Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Transkripsi

1 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI), THINK-PAIR-SHARE (TPS), KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIK SISWA KELAS X SMA NEGERI DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN AJARAN 2014/2015 Herlina Mahayani 1, Tri Atmojo Kusmayadi 2 dan Imam Sujadi 3 1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Abstract: The aim of this research is to determine the influence of learning model on learning achievement viewed from students analytic thinking. The author compared cooperative learning model TAI with scientific approach (TAI-S), TPS with scientific approach (TPS-S) and Classical with scientific approach (Classical-S). This research was a quasi experimental research. The population were all students of tenth grade of senior high school in Sragen regency academic year of 2014/2015. The sample consisted of students of SMAN 2 Sragen, SMAN 3 Sragen, and SMA Muhammadiyah 1 Sragen, which taken by using stratified cluster random sampling technique. The data were analyzed using unbalanced two-ways Anova. Based on the result of data analysis, it can be concluded that: 1. The students achievement in mathematics given TAI-S model was better than those who were given TPS-S model and Classical-S, while the students achievement given TPS-S was better than those who were given Classical-S model; 2. The mathematics achievement of the students who had high level analytic thinking was better than those who had medium and low level analytic thinking, and the students with medium level was better than those low level analytic thinking; 3. In high level analytic thinking, the students achievement in learning mathematics using TAI-S model was the same as those using TPS-S and Classical-S models. In medium level analytic thinking, the students using TAI-S model gave the same achievement as those using TPS-S model, and the students achievement using TAI-S model was better than using Classical-S model, but the students using TPS-S model gave the same achievement as those using Classical-S. In low level analytic thinking, the students who learned mathematics using TAI-S model gave the same achievement as those who used TPS-S and Classical-S models; 4. In learning mathematics using TAI-S model, the students with high level analytic thinking was better mathematics achievement than medium and low level analytic thinking. In using TPS-S model, the students with high and medium level analytic thinking gave the same achievement, but the students with medium and low level analytic thinking gave the same achievement, and the students with high level analytic thinking was better mathematics achievement than medium level. In using Classical-S, the students with high, medium and low level analytic thinking gave the same achievement. Keywords: Team Assisted Individualization with scientific approach (TAI-S), Think Pair Share with scientific approach (TPS-S), Classical with scientific approach (Classical-S), Scientific approach, Analytic Thinking. PENDAHULUAN Pendidikan yang semakin disorot oleh pemerintah, memiliki definisi berdasarkan UU no. 20 tahun 2003 dengan kebijakan negara untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. commit to user 1

2 Matematika, salah satu pembelajaran satuan pendidikan yang sangat penting karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu serta mengembangkan daya pikir manusia. Matematika telah diajarkan sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi akan tetapi sebagian siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang cukup sulit dipahami, rumit dan menjenuhkan yang mengakibatkan prestasi belajar matematika siswa cukup rendah. Prestasi belajar yang rendah itu dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional 2013/2014 pada tingkat SMA bahwa prestasi belajar siswanya terutama kabupaten Sragen tergolong rendah dalam satu propinsi (Jawa Tengah) sekitar 5,08 % pada program IPS dengan peringkat 35 dari 36 kota. Kabupaten Sragen merupakan kabupaten yang sedang berkembang dengan berusaha meningkatkan kualitas pendidikan akan tetapi peningkatan tersebut tidak mengalami perubahan yang cukup baik. Salah satu materi yang daya serapnya terbilang cukup rendah adalah barisan dan deret hanya sebesar 49,09 % untuk tingkat kabupaten sedangkan tingkat propinsi 68,70 % dan tingkat nasional 59,87 % (BSNP 2013/2014). Rendahnya hasil belajar matematika siswa SMA tidak hanya faktor karena karakter materi matematika yang abstrak berupa angka-angka/simbol-simbol dan rumus-rumus melainkan faktor kurikulum, faktor guru dalam usahanya untuk meningkatkan prestasi belajar dan faktor siswa itu sendiri. Terkait dengan faktor kurikulum, pemerintah melalui Kemendikbud melakukan perombakkan secara berkala, hal itu dapat dibuktikan dari perubahan desain pendidikan setelah Indonesia merdeka, pada tahun menggunakan kurikulum Rencana Pelajaran, kemudian melakukan perbaikan kembali dengan mengharuskan memakai Kurikulum Berbasis Tujuan di tahun , berlanjut tahun menggunakan cara belajar siswa aktif (CBSA) lalu tahun menerapkan kurikulum 1994, kemudian berubah lagi dengan menggunakan KBK atau KTSP pada tahun , dan pada tahun 2013 pemerintah menawarkan kurikulum baru yang bernama kurikulum 2013 setelah melakukan evaluasi dan penyempurnaan. Kurikulum 2013 memiliki tujuan bahwa pendidikan tidak hanya sebagai kegiatan yang mengasah bakat, melatih kecakapan dan keterampilan lain yang mendukung melainkan siswa harus memiliki kemampuan kreatif, inovatif, berpikir analitik yang tercakup dalam berpikir logis, sistematis, kritis supaya tidak mudah menyerah dan bertanggungjawab secara mandiri ataupun bekerja sama ketika menemukan permasalahan kompleks yang sedang dihadapinya. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang dicanangkan dan dianggap sesuai untuk kurikulum 2013, karena kegiatannya meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan data/informasi, menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri commit dari kesimpulan to user dan temuan lain untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Guru pada pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator dan 2

3 bukan menjadi satu-satunya sumber belajar siswa. Pembelajaran kurikulum 2013 tidak akan berjalan baik jika model pembelajaran yang dipergunakan tidak sesuai dengan materi yang sudah dirancang sebaik mungkin, supaya kurikulum berjalan dengan baik maka perlu adanya faktor yang saling berkaitan yaitu faktor guru. Guru diharapkan mampu menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan dan bersedia memahami serta mengembangkan berbagai macam model pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar di dalam kelas berjalan dengan baik, dimana siswa aktif dan merasa senang menerima ilmu yang diajarkan oleh guru terutama di bidang matematika. Melihat peningkatan nilai UAN di bidang Matematika tidak cukup baik di kabupaten Sragen pada sekolah menengah atas dan berdasarkan penawaran pemerintah untuk memperbaiki pretasi belajar maka kurikulum 2013 diterapkan. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif karena model tersebut mengajak siswa untuk aktif merespon permasalahan yang didapat secara mandiri dan berusaha menemukan solusi permasalahan tersebut dengan saling bekerja sama atau berkomunikasi terhadap siswa yang lain sehingga prestasi belajar siswa juga dapat meningkat. Beberapa peneliti yang mendukung model pembelajaran kooperatif, yaitu Zakaria, et. al (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas dengan hasil prestasi belajar siswa meningkat baik daripada model pembelajaran tradisional. Menurut Abruscato (1996: 74), pembelajaran kooperatif terdiri dari kelompok siswa yang bekerja bersama untuk menyelesaikan suatu proyek, saling menyemangati satu sama lain, dan bertanggung jawab secara individual. Model pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam tipe, beberapa tipe yang dapat meningkatkan pemahaman dan mampu menganalisis permasalahan sehari-hari yang berhubungan dengan materi barisan dan deret adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan Think-Pair-Share (TPS). Memilih kedua model pembelajaran tersebut dilakukan untuk memudahkan siswa mencari atau menggali informasi dengan bertukar pikiran terhadap teman lainnya melalui diskusi kelompok ataupun bersama. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah model pembelajaran secara kelompok, dimana seorang siswa lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual pada siswa lain dalam satu kelompok, model ini dikembangkan oleh Slavin (dalam Budiastuti, 2013). Penerapan dua model tersebut akan ditinjau dari kemampuan berpikir analitik siswa, agar dapat mengetahui sejauh mana mereka mengolah dalam memecahan masalah yang didapatnya. Peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah Tarim dan Akdeniz (2008) yang menyatakan commit pada prestasi to user belajar siswa bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model 3

4 pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki dampak positif pada siswa dengan siswa lebih bertanggung jawab untuk diri sendiri juga teman sekelompoknya dalam menemukan solusi. Selanjutnya peneliti Awofala dan Nneji (2010) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan strategi Framing lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, sehingga dapat berfungsi sebagai alternatif model pembelajaran matematika karena model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki anggota kelompok terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan yang berbeda sehingga masing-masing dari mereka dapat mengembangkan cara berpikir mereka dengan saling berinteraksi untuk bertukar informasi. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan oleh Frank Lyman (dalam Trianto, 2007: 61) dari Universitas Maryland pada tahun Tahap model pembelajaran kooperatif tipe TPS terdiri dari think (berpikir); siswa memikirkan pertanyaan untuk beberapa saat, Pairing (berpasangan); siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama, Share ((berbagi); berbagi dengan seluruh kelas apa yang telah didiskusikan. Arends (dalam Trianto, 2007: 61) mengemukakan, model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pada pola diskusi kelas dengan asumsi bahwa diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair and share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu, sehingga diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Salah satu peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah Ofodu dan Lawal (2011) menyatakan, model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih unggul daripada model pembelajaran konvensional. Kelebihan model pembelajaran tipe TPS membantu siswa untuk lebih berani menunjukkan ide-ide atau gagasan di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan TPS mampu membantu membangkitkan kemampuan berpikir analitik siswa tetapi guru harus tetap memantau dan cakap dalam mengasah kemampuan berpikir siswa tersebut. Kemampuan berpikir analitik dapat membantu siswa terbiasa memecahkan masalah dengan cepat dan siswa bisa menemukan solusi pada masalah yang kompleks selain itu siswa dapat memahami dan memilih konsep yang tepat untuk memberikan solusi pada permasalahan yang didapat. Rose dan Nicoholl (2002: 254) menyatakan, kemampuan berpikir analitik dapat ditinjau dari berpikir analitik dalam memecahkan masalah yaitu mendefinisikan secara pasti apa masalah yang sebenarnya, memiliki banyak gagasan, menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien, dan membuang pilihanpilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya atau menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat commit solusi yang to user terbaik untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan, mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. 4

5 Kemampuan berpikir analitik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pembagaian kelompok tersebut dilakukan agar guru dapat memantau kemampuan tersebut sehingga dapat melakukan strategi ekstra pada model pembelajaran yang telah diberikan untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitik yang masih rendah. Delapan aspek dibuat dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkatan kemampuan berpikir analitik siswa, yaitu 1) Kemampuan mengidentifikasi masalah, 2) Kemampuan memahami masalah secara logis, 3) Kemampuan menyimpulkan secara cepat, 4) Kemampuan mengobservasi dari suatu masalah, 5) Kemampuan mengklasifikasi, 6) Kemampuan menghubungkan bagian-bagian yang ada pada suatu masalah, 7) Kemampuan membandingkan suatu komponen yang terdapat pada suatu masalah, 8) Kemampuan mengorganisasi bagian-bagian yang ada pada suatu masalah. Memperhatikan masing-masing kategori kemampuan berpikir analitik siswa dan pemilihan model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan pendekatan Saintifik (TAI-S), model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan Saintifik (TPS-S) dan model Klasikal dengan pendekatan Saintifik (Klasikal-S) diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran matematika khususnya materi barisan dan deret dalam setiap kategori kemampuan berpikir analitik. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu (Quasi experimental research). Penelitian ini pada dasarnya hanya mempraktikkan tiga model pembelajaran yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 2013, yaitu model pembelajaran kooperatif TAI, TPS dan Klasikal dengan pendekatan saintifik. Penelitian ini dilaksanakan di tingkat SMA di Kabupaten Sragen pada kelas X tahun pelajaran 2014/2015, yang terdiri dari 19 SMA Negeri. Penelitian ini, sampel yang dipilih dengan menggunakan Stratified Cluster Random Sampling yaitu kombinasi antara sampling random stratifikasi dan sampling kluster. Sampel yang terambil terdiri tiga sekolah dengan, yaitu 91 siswa dari SMAN 2 Sragen, 89 siswa dari SMAN 3 Sragen dan 88 siswa SMA 1 Muhammadiyah. Adapun rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan Penelitian Model Pembelajaran (A) Kemampuan berpikir analitik Siswa (B) Tinggi (b 1) Sedang (b 2) Rendah (b 3) TAI-S (a 1) ab 11 ab 12 ab 13 TPS-S (a 2) ab 21 ab 22 ab 23 Klasikal-S (a 3) ab 31 ab 32 ab 33 dengan ab ij adalah nilai hasil belajar siswa yang menggunakan model ke-i dan tingkat kemampuan berpikir analitik ke-j, dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3. commit to user 5

6 Metode pengumpulan data yang digunakan adalah: 1) Metode tes, tes diberikan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa dan kemampuan berpikir analitik. 2) Metode dokumentasi, dokumentasi diambil dari nilai asli tengah semester ganjil, nilai ini digunakan untuk mengetahui kemampuan awal dan keseimbangan sampel yang dijadikan kelas eksperimen dalam penelitian ini. Uji hipotesis penelitian menggunakan analisis varianasi dua jalan dengan sel tak sama yang dilanjutkan dengan uji pasca anava dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara rerata populasi yang dibandingkan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan uji keseimbangan rerata antar ketiga kelas eksperimen, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data dan uji homogenitas variansi antar ketiga kelas eksperimen. Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data awal (nilai matematika hasil UTS semester ganjil SMA X program IPS tahun 2012/2013), diperoleh kesimpulan bahwa sampel dari ketiga kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data tersebut, disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi-populasi yang homogen. Setelah populasi berdistribusi normal dan variansi ketiga populasi homogen, maka selanjutnya dilakukan uji keseimbangan dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan uji keseimbangan (uji anava satu jalan dengan sel tak sama) diperoleh F obs = 2,3181 dan F α;2;265 = 3,0299 dengan DK = {F F > 3,0299} maka F obs DK, berarti keputusan ujinya H 0 tidak ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi dalam keadaan seimbang atau memiliki kemampuan awal sama. Data prestasi siswa telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis data menggunakan anava dua jalan sel tak sama pada taraf signifikansi 5% dengan terlebih dahulu dipenuhinya uji persyaratan anava yaitu uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi. Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data hasil belajar matematika siswa, diperoleh simpulan bahwa sampel dari ketiga kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data hasil belajar matematika siswa, disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi-populasi yang homogen. Hasil perhitungan uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan tingkat signifikan 5% disajikan dalam Tabel 2. commit to user 6

7 Tabel 2. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Sumber JK dk RK F obs F α Keputusan Uji Model ditolak 3273, , ,8285 3,0306 Pembelajaran (A) Kemampuan Berpikir ditolak 7221, , ,5320 3,0306 analitik (B) Interaksi (AB) 1492, ,1480 4,2920 2,4065 ditolak Galat 22517, , Total 34505, Berdasarkan uji analisis variansi dua jalan yang terangkum pada Tabel 2 terlihat bahwa semua nilai F obs > F α sehingga diperoleh keputusan uji H 0A ditolak, H 0B ditolak dan H 0AB ditolak maka disimpulkan sebagai berikut. 1) Prestasi belajar siswa yang diberikan model pembelajaran TAI, TPS dan Klasikal dengan pendekatan saintifik ada perbedaan yang signifikan. 2) Prestasi belajar siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitik tinggi, sedang dan rendah ada perbedaan yang signifikan. 3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir analitik terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan kesimpulan analisis variansi dua jalan sel tak sama di atas, perlu dilakukan uji lanjut pasca anava dengan metode Scheffe. Sebelum melakukan uji lanjut pasca anava dicari terlebih dahulu rerata masing-masing sel dan rerata marginalnya. Rerata masing-masing sel dan rerata marginal tersaji pada Tabel 3. Model Pembelajaran Tabel 3. Rerata masing-masing Sel dan Rerata Marginal Kemampuan berpikir analitik Siswa Tinggi Sedang Rendah 7 Rerata Marginal TAI-S 80, , , ,3736 TPS-S 73, , , ,2022 Klasikal-S 66, , , ,000 Rerata Marginal 73, , , Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H 0A ditolak dan terdapat 3 kategori model pembelajaran, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar baris tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Rangkuman Komparasi Rerata antar Baris H 0 F obs 2. F 0,05;2;259 Keputusan Uji 1. = 2. 9,0054 6,0613 H 0 ditolak 1. = 3. 36,0813 6,0613 H 0 ditolak 2. = 3. 8,9876 6,0613 H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 4 diketahui terdapat commit to perbedaan user prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TAI-S dan TPS-S, terdapat perbedaan prestasi

8 belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S dan Klasikal-S, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi 8 ditolak model pembelajaran TPS-S dan Klasikal-S. Memperhatikan rerata marginalnya, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi model pembelajaran TPS-S dan Klasikal-S. Hal tersebut dikarenakan pada model pembelajaran TAI anggota kelompok terdiri dari 4-6 siswa dan di dalam kelompok siswa melaksanakan pembelajaran secara individu yang memiliki tingkat kemampuan berbeda dan dibimbing oleh anggota kelompoknya yang lebih pandai sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Tarim dan Akdeniz (2007) menyatakan, pengguna model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran STAD. Temuan lain adalah prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran TPS-S lebih baik daripada model pembelajaran Klasikal-S, hal ini sesuai dengan pernyataan Ofodu dan lawal (2011) bahwa untuk mengajar membaca comprehension dengan strategi kooperatif Instruksional metode Think Pair Share (TPS) lebih efektif daripada konvensional. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan dampak positif pada skill komunikasi siswa dalam membangun kerja sama. Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H 0B ditolak dan terdapat 3 kategori kemampuan berpikir analitik, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar kolom tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Rangkuman Komparasi Rerata antar Kolom H 0 F obs 2. F 0,05;2;259 Keputusan Uji.1 =.2 26,1016 6,0613 H 0 ditolak.1 =.3 71,9732 6,0613 H 0 ditolak.2 =.3 15,5477 6,0613 H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 4 dan rerata marginal pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik daripada kemampuan berpikir analitik sedang dan rendah, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik sedang lebih baik daripada kemampuan berpikir analitik rendah. Simpulan di atas dikarenakan siswa dengan kemampuan berpikir analitik sedang masih berusaha aktif bertanya dalam kelompoknya, mereka mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan yang didapatnya sehingga mereka bersedia meluangkan waktunya untuk belajar. Siswa kemampuan berpikir analitik rendah mengganggap hasil pekerjaan teman jauh lebih baik daripada hasil pekerjaannya, kemampuan berpikir rendah kurang adanya percaya diri dengan hasil pekerjaannya akan dihargai oleh temannya. commit to user Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H 0AB ditolak. Dilihat dari masing-masing

9 model pembelajaran, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar sel pada baris yang sama tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Komparasi Rerata antar Sel pada kolom yang Sama H 0 F obs 8. F 0,05;8; 259 Keputusan Uji 11 = 21 7, ,7940 Ho tidak ditolak 11 = 31 26, ,7940 Ho ditolak 21 = 31 5, ,7940 Ho tidak ditolak 12 = 22 2, ,7940 Ho tidak ditolak 12 = 32 27, ,7940 Ho ditolak 22 = 32 12, ,7940 Ho tidak ditolak 13 = 23 1, ,7940 Ho tidak ditolak 13 = 33 0, ,7940 Ho tidak ditolak 23 = 33 0, ,7940 Ho tidak ditolak Berdasarkan Tabel 6 dan rerata marginal pada Tabel 3, dapat disimpulkan prestasi belajar matematika pada siswa dengan kemampuan berpikir analitik tinggi, 1) siswa yang diberi pembelajaran TAI-S sama baiknya dengan TPS-S; 2) siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S lebih baik daripada Klasikal-S; 3) siswa yang diberi model pembelajaran TPS-S sama baiknya Klasikal-S. Simpulan di atas dikarenakan model pembelajaran TPS-S, dalam membentuk kelompoknya hanya berpasangan yang berarti siswa kemampuan berpikir analitik tinggi jika berpasangan diantara mereka memiliki tingkat kemampuan yang sama atau tidak seimbang dengan kelompok yang lain, seperti kemampuan berpikir analitik tinggi dengan sedang atapun rendah, tinggi dengan tinggi maka kemampuan berpikir analitik tinggi akan mendominasi jalannya diskusi sehingga terkadang terlalu meremehkan pendapat teman kelompoknya. Siswa dengan kemampuan berpikir analitik sedang, 1) siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S sama baiknya dengan model pembelajaran TPS-S; 2) siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S lebih baik daripada Klasikal-S; 3) siswa yang diberi model pembelajaran TPS-S sama baiknya dengan model pembelajaran Klasikal-S. simpulan di atas dikarenakan pada model pembelajaran TPS-S, dalam berkelompok hanya berpasangan sehingga ide/gagasan dan iformasi yang akan didiskusikan terbatas dan tidak adanya penengah dalam menentukan solusi yang dianggap sesuai dengan masalah yang dihadapi. Siswa dengan kemampuan berpikir analitik rendah, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik pada siswa yang diberi model pembelajaran TAI-S dan TPS-S maupun Klasikal-S. Simpulan tersebut dikarenakan pada siswa dengan kemampuan berpikir analitik rendah kurang semangat bertanya maupun meneliti, lebih banyak menggantungkan hasil pekerjaan teman kelompoknya dan terkadang harus perlu terus dipantau agar tetap bersedia commit to user belajar di dalam kelas maka siswa dengan tingkat kemampuan berpikir analitik rendah akan cenderung banyak mendapatkan kesulitan dalam mempelajari matematika yang menggunakan 9

10 model apapun termasuk model pembelajaran TAI-S, TPS-S dan Klasikal-S tetapi siswa tersebut masih mampu mempelajari dan memahami materi matematika jika guru mau membimbing dan memotivasi mereka untuk semangat dalam mempelajari materi yang disampaikan serta dukungan dari siswa yang lainnya. Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H 0AB ditolak. Dilihat dari masing-masing tingkat kemampuan berpikir analitik, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman uji rerata antar sel pada baris yang sama tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Komparasi Rerata antar Sel pada barisan yang Sama H 0 F obs 8. F 0,05;8;259 Keputusan Uji 11 = 12 15, ,7904 H 0 ditolak 11 = 13 49, ,7904 H 0 ditolak 12 = 13 14, ,7904 H 0 ditolak 21 = 22 5, ,7904 H 0 tidak ditolak 21 = 23 31, ,7904 H 0 ditolak 22 = 23 12, ,7904 H 0 tidak ditolak 31 = 32 10, ,7904 H 0 tidak ditolak 31 = 33 5, ,7904 H 0 tidak ditolak 32 = 33 0, ,7904 H 0 tidak ditolak Berdasarkan Tabel 7 dan rerata marginal pada Tabel 3, dapat disimpulkan pada model pembelajaran TAI-S untuk prestasi belajar matematika antara siswa terhadap 1) kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik daripada tingkat kemampuan berpikir analitik sedang; 2) kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik daripada tingkat kemampuan berpikir analitik rendah; 3) kemampuan berpikir analitik sedang lebih baik daripada tingkat kemampuan berpikir analitik rendah. Berdasarkan simpulan di atas karena siswa yang mempunyai tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi, model apapun yang digunakan dalam pembelajaran tidak menjadi masalah, mereka mudah beradaptasi dengan kelebihan yang dipunyainya dan memiliki semangat yang kuat serta rasa penasaran yang tinggi sedangkan siswa dengan kemampuan berpikir analitik rendah perlu adanya dorongan dan kesabaran untuk menyemangati mereka terus berusaha serta menjadi terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang sulit. Dorongan tersebut harus berasal dari lingkungannya seperti guru, teman kelompoknya atau siswa lainnya. Pada prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran TPS- S, siswa dengan kemampuan berpikir analitik tinggi sama dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitik sedang, dan siswa dengan kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitik rendah, serta siswa dengan kemampuan berpikir analitik sedang sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir analitik rendah. Adanya simpulan tersebut dikarenakan 1) jika dalam kelompok untuk berpasangan diantara mereka memiliki commit tingkat to kemampuan user yang sama atau tidak seimbang dengan kelompok yang lain, seperti kemampuan berpikir analitik tinggi dengan sedang, tinggi 10

11 dengan rendah, sedang dengan rendah ataupun rendah dengan rendah maka mereka tidak akan mengalami perkembangan daya berpikirnya. 2) dalam mengisi tes kemampuan berpikir analitik tidak dikerjakan secara mandiri karena mereka beranggapan tes tersebut mempengaruhi nilai sekolah meskipun telah dijelaskan bahwa tes tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar yang sedang mereka pelajari disekolah. Pembelajaran Klasikal-S tidak memiliki perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan kemampuan berpikir analitik tinggi, sedang dan rendah. Tidak adanya perbedaan pada tingkat kemampuan berpikir analitik siswa pada model pembelajaran Klasikal dikarenakan model pembelajaran Klasikal-S yang berpusat pada guru terkadang tidak disuka oleh siswa karena siswa dituntun untuk memperhatikan demostrasi guru yang artinya harus tetap berkonsentrasi penuh apa yang sedang disampaikan oleh guru sehingga sebagian siswa bila diberi tugas atau permasalahan yang harus dikerjakan tidak terlalu aktif atau malas dan kurang teliti. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Prestasi belajar matematika pada siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S lebih baik daripada model pembelajaran TPS-S dan Klasikal-S, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S lebih baik daripada model pembelajaran Klasikal-S. 2) Siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik sedang dan rendah, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik rendah. 3a) Pada kategori tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S sama dengan model pembelajaran TPS-S, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S lebih baik daripada model pembelajaran Klasikal-S; prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan model pembelajaran Klasikal-S. 3b) Pada kategori tingkat kemampuan berpikir analitik sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S sama dengan model pembelajaran TPS-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S lebih baik daripada model pembelajaran Klasikal-S, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan model pembelajaran Klasikal-S; 3c) Pada kategori tingkat kemampuan berpikir analitik rendah, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TAI-S sama dengan model pembelajaran TPS-S dan Klasikal-S. 4a) Pada kategori model commit to user pembelajaran TAI-S, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik 11

12 daripada siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik sedang dan rendah; 4b) Pada kategori model pembelajaran TPS-S, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi lebih baik daripada tingkat kemampuan berpikir analitik rendah, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama; 4c) Pada kategori model pembelajaran Klasikal-S, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir analitik tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar yang sama. Adapun saran dari hasil penelitian ini untuk para pendidik, peneliti menyarankan untuk menggunakan model pembelajaran TAI-S daripada TP-S maupun Klasikal-S dalam mengajarkan materi barisan dan deret. Guru hendaknya juga memperhatikan siswa dari sisi tingkat kemampuan berpikir analitiknya, sehingga guru dapat memberikan solusi yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir analitiknya terkait dengan permasalahan yang muncul pada saat pembelajaran matematika. Bagi peneliti lain, hasil pada penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap materi yang sama dengan memperluas lingkup penelitian pada beberapa kabupaten yang berbeda, sehingga hasil penelitian dari beberapa kabupaten tentunya dapat lebih dipercaya dibanding jika penelitian hanya dilakukan pada satu kabupaten. DAFTAR PUSTAKA Abruscato, J Teaching Children Science. USA: Allyn and Bacon. Awofala, A. O. A and Nneji, L. M Effect and Team Assisted Instructional Strategies on Student s Achievemnet in mathe matics. JSTAN: Nigeria. Vol. 47 No. 1 Halaman 1-9. Budiastuti, S. A Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dan Team Assisted Individualization Pada Materi Trigonometri Ditinjau Dari Minat Belajar Matematika Siswa SMK di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012. Tesis: Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ofodu, G. O. and Lawal, R. A Cooperative Instructional Strategies and Performance Levels of Students in Reading Comprehension. International Journal of Emerging Sciences, Nigeria. Vol. 3 No. 2 Halaman Rose, C. and Nicoholl, M. J Acceleratid Learning for 21 st Century (cara belajar cepat abad XX). Bandung: Nuansa Cendekia. Tarim, K. and Akdeniz, F The effects of cooperative learning on Turkish Elementary Students mathematics achievement and attitude towards mathematics using TAI and STAD methods. Journal of Educational Studies in Mathematics, Turki. Vol. 67 No. 1 Halaman 86. Trianto Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Zakaria, E., Solfitri, T., Daud, Y. and Abidin, Z. Z The Effects of Cooperative Learning on Students Mathematics Achievement and Attitude towards Mathematics. Journal of Social Sciences, Malaysia. Vol. commit 6 No. 2 to Halaman user