BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA
|
|
- Hartono Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh: Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana RINGKASAN Kebakaran hutan merupakan maslah tahunan di Indonesia (Media Indonesia, 25 agustus 2005). Kebakaran hutan terjadi di Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur. Departemen kehutanan sebagai institusi yang berkompeten dalam masalah tersebuttidak dapat mengendalikan kebakaran hutan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi budaya masyarakat yang tinggal di Desa Mio dan Boentuka yang berpotensi sebagai penyebab kebakaran hutan dan sebagai pengendali kebakaran hutan Penelitian menunjukan bahwa budaya masyarakat yang tinggal di Desa Mio dan DesaBoentuka berpotensi menyebabkan kebakaran hutan. Budaya tersebut adalah budaya tebas bakar, fire maniac, perladangan berpindah, dan budaya berburu. Budaya masyarakat yang berpotensi untuk mengendalikan kebakaran hutan adalah membuat sako dan naik bano. Sako adalah sekat bakar yang dibuat pada saat aktivitas tebas bakar berlangsung. Sedangkan naik bano adalah kesepakatan adat untuk tidak menggunakan api untuk pembersihan lahan pada periode tertentu. Kata kunci : budaya, kebakaran hutan A. PENDAHULUAN Kebakaran hutan merupakan masalah klasik di Kab. Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang hingga kini belum dapat ditanggulangi secara baik. Kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun dan hingga kini belum ditemukan cara pengendalian yang efektif. Lemahnya sistem pengendalian kebakaran hutan, minimnya sarana dan dana pengendalian kebakaran hutan, semakin menurunkan kemampuan para pengelola kehutanan dalam mengendalikan kebakaran hutan. Akibat kebakaran hutan tersebut sebagian besar investasi dalam bentuk pembangunan hutan menjadi sia-sia. Akibat lainnya adalah timbulnya kerugian materi yang besar berupa musnahnya semua biaya yang telah dikeluarkan seperti biaya pegawai, bahan, dan upah pembangunan hutan. Kerugian lingkungan seperti musnahnya flora dan fauna, musnahnya habitat satwa dan terganggunya sistem hidrologi adalah keruguan yang tidak dapat dipulihkan dengan segera. Kebakaran hutan telah lama menjadi masalah utama di Nusa Tenggara Timur. Sebagai contoh dalam pada Pelita IV terjadi kebakaran hutan seluas ,11 ha dan pada PELITA V terjadi kebakaran hutan seluas 7.653,55
2 ha (Dinas Kehutanan NTT, 1994). Sedangkan Pada tahun terjadi kebakaran hutan seluas ha dan pada tahun terjadi kebakaran hutan seluas ha (Dinas keutanan NTT, 1999 dalam Gadas, 2000). Walaupun masalah kebakaran hutan telah berlangsung lama, hingga kini belum ada upaya pengendaliannya. Kebakaran hutan disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut : faktor fisik (iklim, jenis tanah, topografi, vegetasi), sosial budaya dan teknologi yang tersedia. Hingga kini penyebab kebakaran hutan di lokasi penelitian tidak diketahui secara pasti. Namun demikian dari berbagai bukti yang ada menunjukan bahwa kebakaran hutan tersebut bersumber pada aktivitas manusia. Kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat setempat. Keadaan ini menyebabkan pengendalian kebakaran hutan di kabupaten Timor Tengah Selatan sangat sulit dilakukan. Untuk itu diperlukan alternatif lain guna mengendalikan kebakaran hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan kebakaran hutan adalah dengan pendekatan budaya setempat. Permasalahan kebakaran hutan di Desa Mio dan Desa Boentuka sangat erat kaitannya dengan budaya setempat. Pengendalian kebakaran hutan dengan pendekatan hukum dan fisik tidak dapat mengendalikan kebakaran hutan di lokasi tersebut. Oleh karena Penelitian ini bertujuan memperoleh metode pengendalian kebakaran hutan dengan penedekatan budaya setempat. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Mio Kecamatan Amanuban Selatan dan Desa Boentuka Kecamatan Batu Putih Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara terhadap 30 responden dari desa Mio dan 30 Responden dari desa Boentuka. Wawancara dilakukan tahun Selanjutnya dilakukan pengumpulan data sekunder hingga tulisan ini dipublikasikan. C. DESKRIPSI DESA MIO DAN DESA BOENTUKA Desa Mio merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar mata pencaharian penduduk sebagai petani. Walaupun jarak ke ibu kota Kabupaten cukup jauh, kira-kira 70 Km, akses menuju Desa Mio cukup mudah. Jalan aspal telah sampai ke desa tersebut. Di Desa Mio terdapat kawasan hutan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kondisi hutan tersebut sangat memprihatinkan karena rusak berat akibat kebakaran hutan. Upaya rehabilitasi pun terus dilakukan. akan tetapi selalu gagal karena selalu terbakar.
3 Desa Boentuka merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Batu Putih Kabupaten Timor Tengah Selatan. Mata Pencaharian Penduduk sebagian besar sebagai petani. Jarak ke Ibu kota Kabuipaten sekitar 30 km. aksesibilitas menuju desa cukup mudah karena jalan aspal telah sampai ke desa tersebut. Kawasan hutan di Desa Boentuka sangat rawan kebakaran hutan. hampir tiap tahun terjadi kebakaran. Kebakaran hutan tersebut umumnya muncul secara tiba tiba sehingga tidak dapat dikendalikan lagi. Kedua desa berada di Kabupaten Timor Tengah selatan yang beriklim kering. Tanaman pokok yang paling banyak dibudidayakan adalah jagung. Di desa tersebut sebagian besar lahan merupakan lahan tadah hujan. Peternakan merupakan salah satu mata pencaharian penduduk yang paling banyak dilakukan selain bertani. Ternak yang paling dominan adalah sapi, kambing dan babi. D. KASUS KEBAKARAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN Dari hasil wawancara (2003) diketahui bahwa antara tahun setiap tahun di lokasi penelitian terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran ini terjadi umumnya pada lahan hutan yang direhabilitasi (penanaman kembali). Menurut petugas kehutanan setempat, meskipun kebakaran hutan telah terjadi setiap tahun, tapi upaya pengendaliannya sangat sulit dilakukan. Kebakaran hutan selalu terjadi mendadak dan luput dari pengawasan. Sementara itu upaya hukum untuk menindak pelaku pembakaran sulit dilakukan karena tidak adanya saksi bagi pelaku pembakaran. E. BUDAYA RESPONDEN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN KEBAKARAN HUTAN 1. Budaya tebas bakar Budaya tebas bakar merupakan salah satu budaya masyarakat Desa Mio dan desa Boentuka yang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar (100%) responden melakukan tebas bakar pada bulan Juli- November. Umumnya budaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan lahan pertaniannya. Pada akhir musim kemarau (November), Volume lahan yang dibakar makin luas. Oleh karena itu kita dapat melihat kobaran api dimana-mana. Karena tidak dikontrol dengan baik, api tersebut merembet juga ke hutan yang menyebabkan kebaran hutan.
4 Tabel 1. Waktu dan jumlah responden pelaku tebas bakar. Waktu Jan Feb Mar April Mei Juni Jul Agt Sept Okt Nov Des Jumlah responden Persentase % 100% 100% 100% 100% 0 Sumber : Wawancara, 2003 Menurut para responden budaya tebas bakar merupakan dipilih sebagai cara untuk pembersihan lahan karena merupakan cara yang paling murah dan mudah. Dari hasil wawancra diketahui Cara ini hanya membutuhkan tenaga kerja 2 orang tenaga kerja dalam waktu 1 malam untuk membersihkan lahan seluas 1 hektar. Budaya tebas bakar merupakan salah satu budaya Masyarakat Desa Mio dan Desa Boentuka yang sangat sulit dihentikan. Jumlah pelakunya sangat banyak sehingga aparat penegak hukum tidak mampu mengendalikannya. Upaya penyuluhan pun terkesan sia-sia karena hanya didengar tapi tidak pernah dilaksanakan. Hingga kini budaya tebas bakar terus dilaksanakan. 2. Budaya ladang berpindah Masyarakat Desa Mio dan Desa Boentuka bercocok tanam tidak pada satu tempat. Tiap satu sampai dua tahun mereka berpindah tempat untuk bercocok tanam. Ladang berpindah dilakukan pada lahan milik petani, atau pada lahan negara yang masih kosong. Menurut para responden ladang berpindah dilakukan karena merupakan cara bertani yang paling murah. Dengan cara ladang berpindah tidak diperlukan pupuk untuk bercocok tanam. Budaya ladang berpindah sering menyebabkan kebakaran hutan karena pembersihan lahan dilakukan dengan cara tebas bakar. Lokasi ladang baru pun sering merupakan lahan hutan yang oleh penduduk setempat diklaim sebagai miliknya. Pemerintah daerah setempat telah berusaha memberikan penyuluhan agar masyarakat setempat tidak melakukan ladang berpindah. namun demikian upaya tersebut belum membuahkan hasil. Hingga kini masyarakat setempat masih melakukan ladang berpindah.
5 Tabel 2. Waktu dan Jumlah responden pelaku ladang berpindah Waktu Jumlah responden Jan Feb Mar April Mei Juni Jul Agt Sept Okt Nov Des Persentase % 100% 100% 100% 100% 0 Sumber : wawancara, Fire maniac Budaya khas masyarakat Desa Mio dan Desa Boentuka adalah budaya fire maniac. Menurut hasil wawancara, api merupakan salah satu hiburan malam bagi mereka. Api yang menyala di malam hari mendatangkan kesenangan tersendiri bagi mereka. Umumnya pembakaran dilakukan secara sembunyisembunyi dan hanya dilakukan oleh satu orang saja. Lahan yang dibakar umumnya rumput yang telah tinggi. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa penyebab adanya budaya fire maniac karena di desa tersebut minim sekali sarana hiburan. Masyarakat setempat berusaha mencari hiburan dengan pembakaran lahan. Tabel 3. Waktu dan jumlah responden pelaku pembakaran karena alasan fire maniac Waktu / Time Jan Feb Mar April Mei Juni Jul Agt Sept Okt Nov Des Jumlah responden Persentase % 100% 100% 100% 100% 0 Sumber : wawancara, Budaya berburu Budaya berburu merupakan salah satu budaya masyarakat Desa Mio dan Desa Boentuka. Namun demikian dari hasil wawancara diketahui hanya sebagian kecil masyarakat yang menyenangi berburu. Meskipun jumlah pelakunya kecil namun sangat berpotensi menimbulkan kebakaran hutan. Masyarakat setempat menggunakan api untuk memaksa hewan buruan keluar dari hutan dan kemudian menangkapnya. Umumnya hewan yang diburu berupa Rusa Timor. Api yang digunakan tersebut yang sering menimbulkan kebakaran hutan. Tabel 4 Waktu dan jumlah responden pelaku berburu Waktu Jumlah responden Jan Feb Mar April Mei Juni Jul Agt Sept Okt Nov Des Persentase 1,7% 1,7% 1,7% 1,7% 1,7% 1,7% 1,7% 1,7% 1,7 % 1,7% 1,7% 1,7% Sumber : wawancara, 2003
6 F. BUDAYA MASYARAKAT KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN YANG BERPOTENSI MENGENDALIKAN KEBAKARAN HUTAN. 1. Budaya pembuatan sako Dari hasil penelitian teridentifikasi budaya masyarakat Desa Mio dan Boentuka adalah pembuatan Sako. Sako adalah budaya pembuatan ilaran api sebelum melakukan pembakaran lahan. Menurut hasil wawancara, budaya pembuatan sako sering dilakukan sebelum Indonesia Merdeka. waktu itu pemerintahan masih dipegang oleh raja-raja yang oleh masyarakat setempat disebut fetor. Umumnya sang raja sangat disegani rakyatnya sehingga masyarakat sangat patuh. Kini budaya pembuatan sako sangat jarang dilakukan. Pembakaran lahan dilakukan secara sembarangan tanpa memikirkan apakah pembakaran lahan tersebut merembet ke lahan lainnya atau tidak. Untuk mengendalikan kebakaran hutan di Lokasi Penelitian sudah saatnya budaya pembuatan sako dibangkitkan lagi. Budaya pembuatan sako merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan kebakaran hutan mengingat budaya tebas bakar tidak dapat dihentikan. Dengan adanya pembuatan sako diharapkan pembakaran lahan penduduk tidak menyebabkan kebakaran hutan. 2. Budaya Naik Bano Budaya naik bano adalah kesepakatan adat untuk menghentikan semua aktivitas pengolahan Lahan termasuk aktivitas tebas bakar pada periode tertentu. Budaya naik bano juga merupakan budaya masyarakat setempat yang perlahanlahan ditinggalkan seiring dengan hilangnya tokoh-tokoh masyarakat yang mereka patuhi. Perubahan struktur pemerintahan dari sistem kerajaan ke sistem pemerintahan desa menyebabkan tokoh-tokoh adat setempat kehilangan wibawanya. Pengaktifan kembali budaya naik bano merupakan alternatif untuk mengendalikan kebakaran hutan. Dengan adanya naik bano maka aktivitas tebas bakar lebih mudah dikontrol karena hanya dilakukan pada saat-saat tertentu yang telah disepakati. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Budaya masyarakat Desa Mio dan Boentuka yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan adalah budaya tebas bakar, ladang berpindah, fire maniac, dan berburu.
7 b. Alternatif untuk mengendalikan kebakaran hutan di Desa Mio dan Boentuka dapat dilakukan melalui : Pengaktifan kembali budaya pembuatan sako Pembuatan sako adalah pembuatan ilaran api sebelum melakukan kegiatan tebas bakar. Pengaktifan kembali budaya naik bano Buadaya naik Bano adalah kespakan adat untuk tidak melakukan aktivitas pengolahan lahan termasuk tebas bakar pada periode tertentu. 2. SARAN Dari hasil penelitian diketahui bahwa volume lahan yang dibakar paling banyak pada akhir musim kemarau (November). Oleh karena itu petugas kehutanan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya kebakaran hutan pada bulan-bulan tersebut.
8 DAFTAR PUSTAKA Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Selatan Laporan tahunan. Tidak dipublikasikan. Gadas, S.R Forest Land and Fire Management in East Nusa Tenggara, in : Fire and Sustainable Agricultural and Forestry Development in Eastern Indonesia and Northern Australia, Jeremy Russell Smith, G, S. Djoeroemana, and B. Myer (Eds): ACIAR s Proceeding Vol 91 of an International Workshop Held in at Northen Terrytory University, Darwin, Australia, April 13-15, Darwin Australian. Media Indonesia Kebakaran Hutan Jadi Penyakit Menahun. 25 Agustus 2005.
BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur)
BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh : Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana Ringkasan Kebakaran
Lebih terperinciANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan
Lebih terperinciTEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi
TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemahaman Masyarakat Sekitar Hutan Mengenai Perubahan Iklim Perubahan iklim dirasakan oleh setiap responden, meskipun sebagian besar responden belum mengerti istilah perubahan
Lebih terperinciPOTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 7 No. 1, April 216, Hal 32-37 ISSN: 286-8227 POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Forest Fire Potential in KPH Bogor Perum
Lebih terperinciANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 44/07/71/Th. XVI, 1 Juli 2016 ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (Atap) produksi padi tahun 2015 mencapai 674.169 ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan
Lebih terperinciPRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)
No. 16/03/71/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi di Sulawesi Utara tahun 2015 diperkirakan sebesar 674.169 ton
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)
No. 28/3/Th. XVIII, 2 Maret 215 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA SEMENTARA) DIPERKIRAKAN TURUN,63 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun sebanyak 7,83
Lebih terperinciANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 21/03/71/Th. IX, 2 Maret 2015 ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 640.162 ton Gabah Kering Giling
Lebih terperinciANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 47/07/71/Th. XI, 1 Juli 2015 ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 637.927 ton Gabah Kering Giling (GKG).
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang
50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan
Lebih terperinciABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN
KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Lebih terperinciAlang-alang dan Manusia
Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara
Lebih terperinciANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA
No. 47/07/71/Th.IX, 1 Juli 2015 ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 1 (Aram 1) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 664.282 ton Gabah Kering Giling
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciTabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan
LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan
Lebih terperinciEkologi Padang Alang-alang
Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)
Lebih terperinciBAB VII KEBAKARAN HUTAN
BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email
Lebih terperinciOleh : Sri Wilarso Budi R
Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan kota kecil yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Luas Kabupaten Nganjuk adalah ± 122.433
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciLampiran 1 Lokasi penelitian
LAMPRAN Lampiran 1 Lokasi penelitian Lampiran 1 lanjut Lampiran 2 Bentuk Kuesioner bagi pemangku kebijakan nstansi : Kabupaten : Kecamatan : NFORMAS DAR PEMANGKU KEBJAKAN No Daftar Pertanyaan Jawaban A
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON
DAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON Happy Mulya Balai Wilayah Sungai Maluku dan Maluku Utara Dinas PU Propinsi Maluku Maggi_iwm@yahoo.com Tiny Mananoma Fakultas Teknik
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciLombok Timur Dalam Data
Lombok Timur Dalam Data 2016 1 GEOGRAFI Lombok Timur Kabupaten Terluas di Pulau Lombok. Luas Daratan Lombok Timur Mencapai 33,88 Persen Dari Luas Pulau Lombok. Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015)
No. 39/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) PRODUKSI PADI 2015 NAIK 7,00 PERSEN DIBANDINGKAN TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi Provinsi Banten tahun 2015 sebesar
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada
82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.
KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan
Lebih terperinciPROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017
PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017 Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Tanggal 4 Januari 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OUTLINE 1. Evaluasi 2016 2. Sasaran luas tanam
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)
No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015)
jambi No. 63/11/15 /Th. IX, 2 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Ramalan II) diperkirakan sebesar 561.542 ton GKG, atau turun sebesar 103.178 ton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi
Lebih terperinciPROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???
PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain
III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan (wildfire/forest fire) merupakan kondisi dimana keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi yang mudah terbakar di daerah pedesaan atau daerah
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015
No. 01/07/74/Th. III, 01 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 sebanyak 660.720 ton gabah kering giling
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan tropis, yang berkembang sejak ratusan juta tahun yang silam, terdapat berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 11 / 62 /Th.VI, 1 November 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Oktober 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya
Lebih terperinciBuletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017
Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK
OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciDISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI
PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU
ABSTRAK FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu,
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)
No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710
Lebih terperinciImpact of Climate Variability on Agriculture at NTT
Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT PEMDA Propinsi NTT, Kupang CARE International Centre for Climate Risk and Opportunity Management, Bogor Agricultural University (IPB) International Rice
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU
189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciPRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)
BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)
BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM
Lebih terperinciBAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN
BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Desa Sui Itik dan Desa Pal IX
69 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis Desa Sui Itik dan Desa Pal IX Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran dari kabupaten Pontianak pada tahun 2009. Kabupaten Kubu Raya terletak
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011)
BADAN PUSAT STATISTIK No. 69/11/Th. XIV, 1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA RAMALAN III) DIPERKIRAKAN TURUN 1,63 PERSEN A. PADI Produksi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas
Lebih terperinciIV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan
IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk ke dalam Kelurahan Kertak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu
Lebih terperinciLESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri
LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran
Lebih terperinciKetika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar
Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciLaporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar
Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG
Lebih terperinciBMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
63 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Biofisik 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Letak Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon yang secara geografis berada pada posisi astronomis
Lebih terperinciOleh : Apollonaris Ratu Daton A
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu
Lebih terperinciTenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini
57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.
Lebih terperinciINTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING
INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING SOETJIPTO PARTOHARDJONO Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jl. Merdeka 147-Bogor 16111 ABSTRAK SOETJIPTO
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciUKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara
GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub
Lebih terperinciFLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Indentitas Flora dan Fauna Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki
Lebih terperinciBPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 03/11/53/Th. XV, 1 November 2012 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NTT BULAN SEPTEMBER 2012 Nilai ekspor nonmigas Provinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan September* 2012
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian
Lebih terperinciDeskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara
Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara Gambar 1. Papan Nama KHDTK Siali-ali KHDTK Siali-ali dengan luasan ± 130,10 Hektar, secara geografis terletak pada koordinat 1º08 10,3-1º09 18,4 LU dan 99º49 57,9-99
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah
Lebih terperinci