UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR RISIKO MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN PADA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR RISIKO MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN PADA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRACT"

Transkripsi

1 1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR RISIKO MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN PADA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRACT Name Major Title : Ari Wijayanti : Public Health Science (Environment Health Department) : The Analysis Of Risk Factor Food and Drink on Elementary School At Sukabumi Distric, West Java in 2012 The research is aimed to know risk factor food and drink on children elementary school at Sukabumi Distric, West Java in year The data was used from BBTKL PP Jakarta. The resulted from statistical test founded relationship meaningfully between hand wash and personal hygiene with bacteriologis E. Coli test result and hand wash with bacteriologis Bacillus cereus (p < 0,05) test result. Finally, that sugested need to do counseling of Clean and Healthy Living Behavior, and Washing Hand Wearing Soap for school comunity ( teacher, children, and school food traders), School Healthy Unit Empowerment, and provision of sanitation fasility in schools, especially washbowl and cutlery. Keyword : Risk Factor, Food and Drink ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko makanan dan minuman jajanan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi tahun Data sekunder yang digunakan bersumber dari data BBTKL-PP Jakarta. Dari hasil uji statistik yang dilakukan menemukan hubungan yang bermakna antara cuci tangan dan kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli serta cuci tangan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus (p<0,05). Akhirnya disarankan bahwa masih perlu dilakukan penyuluhan pentingnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) serta CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) bagi komunitas sekolah (guru, murid dan pedagang jajanan di sekolah), pemberdayaan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan penyediaan fasilitas sanitasi di sekolah-sekolah, terutama tempat cuci tangan dan alat makan. Kata kunci : Faktor Risiko, Makanan dan Minuman Jajanan

2 2 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini sering berdampak pada gangguan kesehatan, Salah satu yang menjadi perhatian serius adalah Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal bakal SDM suatu bangsa. Data pengawasan PJAS Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI) pada tahun menunjukkan bahwa % PJAS tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan kimia berbahaya, BTP melebihi batas aman serta cemaran mikrobiologi. World Health Organization (WHO) mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan atau dikenal dengan istilah foodborne disease outbreak sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia mempunyai makna sosial dan politik tersendiri karena peristiwanya sering sangat mendadak, mengena banyak orang dan dapat menimbulkan kematian. Data Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan - BPOM RI dari Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun menunjukkan bahwa 17,26-25,15 % kasus terjadi di lingkungan sekolah dengan kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (SD). KLB keracunan pangan terbanyak di Propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 32 kejadian (21%), Jawa Tengah 17 kejadian (11%), DKI Jakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat masing-masing 11 kejadian (7,2%), Bali 10 kejadian (6,5%), DI Yogyakarta 9 kejadian (5,9 %), Kalimantan Timur 7 kejadian (4,6%),Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan masing-masing 5 kejadian (3,3 %), Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur masing-masing 4 kejadian (2,6%), Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Tenggara masingmasing 3 kejadian (2%), NAD, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Maluku masing-masing 2 kejadian (1,3%), Riau, Bangka Belitung, Banten, dan Kalimantan Selatan masing-masing 1 kejadian (0,7%). (BPOM, 2004) Sampai saat ini di Kabupaten Sukabumi, jajanan untuk anak-anak masih belum mendapat perhatian khusus. Hal ini terbukti dengan masih terjadinya kasus keracunan akibat makanan pada anak di sekolah. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2012, menunjukkan bahwa terdapat 65 kasus dari tahun , yaitu 33 kasus pada tahun 2009, 16 kasus pada tahun 2010, dan 16 kasus pada tahun Dari total 65 kasus sepanjang tahun tersebut, 8 kasus diantaranya terjadi di sekolah dasar. Kasus keracunan makanan di SD tersebut terjadi di SD Babakan Pari Ds. Sukaresmi Kec. Cisaat 8 orang, MI Rambay Ds. Rambay Kec. Tegal Buleud 12 orang, SD Cisarua 4 Ds. Wanasari Kec. Sukabumi 25 orang, SDN II Cikidang Ds.

3 3 Cikidang Kec. Cikidang 27 orang, SDN Cidadap II Ds. Limbangan Kec. Sukaraja 4 orang, SD Citangkar 1 Ds. Citangkar Kec. Surade 15 orang, SDN Ciawitali Ds. Karang Jaya Kec. Geger Bitung 5 orang, serta SDIT At-Taqwin Ds. Nagrak Kec. Nagrak 27 orang. 1.2 Rumusan Masalah Makanan dan minuman merupakan media penular penyakit yang paling mudah terkontaminasi. Dari data kasus yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, angka kasus kejadian keracunan makanan di sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi masih cukup tinggi, dimana dari tahun yaitu sebesar 65 kasus, dimana 8 kasus diantaranya terjadi di sekolah dasar. Hal ini berarti pemerintah harus mewaspadai makanan dan minuman jajanan yang dijajakan untuk anak sekolah di sekolah-sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi. Makanan dan minuman jajanan di sekolah berpotensi menimbulkan outbreak pada anak sekolah dasar apabila makanan dan minuman yang dijajakan oleh penjual tidak higienis. Oleh karena itu inspeksi sanitasi makanan perlu dilakukan untuk memastikan kualitas makanan dan minuman yang dijajakan di sekolah dasar. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya faktor risiko makanan dan minuman jajanan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi tahun Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian, adalah : 1. Diketahuinya kandungan bakteriologis pada makanan dan minuman jajanan di kantin sekolah dasar Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 2. Diketahuinya hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 3. Diketahuinya hubungan antara kebersihan pribadi dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 4. Diketahuinya hubungan antara tempat mencuci peralatan dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 5. Diketahuinya hubungan antara kondisi air dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 6. Diketahuinya hubungan antara wadah makanan dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 7. Diketahuinya hubungan antara kondisi wadah dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012? 8. Diketahuinya hubungan antara keberadaan vektor dengan kualitas makanan dan minuman (didukung oleh hasil uji bakteriologis) pada makanan jajanan dan minuman anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2012?

4 4 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari surveilans faktor risiko keracunan makanan pada sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi yang dilakukan oleh BBTKL-PP Jakarta pada tahun 2012, pada 8 (delapan) Kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang pernah mengalami keracunan pangan di sekolahnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada dasarnya untuk melihat analisa hubungan antara faktor-faktor risiko keracunan makanan dengan kandungan bakteriologis pada makanan jajanan. Untuk itu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan bakteriologis makanan jajanan anak Sekolah Dasar. 2.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi. Pelaksanaan dilaksanakan pada tahun Pengambilan sampel dilakukan pada saat jam sekolah anak Sekolah Dasar berlangsung. 2.3 Populasi dan Sampel Populasi BBTKL-PP Jakarta mengambil data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi didapatkan jumlah Sekolah Dasar yang ada di Kabupaten Sukabumi sebanyak 1176 SD yang tersebar di 47 kecamatan. Pemilihan Sekolah Dasar didasarkan pada kecamatan-kecamatan yang sekolahnya pernah mengalami kasus keracunan makanan di Sekolah Dasar, dimana terdapat 8 kecamatan yaitu Kecamatan Cisaat, Sukaraja, Geger Bitung, Sukabumi, Nagrak, Cikidang, Surade serta Tegal Buleud. Jumlah SD dari 8 kecamatan tersebut adalah sebanyak 250 SD Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah kantin/warung jajanan/pedagang keliling yang menetap yang menjual makanan yang beresiko terkontaminasi penyebab keracunan makanan, yang berada di lingkungan Sekolah Dasar negeri maupun swasta di Kabupaten Sukabumi. Untuk memperbesar hasil yang didapat, maka dari tiap Sekolah Dasar diambil 2 sampel makanan dan 1 sampel minuman dari 3 pedagang yang berbeda. Sehingga didapatkan 240 sampel makanan, minuman dan kuesioner Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makanan jajanan dan minuman dilakukan oleh petugas laboratorium. Tiap Sekolah Dasar yang menjadi sampel diambil 2 sampel makanan dan 1 sampel minuman dari 3 pedagang yang berbeda, sehingga akan didapatkan 160 sampel makanan dan 80 sampel minuman dengan 240 kuesioner. Apabila terdapat beberapa jenis makanan atau minuman jajanan, pilihlah yang mengandung resiko kandungan bakteriologis yang cukup tinggi dan yang paling banyak dibeli. Apabila warung jajanan tidak menyediakan air minum yang dimasak sendiri, maka diganti dengan air minum kemasan yang paling banyak dibeli. Sampel diambil dan ditempatkan dalam wadah steril, untuk sampel makanan sebanyak 25 gr/sampel dan minuman sebanyak 100 ml/sampel, lalu dimasukkan ke dalam cool box. Sampel makanan jajanan dan minuman ini kemudian diperiksa di Laboratorium Biologi BBTKL-PP Jakarta. Masing-masing sampel akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis yaitu Eschericia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Pengambilan sampel laboratorium disertai dengan observasi dan wawancara dengan penjaja di warung jajanan yang diambil sampelnya. Kegiatan wawancara dan observasi langsung ini dilakukan

5 5 dengan menggunakan kuesioner terhadap perilaku pedagang terkait dengan hygiene dan sanitasi makanan jajanan. 3. HASIL PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi merupakan salah wilayah di Provinsi Jawa Barat. Jarak tempuhnya 96 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari Ibukota Negara (Jakarta). Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak diantara o 25 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Wilayah ini mempunyai luas daerah km 2 atau 11,21 persen dari luas Jawa Barat atau 3,01 persen dari luas seluruh Pulau Jawa. Dengan wilayah seluas itu maka Kabupaten Sukabumi mempunyai predikat sebagai kabupaten terluas se jawa dan bali. 3.2 Hasil Uji Kandungan Bakteriologis Pada Makanan Jajanan Tabel 3.1. Hasil Uji Kandungan Bakteriologis pada Makanan dan Minuman Jajanan Sekolah Dasar di Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 Kecamatan Total Sampel E. coli % E. coli Bacillus cereus % Bacillus cereus Cisaat , ,76 Sukaraja , ,83 Geger Bitung , ,00 Sukabumi , ,00 Cikidang , ,33 Nagrak , ,67 Tegal Buleud , ,33 Surade , ,17 TOTAL , ,92 Dari hasil uji kandungan bakteriologis pada makanan dan minuman jajanan pada Sekolah Dasar di Kabupaten Sukabumi tahun 2012, didapatkan Kecamatan yang memiliki kandungan bakteriologis E. coli tertinggi adalah Kecamatan Cikidang dan Tegal Buleud yaitu sebesar 58,33 %, sedangkan Kecamatan yang memiliki kandungan bakteriologis yang terendah adalah di Kecamatan Sukaraja yaitu sebesar 33,33 %. Sedangkan untuk kandungan bakteriologis Bacillus cereus, Kecamatan yang memiliki kandungan bakteriologis Bacillus cereus tertinggi ada pada Kecamatan Nagrak, yaitu sebesar 91,67 %, dan Kecamatan yang memiliki kandungan bakteriologis Bacillus cereus terendah adalah di Kecamatan Sukaraja yaitu sebesar 20,83 %. Tabel 3.2 Gambaran Faktor Risiko pada Penjamah Makanan Sekolah Dasar di Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 Variabel Jumlah Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 89 45,4 Perilaku Mencuci Tangan Perempuan ,6 Ya 58 29,6 Tidak ,4 Kebersihan Pribadi : Tangan Bersih ,9 Kotor 63 32,1 Kuku Pendek ,9 Panjang 63 32,1 Pakaian Bersih ,7 Kotor 34 17,3 Menutup Luka Tempat Mencuci Peralatan Terawat ,7 baik Tidak terawat 77 39,3 Ada 66 33,7 Tidak Ada ,3 Kondisi Air Air 68 34,7 Mengalir Air ,3 Ditampung Dalam Wadah Wadah Makanan Terbuka ,2 Tertutup 76 38,8 Kondisi Wadah Bersih ,1 Kotor 86 43,9 Keberadaan Vektor Ada ,7 Tidak 81 41,3 Sebagian dari penjamah makanan yang ada di Sekolah Dasar di Kabupaten Sukabumi berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 54,6 %. Untuk perilaku mencuci tangan, sebagian besar penjamah makanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mereka menjamah makanan yaitu sebesar 70,4 %. Dari kebersihan pribadi penjamah makanan, komponen yang diobservasi adalah

6 6 kebersihan tangan, kuku, pakaian dan luka. Untuk kebersihan tangan, sebagian besar penjamah makanan memiliki tangan yang bersih yaitu sebesar 67,9 %. Berdasarkan kebersihan kuku, sebagian besar penjamah makanan memiliki kuku yang pendek yaitu sebesar 67,9 %. Dari kebersihan pakaian, sebagian besar penjamah makanan memakai pakaian yang bersih, yaitu sebesar 82,7 %. Berdasarkan penutup luka, sebagian besar penjamah makanan memiliki luka yang terawat dengan baik yaitu sebesar 60,7 %. Untuk tempat mencuci peralatan, sebagian besar penjamah makanan tidak memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan sendiri yaitu sebesar 66,3 %. Sedangkan untuk kondisi air yang digunakan untuk mencuci peralatan, sebagian besar penjamah makanan mencuci peralatan dengan menggunakan air yang di tampung di dalam wadah yaitu sebesar 65,3 %. Dari wadah makanan, sebagian besar penjamah makanan meletakkan makanan jadi atau matang di dalam wadah yang terbuka yaitu sebesar 61,2 %. Sedangkan untuk kondisi wadah, sebagian besar penjamah makanan meletakkan makanan jadi atau matang pada wadah yang bersih yaitu sebesar 56,1 %. Untuk keberadaan vektor (lalat, tikus dan kecoa), sebagian besar lokasi dagang dari penjamah makanan terdapat vektor yaitu sebesar 58,7 %. Perilaku Mencuci Tangan Keber Tabel 3.3 Hubungan Antara Perilaku Mencuci Tangan, Kebersihan Pribadi, Tempat Mencuci Peralatan, Kondisi Air, Kondisi Wadah, Wadah Makanan dan Keberadaan Vektor dengan Hasil Uji Bakteriologis E. coli Variabel sihan Pribadi Tempat Mencuci Peralatan Kondi si Air Kondi si Wadah Wadah Makanan Keberada an Vektor E. coli Total Positif Negatif N % N % N % Tidak Mencu ci Tangan 54 39, , Mencu 38 65, , ci Tangan Tidak 33 37, , Bersih Bersih 59 55, , Tidak 61 46, , ada Ada 31 47, , Air Ditam pung Dalam Wadah 60 46, , Air 32 47, , Menga lir Kotor 40 46, , Bersih 52 47, , Terbu ka 56 46, , Tertu 36 47, , tup Ada 56 48, , Tidak ada 36 44, , OR (95% CI) 0,338 (0,178-0,642) 0,479 (0,270-0,852) 0,998 (0,551-1,807) 0,993 (0,551-1,789) 1,031 (0,586-1,518) 0,972 (0,547-1,729) 1,186 (0, ) P Value 0,001 0,015 1,000 1,000 1,000 1,000 0,565 Dari hasil analisis di atas, terlihat bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis E. coli, dimana p value = 0,001. Selain itu, juga ada hubungan yang bermakna antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli, dimana p value = 0,015. Hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis E. coli, dari 138 penjamah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah

7 7 makanan, sebanyak 54 penjamah makanan (39,1 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E. coli. Sebaliknya, dari 58 penjamah makanan yang mencuci tangan sebelum menjamah makanan, hanya 38 penjamah makanan (65,5 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E.coli. Hubungan antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli, dari 89 penjamah makanan yang tidak bersih, hanya sebanyak 33 responden (37,1 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E. coli. Sebaliknya, dari 107 penjamah makanan yang bersih, 59 penjamah makanan (55,1 %) yang E.coli. Perilaku Mencuci Tangan Keber Tabel 3.4 Hubungan Antara Perilaku Mencuci Tangan, Kebersihan Pribadi, Tempat Mencuci Peralatan, Kondisi Air, Kondisi Wadah, Wadah Makanan dan Keberadaan Vektor dengan Hasil Uji Bakteriologis Bacillus cereus Variabel sihan Pribadi Tempat Mencuci Peralatan Kondi si Air Kondi si Wadah Wadah Makanan Keberada an Vektor Bacillus cereus Total Positif Negatif N % N % N % R (95% CI) Tidak 80 74, , Cuci 0,481 Tangan Cuci 43 58, , (0,244- Tangan 0,948) Tidak 55 61, , ,481 Bersih Bersih 68 63, , (0,519-1,659) Tidak 81 62, , ,945 ada Ada 42 63, , (0,511-1,746) Air Ditam pung Dalam Wadah Air Menga lir 85 66, , , , ,561 (0,854-2,852) Kotor 50 58, , ,704 Tidak ada 50 61, , Dari hasil analisis di atas, terlihat bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus, dimana p value = 0,036. Dari 138 penjamah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan, sebanyak 80 penjamah makanan (74,1 %) kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 43 penjamah makanan yang mencuci tangan sebelum menjamah makanan, hanya 43 penjamah makanan (58,0 %) Bersih 73 66, , (0,393-1,261) Terbu 75 62, , ,972 ka Tertu 48 63, , (0,536- tup 1,762) Ada 73 63, , ,078 (0,599-1,939) P Value 0,036 0,882 0,877 0,164 0,297 1,000 0,881

8 8 kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. 4. PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Bakteriologis Dalam Makanan Jajanan Berdasarkan hasil pemeriksaan makanan dan minuman yang dilakukan secara bakteriologis oleh BBTKL-PP Jakarta, ternyata dari 240 sampel makanan dan minuman jajanan yang diambil, sebanyak 116 sampel (48,33 %) positif mengandung bakteri E. coli dan sebanyak 163 sampel (67,92 %) positif mengandung bakteri Bacillus cereus. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri E. coli dan Bacillus cereus sebagian besar berasal dari pedagang makanan jajanan dengan kondisi higiene dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat, hanya sebagian kecil yang berasal dari pedagang makanan jajanan dengan kondisi higiene dan sanitasi yang memenuhi syarat. 4.2 Hubungan Antara Perilaku Mencuci Tangan Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan bahwa dari 138 penjamah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan terdapat sebesar 39,1 % kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E. coli. Sedangkan dari 58 penjamah makanan yang mencuci tangan sebelum menjamah makanan, hanya terdapat 65,5 % kemungkinan E. coli. antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan bahwa nilai p sebesar 0,001 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,338 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mencuci tangan sebelum menjamah makanan dengan hasil uji bakteriologis E. coli. antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan bahwa dari 138 penjamah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan, terdapat sebesar 74,1 % yang kemungkinan Bacillus cereus. Sedangkan dari 43 penjamah makanan yang mencuci tangan sebelum menjamah makanan, hanya terdapat 58,0 % yang kemungkinan Bacillus cereus. antara perilaku mencuci tangan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan nilai p sebesar 0,036 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,481 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku mencuci tangan sebelum menjamah makanan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Hal ini berarti tidak sesuai dengan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan dimana penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan. Selain itu juga, dari sarana penjaja makanan harus tersedia tempat cuci (alat, tangan, atau bahan makanan). Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian mikroorganisme yang ada di kulit. (Hidayat, 2005). Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran air atau disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang standar, setelah itu keringkan dengan handuk yang bersih atau menggunakan tisu. (Umar, 2009).

9 9 4.3 Hubungan Antara Kebersihan Pribadi Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan bahwa dari 89 penjamah makanan yang tidak bersih terdapat sebesar 37,1 % yang mendapatkan hasil positif uji bakteriologis E. coli. Sedangkan dari 107 penjamah makanan yang bersih, hanya terdapat 55,1 % penjamah makanan yang mendapatkan hasil positif uji bakteriologis E. coli. antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan juga bahwa nilai p sebesar 0,015 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,479 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebersihan pribadi penjamah makanan dengan hasil bakteriologis E. coli. Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Febry (2004) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hygiene penjamah dengan kualitas bakteriologis makanan (E. coli). Tenaga penjamah memiliki peranan penting dalam terjaganya makanan dari pencemaran. Secara teori, penjamah makanan berhubungan langsung dengan makanan sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran makanan terjadi jikalau penjamah makanannya tidak berlaku hygienis. Namun pada penelitian ini justru berbeda, pada penjamah dengan kebersihan pribadi yang baik justru kemungkinan mendapatkan hasil positif uji bakteriologis E. coli. Tercemarnya makanan walaupun dapat secara langsung oleh penjamah makanan, namun bisa saja makanan tersebut terkontaminasi oleh halhal lain sebelum tersentuh, misalnya tempat berjualan, fasilitas sanitasi dan penanganan makanan yang kurang baik. antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan bahwa dari 89 penjamah makanan yang tidak bersih terdapat sebesar 55 penjamah makanan (61,8 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Sedangkan dari 107 penjamah makanan yang bersih, terdapat 63,6 % yang Bacillus cereus. antara kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan nilai p sebesar 0,882 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,481 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebersihan pribadi penjamah makanan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Kebersihan pribadi penjamah makanan harus sesuai dengan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan dimana penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut dan sejenisnya, menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya), memakai celemek atau tutup kepala, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan, tidak sambil merokok, mengaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya) serta tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung. Selain itu juga harus sesuai dengan Kepmenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga dimana penjamah makanan jajanan harus dari penyakit infeksi, penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek, bebas kosmetik dan perilaku yang higenis. dan Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek dan tubuh bebas perhiasan.

10 Hubungan Antara Tempat Mencuci Peralatan Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara tempat mencuci peralatan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan bahwa dari 130 penjamah makanan yang tidak memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan, sebanyak 61 penjamah makanan (46,9 %) kemungkinan E. coli yang positif. Sebaliknya, dari 66 penjamah makanan yang memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan, hanya 31 penjamah makanan (47 %) kemungkinan E. coli. antara tempat mencuci peralatan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan nilai p sebesar 1,000 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,998 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tempat untuk mencuci peralatan makan dengan hasil uji bakteriologis E. coli. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Febry (2004) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara fasilitas sanitasi termasuk didalamnya tempat untuk mencuci peralatan dengan kualitas bakteriologis makanan (E. coli). Artinya tempat untuk mencuci peralatan yang baik belum tentu kualitas bakteriologis makanannya memenuhi syarat atau terbebas dari E. coli. antara tempat mencuci peralatan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan sebanyak 130 penjamah makanan yang tidak memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan, sebanyak 81 penjamah makanan (62,3 %) kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 66 penjamah makanan yang memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan, hanya 42 penjamah makanan (63,6 %) kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. antara tempat mencuci peralatan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan bahwa nilai p sebesar 0,877 dengan nilai Odds Ratio yaitu 0,945 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tempat untuk mencuci peralatan makan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Menurut Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, konstruksi sarana penjaja harus tersedia tempat untuk cuci alat, tangan dan bahan makanan. Menurut Wardhana (2001), butirbutir pemeriksaan fasilitas sanitasi seperti tempat sampah, SPAL, air bersih, jamban, wastafel, keberadaan serangga dan tikus mempengaruhi kualitas bakteriologis makanan namun secara tidak langsung. Kontaminasi E. coli dalam makanan dapat terjadi apabila ada yang menghubungkan antara makanan matang dan unsur-unsur tersebut yaitu peralatan dan penjamah makanan serta kondisi bahan mentahnya. 4.5 Hubungan Antara Kondisi Air Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara kondisi air dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan sebanyak 128 penjamah makanan yang mencuci peralatan dengan menggunakan air yang ditampung dalam wadah, sebanyak 60 penjamah makanan (46,9 %) yang E. coli. Sebaliknya, dari 68 penjamah makanan yang mencuci peralatan makan dengan air yang mengalir, hanya 32 penjamah makanan (47,1 %) yang E.coli. antara kondisi air dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan bahwa nilai p sebesar 1,000 dengan nilai Odds Ratio yaitu 1,000 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tempat untuk mencuci

11 11 peralatan makan dengan hasil bakteriologis E. coli. antara kondisi air dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan dari 110 penjamah makanan yang mencuci peralatan dengan menggunakan air yang ditampung dalam wadah, sebanyak 85 penjamah makanan (66,4 %) yang Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 86 penjamah makanan yang mencuci peralatan dengan air yang mengalir, hanya 38 penjamah makanan (55,9 %) yang Bacillus cereus. antara kondisi air dengan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus diperoleh nilai p sebesar 0,164 dengan nilai Odds Ratio yaitu 1,561, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara air bersih yang digunakan untuk mencuci peralatan dengan hasil bakteriologis Bacillus cereus. Menurut Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, seharusnya penjamah makanan harus menyediakan tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi atau siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) dan tempat sampah Selain itu juga harus sesuai dengan Kepmenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga dimana sumber air bersih yang aman, jumlahnya cukup dan air bertekanan (mengalir). 4.6 Hubungan Antara Kondisi Wadah Dengan Hasil Uji Bakteriologis Dari hasil uji statistik, didapatkan sebanyak 86 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang kotor, sebanyak 40 penjamah makanan (46,5 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E. coli. Sebaliknya, dari 110 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang bersih, sebanyak 52 penjamah makanan (47,3 %) yang E.coli. antara kondisi wadah dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan nilai p sebesar 1,000 dengan nilai Odds Ratio yaitu 1,000 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi wadah memajang makanan dengan hasil uji bakteriologis E. coli. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Febry (2004) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi peralatan dengan kualitas bakteriologis makanan (E. coli). Namun secara teoritis terdapat hubungan yang bermakna antara alat (wadah) dengan kualitas bakteriologis makanan. Sumber kontaminasi yang paling mungkin adalah pada alat atau wadah dan penjamah. (Fitria, 1996). antara kondisi wadah makanan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus terlihat bahwa penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang kotor kecil kemungkinan memiliki hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Dari 86 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang kotor, sebanyak 86 penjamah makanan (58,1 %) kemungkinan Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 110 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang bersih, sebanyak 73 penjamah makanan (66,4 %) kemungkinan mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. antara kondisi wadah dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus diperoleh bahwa nilai p value = 0,297, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi wadah memajang makanan yang digunakan

12 12 dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Menurut Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, seharusnya penjamah makanan harus menyediakan tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi atau siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) dan tempat sampah. Selain itu, makanan jajanan yang disajikan harus disajikan dengan alat atau perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan. Pembungkus dilarang ditiup. Selain itu juga sarana penjaja makanan harus terlindung dari debu dan pencemaran. Dan dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. Makanan yang matang tidak ada artinya apabila peralatan yang digunakan untuk penyajian terkontaminasi bakteri. Untuk menghindari adanya kontaminasi ulang pada makanan, maka peralatan yang digunakan harus dicuci dengan baik dan benar. Prinsip-prinsip pencucian alat adalah tersedianya sarana pencucian dan bahan pencuci, dilaksanakannya teknik pencucian, mengetahui dan mengerti maksud pencucian. (Depkes, 1996). 4.7 Hubungan Antara Wadah Makanan Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara wadah makanan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan sebanyak 120 penjamah makanan yang menggunakan wadah untuk memajang makanan yang terbuka, sebanyak 56 penjamah makanan (46,7 %) yang E. coli. Sebaliknya, dari 75 penjamah makanan yang menggunakan wadah untuk memajang makanan yang tertutup, sebanyak 36 penjamah makanan (47,4 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E.coli. antara wadah makanan dengan hasil uji bakteriologis E. coli didapatkan nilai p sebesar 1,000 dengan nilai Odds Ratio yaitu dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara wadah untuk memajang makanan dengan hasil uji bakteriologis E. coli antara wadah makanan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan dari 120 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang terbuka, sebanyak 75 penjamah makanan (62,5 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 76 penjamah makanan yang menggunakan wadah memajang makanan yang tertutup, sebanyak 48 penjamah makanan (63,2 %) yang Bacillus cereus. antara wadah makanan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus diperoleh nilai p sebesar 1,000 dan nilai Odds Ratio yaitu, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara wadah memajang makanan yang digunakan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Menurut Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, seharusnya penjamah makanan harus menyediakan tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi atau siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) dan tempat sampah. Selain itu, makanan jajanan yang disajikan harus disajikan dengan alat atau perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam

13 13 keadaan terbungkus dan atau tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan mencemari makanan. Pembungkus dilarang ditiup. Selain itu juga sarana penjaja makanan harus terlindung dari debu dan pencemaran. Dan dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. 4.9 Hubungan Antara Keberadaan Vektor Dengan Hasil Uji Bakteriologis antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan bahwa dari 115 penjamah makanan yang dagangannya terdapat vektor, sebanyak 56 penjamah makanan (48,7 %) yang E. coli. Sebaliknya, dari 81 penjamah makanan yang dagangannya terdapat vektor, sebanyak 36 penjamah makanan (44,4 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis E.coli. antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis E. coli diperoleh nilai p sebesar 0,565 nilai Odds Ratio yaitu 1,186, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis E. coli. antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus didapatkan sebanyak 115 penjamah makanan yang dagangannya terdapat vektor, sebanyak 73 penjamah makanan (63,5 %) yang Bacillus cereus. Sebaliknya, dari 81 penjamah makanan yang dagangannya terdapat vektor, sebanyak 50 penjamah makanan (61,7 %) yang mendapatkan hasil uji positif bakteriologis Bacillus cereus. Dari hasil uji statistik, hubungan antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus diperoleh nilai p value sebesar 0,881 dengan nilai Odds Ratio yaitu 1,708, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan vektor dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. Menurut Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi, meliputi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan peturasan dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus. Vektor merupakan salah satu media penularan penyakit. Melalui vektor, kuman penyakit menempel pada makanan atau minuman yang akan menyebabkan sakit apabila dikonsumsi oleh individu yang rentan terhadap penyakit tersebut, bisa dikarenakan kondisi daya tahan tubuh sedang menurun atau tidak kebal terhadap penyakit menular tertentu. Vektor dapat berupa lalat, tikus dan kecoa. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa butir penting, antara lain : 1. Penjamah makanan yang berdagang paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 107 orang (54,6 %) dan selebihnya adalah laki-laki yaitu sebanyak 89 orang (45,4 %). 2. Penjamah makanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mereka menjamah makanan yaitu sebanyak 138 orang (70,4 %), dan penjamah makanan yang mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mereka menjamah makanan sebanyak 28 orang (29,6 %). 3. Berdasarkan kebersihan tangan penjamah makanan, terdapat 133 orang (67,9 %) dari penjamah makanan dengan kondisi bersih dan sebanyak 63 orang (32,1 %) penjamah makanan dengan kondisi tangan yang kotor. Berdasarkan kebersihan kuku, terdapat

14 orang (67,9 %) dari penjamah makanan dengan kondisi kuku yang bersih dan sebanyak 63 orang (32,1 %) dari penjamah makanan dengan kondisi kuku yang kotor. Berdasarkan kebersihan pakaian, terdapat 162 orang (82,7 %) dari penjamah makanan dengan kondisi pakaian yang bersih dan sebanyak 34 orang (17,3 %) dari penjamah makanan dengan kondisi pakaian yang kotor. Berdasarkan penutup luka, terdapat 119 orang (60,7 %) dari penjamah makanan dengan penutup luka yang bersih dan selebihnya 77 orang (39,3 %) dari penjamah makanan dengan penutup luka yang kotor. 4. Sebagian besar penjamah makanan tidak memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan yaitu sebanyak 130 orang (66,3 %), sedangkan penjamah makanan yang lainnya memiliki tempat untuk mencuci peralatan makan yaitu sebanyak 66 orang (33,7%). 5. Sebagian besar penjamah makanan mencuci dengan menggunakan air yang di tampung di dalam wadah yaitu sebanyak 128 orang (65,3 %). Penjamah makanan yang menggunakan air mengalir untuk mencuci sebanyak 68 orang (34,7 %). 6. Sebagian besar penjamah makanan meletakkan makanan jadi atau matang di dalam wadah yang terbuka yaitu sebanyak120 orang (61,2 %). Sedangkan penjamah makanan lainnya meletakkan makanan jadi atau matang di dalam wadah yang tertutup yaitu sebanyak 76 orang (38,8 %). 7. Sebagian besar penjamah makanan meletakkan makanan jadi atau matang pada wadah yang bersih yaitu sebanyak 110 orang (56,1 %). Sedangkan penjamah makanan lainnya meletakkan makanan jadi atau matang pada wadah yang kotor sebanyak 86 orang (43,9 %). 8. Sebagian besar lokasi dagang dari penjamah makanan terdapat vektor yaitu sebanyak 115 responden (58,7 %) sedangkan yang tidak terdapat vektor sebanyak 81 orang (41,3 %). 9. Terdapat hubungan yang bermakna antara : a. Cuci tangan dengan hasil uji bakteriologis E. coli. b. Kebersihan pribadi dengan hasil uji bakteriologis E. coli. c. Cuci tangan dengan hasil uji bakteriologis Bacillus cereus. 5.2 Saran Dari kesimpulan yang diperoleh maka peneliti dapat memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain: 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi: a. Perlunya dilakukan penyuluhan pentingnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) serta CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) bagi komunitas sekolah (guru, murid dan pedagang jajanan di sekolah). b. Perlunya pemberdayaan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). c. Perlunya penyediaan fasilitas sanitasi di sekolah-sekolah, terutama tempat cuci tangan dan alat makan. 2. BBTKL-PP Jakarta : a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan disain penelitian dan jumlah sampel yang memadai b. Perlu adanya koordinasi antara BBTKL-PP Jakarta dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi dalam melakukan penyuluhan bagi penjamah makanan. DAFTAR PUSTAKA 1. Badan POM RI, Upaya Badan POM dalam Upaya Menghadapi Tantangan Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah, Jakarta, Badan POM, RAN Gerakan Menuju PJAS yang Aman, bermutu dan Bergizi, Jakarta, Ditjen PPM & PLP. Sistem Pemantauan Cemaran Mikroba pada Makanan Olahan. Departemen Kesehatan RI & YLKI. Jakarta : 1996.

15 15 4. Fathoni, A. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Terhadap Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Makanan di Kantin Kampus Universitas X Tahun FKM UI Depok, Fitria, L.. Kontaminasi E. Coli pada Makanan di Rumah Makan Berizin dan Rumah Makan Tidak Berizin di Kotif Depok. Skripsi. FKM UI. Depok : Hardinsyah dan Fadilla, Milla, Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan, dalam Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan, editor Herdinsyah dan Rimbawan, PERGIZI PANGAN, PATPI, IPB, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Hidayat, Konsep Dasar Teknik Mencuci Tangan Yang Baik (syehaceh.wordpress.com/2011/08/22/k ) [diunduh Januari 10, 2013] 8. Iriani, F. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Hygiene Perorangan pada Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dr. H.A. Moelok Bandar Lampung Tahun Skripsi FKM UI Depok, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 942/Menkes/SKVII/ BPOM RI Vol. 12 No. 6 November - Desember Pentingnya Promosi Keamanan Pangan Di Sekolah Untuk Menyelamatkan Generasi Penerus ( Lainnya/Buletin%20Info%20POM/061 1.pdf) [diunduh Januari, 2013] 11 Miranda, Feby. Hubungan Antara Pengelolaan Hygiene Sanitasi Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Makanan dan Piring Makanan pada Warung Nasi di Lingkungan Kampus Poltekkes Jakarta II Tahun Skripsi. FKM UI. Depok : Mulyanto, R. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Hygiene dan Sanitasi Tenaga Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dan Ruangan Perawatan RSU R.A. Kartini Jepara. Skripsi FKM UI Depok, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, (2004). Jakarta 14 Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan, Promosi Kesehatan di Sekolah, Jakarta, Siagian, S.P. Filsafat Administrasi. Jakarta : PT. Gunung Agung, Umar, Nasaruddin. Perspektif Jender Dalam Islam (paramadina.wordpress.com/2007/03/1 6) [diunduh Januari 10, 2013] 17 Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, (2006). Jakarta. 18, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Pedoman Penulisan Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), Wardhana, A.I. Hubungan antara Kondisi Higiene dan Sanitasi dengan Kualitas Bakteriologis Makanan di Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) Bergrade di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun Skripsi. FKM UI. Depok : 2001.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT JAKARTA Jl. Balai Rakyat No.2 Cakung Timur Jakarta Timur

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS LEMBAR OBSERVASI ANALISIS HIGIENE SANITASI, KANDUNGAN ZAT WARNA SINTETIS, PEMANIS BUATAN, DAN BAKTERI Eschericia coli PADA MINUMAN ES JERUK PERAS YANG DIJUAL PEDAGANG KELILING DI KEC. MEDAN BARU KOTA MEDAN

Lebih terperinci

KUESIONER PENGAMATAN FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

KUESIONER PENGAMATAN FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 1 Lampiran 1. Kuesioner KUESIONER PENGAMATAN FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 Tanggal Wawancara Nama Sekolah Kecamatan Nama

Lebih terperinci

HIGIENE SANITASI PANGAN

HIGIENE SANITASI PANGAN HIGIENE SANITASI PANGAN Oleh Mahmud Yunus, SKM.,M.Kes KA. SUBDIT HIGIENE SANITASI PANGAN DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN, DITJEN PP & PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI Disampaikan pada Workshop Peringatan Hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Makanan penting baik untuk pertumbuhan maupun untuk mempertahankan kehidupan.

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi

LAMPIRAN. Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi LAMPIRAN Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi 170 Keadaan Kantin KOPMA UPI Bumi Siliwangi 171 Keadaan kantin PKM UPI Bumi Siliwangi 172 ANALISIS PEMAHAMAN PENERAPAN PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia (Mansauda, 2014). Makanan yang sehat dan aman merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan kecerdasan dan kesehatan sumber daya manusia. Nutrisi

Lebih terperinci

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan makanan siap saji yang ditemui

Lebih terperinci

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Lembar Observasi HIGIENE SANITASI DAN ANALISA Escherichia coli PADA MINUMAN ES KELAPA MUDA YANG DIJUAL DI TAMAN TELADAN KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2012 Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin akan menimbulkan penyakit atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah dijelaskan bahwa upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatankegiatan kesehatan keluarga,

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG

STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG Volume 4, Nomor 3, Juli 6 (ISSN: 356-3346) http://ejournal-s.undip.ac.id/index.php/jkm STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan khususnya bidang gizi terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga memberikan dampak bagi pelayanan gizi.

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG Volume 1, Nomor 2, Tahun 212, Halaman 147-153 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG * ) Alumnus FKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan papan. Makanan mengandung nilai gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Blum yang dikutip oleh Notoadmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang bergizi sangat penting untuk kebutuhan tubuh tetapi makanan yang aman atau terjamin mutunya juga sangat penting agar tidak merusak tubuh karena penularan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013) Lampiran 1. Summary HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013) Djamaludin Musa NIM. 811409137 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU RI No. 36 Tahun 2009 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Food Handler s Hygiene Sanitation Practice, Escherichia coli RINGKASAN

ABSTRACT. Keywords: Food Handler s Hygiene Sanitation Practice, Escherichia coli RINGKASAN HUBUNGAN PRAKTIK HIGIENE SANITASI PENJAMAH MAKANAN TERHADAP CEMARAN Escherichia coli PADA MAKANAN GADO-GADO DI SEPANJANG JALAN KOTA MANADO CORRELATION FOOD HANDLER S HYGIENE SANITATION PRACTICE WITH CONTENT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, untuk itu setiap negara harus dapat mengurangi

Lebih terperinci

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pada Pembuat/Penjual Sop Buah di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama berjualan : Merupakan jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya (Santoso & Anne, 1999). Warung makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh mahluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN KAKI LIMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AUR DURI KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Erris, 2 Marinawati 1 Poltekes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Makanan juga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya higiene dan sanitasi rumah makan merupakan kebutuhan utama terhadap terwujudnya makanan dan minuman aman, oleh karena itu keadaan higiene dan sanitasi rumah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 Lokasi industri : Penanggung Jawab : Jumlah Karwan : No OBJEK PENGAMATAN KATEGORI Ya Tidak Prinsip I

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu kualitas makanan yang baik

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMA KASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMA KASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 7 1.3 Batasan

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: ) ANALISIS HUBUNGAN DAN SANITASI DENGAN KEBERADAAN COLIFORM FECAL PADA HANDLE PINTU TOILET DI TEMPAT TEMPAT UMUM DI KOTA SEMARANG Purwita Sari *), Nurjazuli **), Sulistiyani *) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi: HUBUNGAN SANITASI DENGAN STATUS BAKTERIOLOGI (STATUS Koliform DAN KEBERADAAN Salmonella sp) PADA JAJANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN TEMBALANG, SEMARANG Ririh Citra Kumalasari 1 1) Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat disekolah

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat disekolah PROMOSI KESEHATAN DI SEKOLAH A. PENDAHULUAN Di Indonesia, bentuk promosi kesehatan di sekolah adalah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan sekaligus UKS merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat disekolah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Makanan dan minuman selain berfungsi dalam mendukung kesehatan juga bisa menjadi sumber penyakit bagi manusia.

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Escherichia Coli Pada Makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado Dan Kota Bitung

Hubungan Personal Higiene dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Escherichia Coli Pada Makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado Dan Kota Bitung ARTIKEL PENELITIAN Hubungan Personal Higiene dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Escherichia Coli Pada Makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado Dan Kota Bitung Relationship Personal Hygiene and

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN KERIPIK SANJAI BALADO DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT KOTA PAYAKUMBUH TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN KERIPIK SANJAI BALADO DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 104 LEMBAR OBSERVASI HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN KERIPIK SANJAI BALADO DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2015 (Sumber: Kepmenkes RI No. 942/SK/VII/2003) Data Pemilik Usaha a. Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor penyebab diare yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare sering terjadi pada anak usia sekolah dan balita dimana angka kejadian diare merupakan penyakit utama yang kedua setelah flu rotavirus. Penyakit ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Deskriptif Lokasi Penelitian Asrama Mahasiswa Nusantara UNG merupakan salah satu fasilitas pendukung milik Universitas Negeri

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG Haryudi Okta Sofiyanto 1), Tri Joko 2), Nur Endah W 2) 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan hal yang penting bagi kesehatan manusia. Saat ini banyak terjadi penyakit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (www.datastatistik-indonesia.com)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (www.datastatistik-indonesia.com) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan tumpuan bagi masa depan bangsa. Mereka merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang

Lebih terperinci

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN X,

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN X, GAMBARAN HIGIENE SANITASI DAN KEBERADAAN ESCHERICHIA COLI DALAM JAJANAN KUE BASAH DI PASAR KOTA KENDARI TAHUN 2016 Amita Satyaningsih 1 Yusuf Sabilu 2 Sabril Munandar 3 FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasHalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food) adalah makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa.kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma kesehatan lingkungan mengatakan, kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebakan makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO Disusun sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD JURNAL PENELITIAN Oleh : 1. Anik Enikmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep 2. Fatihah Hidayatul Aslamah, Amd.Kep SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting, dimana gizi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan penting untuk pertumbuhan maupun mempertahankan kehidupan. Makanan memberikan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti sel-sel tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan kualitas hidup telah digariskan dalam tujuan Pembangunan Nasional. Untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia sebagai penjabaran

Lebih terperinci

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi akan penyakit (Maryunani, 2013). Oleh karena itu, pada masa ini anak usia sekolah dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci