BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT adalah hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan atas tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur tertentu dengan kreditur-kreditur lainnya. Di samping itu, Pasal 51 UUPA, telah menegaskan jaminan atas tanah, yang menyatakan bahwa hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan dari rumusan Pasal 1 angka (1) UUHT dapat diketahui bahwa: pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan objek jaminan berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. 28 Budi Harsono, pengertian Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah 28 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja. Hak Tanggungan. Kencana Prenada Media. Jakarta, 2005, hal 13.

2 yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian pembayaran lunas utang debitur kepadanya. 29 Prinsipnya, Hak Tanggungan itu merupakan lembaga hak jaminan kebendaan atas hak atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Jaminan yang diberikan yaitu hak yang diutamakan atau mendahulu dari krediturkreditur lainnya bagi kreditur pemegang hak tanggungan. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa Hak atas Tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah: Hak Milik; 2. Hak Guna Usaha; 3. Hak Guna Bangunan. Hak-hak atas Tanah seperti ini merupakan hak-hak yang sudah dikenal dan diatur di dalam UUPA. Namun selain hak-hak tersebut, ternyata dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT ini memperluas hak-hak tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT, objek hak tanggungan dapat juga berupa: a. Hak Pakai atas tanah Negara. Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftarkan dan menurut sifatnya dapat di pindahtangankan dan dibebani dengan hak tanggungan; 29 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2008, hal Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.146

3 b. Begitu pula dengan Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) juga dimasukkan dalam objek hak tanggungan. Bahkan secara tradisional dari Hukum Adat memungkinkan bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat diangkat atau dipindahkan dari tanah tersebut. Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) menetapkan bahwa hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. UUHT tidak memerinci hak guna bangunan yang mana yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak tanggungan. Hak guna bangunan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 Tentang Hak Tanggungan ada tiga macam, yaitu Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Dari tiga macam Hak Guna Bangunan tersebut seharusnya UUHT menetapkan bahwa hanya Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan, sedangkan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan, dikarenakan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik meskipun wajib didaftar akan tetapi tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain. Berkenaan dengan subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT, dari ketentuan dua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang

4 menjadi subjek hukum dalam hak tanggungan adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. Di dalam suatu perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut: Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek hak tanggungan (debitur); 2. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari pihutang yang diberikannya. Ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut : 1. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan itu dilakukan; 2. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas pihutang yang diberikan Berkenaan Hak Tanggungan yang dapat menjadi subjek hak tanggungan selain Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Asing. Dengan ditetapkannya hak pakai atas tanah negara sebagai salah satu objek hak tanggungan, bagi warga negara asing juga dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek hak tanggungan apabila memenuhi syarat. Sebagai pemegang hak tanggungan yang berstatus Warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia, Warga Negara Asing atau badan hukum asing tidak disyaratkan harus 31 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal 54

5 berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu jika perjanjian kreditnya dibuat di luar negeri dan pihak pemberi kreditnya orang asing atau badan hukum asing yang berdomisili di luar negeri dapat pula menjadi pemegang Hak Tanggungan, sepanjang perjanjian kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Republik Indonesia penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT. Apabila salah satu pihak, pemberi hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan, berdomisili di luar Indonesia baginya harus pula mencantumkan domisili pilihan di Indonesia dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dianggap sebagai domisili yang dipilih.bagi mereka yang akan menerima hak tanggungan, haruslah memperhatikan ketentuan dari Pasal 8 ayat (2) UUHT yang menentukan, bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) UUHT tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada) pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Pengaturan mengenai jaminan hak tanggungan diatur dalam UUHT, yaitu UUHT. Selain melaksanakan amanat UUPA, kelahiran UUHT didasarkan pula pada pertimbangan untuk member kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemberian kredit dengan membebankan hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit serta untuk menciptakan keseragaman hukum jaminan hak atas tanah Rachmadi Usman, Op.Cit, hal

6 B. Hak Guna Usaha Sebagai Objek Hak Tanggungan Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 33 Pengaturan HGU terdapat pada Pasal UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal Di dalam UUPA Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Sebelum terbitnya UUPA, pengertian tanah negara ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (L.N. 1953, No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Substansi dari pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang melekat diatas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak adat (vrij landsdomein). Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah Negara ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. 34 Artinya, negara di kontruksikan bukan sebagai pemilik tanah. negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat yang bertindak selaku badan penguasa, yang diberikan wewenang dalam hal sebagai berikut : 33 (diakses tanggal 3 Januari 2016). 34 Penjelasan Umum II (2) UUPA yang secara jelas meyatakan prinsip untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah.

7 1. mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; 2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai buni, air dan ruang angkasa. Setelah lahirnya UUPA, di dalam berbagai peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa pengertian tanah negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah. Atas pemahaman konsep dan peraturan perundangundangan tentang pengertian tanah negara dapat ditarik kesimpulan dalam tataran yuridis bahwa terdapat dua kategori tanah negara dilihat dari asal usulnya: 1. Tanah negara yang berasal dari tanah yang benar-benar belum pernah ada hak atas tanah yang melekatinya atau disebut sebagai tanah negara bebas; 2. Tanah negara yang berasal dari tanah-tanah yang sebelumnya ada haknya, karena sesuatu hal atau adanya perbuatan hukum tertentu menjadi tanah negara. Tanah bekas hak barat, tanah dengan hak atas tanah tertentu yang telah berakhir jangka waktunya, tanah yang dicabut haknya, tanah yang dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya. 35 Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum, dalam catatan, mengandung unsur-unsur sebagai berikut : BF Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, PT. Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2010, hal Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55

8 a. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari pada hak. b. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang disebut sebagai isi dari pada hak d. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai objek dari hak, e. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya. Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya. Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas. Adapun subjek yang dapat memegang Hak Guna Usaha telah diatur dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah, yaitu : a. Warga Negara Indonesia Sebagai subjek hukum, warga negara Indonesia memiliki otoritas untuk melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya. Dengan kata lain, warga negara Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan

9 hukum tertentu, misalnya mengadakan suatu perjanjian, mengadakan perkawinan, membuat surat wasiat, dan lain sebagainya termasuk mengadakan suatu perbuatan hukum yang menyangkut dengan tanah dan hak-hak atas tanah 37 Pada prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak dan kewajiban. Intinya, ada ketentuanketentuan tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang warga negara dapat digolongkan sebagai subjek hukum, yaitu : 1) telah dewasa (jika telah mencapai usia 21 tahun ke atas) 2) tidak berada dibawah pengampuan (curatele), dalam hal ini seseorang yang dalam keadaan gila, mabuk, mempunyai sifat boros, dan mereka yang belum dewasa. b. Badan Hukum Indonesia Badan hukum juga disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa. Perbedaannya dengan subjek hukum orang perorangan adalah badan hukum itu hanya dapat bergerak bila ia dibantu oleh subjek hukum orang. Artinya, ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa didukung oleh 37 Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2005, hal. 24

10 pihak-pihak lain. Selain itu, badan hukum tidak dapat dikenakan hukuman penjara (kecuali hukuman denda). 38 Untuk dapat menjadi subjek HGU, badan hukum harus memenuhi syaratsyarat tertentu, yaitu : 1. Didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia 2. Berkedudukan di indonesia. Hal ini membawa konsekwensi bahwa setiap badan hukum, selama didirikan menurut ketentuan hukum dan berkedudukan di Indonesia dapat menjadi subjek hak guna usaha. Apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana di atas, maka berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, maka dalam jangka waktu satu tahun Hak Guna Usaha tersebut wajib dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila tidak dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara. Objek tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah tanah negara. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-hak lain di atas tanah tersebut. Jika tanah yang diberikan HGU tersebut merupakan tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian HGU baru dapat dilakukan setelah adanya pencabutan statusnya sebagai kawasan hutan. Demikian juga bila di atas tanah tersebut terdapat hak-hak lain, maka pemberian HGU baru dapat dilakukan apabila pelepasan hak yang sebelumnya telah selesai. Hal ini sesuai 38 CTS Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 118

11 dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Selanjutnya, dalam rumusan Pasal 4 ayat (4) disebutkan bahwa apabila di atas tanah yang akan diberikan HGU tersebut terdapat bangunan dan/atau tanaman milik pihak lain yang keberadaannya sah secara hukum, maka pemegang Hak Guna Usaha dibebankan untuk memberikan ganti kerugian kepada pemilik bangunan/tanaman yang ada di areal itu sebagai penghargaan terhadap hak atas tanah yang dihaki oleh pemegang hak sebelumnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di atasnya menyebutkan bahwa ganti rugi yang layak itu disandarkan pada nilai nyata/sebenarnya dari tanah atau benda yang bersangkutan. Ganti kerugian ini ditetapkan oleh Pemerintah atas usul Panitia Penaksir yang terdiri dari pejabat ahli dalam bidangnya. Penetapan besarnya ganti rugi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu penetapannya harus didasarkan atas musyawarah antara Panitia dengan parapemegang hak atas tanah dan penetapannya harus memperhatikan harga umum setempat, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. 39 Selain itu, perlu pula dipertimbangkan adanya faktor-faktor non fisik (immateril) dalam penentuan besarnya ganti rugi. Misalnya, turunnya penghasilan pemegang hak dan ganti kerugian yang disebabkan karena harus melakukan perpindahan tempat/pekerjaan. 39 Maria Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Buku Kompas, Jakarta, 2008, hal.251.

12 Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang menyebutkan bahwa musyawarah merupakan salah satu tahapan yang tidak dapat dikesampingkan dalam proses penetapan ganti kerugian, yaitu peran aktif masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah sebelum hak atas tanah tersebut dialihkan kepada pihak lain. Pentingnya jaminan bahwa proses musyawarah berjalan sebagai proses tercapainya kesepakatan secara sukarela dan bebas dari tekanan pihak manapun dan dalam berbagai bentuknya juga sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan syaratsyarat untuk tercapainya musyawarah secara sukarela dan bebas tersebut sangat menetukan jalannya proses penetapan ganti kerugian. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : a) Ketersediaan informasi secara jelas dan menyeluruh tentang hal-hal yang berhubungan langsung dengan parapihak (dampak dan manfaat, besarnya ganti kerugian, rencana relokasi bila diperlukan, rencana pemulihan pendapatan dan lain sebaginya), b) suasana yang kondusif c) keterwakilan parapihak d) kemampuan para pihak untuk melakukan negosiasi e) jaminan bahwa tidak adanya tipuan, pemaksaan, atau kekerasan dalam proses musyawarah. 40 Walaupun secara prosedural musyawarah telah memenuhi syarat-syarat di atas, namun apabila keputusan yang dihasilkan dilandasi adanya tekanan, maka tidaklah dapat dikatakan telah dicapai kesepakatan karena tekanan itu merupakan 40 Pasal 9 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

13 wujud dari pemaksaan kehendak dari satu pihak untuk menekan pihak lain agar mengikuti kehendaknya. Dengan kata lain, kesepakatan itu terjadi dalam keadaan terpaksa. Di samping itu, keterlibatan orang/pihak di luar kepanitaan yang tidak jelas/fungsi dan tanggungjawabnya akan semakin mengaburkan arti musyawarah tersebut. Bila dikarenakan ada sebab-sebab tertentu yang terjadi sehingga proses musywarah tidak dapat berlangsung sebagaimana diharapkan, maka upaya parapemegang hak atas tanah tersebut sebelum dialihkan kepada pemegang hak atas tanah yang baru dapat melakukan beberapa upaya penyelesaian sengketa,baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Berkenaan dengan pemberian HGU, tidak semua tanah dapat menajdi objek HGU. Adapun tanah-tanah yang dikecualikan sebagai objek HGU tersebut adalah: a. tanah yang sudah merupakan perkampungan rakyat, b. tanah yang sudah diusahakan oleh rakyat secara menetap, c. tanah yang diperlukan oleh pemerintah. Dalam konteks luas tanah yang dapat diberikan status HGU, Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 menyebutkan bahwa luas minimum tanah yang dapat diberikan status HGU adalah lima hektar. Sedangkan luas maksimum dari tanah yang dapat diberikan kepada perorangan adalah dua puluhlima hektar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3). Untuk luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang

14 bersangkutan dengan mengingat luas tanah yang diperlukan untuk melaksanakan usaha yang paling berdaya guna di bidang usaha yang bersangkutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahu Jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun Dalam rumusan Pasal tersebut disebutkan bahwa: (1) Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. (3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun. Berdasarkan rumusan Pasal 29 sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu antara 25 tahun hingga 35 tahun, dengan ketentuan bahwa setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Guna Usaha tersebut dapat diperpanjang untuk masa 25 tahun berikutnya. Ketentuan mengenai jangka waktu dan perpanjangan Hak Guna Usaha dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 8 menyatakan bahwa: 41 Ibid.

15 (1) Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun (2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. Berdasarkan rumusan Pasal 8 tersebut, diketahui bahwa Hak guna Usaha dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum (selama-lamanya) enam puluh tahun, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tanah tersebut masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 peraturan pemerintah nomor 40 tahun Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Setelah berakhirnya jangka waktu 35 tahun dengan perpanjangan selama 25 tahun (seluruhnya berjumlah 60 tahun), Hak Guna Usaha hapus demi hukum. Hapusnya Hak Guna Usaha ini bukan berarti tidak dapat diperbaharui. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha yang telah berakhir jangka waktunya atau hapus dapat diperpanjang kembali.

16 Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menjelaskan sebagai berikut a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya, b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena : 1) pemegang hak tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, yaitu : a) Tidak membayar uang pemasukan kepada negara; b) Tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputuan pemberian haknya; c) Tidak mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; d) Tidak membangun dan/atau menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e) Tidak memelihara kesuburan tanah dan tidak mencegah terjadinya kerusahan sumber daya alam serta kelestarian lingkungan; f) Tidak menyampaikan laporan secara tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pengelolaan Hak Guna Usaha; g) Tidak menyerahkan kembali tanah dengan Hak Guna Usaha kepada negara setelah hak tersebut hapus; h) Tidak menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah berakhir jangka waktunya kepada kantor pertanahan.

17 2) adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. c. dilepaskan oleh pemegang hak secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum; e. ditelantarkan (objek Hak Guna Usaha tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemegang hak); f. tanahnya musnah, misalnya akibat terjadi bencana alam; g. Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Didalam UUPA, hak jaminan atas tanah yang dinamakan Hak Tanggungan mendapat pengaturan dalam Pasal 25; Pasal 33; Pasal 39; Pasal 51 dan Pasal 57. Di dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 UUPA ditetapkan mengenai hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan, yaitu tanah dengan status hak milik, hak guna usaha serta hak guna bangunan. Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan itu akan diatur dengan undang-undang dan dalam Pasal 57 UUPA dinyatakan bahwa selama undangundang tersebut belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hipotek dan Creditverband. Dikeluarkannya UUHT, ketentuan-ketentuan mengenai hipotek atas tanah yang terdapat dalam Buku II KUHPerdata dan ketentuan-ketentuan mengenai Creditverband yang terdapat dalam Staatsblad 1937 Nomor 190 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Karena dipandang tidak sesuai lagi dengan sistem hukum

18 keperdataan dalam hukum jaminan dan kebutuhan kegiatan perkreditan, dan sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia. Dengan terbitnya UUHT ini sangat berarti terutama di dalam menciptakan unifikasi hukum tanah nasional, khususnya di bidang hak jaminan atas tanah. Dalam Pasal 1 angka (1) UUHT, disebutkan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan yang kuat atas benda tidak bergerak berupa tanah yang dijadikan jaminan, karena memberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) bagi kreditur pemegang hak tanggungan dibandingkan dengan kreditur lainnya. C. Syarat Sahnya Pembebanan Hak Tanggungan dan Proses Pembebanan Hak Tanggungan Pembebanan Hak Tanggungan terdiri dari dua tahap, yaitu pemberian Hak Tanggungan dan pendaftaran Hak Tanggungan. Tata cara pembebanannya wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 serta Pasal 14 UUHT. Syarat sahnya pembebanan Hak Tanggungan yaitu : a. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 10 ayat (2) UUHT).

19 b. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas (Pasal 11 ayat (1) UUHT) yang meliputi : 1) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. 2) Domisili para pihak, pemegang dan pemberi Hak Tanggungan 3) Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan. 4) nilai tanggungan 5) uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan Dengan demikian yang disebut syarat spesialitas adalah penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dan jika utangnya belum disebutkan nilai tanggungan serta uraian yang jelas tanah dan bangunan yang ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan. 42 c. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat publisitas (supaya diketahui oleh siapa saja) melalui pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat (Kabupaten/Kota) batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji Pasal 12 UUHT. Proses pembebanan Hak Tanggungan menurut Penjelasan Umum angka 7 UUHT dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu: 42 Sunaryo Basuki, HGU, HGB, Hak Pakai Sebagaimana diatur Lebih Lanjut Dalam PP No.40 Tahun 1996, Mata Kuliah Hukum Pokok-Pokok Hukum Tanah Nasional, Magister Kenotariatan dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 13

20 1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin; 2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Pembuat Pejabat Akta Tanah/PPAT adalah sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. PPAT diangkat oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan masing-masing diberi daerah kerja. Ia hanya berwenang membuat akta mengenai tanah yang ada di wilayah daerah kerjanya, kecuali dalam hal-hal khusus dengan ijin Kepala Kantor BPN Wilayah Provinsi. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik Pasal 11 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa APHT wajib mencantumkan : 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut; 2. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili

21 pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; 3. Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1). Penunjukan utang atau utangutang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan; 4. Nilai tanggungan; 5. Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya. Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam pemberian hak tanggungan dihadapan PPAT, wajib dihadiri oleh pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi. 43 Pasal 13 UUHT, Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah penandatanganan 43 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan Undang-Undang Hak Tanggungan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal. 64

22 APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Mengenai tanggal buku-buku hak tanggungan adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal buku-tanah itu dimaksudkan agar pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi kepastian hukum. Dengan adanya hari tanggal buku-tanah hak tanggungan, maka hak tanggungan itu lahir, asas publisitas terpenuhi dengan dibuatnya buku-tanah hak tanggungan dan hak tanggungan mengikat kepada pihak ketiga. Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT. sebagai tanda bukti telah adanya hak tanggungan, kepada pemegang hak tanggungan akan diberikan Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Oleh karena Sertipikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan, maka sertipikat tersebut membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada.

23 Bentuk Sertipikat Hak Tanggungan, diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertipikat, bahwa Sertipikat Hak Tanggungan itu terdiri atas salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan dijahit menjadi satu dalam sampul dokumen dengan bentuk sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun D. Hapusnya Hak Tanggungan Hapusnya Hak tanggungan diatur dalam Pasal 18 sampai dengan 19 UUHT, yang dimaksud dengan hapusnya Hak Tanggungan adalah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT dinyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa hal sebagai berikut: Hapus utang yang dijamin dengan hak tanggungan, sebagai hak accessoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari utang debitur menjadi perjanjian pokoknya. Dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. 44 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan,Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal

24 2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan, dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai hal dilepaskannya hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. 3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri 4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan Walaupun hak atas tanah itu hapus, namun pemberian Hak Tanggungan tetap berkewajiban untuk membayar hutangnya. Hapusnya Hak Tanggungan yang dilepas oleh pemegang Hak Tanggungan dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis, mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan pringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadinya karen permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan. Sedangkan persyaratan untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah: Surat Permohonan dari pemegang hak atau kuasanya. 2. Identitas diri pemegang hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP yang dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang) 3. Sertipikat Hak Atas Tanah 4. Sertipikat Hak Tanggungan. 5. Concent Roya, apabila tidak diserahkan sertipikat Hak Tanggungan (diakses tanggal 1 Mei 2015)

25 6. Surat Keterangan tentang hapusnya HT yang dibuktikan dengan: a. Pernyataan dari kreditor bahwa hutangnya telah lunas, atau b. Risalah lelang, atau c. Pembersihan HT berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan, atau Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku hak atas tanah dan sertipikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan dicabut bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan serta dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

26 BAB IV KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA TANAH DENGAN STATUS HAK GUNA USAHA PADA BANK SUMUT CABANG MEDAN A. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Usaha pada PT. Bank Sumut Cabang Medan Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini adalah sebagai mana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai mana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) UUHT pemberian Hak Tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan dan dua orang saksi, dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik. Pasal 11 ayat (1) UUHT disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT, yaitu: 46 a. Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Penunjukan secara jelas 46 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal 91

27 hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan; c. Nilai tanggungan; d. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.2 Selanjutnya APHT dan Blangko permohonan pemberian Hak Tanggungan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui bagian pendaftaran tanah untuk penerbitan sertifikat Hak Tanggungan oleh BPN. Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah biasanya didahului dengan adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang atau disebut juga dengan perjanjian kredit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. Bank Sumut Cabang Medan, dimana bank tersebut pernah menerima jaminan berupa tanah dengan status Hak Guna Usaha, yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit Pelaksanaan pemberian kredit, PT. Sumut Cabang Medan tetap berpegang pada asas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, menegaskan bahwa sebelum merealisasikan kreditnya bank wajib mempunyai keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan calon debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan apa yang diperjanjikan berdasarkan analisis yang mendalam.

28 Dari hasil penelitian diperoleh mengenai pembebanan Hak Tanggungan atas tanah Hak Guna Usaha di PT. Bank Sumut Cabang Medan antara lain : Tahap perjanjian utang piutang a. Calon debitur datang ke PT. Bank Sumut Cabang Medan dan mengisi permohonan kredit secara lengkap pada formulir yang telah disediakan pihak bank, dengan dilampiri data, antara lain meliputi : Foto copy identitas debitur, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) debitur beserta istri/ suami dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) penjamin beserta suami/ istri, Akta Nikah, Kartu Keluarga, Surat Bukti Kewarganegaraan (SBKRI), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan ganti nama jika debitur/penjamin Warga Negara Keturunan. Hal ini diperlakukan jika debitur adalah debitur perorangan. b. Jika debitur adalah Badan Usaha/Badan Hukum, ditambahkan dengan Akta Pendirian berikut perubahannya, sampai perubahan yang terakhir. Hal ini untuk menentukan siapakah yang berhak mewakili Badan Usaha/ Badan Hukum, baik dalam meminjam uang maupun menjaminkan. Berkaitan dengan hal ini pihak bank biasanya meminta agar debitur membuat pernyataan bahwa akta-akta yang diserahkan adalah akta yang berlaku sampai perubahan terakhir pada badan Usaha/Badan Hukum tersebut serta membebaskan pihak bank bila ternyata ada kekeliruan dalam hal siapa yang mewakili Badan Usaha/ Badan Hukum tersebut, karena memang akta yang diserahkan pada bank tidak lengkap. 47 Hasil wawancara dengan M. Asral Nasution, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia Bank Sumut Kantor Pusat, 3 Juni 2015

29 c. Laporan keuangan 3 (tiga) bulan terakhir. d. Foto copy sertifikat jaminan, berikut foto copy IMB dan PBB tahun terakhir yang telah dibayarkan e. Foto copy izin usaha 2. Tahap pengikatan jaminan Tahap pengikatan jaminan yang berupa Hak Tanggungan dihadapan PPAT yang ditunjuk oleh pihak bank, yaitu dengan dibuatnya APHT dalam bentuk akta otentik. Pengikatan kredit harus diikuti dengan proses pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibuatkannya APHT. Dalam pembuatan APHT, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir secara langsung untuk menandatangani APHT tersebut. Hal ini menyangkut kewenangannya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang akan dibebankan Hak Tanggungan, meskipun kepastian kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan, baik itu dilakukan untuk diri sendiri, bertindak berdasarkan kuasa, atau bertindak berdasarkan persetujuan suami/isteri untuk menjamin harta bersama. 3. Tahap proses pendaftaran Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 13 UUHT, maka pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, karena hal ini merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya terhadap pihak ketiga. Tidaklah adil bagi pihak ketiga untuk terkait dengan pembebanan suatu Hak Tanggungan atas suatu objek Hak Tanggungan

30 apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan itu. Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah. Proses pendaftaran ini, setelah APHT dan warkah lainnya diterima oleh Kantor Pertanahan, maka akan dibuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan, serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) dan (5) UUHT, Hak Tanggungan lahir pada tanggal dibuatnya buku tanah, ini berarti bahwa sejak hari, tanggal itulah kreditur resmi menjadi pemegang Hak Tanggungan, dengan kedudukan yang istimewa (droit de preference dan droit de suite). Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, maka Kantor Pertanahan akan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan dan kemudian diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan dalam hal ini kreditur sedangkan sertipikat hak atas tanah diserahkan kepada pemilik tanah, namun demikian dalam praktiknya sertipikat hak atas tanah tidak dipegang oleh pemilik tanah melainkan oleh pemegang Hak Tanggungan demi keamanan modal dan kepastian pengembalian pinjamannya apabila debitur wanprestasi. 4. Tahap keputusan pemberian kredit Keputusan kredit baik yang telah disetujui maupun ditolak oleh bank, diberitahukan oleh Account Officer untuk disampaikan kepada calon debitur. Terhadap kredit yang telah disetujui oleh bank dan calon debitur marketing akan membuat Surat Persetujuan Kredit yang berisi uraian jenis kredit, plafond, provisi

31 dan administrasi, biaya-biaya lain seperti biaya materai, biaya taksasi, asuransi serta biaya notaris. Selain itu dalam Surat persetujuan pemberian kredit juga diuraikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur juga uraian tentang berapa jumlah Hak Tanggungan yang akan dipasang. Terhadap kredit yang ditolak, marketing memberitahukan keputusan komite kredit beserta alasan penolakannya, dan terhadap semua data yang telah diterima dari calon debitur, wajib dikembalikan kembali kepada calon debitur. 5. Tahap persetujuan pemberian kredit Setelah Persetujuan Pemberian Kredit tersebut diberitahukan dan disetujui oleh calon debitur, maka seluruh berkas pengajuan kredit berikut Persetujuan Pemberian Kredit diserahkan kepada Legal Officer untuk dilakukan pengikatan kredit dan pengikatan jaminan secara notariil, melalui Notaris/ PPAT yang ditunjuk oleh pihak bank. 6. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan : a. Antara kreditur dengan debitur secara langsung atau b. Dengan melalui notaris.

32 7. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. 8. Penyaluran atau penarikan dana Pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu sekaligus atau secara bertahap. 48 Kebijakan Perkreditan Bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR, tanggal 31 maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagaiman ditetapkan dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksaan Perkreditan Bank, sebagai berikut : a. Prinsip Kehati-hatian dalam perkreditan. b. Organisasi dan manajemen perkreditan. c. Kebijaksanaan persetujuan kredit. d. Dokumentasi dan administrasi kredit. e. Penyelesaian kredit bermasalah. Setelah melalui tahapan-tahapan pelaksanaan pemberian kredit usaha rakyat tersebut, maka secara otomatis perjanjian kredit telah lahir setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak debitur dan bank, dimana 48 Hasil wawancara dengan M. Asral Nasution, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia Bank Sumut Kantor Pusat, 3 Juni 2015.

33 debitur sudah menerima penyerahan uang atas pinjamannya dari pihak bank. Hal ini sesuai dengan sifat perjanjian itu sendiri yaitu konsensuilobligatoir. Sifat konsensuil dari perjanjian itu ada setelah tercapai kesepakatan diantara pihak bank dengan debitur yang dituangkan dalam bentuk penandatanganan perjanjian kredit itu sendiri, sedangkan sifat obligatoir terlihat dengan adanya hak dan kewajiban yang timbul karena adanya perjanjian tersebut. Atas lahirnya perjanjian kredit maka secara otomatis lahir pula hubungan hokum antara keduanya yaitu nasabah debitur dan pihak bank sebagai kreditur. Hubungan hukum pada perjanjian itu mengawali adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang berbeda satu sama lainnya. Bagi pihak bank kewajiban yang dimilikinya merupakan hak yang harus diterima oleh debiturnya, begitu juga sebaliknya. B. Kendala dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Menggunakan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Usaha pada Bank Sumut Cabang Medan Permasalahan di dalam pemberian kredit terutama pada kredit dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang objeknya HGU pada PT. Bank Sumut Cabang Medan pada umumnya adalah ketidaklancaran debitur dalam pengembalian pinjamannya. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa kendala dalam pelaksanaan perjanjian kredit menggunakan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan, antara lain : Hasil wawancara dengan M. Asral Nasution, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia Bank Sumut Kantor Pusat, 3 Juni 2015

34 1. HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain melalui (i) jual-beli, (ii) tukar-menukar, (iii) penyertaan dalam modal, (iv) hibah, dan (v) pewarisan. 2. Tanah yang dijaminkan jangka waktu akan berakhir. 3. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, oleh pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir karena alasanalasan tertentu, yaitu : a. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh pemegang hak; b. Tidak dipenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HGU antara pemegang HGU dan pemegang Hak Milik atau dengan pejanjian penggunaan Hak Pengelolaan tanah; c. Adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Kendala-kendala yang sering terjadi dalam pemberian kredit Hak Guna Usaha adalah terjadinya wanprestasi dari pihak debitur. Keadaan-keadaan yang dapat dikatakan debitur wanprestasi adalah dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan, seperti debitur tidak membayar angsuran bulanannya ataupun jumlah angsuran bulanannya kurang dari jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit dan atau tidak melunasi kewajiban angsuran bulanannya menurut batas waktu yang ditetapkan Ibid

35 C. Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Menggunakan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Usaha pada Bank Sumut Cabang Medan Pemenuhan prestasi merupakan hakekat dari perikatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1234 KUHPerdata yang berbunyi: Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk berprestasi kepada kreditur dapat disebabkan dua kemungkinan alasan, yaitu pertama, karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban maupun karena kelalaian. Kedua, karena keadaan memaksa (overmarcht) di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah. Dalam hal debitur tak dapat memenuhi prestasi dan ada unsur salah pada dirinya, maka dapat dikatakan debitur dalam keadaan wanprestasi. Hak dan kewajiban masing-masing pihak yang telah disebutkan diatas apabila dihubungkan dengan Pasal 1234 KUHPerdata, jika para pihak tidak berprestasi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka pihak yang tidak melaksanakan kewajiban dikatakan dalam wanprestasi. Menurut Subekti bentuk wanprestasi yang dapat dilakukan oleh debitur dapat berupa tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya yaitu apabila debitur tidak memenuhi syarat-syarat efektif penarikan kredit yang ditentukan. 51 Sedangkan bentuk wanprestasi yang dapat dilakukan di PT. Sumut Cabang Medan dapat berupa tidak melaksanakan apa yang dijanjikannya yaitu 51 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermassa, Jakarta, 2010, hal 91

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya 2.1. Hak Milik Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Setelah menunggu beberapa tahun lamanya, akhirnya pada tanggal 9 April 1996 diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ((Studi di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk) SKRIPSI Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Sejarah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 2.1.Perjanjian Kredit 2.1.1 Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata Perjanjian Kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. KUHPerdata hanya mengatur tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 3, No 1 Januari 2018 PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Mohammad Sigit Gunawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT 1.1 Akta Pemberian Hak Tanggungan 2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Dan Sertipikat Hak Tanggungan Hak tanggungan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT

BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT 34 BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan 11 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan Dalam transaksi perkreditan terdapat dua jenis perikatan yang dapat ditinjau dari segi

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat.pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN A. Ketentuan Hukum Tentang Hak Tanggungan 1. Ketentuan Umum Hak Tanggungan Dalam perkembangan sekarang ini peranan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam meminjam telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pihak pemberi pinjaman yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Sejak diberlakukannya UUHT maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya, pengaturan mengenai

Lebih terperinci