BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT"

Transkripsi

1 34 BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik. Sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XXI tentang hipotik. Namun sesudah diberlakukannya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang tidak lagi berdasarkan ketentuanjaminan hipotik tersebut, melainkanberdasarkan ketentuan jaminan Hak Tanggungan. 30 Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Hak Tanggungan adalah : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 30 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, ( Jakart : Sinar Grafika, 2011), hlm. 305

2 35 Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Hak Tanggungan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan objek jaminannya berupa Hak-hak atas Tanah yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria. 31 Berdasarkan definisi hak tanggungan diatas, dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan, sebagai berikut : 32 1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 2) Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA. 3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah ) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. 4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu. 5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam penjelasan umum nomor 3 Undang-undang Hak Tanggungan memberikan batasan dari pengertian hak tanggungan tersebut yaitu : 33 a. Memberikan kedudukan yang utama atau mendahulukan kepada pemegangnya. b. Objek hak tanggungan yang dijamin selalu mengikuti ditangan siapapun objek atau benda itu berada. 31 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan (Jakarta: Kencana, 2005), hlm Supriadi, Op.cit., hlm H. Affan Mukti, Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria, (Medan : Fakultas Hukum, 2010) hlm. 138

3 36 c. Pasti serta mudah di dalam pelaksanaan eksekusinya. Menurut Sutarno SH.MM, Hak Tanggungan adalah jaminan yang adanya karena diperjanjikan terlebih dahulu antara Kreditor dengan Debitor, jaminan yang adanya atau lahirnya karena perjanjian ini akan menimbulkan jaminan khusus yang berupa jaminan kebendaan yaitu Hak Tanggungan.Sebagaimana disebutkan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang, keberadaan Hak Tanggungan memberikan suatu rasa aman kepada kreditur, karena kreditur berada pada posisi yang diutamakan dari pada kreditur lainnya, dalam arti apabila debitur-debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual barang jaminan melalui suatu pelelangan umum terhadap tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan Peraturan Perundang - Undangan, kedudukan yang diutamakan ini dikecualikan apabila dalam hal-hal adanya piutang Negara yang harus diutamakan menurut ketentuan Peraturan Perundang - Undangan. 34 Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan adalah Penguasaan atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya (diakses pada tanggal 11 Juni 2016) 35 (diakses pada tanggal 8 September 2016)

4 37 Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu mempunyai empat asas, yaitu sebagai berikut : Memberikan kedudukan yang diutamakan (preferent) kepada krediturnya. Hal ini berarti bahwa kreditor pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk didahulukan di dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya daripada kreditor-kreditor lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. 2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Artinya benda-benda yang dijadikan objek Hak Tanggungan itu tetap terbeban Hak Tanggungan walau di tangan siapapun beda itu berada. Jadi meskipun hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut telah beralih atau berpindah-pindah kepada orang lain, namun Hak Tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan mengikat. 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. Asas spesialitas maksudnya benda yang dibebani Hak Tanggungan itu harus ditunjuk secara khusus. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan harus disebutkan secara tegas dan jelas mengenai benda yang dibebani itu berupa apa, dimana letaknya, berapa luasnya, apa batas-batasnya, dan apa bukti pemiliknya. Adapun asas publisitas artinya hal pembebanan Hak Tanggungan tersebut harus dapat diketahui oleh umum, untuk itu terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan. 36 Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm 55

5 38 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya Artinya dapat dieksekusi seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti. Untuk mengetahui ciri-ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah, dapat diambil dari isi pasal-pasal yang ada beserta penjelasannya, antara lain 37 : 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya (droit de preference), yaitu kepada kreditornya. 2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek Hak Tanggungan itu berada (droit de suite). 3. Memenuhi Asas Spesialitas dan Asas Publisitas. Pemenuhan Asas Spesialitas ini tersebut dalam muatan wajib Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti yang tercantum dalam Pasal 11 UUHT, yaitu : - Identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan - Domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan - Jumlah utang-utang yang dijamin - Nilai tanggungan - Benda atau yang menjadi objek Hak Tanggungan Sedangkan pemenuhan Asas Spesialitas dengan cara wajib didaftarkannya Hak Tanggungan pada kantor pertanahan setempat (Pasal 13 UUHT). 37 Habib Adjie,SH.M.Hum, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2000), hlm 6

6 39 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, yaitu dengan cara : c. Menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut (Pasal 6 UUHT). d. Penjualan objek Hak Tanggungan secara dibawah tangan, jika dengan cara tersebut akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) UUHT). e. Memberikan kemungkinan penggunaan acara Parate Eksekusi seperti yang diatur dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg (Pasal 26 jo 14 UUHT). Sedangkan sifat Hak Tanggungan, antara lain 38 : 1. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 UUHT). Bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Dan sifat ini tidak berlaku mutlak karena ada kemungkinan untuk mengecualikan atau menyimpang dari sifat tidak dapat dibagi-bagi ini didasarkan Pasal 2 ayat (2) UUHT, yang dapat dilakukan dengan Roya Parsial. Yang dimaksud dengan Royal Parsial adalah bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara mengangsur yang besarnya sama dengan nilai masing-masing satuan yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan. 2. Bersifat acessoir (merupakan ikutan) pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang. Keberadaan berakhirnya dan hapusnya Hak Tanggungan kepada utang yang dijamin pelunasannya tersebut. 38 Ibid, hlm 7

7 40 B. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan 1. Lahirnya Hak Tanggungan Tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan, diatur dalam pasal 17 UUHT yang menyatakan bahwa : Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahapkegiatan, yaitu : 39 f. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin. Di dalam akta tersebut wajib dicantumkan : 1) Nama dan identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan. 2) Domisili pihak-pihak. Apabila salah satu diantara mereka ada yang berdomisili diluar Indonesia, maka baginya harus dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan jika tidak dicantumkan domisili pihan tersebut maka Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 39 Ibid, hlm. 8

8 41 tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai domisili pilihan. 3) Penunjukan secara jelas utang atau piutang yang dijamin. 4) Nilai tanggungan. 5) Uraian jelas mengenai objek hak tanggungan. g. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Hak Tanggungan baru lahir saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UUHT. 40 Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, terhadap pembebanan Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selain itu di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan juga dinyatakan bahwa Hak Tanggungan lengkap surat-surat yang diperlukan bagi 40 Supriadi, Op.cit., hlm. 193

9 42 pendaftarnya. Dengan demikian, Hak Tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika tidak dilakukan pendaftaran itu, pembebanan Hak Tanggungan tersebut tidak diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. 41 Menurut St. Remy Sjahdeini, tata cara pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan adalah sebagai berikut : 42 a. Setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh PPAT dilakukan oleh para pihak, PPAT mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan oleh Kantor Pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukan oleh PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan. b. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikan hak atas tanah yang bersangkutan. c. Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. 41 Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm Supriadi, Op.cit., hlm. 195

10 43 3. Berakhirnya Hak Tanggungan Dalam ketentuan pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa Hak Tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa hal sebagai berikut : 43 a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan Hapusnya utang itu mengakibatkan Hak Tanggungan sebagai hak accessoir menjadi hapus.hal ini terjadi karena adanya Hak Tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari utang debitur yang menjadi perjanjian pokoknya.dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. b. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan. Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai hal dilepaskannya hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. Perlu ditegaskan disini bahwa dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditor tersebut mempunyai 2 (dua) pengertian yaitu : 44 1) Kreditor memang benar-benar melepaskan hak tanggungan tersebut; 2) Pelepasan hak tanggungan karena adanya permintaan pembersihan dari pembeli hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. c. Pemberian hak tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri. 43 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm Habib Adjie,Op.Cit., hlm.20

11 44 Hapusnya hak tanggungan ini terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan. Menurut pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, pembeli objek hak tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang hak tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. Ketentuan demikian ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli objek hak tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas dari hak tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin. Pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut mengemukakan hal-hal sebagai berikut : (1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelanganumum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela,dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itudibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian. Ketentuan ini didadakan dalam rangka melindungi kepentingan objek Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan. (2) Pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis daripemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya

12 45 Hak Tanggungan yang membebaniobyek Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian. (3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu HakTanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang HakTanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban yangmelebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembeli bendatersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerahhukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkanpembersihan itu dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasilpenjualan lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari HakTanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapatdilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yangbersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan bahwa obyek HakTanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan. Apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemeganghak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak tanggungan dari beban melebihi harga pembeliannya, pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi objek hak tanggungan

13 46 yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus menetapkan ketentuan pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut perundang-undangan yang berlaku. Hal ini terdapat pada pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan. d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan Hapusnya hak atas tanah tersebut dapat disebabkan oleh : 1) Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan diperpanjang sebelum berakhir jangka waktunya 2) Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir 3) Karena suatu syarat batal dipenuhi 4) Dicabut untuk kepentingan umum 5) Tanahnya musnah 6) Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak atas tanah Hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan ini tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. C. Janji-Janji dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan Dalam ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain : 45 a) Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan maupun mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, 45 Ibid, hlm. 56

14 47 kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan. Untuk melindungi kepentingan pemegang hak tanggungan, di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dimuat suatu janji di mana secara tegas pemberi hak tanggungan dibatasi dalam kewenangannya untuk menyewakan benda yang dibebani tanpa izin dari pemegang hak tanggungan maupun mengenai cara atau lamanya waktu benda itu akan disewakan, ataupun mengenai pembayaran uang muka sewa. b) Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan. Dengan janji ini berarti pemberi hak tanggungan tidak dapat dengan bebas untuk mengubah bentuk maupun tata susunan dari benda yang ditunjuk sebagai objek hak tanggungan, kecuali mengenai hali itu telah mendapat persetujuan secara tertulis sebelumnya dari pemegang hak tanggungan. c) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan itu berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitur sungguh-sungguh cedera janji. Dalam hal ini dapat diperjanjikan bahwa apabila debitur ternyata tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya, pemegang hak tanggungan berwenang untuk mengelola objek hak tanggungan itu untuk

15 48 memperoleh pelunasan piutangnya berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri. d) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek hak tanggungan jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk melakukan sesuatu demi menyelamatkan objek hak tanggungan apabila diperlukan ini dimaksud untuk melindungi kepentingan pemegang hak tanggungan agar objek hak tanggungan itu masih ada pada saat pelaksanaa eksekusi atau untuk menjamin bahwa hak atau tanah yang dijadikan objek hak tanggungan itu tidak hapus atau dicabut. e) Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji. Dalam hal ini dapat diperjanjikan dengan tegas bahwa apabila ternyata di kemudian hari debitur cidera janji yaitu jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan untuk menjual benda yang menjadi objek hak tanggungan di muka umum, untuk mengambil pelunasan hutangpokok maupun bunga, serta biaya-biaya yang dikeluarkan, dari pendapatan penjualan itu.

16 49 Pemegang hak tanggungan yang mencantumkan janji ini di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, memiliki parate eksekusi. Yang dimaksud dengan parate eksekusi adalah menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya tanpa perantara hakim. f) Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan, pertama bahwa objek hak tersebut tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan ini merupakan suatu janji mengenai larangan melakukan pembersihan hak tanggungan atas benda yang dijaminkan oleh pemilik baru atas benda tersebut apabila benda itu beralih kepemilikannya. g) Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak tanggungan itu tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan. Dengan dicantumkannya janji ini di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, pemberi hak tanggungan tidak boleh melepaskan haknya atas objek hak tanggungan tersebut. Apabila ia akan melepaskan haknya atas objek hak tanggungan tersebut, ia harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan. h) Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima oleh pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila hak tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.

17 50 Apabila ternyata terhadap objek hak tanggungan tersebut dilepaskan haknya untuk kepentingan umum, dengan janji ini, pemegang hak tanggungan berhak memperoleh pelunasan piutangnya dari ganti rugi yang diterima oleh pemberi hak tanggungan itu. i) Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima oleh pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya jika objek hak tanggungan diasuransikan. Pemegang hak tanggungan berhak meminta diperjanjikan asuransi pada benda yang menjadi objek hak tanggungan. Dalam hal benda yang menjadi objek hak tanggungan itu telah diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh uang asuransi tersebut jika terjadi keadaan yang tidak dapat diduga (overmacht) yang menimbulkan suatu kerugian yang menimpa benda yang diasuransikan tersebut, untuk pelunasan piutangnya, agar janji asuransi ini berlaku pula untuk perusahaan asuransi, janji ini harus diberitahukan kepada perusahaan asuransi tersebut. j) Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan. Adakalanya barang yang dijaminkan dikuasai atau dihuni oleh pihak lain maupun oleh pemberi hak tanggungan itu sendiri. Apabila terjadi demikian, hal tersebut akan mengakibatkan harga penawaran dan minat untuk membeli benda yang merupakan objek hak tanggungan itu menjadi menurun pada saat pelelangan.

18 51 k) Janji yang menyimpangi bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan akan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Artinya para pihak dapat memperjanjikan bahwa pemberi hak tanggungan memberi kuasa dengan hak subtitusi kepada pemegang hak tanggungan untuk menerima dan menyimpan sertifikat tersebutsampai utang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut lunas. Didalam penjelasan undang-undang hak tanggungan terdapat ketentuan kewajiban untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sehingga jika tidak dicantumkannya kewajiban tersebut secara lengkap, maka akan mengakibatkan Akta tersebut menjadi batal demi hukum. Demikian juga dengan janji-janji yang harus dicantumkan di dalam akta tersebut. 46 Perlindungan terhadap kepentingan kreditor (pemegang hak tanggungan) ini mempunyai batasan yaitu bahwa pemegang hak tanggungan tidak boleh memiliki objek hak tanggungan. Oleh karena itu, janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji adalah batal demi hukum. Janji ini adalah untuk melindungi debitur (pemberi hak tanggungan) dari syarat-syarat yang diajukan kreditor. 46 H.Affan Mukti, Op. Cit., hlm. 142

19 52 D. Pandangan Hukum Terhadap Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan oleh orang yang belum merupakan pemilik sah objek Hak Tanggungan tersebut 1. Objek Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan, objek yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dalam pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dijelaskan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah sebagai berikut : a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan e. Hak-hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Tidak saja terhadap hak-hak atas tanah diatasyang dapat dijadikan objek hak tanggungan, tetapi juga terhadap bangunan, tanaman, dan hasil karya seperti kolam-kolam, patung-patung diatas tanah dan hasil seni lainnya. 47 Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk.pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer.kedua, hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak- 47 Affan Mukti, Op. Cit, hlm. 139

20 53 hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seseorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Sedangkan hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Hak sekunder ini dapat dilihat dalam ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Menyewa atas Tanah Pertanian. Di samping itu, hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. 48 Hak Milik terdapat dalam pasal 20 UUPA yang berisi : 49 a. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. b. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Menurut A.P. Parlindungan, kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh Supriadi, Op.cit., hlm H. Affan Mukti, Op.Cit., hlm A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,(Bandung : Mandar Maju, 1993) hlm. 124

21 54 Dalam pasal 28 UUPA dijelaskan mengenai Hak Guna Usaha yaitu : 51 a. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam pasal 29 guna perusahaan pertanian, perikanan dan perternakan. b. Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan jaman. c. Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 35 UUPA menjelaskan tentang Hak Guna Bangunan yaitu : 52 a. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. b. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. c. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 41 UUPA menjelaskan : 53 a. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan 51 H.Affan Mukti, Op.Cit.,hlm Ibid.,hlm Ibid.,hlm. 127

22 55 pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini. b. Hak Pakai dapat diberikan : 1. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. 2. Dengan cuma-cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. c. Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. Objek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan artinya objek hak tanggungan dapat dilakukan dengan beberapa pemegang hak tanggungan. Dengan ketentuan pemegang hak tanggungan pertama yang mempunyai kedudukan prioritas untuk pelunasan utangnya dari pemegangpemegang hak tanggungan lainnya apabila debitur cedera janji, namun apabila peringkat pemegang hak tanggungan didaftarkan bersamaan dengan tanggalnya, maka peringkat tersebut dilihat berdasarkan tanggal pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungannya Subjek Hukum dalam Hak Tanggungan Dalam Hak Tanggungan juga terdapat subjek hukum yang menjadi hak tanggungan yang terikat dengan perjanjian pemberi Hak Tanggungan. Di dalam 54 Ibid, hlm. 139

23 56 surat perjanjian Hak Tanggunan ada dua pihak yang mengikatkan diri sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 8 dan pasal 9 UUHT, yaitu sebagai berikut : 55 1) Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. Sehingga apabila debitur cedera janji maka akan mengakibatkan dijualnya objek hak tanggungan oleh si pemegang hak tanggungan. Syarat sebagai pemberi Hak Tanggungan adalah: 56 - Warga Negara Indonesia yang berkewarganegaraan tunggal sebagai pemegang Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. - Badan Hukum Indonesia sebagai pemegang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Negara. - Warga Negara Asing yang berdomisili dan menjadi penduduk Indonesia sebagai pemegang Hak Pakai Atas Tanah Negara. - Badan Hukum Asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia sebagai pemegang Hak Pakai Atas Tanah Negara. 2) Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang, seperti lembaga perbankan, lembaga keuangan non bank atau badan-badan hukum lainnya 55 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm Ny. Frieda Husni Hasbullah, Op. Cit., hlm. 159

24 57 atau perseorangan-perseorangan yang biasanya disebut sebagai kreditur. Badan hukum atau lembaga yang tersebut diatas adalah badan-badan hukum atau lembaga keuangan yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan untuk menyelenggarakan usaha-usaha perkreditan dengan kewenangan melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan guna pelunasan utang si debitur. 57 Syarat sebagai pemegang Hak Tanggungan : 58 - Warga Negara Indonesia - Warga Negara Asing, baik yang berdomisili di Indonesia maupun yang berdomisili di manca negara - Badan Hukum Indonesia - Badan Hukum Asing, baik yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia maupun yang berkantor pusat di manca negara. Jika yang bersangkutan tinggal di luar Indonesia, maka ia harus mencantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Jika ia tidak mencantumkannya, maka kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan harus dianggap sebagai domisili yang dipilih. Warga Negara Asing agar dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 59 - Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu, 57 H. Affan Mukti, Op. Cit., hlm Ny. Frieda Husni Hasbullah, Op. Cit., hlm Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 54

25 58 - Mempunyai usaha di Indonesia, - Kredit itu dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia. Berdasarkan pembahasan mengenai pemberi Hak Tanggungan adalah orang yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan atau pemilik sah dari objek Hak Tanggungan.Dan pemilik sahnya adalah yang terdaftar pada buku tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat. Dengan demikian, apabila oleh karena sesuatu hal sehingga pemberian Hak Tanggungan harus didahului dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan harus dilakukan dan ditandatangani oleh pemilik sah dari objek Hak Tanggungan itu pula. Apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dilakukan oleh orang yang belum merupakan pemilik sah atas objek Hak Tanggungan sesuai yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional, maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut mempunyai konsekuensi dapat diajukan untuk dibatalkan ( vernietigbaar ) oleh pihak yang berkepentingan.

26 59 BAB IV SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DALAM PROSES TAKE OVER KREDIT ANTAR BANK A. Proses Pemberian Kredit Pemilikan Rumah Secara Umum Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal dengan tanahnya guna dimiliki atau dihuni. 60 Proses yang dijalani dalam pembebanan hak tanggungan antara lain : 61 1) Perjanjian Kredit Dalam hal ini para pihak, yaitu kreditur dan debitur membuat perjanjian kredit. Perjanjian kredit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Perjanjian kredit di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat antara debitur sebagai peminjam dengan kreditur sebagai pemberi pinjaman atau kredit. b. Perjanjian kredit notariil, yaitu perjanjian kredit yang dibuat di hadapan notaris. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah pinjaman yang diberikan sangat besar. 2) Pembebanan hak tanggungan Keberadaan hak tanggungan tersebut ditentukan melalui pemenuhan tata cara pembebanannya yang meliputi dua tahap kegiatan, yaitu : i. Tahap pemberian hak tanggungan 60 Ibid,hlm Ibid, hlm. 91

27 60 1) Untuk keperluan pembebanan hak tanggungan, pertama-tama debitur harus menyerahkan kepada bank sertifikat hak atas tanah yang akan dibebani hak tanggungan. Sertifikat hak atas tanah tersebut dapat atas nama debitur sendiri atau atas nama pihak ketiga. 2) Disamping harus menyerahkan sertifikat hak atas tanah debitur atau pemilik tanah juga harus mengusahakan dan menyerahkan kepada bank, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan setempat. Dalampraktek, SKPT tersebutdapatdimintakanolehpihak bank kepada Kantor PertanahanmelaluiNotaris yang biasanyadisebutcekbersih. Adapunyang dimaksud dengan SKPT adalah surat keterangan yang memuat keterangan mengenai : - Keabsahan dari sertifikat hak atas tanah - Status tanah tersebut dalam sengketa atau diletakkan sita oleh pengadilan atau tidak - Tanah sudah atau belum dibebani hak tanggungan - Dan lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah. 3) Demi menjamin keamanan dan kepastian jaminan yang diterima, kreditor (bank) mencari informasi tambahan lainnya yang dapat mendukung kepastian nilai dari barang jaminan tersebut, antara lain dengan cara :

28 61 a. Melihat rencana tata kota, untuk mengetahui peruntukan tanah tersebut pada saat ini maupun di masa yang akan datang. b. Melakukan penilaian jaminan melalui perusahaan jasa penilai independen untuk mengetahui kesesuaian data yang ada dalam sertifikat tanah dengan keadaan fisik tanah serta membuat perkiraan nilai pasar maupun nilai likuidasi barang jaminan. 4) Setelah penelitian kreditor (bank) dianggap cukup, kemudian pihak Bank dan pemilik tanah datang ke PPAT yang wewenangnya meliputi daerah di mana tanah tersebut terletak, untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan. (Pemberian Hak Tanggungan itu dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan, yaitu pihak bank, dua orang saksi, dan PPAT sendiri. ii. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan. a. Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut selanjutnya didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah tempat dimana tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu terletak. Di samping Akta Pemberian Hak Tanggungan itu,

29 62 untuk keperluan pendaftaran harus pula disertakan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 telah memberikan ketentuan bahwa PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan. b. Kantor pertanahan tersebut kemudian akan melakukan hal-hal sebagai berikut: - Membuat buku tanah Hak Tanggungan - Mencatat di buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan - Mencatat pembebanan Hak Tanggungan tersebut dalam sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan - Mendaftar dalam daftar buku tanah Hak Tanggungan Menurut Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang nomor 4 tahun 1996, tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, yang merupakan saat lahirnya sertifikat Hak Tanggungan. c. Sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah kemudian diserahkan kepada Kreditor selaku pemegang Hak Tanggungan untuk disimpan.

30 63 Kredit Pemilikan Rumah diberikan oleh bank ( kreditur ) kepada nasabah ( debitur ) dengan tujuan untuk membeli rumah/tanah bangunan dan rumah/tanah bangunan yang dibeli tersebut menjadi jaminan atas kredit yang diberikan. Pengikatanjaminan yang diserahkantersebutdengancarapemberianhaktanggunganolehdebiturkepadakredit ur( bank ). Sehingga apabila debitur (nasabah) cidera janji, maka kreditur mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan sebagaimana tercantum pada pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan dimulai dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dengan Akte Pemberian Hak Tanggungan ( APHT )yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) dan merupakan bagian yang tidak terpisah dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut,( accessoir ), namun dalam hal take over kredit antar bank sering Akte Pemberian Hak Tanggungan belum dapat dilakukan oleh karena belum terpenuhinya syarat yang diharuskan oleh ketentuan yang mengatur sehingga dibuatkan terlebih dahulu Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan ( SKMHT ) dari debitur kepada kreditur yang nantinya akan digunakan oleh kreditur untuk membuat Akte Pemberian Hak Tanggungan setelah syarat pembuatannya dapat terpenuhi nanti. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diperlukan oleh karena belum dapat langsung dilakukan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh karena masih ada syarat-syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Sebagai contoh, dalam take over kredit non jual beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan belum dapat dibuat karena proses roya hak

31 64 tanggungan terdahulu belum tuntas. Sedangkan dalam take over kredit jual beli, yang menjadi alasan untuk dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah selain objek jaminan masih dibebani Hak Tanggungan yang belum diroya, juga karena objek jaminan tersebut belum atas nama debitur karena belum dilakukan proses balik nama, sedangkan pemasangan Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dilakukan pada saat objek jaminan telah di balik nama ke atas nama kreditur. Apabila tidak dilakukan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, maka terdapat resiko hak kreditur tidak terlindungi, ketika syarat administrasi untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan sudah terpenuhi, namun dengan berbagai alasan debitur tidak bersedia menandatanganinya. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ini tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambatlambatnya 1 bulan, sedangkan terhadap tanah yang belum terdaftar, maka pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 bulan. 62 B. Take Over Kredit Kepemilikan Rumah antar Bank Seiring dengan perkembangan dunia perbankan saat ini telah meningkatkan pula persaingan diantara sesama bank, baik dalam hal layanan yang diberikan maupun kemudahan atau keuntungan yang diberikan kepada nasabahnya melalui 62 H. Affan Mukti, Op. Cit., hlm. 144

32 65 produk-produk yang ditawarkan kepada nasabah. Hal inimemberialternatifataupilihan lebihbaikbaginasabahuntukmenentukanpilihankepada yang bank manaakanberhubungan. Adakalanyatawarankemudahanataukeuntungansuatuprodukdisampaikanketikanas abahsudahmengikatkandiridalamsuatuperjanjianuntukberhubungandengansuatu bank tertentu, sepertipemberiankreditkepemilikanrumah, dimanauntukkeperluanpembelianrumah, nasabahsudahmendapatkanfasilitaspembiayaanmelaluikreditkepemilikanrumahda nsudahberjalanbeberapawaktu, kemudianadanyasuatutawaran yang lebihbaikdari bank lain yang dapatmemenuhikebutuhannasabahtersebutsaatitusehingganasabahtertarikdanakan mengalihkanfasilitaskredit yang diperolehke bank yang lain tetapinasabahtidakdapatmelunasiterlebihdahuluatasfasilitaskredit yang diperolehdari bank pertamapemberikredit. Kondisidemikianmengharuskan bank lain yang inginmerekrutnasabahtersebutmelakukan proses takeover fasilitaskreditkepemilikanrumah yang dinikmatinasabahtersebutdari bank pemberikreditterdahulu. Hal inijugadapatterjadidalamkondisi lain dimana bank maumemberikanfasilitaskreditkepemilikanrumahkepadanasabahnyasendiriuntukm embelirumah yang masihdijaminkanolehpemiliknyakepada bank lain danpenjualnyamengharapkanhasilpenjualanrumahtersebutuntukmelunasipinjanann ya. Takeover kreditpadasaatinisudahmerupakanhal yang biasaterjadidalamduniaperbankandanbukanmerupakansuatutindakan yang dilarangataupunmelanggaretikalagi.

33 66 Meskipun Pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan memungkinkan peralihan pemegang hak tanggungan melalui Cessie dan Subrogasi, namun dalam prakteknya, hal tersebut tidak digunakan oleh bank dalam hal take over kredit karena tidak lazim bagi sesama bank untuk membuat suatu kesepakatan terhadap peralihan hutang dan hak tanggungan. Proses take over Kredit Pemilikan Rumah (KPR) secara umum (non jual beli)dapat dilihat pada bagan berikut ini : Permohonan Nasabah Account Officer / AO melakukan check on the spot yaitu pengumpulan data usaha, pribadi, jaminan, dll. AO melakukan proses analisa 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) dan BI Checking Penilaian jaminan oleh Appraisal Independent. AO meneruskan hasil analisa ke Pimpinan untuk diputuskan. Keputusan dan dokumen kredit diserahkan ke Sentra Operasi Area untuk direalisasi. Sentra Operasi Area menerbitkan offering letter kepada calon debitur Penyerahan berkas ke notaris / PPAT untuk dilakukan cek bersih, persiapan Perjanjian Kredit dan pengikatan jaminan / SKMHT. Tanda tangan SKMHT nasabah kepada bank. Realisasi kredit dengan transfer ke bank asal. AO menerima asli sertifikat jaminan, Surat Keterangan Lunas, Surat keterangan roya dari bank.

34 67 Notaris/ PPAT roya Hak Tanggungan Keterangan : dan melakukan pemasangan Hak Tanggungan (Tanda tangan APHT ). Proses Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) diawali dengan adanya permohonan nasabah kepada bank untuk melakukan perjanjian kredit. Kemudian Account Officer (AO) akan melakukan pengumpulan data usaha, pribadi, jaminan dari nasabah tersebut. Dalam memberikan kredit, Account Officer mewakili bank akan menilai nasabah dari segi character (kepribadian), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan), dan condition (kondisi) dan dilakukan BI Checking. BI Checking adalah laporan yang dikeluarkan olehbank Indonesia yang berisi riwayat kredit/pinjaman seorang nasabah kepada bank atau lembaga keuangan non bank.selanjutnya pihak bank akan meminta bantuan Appraisal Independent untuk menilai objek jaminan. Appraisal independent adalah perusahan yang berdiri sendiri (tidak mempunyai kaitan dengan bank) yang melakukan penilaian terhadap objek jaminan. Kemudian hasil analisa tersebut akan diteruskan oleh Account Officer kepada pimpinan untuk diputus. hasil keputusan pimpinan beserta dokumen kredit diserahkan ke sentra operasi area untuk direalisasi. Setelah diputuskan bahwa kredit tersebut dapat direalisasikan,sentra Operasi Area menerbitkan offering letter kepada calon debitur. Offering Letter adalah surat yang dikeluarkan bank berisi pemberitahuan kepada calon debitur yang isinya bank bersedia memberikan kredit apabila calon debitur memenuhi syarat dan ketentuan yang ditentukan. Selanjutnya penyerahan berkas ke notaris/ PPAT untuk dilakukan cek bersih, persiapan pengjanjian kredit

35 68 dan pengikatan jaminan / SKMHT. Cek bersih adalah pengecekan kesesuaian data antara sertifikat dengan data-data yang terdaftar dalam Kantor Pertanahan yang dilakukan oleh Notaris PPAT. Selanjutnya, pada saat yang bersamaan akan dilakukan penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, dan kredit direalisasi dengan transfer ke bank asal dan penerimaan sertifikat asli sertifikat jaminan, surat keterangan lunas, surat keterangan roya dari bank asal. Dan kemudian notaris akan meroya hak tanggungan dan dilakukan pemasangan hak tanggungan yang baru dengan melakukan penandatanganan APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan). C. Prinsip-Prinsip Pemberian Kuasa Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. 63 Pemberian kuasa mengandung unsur sebagai berikut : 1. Adanya persetujuan 2. Pemberi kuasa memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan suatu urusan 3. Penerima kuasa bertindak atas nama pemberi kuasa Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak yaitu : 64 a. Pemberi kuasa atau lastgever 63 Gunawan Wijaya, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta : Kencana, 2004), hlm M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm. 2

36 69 b. Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa. Orang yang dapat ditunjuk sebagai penerima kuasa adalah orang yang cakap hukum. Yang dimaksud dengan cakap hukum menurut pasal 1330 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata adalah orang yang telah dewasa, orang yang tidak berada di bawah pengampunan dan orang orang selain perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya orang-orang yang oleh undang-undang telah dilarang untuk terikat dalam perjanjian tertentu. Namun menurut pasal 1798 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan dari si suami dan orang-orang yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa, tetapi si pemberi kuasa tidak mempunyai suatu tuntutan hukum terhadap orang-orang yang belum dewasa dan perempuan yang menerima kuasa tanpa bantuan dari si suami. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur kewajiban penerima kuasa dan pemberi kuasa. Kewajiban penerima kuasa adalah sebagai berikut : 1. Melaksanakan kuasanya dan menanggung segala kerugian timbuk karena tidak dilaksanakannya kuasa tersebut. 2. Bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan bertanggung jawab terhadap kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. 3. Memberi laporan tentang apa yang telah diperbuatnya kepada pemberi kuasa.

37 70 4. Bertanggung jawab terhadap orang yang ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan tugasnya. Kewajiban pemberi kuasa adalah sebagai berikut : 1. Memberikan ganti rugi kepada si penerima kuasa tentang kerugiankerugian yang diderita sewaktu menjalankan kuasanya. 2. Bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap si penerima kuasa mengenai segala akibat dari pemberian kuasa itu. 3. Membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa dalam melaksanakan kuasanya. Begitu pula dengan upahnya apabila telah diperjanjikan. Hal hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut Pasal 1813 KUH Perdata adalah : 65 a. Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak Ketentuan penarikan atau pencabutan kembali kuasa oleh pemberi kuasa diatur lebih lanjut dalam pasal 1814 KUH Perdata dengan acuan : - Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa - Pencabutan dapat dilakukan secara tegas dalam bentuk : a) Mencabut secara tegas dengan tertulis b) Meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa - Pencabutan secara diam-diam, berdasarkan pasal 1816 KUH Perdata. Pemberi kuasa dapat mengangkat atau 65 Ibid, hlm. 4

38 71 menunjuk kuasa baru untuk melaksanakan urusan yang sama. Tindakan tersebut berakibat kuasa yang pertama terhitung sejak tanggal pemberian kuasa kepada kuasa yang baru, ditarik kembali secara diam-diam. b. Salah satu pihak meninggal Pasal 1813 KUH Perdata menegaskan bahwa dengan meninggalnya salah satu pihak, dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum. Hubungan hukum perjanjian kuasa tidak berlanjut kepada ahli waris. Jika hubungan itu hendak diteruskan oleh ahli waris, harus dibuat surat kuasa baru. c. Penerima kuasa melepas kuasa Pasal 1817 KUH Perdata, memberi hak secara sepihak kepda kuasa untuk melepaskan kuasa yang diterimanya, dengan syarat : - Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa - Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak. Berikut di bawah ini terdapat beberapa prinsip hukum pemberian kuasa antara lain: Penerima Kuasa Langsung berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa. Pemberian kuasa mengatur hubungan hukum antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, dimana pemberi kuasa langsung menerbitkan dan memberi 66 M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat.pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT 1.1 Akta Pemberian Hak Tanggungan 2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Dan Sertipikat Hak Tanggungan Hak tanggungan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 3, No 1 Januari 2018 PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Mohammad Sigit Gunawan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Sejak diberlakukannya UUHT maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN

BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN 2.1. Pengertian Hak Tanggungan Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 2.1.Perjanjian Kredit 2.1.1 Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata Perjanjian Kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. KUHPerdata hanya mengatur tentang

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN

BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN A. KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) 1. Pengertian KPR Istilah Kredit yang saat ini banyak digunakan berasal dari kata Romawi berupa Credere yang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia terkait dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia di setiap tahunnya, maka berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan 11 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan Dalam transaksi perkreditan terdapat dua jenis perikatan yang dapat ditinjau dari segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT 34 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut UUHT No. 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan adalah dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN A. Ketentuan Hukum Tentang Hak Tanggungan 1. Ketentuan Umum Hak Tanggungan Dalam perkembangan sekarang ini peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya adalah menunda urusan tersebut sampai ia mampu melakukannya sendiri atau mewakilkan kepada atau

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Setelah menunggu beberapa tahun lamanya, akhirnya pada tanggal 9 April 1996 diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG (Studi pada Kantor Notaris dan PPAT Harti Virgo Putri, S.H.

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan PPAT yang Meliputi Tugas dan Kewenangan dalam Proses Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017. PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS PEMILIKAN RUMAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh: Winerungan Julio 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017. PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS PEMILIKAN RUMAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh: Winerungan Julio 2 PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS PEMILIKAN RUMAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh: Winerungan Julio 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur pembebanan Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya

BAB 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya 11 BAB 2 Tinjauan Tentang Hak Tanggungan 2.1. Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya Berbicara tentang Hak Tanggungan, tidak dapat terlepas dari sejarah hukum jaminan pada umumnya di Indonesia setelah

Lebih terperinci

Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit - Author: Swante Adi Krisna APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 29 Nov 2016 (one month ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. 11010112420124 Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister

Lebih terperinci