100 Soal Jawab Hukum Internasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "100 Soal Jawab Hukum Internasional"

Transkripsi

1 100 Soal Jawab Hukum Internasional 1. Sebutkan istilah hukum internasional! Hukum internasional (intenational law); Hukum internasional publik (public international public); Hukum bangsa-bangsa (law of nations); Hukum antarnegara (inter state law); hukum transnasional (tranasnational law) (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 1) 2. Tuliskan pengertian Hukum Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja! Hukum internasioanl (publik) adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara (hubungan internasional). (Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum, (jakarta: binacipta, 1982), cetakan IV, hlm. 1) 3. Jelaskan sifat hukum internasional Hukum internasional adalah hukum yang sifatnya koordinatif, yakni dalam hubungan internasional yang diatur hukum internasional dilandasi oleh persamaan kedudukan antaraggota masyarakat bangsa-bangsam; tidak ada badan supranasional ataupunn pemerintah dunia (world government) yang memiliki kewenangan membuat sekaligus memaksakan berlakunya suatu aturan internasional (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 4.) 4. Tuliskan dan jelaskan satu batasan Hukum Internasional! Batasan atau cakupan hukum internasional dapat dituliskan sebagai keseluruhan kaedah-kaedah dan azas-azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. Dari hal tersebut, dapat kita lihat bahwa hukum internasional bukan hanya mencakup hubungan antara negara dengan negara, melainkan juga mengatur bagaimana hak dan kewajiban lembaga pemerintah dan non pemerintah, organisasi internasional, serta individu dalam jangkauan internasional. Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 52.) 5. Sebutkan dan jelaskan teori yang menjadi landasan Hukum Internasional memiliki kekuatan mengikat! Pertama, teori aliran hukum alam; teori ini mengemukakan bahwa Hukum Internasional mengikat karena Hukum Internasional bagian dari hukum alam yang

2 diterapkan pada masyarakat bangsa-bangsa. Kedua, teori aliran hukum positif; aliran ini mengemukakan bahwa dasar kekuatan mengikatnya Hukum Internasional adalah kehendak negara. Ketiga, aliran pendekatan sosiologis; menurut aliran ini masyarakat bangsa-bangsa selaku makhluk sosial selalu membutukan interaksi satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 10) 6. Tuliskan peran Hukum Internasional! Dewasa ini Hukum Internasional mengatur hampir semua aktivitas negara. Hukum internasional mengoordinasi dan memfasilitasi kerja sama antar negara-negara yang saling tergantung satu sama lain. Praktik Hukum Internasional tidak dapat terpisahkan dari masalah diplomasi, politik, dan sikap, pola atau kebijaka hubungan luar negeri. (John O Brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, 2001, hlm. 42.) 7. Jelaskan asal mula dan dasar-dasar Hukum Internasional! Hukum internasional berkembang dari kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek negara Eropa modern dalam pergaulan dan hubungan mereka. Melihat historis, dapat dilihat dari beberapa babak, di antaranya: a. abad 15, zaman-zaman negara kota Yunanin ditemukan hukum intermunispal yang terdiri dari aturan-aturan kebiasaan yang dipatuhi oleh kota-kota ini, lalu zaman dominasi Roma, yang dilihat dari sifat yuridinya yang berlawanan dengan sifat religius dari aturan-aturan kota Yunani; b. abad 16, ditandai dengan munculnya istilah hukum perang dan damai, dan hukum bangsa-bangsa; c. abad 17, munculnya perjanjian Westphalia 1648, yang mencatat berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun dan timbulnya sejumlah besar aturan-aturan kebiasaan baru dari praktek; d. abad 19, munculnya sejumlah negara-negara baru yang kuat baik di Eropa maupun di luar Eropa, eskpansi peradaban Eropa ke seberang lautan, modernisasi angkutan dunia, penghancuuran yang lebih dahsyat oleh perang modern dan pengaruh penemuan-penemuan baru, hal ini medesak masyrakat internasional untuk memperoleh suatu sistem aturan-aturan untuk mengatur perilaku urusan-urusan internasional. Di samping itu, negara-negara mulai terbiasa merundingkan perjanjian-perjanjian umum untuk mengatur kepentingan timbal-balik; e. abad 20, munculnya pengadilan sebagai pihak yang mengikat para pihak-pihak yang telah memberikan persetujuannya dalam menyelesaikan masalah interanasional secara damai dan adil, dan organisasi internasional yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian dalam tatanan global.

3 8. Tuliskan secara singkat kronologis urutan waktu yang mencerminkan perkembangan Hukum Internasional! Secara kronologis urutan waktu yang mencerminkan perkembangan hukum internasional sampai saat ini dibagi dalam sembilan phase: (i) periode sampai tahun 1500; (ii) abad 16; (iii) abad 17; (iv) abad 18; (v) periode ; (vi) pendirian Liga Bangsa-Bangsa (LBB); (vii) periode inter-war years ( ); (viii) perkembangan sistem PBB; (ix) mulainya sistem baru sejak (John O Brien, International Law, London: Cavendish, 2001, hlm. 16) 9. Jelaskan bagaimana Hukum Interanasional pada masa klasik! Pada masa ini ditandai dengan ditemukannya sebuah traktat pada dasawarsa abad ke- 20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin Lagash, dan pemimpin Umma. Traktat tersebut mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut, yang kemudian dirumuskan dalam bahasa Sumeria. (Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional (terj.) Sam Suhaedi Admawiria, Bandung: Binatjipta, 1969, hlm. 2) 10. Sebutkan bangsa-bangsa yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Hukum Internasional kuno! Beberapa bangsa yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum internasional kuno adalah bangsa India, Yunani, dan Cina. Ajaran-ajaran Hindu, dengan kitab-nya Manu menunjukkan pengintegrasioan nilai-nilai yang memiliki derajat-derajat kemanusiaan yang tinggi. Sementara Cina memperkenalkan pentingnya nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran untuk kelompok-kelompok yang berkuasa. Adapun Yunani Kuno memiliki sumangan dalam kaitannya dengan persoalan arbitrase. (Malcolm N. Shawn, International Law, Cambridge: Cambridge University Press, 1997, hlm. 13) 11. Jelaskan bagaimana Hukum Intenasional pada akhir abad pertengahan! Pada akhir abad pertengahan hukum internasional digunakan dalam isu-isu politik, pertahanan, dan militer. (Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional (terj.) Sam Suhaedi Admawiria, Bandung: Binatjipta, 1969, hlm. 30) 12. Sebutkan tahapan dalam menyusun Hukum Internasional dalam sistem baru! Beberapa pertemuan dalam langkah menuju terciptanya sebuah sistem baru hukum internasiona, di antaranya, (i) The Inter Allied Declaration 12 Juni 1941; (ii) Piaam Atlantic Agustus 1941; (iii) Deklarasi Bangsa-Bangsa Bersatu 1 Januari 1942; (iv) Komite London 20 Mei 1943; (v) Deklarasi Moskow 30 Oktober 1943; (vi)teheran November 1943; (vii) Bretton Woods 1-12 Juli 1944; (viii) Konferensi Dumbarton

4 Oaks 21 Agustus Oktober 1944; (ix) Konverensi Yalta 4-11 Februari 1945; (x) Konferensi San Fransisco April Juni (Malcolm N. Shawn, International Law, Cambridge: Cambridge University Press, 1997, hlm. 26) 13. Tuliskan faktor yang memengaruhi perkembangan Hukum Internasional! Pertama, adalah meningkatnya jumlah negara baru akibat proses dekolonisasi. Kedua, adalah munculnya berbagai organisasi internasional. Ketiga, adalah diakuinya individu sebagai subjek Hukum Internasional. Keempat, adalah perkembangan teknologi dan komunikasi yang sangat berpengaruh pada pengaturan internasioanal penggunaan laut, udara, dan ruang angkasa. Kelima, adalah muncul dan makin berperannya aktor-aktor non-state dalam percatutan internasional khususnya NGO juga perusahaan transnasional (TNC). Keenam, adalah intensitas globalisasi. Ketujuh, adalah munculnya isu-isu yang mengglobal seperti demokrasi, HAM, hingga lingkungan hidup. (John O Brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, 2001, hlm. 41) 14. Tuliskan pengertian Hukum Internasional menurut J.G Starke! Hukum internasional ialah keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain. (J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2010), hlm. 3.) 15. Sebutkan faktor yang menjadikan Hukum Internasional sebagai hukum yang lemah! Pertama, kurangnya institusi-institusi formal penegak hukum, seperti tidak adanya polisi yang siap sedia mengawasi dan menindak pelanggar hukum internasional dan tidak adanya pengadilan internasional yang memiliki yurisdiksi wajib (compulsary jurisdiction). Kedua, tidak jelasnya aturan-aturan Hukum Internasional yang ada sehingga mendukung terjadinya berbagai penafsiran di lapangan dan mengakibatkan kurangnya kepastian hukum. (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 9) 16. Sebutkan pemanfaatan Hukum Internasional sebagai instrumen politik! Pertama, sebagai pengubah konsep. Kedua, sebagai sarana urusan domestik. Ketiga, sebagai alat penekan. Keempat, untuk menolak tekanan dari pihak lain. (Hikmahanto Juwana, Hukum Internasional dalam Persektif Negara Berkembang, Penatan Singkat Pengembangan Bahan Ajar Hukum Internasional, Bagian Hukum Internasional FH Undip, Semarang, 6-8 Juni 2006, hlm. 12)

5 17. Sebutkan prinsip penting dalam Hukum Internasional! Pertama, Voluntary atau tidak ada pihak yang dapat diikat oleh suatu treaty melalui salah satu cara yang diakui Hukum Internasional tanpa persetujuannya. kedua, Pact Sunt Servanda atau perjanjian mengikat seperti undang-undang bagi para pihaknya. Ketiga, Pacta tertiis nec nocunt nec prosunt atau perjanjian tidak memberikan hak dan kewajiban pada pihak ketiga tanpa persetujuannya. 18. Jelaskan ruang lingkup Hukum Internasional! Ruang lingkup hukum internasional adalah di dalamnya terdapat unsur subyek atau pelaku-pelaku atau aktor-aktor yang berperan, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau pengaturan-pengaturan hukumnya yang kesemuanya terjalin sebagai satu keseluruhan. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 93) 19. Jelaskan hakikat Hukum Internasional! Hakikat hukum internasional, pada dasarnya adalah hukum yang mengatur hubungan hukum atau masalah yang melintasi batas negara atau dengan kata lain hukum internasional mengatur masalah yang timbul antarsubjek hukum antar negara. Dari hal ini dapat kita lihat hukum internasional hakikatnya ditujukan menciptakan perdamaian dalam dunia dan menyelesaikan masalah interanasional secara damai dan adil. 20. Tuliskan isi paragraf 1 pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional! Menurut paragraf 1 pasal ini, dalam memutus sengketa internasional yang diserahkan padanya, hakim Mahkamah Internasional dapat menggunakan, perjanjian internasional (international conventions); kebiasaan internasional (international custom); prinsipp-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (general principles of law recognized by civilized nations); putusan pengadilan dan doktrin atau karya hukum sebagai sumber hukum tambahan (subsidiary). (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 22) 21. Jelaskan pengertian perjanjian internasional menurut Pasal 2 (1a) Konvensi Wina 1969! Perjanjian internasional menurut Pasal 2 (1a) Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian adalah persetujuan yang dilakukan oleh negara-negara, bentuknya tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah terdiri dari satu atau lebih instrumen dan

6 apa pun namanya. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 33) 22. Tuliskan perbedaan law making treaties dan treaty contract dalam perjanjian internasional! Law making treaties adalah perjanjian internasional yang mengandung kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota masyarakat bangsa-bangsa; Law making treaties juga dikategorikan sebagai perjanjian-perjanjian internasional yang yang berfungsi sebagai sumber langsung hukum internasional. (J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 40) 23. Jelaskan syarat penting suatu perjanjian untuk dikatakan sebagai perjanjian internasional! Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional, meskipun para pihaknya adalah negara, namun bilamana ada klausul bahwa para pihak tunduk pada hukum nasional salah satu peserta maka perjanjian internasional (treaty) melainkan kontrak. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 34) 24. Jelaskan perjanjian internasional di Indonesia! Perjanjian internasinal di Indonesia diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2004, adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Kurun waktu sebelumnya, dasar hukum sebagai acuan pelaksanaan pembuatan perjanjian internasional adalah Pasal 11 UUD 1945, serta Surat Presiden 2826 Tahun 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 38) 25. Tuliskan pengertian kebiasaan internsional sebagai sumber Hukum Internasional! Hukum kebiasaan internasinal adalah hukum yang berkembang dari praktik atau kebiasaan negara-negara. (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 28) 26. Sebutkan dua jenis sumber Hukum Internasional! Sumber hukum internasional ada 2 (dua) jenis yakni: (a) Sumber hukum materil: dapat didifenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh seorang ahli

7 hukum internasional untuk menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu; (b) Sumber hukum Formal: merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari sebuah hukum bisa ditemukan. (J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2010), hlm. 42.) 27. Bagaimana caranya agar kekuasaan internasional dapat menjadi bagian norma Hukum Internasional? Timbulnya kebiasaan ada hanya apabila telah memenuhi dua syarat, yakni, perilaku itu haruslah merupakan fakta dari praktek atau perilaku yang secara umum telah dilakukan atau dipraktekkan oleh negara-negara dan periaku yang telah dipraktekkan secara umum tersebut, oleh negara-negara atau masyarakat internasional, telah diterima atau ditaati sebagai perilaku yang memiliki nilai sebagai hukum yang dalam istilah teknisnya dikenal sebagai opinio juris. (John O Brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, 2001, hlm. 69) 28. Sebutkan unsur-unsur hukum kebiasaan internasional! Unsur-unsur hukum kebiasaan internasional secara kumulatif terdiri atas dua, yakni pertama unsur faktual sebagai praktik umum negara-negara, berulang-ulang, dan dalam jangka waktu yang lama. Yang kedua ialah unsur psikologis, yang bersifat abstrak dan subjektif, dikarenakan tidak ada Hukum Intenasional yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam menentukan ada tidak adanya suatu kewajiban hukum (opinio juris). (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 43) 29. Jelaskan secara singkat tentang bagaimana mekanisme dalam perubahan hukum kebiasaan internasional! Suatu hukum kebiasaan baru dapat menggantikan hukum kebiasaan yang sudah ada bila ada cukup praktik negara yang bertentangan dengan hukum kebiasaan yang sudah ada, yang didukung oleh suatu kewajiban hukum (opinio juris). (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 3) 30. Jelaskan mengapa perjanjian-perjanjian multilateral tertentu memiliki otoritas lebih besar daripada perjanjian-perjanjian lainnya! Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian multilateral merefleksikan conventional customary international law, mengandung ketetuang yang melarang pengunduran diri atau derogation, dan perjanjian terssebut mengandung ketentuan

8 yang tidak mengizinkan reservasi. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 60) 31. Sebutkan sumber-sumber Hukum Internasional! Sumber-sumber hukum internasional terdiri dari, perjanjian internasional (treaties), hukum kebiasaan internasional (international customary law), prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa yang beradab (general principles recognized civilize nations), putusan pengadilan (yurisprudensi), karya hukum (writting publicist), dan putusan organisasi internasional. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 32) 32. Jelaskan perbedaan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional! Hukum Nasional mendasarkan diri pada prinsip bahwa aturan negara harus dipatuhi, sedangkan Hukum Internasional mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian antar negara harus dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda. (J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2010), hlm. 24.) 33. Jelaskan hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional menurut teori monoisme! Menurut teori ini antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua kesatuan hukum dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. Karena terletak dalam satu sistem hukum yang sama maka negara yang menganut teori monoisme menganggap hukum internasional berlaku pula di lingkungan hukum nasional, setaraf dengan hukum nasional dengan mempertahankan sifat hukum internasional tersebut tanpa mengubahnya sejauh isinya cocok untuk diterapkan pada hubungan-hubungan nasional. (Swan Sik, Kerangka Kerja (Term of Reference) Departemen Luar Negeri mengenai Studi tentang Hukum Suatu Negara dengan Proses Pengesahan dan Pemberlakuan Perjanjian Internasional serta Pengolahan Naskah Perjanjian Internasional oleh Suatu Negara dan Organisasi Internasional. Direktorat Perjanjian Ekonomi Sosial dan Budaya Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri, 2008, dalam Garry Gumelar Pratama, Status Perjanjian Internasional dalam Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Politik Luar Negeri dan Pasal 11 UUD 1945, diakses melalui Internasional-dalam-Sistem-Hukum-Indonesia pada tanggal 5 Januari 2017, pukul 23:55 WITA.

9 34. Jelaskan kedudukan Hukum Internasional dan Nasional dalam sudut pandang pengadilan internasional! Suatu negara pihak yang tidak mencantumkan perjanjian internasional dalam sistem hukum domestiknya tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan melaksanakan perjanjian. Hukum internasional lebih unggul atas hukum nasional disebabkan tidak diperbolehkannya ketentuan dalam hukum nasional yang bertentangan dijadikan alasan ketidakmampuan memenuhi kewajiban internasional. (Jawahir Thontowi, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 100) 35. Mengapa hukum nasional dianggap lebih kuat dibandingkan Hukum Internasional? Hukum nasional atau hukum lokal terkait persoalan hak-hak dan kewajban hukum dari pribadi hukum di dalam badan politik, dalam hal ini negara. Lebih lanjut, hukum nasional adalah hukum yang berlaku secara eksklusif dalam wilayah suatu negara berdaulat. Hukum nasional mempunyai kekuatan yang mengikat yang penuh dan sempurna, hal ini dilihat dari membandingkannya dengan hukum internasional yang lebih banyak bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa hukum nasional dianggap lebih kuat dibandingkan hukum internasional. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 90) 36. Jelaskan bagaimana Hukum Internasional dan Hukum Nasional saling memengaruhi dan membutuhkan satu sama lain! Hukum Internasional akan lebih efektif bila telah ditransformasikan ke dalam Hukum Nasional, selanjutnya Hukum Internasional akan menjembatani ketika Hukum Nasional tidak dapat diterapkan di wilayah negara lan. Hukum Internasional akan mengharmonisasikan perbedaan-perbedaan dalam Hukum Nasional, dan terakhir dapat dilihat Hukum Internasional banyak tumbuh dari praktik Hukum Nasional negara-negara. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 90) 37. Tuliskan pengertian subjek Hukum Internasional! Suatu badan, kesatuan, atau entitas yang memiliki kecakapan hukum untuk mewujudkan hak-hak dan duties di bawah Hukum Internasional, dalam hal ini kecakapan hukum yang dimaksud adalah mampu menuntu hak-haknya di depan pengadilan internasional (dan nasional), menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang diberikan Hukum Internasional, mampu membuat perjanjian

10 internasional yang sah dan mengikat dalam hukum internasional, dan menikmati imunitas dari yurisdiksi pengadilan domesitik. (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 105) 38. Sebutkan macam-macam subjek Hukum Interasional! Macam-macam subjek Hukum Internasional terdiri dari, negara, organisasi (publik) internasional, organisasi bukan pemerintah (international non government organization), individu, perusahaan transnasional, Palang Merah Internasional (International Committee on The Red Cross), organisasi pembebasan/bangsa yang memperjuangkan haknya (national libertion organization/representative organization), kaum pemberontak (belligerent). (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 94) 39. Sebutkan bentuk-bentuk intervensi dalam Hukum Internasional! Dalam Hukum Internasional dikenal beberapa bentuk intervensi yaitu, intervensi secara langsung, intervensi secara tidak langsung, intervensi intern, intervensi ekstern, intervensi punitive. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 120) 40. Sebutkan pengecualian yang membenarkan tindakan intervensi dalam Hukum Internasional! Pengecualian di mana tindakan intervensi dapat dibenarkan dalam Hukum Internasional, di antaranya, intervensi atas permintaan negara yang diintervensi, intervensi kolektif atas dasar BAB VII piagam PBB, intervensi untuk melindungi warganya yang ada di luar neger. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 123) 41. Sebutkan karakteristik organisasi intenasional sebagai subjek Hukum Internasional! Pertama, bahwa organisasi internasioal itu dibentuk dengan suatu perjanjian internasional oleh lebih dari dua negara, apa pun namanya dan tunduk pada rezim Hukum Internasional. Kedua, organisasi internasional itu memiliki sekretariat tetap. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 124) 42. Jelaskan mengapa Palang Merah Internasional sebagai salah satu subjek Hukum Internasional! Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek Hukum Internasional tidak lepas dari perannya yang besar dalam memberikan pertolongan pada korban perang khususnya Perang Dunia I dan II. Di samping itu, juga memberi kontribusi yang besar

11 pebentukan Konvensi-konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang hukum perang atas hukum humaniter internasional. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 149) 43. Sebutkan teori-teori pengakuan terhadap negara baru dalam Hukum Internasional! Dalam Hukum Internasional ada beberapa teori yang dikenal dalam pengakuan terhadap negara baru, antara lain teori deklaratif, teori konstitutif, dan teori pengakuan kolektif. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 154) 44. Jelaskan teori positivisme dalam Hukum Internasional? Teori positivime dalam hukum internsional melihat negara-negara diharuskan untuk mentaatinya dikareakan norma dasarnya merupakan hukum kebiasaan (salah satunya prinsip pacta sun severda). Lebih lanjut, dalam teori postivisme melihat hukum internasional dengan mendasarkan pada teori hukumnya yang bersfat umum, dengan kata lain hukum haruslah disertai dengan paksaan, dan penekanan pada pentingnya persetjuan dari negara-negara demi terciptanya sebuah hukum internasional, hanya saja, (dari beberapa referensi) teori ini tidak bisa menjelaskan keterikatan yang didapat oleh negara-negara dekolonisasi. (Malcolm N. Shawn, International Law, Cambridge: Cambridge University Press, 1997, hlm. 41) 45. Jelaskan teori neorealsime dalam Hukum Internasional! Teori neorealisme dalam hukum internasional, berpendapat bahwa bukan peraturan yang menjadi inti tata perudang-undangan, melainkan kebijakan dan nilai, hingga teori atau aliran ini disebut teori orientasi kebijakan dan nilai. Lebih lanjut, dengan menganut teori ini, maka hal yang sah ketika menolak tunduk di bawah aturan dan membenarkan tindakannya sendiri dengan alasan bahwa nilai objektifnya lebih tinggi dari milik lawannya, atau adanya deklarasi bahwa kebijakan luar negeri akan menjadi hukum internasional itu sendiri. 46. Jelaskan teori Restrukturisasi dalam Hukum Internasional! Teori Restrukturisasi dalam hukum internasional, menginginkan penempatan individu sebagai pusat perhatian hukum internasional, keadaan tersebut dapat dicapai melalui kekuatan berpikir manusia. (John O Brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, 2001, hlm. 59.) 47. Jelaskan teori feminisme dalam Hukum Internasional! Teori feminisme dalam hukum internasional, merupakan sebuah upaya dari kelompok feminisme untuk melakukan sebuah terobosan atas sistem yang selama ini telah

12 terdistorsi oleh diskriminasi jender. (H. Charlesworth, C. Chinkin, dan S. Wright, Feminist Approach to Inter International Law dalam 85 American Journal of International Law 613, 1991, hlm. 644) 48. Tuliskan akibat hukum tidak mendapat pengakuan sebagai negara baru dalam Hukum Internasional! Beberapa akibat hukum yang dapat diterima negara bilamana yang bersangkutan tidak mendapat pengakuan, yakni negara tidak dapat membuka perwakilan diplmatik di negara yang menolak mengakui, hubungan diplomatik sulit untuk dilakukan, warga dari negara yang tidak diakui sulit untuk masuk ke wilayah negara yang tidak mau mengakui, serta warga dari negara yang tidak diakui tidak dapat mengajukan tuntutan di depan pengadilan nasional negara yang tidak mau mengakui. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 164) 49. Sebutkan teori-teori pengakuan terhadap pemerintahan baru dalam Hukum Internasional! Dalam Hukum Internasional ada beberapa teori yang dikenal dalam pengakuan terhadap pemerintahan baru, antara lain teori legitimasi, teori defactoism, teori legitimasi konstitutif, teri stimson, dan teori estrada. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 169) 50. Tuliskan akibat hukum tidak mendapat pengakuan sebagai pemerintahan baru dalam Hukum Internasional! Beberapa akibat hukum yang dapat diterima suatu pemerintahan bilamana yang bersangkutan tidak mendapat pengakuan, yakni tidak dapat mengajukan tuntutan di wilayah negara yang tidak mengakuinya, tidak dapat menuntut pencairan aset-aset negaranya yang ada di wilayah negara yang tidak mengakui, perjanjian yang dibuat pemerintah lama dengan negara yang tidak mau mengakui tidak dapat dilaksanakan. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 171) 51. Jelaskan pentingnya pemerintahan suatu negara bagi Hukum Internasional! Pemerintahan sebagai salah satu karakteristik yang dituntut oleh hukum internasional merupakan salah satu syarat penting bagi eksistensi suatu negara. Eksistensi pemerintahan yang efektif sangat penting mengingat hukum internasional akan membenbankan hak dan kewajiban internasionalnya pada pemerintahan suatu negara.

13 (Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourt edition, 2000, hlm. 26., h. 101) 52. Sebutkan prinsip utama yang mengatur ruang angkasa dalam Hukum Internasional! Prinsip utama yang mengatur ruang angkasa antara lain, pertama Non appropriation principle atau non kepemilikan adalah prinsip yang menyatakan bahwa ruang angkasa beserta benda-benda langit merupakan milik bersama umat manusia dan tidak dapat diklaim atau diletakkan di bawah kedaulatan suatu negara. Kedua, Freedom exploitation principle, adalah prinsip yang menyatakan bahwa ruang angkasa adalah zona yang bebas untuk dieksploitasi oleh semua negara sepanjang untuk tujuan damai. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 218) 53. Sebutkan prinsip-prinsip yurisdiksi dalam Hukum Internasional! Prinsip yuridiksi teritorial, prinsip teritorial subjektif, prinsip teritorial objektif, prinsip nasionalitas aktif, prinsip nasionalitas pasif, prinsip universal, prinsip perlindungan. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 224) 54. Sebutkan instrumen Hukum Internasional terkait tindak pidana penerbangan! Instrumen Hukum Internasional terkait tindak pidana penerbangan antara lain, Konvensi Tokyo, 1963, Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft; Konvensi Den Haag 1970 (Convention for the Suppression of Ulawful Seizure of Aircraft; Konvensi Montreal 1971 (Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation); Protokol Montreal, 1988 (Protocol for the Suppression of Acts of Violonce at Airports Serving International Civil Aviation). (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 239) 55. Sebutkan bentuk-bentuk kerja sama masalah penerapan yurisdiksi dalam Hukum Internasional! Bentuk-bentuk kerja sama masalah penerapan yurisdiksi yang dikenal dalam Hukum Internasional, di antaranya, ekstradisi, pertukaran tahanan, pemindahan narapidana, bantuan timbal balik dalam masalah pidana. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 249) 56. Tuliskan karakteristik timbulnya tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional! Dalam Hukum Internasional, karakteristik timbulnya tanggung jawab negara dapat dilihat dari adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua

14 negara tertentu, adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara, serta adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 255) 57. Sebutkan macam-macam tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional! Macam-macam tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional, antara lain, tanggung jawab terhadap orang asing dan property milik asing, tanggung jawab terhadap utang publik, tanggung jawab terhadap aktivitas ruang angkasa. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 266) 58. Dalam praktik Hukum Internasional, dikenal dua bentuk suksesi negara. Tuliskan perbedaan keduanya! Dalam praktik Hukum Internasional, suksesi negara dapat dibedakan menjadi suksesi universal dan suksesi parsial. Pada suksesi universal tidak ada lagi international identity dari suatu negara (predecessor state) karena seluruh wilayahnya hilang, sedangkan pada suksesi parsial, negara predecessornya masih eksis, tetapi sebagian wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka ataupun bergabung dengan negara lain. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 276) 59. Sebutkan cara-cara penyelesaian sengketa secara damai dalam Hukum Internasional! Penyelesaian secara damai dapat ditempuh melalui jalur politik seperti negosiasi, mediasi, jasa baik, pencari fakta/inquiry, konsiliasi, penyelesaian melalui PBB, penyelesaian melalui organsisasi regional, dan jalur hukum seperti arbitrase dan pengadilan internasional. (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 300) 60. Sebutkan cara-cara penyelesaian sengketa secara tidak damai (kekerasan) dalam Hukum Internasional! Penyelesaian sengeketa dengan kekerasan sering disebut juga sebagai penyelesaian seara tidak damai, dapat berupa, retorsi, reprisal, blokade damai, embargo, perang. (Mohd Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta: Liberty, 1990, hlm. 118) 61. Sebutkan instrumen Hukum Internasional terkait penyelesaian sengketa internasional selain Piagam PBB!

15 Instrumen Hukum Internasional terkait penyelesaian sengketa internasional selain Piagam PBB, di antaranya Convention for the pacific settlement of international disputes 1899; Convention for the pacific settlement of international disputes 1907; The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations 1919; The General Act for the Pacific Settlement of Int diputes 1928; Bandung Declaration 1955; The Declaration of the GA-UN No. 2625; Manila Declaration on the Peaceful Settlement of international disputes 1982; Treaty of Amity and Cooperation in southeast Asia, (Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar Edisi Kedua, Cetakan VI. Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 301) 62. Jelaskan pengertian arbitrase dalam Hukum Internasional! Arbitrase sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutuskan sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat. (Huala Adolf III, loc.cit, dikutip dari (1953) Y.B.I.L., Vol. 2, hlm. 202, sebagaimana dikutip oleh Christine Gray and Benedict Kingsbury, Inter-state Arbitration Since 1945: Overview and Evaluation, dalam Mark W. Janis, International Courts for the twenty First Century, Dordrecht: Martinus Nijhoff, 1992, hlm. 55) 63. Tuliskan perbedaan antara badan arbitrase internasional publik dengan pengadilan internasional! Terdapat dua perbedaan utama antara badan arbitrase internasional publik dengan pengadilan internasional. Pertama, arbitrase memberikan para pihak kebebasan dalam memilih atau menentukan badan arbitrasenya. Sebaliknya dalam hal pengadilan, komposisi pengadilan berada di luar pengawasan atau kontrol para pihak. Kedua, arbitrase memberikan kebebasan kepada para pihak untuk memilih hukum yang akan diterapkan oleh badan arbitrase. Kebebasan seperti ini tidak ada dalam pengadilan internasional pada umumnya. Misalnya pada Mahkamah Internasional. Mahkamah terikat untuk menerapkan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada, meskipun dalam mengeluarkan putusannya diperbolehkan menggunakan prinsip ex aequo et bono. (Huala Adolf III, op.cit, h. 42, dikutip dari CF., Georg Schwarzenberger, A Manual of International Law, London: Stevens and Sons, 5th. ed., 1967, hlm. 185) 64. Jelaskan hubungan antara yurisdiksi negara dengan asas kedaulatan negara! Yurisdiksi negara tidak dapat dipisahkan dari AzasKedaulatan Negara (State Souvereignty) yang merupakan cirri hakiki dari setiap negara. Yurisdiksi Negara merupakan konsekuensi logis dari adanya azas kedaulatan ataupun hakhak tertentu

16 yang dapat dimiliki negara. Negara memiliki yurisdiksi dalam batas-batas teritorialnya karena Negara memiliki kedaulatan yang menunjukkan adanya kekuasaan tertinggi dalam bidang apapun di dalam batas-batas territorial dari negara yang bersangkutan Inilah yang disebut Kedaulatan Teritorial (Territorial Souvereignty) yang dengan sendirinya menimbulkan apa yang disebut Yurisdiksi Teritorial (Territorial Jurisdiction). (Mochtar Kusumaatmadja, 1972:15). 65. Dalam jurisdiksi internasional, dikenal prinsip persamaan antarnegara, yang mana mengakibatkan negara-negara tersebut memiliki beberapa ketentuan khusus, sebutkan! Dalam jurisdiksi internasional, dikenal prinsip persamaan antarnegara, yang mana mengakibatkan negara-negara tersebut memiliki beberapa ketentuan khusus, di antaranya, (1) sebuah jurisdiksi atas wilayahnya dan warganya yang mendiaminya; (2) kewajiban bagi negara lain untuk tidak campur tangan atas persoalan yang terjadi di wilayah negara lain; (3) kewajiban-kewajiba yang diakibatkan oleh hukum kebiasaan dan perjanjian internasional didasarkan pada kehendak dari negara itu sendiri. (Ian Brownlie dan C. Apperley, Kosovo Inquiry Crisis: Memorandumm on the International Law Aspect, dalam 49 International and Comparative Law Quarterly 878 (2000) hlm. 227) 66. Sebutkan sumber Hukum Internasional mengenai penggunakan arbitrase! Sumber hukum internasional mengenai penggunakan arbitrase antara lain dapat ditemukan dalam beberapa instrumen hukum berikut: a. The Hague Convention for the Pacific settlement of International Dispute (tahun 1899 dan 1907); b. Pasal 13 Covenant of the League of Nations. Pasal 13 ayat (1) Covenant antara lain mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyerahkan sengketa mereka kepada badan arbitrase atau pengadilan internasional apabila sengketa mereka tidak dapat diselesaikan secara diplomatik; c. Pasal 33 Piagam PBB yang memuat beberapa alternatif penyelesaian sengketa, antara lain arbitrase, yang dapat dimanfaatkan oleh negara-negara anggota PBB; d. The UN Model on Arbitration Procedure, yang disahkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB 1962 (XIII) tahun (Huala Adolf III, op.cit, h. 42, dikutip dari CF., Georg Schwarzenberger, A Manual of International Law, London: Stevens and Sons, 5th. ed., 1967, hlm. 185) 67. Tuliskan pengertian subjek hukum internasional menurut F. dugeng! F. Sugeng Istanto yang mengatakan bahwa yang dianggap sebagai subjek hukum bagi hukum internasional adalah negara, organisasi internasional dan individu. Subjek

17 hukum tersebut masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain. Subjek Hukum Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Di antaranya, Negara, takhta suci Vatikan, Palang Merah Internasional, organisasi Internasional, individu, dan pemberontak. F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, Penerbit PT Tatannusa, Jakarta, 1998, hal Jelaskan mengapa negara menjadi subjek hukum internasional yang utama! Secara historis, yang pertamatama merupakan subyek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan hukum internasional adalah Negara. Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara, artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga Negara dalam lingkungan kewenangan negara itu. (F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, Penerbit PT Tatannusa, Jakarta, 1998, hal 17) 69. Apakah negara masih menjadi subyek yang dominan dalam Hukum Internasional? jelaskan! Negara merupakan subjek utama utama dari hukum internasional, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Lebih lanjut, negara dalam sejarah perkembangan hukum inter nasional dipandang sebagai subyek hukum terpenting dibandingkan dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya, tentunya dalam kedudukan sebagai subyek hukum internasional maka negara memiliki hak dan kewajiban paling utama dan dominan menurut hukum internasional. Tetapi, melihat dewasa ini sudah mulai tereduksi oleh berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat internasional itu sendiri. Walaupun tereduksi, anggapan konvensional tersebut bukan berarti hilang sama sekali, anggapan tersebut tetap bertahan pada konstruksi bahwa walaupun hubungan internasional ini terus bergerak secara dinamis dan memunculkan aktoraktor baru selain negara, pada dasarnya aktor-aktor selain negara tersebut tetap ada di bawah negara dan tidak bisa melakukan interaksi secara langsung dengan menjadi subjek hukum internasional. (F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, Penerbit PT Tatannusa, Jakarta, 1998, hal 17)

18 70. Jelaskan bagaimana individu sebagai subjek Hukum Internasional! Individu dalam posisinya sebagai subjek hukum internasional dapat terlihat ketika perlakuan terhadap individu pelaku pembajakan yang dijadikan sebagai subjek bagi jurisdiksi semua negara. Sebab mereka semua dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional. (Thomas D. Musgrave, Self-Determination and National Minorities, Oxford: Clarendon Press, 1997, hlm. 37) 71. Dalam penerapannya, hukum internasional terbagi dua, sebutkan! Dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. (Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001, hal 44 ) 72. Jelaskan perbedaan hukum internasional publik dan hukum perdata internasional! Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. (Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001, hal 44 ) Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal 2) 73. Tuliskan pengertian negara berdasarkan hukum internasional! pengertian suatu Negara berdasarkan hukum internasional pada ketentuan Konvensi Montevidio tahun 1993 mengenai hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara (Rights and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah yang berdaulat, dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya (Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 12) 74. Tuliskan pengertian Hukum Internasional menurut Profesor Charles Cheney Hyde! Profesor Charles Cheney Hyde menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum (J. G. Starke, Pengantar Hukum

19 Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3) 75. Jelaskan mengapa definisi Hukum Internasional yang dikemukakan oleh Profesor Charles Cheney Hyde sudah tidak dapat diterima maupun dijadikan acuan dasar dalam lingkup Hukum Internasional! Definisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud, tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara, sebab di era kontemporer hukum internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negaranegara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. (J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3) 76. Sebutkan karakteristik Hukum Internasional secara tradisional! Pertama, bahwa hukum internasional telah diperankan oleh kekuasaan eksekutif yang merupakan institusi yang memiliki kewenangan penuh terhadap persoalan hubungan luar negeri. Kedua, hukum internasional tidak mempersoalkan kadar demokrasi pada hukum lokal, kegagalan atas pemenuhan kewajiban internasional disebabkan kehendak mayoritas hukum lokal. Ketiga, eksekutif memiliki monopoli luas terhadap penyediaan penyelesaian dan alternatif di tingkat internasional. Keempat, penerapan prinsip non-intervensi dalam hukum internasional tidak mempersoalkan apakah sebuah rezim demokrasi atau tidak. Kelima, hak atas komunitas untuk menentukan nasib senditi dalam wilayah. Terakhir, hukum internasional tidak mempersoalkan kekuatan mengikatnya kewajiban internasional berdasar batas waktu tertentu. (Philip Alston et. Al. (eds.), The European Union and Human Rights, New York: Oxford Universityy Press, 1999) 77. Sebutkan alasan mengapa karakteristik Hukum Internasional secara tradisional sudah tidak relevan lagi di era kontemporer ini! Pertama, tidak relevan suatu argumen yang menyatakan bahwa eksekutif merupakan satu-satunya cabang pemerintahan yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan

20 hubungan luar negeri. Kedua, dengan semakin meningkatnya akitivitas-aktivitas, baik yang dilakukan oleh organisasi-organisasi regional maupun univesal, yang berkaitan dengan persoalan demokratisasi menunjukkan keterkaitan erat antara proses demokratisasi lokal dengan kepatuha negara terhadap hukum internasional. Ketiga, apabila eksekutif dianggap secara eksklusif memiliki kewenangan untuk menyediakan alternatif damai pada tingkat internasional pada saat ini harus dilihat penuh dengan kesangsian. Sebaab hukum internasional pada saat ini telah mengakui bahkan mengakomodasi, peran yang cukup sentral dari individu. (Jawahir Thontowi, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 22) 78. Jelaskan mengapa Hukum Internasional dikatakan hukum yang lemah! Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara. (J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 23) 79. Tuliskan apa yang dimaksud dengan perjanjian internasional dalam Hukum Internasional! Perjanjian internasional diartikan sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. (Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal 15) 80. Sebutkan ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pemberlakuan treaty contract sebagai sumber Hukum Internasional! Pemberlakuan treaty contract sebagai sumber hukum internasional harus memperhatikan tiga ketentuan, yakni (a) Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum kebiasaan internasional yang maksudnya sama.; (b) Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya di antara sejumlah peserta

21 terbatas kemudian kaidah yang dimuat dalam perjanjian tersebut digeneralisasikan dengan adanya penerimaan; (c) Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti mengenai adanya suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan yang berdiri sendiri. (J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 55) 81. Jelaskan kedudukan Millennium Development Goals dalam Hukum Internasional! Millennium Development Goals atau yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium merupakan paradigma pembangunan global yang telah disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa September Millennium Development Goals berisi ketentuan yang didasarkan pada semangat pemenuhan hak dasar warga negara, dengan tiga indikator, yaitu pencapaian pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Millennium Development Goals dalam hukum internasional sering disebut sebagai hukum yang lemah (soft law). Hal ini dapat dilihat dari kedudukan Millennium Development Goals sebagai sebuah pernyataan komitmen dari negaranegara untuk memberikan perlindungan dasar terhadap warganegaranya. Oleh karena itu Deklarasi Milenium yang dibentuk oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ini hanya berbentuk himbauan moral dan tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi tiap negara untuk melaksanakannya. (Dyah Ratih Sulistyastuti. Pembangunan Pendidikan Dan MDGS Di Indonesia: Sebuah Refleksi Kritis. Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol.2 No.2, Jakarta, 2007 hlm. 18) 82. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum lunak (soft law) dalam Hukum Internasional! Hukum lunak adalah intrumen hukum yang mengandung norma-norma yang diharapkan suatu saat nanti dapat menjadi bimbingan bagi aktor-aktor internasional tanpa memiliki kekuatan hukum yang memaksa. (Antonio Cassese, International Criminal Law, New York: Oxford University Press, 2003) 83. Jelaskan apa yang dimaksud dengan imunitas diplomatik dalam Hukum Internasional! Dalam hukum internasional seorang kepala negara, perwakilan diplomatik ataupun pejabat tinggi negara memiliki imunitas yang membuatnya kebal dari yurisdiksi hukum negara lain. Imunitas atau hak kekebalan tersebut dikenal dengan imunitas diplomatik, imunitas negara dan imunitas kepala negara yang merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unikom Tahun Ajaran 2016/2017 DESKRIPSI MATA KULIAH Mata Kuliah Hukum Internasional dapat

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN 3 SATUAN ACARA PERKULIAHAN A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH :KAPITA SELEKTA HUKUM INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : PRASYARAT : JUMLAH SKS : 2 SKS SEMESTER

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional 28 BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional Dalam realita, hubungan-hubungan internasional yang dilakukan

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG SILABUS Mata Kuliah : Sistem Tata Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2038 SKS : 3 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Sudaryanto, S.H., M.Hum 3. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 4. Eva Arief,

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Internasional Pertemuan XXXIV Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Ruang Lingkup Hubungan HI dengan Hukum Nasional Subjek Hukum Internasional Sumber Hukum Internasional

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sengketa Internasional Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai

Lebih terperinci

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA Oleh: Yeni Handayani Sebagai negara kesatuan yang

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS, 1997) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL a. Pengertian Sumber Hukum Internasional Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Subyek hukum: pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban (individu dan badan hukum). Subyek hukum Internasional adalah setiap pemilik, pemegang, atau pendukung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : RESENSI BUKU Judul : Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : Bahasa : Inggris Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi

Lebih terperinci

BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami hakikat dan dasar berlakunya Hukum Internasional serta kaitannya dengan

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Wahyuningsih 2012 Judul: Penyelesaian Sengketa Internasional Penulis: Wahyuningsih Editor: Endra Wijaya Deni Bram Kolase pada kover: een Hak cipta pada penulis. Hak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT

BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT 23 BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT 2.1 Konsep Negara Berdaulat Asal kata kedaulatan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignity yang berasal

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang sumber-sumber Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL 1 BATASAN SENGKETA INTERNASIONAL Elemen sengketa hukum internasional : a. mampu diselesaikan oleh aturan HI b. mempengaruhi kepentingan vital negara c. penerapan HI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Definisi Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP]

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] Program Studi Hubungan Versi/revisi: Nama Mata Kuliah : Dosen : Very Aziz, Lc., M.Si. SKS : 3 SKS Berlaku Mulai : Maret 2017 Silabus/Deskripsi singkat Tujuan

Lebih terperinci

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli.

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli. NEGARA DAN INDIVIDU NASIONALITAS Merupakan status hukum keanggotaan kolektivitas individu-individu yang tindakannya, keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya dijamin melalui konsep hukum negara yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME

KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)--Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Rakyat Demokratik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL A. Negara sebagai Subyek Hukuin Internasional 1. Pengertian Negara: - H Kelsen = Negara adalah identik

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL Bab 1 PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

Traffic "waves" 2. Hukum internasional publik berbeda dengan hukum perdata internasional.

Traffic waves 2. Hukum internasional publik berbeda dengan hukum perdata internasional. Traffic "waves" Traffic jams are usually caused because there must be an accident, some type of serious incident up ahead just out of sight, the roads are icey and dangerous, or its rush hour. For more

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA

JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA Disusun oleh : Robinson Smarlat Muni NPM : 07 05 09786 Program Studi

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG SILABUS Mata Kuliah : Hukum Internasional nal Kode Mata Kuliah : HKI 2037 SKS : 4 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 3. Ir. Bambang Sisiwanto, S.H., M.Hum 4. Sudaryanto,

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: Keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PERMASALAHAN: 1. Recognition is a political act with legal consequences.

Lebih terperinci