BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Menghadapi Kematian 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan didefinisikan oleh Kartono (2005) sebagai suatu kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas dan mempunyai ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005; Maramis, 2016) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberikan sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan jika tidak segera melakukan tindakan maka ego bahaya tersebut akan meningkat sampai ego bisa dikalahkan. Freud (Nevid, 2005) kecemasan dibedakan menjadi tiga yaitu kecemasan realistik, kecemasan neurotik dan kecemasan moral. Kecemasan realistik terjadi apabila individu merasakan adanya bahaya yang mengancam dari luar, misalnya seorang anak yang takut akan kegelapan atau seseorang yang takut akan serangga. Kecemasan neurotik yaitu kecemasan yang menampakkan wujudnya sebagai penyakit, objeknya tidak jelas dan berupa benda-benda atau hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti, misalnya seseorang yang beranggapan akan ada sesuatu yang hebat atau yang menakutkan akan terjadi dan ketakutan yang irrasional (phobia). Kecemasan moral muncul 9

2 10 apabila individu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hal nuraninya, misalnya seseorang yang merasa kecantikannya ditandingi oleh orang lain sehingga timbul sikap dengki dan kebencian. Tampler (Henderson, 2002) menyatakan bahwa kecemasan terjadi ketika seseorang memikirkan kematian. Menurut Belsky (Henderson, 2002) kecemasan menghadapi kematian didefinisikan sebagai pikiran, ketakutan, dan emosi tentang kejadian akhir dari hidup yang dialami individu. Lebih lanjut dijelaskan oleh Maskawaih (Zubair, 2008; Wijayanti dkk, 2012) bahwa kecemasan menghadapi kematian melekat pada orang yang tidak mengetahui apa hakikat mati atau orang yang menyangka bahwa setelah jasmaninya rusak maka dirinya juga akan hilang atau orang yang mengira bahwa alam ini akan terus lestari sedangkan dirinya musnah. Kecemasan menghadapi kematian merupakan hal yang wajar dimana yang hidup akan mati (Zubair, 2008; Wijayanti dkk, 2012). Perkembangan pada usia lanjut berada dalam fase masa dewasa akhir berusia antara 60 tahun keatas, yang mengalami diferensiasi sebagai proses perubahan yang dinamis pada masa dewasa berjalan bersama dengan keadaan menjadi tua (Monks, 2014). Selain itu (Maramis, 2016) mendefinisikan menua sebagai berkurangnya kemampuan organisme untuk mempertahankan diri atau suatu proses kemunduran yang terjadi dalam tahap-tahap akhir dari hidup yang akhirnya mengakibatkan kematian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi kematian yaitu sebagai pikiran, ketakutan, dan emosi tentang

3 11 kejadian akhir dari hidup yang dialami individu, individu dalam hal ini adalah lansia. Selain itu kecemasan menghadapi kematian termasuk dalam jenis kecemasan neurotik yaitu kecemasan yang menampakkan wujudnya sebagai penyakit, objeknya tidak jelas dan berupa benda-benda atau hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. 2. Aspek - Aspek Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia Menurut Nevid (2005) ciri kecemasan diklarifikasi menjadi tiga yaitu ciri fisik, ciri behavioral dan ciri kognitif. a. Ciri fisik merupakan ciri-ciri fisik yang menyertai kecemasan, meliputi: jantung berdebar, keringat dingin, kepala pusing, ujung-ujung jari terasa dingin, sulit tidur, dada sesak, nafsu makan menurun atau hilang, gangguan pencernaan, merasa lemas dan badan terasa kaku. b. Ciri perilaku (behavioral) dari kecemasan seseorang meliputi: bermalasmalasan, menghindar dan perilaku dependen. c. Ciri kognitif seseorang yang mengalami kecemasan meliputi: khawatir tentang sesuatu (sepele), perasaan takut dengan sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, khawatir akan ditinggal sendiri, sulit berkonsentrasi dan ketidakmampuan menghadapi masalah. Menurut Gail (Anissa & Ifdil, 2016) aspek-aspek kecemasan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu aspek perilaku, aspek kognitif dan aspek afektif. a. Aspek perilaku: gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri, melarikan diri dari masalah,

4 12 menghindar dan sangat waspada. b. Aspek kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, hambatan berfikir, bingung, kehilangan objektifitas, takut kehilangan kendali, takut cedera atau kematian dan mimpi buruk. c. Aspek afektif: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan timbul perasaan malu. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kecemasan ada beberapa ciri atau aspek, yaitu ciri behavioral, ciri kognitif, aspek fisik dan aspek afektif. Aspek atau ciri-ciri kecemasan menurut Nevid (2005) ini yang digunakan untuk menjelaskan kecemasan menghadapi kematian pada lansia, karena aspekaspek tersebut lebih rinci untuk mengukur perilaku kecemasan khususnya kecemasan menghadapi kematian. Selain itu, pada penelitian sebelumnya banyak yang menggunakan aspek-aspek ini untuk menjelaskan kecemasan menghadapi kematian, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Maramis (2016). 3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menghadapi Kematian Henderson (2002) mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian seseorang, yaitu : a. Faktor Usia Faktor usia diduga mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian seseorang. Menurut Henderson, saat seseorang menjadi lebih tua dan lebih

5 13 dekat dengan kematian maka akan memiliki tingkat kecemasan terhadap kematian yang lebih tinggi. b. Integritas Ego Integritas ego adalah perasaan utuh pada diri individu ketika individu tersebut mampu menemukan arti atau tujuan hidupnya. Goebel dan Boeck (Henderson, 2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa integritas ego merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dampak lingkungan dimana individu tinggal dengan kecemasan menghadapi kematian. Orang yang tinggal di panti mempunyai tingkat kecemasan menghadapi kematian yang lebih tinggi dari pada orang dengan tingkat integritas ego yang rendah yang tinggal dengan keluarga. c. Kontrol Diri Kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap permasalahan yang berasal dari lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Lebih lanjut dijelaskan orang yang mempunyai kontrol diri akan mampu mengatasi masalah yang berasal dari luar atau eksternal. Henderson menjelaskan orang yang mempunyai kontrol diri rendah cenderung memiliki tingkat stress yang tinggi, khususnya berkaitan dengan persoalan yang tidak terkontrol seperti kematian, sehingga tingkat kecemasan terhadap kematiannya cenderung tinggi. d. Religiusitas Faktor religiusitas mampu mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian. Henderson mengartikan religiusitas sebagai konsistensi seseorang

6 14 dalam menjalankan agamanya. Menurut Kartono (2005) religiusitas memberikan kesadaran pada manusia akan hakikat hidup yang sesungguhnya, disamping merangsang manusia untuk lebih tahan terhadap segala duka dan nestapa, kepedihan serta rutinitas hidup sehari-hari dan tidak lekang dari krisis emosional dan depresi. Semua penderitaan mengandung nilai dan arti tersendiri yang menjadi elemen-elemen konstruktif bagi pembentuk kepribadian manusia. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Henderson (2002) menunjukkan bahwa komunitas yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi mempunyai kecemasan terhadap kematian yang lebih rendah. e. Personal Sense of Fulfillment Personal sense of fulfillment diartikan sebagai kontribusi apa saja yang telah diberikan seseorang dalam mengisi kehidupannya. Kontribusi tersebut terkait dengan seberapa besar kesempatan yang dimiliki seseorang untuk hidup secara penuh. Kehidupan yang demikian berkaitan dengan waktu yang dimiliki seseorang dalam hidupnya, sedangkan kesempatan untuk hidup sepenuhnya berkaitan dengan pencapaian-pencapaian tujuan dalam hidup. Menurut Nevid dkk (2011) kecemasan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : a. Faktor sosial lingkungan, meliputi pemaparan peristiwa yang mengancam dan traumatis yang mengamati respon takut kepada orang lain. b. Faktor biologis, meliputi disposisi genetis ireguaritas dalam fungsi neurotransmitter dan abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya atau yang menghambat tingkah laku reflektif.

7 15 c. Faktor behavioral, meliputi pemasangan stimuli aversif dan stimuli sebelumnya netral. Kelegaan dari kecemasan ini karena melakukan kompulsif atau menghindar terhadap objek atau situasi yang ditakuti. d. Faktor kognitif dan emosional, meliputi konflik psikologis yang tidak terselesaikan. Faktor kognitif ini seperti ketakutan yang berlebihan, keyakinan yang irrasional dan sensitif berlebihan terhadap suatu ancaman. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian adalah faktor usia, integritas ego, kontrol diri, religiusitas, personal sense of fulfillment, faktor sosial lingkungan, faktor biologis, faktor behavioral dan faktor kognitif emosional. Dalam penelitian ini faktor religiusitas digunakan sebagai variabel bebas karena berpengaruh terhadap tingkat kecemasan menghadapi kematian, hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (2006) yang menunjukkan bahwa lansia yang memiliki tingkat religiusitas tinggi akan lebih tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir atau kematian daripada yang kurang religius. B. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas Menurut Glock & Stark (Ancok & Suroso, 2011) religiusitas didefinisikan sebagai bentuk komitmen yang berhubungan dengan keyakinan dan agama yang dapat dilihat melalui aktivitas sehari-hari atau perilaku individu yang bersangkutan pada agama atau keyakinan yang dianutnya. Selain itu religiusitas merupakan internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang

8 16 dan internalisasi disini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik didalam hati ataupun dalam ucapan, kepercayaan ini kemudian diaktualisasikan dalam perubahan tingkah laku sehari-hari (Ancok & Suroso, 2011). Hardjana (2005) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama merujuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, sedangkan religiusitas diartikan sebagai perasaan dan kesadaran akan hubungan atau keterikatan dengan Allah. Religiusitas merupakan pengalaman spiritual manusia dalam hubungan dengan Tuhan mengacu pada pemahaman akan pengalaman manusia dalam mencari kebenaran spiritual dan merupakan suatu tingkat keberagaman (Ancok dan Suroso, 2011). Lebih lanjut dijelaskan orang yang religius adalah orang yang mengkhususkan dan mempersembahkan diri dan hidup seutuhnya demi kepentingan Tuhan. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan spiritual dan bukan hanya berkaitan dengan hal yang nampak dan dapat dilihat mata, namun juga aktivitas yang tidak nampak dan terjadi dalam hati seseorang. Religiusitas merupakan suatu nilai yang akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap, bereaksi dan berperilaku. Nilai tersebut mempunyai peranan penting dalam menentukan sikap dan mengarahkan perilaku dalam setiap individu yang dikenal dengan religiusitas yang merupakan wujud nyata dari kualitas keagamaan individu (Husein, 2000).

9 17 Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas merupakan komitmen yang berhubungan dengan keyakinan dan agama yang dapat dilihat melalui aktivitas sehari-hari atau perilaku individu yang bersangkutan pada agama atau keyakinan yang dianutnya. 2. Aspek-Aspek Religiusitas Menurut Glock & Stark (Ancok dan Suroso, 2011) ada lima dimensi religiusitas: a. Dimensi Keyakinan (Ideologis); pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teoligis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganutnya diharapkan akan taat. b. Dimensi Praktik Agama (Ritualistik); mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek agama ini terdiri dari dua kelas penting yakni ritual dan ketaatan seperti sembahyang, zakat dan taat dalam menjalani puasa. c. Dimensi Penghayatan (Eksperensial); berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan dan persepsi yang dialami seseorang serta berisikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. d. Dimensi Pengalaman (Konsekuensial); mengacu pada identifikasi akibatakibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, tentram

10 18 ketika mendengar ayat kitab suci dan merasa takut berbuat dosa. e. Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual); mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Pengatahuan disini meliputi segala informasi yang berkaitan dengan agama seseorang, seperti pengetahuan tentang kitab suci dan konsep kehidupan beragama lainnya. Pengetahuan seseorang terhadap praktek-praktek keagamaan dan anjuran dalam ajaran agama tentang bagaimana menjalankan kehidupan dengan baik dan bijaksana. Menurut Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1987) ada lima aspek religiusitas yaitu : a. Aspek islam; menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan seperti shalat, puasa, zakat dan haji. b. Aspek iman; keyakinan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para Nabi, mu jizat, hari akhir dan tentang setan. c. Aspek ilmu; pengetahuan seseorang tentang ajaran agamanya seperti pengetahuan fiqih dan tauhid. d. Aspek ikhsan; pengalaman dan perasaan tentang kedekatan dengan Tuhan, perasaan takut jika melanggar larangan Tuhan, ketenangan hidup, perasaan dekat dengan Tuhan, keyakinan menerima balasan dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama. e. Aspek amal; segala tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

11 19 Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada lima dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi penghayatan, dimensi pengalaman dan dimensi pengetahuan agama. Selain itu ada lima aspek religiusitas menurut Kependudukan dan Lingkungan Hidup yaitu aspek islam, aspek iman, aspek ilmu, aspek ikhsan dan aspek amal. Dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark yang digunakan untuk menjelaskan religiusitas yang berkaitan dengan kecemasan menghadapi kematian. Alasannya karena dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark lebih menjelaskan religiusitas dalam berbagai sisi, tidak hanya dalam hal yang tampak namun juga aktivitas yang tidak tampak dan sesuatu yang terjadi dalam hati seseorang.selain itu banyaknya penelitian sebelumnya yang menggunakan aspek-aspek religiusitas menurut Glock dan Stark seperti penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas dkk (2013). C. Hubungan antara Religiusitas dengan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia Religiusitas merupakan komitmen yang berhubungan dengan keyakinan dan agama yang dapat dilihat melalui aktivitas sehari-hari atau perilaku individu yang bersangkutan pada agama atau keyakinan yang dianutnya. Religiusitas mampu memberikan kesadaran pada manusia akan hakikat hidup yang sesungguhnya, disamping merangsang manusia untuk lebih tahan terhadap segala duka dan nestapa, kepedihan serta rutinitas hidup sehari-hari dan tidak lekang dari krisis emosional dan depresi. Menurut Glock & Stark (Ancok dan Suroso, 2011) ada

12 20 lima dimensi religiusitas yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi penghayatan, dimensi pengalaman dan dimensi pengetahuan agama. Individu yang memiliki religiusitas tinggi cenderung akan memiliki tingkat kecemasan rendah, hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Henderson (2002) yang menyatakan religiusitas mampu mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian. Henderson mengartikan religiusitas sebagai konsistensi seseorang dalam menjalankan agamanya. Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah akan cenderung mengalami kecemasan dalam menghadapi kematian, ciriciri kecemasan yang muncul seperti ciri fisik (jantung berdebar, berkeringat, pusing, sulit tidur dan nafsu makan turun), ciri perilaku (sikap menghindar) dan ciri kognitif (khawatir dengan masa yang akan datang, bingung, takut dan selalu bersikap waspada). Lebih lanjut dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Hawari (2004) yang menyatakan individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi akan lebih tabah dan tenang menghadapi kematian. Jalaludin (2000) mengartikan religiusitas adalah serangkaian aturan-aturan dan kewajiban yang dilaksanakan dan mengikat individu atau kelompok hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Religiusitas merupakan pengalaman spiritual manusia dalam hubungan dengan Tuhan mengacu pada pemahaman akan pengalaman manusia dalam mencari kebenaran spiritual dan merupakan suatu tingkat keberagaman (Ancok dan Suroso, 2011). Lebih lanjut dijelaskan orang yang religius adalah orang yang mengkhususkan dan mempersembahkan diri dan hidup seutuhnya demi kepentingan Tuhan.

13 21 Merujuk pada dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 2011) seperti dimensi keyakinan, dimensi penghayatan dan dimensi pengetahuan agama dimana dimensi-dimensi tersebut mengacu pada pengharapan-pengharapan individu yang berpegang teguh pada pandangan teoligis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin yang ada dan memiliki persepsi yang berisikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan tertentu. Pengharapan-pengharapan tersebut juga didasari dengan pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan seperti pengetahuan tentang kitab suci dan tradisi. Dalam kitab suci al-qur an itu sendiri sudah dijelaskan mengenai akan datangnya kematian yang kelak akan dialami oleh semua individu,salah satu ayat al-qur an mengenai kematian tertulis pada Surat Al-Ankabut ayat 57 yang menyatakan Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikmbalikan. Lebih lanjut Glock & Stark (2011) yang menyatakan dengan penghayatan yang maksimal, mampu membuat individu menjadi lebih tenang dan mengurangi berbagai kecemasan yang timbul. Dimana dalam hal ini individu khususnya lansia tidak lagi merasa pusing, nafsu makan stabil, jantung berdetak normal karena secara kognitif lansia tidak lagi merasa takut menghadapi kematian yang kelak akan datang sehingga lansia juga mampu berbaur dengan lingkungan. Oleh karena itu hal ini diharapkan mampu mengurangi kecemasan yang dialami oleh individu khususnya lansia dalam hal menghadapi kematian. Dimensi praktik agama mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yamg dilakukan sebagai upaya untuk menunjukkan komitmen terhadap agama

14 22 yang dianutnya seperti sembahyang, mengaji, zakat dan puasa Glock & Stark (Ancok & Suroso, 2011). Dalam hal ini ketika individu mengamalkan dimensi praktik agama dengan baik seperti membaca atau mendengarkan ayat-ayat suci alqur an diharapakan mampu mengurangi individu tersebut dalam hal menghadapi kematian. Misalnya ketika individu membaca atau mendengarkan ayat-ayat alqur an hatinya menjadi lebih tenang, mampu membuat individu mengurangi gejala kecemasan yang ada seperti berkurangnya keringat dingin, meningkatnya nafsu makan dan perncernaan normal. Selain itu ketika membaca atau mendengarkan ayat-ayat al-qur an memberikan efek yang mengacu pada ketenangan batin, lansia tidak lagi berpikir bahwa kematian sesuatu yang menakutkan. Dengan begitu lansia mampu menyikapi sebuah kematian dengan wajar dan mampu beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sholikah (2014) yang menyatakan terapi mendengarkan ayat-ayat al-qur an mampu menurunkan kecemasan yang dialami oleh lansia, yang artinya ketika lansia mampu untuk memahami ayat-ayat alqur an dengan baik maka lansia tersebut juga mampu memaknai tujuan hidupnya, memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ketika lansia hidup di dunia akan memiliki tujuan akhir yang tidak lain adalah kematian. Dimensi pengalaman menjadi dimensi yang paling kompleks karena mengacu pada identifikasi akibat-akibat adanya keyakinan agama, praktik agama, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari seperti misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa tentram ketika mendengar ayat suci al-qu an dan merasa takut ketika berbuat dosa. Selain itu menurut Glock & Stark (Ancok &

15 23 Suroso, 2011) ketika penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai agama meningkat maka akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas dan mengacu pada ketenangan batin, dengan begitu diharapkan hal ini mampu mengurangi kecemasan yang dihadapi oleh lansia tersebut khusunya kecemasan menghadapi kematian. Zubair (Wijayanti dkk, 2012) menjelaskan bahwa kecemasan menghadapi kematian merupakan sesuatu yang wajar, namun kecemasan memiliki dampak yang negatif khususnya bagi lansia. Sehingga kecemasan khususnya dalam menghadapi kematian harus dihilangkan, misalnya lansia tidak lagi mengalami gangguan pencernaan ketika memikirkan kematian, dada tidak lagi terasa sesak dan tidak lagi mengalami sulit tidur ketika memikirkan apapaun yang berkaitan dengan kematian. Hal ini bisa terjadi ketika lansia menganggap kematian sesuatu hal yang wajar dan pasti akan dialami oleh semua individu sehingga lansia mampu meyikapinya dengan tenang dan besar hati. Lebih lanjut hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hannan (2014) yang menunjukkan hasil bahwa dzikir khafi mampu menurunkan kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Penelitian lain dilakukan oleh Larasati dan Saifudin (2014) yang menunjukkan bahwa pemberian terapi musik religi mampu mengurangi kecemasan yang dialami oleh lansia khususnya kecemasan dalam menghadapi kematian, dimana lirik dalam lagu religi tersebut mampu memberikan ketenangan dan mendorong seseorang untuk berbuat baik sesuai dengan lirik yang didengarkan. Berdasarkan penjabaran diatas peneliti berasumsi bahwa religiusitas berhubungan dengan kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Hal tersebut

16 24 juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas dkk (2013) menunjukkan terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi tutup usia pada lanjut usia di Kelurahan Jebres Surakarta, jadi semakin tinggi religiusitas seseorang semakin rendah kecemasan menghadapi tutup usia. C. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi kematian pada lansia di Balai Rehsos Wiloso Wredo. Semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi kematian pada lansia, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi kematian pada lansia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 12 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Suatu keadaan yang mengancam keberadaan kehidupan seseorang, akan menimbulkan suatu perasaan yang tidak menyenangkan pada diri orang tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Objective Structured Clinical Examination (OSCE) Uji Kompetensi

BAB V PEMBAHASAN. Objective Structured Clinical Examination (OSCE) Uji Kompetensi BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden merasakan bahwa Objective Structured Clinical Examination (OSCE) Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Perilaku Keagamaan Bipolar Disorder yayuk sunarsih Yayuk sunarsih lahir di kota kediri pada tanggal 27 juli 1986 dimana ia berasal dari keluarga yang sederhana. Yayuk memiliki keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi 1. Pengertian Religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan pada dasarnya menyertai di setiap kehidupan manusia terutama bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. Sebenarnya kecemasan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sejalan dengan tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, maka jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan analisis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini bukan hanya mengenai ekonomi, keamanan dan kesehatan, tetapi juga menurunnya kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya wanita tidak mungkin lepas dari menopause, karena menopause merupakan peristiwa yang pasti akan dialami oleh setiap wanita dan tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi sekarang ini melakukan tindakan kekerasan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi sekarang ini melakukan tindakan kekerasan merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sekarang ini melakukan tindakan kekerasan merupakan hal yang biasa terjadi dimana-mana, seperti mengamuk ataupun merusak, kita dapat melihat banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan

Lebih terperinci

Dengan Nama Allah Azza wa Jalla

Dengan Nama Allah Azza wa Jalla Dengan Nama Allah Azza wa Jalla Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di permukaan bumi. Perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komitmen beragama pada remaja dengan orang tua berbeda agama. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya dengan seluruh kemampuan

Lebih terperinci

Jenis-jenis Kecemasan

Jenis-jenis Kecemasan Jenis-jenis Kecemasan Ada tiga klasifikasi jenis kecemasan yaitu klasifikasi menurut sumber kecemasan, klasifikasi berdasarkan lamanya sifat itu menetap, klasifikasi berdasarkan dampak kecemasan. Klasifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive 121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka di sini peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Alkitab, 2007). Setiap manusia memiliki keunikannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebahagiaan juga meliputi penilaian seseorang tentang hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. itu kebahagiaan juga meliputi penilaian seseorang tentang hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Umumnya manusia dalam kehidupannya mencari ketenangan dan kebahagiaan, tetapi apa bahagia itu, dimana tempatnya, bagaimana cara memperolehnya, hampir semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, ras, golongan dan agama. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama.

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Definisi Kecemasan Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian.kecemasan sebagai dampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Berupa rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Saat ini. 47,7% remaja sering merasa cemas (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Berupa rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Saat ini. 47,7% remaja sering merasa cemas (Depkes, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya

Lebih terperinci

PERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA PERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA Dwi Nastiti Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo email: nastitidwi19@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia tengah gencar melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik peningkatan sarana prasarana,

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1 Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah 1,2,3 Jurusan Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan fisiologis seperti perasaan takut dan berdebar saat akan menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan fisiologis seperti perasaan takut dan berdebar saat akan menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan dan merupakan gejala yang normal apabila tidak mengganggu kegiatan pada manusia. Kecemasan dibagi dua, kecemasan fisiologis

Lebih terperinci

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE 1. Psikologis, ditunjukkan dengan adanya gejala: gelisah atau resah, was-was atau berpikiran negatif, khawatir atau takut, merasa akan tertimpa bahaya atau terancam,

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

Pengantar Psikologi Abnormal

Pengantar Psikologi Abnormal Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIDAN DAN PEMBAHASAN. yang sedang mengerjakan Skripsi. Kuesioner yang disebar sebanyak 80

BAB IV HASIL PENELITIDAN DAN PEMBAHASAN. yang sedang mengerjakan Skripsi. Kuesioner yang disebar sebanyak 80 BAB IV HASIL PENELITIDAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Prodi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet Pada Mahasiswi 1. Pengertian perilaku diet pada mahasiswi Gunarsa (1993, h. 19) mengatakan bahwa rentangan usia remaja berlangsung antara 12-21 tahun, yang dibagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Motivasi berprestasi A. Motivasi Berprestasi Menurut Soekidjo (2009: 117), secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Bersalah 1. Pengertian Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara moral normatif yang dilakukan oleh pelanggar yang nantinya akan menderita

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Dewasa Awal. yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Dewasa Awal. yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adolescenceadolescere yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAGI PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Fisik dan psikis adalah satu

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TERAPI RUQYAH PADA PENDERITA GANGGUAN JIN

BAB IV ANALISIS TERHADAP TERAPI RUQYAH PADA PENDERITA GANGGUAN JIN BAB IV ANALISIS TERHADAP TERAPI RUQYAH PADA PENDERITA GANGGUAN JIN A. Efektifitas Terapi Ruqyah Gangguan Jin Terhadap Kesehatan Jiwa Jama ah Qolbun Salim Banyaknya penyakit yang dialami oleh manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

MANUSIA DAN KEGELISAHAN

MANUSIA DAN KEGELISAHAN Nama : Musafak NPM : 35412164 Kelas : 1ID08 A.Pengertian Kegelisahan : 1 Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas.

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Mohon pilih yang sesuai dengan identitas Anda, dengan cara melingkarinya. Apakah Anda Mahasiswa Fak. Psikolgi Unika? Apa Anda telah menempuh masa kuliah lebih dari lima tahun? Apakah Anda Tidak pernah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KecemasanPada Mahasiswa Dalam Menyusun Proposal Skripsi 2.1.1 Pengertian kecemasanmahasiswa dalam menyusun proposal Skripsi Skripsi adalah tugas di akhir perkuliahan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penerimaan Diri 2.1.1. Definisi Penerimaan Diri Penerimaan diri adalah sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang atlet diperlukan kerja keras dari awal sampai akhir, seperti persiapan saat latihan yang keras, mempersiapkan kondisi fisik dan tubuh mereka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada data yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci