ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN
|
|
- Hamdani Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut di Desa Salat Makmur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%). Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%). Sementara itu, upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%). Alamat Korespondensi : Telp , fonny_rianabudi@yahoo.co.id PENDAHULUAN Tekanan terhadap lahan saat ini begitu tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tuntutan dan permintaan lahan dari berbagai sektor pembangunan. Tuntutan dan permintaan lahan kini bergeser pada areal gambut, hal ini terjadi karena makin sempitnya lahan-lahan untuk pengembangan pembangunan, pertanian, pemukiman penduduk dan kegiatan lainnya sehingga areal gambut juga mengalami alih fungsi. Perkembangan pemanfaatan dan konversi lahan gambut seringkali menyebabkan lahan gambut mengalami gangguan. Rusaknya fungsi lahan gambut sebagai penyimpan air menyebabkan turunnya tinggi muka air pada musim-musim kemarau sehingga menyebabkan lahan-lahan gambut menjadi rawan terhadap bahaya kebakaran. Peta sebaran Hotspot menunjukkan banyaknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada musim kemarau di wilayah Kalimantan Selatan. Banyaknya kebakaran hutan dan lahan, menimbulkan deforestasi yang paling besar dibanding faktor-faktor perusak lainnya dalam waktu singkat. Demikian juga halnya dengan kebakaran pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut sering terjadi dan masih sering dianggap sebagai suatu musibah bencana alam seperti halnya gempa bumi dan angin topan, padahal kebakaran tersebut berbeda dengan kejadian-kejadian bencana alam. Kebakaran lahan gambut dapat dicegah dan dikendalikan, karena kita telah mengetahui bahwa apabila musim kemarau atau daerah rawan kebakaran tidak diadakan kegiatan pencegahan maka kebakaran dapat terulang tiap tahunnya. Kebakaran yang terjadi di lahan gambut sangat sukar untuk dikendalikan karena api di lahan gambut cepat meluas dan dapat menjalar mencapai lapisan dalam. Karenanya perlu mengutamakan upaya pencegahan agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005
2 Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak yang sangat merugikan baik untuk skala lokal, regional maupun global, diantaranya berpengaruh terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya pemanasan global, berkurangnya kualitas kesehatan dan kesempatan berusaha atau pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Areal perladangan dan pertanian yang berada di desa Salat Makmur merupakan suatu desa yang berada di dalam kawasan lahan gambut, hampir setiap musim kemarau selalu mengalami kebakaran, dimana kebakaran terjadi akibat dari adanya aktivitas pembakaran untuk penyiapan lahan perladangan yang seringkali mengancam areal hutan disekitarnya atau api menjadi tidak terkendali. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, masyarakat di desa Salat Makmur sering melakukan pembakaran pada saat akhir musim kemarau untuk pembersihan lahan. Kebakaran cenderung terjadi diakibatkan karena kurangnya pengawasan dalam pengendalian api untuk pembersihan lahan dan kurang sempurnanya pembuatan sekat bakar dalam mencegah agar api tidak meluas. Selain itu, masyarakat di desa Salat Makmur juga sering menggunakan api untuk menangkap ikan sehingga kegiatan tersebut juga cenderung dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Seiring dengan paradigma pembangunan hutan melalui social forestry, yang menempatkan social forestry sebagai payung 5 strategi pembangunan hutan termasuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan gambut perlu mengandalkan hubungan pendekatan partisipatif masyarakat dalam sistem pengelolaan lahan gambut yang didasari oleh peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap ancaman kebakaran. Karena itu, perlunya melibatkan masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut guna peningkatkan pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab kebakaran dan seberapa jauh upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengendalikan kebakaran yang terjadi di kawasan lahan gambut tersebut. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan Mei sampai Juli 2005, yang meliputi tahap persiapan, pengambilan data di lapangan, pengolahan data, analisis data dan penyajian laporan. Obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang dijadikan responden sebanyak 80 orang yang berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian tentang faktor penyebab kebakaran lahan gambut dan upaya pengendaliannya dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1. Wawancara langsung dengan masyarakat yang berada pada lokasi penelitian 2. Menggunakan data sekunder yaitu pengumpulan data yang sudah ada dari Instansi terkait berupa data populasi penduduk, dan data sebaran hotspot (titik api) 3. Observasi yaitu mengadakan peninjauan dan pengamatan pada lokasi yang diteliti. Alternatif yang menjadi faktor penyebab kebakaran lahan gambut adalah: Pembuangan puntung rokok dan korek api yaitu aktivitas masyarakat pengguna jalan di sekitar lahan gambut secara sembarangan Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
3 Pembersihan lahan yaitu aktivitas masyarakat yang membersihkan lahan mereka dengan pembakaran Api datang dari daerah lain yaitu kebakaran yang terjadi di daerah lain dapat mengakibatkan kebakaran yang lebih luas Penangkapan ikan yaitu masyarakat menggunakan api untuk menjebak dan menangkap ikan serta memperbaiki habitat ikan. Parameter yang digunakan dalam upaya pengendalian kebakaran lahan gambut oleh masyarakat yaitu: a. Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut 1. Pembuatan sekat bakar 2. Pembersihan bahan bakar bawah tegakan 3. Melakukan pembakaran terkontrol 4. Melihat arah dan kecepatan angin 5. Memperhatikan waktu pembakaran 6. Tidak membuang puntung rokok. b. Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut 1. Menggunakan ember 2. Menggunakan selang 3. Menggunakan pemukul (kepyok) dari pohon pisang atau alat-alat lain. Data yang dikumpulkan dibuat rekapitulasinya. Sehubungan dengan data yang dikumpulkan sebagian dalam rangka skala kuantitatif, maka dalam analisisnya digunakan pendekatan analisa tabulasi. Data kualitatif yaitu untuk mengetahui bagaimana kemungkinan asal sumber api dan upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut, maka digunakan uji Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data yang diperoleh melalui wawancara di desa Salat Makmur disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Tabel 1. Rekapitulasi faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut No 1 Faktor penyebab Pembuangan puntung rokok dan korek api Jumlah jawaban responden (orang) 2 Pembersihan lahan 48 3 Api datang dari daerah lain 39 4 Penangkapan ikan 8 Total Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
4 Tabel 2. Rekapitulasi upaya pencegahan kebakaran lahan gambut No Upaya pencegahan Jumlah jawaban responden (orang) 1 Pembuatan sekat bakar 34 2 Pembersihan bahan bakar bawah tegakan 38 3 Melakukan pembakaran terkontrol 12 4 Melihat arah dan kecepatan angin 40 5 Memperhatikan waktu pembakaran 42 6 Tidak membuang puntung rokok dan korek api 15 Total 181 Tabel 3. Rekapitulasi upaya pemadaman kebakaran lahan gambut No Upaya pemadaman Jumlah jawaban responden (orang) 1 Menggunakan ember 47 2 Menggunakan selang 7 3 Menggunakan pohon pisang 53 Total 107 Berdasarkan hasil yang diperoleh, selanjutnya dilakukan uji Chi Square (X 2 ) untuk mengetahui faktor penyebab kebakaran, upaya pencegahan kebakaran dan upaya pemadaman kebakaran lahan gambut. Tabel 4. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square faktor penyebab kebakaran Alternatif faktor penyebab kebakaran Pembuangan puntung rokok dan korek api fo fn fo - fn (fo fn) 2 (fo fn) 2 fn 41 34, ,441 Pembersihan lahan 48 34, ,765 Api datang dari daerah lain 39 34, ,735 Penangkapan ikan 8 34, ,882 Jumlah ,823 Berdasarkan Tabel 18 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 27,823 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 3, = 5%) sebesar 9,448 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan mengenai faktor penyebab kebakaran lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
5 Tabel 5. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square upaya pencegahan kebakaran Upaya pencegahan fo fn fo - fn (fo - fn) 2 (fo - fn) 2 fn Pembuatan sekat bakar 34 30,2 3,8 14,44 0,478 Pembersihan bahan bakar bawah tegakan Melakukan pembakaran terkontrol Melihat arah dan kecepatan angin Memperhatikan waktu pembakaran Tidak Membuang puntung rokok dan korek api 38 30,2 7,8 60,84 2, ,2-18,2 331,24 3, ,2 9,8 96,04 10, ,2 11,8 139,24 4, ,2-15,2 231,04 7,650 Jumlah ,902 Berdasarkan Tabel 19 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 28,902 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 5, = 5%) sebesar 12,592 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya masyarakat dalam mencegah kebakaran lahan gambut. Tabel 6. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square upaya pemadaman kebakaran Upaya pemadaman fo fn fo - fn (fo - fn) 2 (fo - fn) 2 fn Menggunakan ember 47 35,7 11,3 127,69 3,577 Menggunakan Selang 7 35,7-28,7 823,69 23,072 Menggunakan pohon pisang 53 35,7 17,3 299,29 8,383 Jumlah ,032 Berdasarkan Tabel 20 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 35,032 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 2, = 5%) sebesar 7,814 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya masyarakat dalam pemadaman kebakaran lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
6 Pembahasan Faktor Penyebab Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, pembersihan lahan merupakan penyebab pertama dengan persentase jawaban 35,29 % yang umumnya dilakukan oleh petani. Kegiatan pembersihan lahan oleh masyarakat biasanya dilakukan setiap akhir Juli sampai akhir September yang sebagian besar dilakukan dengan pembakaran lahan terlebih dahulu. Jika pembakaran pertama tidak membakar semua vegetasi, maka dilakukan penebasan dan kemudian dibakar kembali sampai lahan siap untuk ditanam padi. Kebakaran cenderung terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengendalian dari penggunaan api untuk pembersihan lahan serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang rawannya penggunaan api di lahan gambut. Menurut pendapat responden, pembakaran dilakukan karena manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan api dalam kegiatan pembersihan lahan. Bagi mereka pembakaran merupakan salah satu cara yang paling praktis dan efektif dalam pembersihan lahan, karena selain dianggap lebih mudah dan cepat sehingga dapat menghemat biaya dan tenaga, sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa dengan dibakar, tanah dapat menjadi lebih subur dan cepat bersih sehingga lahan bisa cepat ditanami padi. Pembersihan lahan dengan cara dibakar adalah aktivitas masyarakat yang rutin dilaksanakan. Pola pembersihan lahan yang demikian telah dilakukan secara turuntemurun dan kebiasaan ini sulit dihilangkan. Meskipun masyarakat mengetahui adanya dampak dari kebakaran tersebut, tapi pembersihan lahan dengan cara pembakaran tetap dilakukan karena sampai saat ini belum ada cara lain yang dianggap dapat menggantikan fungsi api pada kegiatan ini. Penyebab kebakaran yang kedua adalah karena pembuangan puntung rokok dan korek api dengan persentase 30,15 %. Turunnya tinggi muka air di lahan gambut pada setiap musim kemarau menyebabkan lahan gambut menjadi kering. Begitu juga lahan gambut di desa Salat Makmur, kondisi kemarau panjang menyebabkan lahan menjadi sangat kering dan rentan terhadap penggunaan api di lahan tersebut. Saat musim kemarau juga mengakibatkan semak belukar dan serasah menjadi sangat kering. Hal ini memungkinkan puntung rokok atau korek api yang dibuang sembarang oleh petani, peladang atau pengguna jalan lainnya yang melintasi areal tersebut dapat menimbulkan terjadinya kebakaran. Penyebab kebakaran yang ketiga adalah karena api datang dari daerah lain dengan persentase jawaban 28,68 %. Menurut responden, kebakaran kadang terjadi di lahan mereka tanpa mereka tahu penyebabnya. Mereka beranggapan api mungkin berasal dari pembakaran hutan yang berada di sekitar lahan mereka atau karena pembakaran lahan oleh petani lain yang menjalar ke lahan milik mereka. Penyebab kebakaran yang lainnya adalah karena penangkapan ikan dengan persentase jawaban 5,88%. Api oleh masyarakat digunakan untuk mempermudah dalam pencarian lokasi ikan. Pada musim kemarau saat air gambut surut, masyarakat mencari ikan dengan cara membakar semak dan rerumputan yang telah mengering dan menutupi permukaan air untuk menemukan cekungan-cekungan yang masih ada air, tempat ikan banyak terjebak. Tidak adanya usaha dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan api pada saat penangkapan ikan terutama pada musim kemarau menyebabkan sangat mudah api menyebar dan menjadi tidak terkendali. Menurut responden, saat ini jumlah ikan yang ada di rawa-rawa sudah sangat sedikit, dan penangkapan ikan ini hanya digunakan untuk konsumsi sendiri. Menurut Setijeno (2006), cenderung berkurangnya ikan di areal gambut disebabkan karena terdegradasinya lahan gambut akibat kesalahan dari sistem pengelolaan lahan gambut untuk pertanian dan karena potensi ikan yang dieksploitasi melebihi daya dukungnya. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
7 Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, upaya pencegahan kebakaran yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Salat Makmur adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran pada saat pembersihan lahan dengan persentese jawaban 23,20 %. Mereka memilih menggunakan cara ini karena dengan memilih waktu pembakaran yaitu sekitar mulai pukul dapat mengurangi resiko terjadinya kebakaran. Mereka beranggapan dengan melakukan pembakaran diwaktu tersebut, intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi dan angin yang berhembus tidak terlalu kencang sehingga penggunaan api untuk pembersihan lahan tidak menjadi ancaman terjadinya kebakaran. Menurut Purbowoseso (2000), waktu sangat terkait dengan kondisi cuaca. Kondisi cuaca yang terjadi pada waktu siang hari umumnya adalah suhu udara tinggi (panas) dan angin bertiup kencang, sedangkan pada waktu malam hari kondisi cuaca yang terjadi sebaliknya. Suhu udara dan angin merupakan faktor pemicu dalam tingkah laku api. Suhu udara yang tinggi akan menurunkan kelembapan udara sehingga mempercepat pengeringan bahan bakar, memperbesar ketersediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar dan merambat cepat, serta adanya angin akan mengarahkan lidah api kebahan bakar yang belum terbakar. Upaya pencegahan kebakaran kedua yang dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah melihat arah dan kecepatan angin dengan persentase jawaban 22,10 %. Menurut responden untuk mengetahui arah dan kecepatan angin mereka menggunakan cara yang sederhana yaitu arah angin yang bertiup dapat diketahui dengan melihat arah condongnya daun atau tajuk pohon yang tertiup angin. Sedangkan kecepatan angin dapat diketahui dengan merasakan sendiri angin yang bertiup di daerah itu. Setelah mereka mengetahui arah angin tersebut barulah mereka mulai membakar. Pembakaran dilakukan berlawanan dengan arah angin yang bertujuan agar api tidak berkobar terlalu besar dan tidak cepat meluas. Apabila angin dirasakan bertiup cukup kencang maka pembakaran tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya loncatan api karena angin dapat menerbangkan bara api yang disebut api loncat sehingga akhirnya menyebabkan terjadinya lokasi kebakaran baru. Upaya pencegahan yang ketiga adalah membersihkan bahan bakar bawah tegakan dengan persentase jawaban 20,99 %. Sebagian masyarakat melakukan pembersihan serasah-serasah atau rerumputan dan ranting-ranting kering disekitar lahan mereka dimaksudkan agar api liar yang datang atau api yang kemungkinan berasal dari daerah lain tidak sampai membakar lahan mereka. Upaya pembersihan ini juga dilakukan masyarakat disekitar pemukiman mereka untuk mencegah agar jika terjadi kebakaran tidak sampai pada pemukiman mereka. Kegiatan ini dilakukan pada awal musim kemarau sehingga jika musim kemarau tiba tidak terjadi penumpukan serasah yang sangat banyak dan mudah terbakar. Upaya pencagahan keempat yaitu pembuatan sekat bakar dengan persentase jawaban 18,78%. Sebagian masyarakat membuat sekat bakar dengan membersihkan bahan bakar yang ada di dalam jalur atau sekat. Selain itu masyarakat memanfaatkan gundukan-gundukan pembatas sawah antara sawah yang satu dengan sawah yang lainnya sebagai sekat dan juga ada yang memanfaatkan jerami-jerami padi bekas panenan untuk dijadikan gundukan-gundukan di sekitar lahan atau pemukiman yang mereka fungsikan untuk memperlambat jalannya api jika ada terjadi kebakaran. Hanya sebagian kecil yang menggunakan sekat parit dan itupun tidak sempurna karena fungsi parit oleh mereka adalah untuk menampung atau mengalirkan air sehingga bentuk dan kedalamannya tidak teratur. Pembuatan sekat yang fungsinya kurang efektif untuk lahan gambut dapat menyebabkan kebakaran lahan gambut tiap tahun rutin terjadi. Kedalaman parit yang efektif untuk mencegah perambetan api atau melokalisir gambut yang telah terbakar disesuaikan dengan kedalaman air tanah gambut. Kebakaran di bawah permukaan Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
8 tidak akan merembet lebih dalam lagi apabila tanah gambut tersebut mengandung air yang cukup banyak. Umumnya lebar parit 50 cm dan kedalaman 50 cm sudah dianggap cukup untuk melokalisir gambut yang terbakar (Purbowoseso, 2000). Upaya pencegahan berikutnya adalah tidak membuang puntung rokok dan korek api dengan persentase jawaban 8,29 %. Data persentase jawaban banyak diperoleh dari responden usia remaja. Mereka menganggap upaya pencegahan kebakaran yang dapat mereka lakukan hanya sebatas penyadaran untuk tidak membuang puntung rokok atau korek api sembarang, terutama pada saat musim kemarau dimana banyak terjadi kebakaran lahan di desa mereka. Upaya pencegahan lain yang juga dilakukan adalah dengan melakukan pembakaran terkontrol dengan persentase jawaban 6,63 %. Menurut responden untuk melakukan pembakaran terkontrol memerlukan banyak orang sehingga dirasa kurang efektif dalam pengupayaan pembersihan lahan. Mereka yang melakukan upaya ini dengan cara bergotong-royong atau bersama-sama dengan petani lain mengontrol pembakaran pada saat pembersihan lahan. Apabila salah satu petani melakukan pembakaran lahan, maka petani yang lain akan turut membantu dan demikian juga sebaliknya. Lahan yang telah dibakar dikontrol sampai api itu padam dan tidak menjalar. Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pemadaman kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur yang disajikan pada Tabel 23, upaya pemadaman kebakaran lahan gambut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah dengan menggunakan pohon pisang dengan persentase jawaban 49,53 %. Menurut sebagian besar responden mereka baru melakukan upaya pemadaman ketika api hampir menjalar ke pemukiman mereka. Mereka memadamkan api dengan cara memukulkan pohon pisang kearah api yang mendekati pemukiman mereka bersama-sama dengan penduduk yang lain. Untuk kebakaran yang terjadi pada lahan mereka, umumnya dibiarkan saja karena mereka merasa tidak mampu atau kesulitan memadamkan kebakaran pada lahan tersebut. Mereka menganggap penggunaan pohon pisang untuk memadamkan api cukup efektif dan praktis karena bila harus membeli alat pemadam akan mengeluarkan sejumlah uang lagi. Upaya pemadaman lain yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan ember dengan persentase jawaban 43,92 %. Sebagian responden melakukan upaya pemadaman hanya dengan menggunakan alat seadanya saja diantaranya menggunakan ember untuk mengangkut air. Mereka juga menganggap penggunaan ember hanya sebatas untuk membantu memadamkan api yang mendekati pemukiman mereka. Penggunaan alat yang lain oleh masyarakat untuk upaya pemadaman adalah dengan menggunakan selang dengan persentase jawaban 6,54%. Penggunaan selang juga dilakukan bersama-sama dengan masyarakat lain untuk memadamkam api yang menjalar ke pemukiman mereka. Bagi mereka penggunaan selang cukup membantu tapi terbatasnya kepemilikan selang menjadikan mereka lebih banyak menggunakan alat yang seadanya. Menurut sebagian responden, pernah diadakan kegiatan penyuluhan mengenai isu kebakaran, dampaknya serta upaya pencegahan dan pengendaliannya oleh kelembagaan desa. Tetapi mereka menganggap kegiatan penyuluhan tersebut hanya sekedar pemberian informasi tanpa ada upaya tindak lanjut seperti pelatihan tentang upaya pengendalian atau pengelolaan penggunaan api agar tidak terjadi kebakaran. Sehingga kegiatan penyuluhan tersebut dirasa tidak membantu dalam peningkatan kesadaran akan bahaya kebakaran lahan gambut. Pengambilan sampel berdasarkan mata pencaharian memberi kejelasan bahwa bukan karena mata pencaharian yang memberikan mereka pengetahuan tentang pengendalian kebakaran secara formal, tetapi karena semua responden dari berbagai Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
9 mata pencaharian memiliki pengalaman yang sama mengenai kebakaran. Semua masyarakat bertempat tinggal di desa yang sama, dimana di desa tersebut sering terjadi kebakaran sehingga secara otomatis mereka juga mengetahui sebab-sebab dan cara- cara mengendalikan kebakaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dalam perhitungan terhadap data jawaban responden di desa Salat Makmur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%) 2. Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%) 3. Upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%) 4. Kejadian kebakaran lahan gambut tetap terjadi karena pembuatan sekat bakar yang tidak efektif untuk lokasi lahan gambut. Saran 1. Penguatan kapasitas dan komitmen dari lembaga pemerintahan daerah untuk berupaya menuju pemanfaatan serta konservasi lahan gambut yang berkelanjutan 2. Mengembangkan konsep pengendalian kebakaran lahan gambut yang berbasis masyarakat agar masyarakat dapat mencegah dan mengendalikan kebakaran pada tahap dini 3. Penciptaan serta penguatan peraturan lokal mengenai penggunaan api oleh kelembagaan masyarakat di lahan gambut 4. Mengintensifkan program-program penyuluhan dan kampanye kepada masyarakat mengenai pengendalian kebakaran lahan gambut. DAFTAR PUSTAKA Jahrin, S.T Kebakaran Hutan dan Lahan Cenderung Masih Akan Terjadi. / Di Akses pada Tanggal 5 Maret Larin, D Kebakaran Hutan dan Lahan. / Di Akses pada Tanggal 20 November Nicolas, Marc. V.J dan M. Roderick Bowen Pendekatan Kebakaran Gambut dan Batubara di Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan Propinsi Sumatera Selatan, Palembang. Notohadinegoro, T Perspektif Pengembangan Lahan Basah. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Purbowoseso, B Buku Ajar Pengendalian Kebakaran Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Purwanto, Edi Kebakaran Hutan, Mengusir Kabut Mengkonvensi Gambut. Majalah Kehutanan Indonesia volume XIII no 4. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September
IDENTIFIKASI SUMBER API PENYEBAB KEBAKARAN, RIAM KANAN KALIMANTAN SELATAN
LAPORAN PENELITIAN (MANDIRI) IDENTIFIKASI SUMBER API PENYEBAB KEBAKARAN, RIAM KANAN KALIMANTAN SELATAN Oleh: Hj. DINA NAEMAH, S.HUT, MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2011
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON
ANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON The Thicness, Water Content and Quick-Fire Start Analysis Of The Bark Of Trees
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN BAGI MASYARAKAT DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciUPAYA MASYARAKAT DALAM MENCEGAH KEBAKARAN PADA SAAT PEMBUKAAN LAHAN DI DESA GUNUNG SARI KECAMATAN PULAU LAUT UTARA KABUPATEN KOTABARU
EnviroScienteae 8 (2012) 35-44 ISSN 1978-8096 UPAYA MASYARAKAT DALAM MENCEGAH KEBAKARAN PADA SAAT PEMBUKAAN LAHAN DI DESA GUNUNG SARI KECAMATAN PULAU LAUT UTARA KABUPATEN KOTABARU Hj. Normela Rachmawati,
Lebih terperinciINOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)
INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).
3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya
Lebih terperinciEkologi Padang Alang-alang
Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)
Lebih terperinciBAB VII KEBAKARAN HUTAN
BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan
Lebih terperinciModul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis
ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciPOTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 7 No. 1, April 216, Hal 32-37 ISSN: 286-8227 POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Forest Fire Potential in KPH Bogor Perum
Lebih terperinciGeografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat
Lebih terperinciBUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur)
BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh : Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana Ringkasan Kebakaran
Lebih terperinciGeografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn
KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami
Lebih terperinci2. Berikut ini beberapa contoh yang dapat menyebabkan hutan terbakar.
CONTOH SOAL PLH KELAS XII SEMESTER 1. Berikut ini yang sesuai dengan definisi hutan adalah... a. daerah yang sangat luas yang ditumbuhirumput liar b. daerah yang sangat luas yang ditumbuhi pohon liar c.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciBAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan
Lebih terperinciJl. Imam Bardjo No. 05 Semarang Telp/Fax , 2) Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, ABSTRAKS
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN LAHAN (Studi Kasus Kelompok Peduli Api di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat) Sunanto 1), Bambang Suryanto
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
Lebih terperinciLatar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase
1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea
Lebih terperinciTUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan
Lebih terperinciTopik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut
Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut 1 Ruang lingkup dari materi Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut meliputi: 1. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 2. Karakteristik kebakaran hutan dan lahan gambut
Lebih terperinciPEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa
Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,
Lebih terperinciBUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA
BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh: Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana RINGKASAN Kebakaran
Lebih terperinciLAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN
LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN Tanggal : 11 Agustus 2016 Jam Sumber : 11:00 WITA : Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Kalimantan, KLHK 1. Jumlah update laporan hotspot
Lebih terperinciLAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK
LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK 1. Jumlah update laporan hotspot di tanggal 19 Oktober 2016
Lebih terperinciSetitik Harapan dari Ajamu
Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu
Lebih terperinciOpsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air
Echo Asia Notes, Issue 26 December 2015 Gundukan, Tandon Air dan Model Sawah Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air Dicetak ulang dengan seijin Natural Farming Journal, September
Lebih terperinciLAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK
LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK 1. Jumlah update laporan hotspot di tanggal 12 Oktober 2016
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penampungan Air Hujan Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah pengumpulan limpasan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air domestik, pertanian, maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam
Lebih terperinciStrategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.
Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciSTRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Sistem Pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo Sistem pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo yang berada di Negeri Gugung meliputi proses
Lebih terperinci111. METODE PENELITIAN
111. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2001 hingga Juli 2002 berlokasi di lahan gambut milik masyarakat Desa Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten
Lebih terperinciDeskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara
Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara Gambar 1. Papan Nama KHDTK Siali-ali KHDTK Siali-ali dengan luasan ± 130,10 Hektar, secara geografis terletak pada koordinat 1º08 10,3-1º09 18,4 LU dan 99º49 57,9-99
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN KEBAKARAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
46 HASIL DAN PEMBAHASAN A Verifikasi Data Hotspot Verifikasi data hotspot dilakukan terhadap data hotspot Bulan Januari sampai Bulan Mei 2005 yang bersumber dari stasiun pengamat kebakaran JICA (Japan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciSi Pengerat Musuh Petani Tebu..
Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman
Lebih terperinciLAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL
LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL 1. Pengertian Penyiapan lahan dengan pembakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk melakukan penyiapan
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinci5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin
81 82 5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin topan juga termasuk angin putting beliung. Angin
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciBAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia
BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN Provinsi Sumatera Selatan memiliki masalah terkait dengan lingkungannya yang disebabkan dan menyebabkan banyak masalah lain yang melanda Sumatera Selatan
Lebih terperincilingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
Lebih terperinciKONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik
KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan
Lebih terperinciB A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,
Lebih terperinciDISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI
PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciPERAN KELOMPOKTANI DAN MASYARAKAT PEDULI API (MPA) DALAM MENGELOLA DAN MENCEGAH KEBAKARAN LAHAN DI KECAMATAN BUKIT BATU KABUPATEN BENGKALIS
PERAN KELOMPOKTANI DAN MASYARAKAT PEDULI API (MPA) DALAM MENGELOLA DAN MENCEGAH KEBAKARAN LAHAN DI KECAMATAN BUKIT BATU KABUPATEN BENGKALIS Wilson Saputra 1),Rosnita 2), Roza Yulida 2) 1. Mahasiswa Agribisnis
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperincidengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,
Lebih terperinci1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperincike segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan
Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological
Lebih terperinciLailan Syaufina 1 dan Fransisxo GS Tambunan 1
JURNAL 166 Lailan SILVIKULTUR Syaufina et al. TROPIKA J. Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 3 Desember 2013, Hal. 166 170 ISSN: 2086-8227 Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam Pencegahan Kebakaran Hutan dan
Lebih terperinciAGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN
AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Lebih terperinciSD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3
SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinci