MODUL STEBC 02 : SURVEI LAPANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL STEBC 02 : SURVEI LAPANGAN"

Transkripsi

1 PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 02 : SURVEI LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1

2 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan KATA PENGANTAR Modul ini berisi bahasan tentang pelaksanaan pekerjaan survei lapangan pekerjaan jembatan. Pengetahuan ini sangat bermanfaat dalam menunjang tugastugas ahli struktur pekerjaan jembatan untuk melaksanakan pekerjaan struktur jembatan berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan dokumen kontrak yang berlaku. Modul ini disusun dalam rangka membekali seorang ahli struktur pekerjaan jembatan untuk melakukan survei lapangan pekerjaan jembatan. Disadari bahwa buku ini masih cukup banyak kekurangannya, oleh karena itu berbagai masukan demi sempurnanya buku ini sangat diharapkan. Kepada siapapun yang berkenan untuk memberikan masukan termaksud, kami ucapkan banyak terima kasih. Jakarta, Desember 2006 Penyusun i

3 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN MODEL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) : Lokakarya terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pekerjaan struktur jembatan berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan pengendalian waktu. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu: 1. Menerapkan ketentuan UUJK, mengawasi penerapan K3 dan memantau lingkungan selama pelaksanaan pekerjaan jembatan 2. Melakukan survei lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan lokasi jembatan di lapangan. 3. Melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas. 4. Menyusun detail jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan sesuai dengan urutan pelaksanaannya. 5. Meneliti kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan yang akan digunakan dalam upaya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. 6. Menyiapkan perhitungan volume pekerjaan, penggunaan peralatan, material dan tenaga kerja yang diperlukan untuk kepentingan pelaksanaan pekerjaan. 7. Memecahkan permasalahan konstruksi yang mungkin timbul sesuai dengan metode pelaksanaan selama pekerjaan berjalan. 8. Mengorganisasi alat, bahan dan tenaga pekerjaan struktur jembatan dan membuat laporan. ii

4 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan NOMOR : STEBC 02 JUDUL MODUL : SURVEI LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN TUJUAN PELATIHAN : TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melakukan survei lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan lokasi jembatan di lapangan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Menjelaskan gambar rencana secara teliti. 2. Melakukan identifikasi lapangan (site plan, jalan akses, detour, perkuatan jembatan, jembatan darurat, dll.) dalam rangka penyiapan gambar kerja. 3. Melakukan identifikasi permasalahan yang mungkin ditimbulkan oleh lingkungan sekitar lokasi pekerjaan. iii

5 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i LEMBAR TUJUAN... ii DAFTAR ISI... iv DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction)... vi DAFTAR MODUL... vii PANDUAN INSTRUKTUR... viii BAB I : PENDAHULUAN BAB II : GAMBAR RENCANA 2.1 DIMENSI, BENTUK DAN HAL-HAL LAIN DALAM GAMBAR RENCANA... II RESUME BAGIAN-BAGIAN PEKERJAAN... II Jembatan... II Ketentuan teknis untuk pembuatan elemen-elemen jembatan... II Staking Out... II-13 BAB III : IDENTIFIKASI LAPANGAN 3.1 SURVEI DAN PEMETAAN KONDISI EKSISTING... III Urutan Pekerjaan... III Penetapan Titik Pengukuran... III Pengukuran Jembatan... III Pemetaan Kondisi Eksisting... III Pekerjaan Survei Lapangan Untuk Peninjauan Kembali Rancangan... III Peninjauan Kembali Rancangan... III PERENCANAAN PEKERJAAN PENUNJANG... III Jalan Akses... III Jalan Alih Sementara Atau Detour... III Rambu Dan Penghalang (Barrier)... III Perkuatan Jembatan... III Kantor Lapangan... III-24 iv

6 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan Fasilitas Laboratorium Dan Pengujian... III-25 BAB IV: IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 4.1 SURVEI UTILITAS... IV Relokasi Utilitas... IV Bangunan Yang Terkena Pengaruh Pekerjaan Konstruksi IV PENERAPAN METODE KERJA... IV Kondisi Lalu Lintas... IV Mengenali Frekwensi Banjir Sungai... IV Perlintasan Dengan Jalan Kereta Api... IV-7 RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA HAND OUT v

7 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latih Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction). Nomor Modul Jabatan Kerja : Kode DAFTAR MODUL Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction/STEBC) Judul Modul 1 STEBC 01 UUJK, K3 dan Pemantauan Lingkungan 2 STEBC 02 Survei Lapangan Pekerjaan Jembatan 3 STEBC 03 Pengujian Tanah dan Material 4 STEBC 04 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan 5 STEBC 05 Gambar Kerja Pekerjaan Jembatan 6 STEBC 06 Kebutuhan Sumber Daya 7 STEBC 07 Permasalahan Pelaksanaan Jembatan 8 STEBC 08 Metode Pelaksanaan Jembatan vi

8 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan PANDUAN INSTRUKTUR A. BATASAN NAMA PELATIHAN : AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction ) KODE MODUL : STEBC - 02 JUDUL MODUL : SURVEI LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN DESKRIPSI : Materi ini menjelaskan tentang gambar rencana secara teliti, identifikasi lapangan (site plan, jalan akses, detour, perkuatan jembatan, jembatan darurat, dll.) dalam rangka penyiapan gambar kerja, identifikasi permasalahan yang mungkin ditimbulkan oleh lingkungan sekitar lokasi pekerjaan yang memang penting untuk diajarkan pada suatu pelatihan bidang jasa konstruksi sehingga perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan konstruksi betul-betul dapat dikerjakan dengan penuh tanggung jawab yang berazaskan efektif dan efisien, nilai manfaatnya dapat mensejahteraan bangsa dan negara. TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya. WAKTU PEMBELAJARAN : 6 (Enam) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit) vii

9 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan B. KEGIATAN PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembelajaran Pengantar Menjelaskan TIU dan TIK serta pokok pembahasan Merangsang motivasi peserta untuk mengerti/memahami dan membandingkan pengalamannya Bab I Pendahuluan Waktu = 10 menit Mengikuti penjelasan, pengantar, TIU,TIK, dan pokok bahasan. Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan pengalaman OHT 2. Ceramah Bab II Gambar Rencana Dimensi, bentuk dan hal-hal lain dalam gambar rencana Resume bagian-bagian pekerjaan jembatan, ketentuan teknis untuk elemen-elemen jembatan, penyelidikan untuk podasi Waktu = 90 menit 3. Ceramah Bab III Identifikasi Lapangan Survei dan Pemetaan Kondisi Eksisting (Urutan Pekerjaan, Penetapan Titik Pengukuran, Pengukuran Jembatan, Pemetaan Kondisi Eksisting, pekerjaan survei lapangan untuk peninjauan kembali rancangan, peninjauan kembali rancangan) Perencanaan pekerjaan penunjang (Jalan Akses, Jalan Alih Sementara Atau Detour, Rambu Dan Penghalang (Barrier), Perkuatan Jembatan, Kantor Lapangan, Fasilitas Laboratorium Dan Pengujian) Waktu = 80 menit Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta yang ada di lapangan dan atau pengalaman Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta dilapangan dan atau pengalaman OHT OHT viii

10 STEBC-02: Survei Lapangan PekerjaanJembatan Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 4. Ceramah Bab IV Identifikasi Permasalahan Survei utilitas (relokasi utilitas, bangunan yang terkena pengaruh pekerjaan konstruksi) Penerapan metode kerja (kondisi lalu lintas, frekwensi banjir sungai, perlintasan dengan jalan kereta api) Waktu = 90 menit Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta dilapangan dan atau pengalaman OHT ix

11 Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan pekerjaan jembatan di lapangan memerlukan tingkat kecermatan dan ketelitian yang harus mendapat perhatian penuh dari seorang structure engineer of bridge construction. Oleh karena itu peserta pelatihan tersebut perlu menguasai metode pelaksanaan yang akan digunakan dalam upaya memenuhi Spesifikasi Teknis yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan pekerjaan survei lapangan pekerjaan jembatan. Modul ini akan menguraikan prinsip-prinsip pelaksanaan survei lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan lokasi jembatan di lapangan yang secara teknis urutan pekerjaan meliputi : Gambar rencana Identifikasi lapangan (site plan, jalan akses, detour, perkuatan jembatan, jembatan darurat, dll.) dalam rangka penyiapan gambar kerja. Identifikasi permasalahan yang mungkin ditimbulkan oleh lingkungan sekitar lokasi pekerjaan. Dalam pelaksanaan lapangan pekerjaan jembatan, ada 3 (tiga) hal yang saling berkaitan satu sama lain yaitu : Jika kurang memahami spesifikasi teknis, tidak mampu menyiapkan gambar kerja, dan tidak mempunyai SDM (Sumber Daya Manusia) lapangan yang tangguh, kontraktor akan sulit menghindar dari kesalahan/kelalaian pelaksanaan lapangan. Kesalahan/kelalaian pelaksanaan lapangan akan membawa akibat timbulnya permasalahan-permasalahan teknis di lapangan. Setiap ada permasalahan teknis, kontraktor harus segera mengatasinya, sebab kalau tidak, jembatan yang dibangun belum tentu layak digunakan meskipun telah selesai. Mengapa demikian? Karena bisa saja terjadi, misalnya dalam pekerjaan beton lantai jembatan, tinggi jatuh adukan beton terlalu tinggi. Ini salah, akibatnya akan terjadi segregasi, dan mutu beton akan turun, tidak memenuhi persyaratan teknis yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam pelaksanaan survei lapangan untuk pekerjaan jembatan harus memenuhi prinsip-prinsip aspek teknis yang tertuang dalam Spesifikasi Teknis agar dapat memperkecil kesalahan-kesalahan umum yang sering dijumpai pada pelaksanaan pekerjaan jembatan. I-1

12 Bab II: Gambar Rencana BAB II GAMBAR RENCANA 2.1 DIMENSI, BENTUK DAN HAL-HAL LAIN DALAM GAMBAR RENCANA Survei lapangan dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan lokasi jembatan di lapangan. Sebelum melakukan survei lapangan perlu ada konfirmasi antara structure engineer of bridge construction dengan konsultan supervisi tentang apa yang dimaksudkan dengan elemen-elemen jembatan dan bagaimana menempatkan elemen-elemen jembatan tersebut di lapangan sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang elemen-elemen jembatan tersebut, berikut ini diberikan contoh Gambar Rencana Jembatan : Gambar 2.1: Penampang Memanjang Jembatan Gambar di atas menunjukkan penampang memanjang jembatan dengan bangunan rangka baja, sedangkan bangunan bawah terdiri pondasi tiang pancang dan abutment / pilar darin beton. Dalam gambar juga ditunjukkan elemen-elemen jembatan dari berbagai level. Sebelum diuraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan elemen-elemen jembatan, perlu diketengahkan berbagai contoh-contoh penampang memanjang dan penampang melintang jembatan. II-1

13 Bab II: Gambar Rencana Gambar 2.2: Penampang Melintang Jembatan II-2

14 Bab II: Gambar Rencana II-3

15 Bab II: Gambar Rencana II-4

16 Bab II: Gambar Rencana II-5

17 Bab II: Gambar Rencana II-6

18 Bab II: Gambar Rencana Apa yang harus dilakukan oleh structure engineer of bridge construction setelah menerima Gambar Rencana Jembatan? Yang harus dilakukan adalah menyiapkan rencana survei lapangan untuk memastikan : Bahwa gambar rencana jembatan dipersiapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan perencanaan sehingga tidak ada keraguan jika gambar rencana tersebut dilaksanakan di lapangan. Bahwa gambar rencana yang akan dijadikan acuan utama di dalam menyiapkan gambar kerja harus sudah mempertimbangkan kondisi lapangan terakhir. Bahwa gambar rencana yang sudah mempertimbangkan kondisi lapangan terakhir tersebut merupakan hasil pekerjaan review design (rekayasa lapangan). Pekerjaan review design merupakan tugas konsultan supervisi, yang pada awal penugasannya sesuai dengan tatacara pelaksanaan pekerjaan berdasarkan spesifikasi teknis harus menyiapkan review design. Bahwa untuk dapat melaksanakan review design, diperlukan data-data teknis yang baru dapat diperoleh jika dilakukan survei lapangan. Sesuai dengan tatacara yang diatur di dalam spesifikasi teknis, tanggung jawab survei lapangan ada pada kontraktor. Bahwa di dalam melakukan survei lapangan, kontraktor menugaskan urusannya kepada structure engineer of bridge construction. Dari contoh-contoh gambar rencana yang diberikan dapat diperhatikan bahwa elemenelemen jembatan mengandung unsur-unsur fungsi elemen, dimensi elemen, bahan pembuatan elemen, penempatan elemen, jarak antara satu elemen dengan elemen lainnya dan lain sebagainya, yang jika dipadukan akan membentuk suatu struktur jembatan. Perpaduan seluruh elemen inilah yang nantinya akan merupakan bagian dari ruas jalan dan memberikan kontribusi untuk pelayanan bagi pengguna jalan. 2.2 RESUME BAGIAN-BAGIAN PEKERJAAN Resume bagian-bagian pekerjaan dibuat berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi yang dipersyaratkan. Mengambil referensi dari Panduan Pemeriksaan Jembatan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depertemen Pekerjaan Umum 2006, berikut ini adalah elemen-elemen jembatan yang dicakup di dalam Gambar Rencana jembatan, disusun menurut hirarkienya : II-7

19 Bab II: Gambar Rencana Jembatan Aliran Sungai / Timbunan Aliran Sungai Tebing sungai Aliran air utama Daerah genangan banjir Bangunan Pengaman Krib / pengarah arus sungai Bronjong dan matras Talud beton Pasangan batu kosong Turap baja Sistem fender Dinding penahan tanah Tanah Timbunan Timbunan jalan pendekat Drainase di daerah timbunan Lapisan perkerasan Pelat injak Tanah bertulang Bangunan Bawah Pondasi Tiang pancang Pondasi sumuran Pondasi langsung Angker Pondasi balok pelengkung Kepala jembatan / pilar Kepala tiang Pilar dinding / kolom Kepala jembatan / dinding penahan tanah Tembok sayap II-8

20 Bab II: Gambar Rencana Balok kepala Balok penahan gempa Penunjang / pengaku Penunjang sementara Drainase dinding Bangunan Atas Sistem gelegar Gelagar Gelagar melintang Diafragma Sambungan gelegar Perkuatan ikatan angin Pelat pengaku (stiffener) Pelat penutup (cover plate) Jembatan pelat Pelat beton bertulang Pelat beton pracetak Pelat beton prategang Kabel prategang melintang Pelengkung Bagian pelengkung Dinding tegak pelengkung Balok pelengkung Gelagar balok pelengkung Balok pelengkung Balok vertikal Balok melintang Balok pengaku mendatar Sambungan balok pelengkung Rangka Panel rangka (bailley) Gelagar penguat (bailley) Gelagar pengaku (baailley) II-9

21 Bab II: Gambar Rencana Raker penyokong (bailley) Pin panel (baailley) Clamp (bailley) Batang tepi atas Batang tepi bawah Batang diagonal Batang vertikal (Rangka Baja Belanda, Rangka Baja Austria) Ikatan angin atas Ikatan angin bawah Diafragma Sambungan / pelat buhul Baut Batang tengah Batang diagonal kecil (Calender Hamilton) Jembatan gantung Kabel pemikul Kabel penggantung Kabel penahan ayun Kolom pylon Pengaku pylon Sadel pylon Balok melintang (gantung) Ikatan angin bawah Sambungan (gantung) Sistem lantai Gelagar memanjang lantai Pelat lantai (kayu/beton/baja) Pelat baja bergelombang Balok tepi Jalur roda kendaraan (lantai kayu) Trotoir / kerb Pipa cucuran Drainase lantai Lapisan permukaan Sambungan / siar muai II-10

22 Bab II: Gambar Rencana Sambungan siar / muai baja Sambungan siar / muai baja profil Sambungan siar / muai karet Sambungan-sambungan Landasan / perletakan Perletakan baja Perletakan karet Perletakan pot Bantalan mortar / pelat dasar Baut pengikat Sandaran Tiang sandaran Sandaran horizontal Penunjang sandaran Parapet / tembok sedada Perlengkapan Bangunan Pelengkap Rambu-rambu dan tanda-tanda Marka jalan Papan nama Lampu penerangan Tiang lampu Kabel listrik Utilitas Median Gorong-gorong Gorong-gorong persegi Gorong-gorong pipa Gorong-gorong pelengkung II-11

23 Bab II: Gambar Rencana Ketentuan teknis untuk pembuatan elemen-elemen jembatan Elemen-elemen jembatan tersebut di atas harus direncanakan dengan mengikuti persyaratan-persyaratan teknis yang berlaku untuk perencanaan jembatan. Sebelum pekerjaan jembatan dilaksanakan, tugas konsultan adalah mereview Gambar Rencana dan perhitungan-perhitungan perencanaan yang dibuat pada saat ahli perencana jembatan menyiapkan Gambar Rencana. Dokumen berupa gambar rencana pada umumnya merupakan salah satu dokumen dari dokumen lelang yang dipersiapkan untuk peserta lelang, namun perhitungan-perhitungan perencanaan tidak termasuk dalam dokumen lelang tersebut. Oleh karena itu konsultan pemenang lelang, yang akan ditugasi untuk melakukan supervisi pekerjaan jembatan perlu mengumpulkan seluruh data-data dan perhitungan perencanaan (dimintakan kepada pemilik pekerjaan) sebagai bahan masukan untuk diskusi dengan structure engineer of bridge construction sebelum survei lapangan dilakukan oleh kontraktor. Survei lapangan mencakup kegiatan-kegiatan teknis yang akan digunakan oleh konsultan untuk melakukan review perencanaan teknis (rekayasa lapangan). Hasil review perencanaan teknis yang dibuat oleh konsultan, dijadikan dasar oleh structure engineer of bridge construction untuk menetapkan lokasi jembatan di lapangan sesuai dengan kondisi lapangan dan membuat jembatan yang elemen-elemennya dibuat sesuai dengan persyaratan-persyaratan teknis yang ditentukan dalam spesifikasi teknis. Jadi ada 2 (dua) jenis ketentuan teknis yang digunakan : Untuk kepentingan perencanaan teknis, ahli perencana jembatan harus berpedoman pada persyaratan teknis yang berlaku untuk perencanaan teknis jembatan. Untuk kepentingan pelaksanaan konstruksi, structure engineer of bridge construction harus berpedoman pada spesifikasi teknis. Berkaitan dengan penyiapan review design, structure engineer of bridge construction harus dapat memastikan bahwa konsultan setelah mempelajari Gambar Rencana, hasilhasil perhitungan untuk perencanaan teknis dan hasil survei lapangan yang dilakukan oleh kontraktor, akan menggunakan rujukan di bawah untuk menyiapkan review design jembatan : II-12

24 Bab II: Gambar Rencana NO ITEM PERENCANAAN KRITERIA PERENCANAAN 1. Pembebanan SNI : Tata cara perencanaan pembebanan jembatan jalan raya SNI : Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan jalan raya 2. BMS 92 : Bridge Management System 92 Spesifikasi Perencanaan Spesifikasi Jembatan Jalan Raya AASHTO. Spesifikasi JEPANG. Kelas A, 100% beban D (beban garis ditambah beban kejut) 100% beban T 3. Fungsi & Status Wewenang Jalan Kelas B, 70% Beban D 70% Beban T 4. Perencanaan Beton 5. Perencanaan Baja 6. Hidrologi Kelas C, 50% Beban D 50% Beban T SNI : Peraturan beton bertulang Indonesia SK SNI T : Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung SNI : Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung AASHTO : Sixteenth edition, 1986 ACI 315 : Manual of standard practice for detailing reinforced concrete structures, American Concrete Institute PBBI 1984 : Peraturan perencanaan bangunan baja Indonesia SNI : Spesifikasi konstruksi jembatan tipe balok T bentang s/d 25 meter untuk BM 70 Standar Metode Perhitungan Debit Banjir SK SNI M F Staking Out Suatu pembangunan membutuhkan pelaksanaan seluruh elemen-elemennya pada posisi yang benar. Untuk memindahkan suatu Gambar Rencana dari atas kertas ke suatu bangunan di lapangan, maka dibutuhkan : Disana harus ada sejumlah titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan pada suatu sistem koordinat yang tetap. Perencanaan konstruksi harus dikaitkan pada sistem koordinat yang sama. Apabila terdapat ketidak jelasan informasi pada gambar rencana yang menimbulkan keraguan interpretasi, maka pengawas lapangan harus menghubungi perencananya untuk mendapatkan kejelasan. Kontraktor bertanggung jawab dalam penentuan dan pematokan secara keseluruhan, sedang pengawas lapangan harus memastikan bahwa II-13

25 Bab II: Gambar Rencana kontraktor mendapatkan informasi yang tepat serta menyiapkan titik-titik kontrol yang dipasang Titik Kontrol Survei Suatu jaringan titik kontrol survei ditentukan untuk mencakup seluruh daerah proyek, dan ditempatkan pada posisi yang tepat didalam pekerjaan konstruksi. Jarak antara titik-titik kontrol dianjurkan kira-kira 50 meter. Titik-titik kontrol survei sebaiknya berada dekat dengan lokasi pekerjaan tetapi bebas dari area kegiatan, dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya pergeseran posisi akibat aktivitas pekerjaan termasuk pengoperasian dari peralatan. Untuk itu letak titik-titik kontrol tersebut harus selalu dicek secara teratur. Perubahan letak titik kontrol juga dapat terjadi pada dasar tanah, pada timbunan pelapisan tanah yang mudah mampat atau proses dalam tanah itu sendiri, seperti proses yang terjadi akibat besarnya variasi kadar kelembaban Penentuan Elemen-elemen Struktur Letak dari elemen-elemen utama struktur ditentukan berdasarkan pada sistem referensi yang digunakan. Titik offset referensi harus ditetapkan untuk tiap elemen utama. Letak dan jarak offset tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali dilapangan dan untuk menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak elemen utama selama pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu. Letak elemen-elemen kecil lain seperti kerb, parapet, galian drainase ditentukan berdasarkan pada letak elemen-elemen dengan mempertimbangkan pengukuran. Penempatan dan pematokan letak elemen-elemen yang telah ditentukan harus diperiksa. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terpisah dan dilakukan oleh Staf Engineer dengan menggunakan peralatan lain yang berbeda dengan peralatan yang digunakan pada saat penempatan dan pematokan awal. Bagi kontraktor yang melaksanakan pemeriksaan ulang atas hasil pekerjaannya sendiri, dianjurkan untuk menggunakan methoda lain yang berbeda dengan methoda yang telah digunakan pada saat awal penempatan dan pematokan. Untuk menghindari kesalahan dari ketidak tepatan identifikasi patok, ketidak-tepatan panandaan atau kesalahan dalam melaksanakan survei, maka pengukuran jarak dan beda tinggi dilakukan dengan memeriksa hasil pekerjaan dari titik awal suatu sisi sampai pada titik akhir pada sisi yang lain, kemudian diikatkan pada titik kontrol hasil survei pertama. Pemeriksaan ini tidak II-14

26 Bab II: Gambar Rencana diperkenankan dilakukan hanya dengan mengukur dari satu titik akhir saja atau dua titik akhir pada sisi yang terpisah Pematokan Bersama (Setting Out) Semua survei di lapangan selama pematokan bersama dan selama konstruksi akan dilaksanakan oleh kontraktor di bawah petunjuk konsultan. Hasil survei tersebut akan dikaitkan dengan gambar-gambar konstruksi, kondisi yang ada dan beberapa ketidaksesuaian antara gambar-gambar dan kondisi-kondisi yang ada akan dipergunakan untuk mereview design untuk keperluan proyek (bila ada). II-15

27 Bab III: Identifikasi Lapangan BAB III IDENTIFIKASI LAPANGAN 3.1 SURVEI DAN PEMETAAN KONDISI EKSISTING URUTAN PEKERJAAN Cakupan pekerjaan dalam Kontrak mensyaratkan bahwa kegiatan tertentu harus diselesaikan secara berurutan menurut tongak-tonggak yang telah ditetapkan sebelumnya. Kecuali jika ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan, tanggal yang menjadi tonggak utama bagi kegiatan yang kritis adalah sebagai berikut : a) Survei lapangan termasuk peralatan pengujian yang diperlukan dan penyerahan laporan oleh Kontraktor. b) Peninjauan kembali rancangan oleh Direksi Pekerjaan telah selesai. c) Pekerjaan pengembalian kondisi perkerasan dan bahu jalan selesai. : 30 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh Kontraktor : 60 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh Kontraktor, walau keluarnya detil pelaksanaan dapat bertahap setelah tanggal ini. : 60 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh Kontraktor. d) Pekerjaan minor pada selokan, saluran air, galian dan timbunan, pemasangan perlengkapan jalan dan pekerjaan pengembalian kondisi jembatan. : 90 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh Kontraktor. e) Pekerjaan drainase selesai. : Sebelum dimulainya setiap overlay PENETAPAN TITIK PENGUKURAN Pada umumnya, alinyemen jalan lama, permukaan jalur lalu lintas (carriageway surface), dan patok kilometer lama harus menjadi patokan untuk memulai pekerjaan, kecuali bila diperlukan perubahan kecil pada alinemen jalan, maka dalam hal ini diperlukan titik kontrol sementara yang akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan dan data-data detilnya akan diserahkan kepada Kontraktor bersama dengan semua data yang bersangkutan untuk menentukan titik pengukuran pada alinyemen yang akan diubah. Jika dipandang perlu menurut pendapat Direksi Pekerjaan maka Kontraktor harus melakukan survei dengan akurat dan memasang Bench Mark (BM) pada lokasi tertentu di sepanjang proyek untuk memungkinkan revisi minor terhadap Gambar, pengukuran III-1

28 Bab III: Identifikasi Lapangan ketinggian permukaan perkerasan atau penetapan titik pengukuran (setting out) yang akan dilakukan. Bench Mark permanen harus dibuat di atas tanah yang tidak akan mudah bergeser. Kontraktor harus memasang titik patok pelaksanaan yang menunjukkan garis dan ketinggian untuk pekerjaan jembatan yang diberikan dalam Gambar dan harus mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai pelaksanaan pekerjaan. Jika menurut pendapat Direksi Pekerjaan, setiap perubahan dari garis dan ketinggian diperlukan, baik sebelum maupun sesudah penempatan patok, maka Direksi Pekerjaan akan mengeluarkan perintah yang terinci kepada Kontraktor untuk melaksanakan perubahan tersebut dan Kontraktor harus mengubah penempatan patok sambil menunggu persetujuan lebih lanjut. Profil yang diterbitkan harus digambar di atas kertas kalkir dengan skala, ukuran dan tata letak (layout) sebagaimana yang ditentukan oleh Direksi Pekerjaan. Gambar penampang melintang harus menunjuk-kan elevasi permukaan akhir yang diusulkan, yang diperoleh dari gambar detil rancangan. Gambar profil asli bersama dengan tiga salinannya harus diserahkan kepada Direksi Pekerjaan. Direksi Pekerjaan akan menandatangani satu salinan untuk disetujui atau untuk direvisi, dan selanjutnya dikembalikan kepada Kontraktor. Bilamana Direksi Pekerjaan memandang perlu, maka Kontraktor harus menyediakan semua instrumen, personil, pekerja dan bahan yang mungkin diperlukan untuk meme-riksa penetapan titik pengukuran (setting out) atau untuk setiap pekerjaan relevan lainnya yang harus dilakukan PENGUKURAN JEMBATAN Pengukuran jembatan dilakukan untuk mengetahui posisi rencana jembatan, kedalaman serta lebar sungainya. Tahapan kegiatan pengukuran jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan pengukuran jalan, yaitu terdiri dari kegiatan persiapan, survei pendahuluan, pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan pengukuran detail situasi (lihat Gambar 3.1) Pekerjaan persiapan dan survei pendahuluan pengukuran perencanaan jembatan sama dengan pekerjaan pengukuran perencanaan jalan. III-2

29 Bab III: Identifikasi Lapangan Gambar 3.1: Gambar pengukuran jembatan Pemasangan monumen Monumen yang dipasang pada pengukuran jembatan terdiri dari patok BM (Bench Mark) / CP (Concrete Point) dan patok kayu. BM / CP dipasang disekitar rencana jembatan, pada masing-masing tepi sungai yang berseberangan. Spesifikasi BM maupun CP dapat dilihat pada Gambar 3.2 Gambar 3.2 :Patok BM (Bench Mark) / CP (Concrete Point) dan Patok Kayu III-3

30 Bab III: Identifikasi Lapangan Patok kayu dipasang dengan interval jarak 25 meter sepanjang 100 meter dari masing-masing tepi sungai ke arah as rencana jalan. Patok kayu juga dipasang di tepi sungai dengan interval jarak setiap 25 meter sepanjang 125 meter ke arah hulu dan ke arah hilir sungai (lihat Gambar 3.1). Patok kayu dibuat sepanjang 40 cm dari kayu ukuran 3 cm x 4 cm, pada bagian atasnya dipasang paku, diberi nomor sesuai urutannya dan dicat warna kuning. Setiap pemasangan patok CP dan patok kayu dicatat dalam formulir dan dibuatkan sketsanya dan perkiraan pola konturnya. Pengukuran kerangka kontrol vertikal Pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan dilakukan dengan metode sipat datar terhadap semua patok CP dan patok kayu Pengukuran sipat datar dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi dan dilakukan pengukuran kring tertutup, dengan ketelitian 10 mm D. Dimana D = jumlah jarak dalam Km. Pengukuran sipat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau yang sederajat, pembacaan rambu harus dilakukan pada 3 benang silang yaitu benang atas (ba), nenang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertikalnya rambu. Syarat dan cara pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan sama dengan pengukuran kerangka kontrol vertikal pekerjaan jalan. Pengukuran kerangka kontrol horizontal Pengukuran kerangka kontrol horizontal dilakukan dengan metode poligon tertutup (kring), yaitu dimulai dan diakhiri dari BM/CP yang sama. Azimut awal / akhir poligon didapatkan dari pengamatan matahari. Pengamatan matahari dilakukan dengan sisitem tinggi matahari, dilakukan pengamatan pagi dan sore. Peralatan, dan tatacara pengukuran kerangka kontrol horizontal jembatan sama dengan pengukuran kerangka kontrol horizontal pekerjaan jalan, yaitu pengukuran kerangka kontrol horizontal melewati semua BM / CP dan patok kayu, sehingga BM, CP dan patok kayu terletak dalam satu rangkaian titik-titik poligon. Pengukuran sudut tiap titik poligon dilakukan dengan teodolit dengan ketelitian 1 dilakukan pengukuran dengan sistem satu seri rangkap (4 kali sudut). III-4

31 Bab III: Identifikasi Lapangan Pengukuran penampang memanjang jalan Pengukuran penampang memanjang jalan dilakukan dengan alat ukur sipat datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan 20. Pengambilan data dilakukan pada setiap perubahan permukaan tanah pada as jalan exsiting /rencana sepanjang 100 m. Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb) untuk kontrol bacaan. Pengambilan data dilakukan sepanjang ruas jalan pada setiap perubahan muka tanah. Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang memanjang jalan Pengukuran penampang melintang jalan Pengukuran penampang melintang jalan dilakukan dengan menggunakan alat ukur sipat datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan 20 (detik). Pengambilan data dilakukan setiap interval jarak 25 m sepanjang 100 m dari tepi masing-masing sungai ke arah rencana jalan/jalan eksisting, dengan koridor 50 m as rencana jalan/exsisting. Lihat Gambar 3.3 Gambar 3.3: Gambar penampang melintang jalan Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran perencanaan jalan, yaitu pengambilan data penampang melintang jalan harus tegak lurus dengan as jalan. Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kiri dengan sisi kanan. III-5

32 Bab III: Identifikasi Lapangan Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb) sebagai kontrol bacaan. Setiap rinci data yang diambil harus dibuat sketsanya. Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang melintang jalan Pengukuran penampang melintang sungai Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 meter dari as rencana jembatan, dengan interval pengukuran tiap 25 meter. Pengukuran penampang melintang sungai untuk mengetahui topografi dasar sungai dilakukan dengan menggunakan rambu ukur atau bandul zonding jika kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan kedalaman air lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat echo sounding. Pengukuran penampang melintang sungai dimulai dari tepi atas, tepi bawah, alur sungai, dan setiap interval 5m untuk sungai dengan lebar antara 5 20 m. Bila lebar sungai lebih dari 20m, maka kerapatan pengambilan data dasar sungai dilakukan setiap interval 10 m. Bila pengukuran melintang sungai dilakukan dengan pengukuran dengan echosounding, maka tahapan yang dilakukan (lihat Gambar 3.4) adalah : 1. siapkan echo-sounder dengan perahu di sungai. 2. bentangkan tali dari patok tepi sungai, atau arahkan dengan menggunakan alat ukur teodolit sejajar kedua patok yang terdapat pada dua tepi sungai (misal patok B dan patok C) 3. siapkan perahu pada jalur BC, dan alat echo-sounder siap digunakan untuk pengukuran. 4. pasang teodolit pada pada titik A yang terletak tegak lurus dari garis BC, dan terletak pada tepi sungai yang sama, kemudian arahkan teropong pada titik B, baca piringan horizontal serta ukur jarak AB, catat jarak ukur dan hasil bacaan. 5. lakukan pengukuran sounding mulai bagian tepi sungai, misal dari titik arahkan teropong ke titik 1 (echo-sounder), baca dan catat bacaan sudut horizontal. Sudut 1AB adalah ø, maka jarak dari B ke perahu adalah AB tan ø. 7. pindahkan kapal 10 meter ke arah 2 (posisi 2), lakukan sounding, arahkan teodolit ke titik 2, hitung sudut 2AB (ø2), maka jarak A2 = AB tan ø2. III-6

33 Bab III: Identifikasi Lapangan 8. ulangi pekerjaan sounding untuk titik yang lain sepanjang garis BC sampai ketepi bagian C. 9. kemudian pasang rambu ukur secara vertikal pada permukaan air sungai untuk mengukur beda tinggi antara muka air terhadap tinggi patok tepi sungai (B), baca dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt),benang bawah (bb) dan sudut vertikal, pindahkan rambu ke titik B, baca dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb) dan sudut vertikal. 10. Ulangi lagi pekerjaan sounding untuk jalur yang lain dengan interval antar jalur sebesar 25 m A B θ Jalur pengukuran C Gambar 3.4: Pengukuran kedalaman sungai dengan sounding Pengukuran situasi Pengukuran situasi sisi darat dilakukan dengan menggunakan teodolit dengan metode tachimetri, mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan manusia yang ada disekitar jembatan seperti posisi pier dan abutmen exsisting bila ada, tambatan perahu/dermaga, bentuk tepi sungai, posisi talud, rumah atau bangunan lain yang ada di sekitar sungai. Dalam pengambilan data harus diperhatikan kerapatan detail yang diambil sehingga cukup mewakili kondisi sebenarnya (lihat Gambar 3.5). III-7

34 Bab III: Identifikasi Lapangan Gambar 3.5: Pengukuran detail situasi Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Semua pengukuran titik detail harus dibuat sketsa (arah utara dan sketsa situasi). Tahapan pengukuran situasi sekitar sungai adalah sebagai berikut: 1. pasang alat ukur teodolit tepat diatas patok (yang diketahui koordinatnya) pengukuran jalan. 2. atur sumbu satu vertikal. 3. ukur tinggi alat. 4. arahkan teropong ke titik pengukuran lain yang diketahui koordinatnya (patok nomor sebelumnya atau nomor sesudahnya), tepatkan pada target, baca dan catat bacaan sudut horizontalnya. 5. tempatkan rambu ukur secara vertikal pada titik detai yang akan diukur. 6. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya. 7. pindahkan rambu ke titik detail lain yang akan diukur. 8. lepas klem vertikal dan horizontal, arahkan teodolit ke rambu. 9. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya. 10. ulangi untuk titik detail yang lain, setiap mengukur titik detail harus dibuat sketsanya. III-8

35 Bab III: Identifikasi Lapangan PEMETAAN KONDISI EKSISTING Penggambaran Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran secara manual dan penggambaran secara digital. Penggambaran secara manual dilakukan berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan dengan cara manual diatas kertas milimeter dengan masukan data dari hitungan manual. Penggambaran secara digital dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer dan plotter dengan data masukan dari hasil hitungan menggunakan spreadsheet ataupun download data dari pengukuran digital yang kemudian diproses dengan perangkat lunak topografi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran antara lain : a. pemilihan skala peta yaitu 1 : 1000 untuk peta situasi dan 1 : 500 untuk situasi khusus b. grid koordinat pada umumnya dilakukan setiap 10 cm c. garis kontur normal yaitu 1/2000 X skala peta dan kontur indeks setiap kelipatan 5 dari kontur normal, d. gambar dan cara penulisan kontur index, penggambaran legenda, penulisan huruf tegak dan huruf miring dan ukuran huruf. Penggambaran secara manual Penggambaran secara manual dilakukan dengan tangan menggunakan alat bantu penggaris/mistar, busur derajat, pensil, rapido dan scriber dengan cara plotting hasil pengukuran berupa koordinat, sudut dan jarak, serta data tinggi masingmasing obeyek/detail di atas kertas milimeter. Hasil akhir dari proses penggambaran hanya sampai draft milimeter (obrah). Editing data situasi dan garis kontur dapat dilakukan secara langsung di atas kertas, dengan demikian proses penggambaran secara manual cukup sederhana dan cepat. Ketelitian hasil penggambaran sangat tergantung pada ketelitian interpolasi busur derajat, penggaris/mistar, besar kecilnya mata pensil yang digunakan. Hasil gambar secara manual tidak dapat diperbanyak dan disimpan dalam bentuk file. III-9

36 Bab III: Identifikasi Lapangan Pemilihan skala peta Pemilihan skala peta erat kaitannya dengan kebutuhan dari pengukuran. Skala peta adalah perbandingan antara jarak sesungguhnya dengan jarak di peta. Skala peta pada pengukuran jalan dan jembatan yang ditujukan untuk perencanaan biasanya menggunakan skala besar seperti 1 : 1000 sampai skala 1 : 500. Gambar penampang memanjang, skala horizontal 1: dan skala vertikal 1: 100. Gambar penampang melintang skala horizontal 1: 200 skala vertikal 1 : 100 Ploting grid dan koordinat poligon Untuk peta situasi skala 1 : 1000, grid pada peta dibuat pada setiap interval 10 cm pada arah absis (X) maupun ordinat (Y) dengan nilai 100 m untuk masing-masing absis dan ordinat. Angka grid koordinat dituliskan pada tepi peta bagian bawah untuk absis dan tepi kiri peta untuk angka ordinat. Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok CP, titik poligon dari hasil hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan kerangka kontrol vertikal. Ploting data situasi Ploting data situasi didasarkan pada jarak dan sudut dari titik-titik kontrol horizontal dan vertikal ke titik detail. Data jarak, sudut horizontal yang diperoleh dari pengukuran situasi, kemudian di ploting dengan bantuan mistar/penggaris dan busur derajat. Data ketinggian untuk semua detail hasil pengukuran detail situasi dan tinggi titik kontrol, angka ketinggiannya diplotkan di peta manuskrip. Ketelitian gambar situasi sangat tergantung saat melakukan interpolasi sudut horizontal dengan busur derajat dan interpolasi jarak dengan menggunakan mistar/penggaris. Data-data situasi yang telah dilengkapi dengan elevasi dan atribut/diskripsinya diplotkan ke peta manuskrip (obrah). Semua detail situasi seperti sungai, bangunan existing, jalan existing yang terukur harus di gambarkan di atas peta. Penggambaran garis kontur Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. III-10

37 Bab III: Identifikasi Lapangan Penggambaran garis kontur dilakukan berdasarkan ploting tinggi titik detail. Dari nilai tinggi titik-titik tersebut dilakukan penarikan garis kontur dengan cara interpolasi. Interval kontur normal adalah 1 / kali skala peta, sedangkan kontur indeks adalah setiap kelipatan 5 dari kontur normal. Penarikan/penggambaran garis kontur sebaiknya dilakukan terhadap kontur indeks terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui secara umum pola kontur yang terdapat dalam peta situasi. Kontur indeks digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari garis kontur biasa, dan diberi warna yang berbeda dengan kontur normal. Penggambaran arah utara peta dan legenda Penggambaran arah utara dibuat searah dengan sumbu Y, dan sebaiknya di gambar pada setiap lembar peta untuk memudahkan orientasi pada saat membaca peta. Legenda dibuat berdasarkan aturan dan standar yang berlaku (lihat Gambar 3.6). Gambar 3.6: Contoh-contoh legenda Penggambaran secara digital Penggambaran secara digital adalah proses suatu rangkaian proses penggambaran yang dimulai dari proses inputing data, penggambaran situasi dari III-11

38 Bab III: Identifikasi Lapangan titik-titik koordinat yang ada, pembentukan digital terrain model, pembuatan garis kontur, pembuatan grid dan legenda serta pencetakan. Secara garis besar proses penggambaran secara digital dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.7: Diagram alir proses penggambaran secara digital Data inputing Penggambaran secara digital dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu data hitungan dengan menggunakan spreadsheet yang kemudian disimpan dalam bentuk file ASCII (american standard code for information interchange), dan data dari hasil rekaman file elektronik dan kemudian diproses dengan software topografi (Format batch file). Tipe pertama, data atau file hasil hitungan dengan spreadsheet selanjutnya dibuat dalam format ASCII sehingga dapat dibaca oleh semua perangkat lunak yang digunakan pada komputer. Urutan format koordinat tersebut di atas adalah X (Easting), Y (Northing), Z (elevasi) dan deskripsi. III-12

39 Bab III: Identifikasi Lapangan Contoh data dalam format ASCII adalah sebagai berikut : EAST NORTH ELEVASI DISKRIPSI A A0-25-a-aspal A0-25-b-as A0-25-c-aspal A0-25-d-bh.jalan A0-25-e-kebun A0-25-f-kebun A0-25-g-kebun A0-25-1'-bh.jalan A kebun A kebun A kebun A kebun A kebun A kebun A TL A TL g-h-kebun Tipe kedua, data hasil pengukuran di lapangan yang tersimpan di dalam memory data recorder atau data collector bisa langsung di downloaded ke komputer dengan bantuan interface. Format data ini dikonversi ke format raw data dan selanjutnya dilakukan proses konversi ke data field book (data field book ini mempunyai format yang sama dengan batch file). Data field book kemudian dihutung dengan perangkat lunak khusus topografi untuk memperoleh harga koordinatnya. Untuk format batch file tersebut sebelumnya harus diketahui Survei Command Language dari perangkat lunak yang digunakan, sebagai misal AZ adalah kepanjangan dari azimuth, BS adalah back sight (titik bidik acuan), AD VA adalah angle distance (sudut horizontal, jarak) vertical angle (sudut vertikal) dan seterusnya. Berikut contoh formatnya : ANGLE RIGHT ZENITH UNIT METRIC DMS TEMP 32 C SF 1 NEZ STA2-PKS STN III-13

40 Bab III: Identifikasi Lapangan AZ BS 1 PRISM 5.04 AD VA STA3-PKS PRISM 4.67 AP ON 201 AD VA UP CL CL BEGIN WALL AD VA EOW END AD VA CL CL CL CONTINUE WALL AD VA EOW END Parameter-parameter data lapangan tersebut (jarak datar atau jarak miring, sudut vertikal atau beda tinggi, sudut horizontal atau azimuth dan deskripsi), selanjutnya dihitung dengan menggunakan bantuan perangkat lunak yang berkaitan dengan penghitungan dan penggambaran data survei. Hasil hitungan koordinat tersebut sekaligus bisa digambarkan posisinya. Contoh format Raw data yang diperoleh dari Data Collector adalah seperti tersebut di bawah :!DCA COLLECTOR NUMBER 4 RAW DATA HEADER 00NMSDR24 V Sep-93 19: NM NMSVTUTOR 06NM CPSea level crn:n 13CPC and R crn : N 13CPAtmos crn : N 01NME TV PKS 05NM MC GBF 03NM F GBF 03NM F PKS 12TV MC GBF 09MC PKS 08TV PKS 07TV NM F UP III-14

41 Bab III: Identifikasi Lapangan Dari data ukur tersebut selanjutnya dilakukan proses konversi ke data field book (data field book ini mempunyai format yang sama dengan batch file), untuk Titik-titik koordinat yang telah selesai dihitung kemudian digambarkan posisinya secara digital. Semua setup parameter-parameter pengukuran yang digunakan di lapangan pada saat pengukuran haruslah sesuai dengan setup yang ada pada perangkat lunaknya, sebagai contoh adalah ukuran dalam meter, skala penggambaran, satuan sudut yang digunakan. Gambar 3.8 di bawah menunjukkan hasil hitungan sekaligus penggambaran dari data survei yang diperoleh setelah melalui proses perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak yang berkaitan dengan survei topografi. Gambar 3.8: Titik-titik koordinat hasil perhitungan dan pengeplotan secara digital Titik-titik koordinat yang telah selesai dihitung dan digambarkan posisinya secara digital seperti yang termuat dalam gambar di atas, semua setup parameterparameter pengukuran yang digunakan di lapangan pada saat pengukuran haruslah sesuai dengan setup yang ada pada perangkat lunaknya, sebagai contoh adalah ukuran dalam meter, skala penggambaran, satuan sudut yang digunakan. III-15

42 Bab III: Identifikasi Lapangan Penggambaran situasi Ploting/penggambaran situasi berdasarkan data-data koordinat yang telah dihitung dan di input ke dalam program penggambaran. Data-data situasi telah dilengkapi dengan elevasi dan atribut/diskripsinya. Proses selanjutnya adalah penarikan garis-garis antara 2 titik yang menggambarkan dari kondisi yang ada di lapangan, seperti yang terlihat pada Gambar 3.9 di bawah ini. Seperti garis-garis tepi jalan, rumah-rumah, jembatan, sungai dan sebagainya dengan menggunakan fasilitas penggambaran yang terdapat pada menu. Gambar 3.9: Penarikan garis-garis dari titik koordinat untuk menggambarkan kondisi situasi di lapangan. Digital terrain model Apabila perhitungan dan penggambaran kondisi detail situasi yang diukur di lapangan sudah selesai dikerjakan semua, proses selanjutnya adalah pembuatan ground model dari kondisi permukaan tanah asli hasil dari pengukuran (lihat Gambar 3.10). III-16

43 Bab III: Identifikasi Lapangan α B ba bt bb bt ti H AB A Gambar 3.10: Pengukuran beda tinggi tachimetri Pembuatan ground model ini lebih sering dikenal dengan nama surface. Bentukan surface ini adalah pembuatan interpolasi data di antara 3 titik koordinat yang terdekat. Proses ini lebih dikenal dengan nama pembentukan TIN (triangulated irregular network), pembuatan jaring-jaring segitiga yang tidak beraturan. Gambar 3.11: Pembentukan jaring-jaring segitiga yang tidak beraturan Garis-garis jaring segitiga ini selanjutnya diedit, proses interpolasi data ini disesuaikan dengan kondisi yang ada dilapangan, sebagai misal garis surface yang berada di tepi jalan sebelah kiri harus dihubungan dengan dengan titik yang berada disebelah kiri jalan juga, begitu juga dengan surface yang mengkondisikan III-17

44 Bab III: Identifikasi Lapangan sungai, titik koordinat yang berada di tepi bawah sungai sebelah kanan juga harus dihubungkan dengan titik koordinat tepi bawah sungai sebelah kanan juga dan tidak biperbolehkan garis tersebut dihubungan dengan garis tepi atas sungai sebelah kiri. Sehingga kondisi sungai dapat tervisualisasikan. Setelah pembentukan surface selesai dikerjakan, proses selanjutnya adalah penarikan garis kontour, garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai elevasi yang sama (lihat Gambar 3.12). Garis kontour ini dibuat berdasarkan surface yang diperoleh dari interpolasiinterpolasi TIN. Kontour yang telah selesai dikerjakan selanjutnya diberikan label elevasinya. Interval garis kontour dan kontour index disesuaikan dengan skala peta yang akan dibuat. Gambar 3.12: Pembuatan garis kontour dan pelabelannya Penggambaran garis grid, arah utara peta dan legenda Peta situasi yang telah selesai di gambar garis kontournya selanjutnya dilengkapi dengan garis-garis grid dan legendanya (lihat Gambar 3.13 dan Gambar 3.14). Garis-garis grid yang digambar pada peta situasi tergantung dari skala gambar yang akan dihasilkan. III-18

45 Bab III: Identifikasi Lapangan Gambar 3.13: Pemberian garis-garis grid pada basemap Gambar 3.14 Simbol-simbol atau legenda yang biasa digunakan pada pembuatan peta dasar III-19

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1 BAB I JEMBATAN PERKEMBANGAN JEMBATAN Pada saat ini jumlah jembatan yang telah terbangun di Indonesia

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.222.00 Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus F. Uraian Materi 1. Konsep Pengukuran Topografi Pengukuran Topografi atau Pemetaan bertujuan untuk membuat peta topografi yang berisi informasi terbaru dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan,

Lebih terperinci

MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA

MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan : Pengawasan Jembatan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridges) Kode SKKNI : INA.5212. 322.04 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP PEKERJAAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES Pekerjaan Pembangunan Jembatan ini terdiri dari beberapa item pekerjaan diantaranya adalah : A. UMUM 1. Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN BAB III METODOLOGI 3.1. PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LAYANG SUMPIUH - BANYUMAS

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LAYANG SUMPIUH - BANYUMAS III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN Proses perencanaan yang terstruktur dan sisitematis diperlukan untuk menghasilkan suatu karya yang efektif dan efisien. Pada jembatan biasanya dirancang menurut

Lebih terperinci

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip TACHIMETRI Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN

MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang memungkinkan route jalan melintasi halangan yang berupa

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 07 = LAPORAN PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.07.07 Judul : Membuat Laporan Perencanaan Teknis Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi BAB II TEORI DASAR 2.1 Tinjauan Umum Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI Pengukuran Situasi Adalah Pengukuran Untuk Membuat Peta Yang Bisa Menggambarkan Kondisi Lapangan Baik Posisi Horisontal (Koordinat X;Y) Maupun Posisi Ketinggiannya/

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING NO. KODE : BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR ( 8 ) PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN Januari 2009 D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A M A R G A D I R E K T O R A T B I N

Lebih terperinci

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten Jurnal Integrasi Vol. 8, No. 1, April 2016, 50-55 p-issn: 2085-3858 Article History Received February, 2016 Accepted March, 2016 Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

Pengukuran dan pemetaan teristris sungai

Pengukuran dan pemetaan teristris sungai Konstruksi dan Bangunan Pengukuran dan pemetaan teristris sungai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA

Lebih terperinci

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan,

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk definisi arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama, meskipun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

3.2. TAHAP PERANCANGAN DESAIN

3.2. TAHAP PERANCANGAN DESAIN BAB III METODOLOGI 3.1. PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum pengumpulan dan pengolahan data, pada tahap ini disusun kegiatan yang harus dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan

Lebih terperinci

membuat jembatan jika bentangan besar dan melintasi ruas jalan lain yang letaknya lebih

membuat jembatan jika bentangan besar dan melintasi ruas jalan lain yang letaknya lebih BAB III PERENCANAAN PENJADUALAN PROYEK JEMBATAN 3.1. Umum. Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua ruas jalan yang dipisahkan oleh suatu rintangan atau keadaan topografi

Lebih terperinci

MODUL SIB 04 : MEMBACA GAMBAR

MODUL SIB 04 : MEMBACA GAMBAR PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 04 : MEMBACA GAMBAR 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR Oleh : Faizal Oky Setyawan 3105100135 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI HASIL PERENCANAAN Latar Belakang Dalam rangka pemenuhan dan penunjang kebutuhan transportasi

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN

PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I KONSEP

Lebih terperinci

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PEKERJAAN UMUM JL. MADUKORO RAYA NO. 7 TELP. ( 024 ) 76433969 FAX. (024) 76433969 SEMARANG 50144 KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN SISTEM MANAJEMEN JEMBATAN Tipe Lintasan

Lebih terperinci

MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN

MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 1. DIPILIH LINTASAN YANG SEMPIT DAN STABIL. ALIRAN AIR YANG LURUS 3. TEBING TEPIAN YANG CUKUP TINGGI DAN STABIL 4. KONDISI TANAH DASAR YANG BAIK 5. SUMBU SUNGAI DAN SUMBU JEMBATAN

Lebih terperinci

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang BAB IV STUDI KASUS PENGGANTIAN JEMBATAN KERETA API BH _812 KM 161+601 DI BREBES IV.1. Deskripsi Proyek 4.1.1. Ganbaran Unun Proyek Proyek yang menjadi studi kasus dalam tugas akhir ini, adalah proyek penggantian

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PEKERJAAN UMUM JL. MADUKORO RAYA NO. 7 TELP. ( 024 ) 76433969 FAX. (024) 76433969 SEMARANG 50144 KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN SISTEM MANAJEMEN JEMBATAN Tipe Lintasan

Lebih terperinci

MODUL RDE - 05: DASAR-DASAR PENGUKURAN TOPOGRAFI

MODUL RDE - 05: DASAR-DASAR PENGUKURAN TOPOGRAFI PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 05: DASAR-DASAR PENGUKURAN TOPOGRAFI 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

4- PEKERJAAN PERSIAPAN

4- PEKERJAAN PERSIAPAN 4- PEKERJAAN PERSIAPAN Ketika sebuah proyek sudah memasuki tahap pelaksanaan, maka pekerjaan yang pertama kali harus dilakukan adalah persiapan yang terdiri dari : 4.1 Main Schedule atau Jadwal Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan menjadi salah satu kegiatan yang penting di dalam kegiatan penelitian tugas akhir ini. Tahap persiapan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu : 3.1.1

Lebih terperinci

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH MODUL KULIAH Modul 11-1 Modul 11 Pengukuran Jalan dan Pengairan Pengukuran dan pemetaan rute dimaksudkan untuk membahas penerapan pengukuran dan pemetaan rute dalam bidang rekayasa teknik sipil, khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT. Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy

TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT. Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy Npm : 11 02 13763 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Pada tahap ini disusun hal-hal penting yang harus

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pada kerja praktek ini merupakan bagian dari Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo Lampung Timur

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk membangun berbagai jenis konstruksi jembatan, yang pelaksanaannya menyesuaikan dengan kebutuhan kondisi setempat.

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1 I. INFORMASI / PENDAHULUAN 1. Peta lokasi pekerjaan : (lihat lampiran) a Lokasi pelaksanaan pekerjaan 2. Informasi Pekerjaan & Lapangan a Site : - Luas tempat kerja : memanjang - Topografi : daerah aliran

Lebih terperinci

MODUL SIB 09 : PEKERJAAN BANGUNAN PELENGKAP DAN PERLENGKAPAN JALAN

MODUL SIB 09 : PEKERJAAN BANGUNAN PELENGKAP DAN PERLENGKAPAN JALAN PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 09 : PEKERJAAN BANGUNAN PELENGKAP DAN PERLENGKAPAN JALAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN Arief A NRP : 0021039 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata., MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK OLEH : FIRENDRA HARI WIARTA 3111 040 507 DOSEN PEMBIMBING : Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO, MS JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bawah, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan serta trotoar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bawah, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan serta trotoar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Jembatan menurut Supriyadi (1997) adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah, atau menyilang jalan lain yang tidak sama

Lebih terperinci

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University Pendahuluan JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA Untuk bentang sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Perencanaan Perencanaan bertujuan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk yang sesuai, efisiensi serta mempunyai fungsi estetika. Seorang perencana

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) OPTIMALISASI LAHAN KAMPUS STAIN ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN ANGGARAN 2013 1) DATA PROYEK Nama Pekerjaan : Optimalisasi Lahan Kampus STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa Lokasi Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan rute/lintasan

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL KEJURUAN

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL KEJURUAN PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL KEJURUAN Bidang Keahlian : Teknik Bangunan Program Keahlian : Teknik Gambar Bangunan Tahun : 2013 A 1. Sebuah konstruksi batang seperti gambar di atas, jenis tumpuan pada titik

Lebih terperinci

Proses Perencanaan Jembatan

Proses Perencanaan Jembatan Maksud Perencanaan Jembatan : Menentukan fungsi struktur secara tepat, bentuk struktur yang sesuai, efisien serta mempunyai fungsi estetika. Data yang diperlukan untuk perencanaan: Lokasi (topografi, lingkungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JENIS JEMBATAN Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pembangunan sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam perkembangan sumber daya manusia saat ini sebab disadari makin meningkatnya jumlah pemakai

Lebih terperinci

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Abstrak. Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Jalur transportasi, komunikasi, saluran irigasi dan utilitas adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM Di dalam pembuatan suatu konstruksi bangunan diperlukan perencanaan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk yang sesuai serta mempunyai

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling Standar Nasional Indonesia SNI 3408:2015 Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR DISUSUN OLEH : HILMY GUGO SEPTIAWAN 3110.106.020 DOSEN KONSULTASI: DJOKO IRAWAN, Ir. MS. PROGRAM STUDI S-1 LINTAS

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. arus vertical dan horizontal dalam struktur organisasi untuk menghindari

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. arus vertical dan horizontal dalam struktur organisasi untuk menghindari BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1. Prosedur Pelaksanaan Seperti kita ketahui bahwa sistem manajemen proyek menggunakan arus vertical dan horizontal dalam struktur organisasi untuk menghindari keterlambatan

Lebih terperinci

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI BEBAN JEMBATAN AKSI TETAP AKSI LALU LINTAS AKSI LINGKUNGAN AKSI LAINNYA AKSI KOMBINASI FAKTOR BEBAN SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI : -FAKTOR BEBAN KERJA -FAKTOR BEBAN

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Uraian Umum Metoda pelaksanaan dalam sebuah proyek konstruksi adalah suatu bagian yang sangat penting dalam proyek konstruksi untuk mencapai hasil dan tujuan yang

Lebih terperinci

PENGUKURAN WATERPASS

PENGUKURAN WATERPASS PENGUKURAN WATERPASS A. DASAR TEORI Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi studi yaitu Jalan Raya Sekaran di depan Perumahan Taman Sentosa Gunungpati,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana trasportasi jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dapat dilintasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh : Wahyu Rifai Dosen Pembimbing : Sapto Budi Wasono, ST, MT

ABSTRAK. Oleh : Wahyu Rifai Dosen Pembimbing : Sapto Budi Wasono, ST, MT ABSTRAK PERENCANAAN ULANG JEMBATAN KALI MARMOYO STA 41 + 300 SAMPAI DENGAN STA 41 + 500 DENGAN METODE RANGKA BAJA DI KABUPATEN MOJOKERTO DAN PEHITUNGAN RAB Oleh : Wahyu Rifai Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum

BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum Salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya pengembangan suatu wilayah/daerah ialah Sistem Transportasi. Jalan raya dan jembatan merupakan bagian dari sistem transportasi

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Kata Pengantar Pedoman Teknis Rumah berlantai 2 dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Kerusakan ini dipersiapkan oleh Panitia D-III Arsitektur yang

Lebih terperinci