BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Sapi Potong Yasin (2013), menyatakan bahwa keberadaan ternak ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam pengembangan kawasan karena ternak ini selain berfungsi sebagai ternak pedaging dan susu perah juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah lahan pertanian serta sebagai sumber pupuk organik. Disamping itu pemeliharaannya sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber dari rerumputan. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha menguntungkan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit dan penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana, 2009). Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu : 1) budi daya ternak sapi potong relatif tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang

2 berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3) produksi sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan dapat membuka lapangan pekerjaan. Pemeliharaan ternak sapi umumnya akan disesuaikan dengan tujuan para peternak dalam usaha yang dilakukan. Apabila tujuan pemeliharaan akan disesuaikan dengan dua hasil atau lebih, maka dipilih ternak sapi tipe dwi guna. Sebagai contoh, untuk mengkombinasikan sumber protein hewani maka tujuan menghasilkan susu dan daging sekaligus dapat diperoleh melalui pemeliharaan sapi tipe dwi guna (Santosa, 2003). 2.2 Peranan Usaha Peternakan Usaha peternakan merupakan suatu proses pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Proses teknologi dan inovasi tersebut mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dari sisi penawaran agregat, sedangkan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi mempengaruhi struktur ekonomi dari sisi permintaan agregat. Hasanuddin (1993) dalam Saragih (1997) menyatakan bahwa usaha peternakan rumah tangga merupakan usaha masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui kegiatan produksi berskala kecil dan dalam kegiatannya memanfaatkan semua sumber daya dan faktor-faktor produksi yang tersendiri dengan modal kecil dan teknologi sederhana.

3 Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani di pedesaan pada umumnya masih bersifat tradisional, usaha memanfaatkan ternak dengan cara yang statis menurut tradisi turun temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi. Kehadiran ternak dalam kehidupan petani merupakan peluang dalam memanfaatkan hasil ikutan usaha tani. Disamping itu tenaga kerja dan waktu dari anggota keluarga dapat dimanfaatkan. Peranan sub-sektor peternakan dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu peranan langsung dan peranan tidak langsung. Dimana peranan langsung sub sektor peternakan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja melalui peningkatan produksi peternakan berupa daging, secara langsung akan berpengaruh terhadap pendapatan petani peternak baik dalam bentuk usaha sampingan maupun sebagai usaha pokoknya. Oleh karena itu apabila pengembangan produktivitas peternakan dapat ditingkatkan maka secara langsung jumlah tenaga kerja yang terserap akan bertambah. Dengan kata lain usaha tani ternak merupakan salah satu alternatif pemecahan lapangan kerja di pedesaan. Kemudian peranan sub sektor peternakan secara tidak langsung dapat menggerakkan kegiatan perekonomian sektor pertanian lainnya, karena output (produksi) dari sektor tersebut merupakan input (faktor produksi) bagi sub sektor peternakan seperti bahan baku pakan ternak dan limbah pertanian lainnya. Disamping itu peranan tidak langsung lainnya dapat berupa penyediaan bahan baku bagi sektor industri lainnya seperti yang berasal dari industri bibit ternak, pakan ternak dan obat-obatan ternak yang merupakan faktor produksi (input) bagi sub sektor peternakan.

4 2.3 Faktor Produksi Menurut Sukartawi (1994) Istilah faktor produksi sering pula disebut dengan korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut dengan input. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan kualitasnya perlu di ketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan factor relationship (FR). Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburanya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya; b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidak pastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya. Dalam produksi pertanian (Mubyarto,1995 ), produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktorfaktor produksi itu salah satu produksi lain dianggap tidak tetap (variabel) sedangkan faktor-faktor lainnya dianggap konstan.

5 Faktor-faktor produksi minimal yang umumnya ada dalam setiap kegiatan usaha pada sektor pertanian yang bertujuan untuk menghasilkan produk adalah : 1. Lahan Pertanian, Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk di usahakan usaha tani misalnya; tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu di usahakan untuk pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari pada lahan pertanian. 2. Tenaga Kerja, Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. 3. Modal, Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal variabel. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukan dalam kategori modal tetap yang dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini tarjadi dalam waktu yang relatif pendek (Short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sementara yang dimaksud dengan modal tidak tetap adalah modal yang habis dalam sekali proses produksi. Purwoto (1992), mengemukakan analisis ekonomi produksi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu : (1) pendekatan fungsi produksi,

6 (2) pendekatan fungsi biaya dan (3) pendekatan fungsi keuntungan. Pada hakekatnya ketiga fungsi tersebut bersifat dual artinya bahwa dari setiap fungsi produksi dapat diperoleh keuntungan dan fungsi biaya Fungsi Produksi Suhartati dan Fathorrozi (2002 ), menyatakan bahwa produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi fungsi produksi adalah suatu persaman yang bisa menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu. Sukartawi (1994), menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antar variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variable yang menjelaskan biasanya berupa input. Perlunya pembahasan tentang fungsi produksi ini karena beberapa hal : a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan faktor antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. b. Dengan faktor produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan

7 antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Y = f ( X1, X2, Xi, Xn ) Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi, Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Menurut Dombusch (2001) fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dan output. Perusahaan dalam hal ini tidak bisa mencapai output yang lebih tinggi tanpa menggunakan input yang lebih banyak, dan perusahaan tidak bisa menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Selain mengkaitkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan input produksi, fungsi produksi juga berhubungan atau terkait dengan penguasaan teknologi. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan di pergunakan oleh para peneliti, metode penelitian yang sering digunakan adalah metode penelitian fungsi produksi Cobb-Douglas karena adanya kemudahan-kemudahan yang dimiliki metode ini yaitu dengan penggunaan cara regresi berganda atau regresi sederhana. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan seperti persamaan berikut : b b b b u Y = ax 1 1, X 2 2,. X i i. X n n e... (2.1) Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakanoleh hubungan Y dan X, maka : Y = f(x 1,X 2, X i,...xn)... (2.2)

8 Dimana : Y X = variabel yang dijelaskan = variabel yang menjelaskan a, b = besaran yang akan diduga u = kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural, e = 2,718. Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.1), maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah : Log Y = log a + b 1 log X 1 + b 2 log X 2 + u * Y = a * * * + b 1 X 1 + b 2 X 2 + u *...(2.3) Dimana : Y * = log Y X * = log X u * a * = log u = log a yang lain telah dijelaskan sebelumnya. Persamaan (2.3) dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b 2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b 1 dan b 2 pada fungsi Cobb- Douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y.

9 Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara lain : a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang tidak diketahui (infinite); b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan apabila diperlukan analisis yang lebih dari satu model misalkan dua model, maka perbedaan kedua model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. c. Tiap variabel X adalah perfect competition. d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Dalam melakukan suatu penelitian, akan terdapat 2 (dua) sumber data yakni data yang terkontrol atau terukur secara lebih pasti seperti yang di peroleh dari percobaan pada rumah kaca yang selama dalam penelitian tanpa ada gangguan/kendala faktor alam sehingga penelitian dapat terkontrol, dan data yang tidak terkontrol yaitu data yang diperoleh dari hasil survey lapangan yang hasilnya sering bias terhadap kenyataan di lapangan. Misalnya data produktivitas dari suatu peternak sapi yang dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja, luas

10 lahan, pakan, manajemen dan besarnya kapital yang datanya akan bervariatif walaupun respondennya memiliki jumlah ternak yang sama. Untuk mendapatkan fungsi pendugaan yang baik dengan menggunakan data yang tidak terkontrol, maka diperlukan perhatian, antara lain: a. Variasi dari variabel yang tidak dimasukan dalam model haruslah kecil. Misalnya, jenis tanah harus tidak banyak variasi agar luas tanah yang dipakai tidak terlalu bias bila dipakai dalam model. Bagitu pula halnya dengan kualitas tenaga kerja sebaiknya tidak terlalu bervariasi agar variabel ini juga tidak terlalu bias hasilnya. b. Sebaliknya variasi dari setiap variabel persatuan luas harus banyak variasinya. Misalnya, satu hektar luas tanah untuk petani yang satu dan yang lain harus besar variasi penggunaan faktor produksinya. Bila tidak demikian, akan terjadi bias terhadap pendugaan fungsi produksi. c. Jumlah sampel harus memadai agar variasi tersebut dapat ditangkap pengaruhnya; misalkan paling sedikit ada 30 sampel. Fungsi produksi Cobb-Douglas sering dipakai dalam penyelesaian problem makro ekonomi, misalnya dalam menghitung kontribusi kapital atau tenaga kerja. Seperti halnya pada konsep fungsi produksi yang sering dipakai dalam konsep engineering, maka dalam konsep makro ekonomi, fungsi produksi diartikan sebagai fungsi yang menyatakan hubungan antara kapasitas output maksimum dari keseluruhan ekonomi dan kendala dari variabel yang mempengaruhi output tersebut. Karena itu maka fungsi produksi adalah sebenarnya merupakan konsep maximize atau mamaksimumkan. (Sukartawi, 1994).

11 Dalam konsep makro ekonomi menurut Sadono (2010), dinyatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus: Q=f (K, L, R, T) dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan keahlian usahawan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktorfaktor produksi tersebut. Dalam suatu teori produksi berlaku hukum hasil lebih yang semakin berkurang (The law of Diminishing Return), maksudnya adalah apabila faktor produksi yang dapat di ubah jumlahnya ( tenaga kerja ) terus-menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahanya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun. Dalam analisis kegiatan ekonomi di misalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya dianggap tetap jumlahnya (fix cost), yaitu modal dan tanah jumlahnya tidak di anggap mengalami perubahan. Juga teknologi di anggap tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (variable cost). Pertambahan produksi yang di akibatkan oleh pertambahan suatu tenaga kerja yang digunakan

12 disebut produk marginal (MP). Apabila pertambahan tenaga kerja adalah L, pertambahan produksi marjinal adalah TP, maka MP dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: MP = TP L Kemudian besarnya produksi rata-rata (AP), yaitu produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja dapat dihitung dari produksi total (TP) dibagi dengan jumlah tenaga kerja (L), maka produksi rata-rata (AP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: AP = TP L Hubungan antara Produksi Total (PT), Produksi Marginal (MP) dan Produksi Rata-rata (AP) dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini Produksi Y TP = Total Produk Tahap I Tahap II Tahap III Y 2 Y 1 AP = Produk Rata-rata Tenaga Kerja MP=Produk Marginal Gambar 2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-ratadan Produksi Marjinal

13 Pada Gambar 2.1, kurva TP adalah kurva produksi total, yang menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produksi. Pada tahap I, kurva TP cenderung naik ke atas dengan penambahan tenaga kerja sejumlah tertentu, tahap II walaupun penambahan tenaga kerja terus ditambah, tetapi peningkatan produksi mulai berkurang kemudian penambahan tenaga kerja yang dilakukan pada tahap III sudah tidak mempunyai pengaruh berarti terhadap produksi, bahkan pada titik tertentu produksi mengalami penurunan. Kurva MP menggambarkan produksi marginal akibat penambahan tenaga kerja, dimana terlihat ketika jumlah tenaga kerja masih 3 orang, terjadi peningkatan puncak produksi marginal, kemudian tenaga kerja ditambah lagi menjadi 4 orang, produksi marginal sudah mulai menurun dan ketika tenaga kerja menjadi 8 orang atau pada tahap III terlihat kurva produksi marginal sudah bernilai negatif. Selanjutnya kurva AP merupakan rata-rata tenaga kerja yang digunakan, pada tahap I ketika tenaga kerja berjumlah 4 orang, rata-rata produksi berada pada puncak, kemudian pada tahap II, rata-rata produksi mulai menurun walaupun tenaga kerja ditambah terus dan akan terus menurun di tahap III. 2.5 Skala Usaha/ReturnTo Scale (RTS) Return to scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing atau

14 decreasing returns to scale. untuk menjelaskan jumlah besaran elastisitas b 1 dan b 2 adalah lebih besar dari nol dan lebih kecil atau sama dengan satu. maka persamaan RTS dapat dituliskan sebagai berikut : 1 < b 1 + b 2 <1..(2.4) Dengan demikian,kemungkinannya ada tiga alternatif, yaitu : a. decreasing return to scale, bila (b 1 + b 2 ) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Misalnya, bila penggunaan faktor produksi ditambah 25%, maka produksi akan bertambah sebesar 15%. b. constant return to scale, bila (b1 + b 2 ) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Bila faktor produksi ditambah sebesar 25%, maka produksi akan bertambah juga sebesar 25%. c. increasing return to scale, bila (b1 + b 2 ) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Jadi misalnya faktor produksi ditambah 10%, maka produksi akan bertambah sebesar 20%. Agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Ini artinya berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.

15 2.6. Efisiensi Penggunaan Input Efisiensi penggunaan input merupakan salah satu cara untuk memperbesar keuntungan, dengan melakukan efisiensi terhadap faktor-faktor produksi, maka suatu usaha dapat dikatakan telah memiliki cara atau metode dalam pemakaian bahan- baku untuk menghasilkan output yang sesuai dengan harapan pengusaha. Menurut Soekartawi (1994) bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesarbesarnya. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipergunakan menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga apabila nilai produksi marginal sama dengan harga faktor produksi ( NPM X = P x ) dan dikatakan efisiensi ekonomis apabila usaha tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Dalam penelitian model fungsi produksi, kondisi efisiensi harga yang digunakan sebagai patokan adalah bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produksi marginal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut, bila fungsi produksi tersebut digunakan dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana b merupakan koefisien regresi dan sekaligus menggambarkan elastisitas produksi, dengan demikian maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X dapat ditulis sebagai berikut : NPM = b.y.py X...(2.5)

16 Dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi (output) P y = harga faktor produksi X = jumlah faktor produksi Kondisi efisiensi harga menghendaki NPM x sama dengan harga faktor produksi X, yakni b.y.py X = P x atau b.y.py X.Px = 1...(2.6) Dimana P x = harga faktor produksi X. Dalam penelitian ini nilai Y, Py, X dan P x diperoleh dari nilai rata-rata. Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan P x, dan yang sering terjadi adalah : a. b.y.py X.Px > 1...(2.7) Artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, untuk mencapai efisiensi penggunaan faktor produksi X perlu ditambah b. b.y.py X.Px < 1...(2.8) Artinya penggunaan faktor produksi X tidak efisiensi. Untuk penggunaan yang efisien maka penggunaan faktor produksi X perlu dikurangi. 2.7 Perencanaan Pembangunan Wilayah Stanley (1982) dalam Saragih (1997), mengemukakan bahwa kata wilayah yang berkaitan dengan pembangunan suatu wilayah, setidak-tidaknya mempunyai

17 dua makna yaitu : 1). Wilayah objektif, maksudnya adalah suatu wilayah oleh perencana dibagi habis ke dalam beberapa wilayah pembangunan. 2). Wilayah subyektif, maksudnya adalah perwilayahan merupakan suatu cara untuk mengenal masalah. Hal ini berarti adanya usaha untuk melakukan klasifikasi. Wilayah subyektif ini ada dua jenis yaitu : 1). Wilayah homogen yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi. 2). Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang didasarkan atas hubumgan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam wilayah tersebut. Perencanaan wilayah adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, diperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan (Tarigan, 2009). Dari defenisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi, yaitu satu versi melihat perencanaan adalah suatu teknik atau profesi yang membutuhkan keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan (pembangunan) adalah kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut di masa yang akan datang. Dengan demikian, sejak awal telah terlihat arah lokasi yang dipersiapkan untuk dibangun dan yang akan dijadikan sebagai wilayah penyangga. Juga dapat dihindari pemanfaatan lahan yang mestinya dilestarikan,

18 seperti kawasan hutan lindung dan konservasi alam. Hal ini berarti dari sejak awal dapat diantisipasi dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat dipikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif. Perencanaan wilayah dapat membantu atau memandu para pelaku ekonomi untuk memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang dan dimana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat kepastian hukum tentang lokasi usahanya dan menjamin keteraturan dan menjauhkan benturan kepentingan. Perencanaan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam membuat perencanaan pembangunan suatu wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak swasta atau masyarakat umum. Walaupun demikian peranan pemerintah cukup penting karena memiliki wewenang sebagai regulator (pengatur atau pengendali). Pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah (Tarigan, 2009).

19 Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya faktor pendorong pertumbuhan wilayah adalah teori berbasis ekspor (eksport base). Teori ini menyebutkan bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang datang dari luar wilayah tersebut. Lebih lanjut Perloof dan Wingo dalam Sirojuzilam (2006), mengemukakan teori resource base yang mengatakan bahwa investasi dan perkembangan ekspor di suatu wilayah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi karena selain menghasilkan pendapatan, juga menciptakan efek penggandaan (multiplier effect) pada keseluruhan perekonomian di wilayah tersebut. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah meningkatkan keserasian berbagai kegiatan/sektor pembangunan dan wilayah sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat mendukung aktifitas kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan (Riyadi 2002). Menurut Tarigan (2004) bahwa pembangunan wilayah dapat diukur dari beberapa parameter antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan. Pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat faktor endogen dan eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat didalam wilayah yang bersangkutan ataupun diluar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model ekonomi makro disebutkan bahwa faktor ekonomi penentu internal pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumber daya alam) dan sistem sosiopolitik. Sedangkan industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah faktor penentu pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern (Glasson 1997).

20 Selanjutnya dalam suatu perencanaan perekonomian (economic planning) maka akan terjadi perencanaan yang berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi lebih didasarkan atas mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila perencanaan itu bersifat terpadu, perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan ekonomi. Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan mengkoordinasikan, mengakomodasikan dan memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan Penelitian terdahulu Elly dkk (2008), melakukan penelitian tentang pengembangan usaha ternak sapi rakyat melalui integrasi sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Pemeliharaan sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan sistem integrasi ternak-tanaman. Beberapa pola integrasi yang biasa dijumpai adalah sapi-jagung serta sapi-kelapa. Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan kebijakan pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani-peternak. Integrasi ternak sapi-tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani maupun pemerintah, memperbaiki kesuburan tanah, menyediakan sekaligus meningkatkan produktivitas pakan, selain sebagai sumber pendapatan tambahan melalui penjualan pupuk kompos dan penyewaan

21 tenaga kerja ternak. Keberhasilan pengembangan usaha tani integrasi ternak sapitanaman antara lain ditentukan oleh kerja sama antara petani-peternak dan pemerintah melalui pendekatan kelompok. Suryana (2009), melakukan penelitian pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternative untuk meningkatkan keuntungan peternak. Kemitraan adalah kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari proses praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas saling membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan sapi potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Lubis (2010), melakukan penelitian tentang dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap peningkatan pendapatan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak sapi terhadap keuntungan peternak, menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama pada peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja, dan pemasaran ternak di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

22 Putra (2011), melakukan penelitian tentang strategi pencapaian program swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui kondisi objektif pembangunan peternakan sapi di Provinsi Sumatera Barat saat ini, 2) Mengetahui perkiraan pencapaian target Provinsi Sumatera Barat dalam rangka Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 dan 3) Merumuskan strategi yang tepat untuk mewujudkan PSDS 2014 di Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting pembangunan peternakan sapi Sumatera Barat meliputi : produksi dan konsumsi daging mengalami peningkatan dari tahun , demikian juga laju pertumbuhan populasi mengalami peningkatan. Sofyan et al. (2006), melakukan penelitian di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan peternak. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pendapatan peternak Kerangka PemikiranPenelitian Kerangka pemikiran penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 2.2 gunanya untuk melihat hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi yang dihasilkan, sehingga dalam melakukan penelitian terhadap rumah tangga sampel, pengaruh masing- masing faktor produksi tersebut akan di teliti dengan melakukan pengujian uji regresi linear berganda, uji skala usaha, uji efisiensi

23 penggunaan input dan uji beda jumlah ternak, produksi ternak dan pendapatan ternak. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut : Faktor Produksi : Pakan Hijau (X1) Pakan Tambahan (X2) Skala Ternak (X3) Tenaga Kerja (X4) Modal Kandang (X5) Obat-obatan (X6) Keadaan Skala Usaha Efisiensi Penggunaan Input PRODUKSI Pengembangan Usaha Peningkatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Peningkatan Produksi Pakan Peningkatan Permintaan Obat Pengembangan Wilayah Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian Dari hasil pengujian tersebut, maka akan diketahui share dari masingmasing faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya adalah untuk mengetahui keadaan skala usaha apakah meningkat, menurun atau tetap, serta untuk mengetahui efisiensi penggunaan variabel input. Faktor- faktor produksi ini akan di lihat dari pengaruh mana yang lebih kuat sehingga peternak paham faktor yang mana saja yang mendorong dalam peningkatan produksi sapi

24 potong. Peningkatan produksi sapi potong akan mendorong permintaan tambahan tenaga kerja, peningkatan pendapatan peternak, peningkatan produksi pakan dan peningkatan permintaan obat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang secara simultan dan berimbas pada pengembangan wilayah desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat provinsi bahkan nasional. Beberapa faktor-faktor yang mendorong terhadap peningkatan produksi peternak antara lain (1). Kenaikan produksi ternak di pengaruhi oleh jumlah ternak (stocking rate), derajat kelangsung hidup ternak (survival rate) dan tingkat pertumbuhan ternak (growth rate). (2). Kenaikan harga produksi dipengaruhi oleh kualitas produksi, kondisi pemasaran produk dan diferensiasi pasar dan produk Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor produksi (pakan hijau, pakan tambahan, skala ternak, tenaga kerja, modal dan obat-obatan) berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang. 2. Keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang adalah menaik (increase). 3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi potong diduga masih belum efisien. 4. Pengembangan usaha ternak sapi potong memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan peternak dan pekerja sektor peternakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya mempercepat pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to produce yang artinya menghasilkan. Produksi adalah proses dimana input diubah menjadi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upsus Pajale Peraturan Kementerian Pertanian Republik Indonesia nomor 03/Permentan/0T.140/2/2015 tentang pedoman upaya khusus (Upsus) peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Fungsi Produksi Produksi sering diartikan sebagai penciptaan guna, yaitu kemampuan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini mencakup

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang 56 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara mikro industri didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara mikro industri didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Industri Secara mikro industri didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Industri Pengertian Industri menurut UU No 5 Tahun 1984 dapat didefinisikan sebagai berikut : Industri adalah kegiatan ekonomi yang merubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Produksi Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada kemampuan bangsa dalam menggapai tingkat produktivitas yang tinggi dan berkesinambungan,

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS KOMODITAS BUAH-BUAHAN DAN PERKEBUNAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI. Oleh : Ridwan Lutfiadi

ANALISIS EFISIENSI BISNIS KOMODITAS BUAH-BUAHAN DAN PERKEBUNAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI. Oleh : Ridwan Lutfiadi ANALISIS EFISIENSI BISNIS KOMODITAS BUAH-BUAHAN DAN PERKEBUNAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Ridwan Lutfiadi ABSTRACT Bekasi area is quite appropriate for the development of fruit and plantation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Teh Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Produksi padi Produksi padi merupakan salah satu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan penanaman bibit padi dan perawatan serta pemupukan secara teratur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Produksi Produksi diartikan sebagai atau penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bagian ini menjelaskan mengenai teori-teori ekonomi yang menjadi landasan pemikiran sebagai pendekatan untuk menganalisis dan menjelaskan rumusan masalah dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha logam mempunyai peranan strategis pada struktur perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Usaha logam mempunyai peranan strategis pada struktur perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha logam mempunyai peranan strategis pada struktur perekonomian nasional terutama dalam menunjang industri penghasil komponen, industriindustri pengerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap. 7 II. LANDASAN TEORI 1. Konsep Pendapatan Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan uang tunai.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Fungsi Produksi Produksi sering diartikan sebagai penciptaan guna, yaitu kemampuan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.produksi dalam hal ini mencakup

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan teori merupakan penjabaran dari teori-teori yang terkait dengan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan teori merupakan penjabaran dari teori-teori yang terkait dengan BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Teori Tinjauan teori merupakan penjabaran dari teori-teori yang terkait dengan variabel-variabel penelitian yang diperoleh dari sumber tertulis yang dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah petani garam yang memproduksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 75 petani

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. 09104830090 ABSTRAK Dari luas perairan umum 8.719 hektar memiliki potensi

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 06 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Produsen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU PRODUSEN (Analisis Jangka Pendek) 2 Basic Concept Inputs Production Process Outputs Produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan disuatu wilayah. Komoditas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan disuatu wilayah. Komoditas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditi Unggulan Komoditi unggulan adalah salah satu komoditas andalan yang dianggap paling menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan disuatu wilayah. Komoditas pertanian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Bahasan Teori produksi (teori perilaku produsen) Bentuk-bentuk organisasi perusahaan Perusahaan ditinjau dari sudut teori ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris dimana mata pencarian penduduknya sebahagian besar adalah disektor pertanian. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebahagian besar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali

Lebih terperinci