KOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH
|
|
- Ratna Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EKOLOGI KUANTITATIF KOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH (Macropus agilis papuanus Peters and Doria, 1875) DAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) DI SAVANA CAMPURAN UDIUDI SPTN III TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E Dosen : Dr Ir Agus Priyono Kartono, M.Si KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2 PENDAHULUAN Latar Belakang Walabi lincah (Macropus agilis) adalah salah satu satwa endemik dan spesies flagship yang hidup di daerah savana TN Wasur, termasuk dalam marsupilia (mamalia berkantung). Saat ini walabi lincah termasuk dalam satwa dilindungi. Di TN Wasur juga terdapat rusa timor (Cervus timorensis timorensis de Blainville) yang merupakan hasil introduksi dari Jawa pada tahun 1913 dan tahun 1920 (Harjosentono, et al.,1978 dalam Ishak, 1920). Namun menurut Pangkali (2005) Rusa Merauke dibawa masuk dari Timor oleh penyebar agama tahun 1928 sehingga disebut rusa timor. Kedua spesies tersebut memiliki habitat yang sama yaitu daerah savana (BTNW,1999). Baik walabi lincah maupun rusa timor menggunakan savana sebagai tempat untuk beraktivitas, mencari makan dan berlindung. Menurut BTNW (1999), keberadaan rusa menjadi pesaing bagi spesies endemik yaitu walabi dalam mendapatkan pakan rumput dan ini mengancam keberadaan spesies endemik tersebut, peryataan ini sesuai dengan Semiadi (2006) bahwa pelepasan rusa timor di TN Wasur (Papua) yang dilakukan tahun 1928-an telah berkembang sangat pesat dan saat ini diyakini telah menjadi hama bagi keselarasan ekologi setempat. Namun belum ada penelitian mengenai hubungan diantara kedua jenis spesies tersebut, karena itu penelitian ini sangat menarik dan diperlukan untuk mengetahui kohabitasi (pemanfaatan habitat bersama) antara satwa endemik yaitu walabi lincah dan satwa introduksi yaitu rusa timor. Tujuan Tujuan dilakukan kajian ini adalah untuk mengetahui 1. Mengetahui kohabitasi antara kedua jenis spesies yaitu walabi lincah dan rusa timor 2. Mengetahui pola penggunaan ruang dan pakan dari kedua jenis spesies tersebut METODE Waktu dan Lokasi Waktu pembuatan makalah selama 1 minggu yang berlokasi di Kampus IPB Dramaga Bogor. Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah laptop, alat tulis, dan kumpulan jurnal dan karya ilmiah
3 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah adalah dengan studi literatur dari jurnal, dan kumpulan karya ilmiah yang berkaitan dengan topik afinitas spesies atau niche overlap. Analisis Data Analisis Relung Ekologi Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saragih (2008) penghitungan relung ekologi berdasarkan Smith (1972) diacu dalam Krebs (1978) menawarkan pengukuran relung ekologi dengan memasukkan keberadaan sumberdaya dalam penghitungannya, yaitu : FT = _ (_ pj aj) dimana; pj : proporsi sumberdaya yang digunakan individu yang dijumpai aj : proporsi sumberdaya-j terhadap total sumberdaya. Untuk sampel yang besar, sekitar 95 % interval kepercayaan untuk FT dapat diperoleh dengan menggunakan arcsine transformation sebagai berikut : Di bawah selang kepercayaan 95 % = sin [ x (1.96 / 2_y) ] Di atas selang kepercayaan 95 % = sin [ x + (1.96 / 2_y) dimana; x : Arcsin (FT) y : jumlah total individu yang dipelajari = _ Nj dan argumen dari fungsi trigonometrik ini dalam radian Pengukuran relung berdasarkan metode Smith bervariasi dari 0 sampai 1 dan sudah merupakan pengukuran standarisasi. Metode ini mudah dipelajari karena mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya. Namun, pengukuran dengan metode ini kurang sensitif terhadap pemilihan sumberdaya langka. Analisis Tumpang Tindih Relung Ekologi (Niche Overlap) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saragih (2008) penghitungan tumpang tindih relung ekologi pertama kali dikemukakan oleh Mac Arthur dan Levins (1976) diacu dalam Krebs (1978) :. dimana; pim : proporsi sumberdaya i terhadap total sumberdaya yang digunakan oleh spesies m (Macropus agilis) pic : proporsi sumberdaya i terhadap total sumberdaya yang digunakan oleh spesies c ( Cervus timorensis).
4 Penghitungan tumpang tindih dengan rumus ini diasumsikan tidak simetris antara spesies m dan spesies c yang mengestimasi luas relung dari spesies c yang tumpang tindih terhadap spesies m. Jika spesies m terspesialisasi pada sub kumpulan pakan yang dimakan oleh sebagian besar spesies c, selanjutnya dari sudut pandang spesies m tumpang tindih terjadi secara total tetapi sudut pandang spesies c overlapping hanya sebagian. Namun, sebagian besar ahli ekologi menyetujui bahwa penghitungan tumpang tindih tidak dapat digunakan sebagai koefisien kompetisi. HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat Menurut BTNW (1999), penyebaran walabi lincah di TN Wasur Merauke berasosiasi pada ekosistem savana yang luas dan berhubungan dengan sumbersumber air atau daerah tangkapan air hujan berupa rawa-rawa permanen yang merupakan sumber air minum bagi satwa pada musim kemarau. Beberapa tempatyang menjadi konsentrasi populasi walabi lincah antara lain savana Kankania, savana Ukra, savana Mblatar dan savana Maar (membentang sepanjang wilayah Republik Indonesia Papua Nugini). Whitten et al. (1996) diacu dalam Semiadi (2006) menyatakan di daerah yang sering terkena kebakaran akan dijumpai banyak rusa timor untuk merumput tanaman muda dan menjilati abu sisa pembakaran sebagai sumber mineral. Rusa timor dapat dijumpai dengan mudah di hutan terbuka hingga ketinggian 2600 mdpl. Penyebaran rusa di kawasan TN Wasur terdapat di daerah hutan jarang, hutan riparian, savana, padang rumput dan padang rumput rawa dengan kerapatan populasi terbesar di kawasan padang rumput sebelah tenggara (BTNW, 1999). Relung Ekologi (Ecological Niche) Menurut Wirakusumah (2003) relung adalah ruang tempat populasi dalam struktur komunitas yang tidak bermakna sama sekali jika komunitas itu tidak ada sedangkan menurut Djamal (2003) relung merupakan cara hidup mahkluk hidup dalam habitatnya. Hutchinson (1957) diacu dalam Odum (1993) juga mengemukakan istilah relung dasar (fundamental niche) yang merupakan relung ekologi maksimal suatu organisme dalam keadaan tak berkompetisi dengan sesamanya serta istilah relung nyata (realized niche) sebagai relung hypervolume organisme dalam keadaan berkompetisi. Relung ekologi walabi lincah dan rusa timor diukur berdasarkan sumberdaya pakan yang dimanfaatkan karena pengukuran luas relung ekologi dengan menggunakan sumberdaya pakan merupakan cara yang paling sederhana. Pakan merupakan kebutuhan mutlak bagi mahkluk hidup. Pengamatan terhadap jenis
5 pakan yang dimakan oleh Walabi lincah dan rusa timor dilihat secara langsung dan tidak langsung melalui bekas renggutan. Dari hasil pengamatan secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan bekas-bekas renggutan walabi lincah dan rusa timor yang ditemukan umumnya bagian tumbuhan yang dimakan adalah pucuk daun (bagian yang muda), namun ditemukan juga bekas renggutan walabi lincah pada akar rumput peya (Sporobolus diander) dari akar maka kebutuhan mineral walabi lincah dapat terpenuhi, hal ini umumnya dilakukan walabi lincah saat musim hujan, hal ini sependapat dengan Merchant (1983) bahwa walabi adalah pemakan rumput (Grazer) namun spesies ini dapat juga memakan akar rumput. Di musim kemarau, kebutuhan mineral (kegiatan mengasin) dari walabi lincah di dapat dari abu bakaran, karena pada musim kemarau masyarakat di dalam taman nasional wasur akan membakar savana, selain untuk mempermudah dalam berburu, ini juga berdampak positif dalam pengelolaan habitat padang rumput (savana). Perhitungan relung ekologi (pada lampiran 2), walabi menghasilkan nilai FT = 0,666 pada taraf nyata (selang kepercayaan 95%), batas bawah dan batas atas nilai adalah 0,392 _ FT _ 0,870. Sedangkan untuk rusa nilai FT = 0,333 pada taraf nyata (selang kepercayaan 95%), batas bawah dan batas atas nilai adalah 0,013 _ FT _ 0,618 Nilai FT merupakan pengukuran relung ekolgi menurut Smith yang bervariasi dari nol sampai satu dan merupakan pengukuran yang sudah distandarisasi. Hasil perhitungan luas relung ekologi menunjukkan bahwa walabi lincah menempati relung ekologi yang lebih luas (FT = 0,666) dibandingkan rusa (FT = 0,333). Relung ekologi yang lebih sempit pada rusa menunjukkan rusa lebih terspesialisasi dibandingkan walabi, ini berarti rusa mempunyai kemungkinan yang lebih besar terancam akibat adanya perubahan lingkungan. Tumpang Tindih Relung Ekologi (Niche Overlap) Putman (1984) menyatakan bahwa pemisahan niche merupakan pemisahan atau perbedaan peranan berbagai organisme dalam komunitasnya. Agar terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi, parasitime, dan simbiosis haruslah ada tumpang tindih dalam niche (Mcnaughton dan Wolf, 1990) Tumpang tindih relung dapat dipandang sebagai masalah pembagian sumberdaya diantara beberapa spesies. Tumpang tindih relung berarti ada beberapa derajat kesamaan kebutuhan hidup di antara spesies. Tumpang tindih yang rendah merupakan indikasi pembagian sumberdaya yang efisien (Shugart et al. diacu dalam Basuni, 1988). Menurut Hulbert (1978) diacu dalam Krebs (1978), salah satu cara untuk mengetahui struktur komunitas yaitu dengan mengukur tumpang tindih penggunaan sumberdaya pada spesies yang berbeda. Umumnya pengukuran sumberdaya dalam penghitungan tumpang tindih dilakukan dengan menggunakan pakan dan ruang (atau mikrohabitat). Nilson (1969) diacu dalam Rahayuni (2007) menyebutkan bahwa tumpang tindih relung organisme dalam memakan makanan dapat terjadi.
6 Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa tumpang tindih relung ekologi dapat terjadi apabila sumberdaya (makanan) dalam keadaan melimpah, namun bila sumberdaya mengalami keterbatasan maka spesies tersebut akan keluar dari zona overlap dan pemisahan niche kembali terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut mempunyai tipe ataupun sifat karakter makanan khusus yang dikenal dengan food refuge. Hasil penelitian Saragih (2008) menunjukkan adanya tumpang tindih relung ekologi antara walabi lincah dan rusa timor dalam hal penggunaan ruang dan pakan sebagaimana dapat dilhat pada Tabel 1 Tabel 1 Komponen Relung antara Walabi lincah dan Rusa Timor (Saragih 2008). Jenis-jenis pakan yang menjadi pakan walabi dan rusa merupakan jenis rerumputan, hal ini dikarenakan kedua spesies ini merupakan jenis satwa pemamah biak (ruminansia). Merchant (1998) diacu dalam Suprajitno (2007) mengatakan sistem pencernaan makanan pada walabi lincah menunjukkan persamaan dengan hewan pemamah biak lainnya. Memiliki lambung besar berbentuk kantong seperti pemamah biak, yang terbagi menjadi empat bilik. Bagian terdepan mengandung protozoa dan organisme bersel satu lainnya, yang mencerna serta merubah selulosa menjadi suatu zat yang dapat digunakan sebagai makanan untuk walabi, sehingga satwa ini dapat bertahan hidup pada musim kemarau yang panjang. Walabi lincah tidak memamah biak tetapi makanan terkadang oleh esofagus dikembalikan ke mulut lalu tanpa memamah lebih lanjut menelannya kembali. Rusa termasuk satwa ruminansia dari bangsa artiodactyla, mempunyai 4 lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Semiadi 2006). Dari 6 jenis tumbuhan bawah hasil analisis vegetasi pada savana, 5 jenis merupakan pakan walabi dan rusa yaitu Wang (Rhynchelytrum repens), Peya
7 (Sporobolus diander), Paku-pakuan (Centipeda minima), Cyperus brevifolius. Selain itu Ngourong mbreng (Melastoma polyanthus) juga diketahui sebagai jenis pakan rusa. Di daerah ekoton tumpang tindih dalam jenis pakan juga terjadi antara walabi lincah dan rusa timor. Ditemukan ada 8 jenis pakan yang dikonsumsi oleh walabi lincah dan rusa timor. Untuk jenis kororow (Cyperus pygmaeus) hanya menjadi pakan walabi lincah sedangkan Ngourong mbreng (Melastoma polyanthum) hanya menjadi pakan rusa timor. Jenis pakan yang ada di savana sama dengan jenis pakan yang ditemukan di daerah ekoton bahkan di daerah ekoton ditemukan lebih banyak jenis pakan unrtuk walabi dan rusa. Dominansi dari jenis Peya (Sporobolus diander) dan Wang (Rhynchelytrum repens) di savana dan ekoton menunjukkan ketersediaan pakan bagi walabi dan rusa. Daerah tumpang tindih antara walabi lincah dan rusa timor terletak pada savana campuran dan ekoton. Daerah tumpang tindih antara walabi lincah dan rusa kemudian di kelompokkan dalam 3 daerah yaitu savana, savana yang berbatasan dengan ekoton dan daerah ekoton. Sebagian besar tumpang tindih ruang terjadi di savana campuran yang berbatasan dengan ekoton dan daerah ekoton. Pada tabel 1 diketahui bahwa di savana ditemukan walabi pada pagi dan sore hari sedangkan rusa hanya ditemukan saat sore. Di savana yang berbatasan dengan ekoton ditemukan walabi lincah pada pagi, sore dan malam hari; rusa timor ditemukan pada sore dan malam hari. Saat pengamatan pada sore hari, di jalur ini pengamat menemukan kotoran walabi dan kemudian terdengar suara rusa jantan yang sangat keras, kemudian menemukan jejak rusa. Ditemukan juga sore hari ditemukan renggutan rusa saat pengamatan sore hari dan pada plot yang sama malam hari terlihat bahwa ada walabi yang juga makan di daerah tersebut, serta 3 ekor rusa yang berlari saat terlihat pada lokasi yang tidak berjauhan dari plot tersebut. Hal ini membuktikan adanya kohabitasi pada walabi dan rusa. Daerah ekoton ditemukan pada pagi, siang dan sore hari, sedangkan rusa hanya pada sore. Di ekoton ditemukan renggutan walabi dan rusa pada lokasi yang berdekatan namun jika diperhatikan bahwa renggutan rusa sudah berumur lebih lama dibandingkan renggutan walabi karena ujung dari renggutan sudah mula coklat. Daerah tumpang tindih dapat dilihat dari hasil pengamatan dimana jika ada perjumpaan dengan kedua spesies tersebut akan diambil titik posisinya dengan menggunakan GPS dan dianalisis dengan perangkat lunak Arc View 3.2. Perhitungan tumpang tindih relung ekologi dilakukan menurut perhitungan Mac Arthur dan Levin yang melibatkan dua parameter, yaitu proporsi sumberdaya i terhadap total sumberdaya yang dimanfaatkan walabi (Pim) dan proporsi sumberdaya-i terhadap total sumberdaya yang dimanfaatkan rusa (Pic). Pengukuran tumpang tindih menurut perhitungan Mac Arthur dan Levin digunakan karena dapat melihat nilai tumpang tindih pada masing-masing jenis, misalnya nilai tumpang tindih relung walabi kepada rusa (Mmc) akan berbeda dengan nilai tumpang tindih relung rusa kepada walabi (Mcm). Besarnya nilai tumpang tindih relung ekologi walabi adalah 0,99 dan nilai tumpang tindih relung ekologi rusa 1,00 (Lampiran 2),
8 yang berarti bahwa relung ekologi walabi tumpang tindih sebesar 99% pada relung ekologi rusa timor sebaliknya relung ekologi rusa timor tumpang tindih sebesar 100% pada relung ekologi walabi. Hasil analisis menunjukkan tumpang tindih relung yang sangat tinggi antara walabi dan rusa dalam hal proporsi sumberdaya yang digunakan yaitu pakan. Adanya spesies yang tetap bertahan walaupun terjadi tumpang tindih relung yang sempurna mengindikasikan bahwa kedua spesies itu mempunyai relung yang identik, dimana beberapa sumberdaya digunakan bersama dan sumberdaya yang lain digunakan sendiri-sendiri. Demikian halnya dengan walabi lincah dan rusa timor, diasumsikan ada perbedaan relung dari walabi lincah dan rusa timor agar kedua spesies ini tetap dapat bertahan hidup dengan menggunakan habitat yang sama (kohabitasi). Pianka (1983) dalam Basuni (1988) menyebutkan bahwa di alam sering terjadi tumpang tindih relung pada beberapa spesies, namun tidak terjadi kompetisi atau persaingan. Pada relung yang tumpang tindih belum tentu terjadi persaingan, persaingan hanya terjadi jika sumberdaya terbatas diantara spesies tersebut jika dilihat dari aspek sumberdaya pakan yang melimpah antara walabi dan rusa hanya terjadi kohabitasi. KESIMPULAN Walabi lincah paling sering melakukan aktivitas di daerah ekoton (kelompok 1) 44,44% sedangkan rusa paling sering terlihat pada daerah savana yang berbatasan dengan ekoton (kelompok 2) 66,67%. 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa walabi lincah dan rusa timor mempunyai tipe pola sebaran penggunaan habitat yang sama yaitu menyebar secara berkelompok. 2. Relung ekologi yang dihitung berdasarkan pakan, walabi lincah menempati relung ekologi yang lebih luas (FT = 0,666) dibandingkan rusa (FT = 0,333), hal ini berarti rusa timor lebih terspesialisasi dibandingkan walabi lincah. 3. Hasil penelitian menunjukkan adanya tumpang tindih relung ekologi antara walabi lincah dan rusa timor dalam hal penggunaan ruang dan pakan Daerah tumpang tindih antara walabi lincah dan rusa timor terletak pada savana campuran dan ekoton. Hasil analisis menunjukkan tumpang tindih relung yang sangat tinggi antara walabi dan rusa dalam hal proporsi sumberdaya yang digunakan yaitu pakan. 4. Terjadi kohabitasi (penggunaan habitat bersama) antara kanguru lapang (M. agilis) dan rusa timor (C. timorensis) di savana campuran udi-udi yang merupakan savana yang sudah terinvasi oleh Eucalyptus sp.
9 DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S Pengelolaan Satwaliar. Jilid II. Bogor : Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Sumber Informasi-IPB. Basuni, S Studi Relung Ekologi Tiga Jenis Burung Srangenge (Famili Nectarinidae) Di Hutan Gunung Walat, Sukabumi [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Rahayuni, D.R Studi Kohabitasi antara Simakobu (Simias concolor) dan Joja (Presbytis potenziani) di Area Siberut conservation program (SCP), Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat [Skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Saragih I N Kohabitasi antara walabi lincah (Macropus agilis papuanus Peters and Doria, 1875) dan rusa timor (Cervus timorensis De Blainville, 1822) di Savana Campuran Udiudi SPTN III Taman Nasional Wasur, Papua. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
KOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH
KOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH (Macropus agilis papuanus Peters and Doria, 1875) DAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) DI SAVANA CAMPURAN UDI- UDI SPTN III TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA
Lebih terperinciI. PENDAWLUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAWLUAN A. Latar Belakang Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan satu dari empat sub spesies Macropus agilis yang penyebarannya terdapat di wilayah selatan kepulauan
Lebih terperinciKOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH
KOHABITASI ANTARA WALABI LINCAH (Macropus agilis papuanus Peters and Doria, 1875) DAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) DI SAVANA CAMPURAN UDI- UDI SPTN III TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciPENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E
PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki karakteristik yang berbeda, karena komposisi spesies, komunitas dan distribusi organismenya. Distribusi dalam
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciSURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinciFakultas Kehutanan IPB 2
ANALISIS POPULASI RUSA TOTOL (Axis axis Erxl 1788) DI HALAMAN ISTANA BOGOR oleh: Ashri Istijabah Az-Zahra 1 E34120003, Anika Putri 12 E34120024, Rizki Kurnia Tohir 1 E34120028, Reza Imam Pradana 1 E34120063
Lebih terperinciEKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO. Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E
EKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen : Dr Ir Agus Priyono Kartono, M.Si KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciPREFERENSI PAKAN DAN PERILAKU MAKAN WALABI LINCAH (Macropus agilis Peters and Doria, 1875) Di KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA TRI WAHYUNI
PREFERENSI PAKAN DAN PERILAKU MAKAN WALABI LINCAH (Macropus agilis Peters and Doria, 1875) Di KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA TRI WAHYUNI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat
17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas (Biodiversity) Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in
Lebih terperinciPENDAHULUAN METODE PENELITIAN. gunaan bersama tempat-tempat tersebut oleh badak jawa dan banteng.
Media Konservasi Vol. VII, No. 2, Juni 2001 : 69-74 PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR, PAKAN DAN COVER OLEH BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) DAN BANTENG (Bos javanicus, d'alton 1832) DI DAERAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengambilan contoh ikan dan analisis kebiasaan makanan. Pengambilan contoh dilakukan selama enam bulan
Lebih terperinciPENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh :
PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT Oleh : Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia Tohir 1) (E34120028), Yusi Widyaningrum 1) (E34120048),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pegunungan. Dari total sekitar 110 spesies dari marga Anaphalis, di Asia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anaphalis spp. merupakan salah satu jenis tumbuhan khas daerah pegunungan. Dari total sekitar 110 spesies dari marga Anaphalis, di Asia Tenggara termasuk New Guinea
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,
Lebih terperinciPembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015
Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman burung yang sangat tinggi. Sukmantoro et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat 1.598 jenis burung yang dapat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Rusa Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PPPKR) yang terletak di Hutan Penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis
Lebih terperinciPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERAN TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SEBAGAI BENTENG TERAKHIR PELESTARIAN BANTENG (Bos javanicus d Alton) DI BAGIAN TIMUR PULAU JAWA Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah Diusulkan
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA DAN KEBUN KELAPA SAWIT, CIKABAYAN KAMPUS IPB RIZKI KURNIA TOHIR E
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA DAN KEBUN KELAPA SAWIT, CIKABAYAN KAMPUS IPB RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kerusakan dan hilangnya habitat, perburuan liar, dan bencana alam mengakibatkan berkurangnya populasi satwa liar di alam. Tujuan utama dari konservasi adalah untuk mengurangi
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa
19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang
Lebih terperinciKuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam
Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di
Lebih terperinciGambar 2 Peta lokasi penelitian.
0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci
Lebih terperinciGambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)
12 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian terpadu bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya
Lebih terperinciEvaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor
Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor R. Garsetiasih 1 dan Nina Herlina 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 2 Sekretariat Jenderal Departemen
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan estetika
Lebih terperinciPOTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA
1 POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Amri Muhammad Saadudin, Gamma Nur Merrillia Sularso, Connie Lydiana Sibarani,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan
Lebih terperinciEKOLOGI KUANTITATIF. ANALISIS TIPOLOGI HABITAT PREFERENSIAL BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
EKOLOGI KUANTITATIF ANALISIS TIPOLOGI HABITAT PREFERENSIAL BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen : Dr Ir Agus
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor 1. Taksonomi Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan ke dalam : Phylum Chordata, Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang
Lebih terperinciINDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN
SUMBERDAYA PENGERTIAN SUMBER DAYA MERUPAKAN UNSUR LINGKUNGAN HIDUP YANG TERDIRI DARI SUMBERDAYA MANUSIA, SUMBERDAYA HAYATI, SUMBERDAYA NON HAYATI DAN SUMBERDAYA BUATAN. (UU RI NOMOR 4 TAHUN 1982) SEHINGGA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan
Lebih terperinci