BENTUKAN ARSITEKTUR KORIDOR KOTA PADA JALAN SOEKARNO-HATTA DAN LINGKAR SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTUKAN ARSITEKTUR KORIDOR KOTA PADA JALAN SOEKARNO-HATTA DAN LINGKAR SELATAN"

Transkripsi

1 BENTUKAN ARSITEKTUR KORIDOR KOTA PADA JALAN SOEKARNO-HATTA DAN LINGKAR SELATAN Dewi Parliana Dosen Teknik Arsitektur Itenas Bandung Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana bentukan arsitektur koridor kota dengan adanya pembangunan jalan arteri yang berbentuk lingkar yang memotong cadaster dan kawasan terbangun kota. Analisa dilakukan pada setiap segmen jalan pada jalan Soekarno-Hatta, dan jalan Lingkar Selatan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada lahan kosong dan terbangun yang sudah terpola kaplingnya seperti di koridor Jl.Soekarno Hatta (Segmen Kiaracondong-Cibiru, Kopo-Moh.Toha dan Moh.Toha-Buah Batu) dan Jl.Lingkar Selatan (segmen Pelajar Pejuang), hampir 90% memiliki tata letak massa bangunan yang mengikuti konteks bentuk kapling tegak lurus dan orientasi muka bangunan menghadap jalan arteri. Akibatnya pada koridor adalah kesinambungan fasade dan tercipta keteraturan. Untuk kawasan terbangun yang terbentuk secara spontaneous dan kemudian terpotong miring oleh jalan seperti di koridor Jl. Soekarno Hatta (segmen Sudirman Pasirkoja dan Pasirkoja-Kopo) dan Jl.Lingkar Selatan (segmen Peta dan Laswi), tata letak massa bangunannya mengikuti konteks bentuk kapling yang miring, dan mengabaikan pentingnya orientasi muka bangunan pada jalan arteri. Akibatnya pada koridor adalah, tidak adanya kesinambungan dan keharmonisan fasade. Namun untuk kawasan yang tidak terpotong miring seperti di Jl.Soekarno Hatta (segmen Kopo-Moh.Toha dan Moh.Toha-Buah Batu) dan Jl.Lingkar Selatan (segmen BKR 1 dan 2), bangunan-bangunan tetap mengikuti konteks bentuk kapling lurus dan muka bangunan berorientasi pada jalan. Kata kunci : pembangunan jalan arteri, bentukan arsitektur koridor, kontekstual, fasade, skyline Pendahuluan Sebuah koridor merupakan rangkaian dari kapling-kapling dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Fungsi pada koridor yang sama atau campur juga mempengaruhi ukuran besar kecilnya kapling, contohnya kapling industri dan kaling hunian, mempunyai ukuran yang sangat berbeda. Jadi apabila sebuah koridor mempunyai fungsi yang amat campur, maka ia akan menghasilkan komposisi ukuran kapling yang beraneka ragam. Bentuk dan orientasi kapling akan membentuk massa-massa bangunan pada koridor yang mempengaruhi visual koridor. Komposisi dari bentuk dan besar kapling yang seragam pada satu koridor, ditambah dengan bentuk dan besar bangunan yang sama, akan membentuk koridor yang teratur dan harmoni. Sedangkan ketidak seragaman bentuk dan besar kapling, akan cenderung menghasilkan bentuk dan besar massa bangunan yang tidak teratur dan tidak harmoni. Tata letak massa bangunan pada kapling juga mempengaruhi hasil dari rangkaian bangunan tersebut pada visual koridor, jarak antara bangunan serta ketinggian bangunan akan menciptakan skyline dan ruang kota yang bisa menjadi vista yang indah bagi yang memandangnya. Kriteria-kriteria urban design dari berbagai konsep para ahli perancang kota telah banyak dikemukakan, diantaranya adalah Clark, Roger H dan Michael Pause, 1985, dalam Precedent in Architecture, menurut mereka ada 11 variabel yang berkaitan dengan gagasan gagasan bentuk yaitu: struktur, pencahayaan alami, pembentukan massa, kaitan denah dengan potongan, sirkulasi, kaitan unit keseluruhan, pengulangan ke keunikan, simetri dan keseimbangan, geometri, adisi dan substraksi, hirarki. Dari Brolin, Brent C, (1980:153) dalam bukunya Architecture Incontext mengusulkan 11 variabel dalam penggabungan bangunan baru pada bangunan lama sehingga tercipta kontinuitas visual yaitu setback, jarak antar bangunan, pembentukan massa, ketinggian, proporsi dan arah façade, raut dan silhouette, disposisi pintu dan jendela, material, warna, skala terhadap manusia. Sedangkan Fremantle (1980:78) mengajukan 9 variabel arsitektural (berkaitan preservasi) yakni: bentuk, proporsi, skala, material, tekstur, 1

2 craftmanship, kondisi bangunan, nilai kualitas arsitektural terhadap lingkungan, kontekstual. Richard Hedman, dan Andrew Jaszewski, 1984 dalam Fundamental of Urban Design mengatakan untuk menganalisis suatu street picture ada 11 variabel yaitu: silhouette bangunan, jarak antar bangunan, setback, proporsi bukaan, massa dari bentuk bangunan, lokasi entry, material permukaan (finishing dan tekstur, pola pembayangan, skala bangunan, langgam arsitektur, dan lansekap. Kota dibentuk oleh elemenelemen dasar yang terdiri dari path, district, edges, landmark, dan nodes yang semuanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk fisik di kota (Kevin Lynch, 1960). Sedangkan Elemen- Elemen Pembentuk Fisik Kota dari Hamid Shirvani, 1985 mengkategorikan Urban Design secara lebih terperinci lagi, yaitu: Land use, Building Form and Massing, circulation and parking, Open space, Pedestrian ways, Activity support, Signage, Preservation. Menurut Mohammad Danisworo (1991), perancangan kota merupakan kebijaksanaan yang akan mengendalikan, ada tujuh kriteria yang harus dipegang, antara lain: 1. Pencapaian, yaitu kejelasan, orientasi, kemudahan. 2. Kesesuaian, yaitu harmonis, serasi, cocok. 3. Vista atau pemandangan, yaitu skala, pola, estetika 4. Identitas, yaitu karakter, mudah dibedakan, mempunyai ciri 5. Organisasi, yaitu keteraturan, kejelasan, dan efisiensi. 6. Citra, yaitu tata nilai, kesesuaian lingkungan 7. Kelayakan hidup, artinya kota itu layak dihuni Dari kriteria-kriteria tersebut diatas timbul pertanyaan, bisakah kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk menganalisa suatu koridor yang tumbuh secara spontaneous, tanpa pengendalian fungsi, intensitas dan estetika? Terdapat variabel pada kapling sebagai faktor bentukan arsitektur koridor : luas, bentuk, fungsi, asal kawasan.dengan parameter: 1. Kaidah Arsitektur: bentuk, proporsi, datum, 2. Kaidah Arsitektur Kota - Koridor : harmony, unity, skyline, siluet, fasade Kapling: luas, lebar pada sisi jalan, bentuk Bangunan: intensitas (KDB, KLB), tata letak (setback, jarak samping, belakang), tinggi, orientasi bangunan terhadap jalan Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan membaca fenomena yang terjadi di beberapa kasus bagian-bagian kota, khususnya pada transformasi kawasan-kawasan yang terkena intervensi pembangunan jalan baru. Karena penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memberi penjelasan (explanatory), maka cara yang diambil dalam penelitian ini melalui penalaran induktif, yaitu memperoleh kesimpulan-kesimpulan umum dari sejumlah kasus tunggal. Pendekatan penelitian yang dipakai dalam melaksanakan penelitian ini adalah dengan grounded theory, yaitu jenis penelitian kualitatif yang mempunyai sasaran secara induktif menghasilkan sebuah teori dari hasil data-data yang didapat. Pada model penelitian ini peneliti membangun substantive theory yang berbeda dari grand atau formal theory. Hasil dan Pembahasan Bentukan Arsitektur pada Koridor Arteri Primer Soekarno-Hatta Koridor Arteri Primer Soekarno- Hatta dibagi menjadi 8 (delapan) segmen, yaitu segmen Sudirman- Pasirkoja, Pasirkoja-Kopo, Kopo- Moh.Toha, Moh.Toha-Buahbatu, Buahbatu-Kiaracondong, segmen Metro, segmen Makro dan segmen Gedebage-Cibiru. Koridor Soekarno-Hatta 1 (Segmen Sudirman-Pasirkoja) Koridor segmen Sudirman- Pasirkoja terbentuk pada kawasan kampung yang padat, dan kawasan industri yang pada awalnya berada di pinggiran kota. Setelah lebih dari 20 tahun berlalu, koridor ini mengalami hanya sedikit perubahan. Perkampungan yang kumuh yang berada di sisi selatan jalan, masih tetap menjadi perkampungan, tidak terjadi perubahan yang signifikan, bahkan bertambah buruk dengan berubahnya hunian menjadi usahausaha kecil yang kotor seperti warung, bengkel motor, depot minyak tanah, onderdil bekas dan banyak lainnya yang sifat pelayanannya lokal. Konstruksi dari bangunan-bangunan tersebut tidak permanen. Pada koridor ini terlalu banyak kategori kapling dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, dengan fungsi yang sangat beragam, selain itu ke 5 fungsi tersebut tidak ada yang mengelompok, tetapi terletak acak bercampur baur. Akibatnya koridor yang terbentuk ditinjau dari tata massa dan façade bangunan menjadi tidak teratur dan tidak harmonis Gambar 1 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 1 (Segmen Sudirman-Pasikoja) 2

3 Gambar 2 Koridor Soekarno- Hatta 1 dalam tiga dimensi (Segmen Sudirman-Pasirkoja) Hunian kampung, industri, komersial, dan perkantoran yang tidak mengelompok, tetapi terletak acak dengan ukuran kapling yang beragam dan berbentuk ireguler, menghasilkan koridor yang spesifik, yang seringkali terlihat di kota-kota di Indonesia. Koridor Soekarno-Hatta 2 (Segmen Pasirkoja-Kopo) Jalan Soekarno-Hatta yang melengkung memotong kaplingkapling industri dan hunian kampung disekitarnya, menghasilkan kaplingkapling yang berbentuk ireguler, dengan orientasi tidak tegak lurus ke jalan. Dominasi fungsi pada koridor ini adalah pabrik-pabrik besar, dengan kapling-kaplimg yang besar. Pada bentuk lengkung jalan, terlihat kapling-kapling menjadi tidak tegak lurus jalan, dan tata letak bangunannya juga tidak tegak lurus jalan, dan tetap berorientasi utaraselatan. Fungsi lain yang dominan adalah Pasar Caringin yang menjadi generator kegiatan-kegiatan lainnya di sekitarnya. Gambar 3 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 2 (Segmen Pasikoja - Kopo) Secara visual koridor segmen jalan ini, tidak bisa menampilkan pemandangan yang bisa dinikmati, terutama pada bangunan-bangunan pabrik yang rendah dan menjorok kedalam. Juga pada kampungkampung kumuh dengan setback yang berimpit dengan jalan, yang telah berubah fungsi menjadi usaha rumahan seperti warung, bengkel, penjual barang2 bekas seperti tong, onderdil, kayu, dll. Gambar 4 Koridor Soekarno- Hatta 2 dalam tiga dimensi (Segmen Pasirkoja-Kopo) Ketidak teraturan dan buruknya kualitas suatu koridor, kadangkala disebabkan oleh faktor lain diluar bentuk dan tata letak massa bangunan. Pada koridor ini, selain ketidak teraturan yang disebabkan oleh fungsi yang sangat beragam, ukuran kapling yang tidak seragam serta bentuknya yang ireguler, ada faktor lain yaitu : keberadaan pasar induk caringin yang menyebabkan pada koridor ini kotor oleh sampah dan roda-roda penjual keliling, dan macet oleh angkutan kota. Koridor Soekarno-Hatta 3 (Segmen Kopo-Moh.Toha) Kapling pada koridor ini 60% berbentuk segiempat ireguler, dengan ukuran yang hampir merata, tetapi lebar kapling tidak seluruhnya ada pada sisi jalan, beberapa kapling panjangnya berada pada sisi jalan, sehingga membentuk facade yang memanjang. Fungsi kapling pada bagian barat adalah perkantoran dan komersial, dan sudah mengelompok. Sisi timur ditempati oleh fungsi jasa dan komersial kecil yang terjadi akibat perubahan fungsi dari hunian kampung ke komersial. Gambar 5 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 3 (Segmen Kopo Moh.Toha) Secara keseluruhan terlihat adanya keteraturan dalam tata massa bangunan pada bagian barat, tetapi pada bagian timur, masih memberi kesan tidak teratur. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang merata, bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback, dan jarak antara bangunan cukup seragam. Kecuali pada kampung yang terpotong, secara keseluruhan koridor segmen jalan ini cukup baik. Gambar 6 Koridor Soekarno- Hatta 3 dalam tiga dimensi (Segmen Kopo Moh.Toha) Pengelompokan fungsi sangat penting untuk membentuk koridor yang baik, seperti terlihat pada gambar di atas ini, yang memperlihatkan perkantoran yang ukuran kaplingnya hampir seragam mengelompok, dan membentuk facade tata massa bangunan yang harmonis. Koridor Soekarno-Hatta 4 (Segmen Moh. Toha Buahbatu) Koridor ini hampir sama dengan koridor sebelumnya, hanya perbedaannya adalah pengelompokan fungsi terjadi tidak berseberangan, tetapi terjadi pada satu sisi jalan. Pada sisi utara didominasi oleh fungsi jasa dan komersial, disisi selatan fungsi perkantoran, dan di satu bagian lagi perumahan formal. 3

4 Gambar 7 Koridor Soekarno- Hatta 4 dalam tiga dimensi (Segmen Moh.Toha-Buah Batu) keteraturan dalam tata massa bangunan, oleh karena kapling pada umumnya berbentuk regular, dan muka bangunan sejajar dengan jalan. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang merata, bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback dan jarak antara bangunan cukup seragam. Koridor Soekarno-Hatta 5 (Segmen Buahbatu-Kiaracondong) Pada koridor segmen jalan ini terjadi kemiringan yang memotong kapling, yang mengakibatkan terbentuk kapling-kapling berbentuk segitiga. Bentuk dan ukuran kapling yang beraneka ragam, dengan ke 5 fungsi yang menempati koridor, membentuk koridor dan tata massa bangunan menjadi tidak teratur. Dengan kondisi kapling-kapling miring, pada umumnya sisi muka bangunan mengambil sikap sejajar dengan sisi jalan, sehingga kesan koridor masih bisa dirasakan Gambar 8 Bangunan di Sepanjang koridor Soekarno-Hatta 5 Gambar 9 Koridor Soekarno- Hatta 5 dalam tiga dimensi (Segmen Buah Batu - Kiaracondong) Koridor pada gambar di atas ini, terlihat bentuk dan besar bangunan yang sangat beragam, orientasi muka bangunan sebagian tidak menghadap jalan, dan fungsi-fungsi yang beraneka ragam tidak berkelompok. Koridor Soekarno-Hatta 6 (Segmen Metro) Koridor Soekarno-Hatta 6 ini berasal dari sawah, yang terpotong miring jalan Soekarno-Hatta. Koridor segmen ini didominasi oleh kantor pemerintahan wilayah besar dengan kategori kapling besar. Fungsi yang hampir seragam pada koridor, ditambah kapling yang besar, memberikan keleluasaan untuk mengembangkan variasi adaptasi bentuk bangunan, jarak pandang dari jalan ke bangunan sangat jauh, faktorfaktor ini menyebabkan bentukan tata massa bangunan terlihat teratur. Gambar 11 Koridor Soekarno- Hatta 6 dalam tiga dimensi (Segmen Metro) Pada gambar diatas terlihat bukti fisik proses terjadinya kapling pada koridor ini, dari sawah berbentuk segiempat besar terbelah menjadi 2 bagian, kemudian diiris-iris tipis menjadi kapling yang sempit dan panjang. Melalui proses tersebut, ada sisa-sisa kapling berbentuk segitiga pada ujungnya, yang kemudian setelah di adaptasi oleh bangunan, menghasilkan koridor yang bila dipandang dari arah jalan tidak terlalu terlihat perbedaan bentuk dan ukuran kaplingnya. Koridor Soekarno-Hatta 7 (Segmen Makro) Koridor Soekarno-Hatta 7 ini membelakangi perumahan-perumahan besar seperti perumahan Margahayu Raya, Sanggar Hurip, Gading Regency dan Aria Graha. Sedangkan pada koridornya sendiri terdapat rumah sakit Al Islam, dan grosir Makro. Terdapat beberapa kantor besar dengan kategori ukuran kapling besar, dengan bentuk kapling tidak seragam tidak teratur, dan pada umumnya berbentuk segiempat ireguler. Gambar 10 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 6 (Segmen Metro) Gambar 12 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 7 (Segmen Makro) 4

5 Bentukan massa bangunan pada koridor sama dengan koridor sebelumnya terlihat teratur, karena kepadatan kurang, dan jarak pandang dari jalan bangunan sangat jauh. ketidak keteraturan dalam tata massa bangunan, oleh karena bentuk kapling yang iregular, dan setback bangunan yang tidak seragam. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati. Gambar 13 Koridor Soekarno- Hatta 7 dalam tiga dimensi (Segmen Makro) Gambar 14 Bangunan di Sepanjang Koridor Soekarno-Hatta 8 (Segmen Gedebage - Cibiru) Sebagai jalan arteri primer, fungsi segmen jalan ini sesuai, oleh karena akses ke setiap kapling bangunan dilakukan dari jalur lambat, sehingga tidak mengganggu kelancaran jalan arteri. Demikian juga dengan Angkutan kota yang melewati koridor ini bisa berhenti dimana saja setiap saat pada jalur lambat. Kecepatan yang ditempuh oleh setiap kendaraan bisa mencapai 60 km, dan kendaraan tidak mungkin berhenti atau parkir pada badan jalan arteri. bervariatif, ditambah dengan orientasi kapling yang mengarah ke berbagai titik, tidak ke arah jalan saja. Dengan demikian, maka orientasi muka bangunan yang dihasilkan juga mengarah ke berbagai titik. Kaplingkapling yang sama ukurannya tidak mengelompok, dan ketinggian bangunan tidak membentuk skyline yang baik. Setback bangunan tidak sama, ada yang mundur, dan ada yang berimpit dengan batas muka kapling. Fungsi yang campur dari hunian kampung, jasa dan komersial, serta industri, mengakibatkan sulit tercapainya koridor ini untuk disebut sebagai koridor komersial. Koridor Soekarno-Hatta 8 (Segmen Gedebage-Cibiru) Koridor ini didominasi oleh fungsi industri dengan kategori kapling sangat besar sekali, dan besar. Bentuk-bentuk kapling yang iregular diadaptasi dengan bentuk bangunan segiempat massa banyak, dengan jarak pandang yang jauh dari jalan, dan kepadatan kecil pada kawasan ini, menyebabkan koridor ini terlihat secara visual cukup teratur. Secara visual koridor segmen jalan ini, netral saja, dan berkesan masih rural. Selain ketinggian bangunan yang merata dan rendah, setback bangunan yang jauh dari jalan, mengakibatkan fasade bangunan tidak bisa terlihat jelas. Gambar 15 Koridor Soekarno- Hatta 8 dalam tiga dimensi (Segmen Gedebage - Cibiru) Fungsi yang hampir seragam pada koridor membentuk karakter tertentu. Terlihat kawasan industri, dan perkantoran besar pada ujung timur jalan Soekarno-Hatta, dengan bentuk bangunan fungsional segiempat tanpa estetika facade. Bentukan Arsitektur pada Koridor Arteri Sekunder Lingkar Selatan Koridor Lingkar Selatan Pada koridor jalan ini bentuk dan ukuran kaplingnya sangat Gambar 16 Bangunan di Sepanjang Koridor Lingkar Selatan Terdapat satu fungsi yang menonjol pada koridor ini, yaitu Mall Holis, yang berada pada ujung jalan dekat persimpangan jalan Pasirkoja. Walaupun tata letak masa bangunan pada koridor ini tidak teratur, dengan setback yang tidak seragam, secara visual koridor ini bisa dinikmati. Selain ketinggian bangunan yang merata (kecuali Mall Holis sebagai landmark), bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback bangunan cukup seragam. Sebagai jalan arteri sekunder, fungsi segmen jalan ini tidak sesuai, oleh karena akses ke setiap kapling bangunan bisa dilakukan langsung dari jalan arteri. Angkutan kota yang melewati koridor ini bisa berhenti dimana saja setiap saat. Kecepatan yang ditempuh oleh kendaraan tidak bisa mencapai 60 km, oleh karena 5

6 selalu terjadi kemacetan yang disebabkan oleh angkutan umum. Parkir kendaraan masih dilakukan pada badan jalan, dan trotoir dipergunakan oleh pedagang kaki lima. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang merata, bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback bangunan cukup seragam. Gambar 21 tiga dimensi Koridor BKR 1 dalam Gambar 17 Koridor Lingkar Selatan dalam tiga dimensi Konfigurasi ukuran dan bentuk bangunan yang tidak sama, orientasi muka bangunan mengarah tidak pada jalan, menghasilkan street picture yang tidak teratur. Koridor Peta Walaupun masih terdapat sedikit fungsi industri dan fungsi hunian kampung, fungsi pada koridor jalan ini hampir homogen yaitu jasa dan komersial,. Konfigurasi kapling pada koridor ini cukup seimbang, baik pada ukuran maupun bentuk-bentuk kapling, sehingga terbentuk street picture yang harmony. Setback bangunan masih tidak seragam, sehingga ruang muka bangunan tidak menerus. Apabila hal ini dikaitkan dengan ruang parkir, maka parkir masih dilakukan di badan jalan. Gambar 19 Koridor Peta dalam tiga dimensi Konfigurasi adaptasi bangunan yang terbentuk oleh bentuk dan besar kapling yang hampir seragam, ditambah dengan fungsi yang hampir homogen, membentuk street picture yang harmonis. Koridor BKR 1 Koridor jalan BKR 3 berada pada ruas lapangan Tegalega, dengan ukuran kapling besar sekali. Dengan fungsi institusi, perkantoran, hunian, dan industri. Terdapat 2 simpul jalan yang memotong jalan ini, yaitu jalan Otto Iskandardinata, dan jalan Astanaanyar. Koridor BKR2 Berbeda dengan koridor sebelumnya yang fungsinya hampir homogen, koridor ini masih mempunyai fungsi yang heterogen. Fungsi komersial yang dominan adalah bangunan-bangunan ruko yang menggabungkan beberapa kapling yang kemudian dibelah-belah lagi. Pada satu sisi utara bentuk dan ukuran kapling hampir seragam, tetapi fungsinya belum homogen, sehingga ruang muka bangunan untuk ruang publik komersial tidak menerus. Konfigurasi bentuk bangunan-bangunan teratur dan rapih, karena ukuran bangunan hampir sama, dan orientasi muka bangunan seluruhnya ke jalan. Pada sisi selatan jalan, kapling pada umumnya berbentuk segiempat, tetapi ukurannya tidak merata. Terdapat potongan kampung pada 3 titik, sehingga konfigurasi bentuk bangunan yang tercipta pada kelompok ini tidak teratur. Gambar 18 Bangunan di Sepanjang Koridor Peta Gambar 20 Bangunan di Sepanjang Koridor BKR 1 Ukuran kapling yang sangat berbeda, serta ketinggian yang drastis dari bangunan PT. Inti dengan bangunan lainnya. Mengakibatkan koridor ini punya karakter yang spesifik, dan tandanya adalah bangunan PT. Inti Gambar 22 Bangunan di Sepanjang Koridor BKR 2 keteraturan dalam tata massa bangunan, oleh karena bentuk kapling yang regular, dan muka bangunan 6

7 sejajar dengan jalan. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang merata, bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback bangunan cukup seragam. bangunan, oleh karena bentuk kapling yang regular, dan muka bangunan sejajar dengan jalan. Secara visual koridor segmen jalan ini, kurang bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang tidak merata, setback bangunan tidak seragam. keteraturan dalam tata massa bangunan, oleh karena bentuk kapling yang regular, dan muka bangunan sejajar dengan jalan. Secara visual koridor segmen jalan ini, cukup bisa dinikmati, selain ketinggian bangunan yang merata, bangunan-bangunan dirancang dengan material yang permanen, fasade bangunan terlihat harmonis, dan setback bangunan cukup seragam. Gambar 23 tiga dimensi Koridor BKR 2 dalam Gambar 25 tiga dimensi Koridor BKR 3 dalam Koridor BKR 3 Koridor jalan BKR 1 (bagian utara) sebagian kaplingnya berasal dari perumahan formal yang terkena pelebaran jalan, sehingga kaplingkapling pada umumnya berbentuk segiempat dan sejajar jalan. Faktor ini yang menyebabkan pada bagian ini bangunan cukup tertata dengan baik dan teratur. Pada bagian lainnya (bagian selatan) adalah kawasan kampung yang terpotong, ukuran dan bentuk kapling tidak seragam, ditambah dengan beragamnya fungsi, sehingga terbentuk koridor yang tidak teratur. Ketinggian bangunan pada sisi selatan sangat bervariasi dari hotel Horison 8 lantai sampai dengan hunian kampung yang rendah 1 lantai. Gambar 24 Bangunan di Sepanjang Koridor BKR 3 keteraturan dalam tata massa Hotel Horison 8 lantai pada koridor BKR 1 menjadi landmark koridor. Disampingnya bangunan komersial lainnya berlantai 4, sedangkan disebelah selatan masih terdapat kawasan kampung yang tidak teratur, dengan kapling-kapling kecilnya yang terpotong. Koridor Pelajar Pejuang Koridor jalan Pelajar Pejuang ini, berasal dari sebuah jalan di kawasan perumahan formal yang mengalami pelebaran jalan. Ukuran luas dan bentuk kapling yang seragam menghasilkan bentuk dan tata bangunan yang berderet rapih dan teratur. Koridor ini merupakan jalan lurus dan panjang dengan perubahan fungsi 60% dari fungsi hunian ke fungsi komersial. Gambar 26 Bangunan di Sepanjang Koridor Pelajar Pejuang Gambar 27 Koridor Pelajar Pejuang dalam tiga dimensi Koridor lurus dan panjang dengan perubahan fungsi dari hunian ke komersial. Keseragaman bentuk dan ukuran kapling, menciptakan keteraturan bentuk. Secara visual koridor memberi kesan rapih dan teratur, sedangkan skyline masih belum terlihat baik, karena ketinggian bangunan belum terbentuk. Kesimpulan Sebuah koridor merupakan rangkaian dari kapling-kapling dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Fungsi pada koridor yang sama atau campur juga mempengaruhi ukuran besar kecilnya kapling. Contohnya kapling industri dan kaling hunian, mempunyai ukuran yang sangat berbeda. Jadi apabila sebuah koridor mempunyai fungsi yang amat campur akan menghasilkan komposisi ukuran kapling yang beraneka ragam. Bentuk dan orientasi kapling akan membentuk massa-massa bangunan pada koridor yang mempengaruhi visual koridor. 7

8 Komposisi dari bentuk dan besar kapling yang seragam pada satu koridor, ditambah dengan bentuk dan besar bangunan yang sama, akan membentuk koridor yang teratur dan harmoni. Sedangkan ketidak seragaman bentuk dan besar kapling, akan cenderung menghasilkan bentuk dan besar massa bangunan yang tidak teratur dan tidak harmoni. Tata letak massa bangunan pada kapling juga mempengaruhi hasil dari rangkaian bangunan tersebut pada visual koridor, jarak antara bangunan serta ketinggian bangunan akan menciptakan skyline dan ruang kota yang bisa menjadi vista yang indah bagi yang memandangnya. Dari ke 7 segmen jalan yang terdapat di jalan Soekarno-Hatta, terdapat perbedaan yang sangat signifikan yang mempengaruhi terbentuknya kualitas koridor dan berperannya fungsi jalan arteri yang sebenarnya. Faktor pembentuknya adalah konteks fisik pada saat jalan tersebut dibangun, yaitu lahan kosong yang telah terpola, lahan kosong yang tidak terpotong miring oleh jalan, kawasan terbangun yang terencana dengan baik, dan spontan, serta jalan lama yang dilebarkan. Sedangkan untuk kasus Jalan Lingkar Selatan, jalan ini memotong seluruhnya pada kawasan terbangun. Terdapat 3 faktor pembentuk koridor, yaitu bentukan fisik asal kawasan terbangun yang terpotong : yaitu yang mempunyai pola yang terencana, tidak terencana, dan jalan yang dibangun pada jalan yang sudah ada (pelebaran jalan). Untuk setiap segmennya, dapat terlihat perbedaan kesesuaian fungsi jalan sebagai jalan arteri.untuk beberapa segmen, fungsi jalan arteri primer (Jl.Soekarno Hatta) dan arteri sekunder (Jl.Lingkar Selatan) masih sesuai. Namun untuk beberapa segmen dapat terlihat bahwa tedapat penurunan fungsi jalan yang disebabkan oleh adanya akses langsung setiap kapling bangunan ke jalan. Selain itu, kecepatan kendaraan tidak dapat mencapai kecepatan ideal karena selalu terjadi kemacetan yang disebabkan oleh angkutan umum, onstreet parking dan penggunaan trotoar oleh pedagang kaki lima. Daftar Pustaka 1. Bacon, Edmund N, 1975 Design of Cities London : Thames and Hudson Ltd. 2. Barnett, Jonathan An Introduction to Urban Design New York : Van Nostrand Reinhold Company 3. Bishop, Kirk, no year. Designing Urban Corridors: Planning Advisory Service Report Number 418. American Planning Association. 4. Cullen, Gordon The Concise Townscape UK : The Architectural Press 5. Douglas, James 2002 Building Adaptation Oxford University Press Inc Butterworth-Heinemann 6. Gibbons Johanna, 1992 Urban Streetscape New York : Van Nostrand Reinhold 7. Hedman, Richard with Jaszewski, Andrew 1984 Fundamentals of Urban Design Washington DC : Planner Press American Planning Association 8. Jacobs Allan B, 1996 Great Streets Massachusetts : MIT Press 9. Krier, Rob 1975 Urban Space New York : Rizzoli International Publications Inc. 10. Leupen, Bernard. Et. Al Design and Analysis Van Nostrand Reinhold, NY. 11. Lynch, Kevin, 1960 The image of The City Cambridge Massachussets The MIT Press , 1987 Good City Form Cambridge Massachussets The MIT Press 13. Marshall, Stephen 2005 Streets and Patterns London, New York : Spon Press Taylor and Francis Group 14. Madanipour, Ali Design of Urban Space An Inquiry Into A Socio-Spatial Process. England : John Wiley and Sons Ltd. 15. Mc Cluskey, Jim Road Form and Townscape London : The Architectural Press 16. Moughtin, James Clifford Urban Design : Street and Square Oxford Architectural Press Urban Design Green Dimension Boston : Architectural Press 18. Rossi, Aldo, 1982 The Architecture of the city London Massachussets : The MIT Press 19. R. Fyfe Nocholas, 1998 Images of The Street London New York Routledge 20. Shirvani, Hamid, 1985 Urban Design Process New York : Van Nostrand Reinhold Company 21. Southworth, Michael and Eran Ben- Joseph, 1997 Streets and The Shaping of Towns and Cities New York Mc Graw-Hill 22. Trancik, Roger 1986 Finding Lost Space New York : Van Nostrand Reinhold company 23. Zahnd, Markus, 1999 Perancangan Kota Secara Terpadu, Teori perancangan Kota dan Penerapannya, Ser Strategi Arsitektur 2 Yogyakarta Kanisius 24. Zucker, P Town and Square: From The Agora to The Village Green New York : Columbia University Press Tesis dan Disertasi 25. Siregar, Sandi A Bandung- The Architecture of a City in Development Disertasi S3 Katholieke Universiteit Leuven. Riwayat Penulis Dr. Ir. Dewi Parliana, MSP. Adalah dosen Kopertis Wilayah IV yang dipekerjakan pada Jurusan Teknik Arsitektur Itenas Bandung sejak tahun

9 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pemahaman mengenai citra suatu kawasan. Adapun teori yang berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pemahaman mengenai citra suatu kawasan. Adapun teori yang berhubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam mengkaji teori yang berkaitan dengan citra jalan, tentunya tidak lepas dari pemahaman mengenai citra suatu kawasan. Adapun teori yang berhubungan dengan citra kawasan adalah

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan TEORI PERANCANGAN KOTA Pengantar Perancangan Perkotaan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Cynthia Puspitasari 9 Mei 2017 Bahasan hari ini: 1. Urban spatial design theory 2. The Image

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Judul KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN ACTIVITY SUPPORT (KEGIATAN PENDUKUNG) FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP ELEMEN PERANCANGAN KAWASAN PADA KORIDOR (Studi Kasus : Koridor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan 86 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan Babarsari adalah: - Dinamika aktivitas yang terjadi yaitu adanya multifungsi aktivitas dan pengguna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Unsur-unsur arsitektur kota berpengaruh terhadap (proses) pembentukan ruang sehingga harus dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan.

Lebih terperinci

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan 6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan Hasil dalam perubahan kawasan dapat dilihat berdasarkan teori-teori yang digunakan pada perencanaan ini. Dalam hal perancangan kawasan ini menggunakan teori yang sangat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 6 Mahasiswa dapat menguraikan materi tugas perancangan arsitektur 4, yaitu : fungsi kegiatan mejemuk dan komplek dalam suatu kawasan

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

ALTERNATIF DESAIN ARSITEKTUR HIJAU PADA PERSIL BANGUNAN UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER GARDEN CITY DI KAWASAN KOTABARU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ALTERNATIF DESAIN ARSITEKTUR HIJAU PADA PERSIL BANGUNAN UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER GARDEN CITY DI KAWASAN KOTABARU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ALTERNATIF DESAIN ARSITEKTUR HIJAU PADA PERSIL BANGUNAN UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER GARDEN CITY DI KAWASAN KOTABARU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Indah Pujiyanti Prodi Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Kajian Fungsi dan Intensitas Bangunan sebagai Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Dalam (Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan Bandung)

Kajian Fungsi dan Intensitas Bangunan sebagai Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Dalam (Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan Bandung) Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.4 Vol. XIII Institut Teknologi Nasional Oktober Desember 2009 Kajian dan Intensitas Bangunan sebagai Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Dalam (Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

ADAPTASI BENTUK DAN FUNGSI SECARA PRAGMATIS PADA HUNIAN KAMPUNG

ADAPTASI BENTUK DAN FUNGSI SECARA PRAGMATIS PADA HUNIAN KAMPUNG ADAPTASI BENTUK DAN FUNGSI SECARA PRAGMATIS PADA HUNIAN KAMPUNG Dewi Parliana Dosen Teknik Arsitektur Itenas Bandung dpar@itenas.ac.id ABSTRAK Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana adaptasi bentuk

Lebih terperinci

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG)

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Kilas balik Komponen Rancangan Permen PU no 06/2007 tentang Pedoman Umum RTBL, dengan penyesuaian 1. Struktur peruntukan lahan ( bangunan)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa, didapatkan faktor-faktor pembentuk karakter fisik ruang jalan dan kualitas karakter fisik pada Perempatan Ring Road Condong Catur

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG (Studi Kasus : Sungai Banjir Kanal Barat)

KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG (Studi Kasus : Sungai Banjir Kanal Barat) KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG (Studi Kasus : Sungai Banjir Kanal Barat) Bambang Supriyadi ABSTRAKSI Kota Semarang merupakan salah satu kota yang banyak memiliki ruang-ruang kota yang pertumbuhannya berawal

Lebih terperinci

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota (Studi Kasus : Kawasan Pasar Buah Kota Kendari) Weko Indira Romanti Aulia weko.indira@gmail.com Perencanaan dan Perancangan

Lebih terperinci

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik adalah ruang hidup dan mati bergantung pada karakter enclosure dan spatial stratanya. Karakter dari enclosure dan spatial strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman Sampul... i Lembar Pengesahan... ii Lembar Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Intisari... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH Parmonangan Manurung Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i DAFTAR ISI Halaman Depan Halaman Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi... i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian... 4

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 2 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Perancangan Kota (Kawasan) 1. Roger Trancik, 1986 Merancang kota (kawasan) menurut Trancik (1986), adalah tindakan untuk menstrukturkan ruang-ruang di kota tersebut

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

Kajian Hubungan Antar Fungsi Pada Kawasan Cihampelas Walk Bandung

Kajian Hubungan Antar Fungsi Pada Kawasan Cihampelas Walk Bandung Jurnal Reka Karsa Jurusan Arsitektur Itenas No.3 Vol.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2013 Kajian Hubungan Antar Fungsi Pada Kawasan Cihampelas Walk Bandung Dewi Parliana, Odi Adiatma,

Lebih terperinci

5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH )

5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH ) IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH ) Jalur (paths) Tepian (edges) Kawasan (district) Simpul (nodes) Tengaran (landmark) 5 elements paths, the streets, sidewalks, trails, and other channels in which people

Lebih terperinci

Lampiran A Foto Bangunan Objek Penelitian di Jl.Cilaki

Lampiran A Foto Bangunan Objek Penelitian di Jl.Cilaki Daftar Pustaka (2001), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2001-2010, P.T. Surya Anggita Sarana Consultant & Pemerintah Kota Bandung, Bandung. Akihary (1996), Ir.F.J.L. Ghijsels Architect in Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Proses Perancangan 3.1.1 Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso Kabupaten Malang ini mempunyai ruang lingkup

Lebih terperinci

SIRKULASI DAN PARKIR, ACTIVITY SUPPORT DI KAWASAN PETERONGAN SEMARANG (PENGGGAL JL. MT HARYONO MULAI PEREMPATAN LAMPER SARI SAMPAI PERTIGAAN SOMPOK)

SIRKULASI DAN PARKIR, ACTIVITY SUPPORT DI KAWASAN PETERONGAN SEMARANG (PENGGGAL JL. MT HARYONO MULAI PEREMPATAN LAMPER SARI SAMPAI PERTIGAAN SOMPOK) SIRKULASI DAN PARKIR, ACTIVITY SUPPORT DI KAWASAN PETERONGAN SEMARANG (PENGGGAL JL. MT HARYONO MULAI PEREMPATAN LAMPER SARI SAMPAI PERTIGAAN SOMPOK) Taufiq Rizza Nuzuluddin Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW Proses Perancangan Arsitektur 6 (PA6) merupakan obyek riset skripsi untuk pendidikan sarjana strata satu (S1) bagi mahasiswa peserta skripsi alur profesi. Pelaksanaan PA6

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Terhadap 5 elemen Citra Kota Kevin Linch. a. Path (jalur)

BAB VI KESIMPULAN. Terhadap 5 elemen Citra Kota Kevin Linch. a. Path (jalur) BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan hasil temuan terhadap studi Citra Kota Maumere di Nusa Tenggara Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut : V.1. Terhadap 5 elemen Citra Kota Kevin Linch

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual Kondisi visual suatu kota sangat erat berkaitan dengan fenomena psikologinya yang berkaitan dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan suatu rasa tertentu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai karakter visual penggal jalan alun-alun Selatan-Panggung

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Hubungan Urban Design dan Parkir

BAB II KAJIAN TEORI Hubungan Urban Design dan Parkir BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hubungan Urban Design dan Parkir Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), ada 8 elemen di dalam proses urban design, yaitu : Land Use ( Tata Guna Lahan ) Tata Guna

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 101 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa penelitian dapat disimpulkan bahwa arahan untuk selubung bangunan sebagai berikut : 6.1.1..Selubung bangunan berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman judul. Untuk mengartikan judul Kajian pengaruh Pembangunan Jalan Layang Terhadap Perkembangan Tata Ruang Kawasan Janti, Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman kita perlu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan

Lebih terperinci

Kajian Ruang Kawasan Pesisir Pantai dalam Membentuk Wajah Kota

Kajian Ruang Kawasan Pesisir Pantai dalam Membentuk Wajah Kota TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kajian Ruang Kawasan Pesisir Pantai dalam Membentuk Wajah Kota Pingkan Peggy Egam (1) Michael M. Rengkung (2) (1) Program Studi Magister Arsitektur, UNSRAT. (2) Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER: GANJIL GENAP TAHUN AKADEMIK:

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER: GANJIL GENAP TAHUN AKADEMIK: KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN Jl. MT. Haryono No. 167 Malang 65145 Telp. (0341) 587710, 587711

Lebih terperinci

PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR.

PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR. PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh Carolina 1301028500 08 PAR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. BAB II Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Batasan Pengertian Perancangan Kota Ruang Terbuka (Open Space)

PERANCANGAN KOTA. BAB II Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Batasan Pengertian Perancangan Kota Ruang Terbuka (Open Space) BAB II 2.1.2. Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya ruang kota karakteristik yang menonjol, seperti harus dibedakan oleh suatu kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

RELATIONS DIVERSITY AND PHYSICAL SPATIAL FUNCTIONAL COMPONENT IN HIGHWAY CORRIDOR AND CORRIDOR PASSAGEWAY KOPO STONES DOWN- TOWN BANDUNG SOUTHERN

RELATIONS DIVERSITY AND PHYSICAL SPATIAL FUNCTIONAL COMPONENT IN HIGHWAY CORRIDOR AND CORRIDOR PASSAGEWAY KOPO STONES DOWN- TOWN BANDUNG SOUTHERN Jurnal RISA (Riset Arsitektur) ISSN 2548-8074, www.unpar.ac.id Volume 01, Nomor 02, edisi April 2017; hal 17-30 RELATIONS DIVERSITY AND PHYSICAL SPATIAL FUNCTIONAL COMPONENT IN HIGHWAY CORRIDOR AND CORRIDOR

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY

TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY D://Vero/Juta/Akademik/Bahankulia h/peranc.kota Teori Perancangan Kota (Urban Design) ( Roger Trancik ) TEORI PERANCANGAN KOTA 1. Teori Figure Ground 2. Teori

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota

Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota Riska Amelia Rachman (1), Rizki Fitria Madina (2), Sudarman (3) (1) Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 1 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

KETERPADUAN BLOK TUNJUNGAN DALAM KONTEKS PERENCANAAN KOTA YANG IDEAL

KETERPADUAN BLOK TUNJUNGAN DALAM KONTEKS PERENCANAAN KOTA YANG IDEAL KETERPADUAN BLOK TUNJUNGAN DALAM KONTEKS PERENCANAAN KOTA YANG IDEAL Bramasta Putra Redyantanu Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra bramasta@petra.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Adaptasi Bentuk dan Fungsi secara Pragmatis pada Hunian Kampung

Adaptasi Bentuk dan Fungsi secara Pragmatis pada Hunian Kampung Jurnal Rekayasa Dewi Parliana LPPM Itenas No.1 Vol. X IV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2010 Adaptasi Bentuk dan Fungsi secara Pragmatis pada Hunian Kampung DEWI PARLIANA Jurusan Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X G-48 Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya Fanny Florencia Cussoy, dan I Gusti Ngurah Antaryama

Lebih terperinci

BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA

BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA 5.1 Strategi Penataan Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya Kawasan Arjuna terdiri atas bagian-bagian kawasan ( cluster ) yang beragam permasalahan dan potensinya.

Lebih terperinci

PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak

PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak Sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap sesuai dengan peningkatan kegiatan manusia, dimana manusia sebagai pelaku kegiatan saling

Lebih terperinci

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta Steven Nio (1), Julia Dewi (1) stevennio93@gmail.com, julia.dewi@uph.edu (1) Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. EVALUASI BANGUNAN Yaitu, penelitian yang lebih formal berdasarkan lapangan penyelidikan analitis. Evaluasi bangunan bertujuan untuk mengatasi ketepatgunaan, kemanfaatan, perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN BENTUK DAN MASSA BANGUNAN DI KAWASAN SIMPANG LIMA BANDUNG

TINJAUAN BENTUK DAN MASSA BANGUNAN DI KAWASAN SIMPANG LIMA BANDUNG Jurnal Reka Karsa Jurusan Arsitektur Itenas No.1 Vol. V Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2017 TINJAUAN BENTUK DAN MASSA BANGUNAN DI KAWASAN SIMPANG LIMA BANDUNG Muhammad Hirzan, Vira Veterina,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

ARS-401 Perancangan Arsitektur 5

ARS-401 Perancangan Arsitektur 5 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) ARS-401 Perancangan Arsitektur 5 Judul Mata Kuliah : Perancangan Arsitektur 5 Kode / SKS Penanggung Jawab Deskripsi Singkat Tujuan Instruksional Umum : ARS-401 / 6 sks :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. termanfaatkan dalam penataan kotanya. Kota Medan memiliki luas 265,10 Km 2,

BAB I PENDAHALUAN. termanfaatkan dalam penataan kotanya. Kota Medan memiliki luas 265,10 Km 2, BAB I PENDAHALUAN 1.1 Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota terpenting dan terbesar di Indonesia bagian Barat. Kota Medan memiliki sejarah dan karakter kota yang belum digali dan termanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman Jalan merupakan salah satu ruang publik dalam suatu kawasan yang memiliki peran penting dalam

Lebih terperinci

Perencanaan Ruang Terbuka Publik Kawasan Central Business District dengan Pendekatan Image of the City di Molibagu Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Perencanaan Ruang Terbuka Publik Kawasan Central Business District dengan Pendekatan Image of the City di Molibagu Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Perencanaan Ruang Terbuka Publik Kawasan Central Business District dengan Pendekatan Image of the City di Molibagu Kabupaten Rieneke Lusia Evani Sela rienekesela@unsrat.ac.id Jurusan

Lebih terperinci

Kriteria Desain Fasade Pembentuk Karakter Visual Bangunan Universitas Tanjungpura

Kriteria Desain Fasade Pembentuk Karakter Visual Bangunan Universitas Tanjungpura Kriteria Desain Fasade Pembentuk Karakter Visual Universitas Tanjungpura Mariyah Nurul Fikroh 1, Rinawati P. Handajani 2, Rr Haru Agus Razziati 3 1 Mahasiswa Bimbingan, Jurusan arsitektur/ Teknik Universitas

Lebih terperinci

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Atika Almira (1), Agus S. Ekomadyo (2) (1) Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Sri Aliah Ekawati Prodi Pembangunan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

FRAGMENTASI SERIAL VISION DALAM PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN STUDI KASUS KORIDOR JALAN PIERRE TENDEAN

FRAGMENTASI SERIAL VISION DALAM PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN STUDI KASUS KORIDOR JALAN PIERRE TENDEAN FRAGMENTASI SERIAL VISION DALAM PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN STUDI KASUS KORIDOR JALAN PIERRE TENDEAN Oleh : Andrew Ronaldo Sumayku (Mahasiswa Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi,

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG DOKUMEN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KAWASAN STRATEGIS LOMANIS KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Peremajaan Unit Lingkungan Perumahan (Studi Kasus Permukiman Padat Dan Liar di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung)

Lebih terperinci

Penataan Kawasan Koridor Komersial pada Jalan Arteri Primer

Penataan Kawasan Koridor Komersial pada Jalan Arteri Primer TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Penataan Kawasan Koridor Komersial pada Jalan Arteri Primer Kasus: Jl. K.H. Agus Salim Kota Gorontalo Zuhriati A. Djailani (1), Heryati (2) (1) KK Rancang Kota, Program Studi Arsitektur,

Lebih terperinci

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 368 Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur Fahrani Widya Iswara dan Hari Purnomo Departemen Arsitektur,

Lebih terperinci

Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo

Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo Elvie F. Mokodongan, Vierta R. Tallei Rancang Kota, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri

Lebih terperinci

Keberadaan Fungsi Bangunan Sekitar dalam Membentuk Pemanfaatan Ruang Koridor Jalan di Pusat Kota Pasuruan

Keberadaan Fungsi Bangunan Sekitar dalam Membentuk Pemanfaatan Ruang Koridor Jalan di Pusat Kota Pasuruan Keberadaan Fungsi Bangunan Sekitar dalam Membentuk Pemanfaatan Ruang Koridor Jalan di Pusat Kota Pasuruan Elita Merry Pratiwi 1, Jenny Ernawati 2, Triandriani Mustikawati 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya Ririn Dina Mutfianti, F. Priyo Suprobo Perencanaan Dan Perancangan Kota, Program Studi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan 129 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa ciri-ciri elemenelemen arsitektural bangunan rumah lama di Kota Baru sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN

Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN TEKNIK: METODE EVALUASI- KRITERIA SELEKSI TAHAP 1 Menggali atau menemukan identitas kawasan di sepanjang koridor Jalan Mastrip berdasarkan aspek kajian identitas kawasan TAHAP

Lebih terperinci

Carmona, M., Heath, T., Oc, T., Tiesdell, S., 2003, Public Places - Urban Spaces, Architectural Press, Oxford.

Carmona, M., Heath, T., Oc, T., Tiesdell, S., 2003, Public Places - Urban Spaces, Architectural Press, Oxford. DAFTAR PUSTAKA Amal, C. A., Sampebulu, V., & Wunas, S., 2010, Efektifitas Ruang Publik Dalam Rumah Susun Di Kota Makasar, Jurnal Ilmiah, Makassar. (http://docplayer.info/ 147376-Efektifitas-ruang-publik-dalam-rumah-susun-di-kota-makassar-theeffectiveness-of-enclosed-public-space-in-rental-apartments.html).

Lebih terperinci

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional Agus S. Ekomadyo (1), Kustiani (2), Herjuno Aditya (3) (1) Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Analisa Lahan Perencanaan Dalam Konteks Perkotaan 4.1.1 Urban Texture Untuk Urban Texture, akan dianalisa fungsi bangunan yang ada di sekitar tapak yang terkait dengan tata

Lebih terperinci

area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai

area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai 2. BAB V KESIMPULAN Kesimpulan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a) Apakah yang dimaksud dengan makna eksistensi elemen vegetasi simbolik pada penelitian ini? b) Seperti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN PANDUAN RANCANG BANGUN

BAB V KESIMPULAN DAN PANDUAN RANCANG BANGUN BAB V KESIMPULAN DAN PANDUAN RANCANG BANGUN 5.1 Kesimpulan Proses identifikasi dan analisis aspek fisik dan non fisik dimaksudkan untuk mendapatkan kesimpulan penelitian yang berkaitan tiga inti penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1. Tatanan Setting Fisik Di Masing-Masing

Lebih terperinci

PENGATURAN PERUBAHAN FUNGSI PADA KAWASAN PERUMAHAN KONSERVASI: STUDI KASUS KAWASAN KONSERVASI CISANGKUY, BANDUNG

PENGATURAN PERUBAHAN FUNGSI PADA KAWASAN PERUMAHAN KONSERVASI: STUDI KASUS KAWASAN KONSERVASI CISANGKUY, BANDUNG PENGATURAN PERUBAHAN FUNGSI PADA KAWASAN PERUMAHAN KONSERVASI: STUDI KASUS KAWASAN KONSERVASI CISANGKUY, BANDUNG Michael Isnaeni Djimantoro Jurusan Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Bina Nusantara

Lebih terperinci

KARAKTER INDIS KAWASAN SAGAN LAMA YOGYAKARTA

KARAKTER INDIS KAWASAN SAGAN LAMA YOGYAKARTA KARAKTER INDIS KAWASAN SAGAN LAMA YOGYAKARTA Hatta Musthafa Adham Putra. Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Jurusan Desain Politeknik Negeri Samarinda E-mail: hattamusthafa@gmail.com ABSTRACT Old

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 5 area dalam Kampung Sangiang Santen dan 7 area dalam Kampung Cicukang selama tiga periode waktu (pukul 08.00-17.00),

Lebih terperinci

KAJIAN ELEMEN PEMBENTUK RUANG KOTA PADA RUANG TERBUKA PUBLIK KOTA (Studi Kasus : Alun-Alun Karanganyar) ABSTRAK ABSTRACT

KAJIAN ELEMEN PEMBENTUK RUANG KOTA PADA RUANG TERBUKA PUBLIK KOTA (Studi Kasus : Alun-Alun Karanganyar) ABSTRAK ABSTRACT KAJIAN ELEMEN PEMBENTUK RUANG KOTA PADA RUANG TERBUKA PUBLIK KOTA (Studi Kasus : Alun-Alun Karanganyar) Desti Rahmiati Program Studi Arsitektur Universitas Indo Global Mandiri Jl. Jend. Sudirman No. 629

Lebih terperinci

Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo

Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Prinsip Desain Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Gorontalo Elvie F Mokodongan (1), Vierta R. Tallei (2), (1) Rancang Kota, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif karena peneliti sendiri akan menjadi

Lebih terperinci

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah menjadi lingkungan

Lebih terperinci