itu, peningkatan skala dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode yang dikenal dengan istilah analisis dimensional. Metode ini menggunakan gugus nirmata (tidak berdimensi) sebagai parameter dalam rancang bangun bioreaktor yang dijaga tetap selama peningkatan skala (Loebel, 1978). Dimensi besaran fisis diwakili dengan simbol, misalnya M, L, T yang mewakili massa, panjang dan waktu. Satuan dan dimensi suatu variabel fisika adalah dua hal berbeda. Satuan besaran fisis didefinisikan dengan perjanjian, berhubungan dengan standar tertentu (besaran panjang dapat memiliki satuan meter, kaki, inci, mil, ataupun mikrometer), namun dimensi besaran panjang hanya satu, yaitu L. Dua satuan yang berbeda dapat dikonversikan satu sama lain (1 m = 39,37 in; angka 39,37 ini disebut sebagai faktor konversi), sementara tidak ada faktor konversi antar lambang dimensi. Tabel 8. Dimensi dan satuan tujuh besaran dalam sistem SI Besaran dasar Dimensi Satuan SI Massa M kg Panjang L m Waktu T s Suhu Ɵ K Arus listrik E A Intensitas cahaya I Cd Jumlah zat A mol I. ANALISA FINANSIAL Sutojo (1983) dan Kadariah et al. (1999) menyebutkan bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik dilakukan atas aspek-aspek tertentu, yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek pemasaran, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Umar (2005) manambahkan bahwa kajian terhadap keadaan dan proses suatu pabrik juga memerlukan analisis terhadap aspek lingkungan, aspek legalitas, dan aspek sosial dan ekonomi. Aspek-aspek tersebut biasanya dianalisis dengan teknik-teknik tertentu dengan mempertimbangkan manfaat bagi indutri tersebut. Dalam penelitian ini hanya akan dikaji mengenai aspek finansial. Oleh karena itu akan lebih dititikberatkan pada finansial pembuatan usaha siklodekstrin. Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu, juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin, 1984). Aspek finansial dilakukan setelah selesai evaluasi aspek lainnya dalam rencana investasi proyek selesai dilaksanakan. Analisis finansial adalah perbandingan antara pengeluaran dengan 19
18 pemasukan suatu proyek dengan melihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut memberikan sumbangan atau rencana yang positif dalam pembangunan ekonomi nasional (Kadariah et al,. 1978). Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur pemodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi meliputi pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai aset tetap, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek. Biaya kerja meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik, dan lain-lain), biaya administrasi, biaya pemasaran, dan penyusutan. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Modal investasi dalam analisis finansial dibagi menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal kerja. Modal tetap dipergunakan antara lain untuk pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek, serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri (Sutojo, 1996). Untuk menghindari salah perhitungan karena timbulnya hal-hal yang tidak dapat diduga sebelumnya, maka ditambahkan biaya lain-lain atau biaya yang biasa disebut dengan biaya kontingensi. Nilai yang lazim digunakan dalam menghitung biaya kontingensi adalah sebesar 10% (Sutojo, 1996). Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Menurut De Garmo et al. (1994), metode yang sering digunakan adalah metode garis lurus dimana perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan secara konstan selama umur pemakaian. Menurut Gray et al. (1993) untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan sebagai kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas. Selain itu, diperlukan perhitungan biaya investasi dan kebutuhan modal kerja (Behrens dan Hawranek, 1991). 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir
Lebih terperinciPEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN. Oleh: WAHYU BUDI SATYO F
PEMANFAATAN PATI GARUT KULTIVAR CREOLE SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES PRODUKSI SIKLODEKSTRIN Oleh: WAHYU BUDI SATYO F03498017 2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Sesungguhnya
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciKARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN
KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.
Lebih terperinciPEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI
PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong
Lebih terperinciEkstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)
Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi
Lebih terperinciPENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :
PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI Oleh : PRAPTI AKHIRININGSIH NPM : 0533010001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.
12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar
Lebih terperinciKARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126
Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Pokok Bahasan : Karbohidrat Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian karbohidrat : hasil dari fotosintesis CO 2 dengan
Lebih terperincimembantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis gula yang terjadi belakangan ini mengakibatkan konsumsi pemanis selalu melampaui produksi dalam negeri, sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pemanis dari luar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nangka merupakan salah satu buah tropis yang keberadaannya tidak mengenal musim. Di Indonesia, pohon nangka dapat tumbuh hampir di setiap daerah. Menurut Kementerian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR
II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.
2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu
Lebih terperinciKARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n
KARBOHIDRAT Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Februari 2010 Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n Karbohidrat meliputi sebagian zat-zat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati
1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN Analisa Sensori
4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini
Lebih terperinci2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran
2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena
Lebih terperinciPERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS. Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRAK
Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa (Luluk Edahwati) 1 PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur
Lebih terperinciPEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU
PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan
Lebih terperinciPAPER BIOKIMIA PANGAN
PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya
Lebih terperinciPOLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi
POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil misalnya kopra yang
Lebih terperinciBIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT
BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT 1 Karbohidrat Karbohidrat adalah biomolekul yang paling banyak terdapat di alam. Setiap tahunnya diperkirakan kira-kira 100 milyar ton CO2 dan H2O diubah kedalam molekul selulosa
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat
Lebih terperinciBAB III METODE PELAKSANAAN
BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan dari Tape Ketan Beta karoten ini akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2015 pukul 09.00-17.00 di Jln. Gombang alas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciKARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5
KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK n KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5 SK dan KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar Menjelaskan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN
LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN DI SUSUN OLEH KELOMPOK : VI (enam) Ivan sidabutar (1107035727) Rahmat kamarullah (1107035706) Rita purianim (1107035609) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak
Lebih terperinci2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman.
26 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta) Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah dengan suhu antara 25 o C-29 o C dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana
Lebih terperinciPabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim
Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim disusun oleh : Rizky Destya R 2309 030 008 Vivi Dwie Suaidah 2309 030 082 Pembimbing : Ir.Agung Subyakto, M.S. D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciPupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat maupun hasil panennya, misalnya budidaya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras
Lebih terperinciANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM
ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciPEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO
PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO Rahardyan Dina Natalia(L2C307052) dan Sulvia Parjuningtyas(L2C307061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu proses pengolahan sering amat bergantung pada efektivnya pengadukan dan pencampuran zat cair dalam prose situ. Pengadukan (agitation) menunjukkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KANDUNGAN AMILOSA PADA PATI PALMA Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri atas dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Selain kedua fraksi tersebut
Lebih terperinciProses Pembuatan Madu
MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses produksi baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau proses produksi baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan dan sebagainya. Limbah berdasarkan
Lebih terperinciKARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK
KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK Kimia SMK KELAS XII SEMESTER 2 SMKN 7 BANDUNG SK DAN KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon
I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari
Lebih terperinciPEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :
PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : 0533310039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS
Lebih terperinciTEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan
TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat
Lebih terperinciGambar 1. Beberapa varietas talas Bogor
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim amilase termasuk dalam enzim amilolitik yaitu enzim yang dapat mengurai pati menjadi molekul-molekul penyusunnya. Amilase merupakan salah satu enzim yang sangat
Lebih terperinciPenggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri
Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas
Lebih terperinciBAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.
BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. Maizena Awal Akhir 2. Gelatinasi Pati Suspesni Sel Panas Sel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinci