area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai

Transkripsi

1 2. BAB V KESIMPULAN Kesimpulan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a) Apakah yang dimaksud dengan makna eksistensi elemen vegetasi simbolik pada penelitian ini? b) Seperti apa pengaruh eksistensi elemen vegetasi simbolik terhadap ekspresi rupa ruang perkotaan? Penataan vegetasi di kawasan Alun-alun akan membentuk suatu ekspresi rupa ruang perkotaan di kota Wonosari. Eksistensi elemen vegetasi simbolik sangat berpengaruh terhadap ekspresi lokal rupa ruang perkotaan yang dihasilkan. Semakin banyak elemen vegetasi simbolik, maka citra kota yang dihasilkan akan semakin baik, dilihat dari konteks kebudayaan lokal Yogyakarta. Citra lingkungan ini terkait erat dengan lokalitas (tradisi). Citra lingkungan secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi perilaku budaya warga yang mengalaminya. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa eksistensi vegetasi simbolik di kawasan Alun-alun kota Wonosari, terbilang baik. Namun dibeberapa segmen, eksistensi vegetasi simbolik terbilang buruk. Eksistensi vegetasi simbolik terbilang cukup tinggi di beberapa area, seperti di Alun-alun kota dan Bangsal Sewakapraja, namun terbilang rendah di area Masjid dan Pasar. Area dengan eksistensi vegetasi simbolik yang tinggi merupakan area dengan fungsi sosial dan pemerintahan, sedangkan segmen dengan eksistensi vegetasi simbolik rendah berada di area peribadatan (masjid) dan area komersil (pasar). Secara umum, penataan vegetasi di Bangsal Sewakapraja yang termasuk tatanan lama, sampai saat ini masih bisa melestarikan eksisensi dan pemaknaan elemen vegetasi simbolik. Sedangkan di segmen lain yang terbilang baru, penataan vegetasi simbolik terbilang kurang baik. Selain itu, eksistensi vegetasi simbolik ini mulai terancam oleh keberadaan vegetasi non-simbolik yang cenderung mudah ditanam dan dianggap memiliki ekspresi yang indah. Misalnya, di area Alun-alun dan Bangsal Sewakapraja yang memiliki eksistensi vegetasi simbolik tinggi, ditemukan eksistensi vegetasi non-simbolik yang sudah semakin banyak pula. Padahal eksistensi elemen vegetasi simbolik memiliki makna tersendiri bagi 113

2 masyarakat Yogyakarta. Eksistensi elemen vegetasi simbolik ini akan menghasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Di masa yang akan datang, kurang lebih sekitar 20 tahun, elemen vegetasi simbolik yang tersebar di segmen-segmen penelitian ini akan tumbuh besar, mencapai tinggi maksimalnya, dengan catatan elemen vegetasi simbolik akan tetap dipertahankan dalam jangka waktu tersebut. Di masa yang akan datang, rata-rata elemen vegetasi simbolik akan meningkat eksistensinya, karena sosok rupanya akan akan membesar, sehingga memberikan peforma dan persepsi visual yang baik. Namun, terdapat sebuah ironi, yaitudi tengah alun-alun, dimana terdapat dua pohon beringin yang letaknya dekat dengan tatanan vegetasi pelingkupnya, di masa yang akan datang justru eksistensinya akan menjadi berkurang, karena tajuk masing-masing dua pohon beringin ini akan menyatu dengan tajuk vegetasi simbolik di sampingnya. Keterkaitan antara makna eksistensi vegetasi simbolik terhadap indikasi keestetikaan lingkungan perkotaan kawasan Pusat Kota Wonosari, yaitu di beberapa tempat nilai kelokalan dan tradisi sudah dikalahkan oleh ipoleksosbud (ideologi, politik, sosial, budaya). Di beberapa segmen seperti kawasan pasar Argosari dan halaman Masjid Al Ikhlas Wonosari, ditemukan elemen vegetasi simbolik dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga eksistensinya pun menjadi buruk. Selain itu, di beberapa tempat yang masih memiliki eksistensi yang baik, seperti bangasl Sewakapraja dan Alun-alun, sudah mulai ditemukan eksistensi vegetasi non simbolik dalam jumlah yang cukup banyak. Keragaman ekspresi yang dihasilkan dari eksistensi vegetasi non simbolik ini memiliki kecenderungan yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan tata ruang arsitektural lingkungan yang kompleks atau chaos. Saran : Pemerintah kota Wonosari dapat menyediakan lahan untuk ditanami vegetasi simbolik. Vegetasi simbolik terbilang cukup sulit untuk dibudidayakan dan sebagian jenis vegetasi ini sudah mulai langka. Banyak masyarakat yang enggan untuk menanam vegetasi simbolik karena berbagai alasan, salah satu diantaranya adalah karena takut kualat. Oleh karena itu, pembudidayaan vegetasi simbolik sangatlah penting, sehingga di kemudian hari diharapkan dapat ditanami pula di 114

3 area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai cadangan untuk vegetasi simbolik yang ditanam di beberapa tempat penting, misalnya di dua pohon beringin di alun-alun. Jika pohon beringin di alun-alun tumbang atau terjadi kerusakan, maka pohon beringin cadangan yang ditanam, bisa dipindahkan ke alun-alun, tanpa harus menanam ulang, karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh besar kembali. Selain itu, penataan elemen vegetasi simbolik sebaiknya diperhatikan keberlanjutannya. Karena elemen vegetasi merupakan benda hidup yang terus berkembang, yang berdampak pada ruang yang terdapat di sekitarnya. 115

4 116

5 DAFTAR PUSTAKA BUKU Norberg-Schulz, Christian, Existence, Space & Architecture, Cambridge MA: MIT Press Norberg-Schulz, Christian, Genius Loci: Towards a Phenomenology of Architecture, Cambridge MA: MIT Press Cullen, Gordon, The Concise Townscape, Architectural Press: London Lynch, Kevin. 1960, The Image of The City, Cambridge MA: MIT Press Pangarso, F.X. Budiwidodo, 2004, Estetika Lingkungan Perkotaan : Introduksi (bahan kuliah) Smithies, K.W., 1981, Principles of Design in Architecture, Van Nostrand Reinhold Company Inc.: New York JURNAL Pangarso, FX. Budiwidodo (2015). Indikasi Keestetikaan Lingkungan Perkotaan Kawasan Pusat Kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Bandung: Hasil Penelitian Arsitektur Unpar Lestari, Theresiana Ani (2013). Filosofi dan Manfaat Tanaman di Sumbu Panggung Krapyak Hingga Kompleks Keraton Bagian Selatan. 117