Bab III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 Bab III METODE PENELITIAN.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kota kecamatan Majalaya yang terletak di DAS Citarum Hulu (Gambar 4). Kab DT II Cianjur Kab DT II Cianjur S. Patenggang Cipeundeuy Cipongkor Gununghalu g Cipatat g Padalarang g Cikalaong Wetan S. Cileunca Kab. DT II Purwakarta Cisarua g g Kota Cimahi Lembang g Kota Bandung Banjaran Baleendah Pangalengan Maribaya Cililin Margahayu g g Dayeuhkolot Soreang Ketatapang g g g Kertasari Kab. DT II Subang Ciparay Paseh Kab. DT II Sumedang Rancaekek g Nagreg MAJALAYA Cikacung g g Ibun Cicalengka U Lokasi Penelitian Kab. DT II Garut Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan pertimbangan berikut ini. a) Di sekitar kota Majalaya, terdapat 2 (dua) unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang tidak beroperasi. b) Sekitar 80% pencemaran Sungai Citarum berasal dari DAS Citarum Hulu (PLN 1998). c) Kota kecamatan Majalaya yang berpenduduk jiwa pada tahun 2004 adalah kota sedang terpadat penduduknya di Kabupaten Bandung dan juga kota industri terbesar di DAS Citarum Hulu.

2 42 d) Perkembangan perumahan di kawasan sekitar kota Majalaya relatif cepat dan fasilitas pembuangan air limbahnya pada umumnya menggunakan tangki septik..2 Permasalahan Penelitian Kegiatan penduduk di daerah perkotaan, pada dasarnya akan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk termasuk perubahan terhadap kondisi sosial ekonomi dan budayanya. Sementara itu, luas lahan dan volume air bersih untuk mendukung kehidupan penduduk perkotaan tersebut tidak berubah. Akibatnya, kepadatan rumah per luas lahan dan pasokan air bersih perkapita semakin menurun dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, apabila daya dukung lahan dan daya tampung sumberdaya air tidak dipelihara, maka kerusakan yang ditimbulkannya akan berdampak balik pada kehidupan dan penghidupan penduduk itu sendiri. Tidak berfungsinya IPLT secara optimal bahkan ada yang menganggur, peningkatan beban limbah rumah tangga di perairan, peningkatan pencemaran air oleh limbah rumah tangga, pencemaran sumber-sumber air minum oleh lumpur tinja, peningkatan kasus penyakit diare, peningkatan kasus kematian bayi merupakan indikasi terjadinya degradasi terhadap lingkungan dan menurunnya daya dukung serta daya tampung lingkungan. Kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk permukiman perkotaan harus tetap ditingkatkan. Namun, degradasi terhadap sumberdaya lahan dan sumberdaya air harus dapat dihindari. Atas dasar hal tersebut, permasalahan penelitian ini adalah mendapatkan bentuk atau model penyediaan prasarana dan sarana perkotaan, khususnya prasarana pengelolaan air limbah domestik yang mampu memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan. Dengan kata lain mendapatkan bentuk atau model pelestarian fungsi lingkungan kota yang selain dapat memperbaiki kinerja pengelolaan lumpur tinja, juga memberi manfaat terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan. Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut: a) Bagaimana keadaan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kota studi saat ini dan bagaimana dinamika perubahan yang terjadi sebelumnya?

3 4 b) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelestarian fungsi lingkungan hidup? c) Bagaimana keadaan pengelolaan air limbah di kota studi saat ini dan faktor apa yang menyebabkan tidak berfungsinya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang ada? Bagaimana memfungsikan kembali IPLT secara berkelanjutan? d) Apakah pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan terkait dengan kinerja pengelolaan lumpur tinja? e) Apakah pengelolaan lumpur tinja yang melibatkan masyarakat dan swasta dapat menjamin keberlanjutan pengelolaan IPLT dan meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan? f) Dapatkah model Ekosanita-IPLT digunakan sebagai perangkat untuk menghasilkan kebijakan dan strategi dalam rangka mendorong peningkatan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan?. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistem yang dimulai dengan mencari faktor penting dan membuat model kuantitatif untuk membantu memperoleh jawaban rasional terhadap pertanyaan pertanyaan penelitian. Keadaan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kota studi dan perilaku perubahan masa lalu serta faktor penting yang mempengaruhinya akan dikaji dengan menggunakan analisis faktor. Keadaan pengelolaan air limbah kota studi dan faktor faktor penyebab tidak berfungsinya IPLT akan dikaji dengan metoda deskriptif dari hasil observasi lapangan. Upaya memfungsikan kembali IPLT, keterkaitan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dengan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan upaya meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan akan dikaji melalui simulasi terhadap model yang dikembangkan yaitu model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (PFLH) dan model Ekosanita-IPLT. Tabel 4 adalah rangkuman rancangan penelitian yang menjelaskan tujuan, metoda pengumpulan data, variabel yang diamati, metoda analisis data, dan output yang dihasilkan, sedangkan langkah-langkah pelaksanaan penelitian atau operasionalisasi penelitian disajikan pada Gambar 5.

4 44 Tabel 4. Matrik Rangkuman Rancangan Penelitian NO TUJUAN METODA PENGUMPULAN DATA VARIABEL YANG DIAMATI METODA ANALISIS DATA OUTPUT (1) (2) () (4) (5) (6) Mengetahui Kondisi Eksisting pelestarian fungsi lingkungan dan pengelolaan air limbah kota studi Membangun Model PFLH dan EkoSanita IPLT Membandingkan Kondisi Eksisting dg kondisi ideal Simulasi untuk merumuskan Kebijakan Dan Strategi Perbaikan Sistem a. Data sekunder diperoleh dari BPS, b. data primer diperoleh dengan menggunakan kuisiner, c. data kualitas air diperoleh melalui sampling dan analisis laboratorium d. data sistem diperoleh melalui observasi lapangan Kesehatan, Pendidikan, Air minum, Sanitasi, Perumahan, Ekonomi Variabel model (terkendali dan tak terkendali) IPFLH, Limbah di Badan air, Daya Tampung Lingkungan Cakupan Layanan, Efisiensi Angkutan Lumpur Tinja, Kapsitas IPLT, Efisiensi On-site, daerah layanan dan konsumsi air rumah tangga Analisis Faktor, Analisis Stattistik dan Analisis Deskriftif Analisis R 2, MAD, AME, AVE, KF Analisis komparatif (benchmarking) Analisis skenario hasil simulasi Dinamika pelestarian fungsi lingkungan dan Kinerja Sistem Model PFLH dan Ekosanita IPLT Perbedaan Kinerja Rekomendasi kebijakan dan strategi implementasinya..1 Analisis Kondisi Eksisting Pelestarian Fungsi Lingkungan..1.1 Tujuan Analisis Tujuan analisis ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang dinamika pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Dinamika pelestarian fungsi lingkungan perkotaan menggambarkan perubahan yang terjadi terhadap upaya memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dalam penelitian ini mencakup (i) perubahan ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan kota, dan (ii) perubahan kehidupan dan penghidupan penduduk dari tahun 2000 s/d tahun Metoda Pengumpulan Data Mengacu pada matrik rangkuman rancangan penelitian (Tabel 4) dan langkah operasionalisasi penelitian (Gambar 5), maka data primer maupun data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagaimana dirangkum pada Tabel 5.

5 45 TINJAUAN PUSTAKA PEMAHAMAN DAN PENGEMBANGAN MODEL IDEAL PENDEKATAN SISTEM a. Analisis kebutuhan b. Rumusan masalah c. Identifikasi Sistem d. Pemodelan Dinamis e. Verifikasi dan Validasi f. Implementasi MULAI MODEL IDEAL SIMULASI MODEL PENGUMPULAN DATA Kunjuungan ke BPS, dan Dinas Terkait, Wawancara, Sampling, Observasi Lapangan ADA GAP? YA ALTERNATIF TINDAKAN DAN SKALA PRIORITAS ANALISIS DATA KONDISI (MODEL) EKISISTING TIDAK REKOMENDASI KEBIJAKAN Analisis Faktor, Analisi Deskriptif, Analisi statistic, Analisis Komparatif (Benchmarking) SELESAI Gambar 5. Penyederhanaan Langkah Operasionalisasi Penelitian Sebagaimana tertera pada Tabel 5, data yang dikumpulkan dibagi ke dalam 6 (enam) kategori data yaitu (i) penduduk dan geografi, (ii) kesehatan, (iii) pendidikan, (iv) air minum dan sanitasi, (v) perumahan, dan (vi) ekonomi. Jumlah keseluruhan data terdiri dari 9 jenis data. Data keadaan lingkungan fisik diperoleh dari Bakosurtanal. Data aspek kesehatan, pendidikan, perumahan, ekonomi, air minum dan sanitasi diperoleh dari BPS tahun 2000, 2001, 2002, 200 dan 2004 dan data Suseda tahun 2002, 200 dan Selain data sekunder tersebut, dikumpulkan pula data primer dari masyarakat dan hasil kunjungan ke lokasi studi kasus. Data primer dari masyarakat dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok pertanyaan yaitu (i) data air

6 minum, (ii) data air buangan, (iii) data pengelolaan sampah, (iv) data drainase, dan (v) data rumah serta pengeluaran keluarga. Jumlah keseluruhan pertanyaan adalah sebanyak 66 pertanyaan. Tabel 5. Daftar Data Yang Dikumpulkan No Sektor & Jenis Data Satuan No Sektor & Jenis Data Satuan (1) (2) () (1) (2) () A 1 2 Penduduk & Geografi Jumlah Penduduk per kecamatan Jumlah penduduk usia kerja Jumlah Penduduk Bekerja 4 Luas Wilayah Per Kecamatan Orang 21 Orang Orang 22 2 Jumlah Guru (TK, SD, SLTP, SLTA) Penduduk >10 thn yang bisa baca tulis Jumlah Penduduk dengan ijazah tertinggi >10 thn (SD, SLTP, SLTA, PT) Orang Orang Orang Ha 24 Angka Partisipasi Sekolah Rasio 5 Julah Desa Per Kecamatan Unit Desa D Air Minum & Sanitasi 6 Curah Hujan 1) Mm/thn 25 Jumlah Ledeng Unit 7 Ketinggian 1) m 26 Jumlah PMA Unit 8 Jenis Lereng 1) % 27 Jumlah Sumur Gali SPT Unit 9 Jenis tanah 1) - 28 Jumlah RT dengan Air Minum komunal & Non Komunal B Kesehatan 29 Jumlah SPAL Unit 10 Jumlah Puskesmas (Pustu Jumlah & Jenis Fasilitas 0 Keliling) Unit pembuangan tinja Unit 11 Jumlah Klinik Swasta Unit 1 Jumlah Jamban Keluarga Unit 12 Jumlah Posyandu Unit 2 Jumlah Beban Pencemaran 2) ton/hari 1 Jumlah Dokter Orang E Perumahan 14 Jumlah Paramedis Orang 15 Jumlah Rumah Sakit Unit 4 16 Jumlah Tempat tidur Unit 5 17 Jumlah penderita diare Kasus 6 18 Jumlah Kasus Penyakit Selain diare Kasus 7 Jumlah Rumah dengan listrik Jumlah Rumah dengan dinding Jumlah Rumah berdasrakan jenis lantai (Plester, tegel, keramik & Tanah) Jumlah KK di rumah tak layak huni Jumlah rumah berdasarkan luas lantai (<20, 20-49, 50-99, , >150 m 2 ) C Pendidikan 8 Kepadatan Rumah Unit/Ha Jumlah Kelas (TK, SD, 19 Unit F Ekonomi SLTP, SLTA) 20 Jumlah Murid (TK, SD, SLTP, SLTA) Orang 9 Sumber: BPS dan Suseda Catatan: 1) Data dari Bakosurtanal 2) Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Konsumsi Rata-rata per kapita (Makanan & Non Makanan) Unit Unit Unit Unit Unit Unit 46 Rupiah/ kapita

7 Variabel yang Diamati Variabel data untuk menghitung IKLH, IKPS, IKPP dan IPFLH yang dikembangkan dari data pada Tabel 5 berjumlah 26 (duapuluh enam) variabel (Tabel 6). Tabel 6. Daftar Variabel Yang Digunakan Dalam Analisis Sektor Variabel Input dan proses Variabel Output & Outcome (1) (2) () 1 Dokter/Paramedis Kesehatan Pendidikan Air Minum & Sanitasi Perumahan Ekonomi Masyarakat 2. Fasilitas Kesehatan. Tempat Tidur 4. Guru/Murid 5. Murid/Kelas 6. Angka Partisipasi Sekolah 7. Ledeng/unit rumah 8. TS/Unit Rumah 9. SPAL 10. Jumlah Jamban Keluarga 11. AM Komunal/Non Komunal 12. Rumah tembok 1. Rumah lantai keramik 14. Rumah dengan listrik 15, Rmh dgn lantai > Kepadatan Rumah 17. Pegawai/buruh 18. Konsumsi RT 19. Penduduk usaha sendiri 20. Angka partisipasi bekerja Sumber: BPS, Suseda, Bakosurtanal, DLH Kab Bandung (diolah)..1.4 Metoda Analisis 21. Pendd berijazah > SMA 22. Penduduk bisa baca tulis 2. Beban Cemaran 24. KK yang tinggal di rumah tak layak 25. kasus diare 26. Penyakit lain Analisis data sekunder dilakukan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya dan sekitarnya dari sejumlah variabel data yang digunakan (Gambar 6). Analisis data dilakukan untuk menetapkan (tiga) model Indeks yaitu (i) Indeks Ketersediaan Prasarana dan Prasarana Lingkungan (IKPS), (ii) Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP), dan (iii) Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH).

8 48 IKLA Indeks Kualitas Lingkungan Alami IKPS Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana IPFLH IKPP Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Gambar 6. Konsep Dasar Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Indeks tersebut adalah angka komposit dari sejumlah variabel data yang terkait dengan ketiga indeks tersebut. Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana beserta proses pemanfaatannya menjelaskan besarnya masukan (input) investasi dan upaya pemanfaatannya. Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP) menjelaskan output (keluaran) dan hasil (outcome) dari investasi dan proses pemanfaatan investasi yang telah dilakukan. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) yang merupakan resultante dari IKPS dan IKPP menjelaskan keseluruhan upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan kota dalam rangka mempertahankan kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan dan penghidupan manusia. Pehitungan Indeks tersebut dilakukan dengan menggunakan model yang koefisiensnya dibangun berdasarkan hasil analisis faktor, analisis taxonomi dan analisis skalogram.

9 Pemodelan Menggunakan Analisis Faktor Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis faktor adalah sebagai berikut: n p Bk IPFLH j = N k Z i= 1 k= 1 λk i j... (-1) Dimana, IPFLH : Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j j Z : Bobot faktor variabel ke-i (1,2,... n) untuk kota/kecamatan ke-j ij (1,2,... m). Bobot faktor dan nilai faktor diperoleh dari hasil analisis faktor yang menggunakan SPSS versi 10 N : Nilai Faktor k B : Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j k λ : Nilai eigen untuk faktor ke-k (1,2,,...l) k Pemodelan Menggunakan Analisis Taxonomi Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis taxonomi adalah sebagai berikut: 0,5 2 n IPFLH j = ( Zij Z J ( ideal) )... (-2) i= 1 Z ij = X ij X SD i i Dimana, IPFLH : Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j j Z : Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j ij j(ideal) Z : Variabel ideal terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j mencerminkan sasaran (target) yang ingin dan harus dicapai misalnya kasus penyakit nilainya harus paling kecil (minimum) sedangkan ketersediaan prasarana nilainya harus paling besar (maksimum)..

10 50 X : Variabel ke-i untuk kota/kecamatan ke-j ij X i : Nilai rata rata variabel ke-i, SD : Standar deviasi variabel ke -i i Pemodelan Menggunakan Analisis Skalogram Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis skalogram adalah sebagai berikut: IPFLH j = n i= 1 Z ij... (-) Z ij = X ij X SD i(min i) i Dimana, IPFLH : Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j j Z : Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j ij X : Variabel ke-i untuk kota/kecamatan ke-j ij X : Nilai terkecil variabel ke -i i(min) SD : Standar deviasi variabel ke -i i..2 Analisis Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga..2.1 Tujuan Analisis Analisis kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) termasuk sistem pengelolaan lumpur tinja, dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesesuaian elemen-elemen sistem dengan standar perencanaan maupun standar hasil operasional sistem Metoda Pengumpulan Data Data untuk analisis kondisi eksising, selain menggunakan data sekunder untuk acuan analisis kondisi pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (data sanitasi), dikumpulkan pula data primer dengan cara survey ke lokasi studi. Data

11 51 primer tentang elemen-elemen sistem pengelolaan air limbah kota Majalaya terdiri dari data pewadahan lumpur tinja, transportasi lumpur tinja dan operasionalisasi IPLT termasuk pemeriksaan bakteriologis kualitas air bersih di 15 (lima belas) titik pengambilan. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuisiner secara random (acak). Kuisioner yang terkumpul kembali berasal dari responden yang mewakili penduduk 4 (empat) kecamatan yaitu kecamatan Kota Majalaya, Kecamatan Ibun, Kecamatan Ciparay dan kecamatan Rancaekek. Penduduk keempat kecamatan tersebut berjumlah jiwa ( KK), sedangkan jumlah sampel (kuisioner) yang dibutuhkan berdasarkan rumus n=n/(nd 2 1) adalah sampel (dibulatkan 100 sampel). Dengan jumlah kuisioner yang kembali sebanyak 277 responden, maka jumlah sampel yang digunakan lebih besar dari kebutuhan...2. Variabel yang diamati Variabel yang diamati adalah cakupan penduduk yang memperoleh akses ke pelayanan fasilitas sanitasi setempat (Tangki Septik), bangkitan lumpur tinja, konsumsi air bersih yang terkait dengan bangkitan lumpur tinja, fasilitas transportasi lumpur tinja, frekuensi penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja dan kinerja pengolahan lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), tarif penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja, kesanggupan dan/atau kemauan masyarakat membayar tarif jasa penyedotan lumpur tinja Metoda Analisis Analisis dilakukan sesuai dengan alur prosesnya yang mencakup proses pengumpulan atau pewadahan, proses transportasi air limbah dan lumpur tinja, proses pengolahan air limbah maupun lumpur tinja dan proses pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah maupun lumpur tinja. Analisis terhadap proses pengumpulan (pewadahan) lumpur tinja dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penyebaran dan jumlah tangki septik, frekuensi penyedotan dan biaya penyedotan serta kemampuan masyarakat membayar tarif penyedotan. Analisis terhadap proses transportasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai jarak dan waktu tempuh serta ritasinya, organisasi pengelola, jumlah dan kapasitas mobil tinja yang digunakan serta biaya pengangkutan per km atau per m lumpur yang diangkut. Analisis terhadap proses

12 52 pengolahan lumpur tinja diarahkan pada fungsi-fungsi dan kinerja unit proses, organisasi pengelola dan biaya pengolahan per m lumpur tinja. Analisis terhadap proses pembuangan dan/atau pemanfaatan hasil olahan dilakukan untuk mengetahui media lingkungan penerimanya, prakiraan dampak lingkungan dan jenis pemanfaatan yang telah ada serta penerimaan yang diperoleh dari pemanfaatan produk hasil olahan. Analisis dilakukan dengan metoda deskriptif dengan membandingkan unsur-unsur yang dianalisis terhadap kriteria perencanaan yang telah baku..4 Pengembangan Model Ekosanita-IPLT Model yang dibangun atau dikembangkan adalah pelestarian fungsi lingkungan kota (PLFH) berbasis Ekosanita-IPLT. Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem yang mencakup (i) analisis kebutuhan, (ii) rumusan masalah, (iii) identifikasi sistem, (iv) penyusunan model, (v) kalibrasi dan verifikasi model, dan (vi) implementasi model melalui simulasi untuk mempelajari perilaku sistem..4.1 Analisis Kebutuhan Dijelaskan pada Bab 2 bahwa analisis ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang persamaan maupun perbedaan kebutuhan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang wajib atau bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Upaya-upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup beserta berbagai masalah yang dihadapi untuk mencapainya, pada dasarnya merupakan kebutuhan yang wajib diselesaikan. Upaya dimaksud disebut pelestarian (fungsi) lingkungan kota yang dalam penelitian ini disingkat Pelestarian Lingkungan kota. Analisis kebutuhan pada penelitian ini dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan upaya mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Namun, aspek pengelolaan lumpur tinja merupakan bagian integral dari pelestarian lingkungan kota. Pendekatan yang digunakan adalah melalui kajian pustaka untuk mengidentifikasi kebutuhan teoritis atau kebutuhan hipotesis masing-masing stakeholder terhadap pelestarian lingkungan (Tabel 7).

13 5 Tabel 7. Analisis Kebutuhan Stakeholder Pada Pelestarian Lingkungan No STAKEHOLDER PRAKIRAAN KEBUTUHAN STAKEHOLDER (1) (2) () A B C D E Masyarakat (Pemilik cubluk, Tangki Septik) Pemerintah Pusat cq. Departemen Teknis Pemerintah Kota/Kabupaten cq Dinas Kebersihan Penyedia jasa penyedotan dan pengangkutan Lumpur tinja. Pengelola WC/MCK Umum 1. Tarif retribusi murah 2. Sumur air bersih tidak tercemar 1. Masyarakat mengolah kotorannya sebelum dibuang ke media lingkungan. 2. Tangki septik dikosongkan secara reguler. Masyarakat pemiik tangki septik membayar retribusi yang memadai 4. Masyarakat berhemat dalam memakai air 1. Swasta (penyedia jasa penyedot tinja) memanfaatkan IPLT 2. Masyarakat menyediakan tangki septik yang baik. Masyarakat membayar tarif air limbah 1. Ada pembebasan tarif pembuangan lumpur di IPLT. Lumpur tinja dapat disedot setiap hari Penerimaan jasa air limbah dapat ditingkatkan 1. Lingkungan MCK/WC Umum tetap bersih 2. Dibebaskan dari retribusi pengelolaan air limbah.4.2 Rumusan Masalah Di dalam rangkaian pengembangan model dinamis, rumusan masalah ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang saling bertentangan dan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan pelestarian lingkungan kota. Pada dasarnya, kebutuhan stakeholder tidak selalu sama satu dengan lainnya. Adanya perbedaan kepentingan tersebut merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Permasalahan adalah rincian kebutuhan dari para stakeholder (aktor) yang saling bertentangan dan memerlukan pemecahan. Permasalahan atau perbedaan kepentingan dapat terjadi antara 2 (dua) aktor atau lebih. Permasalahan yang terjadi, pada dasarnya diakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap hak dan tanggung jawab untuk mengelola lingkungan. Tabel 8 merupakan identifikasi permasalahan yang dijabarkan dari hasil analisis kebutuhan.

14 54 Tabel 8. Identifikasi Adanya Perbedaan Kebutuhan (Permasalahan) No Faktor (*) Keterangan (1) (2) () Tarif Jasa penyedotan Tinja Konsumsi Air Rumah Tangga Fasilitas Sanitasi Setempat Kesehatan Masyarakat Penerimaan Retribusi Air Limbah Pengumpulan, pengangkutan Lumpur tinja Pengolahan Air Limbah dan Produk Olahan Masyarakat menghendaki tarif yang semurah-murahnya sedangkan pengelola menghendaki penerimaan tarif yang maksimal. Perbedaan kepentingan ini bepengaruh pada mutu hasil pengolahan air limbah setempat apabila pemeliharaan fasilitasnya tidak memadai. Kuantitas air baku setempat (dari air sumur) yang berkualitas relatif terbatas. Tetapi jumlah penduduk cenderung meningkat sehingga volume air yang dikonsumsi juga meningkat. Hal itu berakibat pada peningkatan volume air limbah yang harus diolah sebelum dialirkan ke media lingkungan. Pemerintah menghendaki agar fasilitas Sanitasi setempat (Tangki Septik atau Cubluk) yang disediakan masyarakat telah memenuhi standar yang ditetapkan sehingga berfungsi optimum. Namun, masyarakat dan juga pengembang menyesuaikan dengan daya yang dapat disediakan. Akibatnya, mutu fasilitas sanitasi bervariasi. Bahkan dalam banyak hal tidak memenuhi standar minimal. Akibatnya, produk olahan fasilitas sanitasi tidak memenuhi syarat dan sumber air baku semakin tercemar. Pemerintah menghendaki agar memanfaatkan lumpur tinja yang higienis, memelihara kesehatan lingkungan dan kualitas air tanah dangkal dari pencemaran air limbah yang berasal dari dapur dan tempat cuci (grey water). Pemerintah juga menghendaki agar kasus kematian Balita dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itu diperlukan kontribusi dari masyarakat secara memadai. Namun, pengetahuan Masyarakat tentang hal tersebut relatif terbatas. Hal tersebut dapat dipelajari dari kecenderungannya dalam menyediakan anggaran yang terbatas untuk fasilitas sanitasi. Masyarakat ingin tarif murah atau bahkan gratis, pemerintah ingin agar tarif berbasis cost recovery, artinya harus ada retribusi dengan nilai yang memadai. Retribusi tersebut diperlukan untuk kelancaran pengelolaan lumpur tinja. Pemerintah menghendaki agar pengumpulan dan pengangkutan lumpur tinja dilakukan sendiri. Swasta menghendaki sebaliknya sedangkan masyarakat menginginkan pelayanan yang baik dan murah. Swasta yang menyediakan jasa angkutan, menghendaki agar tidak dipungut biaya retribusi Pengolahan Lumpur Tinja. Tetapi pemerintah atau operator memerlukan biaya Operasi & Pemeliharaan yang memadai untuk memenuhi standar produk olahan. Pengelolaan sumber daya lingkungan di pekarangan rumah, baik yang terlihat di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah tergantung pada pemahaman dan kesadaran pemiliknya. Pemahaman tentang keterbatasan daya

15 55 asimilasi air tanah untuk menerima beban cemaran, terkait pula dengan tingkat pendidikan masyarakat yang memiliki rumah beserta pekarangannya. Sebelum masalah terjadi misalnya kekeringan sumur atau air sumur menjadi bau dan berasa, maka pengambilan air tanah cenderung tanpa batas. Demikian pula pengaliran air limbah ke media lingkungan cenderung tidak dilengkapi dengan fasilitas pengolah air limbah. Sementara itu, hak dan kewajiban masyarakat maupun pemerintah telah diatur dalam undang-undang pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam pasal 5 UU-2/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, termasuk menerima informasi mengenai lingkungan hidup dan perannya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hak-hak masyarakat untuk berperan dan pelaksanaan perannya dalam pengelolaan lingkungan hidup, diatur pula dalam pasal 7 undang-undang pengelolaan lingkungan tersebut. Sebaliknya, di dalam pasal 6 UU-2/1997 ditegaskan mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kewajiban dan kewenangan pemerintah di dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan dan mengatur serta menguasai sumber daya lingkungan, masing-masing diatur di dalam pasal 10 dan pasal 8 UU-2/1997 tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan kepentingan maupun standar kehidupan..4. Identifikasi Sistem. Identifikasi sistem diperlukan sebagai landasan pengembangan model dinamis. Identifikasi sistem didekati dengan metoda input-output dan diagram lingkar sebab akibat (causal-loop) yang menggunakan faktor-faktor permasalahan yang dikembangkan pada Tabel 8. Hasil identifikasi sistem dengan menggunakan metode diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) disajikan pada Gambar 7 (skala pelestarian fungsi lingkungan perkotaan) dan Gambar 8 (skala pengelolaan air limbah rumah tangga). Identifikasi sistem skala pengelolaan air limbah rumah tangga dengan menggunakan pendekatan input-output disajikan pada Gambar 9.

16 56 kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman Kebijakan pelayanan minima PS Air Minum & Sanitasi - Rumah Tak Sehat Kebijakan pelayanan Kesehatan PS Perumahan PS Kesehatan PS Air Minum Dan Sanitasi - - Beban Cemaran Penduduk Berobat - - Lingkungan Tak Sehat Kasus Penyakit - Kebijakan Pelayanan Pendidikan PS Ekonomi Ps Pendidikan Penduduk Melek Huruf Penduduk Berijazah Penduduk Bersekolah Penduduk Bekerja - Daya Beli Masyarakat Kebijakan pembangunan prasarana dan sarana perekonomian Peluang Bekerja Gambar 7. Diagram Lingkar Sebab-akibat (Causal loop diagram) Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) pelestarian fungsi lingkungan perkotaan pada Gambar 7, menjelaskan tentang keterkaitan antara unsur-unsur pelestarian fungsi lingkungan hidup yang terdapat di dalam sistem perkotaan. Variabel-variabel prasarana dan sarana lingkungan kota (PS Kesehatan, PS Pendidikan, PS Perumahan, PS Air Minum dan Sanitasi serta PS Ekonomi) berinteraksi dengan variabel beban cemaran, rumah tak sehat, penduduk berobat, penduduk bersekolah, penduduk bisa baca tulis, penduduk bekerja, daya beli masyarakat, kasus penyakit dan lingkungan tak sehat. Tanda positif menjelaskan keselarasan atau kesamaan (similarity) hubungan sedangkan tanda negatif menjelaskan ketidakselarasan hubungan atau hubungan yang bertentangan (opposite).

17 57 Hubungan antar variabel yang dijelaskan oleh diagram tersebut adalah sebagai berikut: a. Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi akan mengurangi beban cemaran yang masuk ke media lingkungan (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Pengurangan beban cemaran di media lingkungan akan mengurangi areal lingkungan yang tidak sehat (hubungan yang selaras atau positif). Akhirnya, pengurangan areal lingkungan yang tidak sehat akan mengurangi kebutuhan fasilitas air minum dan sanitasi (hubungan yang selaras atau positif). b. Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi akan mengurangi kebutuhan prasarana dan sarana kesehatan (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Peningkatan prasarana dan sarana kesehatan akan menambah jumlah penduduk yang berobat (hubungan yang selaras atau positif) sehingga banyaknya penduduk berobat akan mengurangi kasus penyakit (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Akhirnya, berkurangnya kasus penyakit mengindikasikan berkurangnya areal lingkungan yang tidak sehat (hubungan yang selaras atau positif). c. Peningkatan jumlah prasarana dan sarana perumahan yang mengikuti standar minimal akan mengurangi jumlah rumah yang tidak sehat dan bertkurangnya rumah tak sehat akan mengurangi areal lingkungan yang tidak sehat. d. Peningkatan prasarana dan sarana pendidikan akan meningkatkan penduduk yang bersekolah, meningkatkan jumlah penduduk yang memiliki ijazah, meningkatkan jumlah penduduk yang melek huruf dan keduanya akan meningkatkan jumlah penduduk yang bekerja. e. Bertambahnya jumlah penduduk bekerja akan meningkatkan daya beli masyarakat (hubungan selaras) dan mengurangi areal atau kawasan yang tidak sehat (hubungan yang tidak selaras) karena kemampuan memelihara lingkungan meningkat. f. Peningkatan keseluruhan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan akan meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi sehingga

18 58 peluang bekerja dan penduduk bekerja meningkat yang akhirnya meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi. Adanya hubungan yang selaras akan memacu pertumbuhan, sebaliknya hubungan yang tidak selaras akan mengurangi pertumbuhan sehingga terjadi keseimbangan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi pada sistem pelestarian fungsi lingkungan perkotaan tersebut, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat sedemikian sehingga kehidupan dan penghidupan penduduk di daerah perkotaan dapat ditingkatkan. Hubungan pelayanan air minum dengan pelayanan sanitasi juga menghasilkan hubungan yang selaras karena peningkatan konsumsi air minum akan meningkatkan kebutuhan pelayanan sanitasi. Peningkatan pelayanan air minum berarti meningkatkan konsumsi air rumah tangga dan peningkatan konsumsi air rumah tangga akan meningkatkan volume air limbah yang harus dikelola secara baik sebelum dialirkan kembali ke media lingkungan, karena mengandung bahan cemaran. Variabel-variabel pengelolaan air limbah rumah tangga dan sifat hubungannya disajikan dalam Gambar 8. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) pengelolaan air limbah rumah tangga, khususnya pengelolaan lumpur tinja pada Gambar 8 tersebut, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan. Diagram tersebut menjelaskan tentang keterkaitan antara unsur-unsur pengelolaan lumpur tinja di dalam sistem pelestarian lingkungan kota. Variabel-variabel sosial budaya (penduduk, konsumsi air, pembuangan kotoran dan air limbah, kesehatan dan kematian balita) berinteraksi dengan variabel ekologi (sumber air baku air minum) dalam hal peningkatan beban pencemaran. Variabel teknologi (pengolahan setempat, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan lumpur tinja) menawarkan alternatif untuk mengurangi beban limbah rumah tangga sehingga pencemaran sumber air baku dapat dikendalikan. Variabel sosial ekonomi (pemanfaatan produk pengolahan lumpur tinja, alternatif tarif retribusi dan penerimaan masyarakat) berinteraksi dengan variabel-variabel teknologi dalam hal penentuan kinerja sistem. Seperti diagram pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, pada diagram

19 59 pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan juga terdapat hubungan-hubungan yang selaras maupun yang tidak selaras. Analisis terhadap hubungan-hubungan tersebut merupakan proses untuk merumuskan upaya peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja dengan menggali berbagai alternatif intervensi sistem, baik secara struktural maupun fungsional. Kematian Balita - Kesehatan Lingkungan Penduduk - Ketersediaan Sumber Air Kotoran Manusia Konsumsi Air Rumah Tangga Kebijakan Tarif Pengambilan Air Tanah dan Tarif Air Minum Pemanfaatan Lumpur Tinja Secara Tak Higienis Pemanfaatan Lumpur Tinja Secara Higienis - - Air Limbah Rumah Tangga Pembuangan Air Limbah Ke Lingkungan Sistem Stempat (Jamban, TS, Cubluk) Kualitas Effuent Sistem Setempat Pembuangan Lumpur Tinja ke Lingkungan Standar Konstruksi dan Operasi serta Pemeliharaan Produk IPLT Kebijakan Pengangkutan dan pembuangan lumpur tinja Angkutan Lumpur Tinja Pengolahan Lumpur Tinja Kebijakan Investasi IPLT kebijakan Investasi Sarana Angkutan Lumpur Tinja Kebijakan Tarif Retribusi Penerimaan Retribusi Gambar 8. Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop Diagram) Pengelolaan Lumpur Tinja Berkelanjutan Diagram input-output pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan pada Gambar 9 menjelaskan sasaran atau target keluaran (output) untuk menurunkan tingkat pencemaran sumber air baku dan peningkatan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai sasaran output tersebut diperlukan input endogen yaitu input terkendali dan input tak terkendali serta input eksogen atau input lingkungan. Input terkendali mencakup (i) konsumsi air rumah tangga, (ii) volume air limbah, (iii) pengolahan setempat, (iv) akumulasi lumpur tinja, (v) pengumpulan dan transportasi lumpur tinja, (vi) pengolahan lumpur tinja termasuk potensi pemanfaatannya, dan (vii) tarif retribusi.

20 60 INPUT TAK TERKENDALI: 1. Penduduk 2. Penerimaan Masyarakat INPUT TERKENDALI: 1. Konsumsi Air Rumah Tangga 2. Volume Air Limbah. Pengolahan Setempat 4. Akumulasi Lumpur Tinja 5. Pengumulan dan Transportasi Lumpur Tinja 6. Pengolahan Lumpur Tinja 7. Pemanfaatan Produk lumpur tinja 8. Penerimaan Operasi INPUT LINGKUNGAN 1. UU-SDA 2. PP Pengendalian Pencemaran. RPP Air Limbah dan Sampah 4. RTRWK Model Ekosanita IPLT PARAMETER RANCANG BANGUN: 1. Nilai ambang batas Baku Mutu Lingkungan 2. Kemampuan Masyarakat membayar tarip Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan OUTPUT YG DIINGINKAN: 1. Penurunan Pencemaran sumber air baku 2. Peningkatan Kesehatan Masyarakat OUTPUT YANG TIDAK DIINGINKAN: 1. Kasus penyakit diare meningkat 2. Beban Limbah Rumah Tangga meningkat. Kasus pencemaran meningkat Gambar 9. Penyederhanaan Diagram Input-Output Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan Input tak terkendali mencakup perkembangan penduduk dan penerimaan masyarakat, sedangkan input lingkungan berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengelolaan air limbah. Input-input tersebut merupakan peubah sistem untuk melaksanakan fungsi yang dikehendaki, sedangkan parameter rancang bangun merupakan ukuran yang menentukan keberhasilan pengelolaan lumpur tinja yang dilaksanakan..4.4 Penyusunan Model Sistem Dinamis Sebagaimana dijelaskan pada sub bab identifikasi sistem, pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan merupakan bagian dari sistem pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan. Oleh karena itu, peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja secara berkelanjutan akan mempengaruhi kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Atas dasar hal tersebut, model sistem dinamis yang disusun adalah model sistem dinamis untuk pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan.

21 Gambaran Kondisi Yang Diinginkan 61 Sebagaimana dijelaskan pada Bab II, kondisi pengelolaan lumpur tinja yang diinginkan adalah mengolah air limbah tanpa menambah beban cemaran baru atau seluruh hasil olahan limbah dapat dimanfaatkan kembali. Hal itu berarti bahwa tidak ada lumpur yang terakumulasi di unit pengolah air limbah setempat yang melampaui batasan volume ruang lumpur yang disediakan. Selain daripada itu, proses pengumpulan dan pengangkutan lumpur tinja dapat berjalan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Akhirnya, lumpur tinja yang diolah di instalasi lumpur tinja dapat menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk pupuk, energi biogas, pakan ikan dari budidaya air. Apabila proses tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka fungsi tangki septik lebih optimal, sumber daya air tanah dapat dipertahankan kelestariannya, habitat penyakit dapat diperburuk sehingga membatasi penyebaran penyakit yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Hasil identifikasi sistem pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dan sistem pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan dengan menggunakan diagram lingkar sebab-akibat mengindikasikan bahwa kedua sistem tersebut saling bersinergi untuk mencapai tujuan sistem yaitu kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan yang lebih baik. Hal itu berarti bahwa peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja akan meningkatkan kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Meningkatnya kinerja pelestarian fungsi lingkungan berarti meningkatkan upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Indikasi tercapainya upaya tersebut, sebagaimana digambarkan dalam diagram input output pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan adalah menurunnya pencemaran terhadap sumber air baku air minum dan meningkatnya kesehatan masyarakat. Sebaliknya, peningkatan kasus penyakit, meningkatnya beban limbah rumah tangga yang belum diolah ke badan air permukaan (sungai, danau, situ dll) dan ke dalam air tanah serta meningkatnya kasus pencemaran, merupakan indikasi belum berhasilnya pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan.

22 Batasan Model 62 Hasil identifikasi sistem menjelaskan mengenai variabel-variabel utama yang membentuk model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan pada umumnya dan khususnya pengelolaan air limbah termasuk pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan (Model Ekosanita-IPLT). Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dari interaksi variabel-variabel tersebut antara lain adalah (i) apa yang menentukan besaran aliran materi air limbah? (ii) apa yang menentukan besaran materi lumpur tinja? (iii) apa yang menentukan besaran lumpur tinja yang diolah di instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)? (iv) apa yang menentukan keberlanjutan pengoperasian IPLT? (v) apa komposisi materi yang dapat didaur ulang? (vi) bagaimana mengurangi volume air limbah maupun lumpur tinja yang memasuki badan air tanpa diolah terlebih dahulu? (vii) Bagaimana meningkatkan fraksi materi yang dapat didaur ulang? (viii) bagaimana mengurangi lumpur tinja yang dibuang bebas ke media lingkungan? (ix) bagaimana meningkatkan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) seraya mengurangi volume air limbah yang memasuki perairan? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka fokus pertama adalah mempelajari dinamika sumber lumpur tinja. Untuk itu, dibuat model pengumpulan, pewadahan, transportasi, pengolahan dan kemungkinan daur ulang lumpur tinja yang telah diolah. Fokus kedua terkait dengan dinamika lingkungan penerima limbah yaitu lingkungan air tanah maupun air permukaan yang berhubungan dengan ketersediaan dan kelayakannya untuk digunakan sebagai sumber air baku air minum. Fokus ketiga adalah dinamika kependudukan dan kesehatan masyarakat. Dengan batasan-batasan tersebut, maka akan ditetapkan variabel-variabel endogenous maupun eksogenous yang mampu menjawab permasalahan penelitian. Variabel-variabel endogenous berhubungan dengan besaran-besaran aspek sosial dan ekonomi serta lingkungan secara menyeluruh. Variabel-variabel seperti volume air limbah yang dibangkitkan dari kegiatan penduduk, pengolahan air limbah dan akumulasi lumpur tinja serta pengumpulan, transportasi dan pengolahannya digunakan sebagai besaran-besaran yang cukup representatif untuk menggambarkan dinamika pola-pola transisi perubahan yang menjadi fokus utama

23 6 dalam penelitian ini. Selain itu, dikaji pula pemanfaatan produk hasil olahan terhadap tarif retribusi air limbah dan akumulasi lumpur tinja serta sumber daya air dan kesehatan masyarakat. Variabel eksogenous selain merepresentasikan besaran-besaran yang tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan sistem yang dimodelkan, juga merepresentasikan besaran-besaran yang berhubungan dengan kebijakan investasi prasarana dan sarana air limbah. Besaran-besaran variabel eksogenous dimaksud antara lain adalah standar kualitas lingkungan hidup, kebijakan investasi, ketersediaan dana luar negeri untuk keperluan investasi perbaikan sistem maupun pembangunan baru Struktur Model Mengacu pada gambaran kondisi yang diinginkan, maka interaksi antar unsur-unsur yang tertera pada Gambar -5 menghasilkan 4 (empat) simpal (loop) positif dan (tiga) simpal negatif. Dalam perspektif berpikir sistem, simpal positif akan menghasilkan suatu perilaku pertumbuhan (growth) atau penurunan dengan cepat, sedangkan simpal negatif akan menghasilkan suatu perilaku pencapaian tujuan (goal seeking) yang merupakan proses penyeimbangan (balancing process). Simpal-1 merepresentasikan peningkatan kotoran manusia yang terkait dengan peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat dari peningkatan kesehatan masyarakat dan penurunan kasus kematian balita. Peningkatan kesehatan masyarakat tersebut terkait dengan pengelolaan lumpur tinja yang memadai (penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara berkala, pengolahan lumpur tinja di IPLT, pemanfaatan lumpur tinja hasil olahan yang higienis). Simpal ini bersifat positif dan merupakan mesin pertumbuhan kotoran manusia. Simpal-2 dan simpal- merepresentasikan peningkatan konsumsi air rumah tangga dan grey water yaitu air limbah yang berasal dari dapur dan kamar mandi serta tempat cuci piring. Peningkatan tersebut berhubungan dengan berfungsinya pengolahan setempat yang mampu mempertahankan daya asimilasi sumber air baku air minum. Kelayakan pemakaian air tanah sebagai sumber air baku air minum akan meningkatkan konsumsi air rumah tangga dan meningkatkan volume grey water. Kelayakan pemakaian air tanah juga akan

24 64 meningkatkan kesehatan masyarakat, menurunkan kasus kematian balita dan meningkatkan jumlah penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan volume air limbah. Simpal ini bersifat positif dan merupakan mesin pertumbuhan volume air limbah rumah tangga. Simpal-4 dan simpal-5 merepresentasikan pengurangan konsumsi air rumah tangga dan volume air limbah yang terkait dengan pembuangan lumpur tinja secara bebas ke media lingkungan. Pembuangan lumpur tinja ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran sumber-sumber air baku karena sistem pengolahan setempat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut berakibat pada peningkatan pencemaran air dan mengurangi kelayakan pemakaian air tanah sebagai sumber air baku air minum. Di sisi lain, pembuangan lumpur tinja secara bebas ke lingkungan hidup memperbesar kemungkinan pemakaian lumpur tinja yang tidak higienis sehingga memperbesar kemungkinan kontak antara manusia dengan bakteri patogen. Hal tersebut menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat dan berpotensi meningkatkan kasus kematian. Pengurangan jumlah penduduk dan kelayakan pemakaian air tanah sebagai air baku air minum akan mengurangi volume air limbah. Simpal ini bersifat negatif karena merupakan proses penyeimbangan volume air limbah yang dibangkitkan dari kegiatan penduduk. Simpal-6 dan simpal-7 merepresentasikan peningkatan penerimaan retribusi pengelolaan lumpur tinja yang diperoleh dari kegiatan penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja dan penjualan produk hasil olahan IPLT. Penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara terjadwal akan menyediakan baku lumpur tinja yang siap diolah di IPLT. Berfungsinya IPLT akan menghasilkan produk olahan yang dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan pertanian dan peternakan. Simpal ini juga bersifat positif dan merupakan sumber pendapatan bagi penyedia jasa angkutan lumpur tinja dan pengelola IPLT. Pola umpan balik positif maupun negatif mengambarkan adanya pertumbuhan bangkitan air limbah domestik maupun lumpur tinja dan pertumbuhan penerimaan retribusi jasa pengelolaan lumpur tinja. Namun, penurunan pengambilan air baku air minum akibat pencemaran air, akan mengurangi pertumbuhan tersebut.

25 .4.5 Perumusan Model Sistem Dinamis 65 Sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, penyusunan model sistem dinamis difokuskan pada pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan. Oleh karena itu, perumusan model sistem dinamis dilakukan terhadap variabel-variabel yang membentuk model sistem pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan. Model sistem dinamis pengelolaan lumpur tinja dibagi ke dalam 5 (lima) sub model yang saling berkaitan membentuk model yang utuh. Kelima sub model dimaksud adalah (i) sub model bangkitan dan pewadahan lumpur tinja, (ii) sub model pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja, (iii) sub model kinerja instalasi pengolahan lumpur tinja (PILT), (iv) sub model daya tampung lingkungan kota (lingkungan keairan), dan (v) sub model biaya operasional pengelolaan sistem IPLT Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja Sub model ini ditujukan untuk memperkirakan volume limbah rumah tangga yang dibangkitkan, volume limbah rumah tangga yang memasuki perairan penerima air limbah (sungai, situ, rawa, kolam retensi alami, dll), volume lumpur tinja yang dibangkitkan dan harus dikeluarkan atau dikosongkan dari tangki septik, serta volume air yang berasal dari air limbah yang telah diolah dan dikembalikan ke air tanah. Volume air limbah rumah tangga yang dihasilkan merupakan fungsi dari penduduk, konsumsi air rumah tangga (air minum, air cuci, air mandi, air untuk keperluan sanitasi, air untuk menyiram taman, dll), serta fraksi air yang dibuang terhadap seluruh air yang dikonsumsi tersebut. Gambaran matematis dari pertambahan jumlah penduduk dan volume air limbah yang dibangkitkan dirumuskan pada persamaan -4 dan -5. ( dpop POP ) POP... (-4) dimana, t = POP( t 1) ( t 1) POP t : Jumlah Penduduk (Jiwa) dpop : Pertambahan Jumlah Penduduk (% / tahun) Q LRT = POP KART FLB... (-5)

26 dimana, 66 Q LRT : Bangkitan Limbah Rumah Tangga (m /hari) POP : Penduduk (Jiwa) KART : Konsumsi Air Rumah Tangga (m /orang/hari) FLB : Fraksi Air Limbah (% KART) Analisis dimensi: ( orang ) (( m / orang )/ hari) % = m hari Q LRT = / Sebagian air limbah rumah tangga yang dibangkitkan di daerah perkotaan, pada umumnya dialirkan ke fasilitas sanitasi setempat yaitu tangki septik yang berfungsi mematikan sebagian besar bakteri penyakit dan virus yang keluar dari tubuh manusia dan mengolah sebagian kandungan bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah tersebut. Bahan cemaran tersebut umumnya diukur dari kebutuhan oksigen biologis (KOB) dan kebutuhan oksigen kimiawi (KOK). Air limbah yang keluar dari tangki septik dialirkan ke bidang resapan yang berfungsi menurunkan sisa beban cemaran yang keluar dari tangki septik sehingga masih mampu diterima (ditampung) oleh lingkungan penerimanya yaitu air tanah. Di dalam praktek, tidak semua air limbah yang keluar dari tangki septik dapat dialirkan ke bidang resapan atau fasilitas pengolahan lanjutan lainnya, sehingga ada bagian air limbah yang dialirkan ke saluran drainase yang akhirnya memasuki badan air penerima. Gambaran matematis volume air limbah yang masuk tangki septik, air limbah yang keluar dari tangki septik dan diolah di bidang resapan atau fasilitas pengolah lainnya, volume air yang kembali ke air tanah, volume air limbah yang keluar dari tangki septik dan memasuki saluran drainase dirumuskan pada persamaan-persamaan -6 sampai dengan persamaan -9. Q LTS = POP KART FLB POP _ LYN...(-6) dimana, Q LTS : Aliran Limbah ke Tangki Septik (m /hari) KART : Konsumsi Rumah Tangga (m /orang/hari) FLB : Fraksi Air Limbah (% KART) POP_LYN : Penduduk dilayani (orang) Q LTS ( m /orang )/hari ) (%) = ( m /hari ) = orang orang

27 Q LRT _ BA LRT QLTS = A...(-7) ETS _ SAL 67 dimana, Q LRT_BA : Aliran Limbah Rumah Tangga ke Badan Air (m /hari) Q ETS_SAL : Aliran Effluen Tangki Septik ke Saluran (m /hari) Q ETS _ BR = A A...(-8) ETS ETS _ SAL dimana, Q ETS_BR : Aliran Effluen Tangki Septik ke Bidang Resapan (m /hari) Q ETS : Aliran Effluen Tangki Septik (m /hari) Q ETS_SAL : Aliran Effluen Tangki Septik ke Saluran (m /hari) Q KAT QETS _ BR =...(-9) Vp dimana, Q KAT : Kambuh Air Tanah (m /mm) Q ETS_BR : Aliran Effluen Tangki Septik ke Bidang Resapan (m /hari) V p ( m hari) ( mm/ hari) : Kecepatan Perkolasi (mm/hari) / ( m mm) Q KAT = = / Air limbah rumah tangga yang dialirkan ke dalam tangki septik, diolah secara biologis menghasilkan lumpur tinja dan berbagai gas seperti gas H 2 S, CO dan CH 4 (methane). Lumpur tinja yang terakumulasi di tangki septik, setelah kurang lebih 2- tahun harus dikuras sedemikian sehingga tangki septik dapat berfungsi normal sebagai unit pengolahan pendahuluan. Akumulasi lumpur tinja selama 2- tahun tersebut untuk memberikan waktu yang cukup untuk mematikan bakteri penyakit dan virus serta telur cacing yang keluar dari tubuh manusia sehingga memperkecil kemungkinan penularan kepada ke orang lain. Gambaran matematis banyaknya lumpur tinja, termasuk air limbah yang dikuras pada saat pengurasan, fraksi rumah terhadap penduduk, fraksi tangki septik terhadap jumlah

28 68 rumah dan kebutuhan tangki septik, dirumuskan pada persamaan -10 sampai dengan persamaan -1. ( POP FR FTS Vol. TS ) Q LT =...(-10) 1095hari TR FR =...(-11) POP TSTot FT =...(-12) TR dimana, POP : Populasi (jiwa) FR : Fraksi Rumah (Total Unit Rumah/Total Penduduk) TR : Total Rumah (unit) FT : Fraksi TS (Unit TS/Unit Rumah) TS Tot : Total Tangki Septik (Unit) Vol TS : Volume Tangki Septik (m ) Q LT = ( Jiwa ( Rumah/ Jiwa ) ( UnitTS / UnitRumah) ( m / UnitTS ) = m / hari hari JM QLT 1095 _ TS = [unit]...(-1) Vol. TS dimana, JM_TS : Jumlah Tangki Septik (unit) Vol TS : Volume Tangki Septik (m /Unit TS) ( m / hari) hari Unit JM _ TS = = m / UnitTS Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja Lumpur tinja yang telah dikuras dari tangki septik harus diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) untuk diolah lebih lanjut sebelum hasilnya digunakan kembali untuk pupuk (fraksi padat) dan air irigasi (fraksi air). Dalam praktek, karena alasan yang berhubungan dengan efisiensi pengangkutan, tidak seluruh lumpur tinja yang dibangkitkan dapat diangkut ke IPLT. Gambaran matematis banyaknya lumpur tinja diangkut ke IPLT, banyaknya lumpur tinja yang mungkin masih dibuang ke lingkungan, banyaknya lumpur tinja yang diolah

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA 6.1 Sintesa Hasil Simulasi 6.1.1 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Hasil analisis terhadap keberadaan prasarana dan sarana kota menunjukkan

Lebih terperinci

Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN

Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN 4.1 Pembagian Wilayah Kajian Pembagian wilayah kajian, ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pelestarian fungsi lingkungan hidup antara kota Majalaya

Lebih terperinci

Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berikut ini adalah berapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini. 7.1.1 Keadaan eksisting 1. Keadaan pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya,

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap hari manusia menghasilkan air limbah rumah tangga (domestic waste water). Air limbah tersebut ada yang berasal dari kakus disebut black water ada pula yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SIDAMANIK SUMATERA UTARA KOTA SIDAMANIK ADMINISTRASI Profil Kota Kota Kisaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. PENDUDUK Jumlah

Lebih terperinci

LAPORAN IPLT KEPUTIH KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR

LAPORAN IPLT KEPUTIH KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR LAPORAN IPLT KEPUTIH KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR IPLT Keputih Kota Surabaya DESEMBER 2010 1 A. Gambaran Umum Wilayah; Geografis Kota Surabaya terletak antara 112 36 112 54 BT dan 07 21 LS, dengan

Lebih terperinci

) MODEL FOR URBAN CONSERVATION OF URBAN ENVIRONMENTAL FUNCTION BASED ON EKOSANITA-IPLT

) MODEL FOR URBAN CONSERVATION OF URBAN ENVIRONMENTAL FUNCTION BASED ON EKOSANITA-IPLT MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT (Studi kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu ) MODEL FOR URBAN CONSERVATION OF URBAN ENVIRONMENTAL FUNCTION BASED ON EKOSANITA-IPLT

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BALIGE SUMATERA UTARA KOTA BALIGE ADMINISTRASI Profil Kota Kota Balige merupakan ibukota Kabupaten (IKAB) dari kabupaten Toba Samosir yang terletak di propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO NEIKLEN RIFEN KASONGKAHE 3311202811 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. JONI HERMANA, MscES., PhD Magister Teknik Sanitasi Lingkungan Institut Teknologi

Lebih terperinci

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun .1 Visi dan Misi Sanitasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

Lebih terperinci

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1 Bab I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada lokasi studi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengelolaan prasarana air limbah domestik

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN GUGUK PANJANG KOTA BUKITTINGGI

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN GUGUK PANJANG KOTA BUKITTINGGI EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN GUGUK PANJANG KOTA BUKITTINGGI Oleh: WIDYA LAILANY 3310202707 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. JONI HERMANA, MScES,PhD Program Magister Teknik Prasarana

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara September 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI

T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI Oleh: MADE YATI WIDHASWARI NRP. 3310 202 712 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2015 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah 3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah Salah satu sasaran pengelolaan pembangunan air limbah domestik Kota Tangerang yang akan dicapai pada akhir perencanaan ini adalah akses 100% terlayani (universal akses)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA PINANG SUMATERA UTARA KOTA KOTA PINANG ADMINISTRASI Profil Kota Pinang merupakan ibukota kecamatan (IKK) dari Kecamatan Kota Pinang dan merupakan bagian dari kabupaten Labuhan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Secara astronomis Kota Lumajang terletak pada posisi 112 5-113 22 Bujur Timur dan 7 52-8 23 Lintang Selatan. Dengan wilayah seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

Lampiran 2: Hasil analisis SWOT

Lampiran 2: Hasil analisis SWOT LAMPIRANLAMPIRAN Lampiran : Hasil analisis SWOT o Tabel Skor untuk menentukan isu strategis dari isuisu yang diidentifikasi (teknis dan nonteknis) Subsektor Air Limbah Sub Sektor : AIR LIMBAH No. Faktor

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BULELENG BALI KOTA BULELENG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Buleleng merupakan bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Buleleng. Batas-batas administratif kota Buleleng

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA DESKRIPSI PROGRAM UTAMA PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Dampak tersebut harus dikelola dengan tepat, khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Dampak tersebut harus dikelola dengan tepat, khususnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung terus berkembang dengan melakukan pembangunan di segala bidang yang diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan, sehingga menuntut

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI STRATEGI SANITASI KABUPATEN 2013-2017 BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI Monitoring evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Monitoring

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017 Sub Sektor Air Limbah Domestik A. Teknis a. User Interface Review Air Limbah Buang Air Besar Sembarangan (BABS), pencemaran septic tank septic tank tidak memenuhi syarat, Acuan utama Air Limbah untuk semua

Lebih terperinci

W ALIKOTA M AKASSAR PROVINSI SULAW ESI SELATAN

W ALIKOTA M AKASSAR PROVINSI SULAW ESI SELATAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Tabel 3.1: Rekapitulasi Kondisi fasilitas sanitasi di sekolah/pesantren (tingkat sekolah: SD/MI/SMP/MTs/SMA/MA/SMK) (toilet dan tempat cuci tangan) Jumlah Jumlah Jml Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1 BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAMBI JAMBI KOTA JAMBI ADMINISTRASI Profil Wilayah Tabel 1. LUAS WILAYAH KOTA JAMBI No. Kecamatan Luas (Km²) 1. Kota Baru 77,78 2. Jambi Selatan 34,07 3. Jelutung 7,92 4. Pasar

Lebih terperinci

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1 Bab 4 Program dan Kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi 1.1 Ringkasan Program dan Kegiatan Sanitasi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1)

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) Penempatan Pengolahan Air Limbah 1. Pengolahan sistem terpusat (off site) 2. Pengolahan sistem di tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil evaluasi yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pembuangan air limbah di lingkungan permukiman pesisir Kelurahan Tanjung Kecamatan

Lebih terperinci

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu Subsektor Permasalahan Mendesak Rumusan Tujuan Rumusan Sasaran dan Air Limbah Domestik 1 Pencemaran air tanah dan sungai Meningkatkan kinerja SKPD terkait memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Kendari merupakan bagian dari wilayah administrasi dari propinsi Sulawesi Tenggara. Batas-batas administratif

Lebih terperinci

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi BAB IV Strategi Pengembangan Sanitasi Program pengembangan sanitasi untuk jangka pendek dan menengah untuk sektor air limbah domestik, persampahan dan drainase di Kabupaten Aceh Jaya merupakan rencana

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUMATERA UTARA KOTA ADMINISTRASI Profil Kota Kota Percut Sei Tuan merupakan ibukota Kecamatan (IKK) dari kecamatan Percut Sei Tuan yang merupakan bagian dari kabupaten Deli

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI SISTEM SANITASI DAN DRAINASI Pendahuluan O Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah O Air limbah ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan

Lebih terperinci

PENGAWASAN BAB I PEMANTAUAN DAN EVALUASI SPALD

PENGAWASAN BAB I PEMANTAUAN DAN EVALUASI SPALD LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK PENGAWASAN BAB I PEMANTAUAN DAN EVALUASI SPALD A. UMUM

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT Lampiran II. ANALISA SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL JAKARTA A PERAN PEREMPUAN Perempuan sangat berperan dalam pendidikan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA 3.1. ASPEK NON TEKNIS Perumusan Isu strategis berfungsi untuk mengontrol lingkungan baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menguraikan zat organik yang dikandungnya dan menghasilkan gas yang

BAB I PENDAHULUAN. akan menguraikan zat organik yang dikandungnya dan menghasilkan gas yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah Tinja merupakan air limbah yang dalam proses pembusukannya akan menguraikan zat organik yang dikandungnya dan menghasilkan gas yang berbau yang menimbulkan

Lebih terperinci

Pengelolaan Air Limbah Domestik

Pengelolaan Air Limbah Domestik Pengelolaan Air Limbah Domestik Rekayasa Lingkungan Universitas Indo Global Mandiri NORMA PUSPITA, ST.MT. Dasar Hukum UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PP no 82

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1 PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1 Bab 5 Strategi Monitoring dan Evaluasi 1.1 Kerangka Monitoring dan Evaluasi Implementasi SSK Monitoring dapat diartikan sebagai proses rutin pengumpulan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 17 PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 17 PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 17 PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa pembangunan di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA PADANG SIDEMPUAN SUMATERA UTARA KOTA PADANG SIDEMPUAN ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Padang Sidempuan merupakan salah satu kota sedang yang terletak di Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

JENIS DAN KOMPONEN SPALD LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK JENIS DAN KOMPONEN SPALD A. KLASIFIKASI SISTEM PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi menurut WHO adalah pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Program merupakan tindak lanjut dari strategi pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan sebagai rencana tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI RINGKASAN EKSEKUTIF Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (Program PPSP) merupakan program yang dimaksudkan untuk mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pembangunan, sehingga sanitasi

Lebih terperinci

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana

Lebih terperinci

Deskripsi Program/ Kegiatan Sanitasi. Dinas PU Kabupaten Tapanuli Tengah

Deskripsi Program/ Kegiatan Sanitasi. Dinas PU Kabupaten Tapanuli Tengah Deskripsi Program/ Sanitasi Kabupaten Tapanuli Tengah A. Program/ Air Limbah Nama Program/ Pembangunan MCK Komunal - Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BABS dan mempunyai jamban yang aman /

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA RANTAU PRAPAT SUMATERA UTARA KOTA RANTAU PRAPAT ADMINISTRASI Profil Wilayah Luas wilayah Kota Rantau Prapat menurut Data Sarana dan Prasarana Kota adalah seluas 17.679 Ha.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN. Review Penyusunan Masterplan Air Limbah. Menyediakan dokumen perencanaan air limbah domestik skala Kabupaten

DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN. Review Penyusunan Masterplan Air Limbah. Menyediakan dokumen perencanaan air limbah domestik skala Kabupaten Lampiran-5 Sektor Air Limbah Program/Kegiatan DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN Review Penyusunan Masterplan Air Limbah Review dokumen masterplan merupakan suatu tahap awal perbaikan dari perencanaan air limbah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan pengertian dasar pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

PROPINSI SULAWESI TENGGARA PROPINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dalam

Lebih terperinci

Oleh: Desi Farida Nrp

Oleh: Desi Farida Nrp Tesis STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN WOHA KABUPATEN BIMA Oleh: Desi Farida Nrp. 3310 202 710 PROGRAM MAGISTER TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DUMAI RIAU KOTA DUMAI ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Dumai adalah ibu kota Kota Dumai, dengan status adalah sebagai kota administratif dari Kota Dumai. Kota Dumai memiliki

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA KISARAN SUMATERA UTARA KOTA KISARAN ADMINISTRASI Profil Kota Kota Kisaran merupakan ibukota Kabupaten (IKAB) dari Kecamatan Kisaran dan merupakan bagian dari kabupaten Asahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci