SIMULTANEOUS DEGUMMING AND CLARIFICATION FOR CRUDE PALM OIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIMULTANEOUS DEGUMMING AND CLARIFICATION FOR CRUDE PALM OIL"

Transkripsi

1 SIMULTANEOUS DEGUMMING AND CLARIFICATION FOR CRUDE PALM OIL Kelompok B Andria Surya Kusumah [ ] dan Efrat Sadeli [ ] Pembimbing Dr. I. G. Wenten Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Abstrak Minyak kelapa sawit merupakan minyak pangan yang paling banyak diproduksi di dunia. Dewasa ini, teknologi konvensional masih mendominasi proses pemurnian Crude Palm Oil (CPO) di berbagai negara. Bersamaan dengan hal tersebut banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa teknologi membran dapat digunakan untuk proses pemurnian kelapa sawit secara komersial. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja proses degumming dan klarifikasi secara simultan pada membrane ultrafiltrasi. Parameter parameter yang akan dievaluasi antara lain : 1) Transmembrane pressure (TMP), temperatur (T), dan konsentrasi H 3 PO 4 yang digunakan sebagai reagen degumming. Membran ultrafiltrasi (UF) yang digunakan di dalam penelitian ini memiliki diameter pori sebesar 0.01μ dan terbuat dari polipropilen (PP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan tekanan dan temperatur memicu kenaikan fluks dari permeat pada membrane. H 3 PO 4 juga memiliki efek terhadap kenaikan fluks permeat disamping fungsi utamanya untuk menyingkirkan fosfolipid (gum).. Kata kunci: crude palm oil, degumming dan klarifikasi secara simultan,ultrafiltrasi 1. PENGANTAR Minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak lemak pangan yang diperoleh dari buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit memiliki jumlah produksi kedua terbanyak di dunia setelah minyak kedelai (US Agricultural Department, 2004). Dewasa ini minyak kelapa sawit dilaporkan merupakan minyak dengan jumlah produksi terbanyak di dunia(malaysian Palm Oil Statistics, 2005). Tingginya penggunaan minyak kelapa sawit saat ini dikarenakan fungsinya yang beraneka ragam contoh contoh yang umum adalah sebagai sumber energi (biodiesel) dan bahan pangan (minyak goreng, sumber tokoferol, karoten). Komposisi minyak kelapa sawit terutama terdiri atas triasilgliserol, yang mengandung asam asam lemak baik jenuh maupun tak jenuh. Beberapa komponen minor yang juga terkandung di dalam minyak kelapa sawit adalah fosfolipid (gum), asam asam lemak bebas, sterol sterol, pigmen, protein, dan produk hasil otooksidasi. Komponen komponen tersebut dapat mempengaruhi kualitas produk akhir dari pemurnian minyak kelapa sawit dan menurunkan efisiensi proses (Gunstone, 1994). Fosfatida juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas pada minyak kelapa sawit(chikoti, 1988). Penyingkiran komponen komponen minor tersebut dilakukan via tahap persiapan (pengempaan dan ekstraksi minyak mentah dari bungkil) dan pemurnian minyak kelapa sawit. Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh proses pemurnian ditentukan oleh kualitas dari buah kelapa sawit yang dikirimkan ke dalam tempat pengempaan dan ekstraksi, sebagai contoh buah yang terlalu matang dapat mempercepat proses enzimatik dari lipase di dalam minyak sehingga banyak asam asam lemak bebas yang muncul. Selain masalah tersebut buah yang terlalu matang biasanya menyebabkan kendala pada proses pemucatan (bleaching). Pada proses persiapan ini ada 4 tahap yang harus dilakukan (Eng, 2005) antara lain : 1) Sterilisasi pada tahapan ini bungkil minyak kelapa sawit diumpankan pada kukus pada tekanan sedang untuk mendeaktivasi enzim enzim dalam minyak yang dapat menyebabkan hidrolisis. Selain itu pengumpanan kepada kukus juga dimasukkan untuk mengendorkan bungkil buah dari tandannya. 2) Digestion Pada tahapan ini buah kelapa sawit diremukkan pada temperature tinggi untuk menghancurkan dinding buah sehingga mempermudah keluarnya minyak saat tahapan Pressing 3) Pressing pada tahapan ini minyak dikempa menggunakan screw press. 4) Klarifikasi Pada tahapan ini minyak yang telah dikempa dan diekstraksi dari bungkil ditempatkan dalam tangki sentrifugasi dimana untuk menghilangkan kandungan air dan padatan tak larut. Pada tahapan ini terjadi kehilangan minyak yang cukup besar karena inefisiensi proses yang terjadi pada tangki klarifikasi. Proses klarifikasi konvensional terdiri atas beberapa unit, yaitu : Tangki minyak mentah, Settling Tank untuk minyak, Tangki minyak (setelah proses settling), B /1

2 Pemurnian minyak, dan unit penghilangan air pada minyak (drying unit). Panjangnya tahapan klarifikasi juga menjadi salah satu masalah pada proses pengolahan minyak kelapa sawit konvensial. Pada kondisi tersebut teknologi membran memiliki potensi untuk menggantikan tahapan klarifikasi yang panjang tersebut. Teknologi membran dapat menahan padatan tak larut dan air serta melewatkan minyak sehingga dapat meminimalkan minyak yang terbuang. Pemurnian minyak kelapa sawit dari komponen komponen minor terdiri atas degumming, deasidifikasi, pemucatan dan deodorisasi. Panjangnya tahapan proses juga menjadi pemicu banyaknya energi yang harus disuplai di dalam proses. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aplikasi membrane pada pemurnian minyak pangan berpotensi meningkatkan mutu dari minyak sekaligus meminimalkan penggunaan energi pada proses. Penghematan energi dapat dilakukan karena teknologi membran dapat mengabungkan beberapa tahapan proses seperti pengabungan tahapan degumming dan pemucatan (Subramanian, 2001). Selain itu penggunaan teknologi membran juga meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam proses. Karena alasan alasan diatas teknologi membran dapat dan layak digunakan pada proses pemurnian minyak (Ebert, 1999) Pada penelitian ini beberapa parameter yang mempengaruhi proses degumming dan klarifikasi pada membrane ultrafiltrasi secara simultan akan dievaluasi. Membran yang digunakan bersifat hidrofobik. Parameter parameter yang akan diuji antara lain tekanan, temperatur, dan konsentrasi H 3 PO TEORI 2.1. Karakteristik CPO Karakteristik CPO meliputi dua sifat utama yang dimiliki, yaitu sifat fisika dan sifat kimia. Sifat fisika (physical property) adalah suatu sifat zat yang menjadikannya berbeda dari zat-zat lain dan tidak menyebabkan perubahan kimia (Keenan, 1992). Sifat kimia (chemical property) adalah suatu sifat zat yang menyebabkan zat tersebut mengalami perubahan kimia. Sifat fisika CPO meliputi warna, bau, berat jenis, viskositas, dan titik leleh, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih terdapat di dalam minyak. CPO berwarna jingga. Warna merah jingga ini disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986). Secara alami minyak kelapa sawit memiliki bau yang khas. Bau khas ini ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Selain bau yang timbul akibat adanya persenyawaan tersebut, ada pula bau yang timbul akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek yang timbul akibat kerusakan minyak (Ibid). Berat jenis CPO berada pada rentang nilai tertentu. Nilai tersebut bergantung pada komposisi dan temperatur. Berat jenis CPO pada suhu kamar adalah 0,9 kg/m 3 (Ibid). Viskositas CPO berada pada rentang nilai tertentu. Hal ini bergantung pada komposisi asam lemak penyusun CPO yang tidak tetap. Selain itu, viskositas juga merupakan suatu besaran fisika yang dipengaruhi oleh temperatur. Titik leleh CPO berada pada suatu rentang suhu tertentu. (Ibid). Hal ini disebabkan karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Sifat kimia CPO meliputi bilangan peroksida, bilangan asam, dan bilangan iod. Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak (Ibid). Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen dengan ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida inilah yang mengakibatkan minyak menjadi tengik. Bilangan asam merupakan ukuran dari jumlah asam lemak bebas (Ibid). Asam lemak bebas (free fatty acid) terbentuk akibat adanya reaksi hidrolisis dalam minyak. Melalui reaksi hidrolisis, minyak diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis, yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak, terjadi karena minyak mengandung sejumlah air. Bilangan iod merupakan nilai yang menyatakan jumlah asam lemak tak jenuh dalam minyak (Ibid). Asam lemak tak jenuh mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tak jenuh dalam minyak Parameter Kualitas CPO Parameter utama yang digunakan untuk menentukan standar mutu CPO antara lain kandungan free fatty acid, kandungan air, partikel pengotor tak terlarut, bilangan peroksida, bilangan iod, dan warna. Karakteristik CPO yang memenuhi standar mutu disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Standar mutu SPB dan Ordinary Kandungan SPB Ordinary Asam lemak bebas (%) Kadar air (%) 0,1 0,1 Kotoran (%) 0,002 0,01 Besi (ppm) Tembaga (ppm) 0.5 0,5 Bilangan lod 53 ± 1, Karoten (ppm) Tokoferol (ppm) Sumbcr: Ketaren, 1986 Sedangkan CPO keluaran unit oil purifier atau dekanter pada tahap klarifikasi di industri masih mengandung air B /2

3 sekitar ± 0,6-1%. Keberadaan air lebih dari 0,25% mampu mempercepat terjadinya reaksi hidrolisis yang akan menghasilkan asam lemak bebas sehingga menurunkan kualitas minyak Klarifikasi dan Degumming dengan Membran Filtrasi dapat didefiniskan sebagai pemisahan dua komponen atau lebih dari aliran fluida. Di dalam metoda konvensional, pemisahan yang dilakukan hanya melibatkan padatan atau campuran yang tidak saling larut antara partikel dari cairan maupun gas. Namun, proses membran lebih aplikatif di dalam penggunaannya karena mampu pula memisahkan solute yang terlarut. Di samping itu, kelebihan proses membran dibandingkan dengan proses pemisahan secara konvensional antara lain penggunaan energi yang lebih rendah karena tidak membutuhkan perubahan fasa, dapat dilangsungkan pada temperatur ruang, bentuknya yang modular dan mampat, tidak diperlukan bahan-bahan kimia pembantu, serta harganya yang lebih murah. Pada penelitian ini, pemakaian membran ditujukan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak larut untuk memenuhi spesifikasi CPO sesuai standar mutu yang ditentukan di pasar. Pemakaian membran diharapkan dapat memisahkan air dan pengotor tak larut yang terkandung dalam CPO. Selama proses filtrasi, membran berfungsi sebagai penghalang (barrier) yang selektif. Membran hanya dapat melewatkan komponen-komponen tertentu saja (permeate) dan menahan komponen lainnya (retentate) dari sebuah campuran berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pada proses pemisahan dengan menggunakan membran, dibutuhkan gaya dorong untuk dapat memindahkan partikel-partikel terlarut dan pelarut melalui membran sehingga peristiwa perpindahan dapat terjadi. Gaya dorong yang paling luas pemanfaatannya di dalam proses pemisahan dengan membran ialah beda tekanan. Degumming adalah proses penyingkiran senyawa gum (fosfor (phospholipids), trace besi dan tembaga, dan pigmen). Tujuan degumming antara lain : a. Mereduksi jumlah kandungan senyawa fosfor hingga maksimum 4 ppm b. Mereduksi jumlah trace iron dan trace copper: i. Iron 0.15 ppm maksimum ii. Copper 0.06 ppm maksimum c. Mereduksi jumlah pigmen yang tak terdekomposisi saat decomposing Dewasa ini, teknologi membran telah diterapkan untuk mengolah minyak kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent, POME) pada industri ini dan menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan bahwa teknologi ini dapat digunakan pada proses pengolahan minyak pangan lainnya (Azbar, 2003). Beberapa penelitian melaporkan bahwa teknologi membran memberikan hasil yang sangat baik, akan tetapi beberapa kendala teknis menunda penggunaan teknologi ini pada skala komersial. Kendala utama tersebut adalah penggunaan heksan pada proses degumming via membran. Penggunaan heksan pada dasarnya ditujukan untuk membentuk miscella pada fosfolipid sehingga minyak dan fosfolipid dapat dipisahkan pada membran karena adanya perbedaan berat dan ukuran molekul (Koseoglu, 1997). Sela penggunaan heksan beberapa peneliti menggunakan H 3 PO 4 yang biasa digunakan dalam proses acid degumming. Penggunaan H 3 PO 4 dilaporkan memberikan rejeksi gum yang tinggi dan efektif terhadap penyingkiran non-hydratable gum selain hydratable gum.(hafidi, 2004). H 3 PO 4 dalam proses degumming berfungsi sebagai reagen untuk mengendapkan logam - logam dengan membentuk garam dan hydratable gum yang menyebabkan terjadi kehilangan rasa, timbulnya bau pada minyak (Asiedu, 1989) dan mengurangi efektivitas pada proses netralisasi (deasidifikasi) (Mwale, 1987). 3. PERCOBAAN 3.1. Bahan Minyak kelapa sawit mentah diperoleh dari PT. Agricinal (Bengkulu, Indonesia). Minyak kelapa sawit tersebut merupakan keluaran dari Unit Pressing. Minyak kelapa sawit yang diperoleh disimpan dalam wadah terutup dalam suhu kamar untuk memcegah kontaminasi oleh uap air di udara dan risiko teroksidasi oleh oksigen. Heksan (0.1 N) digunakan sebagai solvent pada analiasa padatan tak larut pada minyaka kelapa sawit Alat Tahap Pretreatment CPO Sebelum pemisahan pengotor minyak kelapa sawit dipanasakan terlebih dahulu hingga mencapai temperature operasi yang diinginkan. Setelah mencapai temperature operasi yang diinginkan sejumlah H 3 PO 4 (0.1%, 0.3%, 0.5%, 0.8% (w/w)) ditambahkan kedalam CPO. Campuran CPO dan H 3 PO 4 diaduk selama 20 menit dengan kecepatan pengadukan 450 rpm sebelum diumpankan ke dalam unit membran Tahap Ultrafiltrasi Proses klarifikasi dan degumming secara simultan dilakukan dengan membran ultrafiltrasi (UF) yang terbuat dari bahan polipropilen dengan sistem cross flow. Modul membran yang digunakan mempunyai pori sebesar 0.01 μm dan luas permukaan membrane efektif sebesar 0.5 m 2. Tekanan operasi (TMP) yang diijinkan berkisar antara 1 3 bar. Pada operasi ini retentate akan dikembalikan kepada umpan sementara permeat akan ditampung untuk dianalisa lebih lanjut. Pada Gambar 1 disajikan sistem membran yang digunakan pada percobaan. Sistem membrane ini dilengkapi dengan pompa untuk mengalirkan CPO ke dalam sisi shell membran. Pada sisi umpan diberikan alat ukur tekanan, sedangkan pada sisi permeat dan retentat tekanan dipasang sebesar 1 bar. Backflush dilakukan dengan mengalirkan udara kering kedalam sisi lumen dari membran. Udara kering yang digunakan pertama tama difiltrasi terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada uap air yang masuk ke B /3

4 dalam membran. Udara tersebut kemudian ditekan dengan kompresor sebelum diumpankan ke dalam membran. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2. Gambar. 1 Skema alat pada proses klarifikasi dan degumming CPO secara simultan Gambar. 2 Sistem membran untuk klarifikasi dan degumming CPO secara simultan 3.3 Parameter parameter percobaan Variasi Tekanan Pada kondisis dimana polarisasi konsentrasi dapat diabaikan (misal pada air murni) fluks permeat akan meningkat seiring peningkatan tekanan (TMP). Untuk larutan yang mengandung padatan tak larut fluks hanya akan meningkat pada saat TMP optimum tercapai. Diatas kondisi tersebut fluks sudah tidak dapat dipengaruhi oleh tekenan Karena adanya pembentukan lapisan polarisasi gel. Besar TMP dapat dihitung via persamaan berikut : yang signifikan pada densitas dan viskositas dari CPO (PORIM, 1995) Konsentrasi H 3 PO 4 Peningkatan konsentrasi H 3 PO 4 akan menyebabkan peningkatan rejeksi terhadap fosfolipid. Pada penelitian ini H 3 PO 4 (85%, densitas 1.7 g/ml) digunakan sebagai reagen degumming. Jumlah yang ditambahkan ke dalam CPO sebesar 0.1, 0.3, 0.5, 0.8 % (w/w) Interval Backlush Pembersihan permukaan membrane dari pengotor pengotor pada CPO sangat penting karena selama proses berlangsung terjadi pembentukan lapisan cake akibat polarisasi konsentrasi. Suatu sistem backflush yang baik harus dapat mencapai seluruh permukaan membrane untuk mencegah adanya penyumbatan permukaan membrane oleh pengotor. Penyumbatan yang terjadi juga dapat memicu terjadinya channeling dalam proses klarifikasi. Penentuan interval backflush dipengaruhi dari efektivitas sistem backflush dan intensitas fouling yang terjadi pada membran. Pada penelitian ini backflush dilakukan tiap 6 menit selama 4 detik. 3.4 Uji Karakteristik CPO Analisa Kandungan Air Kandungan air dan material teruapkan lain ditentukan via metode gravimetik. Metode ini menggunakan pemanasan dan penimbangan berulang. Pemanasa dilakuan pada temperature 103 o C selama 2.5 jam dan akan dilakukan pemanasan lebih lanjut selama 30 menit jika sampel yang diuji belum mencapai nilai yang konstan. Metode ini didasari pada metode dari Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM) Analisa kandungan padatan tak larut Analisa ini dilakukan dengan melarutkan sampel minyak ke dalam n-heksan pada kondisi vakum. Metode ini juga didasari pada metode PORIM. Konfigurasi dari alat yang digunakan pada analisa padatan tak larut dapat dilihat pada gambar 3. TMP [bar] = [(P F + P R )/2] - P f Dimana P F adalah tekanan pada sisi umpan, P R tekanan pada sisi retentat, and P f adalah tekanan pada sisi permeat Variasi Temperatur Kenaikan temperatur dapat memicu kenaikan laju fluks, karena berkurangnya viskositas dan masa jenis dari CPO. Fakta membuktikan bahwa kenaikan temperatur sebesar o C dapat meningkatkan laju fluks permeat hingga dua kali lipat (Cheryan, 1986). Akan tetapi pengaruh temperatur terhadap laju fluks juga dipengaruhi oleh karakteristik fluida. Perubahan pada temperatur opersasi dilaporkan memberikan perubahan Gambar. 3 Peralatan analisa padatan tak larut dalam minyak. B /4

5 3.4.3 Analisa Kandungan Fosfolipid Kandungan fosfolipid ditentukan menggunakan viskometer tipe KPG - VISCOMETERS CANNON FENSKE, Capilarry No HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Temperatur Operasi Pengaruh temperatur operasi pada fluks membran disajikan pada gambar 4.. pertama. Sedangkan untuk variasi temperatur operasi 60 o C dan 70 o C, nilai fluks terus turun dan mencapai nilai cukup konstan setelah menit ke-60. Hal ini terjadi karena semakin rendah temperatur, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka viskositas minyak akan semakin tinggi. Dengan demikian, minyak akan sulit berpermeasi melalui membran dan akibatnya, pada permukaan membran akan terjadi polarisasi konsentrasi minyak yang selanjutnya berdampak pada pembentukan cake di permukaan membran (terjadi fenomena fouling). Semakin cepat cake layer terbentuk, maka fluks konstan akan lebih cepat tercapai. Gambar 4 Pengaruh perubahan temperatur operasi terhadap fluks membran pada TMP 0.88 bar dan konsentrasi H 3 PO 4 0.5% w/w Dari gambar 4 terlihat bahwa fluks akan cenderung menurun seiring dengan lamanya waktu proses. Untuk kondisi operasi pada temperatur 60 o C, fluks awal yang diperoleh sebesar 1.6 lmh. Lalu, setelah 50 menit menurun hingga 1.4 lmh dan pada akhir proses, fluks yang diperoleh hanya sebesar 0.8. Penurunan fluks selama proses mencapai 50% dari fluks awalnya. Hal ini terjadi karena semakin lama proses degumming dan klarifikasi secara simultan dilakukan, maka akan terbentuk suatu lapisan (layer) minyak di permukaan membran yang mengganggu proses transportasi pada membran. Fenomena inilah yang dikenal dengan fenomena fouling pada membran. Fouling inilah yang menyebabkan pori membran semakin mengecil dan bahkan tertutup. Selain itu, dari gambar 4 juga bisa diamati bahwa peningkatan temperatur umpan minyak akan meningkatkan fluks membran. Fluks awal untuk temperatur 70 o C adalah sebesar 2.25 lmh, 1.5 kali lebih besar dibandingkan dengan fluks pada temperatur umpan 60 o C (1.6 lmh) dan hampir tiga kali lebih besar dari umpan dengan temperatur 45 o C. Hal ini terjadi karena peningkatan temperatur akan menurunkan viskositas dari minyak. Permeasi minyak melalui pori membran akan lebih mudah apabila viskositas minyak semakin rendah. Fenomena ini dapat disajikan pada gambar 5. Dari gambar 4 juga dapat dilihat waktu yang diperlukan bagi sistem membran untuk mencapai nilai fluks yang konstan. Semakin rendah temperatur operasi maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mencapai nilai fluks konstan. Temperatur operasi 45 o C memberikan nilai fluks yang cukup konstan sejak menit Gambar 5 Pengaruh perubahan temperatur operasi terhadap viskositas kinematik minyak 4.2 Pengaruh Tekanan Operasi (TMP) Pengaruh tekanan operasi (TMP) pada fluks membran disajikan pada gambar 6. Gambar 6 Pengaruh perubahan tekanan operasi (TMP) terhadap fluks membran pada temperatur operasi 50 o C dan konsentrasi H 3 PO 4 0.5% w/w Dari gambar 6 terlihat bahwa peningkatan tekanan akan meningkatkan nilai fluks membran. Fluks awal untuk proses dengan tekanan operasi (Trans membran pressure, TMP) 2.22 bar sebesar 2.4 lmh, 1.5 kali proses pada TMP 0.88 bar. Tekanan, berdasarkan teori sebelumnya, merupakan salah satu gaya dorong (driving force) perpindahan massa pada membran. Oleh karena itu, semakin tinggi TMP akan menambah driving force perpindahan massa minyak melalui pori membran. Dengan meningkatnya gaya dorong pada membran, maka laju fluks yang dihasilkan pun akan lebih besar. Namun, besarnya fluks yang dihasilkan tidak menjamin kualitas minyak yang dihasilkan pun akan bagus atau sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan. B /5

6 4.3 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap fluks rata-rata membran Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap fluks membran disajikan pada gambar 7. Dari gambar 7 dapat diamati bahwa peningkatan jumlah H 3 PO 4 akan meningkatkan fluks rata-rata membran. Dapat dilihat bahwa penambahan H 3 PO 4 dari 0.1 hingga 0.8% w/w akan meningkatkan fluks rata-rata membran dari 0.9 hingga 1.4 lmh (liter/m 2 jam). Berdasarkan Chinyere. I Iwouha, et al dalam publikasinya yang berjudul Chemical and physical characteristics of palm, palm kernel and groundnut oils as affected by degumming bahwa penambahan H 3 PO 4 akan menurunkan viskositas dari minyak. Gambar 8 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap viskositas kinematik minyak pada TMP 0.88 bar dan temperatur 50 o C Tabel 1 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap viskositas kinematik minyak T( o C) TMP (bar) [H 3 PO 4 ](%w/w) Viskositas cst Crude Gambar 7 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap fluks rata-rata membran pada TMP 0.88 bar dan temperatur 50 o C 4.4 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 terhadap rejeksi fosfolipid Fosfolipid adalah emulsifier alami yang terkandung dalam minyak dan berperan mengikat molekul-molekul minyak sehingga mengakibatkan peningkatan viskositas pada minyak, serta kehilangan (kerusakan) minyak pada saat proses pemulusan (Chikoti, 1988). Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa fosfolipid dapat meningkatkan viskositas minyak, sehingga kadar fosfolipid dalam minyak bisa diukur dengan menggunakan parameter viskositas kinematik dari minyak. Pada pangukuran kadar viskositas kinematik untuk percobaan ini, digunakan viscometer dengan merek KPG Viscometers Cannon Fenske, Capillary No Formula yang digunakan, mengacu pada spesifikasi viskometer, adalah: Dimana: = viskositas kinematik (cst), K = 17.6 (dari spesifikasi alat), t = waktu (detik), = faktor koreksi (konstanta) ~ 0 Pengaruh penambahan H 3 PO 4 pada viskositas minyak produk disajikan pada gambar 8 dan tabel 1. Gambar 8 dan tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah H 3 PO 4 akan menurunkan viskositas dari minyak hasil proses menggunakan membran (produk minyak). Viskositas CPO tanpa penambahan H 3 PO 4 mencapai 153 cst, sedangkan begitu ditambahkan 0,1 % w/w langsung menurun drastis hingga 65 cst. Semakin banyak H 3 PO 4 yang ditambahkan, maka viskositas minyak pun akan semakin rendah, dimana penambahan 0.8 % w/w H 3 PO 4 menurunkan viskositas hingga 60 cst dan merupakan viskositas terendah diantara variasi penambahan H 3 PO 4 yang lain. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, fosfolipid merupakan emulsifier yang meningkatkan viskositas minyak. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah H 3 PO 4 yang ditambahkan menyebabkan penurunan viskositas minyak yang artinya meningkatkan rejeksi fosfolipid yang terkandung dalam minyak. Berdasarkan Chinyere. I Iwouha, et al dalam publikasinya yang berjudul Chemical and physical characteristics of palm, palm kernel and groundnut oils as affected by degumming bahwa penurunan viskositas ini berarti menunjukkan senyawa lilin dan pengotor lain, yang berperan meningkatkan viskositas minyak (termasuk fosfolipid), telah terpisahkan dari minyak selama proses degumming sehingga viskositas minyak hasil proses akan lebih rendah daripada viskositas minyak umpan. Tabel 1 memperlihatkan bahwa peningkatan TMP akan meningkatkan viskositas dari minyak produk. Untuk penambahan H 3 PO 4 0.5% w/w, viskositas akan meningkat dari 63 cst menjadi 74 cst ketika TMP ditingkatkan dari 0.88 bar menjadi 2.22 bar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tekanan menyebabkan penurunan rejeksi fosfolipid selama proses. Penurunan ini terjadi karena besarnya daya dorong pada membran B /6

7 sehingga menyebabkan fosfolipid terus tertekan ke permukaan membran dan akhirnya dipaksa berpermeasi melalui membran. Dengan demikian, sebagian fosfolipid lolos melewati membran yang mengakibatkan viskositas minyak produk meningkat. 4.5 Rejeksi pengotor tak larut dan air Rejeksi pengotor tak larut dan air selama proses pada berbagai variasi temperatur, TMP, dan konsentrasi H 3 PO 4 disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Rejeksi pengotor tak larut dan air selama proses pada berbagai variasi temperatur, TMP, dan konsentrasi H 3 PO 4 Pengotor tak larut kadar air massa rejeksi massa rejeksi (%) (%) (%) (%) Crude T TMP [H 3 PO 4 ] ( o C) (bar) (%w/w) Dari tabel 2 terlihat bahwa rejeksi pengotor tak larut berkisar antara 55%-79%. Rejeksi pengotor tak larut memanfaatkan ukuran pori dan partikel pengotor tak larut. Prinsip pemisahannya pada dasarnya adalah prinsip pemisahan secara fisik sederhana, seperti layaknya filter biasa. Dengan memanfaatkan ukuran pori membran yang kecil, yaitu sekitar 0.1 µm, dan ukuran pengotor tak larut yang cukup besar, maka selama proses, pengotor akan tertahan oleh membran. Namun, penghilangan pengotor tak larut ini tidak mencapai 100% karena ternyata ukuran pengotor bervariasi. Ada pengotor yang ukuran diameternya lebih dari 0.1 µm dan ada pula yang lebih kecil dari 0.1 µm sehingga lolos melewati membran. Dari tabel 2 juga terlihat bahwa peningkatan temperatur operasi akan menurunkan rejeksi pengotor tak larut. Pada temperatur 45 o C, rejeksi pengotor tak larut mencapai 79% sedangkan pada 70 o C, rejeksi menurun hingga 60% untuk TMP 0.88 bar dan konsentrasi H 3 PO 4 yang ditambahkan 0.5% w/w. Hal ini terjadi karena semakin rendah temperatur, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka cake layer yang terbentuk di permukaan membran akan semakin cepat. Dengan adanya cake layer di permukaan membran ini, maka pengotor-prengotor akan semakin banyak yang tertahan oleh cake ini akibat deposit yang ditimbulkan yang menyebabkan pengecilan atau bahkan penutupan pori membran. Selain penyisihan pengotor tak larut, proses klarifikasi dengan membran pun bertujuan menghilangkan kadar air dalam minyak. Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa rejeksi air berkisar antara 62-92%. Artinya, sebaian besar air yang terkandung dalam minyak terpisahkan dari produk. Pemisahan kadar air memanfaatkan sifat membran yang hidrofobik. Karena membran bersifat hidrofobik, maka air akan ditolak oleh membran karena sifatnya yang bertolak belakang. Namun, sebagian air lolos dikarenakan adanya gaya dorong pada membran yang menyebabkan air terdorong melewati pori membran. Kadar air yang terkandung dalam minyak produk berkisar pada rentang %. Nilai kadar air ini telah mencapai kondisi spesifikasi kadar air hasil keluaran unit oil purifier pada proses klarifikasi konvensional, yaitu sebesar 0,6-1%. Dari hasil penelitian di atas, maka kondisi operasi yang menghasilkan kualitas minyak terbaik, yaitu dengan rejeksi air 92.99%, rejeksi pengotor tak larut 77.15%, dan penurunan viskositas hingga 66.2 cst, adalah operasi pada temperature 50 o C, TMP 0.88 bar, dan penambahan H 3 PO 4 0.3% w/w. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hydrophobic microporous hollow fiber membran dapat digunakan untuk proses klarifikasi dan degumming secara simultan pada industri CPO. Nilai laju alir permeat dipengaruhi temperatur, TMP, dan penambahan H 3 PO 4. Penambahan H 3 PO 4 akan berpengaruh pada viskositas minyak yang berarti menunjukkan penyingkiran senyawa lilin dan pengotor lain yang berperan meningkatkan viskositas minyak (termasuk fosfolipid) selama proses. Pemisahan pengotor tak larut selama proses berkisar antara 51-79% dengan memanfaatkan prinsip pemisahan fisik sederhana, sedangkan pemisahan air berkisar antara 61-92% dengan memanfaatkan sifat air dan membran yang bertolak belakang. Kondisi optimum dicapai pada temperatur 50 o C, TMP 0.88 bar, penambahan H 3 PO 4 0.3% w/w, dan backflush 6 menit. Dalam penelitian ini sebaiknya hindari kontak langsung membran dengan air karena membran akan semakin hidrofilik, penggunaan membran untuk minyak sebaiknya tidak dilakukan terus menerus karena akan menyebabkan swelling pada membran. LITERATUR [1] Asiedu, J. J Refining of vegetable oils. Processing Tropical Crops A Technological Approach..London: MacMillan Press Ltd, pp [2] Azbar, Nuri., Yonar, Taner Comparative Evaluation and full-scale treatment alternatives for the vegetable oil refining industry wastewater (VORW). Process Biochemistry., 39 : [3] Cheryan. M, Ultrafiltration Handbook, Technomic Publishing Co., Inc. Lancaster, PA,1986 B /7

8 [4] Chikoti, G Commercial production of cooking oil at Premium Oil Industries, Lusaka Zambia. In Proc Zambia. Workshop on Oilseed Expression, Kafue, Zambia, October 1987, pp [5] Cornelius, J. A Palm kernel oil processing. Processing of Oil Palm Fruit and Its Product., London : Tropical Products Institute, pp [6] Ebert, K., & Cuperus, F.P Solvent Resistant nanofiltration membranes in edible oil processing. Membrane Technology, 107: 5 8 [7] Eng, T. G., M. M Quality Control in Fruit Processing. Journal of American Oil Chemist s Society, 60 (2) : [8] Gunstone, F. D., Harwood, J. L,. & Padley, F. B The Lipid Handbook (2 nd ed). London : Chapman & Hall. pp [9] Hafidi, Abdellatif., Pioch, Daniel., & Ajana, Hamid Membrane - based simultaneous degumming and deacidification of vegetable oils. Innovative Food Science and Emerging Technologies., 6: [10] Iwuoha, C. I., Ubbaonu, C. N., Ugwo, R. C., & Okereke, N. U Food Chemistry., 55 : [11] Keenan, Kleinfelter, Wood., Kimia untuk Universitas, Erlangga, Jakarta, [12] Ketaren, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Edisi 1, Universitas Indonesia, [13] Koseoglu, S.S Bench-scale membrane degumming of crude vegetable oil : Process optimization. Journal of Membrane Science [14] Malaysian Oil Palm Statistics Malaysian Palm Oil Board. [15] Mulder, Marcel Basic Principle of Membrane Technology, 2nd Edition, Center of Membrane Science and Technology, University of Twente, Enschede, The Netherlands. [16] Mwale, J. M Quality and storage stability of rurally produced oils. Proc. Zambia Workshop on Oilseed. pp 85 9 [17] O Brien, Richard Introduction to Fats and Oils Technology 2 nd Ed. AOCS Press. Champaign, Illinois, USA. pp 40. [18] Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM), PORIM Test Methods. Vol. 1. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Malaysia [19] Subramanian, R., Ichikawa, S., Nakajima, M., Kimura, T., & Maekawa, T Characterization of phospholipid reverse miscelles in relation to membrane processing of vegetable oils. European Journal of Lipid Science Technology, 103 : [20].United States Department of Agriculture, Agricultural Statistics Table B /8

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN Sasmito Wulyoadi dan Kaseno Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Gedung

Lebih terperinci

DEGUMMING CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI

DEGUMMING CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI DEGUMMING CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI Syarfi, Ida Zahrina, dan Widya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UR ABSTRAKS Proses degumming CPO (Crude Palm Oil) secara konvensional

Lebih terperinci

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN (MEM)

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN (MEM) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN (MEM) Disusun oleh: Felix Christopher Dr. I Gede Wenten Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Hasil yang diharapkan dari sistem yang dibentuk adalah kondisi optimal untuk dapat menghasilkan fluks air yang tinggi, kualitas garam super-saturated sebagai

Lebih terperinci

Latar Belakang. Metode-metode degumming yang telah ada harus melalui banyak tahap. Indonesia yang memiliki perkebunan karet terbesar ke-2 di dunia

Latar Belakang. Metode-metode degumming yang telah ada harus melalui banyak tahap. Indonesia yang memiliki perkebunan karet terbesar ke-2 di dunia Latar Belakang 1 2 3 Indonesia yang memiliki perkebunan karet terbesar ke-2 di dunia Metode-metode degumming yang telah ada harus melalui banyak tahap Menyempurnakan penelitian sebelumnya tentang degumming

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.M. Rachimoellah, Dipl.EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.M. Rachimoellah, Dipl.EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.M. Rachimoellah, Dipl.EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi LABORATORIUM BIOMASSA DAN KONVERSI ENERGI JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( ) LAPORAN PENELITIAN Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI (0731010045) BAGUS ARIE NUGROHO (0731010054) JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

DEASIDIFIKASI DAN DEKOLORASI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

DEASIDIFIKASI DAN DEKOLORASI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI Ika Amalia Kartika, Sri Yuliani, dan Dhiani Dyahjatmayanti DEASIDIFIKASI DAN DEKOLORASI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI DEACIDIFICATION AND DECOLORATION

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

MEMBRANE POLYPROPYLENE

MEMBRANE POLYPROPYLENE DEGUMMING MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) MENGGUNAKAN MEMBRANE POLYPROPYLENE Muhammad Rachimoellah, Orchidea Rachmaniah, Julian irdiansyah, Dwi Asrini Laboratorium Biomassa dan Konversi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK Ariestya Arlene*, Steviana Kristanto, Ign Suharto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1)

OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1) Optimasi Proses Deasidifikasi Minyak Sawit (F.Mas ud et al.) OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 14 ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika ada air dan dipanaskan. BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III.1 Alat a. Neraca Analitik Kern Abs b.

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan Jhon Armedi Pinem, Marina Hayati Adha Laboratorium Pemisahan dan Pemurnian Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, telah beredar asumsi di masyarakat bahwa minyak goreng yang lebih bening adalah yang lebih sehat. Didukung oleh hasil survey yang telah dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid).

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid). BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemurnian Minyak Sawit Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpertikel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG

ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG Firdaus Jl. Kalibeber KM 3 Wonosobo, Jawa Tengah firdaus.1024@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai viskositas

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL Yanuar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

OUTLINE. PERLAKUAN AWAL Tujuan: TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK PANGAN PENDAHULUAN. Video: Sustainable Palm Oil Production PERLAKUAN AWAL

OUTLINE. PERLAKUAN AWAL Tujuan: TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK PANGAN PENDAHULUAN. Video: Sustainable Palm Oil Production PERLAKUAN AWAL TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK PANGAN PUSTAKA OUTLINE PENDAHULUAN. A. B. C DEGUMMING. D REFINING. E BLEACHING. F DEWAXING. G DEODORISASI. H FRAKSINASI. I HIDROGENASI. J INTERSESTERIFIKASI. K 1 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika

Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika ISSN 1907-0500 Desi Heltina, Yusnimar, Marjuki, Ardian Kurniawan Jurusan Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Riau Pekanbaru 28293 Abstrak Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dan setelah di ekstraksi akan menghasilkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari percobaan diolah untuk mendapatkan hubungan antara fluks terhadap waktu, tekanan dan konsentrasi, serta mencari efesiensi pencucian terhadap agent chemical

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK)

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) Asti Sawitri (208 700 573) Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2011 A. Membran Reverse Osmosis (RO) Membran RO dibuat dari berbagai

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI Adharatiwi Dida Siswadi dan Gita Permatasari Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1 efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK SAWIT 2.1.1. Komposisi Minyak Sawit Crude Palm Oil yang dihasilkan dari ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit dengan komposisi produk 66% minyak (range 40-75%), 24%

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas TUGAS AKHIR PABRIK ASAM LEMAK DARI BIJI BUNGA MATAHARI DENGAN PROSES HIDROLISIS SECARA COUNTINUOUS COUNTERCURRENT Disusun oleh: Lisa Monica Rakhma 2307 030 054 Yuniar Aulia Ningtyas 2307 030 058 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi optimal dari kinerja membran umumnya dinyatakan oleh besamya permeabilitas, selektivitas membran terhadap suatu spesi kimia tertentu, fluks permeat dan rejeksi kandungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2006, Indonesia telah menggeser Malaysia sebagai negara terbesar penghasil kelapa sawit dunia [1]. Menurut Gabungan Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Ketaren, 1986). Minyak goreng diekstraksi

Lebih terperinci

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013 / 2014 MODUL PEMBIMBING : Plate and Frame Filter Press : Iwan Ridwan, ST, MT Tanggal Praktikum : 10 Juni 2014 Tanggal Pengumupulan : 21 Juni

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN :

Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : PENGARUH RASIO UMPAN TERHADAP PELARUT DAN TEMPERATUR DALAM EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SECARA BATCH TERHADAP PEROLEHAN MINYAK DARI BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana) Ariestya Arlene 1, Ign. Suharto

Lebih terperinci

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1]

Gambar I.1. Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak yang diproduksi dalam jumlah yang cukup besar di dunia. Hingga tahun 2005, Indonesia merupakan negara pengekspor minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci