D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk menempatkan kapal, melakukan bongkar muat barang, dan untuk tempat keluar masuknya penumpang. Dermaga juga digunakan untuk kegiatan pengisian bahan bakar untuk kapal, pengisian air minum, pengisian air bersih, pembuangan air kotor, dan kegiatan lainnya yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan. Jenis dermaga disesuaikan dengan ukuran dan jenis kapal yang merapat pada dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat halaman yang luas. Di halaman ini terdapat apron, gudang transit, tempat bongkar muat barang dan jalan. Apron adalah daerah yang terletak diantara sisi dermaga dan sisi depan gudang dimana terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat. Gudang transit digunakan untuk menyimpan barang sebelum bisa diangkut oleh kapal atau setelah dibongkar dari kapal dan menunggu pengangkutan ke daerah yang dituju. Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu quay wall, dan dolphin atau jetty. Dermaga tipe dolphin adalah dermaga dengan tempat sandar kapal berupa dolphin diatas tiang pancang. Dermaga ini biasa digunakan dilokasi dengan keadaan pantai yang landai, diperlukan jembatan yang biasa disebut trestel sampai dengan kedalaman yang dibutuhkan. Jembatan untuk penghubung dermaga dan daratan ini dapat menggunakan jembatan yang ditopang menggunakan sederet tiang pancang atau dapat menggunakan timbunan material seperti batuan dan tanah yang biasa disebut causeway. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-1

2 Gambar 2.1 Tampak samping dan tampak atas contoh dermaga Pemilihan Tipe Dermaga Dermaga dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu. Pemilihan tipe dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal, arah gelombang dan arah angin, kondisi topografi dan tanah dasar laut, dan paling penting adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan yang lebih ekonomis. Pemilihan tipe di dasarkan pada tinjauan berikut: 1. Tinjauan topografi Di perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan yang besar. Sedangkan di lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier dengan menggunakan pemancangan tiang di perairan yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-2

3 2. Jenis kapal yang dilayani Dermaga yang melayani kapal minyak dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang potongan (general cargo), karena dermaga tersebut tidak membutuhkan peralatan bongkar muat barang yang besar (kran), jalan kereta api, gudanggudang dan yang lainnya. Untuk melayani kapal tersebut penggunaan pier akan lebih ekonomis. Dermaga yang melayani barang potongan dan peti kemas menerima beban yang besar di atasnya, seperti kran, barang yang dibongkar-muat, dan peralatan transportasi (kereta api,truk) akan lebih baik dengan menggunakan dermaga tipe wharf Jetty Jetty adalah dermaga apung yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap garis pantai. Jetty dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi atau kedua sisinya. Jetty berbentuk jari lebih efisien karena dapat digunakan untuk kapal merapat pada kedua sisinya untuk panjang dermaga yang sama. Gambar 2.2 Jetty berbentuk T Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-3

4 Gambar 2.2 Jetty berbentuk L Banyak macam penghubung jetty seperti trestle yang terbuat dari jajaran tiang pancang, ataupun trestle yang terbuat dari kayu. Namun pada bahasan tugas akhir ini, penghubung yang digunakan untuk mencapai jetty adalah timbunan konstruksi causeway. Gambar 2.3 Jetty berbentuk T menggunakan penghubung causeway Causeway Causeway adalah timbunan material yang melintang sepanjang badan air atau lahan yang digunakan sebagai jalan penghubung untuk menuju dermaga. Timbunan tersebut berguna untuk membuat permukaan berada pada elevasi yang cukup tinggi agar terhindar dari limpasan air. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-4

5 2.1.4 Penggunaan Konstruksi Causeway untuk Akses Dermaga Dermaga dengan tipe jetty memerlukan penghubung untuk menuju darat dikarenakan dermaga ini bisa berada di perairan dangkal sehingga lokasi dermaga tidak bisa ditempatkan beredekatan dengan garis pantai. Akses penghubung yang biasa digunakan ialah jembatan yang biasa dinamakan approach trestle. Sumber : Gambar 2.4 Dermaga tipe jetty dengan menggunakan akses penguhubung trestle. Konstruksi trestle ini tidak ekonomis karena pekerjaan ini memerlukan beberapa elemen yaitu terdiri dari tiang pancang, balok, plat dan elemen pelengkap lainnya. Terlebih lagi lokasi yang berada di pulau obi sehingga sulit dijangkau dan biaya mobilisasi bahan dan keperluan lainnya akan menambah biaya kerja, sehingga pekerjaan ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Sumber : Gambar 2.5 Reklamasi causeway Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-5

6 Oleh karena itu, penggunaan konstruksi causeway akan lebih ekonomis dan efisien, dikarenakan material untuk timbunan konstruksi causeway berada tidak jauh dari tempat pelaksanaan konstruksi dan material tersebut tidak membutuhkan banyak biaya selain biaya mobilisasi dari lokasi material tersebut sampai ke lokasi pekerjaan konstruksi. 2.2 Perencanaan Causeway Beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan perencanaan causeway pada lapangan adalah sebagai berikut : Parameter Tanah Kekuatan geser tanah Teori stabilitas lereng Kriteria pembebanan dermaga Parameter Tanah Dari sudut pandang teknis, tanah dapat digolongkan kedalam beberapa macam jenis berikut ini : Batu Kerikil (Gravel) Pasir (Sand) Lanau (Silt) Lempung (Clay) : - anorganik - organik Komposisi batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahanbahan yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak kohesif, sedang golongan lanau dan lempung dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahanbahan kohesif. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-6

7 a. Batu Kerikil dan Pasir Golongan batu ini terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butir-butir kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan batu, namun ada pula yang terdiri dari satu macam zat mineral, terutama kwarsa. Dalam beberapa kasus, hanya terdapat satu ukuran atau seragam. Pada kasus lainnya, terdapat susunan yang mencakup dari butir terkecil hingga yang paling besar, butiran ini disebut komposisi bergradasi baik. b. Lanau Lanau adalah bahan peralihan antara lempung dan pasir halus, kurang plastis dan lebih mudah untuk teraliri air. c. Lempung Lempung terdiri dari butir-butir kasar yang sangat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi. Adanya kohesi menunjukkan komposisi lempung melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk komposisi tersebut tidak akan kembali kebentuk aslinya apabila telah dirubah namun tidak terjadi retak pada komposisi tanah tersebut Klasifikasi tanah berdasarkan data sondir Data tekanan conus (q c ) dan hambatan pelekat (f s ) yang didapatkan dari hasil pengujian sondir dapat digunakan untuk menentukan jenis tanah seperti yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 : Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-7

8 Tabel 2.1 Klasifikasi tanah dari data sondir Hasil Sondir Klasifikasi q c f s Humus, lempung sangat lunak Pasir kelanauan lepas, sangat lepas Lempung lembek, lempung kelanauan Kerikil lepas Pasir lepas Lempung atau lempung kelanauan Lempung Pasir kelanauan, pasir agak padat Lempung atau lempung kelanauan Kerikil berpasir lepas Pasir padat, pasir kelanauan atau lempung padat dan lempung kelanauan 3.0 Lempung kekerikilan Pasir padat, pasir kekerikilan, pasir kasar, pasir kelanauan, padat Sumber : Buku Mekanika Tanah, Braja M.das Jilid 1 Hubungan antara konsistensi terhadap tekanan conus dan undrained cohesion adalah sebanding dimana semakin tinggi nilai c dan q c maka semakin keras tanah tersebut. Seperti yang terlihat dalam tabel 2.2 : Tabel 2.2 Hubungan antara konsistensi dengan tekanan conus Konsistensi Tanah Tekanan Konus qc (kg/cm²) Undrained Cohesion c (T/m²) Very Soft <2.50 <1.25 Soft Medium Stiff Stiff Very Stiff Hard >40 >20.0 Sumber : Begeman 1965 Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-8

9 Begitu pula hubungan antara kepadatan dengan relative density, nilai N- SPT,q c dan adalah seimbang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Hubungan antara kepadatan,, nilai N-SPT, qc, dan sudut geser tanah Kepadatan Relatif Tekanan Sudut Nilai N- Density Konus qc Geser SPT ( (kg/cm²) ( ) Very Loose (sangat lepas) <0.2 <4 <20 <30 Loose (lepas) Medium Dense (sedang) Dense (padat) Very Dense (sangat padat) >50 >200 >45 Hard >40 >20.0 Sumber : Mayerhof Sudut Geser Dalam Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser dalam. Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah dengan direct shear test. Hubungan anatara sudut geser dalam dan jenis tanah ditunjukkan pada tabel 2.4 : Tabel 2.4 Hubungan antara konsistensi dengan tekanan conus Kepadatan Sudut Geser Dalam( ) Kerikil Kepasiran Kerikil Kerakal Pasir Padat Pasir Lepas 30 Lempung Kelanauan Lempung Sumber : Buku Mekanika Tanah, Braja M.das Jilid 1 Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-9

10 Kohesi Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor keaman dari yang direncanakan. Nilai ini didapat dari pengujian direct shear test Kekuatan Geser Tanah Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas lereng, harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat ketahanan geser tanah tersebut. Kekuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng Kriteria Keruntuhan Menurut Mohr-Coulomb Menurut Mohr (1980) keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, bukan hanya karena salah satu tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Hubungan antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan dengan persamaan (2-1) seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. = f (2-1) dimana : = kekuatan geser = tegangan Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-10

11 Namun garis keruntuhan yang dinyatakan oleh persamaan (2.1) di atas sebenarnya berbentuk garis lengkung seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.7. Garis lengkung tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang akan menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan geser, dan hubungan ini disebut sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Menurut Coulomb (1776) persamaannya adalah : = c + σ tan (2-2) dimana : c = kohesi = sudut geser internal = tegangan Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.6 Bidang keruntuhan menurut Mohr Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-11

12 Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.7 Garis Keruntuhan Mohr dan hokum keruntuhan dari Mohr-Coulumb Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 apabila garis keruntuhan berada dititik A, maka keruntuhan geser tidak akan terjadi pada bidang tersebut. Tetapi apabila tegangan normal dan geser yang bekerja pada suatu bidang yang lain berada di titik B yang tepat berada di garis keruntuhan, maka keruntuhan geser akan terjadi. Namun apabila garis keruntuhan berada di titik C, sudah pasti keruntuhan geser sudah terjadi sebelumnya Kemiringan Bidang Keruntuhan Akibat Geser Untuk menentukan kemiringan bidang keruntuhan dengan bidang utama besar (major principal plane), dengan bidang keruntuhan membentuk sudut, maka harga tegangan normal dan geser pada bidang tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan (2-3) dan (2-4). (2-3) dan (2-4) Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-12

13 Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut maka akan menghasilkan persamaan : (2-5) dimana : = tegangan utama besar = tegangan utama kecil Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.8 Kemiringan bidang keruntuhan dengan bidang utama besar didalam tanah Garis keruntuhan yang dinyatakan oleh persamaan = c + σ tan menyinggung lingkaran Mohr pada titik X yang bisa dilihat pada gambar 2.5. Jadi keruntuhan geser pada bidang tersebut dapat dinyatakan dengan jari-jari OX, dan bidang tersebut akan membentuk kemiringan sudut dengan harga : (2-6) Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-13

14 Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.9 Lingkaran Mohr dan garis keruntuhan Apabila harga dimasukkan kedalam persamaan (2-5) dan kemudian disederhanakan maka akan menghasilkan : ( ) ( ) (2-7) dimana : = tegangan utama besar = tegangan utama kecil = sudut geser internal (kondisi drained) Hukum Keruntuhan Geser Pada Tanah Jenuh Air Pada tanah jenuh air, tegangan normal total adalah : σ = + u (2-8) jadi : = c + tan (2-9) Tanah yang memiliki nilai c nol hanya pasir dan lanau anorganik, Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi-normal, harga c juga dapat dianggap nol. Namun untuk tanah lempung terkonsolidasi lebih, harga c yang dimiliki pasti > 0. Lalu harga yang umum dijumpai pada tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-14

15 Tabel 2.5 Harga-harga yang umum dari sudut geser internal dengan kondisi drained untuk pasir dan lanau. Tipe Tanah (deg) Pasir : butiran bulat Renggang / Lepas Menengah Padat Pasir : butiran bersudut Renggang / Lepas Menengah Padat Kerikil Bercampur Pasir Lanau Sumber : Braja M.Das Stabilitas Lereng Suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu terhadap bidang horizontal dan tidak dilindungi disebut sebagai lereng tak tertahan. Lereng ini bisa terbentuk alamiah atau dibuat untuk tujuan pembangunan tertentu. Bila permukaan tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan lereng akan menyebabkan tanah bergerak ke arah bawah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 dan Gambar Zona Kelongsoran Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.10 Kelongsoran pada lereng bertanah kohesif Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-15

16 Zona Kelongsoran Sumber : Braja M.Das 1985 Gambar 2.11 Kelongsoran pada lereng bertanah non-kohesif Dalam menghitung stabilitas lereng khususnya yang dibahas disini adalah stabilitas dari lereng timbunan, perlu memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan kelongsoran lereng tersebut. Faktor yang perlu dilakukan tersebut adalah menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk sepanjang permukaan retak yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari tanah yang bersangkutan, dan proses ini dinamakan analisis stabilitas lereng Jenis-jenis Kelongsoran Akibat ketidakstabilan lereng menurut Giani (1992) dapat berupa longsoran, runtuhan, guguran, aliran dan kombinasi dari berbagai gerak tersebut. Jenis-jenis gerakan kelongsoran tanah yang biasanya terjadi selama ini adalah : Kelongsoran translasi Kelongsoran translasi merupakan peristiwa yang terjadi pada bidang lemah. Umumnya terjadi pada tanah berbutir kasar. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-16

17 Sumber : Broms 1975 Gambar 2.12 Kelongsoran translasi Kelongsoran rotasi Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran berupa busur lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen, dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang tidak homogen. Sumber : Broms 1975 Gambar 2.13 Kelongsoran rotasi Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-17

18 Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi : Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada umumnya disebabkan karena terdapatnya suatu lapisan lunak pada lapisan atas tanah yang keras. Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan kelongsorannya sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng. Kelongsoran ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan bidang kelongsorannya melalui ujung kaki lereng. Sumber : Broms 1975 Gambar 2.14 Jenis-jenis kelongsoran rotasi Kelongsoran kombinasi Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada batuan yang sudah lapuk. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-18

19 Sumber : Broms 1975 Gambar 2.15 Kelongsoran kombinasi Jatuhan bebas Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Sumber : Broms 1975 Gambar 2.16 Kelongsoran jatuhan bebas Jungkiran Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai banyak kekar atau garis putus-putus. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-19

20 Sumber : Broms 1975 Gambar 2.17 Kelongsoran jungkiran Aliran Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti perilaku air mengalir, dimana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih rendah bersama air. Sumber : Broms 1975 Gambar 2.18 Kelongsoran aliran Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-20

21 Definisi Faktor Keamanan Terhadap Longsor Faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara kekuatan geser tanah terhadap kekuatan geser yang diterima sepanjang bidang tanah. Hal ini bisa dituliskan : (2-10) Dimana Fs = angka keamanan τ f = kekuatan geser tanah τ d = kekuatan geser yang diterima sepanjang bidang Sedangkan untuk kekuatan geser tanah sendiri terdiri dari kohesi dan geseran, hal ini bisa dituliskan seperti pada persamaan (2-2) : τ f = c + σ tan ϕ dimana : c = kohesi σ = tegangan normal ϕ =sudut geser tanah Persamaan diatas juga berlaku untuk kekuatan geser yang diterima sepanjang bidang, τ d = c d + σ tan ϕ d (2-11) c d = kohesi ϕ d =sudut geser tanah yang bekerja sepanjang bidang Dari perbandingan kedua persamaan diatas, bila ϕ d bervariasi dan ϕ konstan. Bisa diamati : Sudut Geser Faktor Keamanan Kondisi Lereng ϕ d < ϕ FS > 1 Stabil ϕ d = ϕ FS = 1 Labil / kritis ϕ d > ϕ FS < 1 Runtuh Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-21

22 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Tinggi Terbatas dengan (Metode Culman) Analisis ini didasarkan pada anggapan bahwa kelongsoran suatu lereng terjadi sepanjang bidang, bila tegangan geser rata-rata yang dapat menyebabkan kelongsoran lebih besar dari kekutan geser tanah. Bidang yang paling kritis adalah bidang yang dimana rasio antara tegangan geser rata-rata dengan kekuatan geser rata-rata yang menyebabkan kelongsoran adalah minimum. Gambar 2.19 menunjukan suatu lereng dengan tinggi H. Kemiringan lereng terhadap bidang horisontal adalah. Bidang longsor yang ditinjau adalah bidang AC. Lalu berat bagian longsoran adalah ABC = W. * + (2-12) Komponen-komponen W yang tegak lurus dan sejajar terhadap bidang AC adalah sebagai berikut : = komponen yang tegak lurus bidang = W cos * + (2-13) Sumber : Braja M.das1985 Gambar 2.19 Analisis lereng dengan tinggi terbatas metoda Culman = komponen yang sejajar bidang = W cos Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-22

23 * + (2-14) Tegangan normal (tegangan yang tegak lurus bidang) rata-rata dan tegangan geser pada bidang AC diberikan sebagai berikut : = tegangan normal rata-rata = = ( ) dan * + (2-15) = tegangan normal rata-rata = = ( ) * + (2-16) Tegangan geser perlawanan rata-rata yang terbentuk sepanjang bidang AC dapat dinyatakan dengan persamaan (2-11). τ d = c d + σ tan ϕ d Namun harga σ memakai persamaan (2-15) sehingga : τ d = c d + * +. tan ϕ d (2-17) Dari persamaan (2-16) dan persamaan (2-17) didapatkan : c d = * + (2-18) Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-23

24 dimana : = Berat bagian ABC = Tinggi = Komponen yang tegak lurus bidang = Komponen yang sejajar bidang = Kemiringan lereng terhadap bidang horisontal = Sudut Persamaan (2-18) ini diturunkan dari bidang longsor percobaan AC. Selanjutnya dalam menentukan bidang longsor yang kritis bisa diterapkan prinsip maksimal dan minimal (untuk harga Ø d tertentu) untuk mendapatkan sudut di mana kohesi yang bekerja (c d ) akan maksimum. Jadi, penurunan pertama dari c d terhadap dibuat sama dengan nol atau : = 0 (2-19) Mengingat dalam persamaan (2-18) adalah tetap, maka : =[ ] (2-20) Penyelesaian persamaan (2-20) memberikan harga kritis dari atau (2-21) Dengan memasukkan harga didapatkan : ke dalam persamaan (2-18) maka c d = * + (2-22) Tinggi maksimum dari lereng di mana keseimbangan kritis terjadi dapat ditentukan dengan memasukkan c d = c, dan = ke dalam persamaan (2-22). Sehingga : cr = * + (2-23) dimana : cr = Tinggi kritis lereng Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-24

25 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Cara Prosedur Massa Dengan tanah dianggap homogen pada Gambar Kekuatan geser tanah dianggap dalam keadaan undrained (air pori dijaga agar tidak keluar) dari tanah dianggap tetap dengan kedalaman dan diberikan sebagai τ f = C u. Analisis stabilitas lereng dapat dilakukan dengan memilih suatu potensi bidang longsor yaitu AED yang merupakan busur lingkaran berjari-jari = r, dan pusat lingkaran terletak pada O. Dengan memperhatikan satuan tebal yang tegak lurus pada bagian yang akan ditinjau, maka berat tanah yang berada diatas lengkung (kurva) AED dapat diketahui melalui W = W 1 + W 2, dengan : W 1 = (luasan FCDEF) x ( W 2 = (luasan ABFEA) x ( Keruntuhan lereng mungkin terjadi karena massa tanah yang menggelincir. Momen gaya yang mendatang terhadap titik O yang menyebabkan ketidak setabilan lereng adalah : M 1 = W 1 l 1 + W 2 l 2 (2-24) Dimana : l 1 dan l 2 adalah lengan momen Sumber : Braja M.das1985 Gambar 2.20 Analisis stabilitas lereng denga cara prosedur massa dalam tanah lempung yang homogen ( ) Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-25

26 Perlawanan terhadap kelongsoran berasal dari kohesi yang bekerja sepanjang bidang gelincir. Bila C d adalah kohesi yang dibutuhkan untuk terbentuk, maka momen gaya perlawanan terhadap titik O adalah : (2-25) dimana : = Momen perlawanan = Momen dorong = Jari-jari lingkaran kelongsoran Untuk keseimbangan, ; jadi, atau = W 1 l 1 + W 2 l 2 (2-26) Angka keamanan terhadap kelongsoran didapatkan sebagai : (2-27) dimana : = Angka keamanan terhadap kekuatan = Tegangan geser = Kohesi untuk kondisi undrained = Kohesi yang dibutuhkan Untuk kasus lingkaran kritis, besar kohesi yang dibutuhkan dapat dinyatakan dengan hubungan menurut Fellenius (1927) dan Taylor (1937) berikut. atau dimana : (2-28) m = Angka stabilitas Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-26

27 Besaran m di sebelah kanan persamaan (2-28) adalah bilangan tak berdimensi, dan mengacu sebagai angka stabilitas (stability number). Selanjutnya tinggi kritis (yaitu, =1) lereng ini dapat dievaluasi dengan menggantikan H= cr dan pada persamaan (2-28) maka harga angka stabilitas m, untuk lereng dengan bermacam-macam sudut kemiringan diberikan dalam Gambar Terzaghi merupakan istilah, kebalikan dari m, dan disebut juga sebgai faktor stabilitas (stability factor). Tetapi Gambar 2.21 hanya berlaku untuk lereng dari tanah lempung yang jenuh dan hanya berlaku untuk keadaan undrained (air pori dijaga agar tidak keluar), pada saat Lingkaran ujung dasar lereng Lingkaran titik tengah Lingkaran lereng (a) Sumber : Braja M.das1985 Gambar 2.21 Definisi dari parameter-parameter untuk tipe keruntuhan lereng lingkaran titik (b) tengah (midpoint circle)(a), dan grafik hubungan antara angka stabilitas dengan sudut kemiringan lereng (digambar lagi setelah terzaghi dan peck, 1976) (b). Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-27

28 Fellenius (1927) menyelidiki juga masalah lingkaran ujung dasar lereng yang kritis dari lereng dengan. Letak titik pusat lingkaran dengan ujung dasar talud dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.22 dan tabel 2.6. Tabel 2.6 Kohesi dari pusat lingkaran unjung dasar lereng ( (derajat) (derajat) (derajat) 1, ,5 33, ,0 26, ,0 18, ,0 11, Sumber : Braja M.das1985 Untuk notasi,, bisa didapatkan dari Gambar Sumber : Braja M.das1985 Gambar 2.22 Kohesi dari pusat lingkaran kritis untuk Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-28

29 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Cara Metoda Irisan Bishop yang Disederhanakan Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Cara ini dapat dikerjakan dengan memperhatikan analisis lereng yang diberikan dalam Gambar Gaya-gaya yang bekerja pada irisan nomor n, yang ditunjukkan dalam Gambar 2.23 b, digambarkan dalam Gambar 2.25 a. Apabila : ( ) (2-29) Didalam Gambar 2.25 b menunjukkan polygon gaya untuk keseimbangan dari irisan nomor n, Jumlahkan gaya dalam arah vertikal. atau : * + sin (2-30) (2-31) Untuk kesetimbangan blok ABC Gambar 2.23 a, ambil momen terhadap O dengan : (2-32) (2-33) Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-29

30 Dengan memasukkan persamaan (2-31) dan (2-33) ke dalam persamaan (2-32), didapatkan : F s (2-34) dengan : (2-35) menjadi : Untuk penyederhanaan, maka maka persamaan (2-34) berubah F s (2-36) dimana : b n = Angka keamanan terhadap kekuatan = Berat = Kohesi = lebar potongan = Perbandingan antara jarak perpotongan lingkaran titik tengah kritis terhadap ujung dasar lereng dan tinggi lereng = Sudut = Gaya horisontal pada sisi irisan Dikarenakan nilai berada di kedua sisi persamaan (2-36), maka perlu dilakukannya trial and error untuk mendapatkan nilai tersebut. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-30

31 (a) (b) Sumber : Braja M.das 1985 Gambar 2.23 Analisa stabilitas dengan metoda irisan yang biasa : Permukaan bidang yang dicoba (a) ; gaya yang bekerja pada irisan nomor n (b). Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-31

32 Sumber : Braja M.das 1985 Gambar 2.24 Analisa stabilitas dengan metoda irisan yang biasa untuk lereng pada tanah berlapis (a) (b) Sumber : Braja M.das 1985 Gambar 2.25 Metoda irisan menurut Bishop yang sudah disederhanakan: Gaya-gaya yang bekerja pada irisan nomor n (a), polygon gaya untuk keseimbangan (b). Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-32

33 Sumber : Braja M.das 1985 Gambar 2.26 Variasi dengan (tan )/ dan Kriteria Pembebanan Dermaga Dalam mendesain suatu dermaga atau pelabuhan, diperlukannya desain konstruksi causeway yang baik. Dalam proses mendesain konstruksi penghubung dermaga tersebtu, diperlukannya menentukan beban yang terjadi pada konstruksi tersebut. Pembebanan konstruksi causeway ini terbagi atas beban vertikal, beban horizontal, dan beban gempa. Berikut ini penjelasan pembebanan tersebut. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-33

34 Beban Vertikal Beban vertikal pada konstruksi causeway terdiri dari : Beban mati (berat sendiri) (DL) Beban mati merupakan beban-beban mati yang secara permanen membebani konstruksi yaitu beban timbunan causeway itu sendiri dan termasuk segala unsur tambahan yang merupakan satu kesatuan dengannya. Beban hidup merata akibat muatan (LL) Adalah beban merata yang diakibatkan oleh beban semua muatan tidak tetap yang berada di atas konstruksi causeway kecuali beban gempa, beban angin dan pengaruh-pengaruh khusus seperti selisih suhu, susut, dan lain-lain. Beban hidup ini merupakan beban pejalan kaki serta beban kendaraan bermuatan barang yaitu truk. Truk yang melewati konstruksi ini adalah truk pengangkut barang tambang yang akan keluar atau masuk ke area causeway. Untuk beban pejalan kaki bisa diabaikan karena beban terlalu kecil. Beban yang perlu diperhatikan adalah beban truk. Besar dan letak konfigurasi roda truk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.27 Sumber : RSNI T Gambar 2.27 Posisi beban pada roda truk Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-34

35 Beban khusus ( & ) Beban khusus ini adalah beban tambahan yang diperlukan dalam kombinasi pembeban pada konstruksi causeway. Beban ini adalah beban perawatan lereng timbunan causeway yang dikerjakan oleh hydraulic excavator seperti yang dapat dilihat pada gambar Gambar 2.28 Lereng yang perlu dilakukan perawatan pada potongan melintang D timbunan causeway Timbunan konstruksi causeway telah direncakan untuk memiliki dua trap pada keseleruhan lerengnya yang bertujuan untuk stabilisasi lereng dikarenakan lereng yang tinggi maksimumnya mencapai 16.5 m sehingga perawatan jangka panjang akan diperlukan. Dikarenakan lereng memiliki dua trap, maka beban khusus ini terbagi dua yaitu beban hydraulic excavator pada trap 1 atau trap atas seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.29, dan beban hydraulic excavator pada trap 2 atau trap bawah seperti yang dapat dilihat pada gambar karena tidak mungkin perawatan trap atas dan bawah dilakukan bersaman pada garis lokasi yang sama. Beban perawatan lereng ini diambil berdasarkan beban dari hydraulic excavator yang memiliki dimensi serta beban terberat dikelasnya namun tetap tidak melebihi lebar trap yang telah direncanankan, yaitu large hydraulic excavator 345 C L. Beban kerja dari alat berat ini adalah kg. Namun kami membulatkannya menjadi kg dalam proses perhitungan lereng timbunan konstruksi causeway ini. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-35

36 Gambar 2.29 Beban hydraulic excavator pada trap 1 atau atas Gambar 2.30 Beban hydraulic excavator pada trap 2 atau bawah Beban Horizontal Beban horizontal dermaga terdiri dari : Tekanan Arus Beban gelombang ombak atau tekanan arus merupakan beban horizontal/lateral yang terjadi pada timbunan konstruksi causeway tersebut. Besarnya tekanan ini tergantung dari kecepatan arus pada saat mengenai timbunan konstruksi causeway dan luasan timbunan yang terkena ombak. Namun tekanan arus ini diabaikan dalam perhitungan ditugas akhir ini, dikarenakan tekanan arus berada diluar batasan masalah. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-36

37 Tekanan angin Pada umumnya tekanan tiup angin diambil minimum 25 kg/m², dan tekanan tiup yang berada di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m². Namun untuk daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang memungkinkan hasil tekanan tiup yang lebih besar daripada ketentuan yang ada, maka tekanan tiup angin (p) harus dihitung dengan rumus sebagai berikut : dimana : V = kecepatan angin, (m/detik) (2-37) Namun tekanan angin ini diabaikan dalam perhitungan ditugas akhir ini, dikarenakan tekanan angin yang kecil sehingga tidak mempengaruhi timbunan konstruksi causeway Beban Gempa Perhitungan beban gempa tidak dapat didasarkan pada SNI dan SNI dikarenakan standar tersebut hanya untuk perhitungan beban gempa gedung dan jembatan. untuk beban gempa, perhitungan akan ditambahkan pada program bantu analisa stabilitas lereng geo-slope dengan koefisian gempa yang telah ditentukan. Koefisien gempa bisa didapatkan dari peta gempa. Peta gempa adalah hasil analisis pengamatan terakhir yang telah disusun peta zonasi gempa yang didalamnya tercakup frekuensi kejadian dan skala besaran gempa. Koefisien gempa didasarkan pada perhitungan seismic hazard analysis, yaitu perhitungan intensitas gempa yang mengacu pada perhitungan teori probabilitas. Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa, seperti yang terlihat pada gambar 3.31 Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-37

38 Sumber : SNI Gambar 2.31 Wilayah gempa dengan percepatan puncak batuan dasar perioda ulang 500 tahun Kombinasi beban Standar design criteria for port in Indonesia 1994 mengatur tentang besarnya beban-beban yang bekerja, tetapi tidak mencantumkan adanya kombinasi pembebanan. Serta dalam standar teknis untuk sarana-sarana pelabuhan di Jepang 1995, disebutkan bahwa beban gempa, angin dan gaya tarik boulder dianggap sebagai beban pada kondisi khusus, yaitu beban sementara. Pada dasarnya pembebanan konstruksi causeway tidak ada di pedoman manapun, namun pembebanan perlu dikombinasikan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya beberapa beban. Kombinasi beban ini dilakukan untuk memperoleh kondisi pembebanan maksimun pada konstruksi causeway. Dalam perencanaan ini, dipergunakan kombinasi beban sebagai berikut : DL+LL DL+LL+ DL+LL+ DL+50%LL+SL DL+50%LL+ DL+50%LL+ +SL +SL Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-38

39 Dimana : DL = Beban mati LL = Beban hidup = Beban khusus pada trap 1 = Beban khusus pada trap 2 SL = Beban gempa Unsur Pelengkap Timbunan Causeway Bagian pada konstruksi causeway ini tidak hanya timbunan tanah granular non-kohesif. Konstruksi ini memerlukan unsur pelengkap lainnya sehingga dapat menopang kebutuhan serta dapat bertahan sesuai dengan tujuan dibangunnya konstruksi ini. Unsur pelengkap konstruksi causeway ini mencangkup perkerasan, geotextile, armour layer, dan plat injak Lapisan Tanah Laterit Konstruksi causeway ini adalah akses penghubung antara dermaga jetty dan tepi pantai sehingga timbunan ini akan dilewati oleh truk pengangkut barang dan hasil tambang keluar masuk dermaga. Oleh karena itu diperlukannya perkerasan di atas timbunan ini sehingga mobilisasi di dermaga tersebut bisa dilakukan. Sumber : Gambar 2.32 Contoh tanah laterit yang berada dilapangan Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-39

40 Perkerasan di atas timbunan ini digantikan oleh tanah laterit. Tanah laterit adalah sejenis lempung yang mengandung sejumlah kwarsa, kaya akan besi dan alumunium. Dikarenakan kandungannya, tanah laterit ini mudah mengeras karena kelembaban diantara partikel-partikel lempungnya menguap dan membentuk struktur yang kaku. Lokasi pelaksanaan konstruksi berada dipulau terpencil dan bagian dari wilayah Indonesia Timur yang tertinggal, sehingga tidak mungkin timbunan tersebut memakai perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku. Hal inilah yang menyebabkan pemakaian tanah laterit sebagai perkerasan untuk kendaraan yang berkebutuhan memobilisasi barang tambang yang ada dipulau obi tersebut, ditambah lagi dengan karakteristik tanah laterit yang mendukung untuk menggantikan fungsi perkerasan. Tanah laterit ini memiliki tebal rencana 1.5 m seperti yang terlihat pada gambar 3.33, dan seluruh permukaan teratas dari konstruksi causeway akan ditutupi oleh lapisan tanah laterit ini. Gambar 2.33 Lapisan tanah laterit dengan tebal 1.5m Geotextile Non Woven Geotextile adalah sejenis geosintetik yang terbuat dari anyaman ataupun rajutan yang menyerupai bahan textile yang memiliki banyak fungsi dan salah satunya adalah sebagai separator. Geosintetik adalah bahan sintetis yang pada umumnya terbuat dari bahan plastic yang digunakan untuk aplikasi teknik sipil dalam lingkungan tanah. Bahan geosintetis mulai dikenal dan digunakan di dunia pada awal tahun 1970-an, lalu mulai dipergunakan di Indonesia tahun 1990-an. Bahan geosintetis sekarang ini telah banyak digunakan di Indonesia. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-40

41 Tanah laterit yang digunakan untuk perkerasan berada langsung di atas tanah timbunan granular non-kohesif yang seluruh gradasinya memiliki ukuran butir > 2 mm, sedangkan tanah laterit sendiri adalah jenis tanah lempung yang memiliki ukuran butir < mm. Kondisi tersebut sudah dapat dipastikan akan menyebabkan tanah laterit akan terbawa aliran air ketika air ada di atasnya dan masuk kedalam pori-pori dari tanah timbunan yang ada di bawahnya. Ditambah lagi dengan kemungkinan terjadinya kerusakan oleh beban kendaraan di atas tanah laterit yang akan menyebabkan tanah laterit tertekan dan mengisi celah yang terdapat pada tanah timbunan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu diperlukannya perlindungan atau pembatas tanah laterit tersebut, dan pembatas yang akan digunakan adalah geotextile non woven. Sumber : Gambar 2.34 Geotextile non woven Geotextile non woven adalah geotextile yang biasa dipergunakan untuk separator atau pembatas antara lapisan tanah. Geotextile non woven diletakkan diantara lapisan tanah laterit yang berada diatasnya dan lapisan tanah timbunan yang berada dibawahnya seperti yang terlihat pada gambar Peletakkan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pengikisan tanah laterit oleh air sehingga masuk ke dalam lapisan tanah timbunan, dan itu akan menyebabkan perkerasan tidak dapat digunakan. Geotextil non woven ini akan diletakkan diseluruh permukaan timbunan causeway sebagai pembatas tanah laterit. Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-41

42 Gambar 2.35 Penempatan geotextil non woven pada causeway Armour Layer (Rivertment) Armour layer adalah lapisan batuan yang berfungsi sebagai pelindung lereng timbunan yang bersentuhan langsung dengan tekanan dari gelombang air laut. Batuan ini digunakan untuk melindungi timbunan konstruksi causeway sehingga tidak lepas kelaut bebas akibat serangan gelombang dan arus. Lapisan ini adalah lapisan yang dibentuk oleh batu armor, maupun material lain yang dapat melindungi lereng seperti beton. Sumber : Gambar 2.36 Contoh lapisan pelindung yang dibuat dari beton precast Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-42

43 Lapisan pelindung lereng yang digunakan untuk timbunan konstruksi causeway dalam tugas akhir ini adalah lapisan dari batu armor. Lapisan ini di desain dengan tebal 50 cm serta tinggi +6 mlws yang didasarkan pada muka air pasang yang berada di elevasi +1.6 mlws sehingga permukaan lereng akan aman. Lapisan pelindung ini berada diseluruh keliling dari timbunan causeway seperti yang terlihat pada gambar 2.37 dan gambar Gambar 2.37 Batu armor melindungi keseluruhan lereng timbunan Gambar 2.38 Batu armor yang berada pada potongan melintang dari timbunan causeway Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung dari berat armour yang akan digunakan adalah persamaan Hudson Formula : W = (2-38) W = berat Armour (ton) r = berat jenis Armour (1,50 ton/m 3 ) Hs = tinggi gelombang significant (m) Kd = koefisien kerusakan, kerusakan yang dapat diterima berkisar 0-5 %. D = berat jenis relatif batu = (r-w)/w w = berat jenis air laut (1.025 ton/ m 3 ) = sudut kemiringan tanggul Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-43

44 Plat Injak Plat injak adalah plat yang digunakan sebagai penghubung anatara dermaga apung dan timbunan konstruksi causeway. Plat injak ini diaplikasikan dengan maksud untuk mengantisipasi apabila terjadi penurunan konstruksi yaitu konstruksi timbunan causeway ataupun konstruksi jetty. Sehingga ketika terjadinya penurunan pada salah satu elemen dermaga tersebut dan menyebabkan terjadinya beda elevasi antara timbunan dan jetty, plat injak tetap dapat menghubungkan konstruksi keduanya. Desain plat injak dalam tugas akhir ini adalah memiliki lebar B= 6 m dan panjang 12.4 m seperti dapat dilihat pada gambar 2.39 dan desain ini didasarkan dari dimensi kendaraan yang akan melewati plat injak tersebut. Gambar 2.39 Tampak samping plat injak Gambar 2.40 Tampak atas plat injak Dwi Arie A.P dan Mufti Z.R, Analisis Stabilitas Timbunan.. II-44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Salah satu kekayaan tersebut yaitu nikel. Nikel adalah hasil tambang yang bila diolah dengan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA Adriani 1), Lely Herliyana 2) ABSTRAK Jalan lingkar utara adalah daerah yang berjenis tanah rawa atau tanah lunak maka untuk melakukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS TIMBUNAN PADA KONSTRUKSI CAUSEWAY DERMAGA CURAH PULAU OBI, PROVINSI MALUKU UTARA

ANALISIS STABILITAS TIMBUNAN PADA KONSTRUKSI CAUSEWAY DERMAGA CURAH PULAU OBI, PROVINSI MALUKU UTARA ANALISIS STABILITAS TIMBUNAN PADA KONSTRUKSI CAUSEWAY DERMAGA CURAH PULAU OBI, PROVINSI MALUKU UTARA STABILITY ANALYSIS OF EMBANKMENT CAUSEWAY CONSTRUCTION JETTIES OBI ISLAND, NORTH MALUKU PROVINCE Laporan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

III. KUAT GESER TANAH

III. KUAT GESER TANAH III. KUAT GESER TANAH 1. FILOSOFI KUAT GESER Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Kegunaan kuat geser Stabilitas lereng σ γ γ γ Daya dukung

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) Violetta Gabriella Margaretha Pangemanan A.E Turangan, O.B.A Sompie Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG REFERENSI Modul Praktikum Lab Uji Bahan Politeknik Negeri I. TUJUAN 1. Mengetahui kekuatan tanah terhadap gaya horizontal, dengan cara menetukan harga kohesi (c) dari sudut geser dalam ( ϕ ) dari suatu

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 KRITERIA KERUNTUHAN MOHR COULOMB Keruntuhan geser (shear

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB IV KRITERIA DESAIN BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan / maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan / keamanan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23%

PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23% PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23% Jemmy NRP : 0021122 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Kapasitas Dukung Tanah Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan diatas tanah tersebut tanpa suatu kegagalan geser dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN I. TUJUAN II. LABORATORIUM UJI TANAH POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Jl. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga Kotak Pos 6468 BDCD Tlp. (022) 2013789, Ext.266 Bandung Subjek : Pengujian Tanah di Laboratorium Judul

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara. TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI 1. : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? : butiran tanah, air, dan udara. : Apa yang dimaksud dengan kadar air? : Apa yang dimaksud dengan kadar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Cone Penetration Test (CPT) Alat kerucut penetrometer (Cone Penetration Test) adalah sebuah alat yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang. Pembagian klasifikasi pondasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan,

Lebih terperinci

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. 3108100065 LATAR BELAKANG Pembangunan Tower Apartemen membutuhkan lahan parkir,

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM ABSTRAK

STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM ABSTRAK VOLUME 7 NO. 1, FEBRUARI 2011 STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM 64+500 Abdul Hakam 1, Rizki Pranata Mulya 2 ABSTRAK Hujan deras yang terjadi

Lebih terperinci

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS) Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini telah merambah di segala bidang, demikian pula dengan ilmu teknik sipil. Sebagai contohnya dalam bidang teknik konstruksi,

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pradini (2016) dalam penelitianya Analisis Angka Aman Stabilitas Lereng Jalan Gunung Tugel-Banyumas dengan Metode Fellenius dan Program Slope/

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan suatu pekerjaan diperlukan tahapan tahapan atau metedologi yang jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada.

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM ABSTRAK

ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM ABSTRAK VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM Anissa Maria Hidayati 1 ABSTRAK Tanah longsor merupakan potensi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74%

PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74% PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74% Wida Rizky Hutama, As ad Munawir, Harimurti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM : ANALISIS PARAMETER KUAT GESER TANAH DENGAN GEOTEXTILE Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D 100 030 074 NIRM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Jurnal TEKNIK SIPIL - UCY ISSN: 1907 2368 Vol. 1 No. 2, Agustus 2006 PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Agus Setyo Muntohar * Abstrak: Pengaruh aliran air atau rembesan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 225 BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisa penetapan tata

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi terus berkembang seiring kemajuan jaman. Teknologi di bidang konstruksi bangunan juga mengalami perkembangan pesat, termasuk teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) Giverson Javin Rolos, Turangan A. E., O. B. A. Sompie Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) Ronald P Panggabean NRP : 0221079 Pembimbing : Ir. Herianto

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar-Dasar Teori II. 1.1. Retaining Wall Retaining Wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN 4.1 Pemilihan Tipe Dinding Penahan Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menganalisis dinding penahan tipe gravitasi yang terbuat dari beton yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH Abdul Hakam 1, Rina Yuliet 2, Rahmat Donal 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Pengujian Sampel Tanah Berdasarkan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang tertera pada subbab 3.2, diperoleh hasil yang diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB V PONDASI DANGKAL

BAB V PONDASI DANGKAL BAB V PONDASI DANGKAL Pendahuluan Pondasi adalah sesuatu yang menyongkong suatu bangunan seperti kolom atau dinding yang membawa beban bangunan tersebut. Pondasi Dangkal pondasi yang diletakan tepat dibawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tanggal 17 Juni 2006 gempa sebesar 6,8 skala Richter mengguncang Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan lempeng Ausralia

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND) Thyac Korah Turangan A. E., Alva N. Sarajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado Email:korahthyac@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran.

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran. BAB III DASAR PERENCANAAN 3.1 Data-data Fisik dan Pembebanan Untuk data-data pembebanan pada struktur atas jembatan layang Jl. RE Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini.

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci

Bab IV STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG Bab IV STABILITAS LERENG PENDAHULUAN Permukaan tanah tidak horisontal gravitasi enderung menggerakkan tanah kebawah >>> perlawanan geseran tidak mampu menahan longsor. Analisis stabilitas pada permukaan

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

BAB II TINJALAN PUSTAKA. Keanekaragaman jenis tanah yang ada di alam mempunyai berbagai macam

BAB II TINJALAN PUSTAKA. Keanekaragaman jenis tanah yang ada di alam mempunyai berbagai macam BAB II TINJALAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Keanekaragaman jenis tanah yang ada di alam mempunyai berbagai macam sifat, dimana tidak semua jenis tanah yang ada dapat dipadatkan sehingga mencapai keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yulianto (2013) dalam penelitiannya Analisis Dinding Penahan Tanah Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Penahan Tanah Bangunan dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong dan menahan tekanan tanah. Baik akibat beban hujan,berat tanah itu sendiri maupun akibat beban

Lebih terperinci

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) Lereng : tanah dengan permukaan miring, berupa lereng alam atau lereng buatan berupa hasil galian atau timbunan, seperti pada tebing sungai, tebing jalan, tanggul atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pola Keruntuhan Akibat Pondasi Dangkal di Tanah Datar

TINJAUAN PUSTAKA Pola Keruntuhan Akibat Pondasi Dangkal di Tanah Datar PENGARUH VARIASI JARAK PONDASI DARI TEPI LERENG DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74% Michael Parningotan Hasiholan Simanjuntak Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Konsep Perencanaan Dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan perkuatan lereng dengan menggunakan geosintetik, tahap awal yang harus dilakukan adalah evaluasi data dari hasil

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhitungan daya dukung friksi pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran hingga saat ini masih sering menimbulkan perdebatan. Satu pihak menganggap bahwa friksi tiang

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Juli 2015 Pengaruh Hujan Terhadap Perkuatan Lereng dengan Kondisi Partially Saturated Soil Menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang Tiang Mendukung Beban Lateral Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban horizontal atau lateral, Jika tiang dipancang vertical dan dirancang untuk mendukung beban horizontal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Semester genap tahun 2007/2008 ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN. Dita Pravitra A. Kasthalisti (0700733841)

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi BAB IV PERENCANAAN PONDASI Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor dengan material beton bertulang. Pondasi tersebut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Kotamadya Semarang yang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, memiliki kondisi yang cukup kompleks. Sebagai kota yang terletak di pesisir utara pulau Jawa, dahulu

Lebih terperinci