V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti melakukan pembakaran hutan tanpa izin dan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran; dan daya-daya alam seperti gunung berapi, akibat-akibat petir, reaksi sumber daya alam, dan gempa. Terkait dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka upaya pengendalian kebakaran hutan dengan meningkatkan peran masyarakat pun telah dirancang dan diaplikasikan di RPH Oro Oro Ombo sejak tahun Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo antara lain melalui kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan (Gambar 3), kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum (Gambar 4), dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis (Gambar 5). Kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Prosentase (%) 1. Metode pendidikan a. Penyuluhan 11 36,67 b. Sosialisasi 3 10 c. Himbauan 2 6,67 d. Tidak tahu 14 46,66 2. Metode kesadaran hukum a. Papan peringatan b. Peraturan tertulis 1 3,33 c. Himbauan/larangan langsung 2 6,67 d. Tidak tahu Metode pendekatan secara teknis a. Sekat bakar hijau b. Tidak tahu 9 30

2 Prosentase (%) Penyuluhan Sosialisasi Himbauan Tidak tahu Bentuk kegiatan pencegahan melalui pendidikan Gambar 3 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan Pada grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan diketahui sebesar 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mendapat pendidikan dalam pencegahan kebakaran hutan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut tidak lain untuk mengurangi frekuensi terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan dalam pencegahan kebakaran hutan bertujuan untuk merubah pola perilaku masyarakat agar kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan lebih meningkat dan masyarakat mau mendukung juga membantu upaya pencegahan kebakaran hutan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo. Kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo memiliki tujuan untuk meningkatkan persepsi masyarakat akan hutan agar masyarakat dapat berperan dalam pencegahan kebakaran hutan. Himbauan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat ditujukan untuk mengajak masyarakat agar mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dilihat pada grafik di atas, persentase masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan cukup besar, hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan yang diadakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo ini bersifat informal baik dari segi waktu maupun tempat pelaksanaannya sehingga penyebarluasan informasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut kurang optimal.

3 Prosentase (%) Papan peringatan Peraturan tertulis Larangan langsung Tidak tahu Bentuk kegiatan pencegahan melalui kesadaran hukum Gambar 4 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum diketahui sebesar 50 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa papan peringatan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa peraturan tertulis; 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa himbauan atau larangan langsung; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum. Peraturan dan Undang-undang yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipasang di tempat-tempat rawan kebakaran dengan tujuan agar masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan api sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa 40 % masyarakat yang tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum dikarenakan masyarakat tersebut tidak mengetahui adanya papan peringatan maupun peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Hal ini dikarenakan kondisi dari papan-papan peringatan yang memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan hilang. Selain itu juga dikarenakan kurang optimalnya pemberitahuan atas peraturan dan Undang-undang yang berlaku kepada masyarakat.

4 Prosentase responden (%) Sekat bakar hijau Tidak tahu Kegiatan pencegahan melalui pendekatan secara teknis Gambar 5 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis diketahui sebesar 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis dalam pencegahan kebakaran hutan. Pembuatan sekat bakar hijau ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan hutan. Adapun masyarakat yang tidak mengetahui adanya upaya pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya. Selain peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo juga melakukan peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat, antara lain 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung

5 menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1. Metode Jalur a. Ilaran Metode Pemadaman Langsung a. Dengan tanah 5 16,67 b. Dengan kepyok* 11 36,66 3. Metode Pembakaran Balik Belum pernah memadamkan 5 16,67 Keterangan : * = alat pemukul api (bahasa daerah setempat) Prosentase (%) Ilaran Dengan tanah Dengan kepyok Belum pernah Bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan Gambar 6 Persentase bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan 5.2. Pembahasan Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan Pencegahan dengan Metode Pendidikan Pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan memiliki sasaran yaitu masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mencegah kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencegahan dengan metode pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat adalah dalam bentuk kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat sebanyak 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan

6 penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mengetahui adanya pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo, dengan kata lain masyarakat tersebut tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan. Dalam kegiatan penyuluhan, sosialisasi, maupun himbauan, materi yang diberikan antara lain mengenai bahaya dari kebakaran hutan; pengendalian kebakaran hutan; tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan; pencegahan teknis di lapangan berupa manajemen bahan bakar dengan menanam hijauan; bahkan simulasi teknik mencegah kebakaran. Selain itu diberikan pula tata cara memadamkan api dan cara tolong menolong jika terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan tersebut umumnya diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo secara informal, baik dari segi waktu maupun tempat penyampaian pendidikan tersebut. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan ini diberikan kepada masyarakat saat menjelang dan/atau saat musim kemarau. Pendidikan tersebut diberikan di balai desa bertepatan dengan rapat desa (biasanya tiga sampai enam bulan sekali) sehingga hanya diberikan kepada warga yang berada di balai desa saja yang kemudian akan menyampaikan ke warga lainnya; di rumah mandor dalam jangka waktu satu sampai dua bulan sekali; di kumpul-kumpul warga seperti jemaah ta lim, pengajian, dan lain-lain, yang tidak tentu waktunya; di pos jaga maupun di hutan langsung saat masyarakat sedang bekerja. Masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan merasa bahwa mereka (masyarakat) tidak pernah diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan ini tidak mengetahui kegiatan-kegiatan untuk mencegah kebakaran hutan lainnya seperti kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis. Hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya pendidikan pencegahan kebakaran hutan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat formal dan intensif guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Hal ini dikarenakan untuk mengubah pola perilaku masyarakat diperlukan waktu yang tidak sedikit dan bertahap.

7 Walaupun demikian dengan adanya metode pendidikan yang meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo menurun Pencegahan dengan Metode Kesadaran Hukum Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 50 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan yang diletakkan di dalam kawasan hutan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yaitu Undang-undang (Gambar 7); 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa himbauan atau larangan langsung secara lisan seperti dilarang membawa api, dilarang membuat api di hutan, dilarang membakar rumput, dilarang membuang puntung rorok, dan penyiapan lahan tanpa api saat masyarakat akan memasuki hutan; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan kebakaran hutan. Gambar 7 Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yang dipasang di jalan masuk menuju Gunung Panderman Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dalam bentuk papan peringatan merupakan kegiatan yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Papan-papan peringatan yang dibuat oleh pihak RPH

8 Oro Oro Ombo berfungsi untuk memperingati masyarakat yang hendak memasuki hutan dan atau berada di dalam hutan agar berhati-hati terhadap penggunaan api. Namun saat ini kondisi dari papan-papan peringatan tersebut memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi papan peringatannya sudah hilang. Sehingga diperlukan usaha dalam menjaga dan memelihara keberadaan papan-papan peringatan tersebut. Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. (a) Gambar 8 (a) Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan; dan (b) papan peringatan dipasang di tiap jalan masuk hutan (b) Metode kesadaran hukum yang digunakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo berpengaruh dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum telah mengurangi frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo. Segala peraturan dan Undang-undang yang ditetapkan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipatuhi oleh masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat mengetahui adanya sanksi jika melanggar peraturan dan Undang-undang tersebut. Adapun sanksi yang diketahui masyarakat antara lain sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, maupun sanksi hukum adat berupa denda satu pohon yang rusak diganti oleh 200 pohon dan membantu keamanan hutan.

9 Pencegahan dengan Metode Pendekatan secara Teknis Bentuk kegiatan dari pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo bersama masyarakat antara lain manajemen bahan bakar berupa kegiatan pembuatan sekat bakar hijau. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, pada kenyataannya tidak melakukan kegiatan teknis di lapangan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya. Walaupun demikian, kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang sudah dilakukan berpengaruh terhadap frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo. Pembuatan sekat bakar hijau pada umumnya dilakukan di beberapa tempat, antara lain di setiap alur yang merupakan batas antar petak; di lokasi rawan kebakaran seperti petak 232 Blok Gunung Seruk, Blok Gunung Panderman dan di lembah-lembah gunung; dan di dalam kawasan hutan dengan memanfaatkan ruang kosong, baik di antara maupun di bawah tegakan yang ada. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api seperti Kaktus, Kirinyuh, Kaliandra, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak. Selain vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api tersebut, digunakan pula vegetasi yang dapat memberikan hasil panen kepada masyarakat seperti tanaman Singkong, dan Multi Purpose Trees Species (MPTS) seperti Alpukat dan Nangka. Di lapangan saat ini sudah tidak terdapat sekat bakar hijau yang menggunakan Kaktus, Kirinyuh, dan Kaliandra. Saat ini pihak RPH Oro Oro Ombo lebih memfokuskan penanaman sekat bakar hijau di dalam kawasan hutan dengan menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan

10 hutan. Pada Gambar 9 dapat dilihat sekat bakar hijau yang menggunakan tanaman Singkong, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak, yang ditanam di antara tegakan. Hijauan Makanan Ternak yang paling banyak digunakan adalah Rumput Gajah (Gambar 10). Rumput gajah tersebut ditanam di bawah tegakan dan dalam dua sampai tiga bulan berikutnya sudah dapat dipangkas untuk dijadikan pakan ternak. Dalam kerjasama ini, areal hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk menanam Hijauan Makanan Ternak dikenakan pajak lahan sebesar Rp per patok Rumput Gajah yang ditanam dan masyarakat yang menanam Rumput Gajah diminta untuk ikut menangangi kebakaran saat terjadi kebakaran hutan. Selain itu, masyarakat pun membabat rumput yang berada di bawah tegakan yang pelaksanaannya bersamaan dengan waktu pemanenan Hijauan Makanan Ternak. Hal tersebut membantu dalam mengurangi jumlah bahan bakar di lantai hutan. Gambar 9 Sekat bakar hijau pada petak 224

11 Gambar 10 Sekat bakar hijau berupa Rumput Gajah yang ditanam di bawah tegakan Pinus Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan Pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo dilakukan bersama-sama oleh petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani. Masyarakat merupakan subyek yang paling sering berinteraksi dengan hutan sehingga masyarakat dapat berperan dalam deteksi dan pemadaman dini kebakaran hutan yang terjadi. Masyarakat yang ikut dalam memadamkan kebakaran hutan bisa mencapai 10 hingga 60 orang. Saat terjadi kebakaran hutan, sebagian masyarakat akan melapor dan menunggu perintah dari mandor, dan sebagian masyarakat lainnya akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran bersama RPH Oro Oro Ombo. Belum ada kegiatan prapemadaman seperti pelatihan pemadaman kebakaran hutan untuk masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui dan belajar cara memadamkan kebakaran hutan secara langsung sewaktu ada kebakaran hutan. Sebelum memadamkan kebakaran tersebut, Petugas RPH

12 Oro Oro Ombo melakukan simulasi (pencotohan) langsung di hutan tentang cara memadamkan api. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pra-pemadaman untuk mengantisipasi kejadian kebakaran hutan, dimana di dalamnya diberitahukan cara memadamkan kebakaran hutan yang pelaksanaannya sesuai dengan Departemen Kehutanan. Upaya pertama yang dilakukan masyarakat dalam memadamkan kebakaran hutan yaitu membuat ilaran dengan lebar lima hingga sepuluh meter guna mencegah meluasnya areal yang terbakar. Upaya selanjutnya yaitu memadamkan api. Dalam memadamkan api masyarakat cenderung melakukannya dengan metode pemadaman api secara langsung, antara lain menggunakan tanah dan kepyok (bahasa daerah setempat). Pemadaman api secara langsung dengan menimbun api menggunakan tanah dirasakan lebih mudah dibandingkan memadamkan api menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat pemukul api. Kepyok biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Kepyok yang digunakan bukanlah alat yang terbuat dari kayu atau bambu berkepala karung goni, melainkan ranting-ranting yang masih basah dengan panjang sekitar 1,5-2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar sekitar areal kebakaran, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. (a) Gambar 11 (a) Kepyok yang digunakan dalam memadamkan api; dan (b) contoh ranting yang digunakan merupakan ranting yang masih segar (b) Untuk mempermudah dalam memadamkan kebakaran hutan, diperlukan alat dan fasilitas yang memadai baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Adapun alat penunjang yang biasa digunakan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain cangkul

13 yang digunakan untuk membuat ilaran dan menggali tanah (Gambar 12a); golok dan sabit yang juga digunakan untuk membuat ilaran (Gambar 12b); sepatu boots; dan alat komunikasi berupa handphone bagi yang memiliki. Kesemua alat tersebut merupakan milik pribadi masyarakat. Sejauh ini pihak RPH Oro Oro Ombo tidak menyediakan alat penunjang dalam memadamkan kebakaran hutan, namun pihak RPH Oro Oro Ombo menyediakan konsumsi bagi masyarakat sewaktu terjadi kebakaran hutan. Selain itu, saat terjadi kebakaran hutan KRPH Oro Oro Ombo biasanya menggantikan uang rumput harian milik masyarakat yang ikut memadamkan kebakaran hutan dengan menggunakan uang pribadi KRPH Oro Oro Ombo sendiri. (a) Gambar 12 Alat penunjang dalam pemadaman kebakaran hutan, yaitu (a) cangkul; (b) golok dan sabit (b) Analisa Keefektifan Peningkatan Peran Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan personil RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan, meliputi : 1. Pencegahan melalui pendidikan Kegiatan pendidikan yang diberikan berupa penyuluhan untuk menambah wawasan, himbauan secara lisan, dan bimbingan secara langsung, yang penyampaiannya dilakukan secara informal. Sasaran dari kegiatan pendidikan itu adalah masyarakat dengan tujuan agar lebih mengena dan angka kebakaran hutan dapat menurun. Tidak ada lokasi dan

14 waktu rutin dalam pelaksanaannya, biasanya kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bertepatan dengan acara warga seperti jemaah ta lim, rapat desa, dan acara kumpul lainnya sehingga waktu kegiatan ini tidak menentu dan lokasinya pun informal. Lokasi yang biasanya digunakan adalah rumah warga, rumah petugas RPH Oro Oro Ombo, pos jaga, maupun langsung di hutan. Kegiatan pendidikan ini bersifat conditional sehingga biasanya diberikan kepada masyarakat pada musim kemarau atau bulan Juli September. Selain itu, terdapat sosialisasi dalam mencegah kebakaran hutan melalui penempelan stiker-stiker di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo (Gambar 13). (a) Gambar 13 Sosialisasi mengenai kebakaran hutan melalui stiker yang ditempel di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo (b) 2. Pencegahan melalui kesadaran hukum Pencegahan melalui kesadaran hukum dibuat berdasarkan peraturan tertulis yang tertera di buku panduan dari KPH dan Undang-undang yang berlaku. Hukum yang ditetapkan antara lain dalam bentuk himbauan (pembinaan conditional) langsung kepada masyarakat yang berada di dalam hutan; larangan lisan secara langsung kepada masyarakat yang hendak masuk hutan; dan peringatan seperti dilarang meninggalkan api, dilarang membuat api di musim kemarau, dan dilarang masuk hutan dengan membawa api, yang tertulis di papan peringatan yang diletakan di tiap batas hutan. Namun saat ini tidak semua papan peringatan terawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi pun papan peringatan tersebut sudah hilang.

15 Penyebab dari kebakaran hutan biasanya adalah api unggun dari peserta camping yang sudah ditinggalkan walaupun belum padam benar, dan pembakaran tidak terkontrol yang dilakukan masyarakat untuk produksi rumput. Sejauh ini kendala yang ada yaitu sulit untuk mengetahui modus pembakaran dan menangkap pelaku pembakaran. Sanksi dari pelanggaran peraturan tersebut adalah tindak pidana dari kepolisian seperti hukuman penjara sesuai Undang-undang yang berlaku. 3. Pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis Kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Bentuk metode pendekatan secara teknis yang dilakukan yaitu manajemen bahan bakar berupa pembuatan sekat bakar hijau dengan lebar mencapai dua hingga lima meter menggunakan tanaman tahan api, seperti Kaktus, Pandan, Pisang, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan khususnya Hijauan Makanan Ternak seperti Rumput Gajah, yang cenderung lebih dibutuhkan oleh masyarakat sehingga selain untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan juga dapat mensejahterakan masyarakat dengan hasil panennya. Dalam kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis lebih ditekankan pada upaya-upaya pensejahteraan masyarakat, karena hal ini mempermudah pihak RPH Oro Oro Ombo dalam bekerja sama dengan masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Tidak ada waktu rutin dalam pelaksanaan pembuatan sekat bakar hijau, biasanya bersamaan dengan waktu penanaman tanaman tersebut. Lokasi kegiatan tersebut antara lain di lokasi rawan kebakaran hutan seperti petak 227 Gunung Panderman dan di lerenglereng hutan lindung. Gunung Panderman merupakan hutan lindung yang juga dijadikan sebagai objek wisata di daerah RPH Oro Oro Ombo. Hal ini mempengaruhi Gunung Panderman sehingga rawan kebakaran hutan. Dikarenakan Gunung Panderman merupakan objek wisata maka besar kemungkinan terjadi kebakaran yang disebabkan oleh oknum yang lalai dan tidak bertanggung jawab. Selain itu karena sulit dijangkaunya lokasi kegiatan yang berada di Gunung Panderman maka jarang dilakukan pemeliharaan terhadap sekat bakar hijau di lokasi itu, sehingga bahan bakar di lantai hutannya akan menumpuk.

16 Selain kegiatan di atas, RPH Oro Oro Ombo pun melakukan kegiatan patroli hutan yang dilaksanakan oleh petugas RPH Oro Oro Ombo bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bersangkutan sebanyak satu sampai dua kali tiap minggu terutama di bulan-bulan rawan kebakaran hutan; pembangunan pos jaga untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan; dan koordinasi dengan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, Linmas, dan masyarakat itu sendiri. 4. Pemadaman kebakaran hutan Saat mengetahui adanya asap yang berasal dari kawasan hutan, petugas RPH Oro Oro Ombo segera menghubungi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, dan Linmas, untuk ikut memadamkan bersama kebakaran tersebut. Sebelum tahun 2008, terdapat Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang terdiri dari dua orang petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat sekitar hutan mencapai 30 orang. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) ini berguna untuk mengkoordinir masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan khususnya pemadaman kebakaran hutan. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran ini dibentuk berdasarkan surat keputusan administratur KPH Malang nomor 115/KPTS/MLG/II/2002 tanggal 15 januari 2002, yaitu tentang pembentukan Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang memiliki tujuan-tujuan menangulangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau. Unit pelaksanaan ini hanya aktif sampai dengan tahun 2007 karena terbentur masalah dana operasional. Gambar 14 Papan nama Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR)

17 Metode pemadaman kebakaran hutan yang diterapkan antara lain : a. Metode jalur Metode jalur yang digunakan adalah ilaran dengan lebar mencapai lima meter, sepuluh meter, dan 20 meter untuk lokasi berkelerengan 5 %. Pembuatan ilaran dilakukan jika api kebakaran berskala besar dan terdapat angin kencang. b. Metode pemadaman api secara langsung Pemadaman api secara langsung digunakan apabila skala api kecil. Metode pemadaman yang digunakan yaitu dengan menimbun api menggunakan tanah dan dengan menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat yang digunakan untuk memukul api hingga padam yang biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran di hutan produksi. Dalam prakteknya, tidak digunakan air dan alat yang lebih canggih dalam pemadaman api secara langsung. Hal ini dikarenakan lokasi terjadinya kebakaran tidak berdekatan dengan sumber air dan juga tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk membawa air maupun alat yang lebih canggih, seperti selang dan gas, dengan kondisi lapang yang ada (terjal). Pihak RPH Oro Oro Ombo belum pernah mengadakan pelatihan untuk masyarakat namun pelatihan untuk petugas RPH Oro Oro Ombo sudah pernah dilakukan. Pelatihan tersebut tidak ditujukan untuk semua petugas RPH Oro Oro Ombo melainkan hanya untuk beberapa petugas yang dipilih oleh KBKPH Pujon. Informasi yang diterima oleh petugas dalam pelatihan tersebut kemudian akan disampaikan ke teman-teman seprofesi lainnya. Dalam pelatihan tersebut diberikan petunjuk dan cara-cara pemadaman kebakaran hutan yang benar. Selain itu sampai dengan tahun 2006 di RPH Oro Oro Ombo pernah dibentuk tim pelatihan pemadaman kebakaran yang mendapat pelatihan tiga bulan sekali yang didalamnya terdapat materi pendidikan dan praktek langsung pemadaman kebakaran hutan. Dari seluruh pemadaman kebakaran hutan yang pernah dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa faktor kegagalan dalam memadamkan api antara lain lokasi dari Gunung Panderman yang sulit untuk dijangkau sedangkan Gunung Panderman merupakan salah satu lokasi rawan kebakaran di RPH Oro Oro Ombo; luas areal terbakar dalam suatu kejadian kebakaran hutan; dan bahan bakar permukaan dalam jumlah banyak

18 sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk dipadamkan. Dalam waktu 1 x 24 jam setelah adanya kejadian kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo akan membuat laporan tertulis mengenai kejadian tersebut dimana di dalam laporan tersebut akan dicantumkan uraian singkat kejadian kebakaran hutan beserta lampiran keteranganketerangan lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Sejauh ini masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani, turut berperan aktif dalam pemadaman kebakaran hutan. Tanpa diperintah masyarakat akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan tersebut. Hal tersebut menunjukan kepedulian masyarakat akan hutan sudah meningkat. Keterlibatan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan tercantum dalam laporan kejadian kebakaran hutan (Lampiran 5). Hasil dan manfaat yang telah dicapai dari upaya pengendalian kebakaran hutan bersama masyarakat ini antara lain hutan menjadi lebih terjaga, baik dari segi keamanan seperti lebih kecil kemungkinan terjadinya kebakaran dan gangguan hutan lainnya; maupun dari segi ekologisnya seperti banjir dan longsor berkurang dan pasokan air terpenuhi; juga fungsi hutan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan pun lebih terjamin. Hal itu berkat adanya kerja sama dan tolong menolong antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat. Sebelum adanya kerjasama dengan masyarakat, pihak RPH Oro Oro Ombo menangani gangguan-gangguan hutan seperti ilegal logging, penjarahan, dan kebakaran hutan sendirian. Setelah adanya kerjasama tersebut maka penanganan gangguan hutan tidak hanya dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo saja melainkan dibantu dan didukung oleh masyarakat. Kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat dapat dikatakan berjalan dengan baik dalam menangani kebakaran hutan. Adapun usaha yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo agar upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, bersama masyarakat ini dapat berhasil adalah pendekatan terhadap masyarakat dengan pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Semenjak adanya peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo sudah berkurang, begitu juga dengan luas areal yang terbakar (Lampiran 6). Wadah LMDH ini dapat digunakan

19 untuk merangkul masyarakat sehingga masyarakat mau berpartisipasi, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan. LMDH mulai berkembang bersamaan dengan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang biasa disebut dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM dibentuk pada tahun 2001 dan mulai disahkan pada tahun Dengan adanya program PHBM, pihak RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat dapat lebih terbuka dalam mengutarakan pendapat, dapat bekerja sama dan berperan secara aktif dalam menjaga keamanan hutan dan mengelola hutan secara lestari.

Lampiran 1 Kuisioner penelitian untuk personil RPH Oro Oro Ombo

Lampiran 1 Kuisioner penelitian untuk personil RPH Oro Oro Ombo LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner penelitian untuk personil RPH Oro Oro Ombo KUISIONER PENELITIAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 46 sampai dengan Pasal 51, Pasal 77 dan Pasal 80 Undang-undang

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 7 No. 1, April 216, Hal 32-37 ISSN: 286-8227 POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Forest Fire Potential in KPH Bogor Perum

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 46 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp ,   PENDAHULUAN KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 46 sampai dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOM0R 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOM0R 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOM0R 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 46 sampai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU MASYARAKAT PEDULI API (MPA) KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Masyarakat Peduli Api MPA Kampung Rawa Mekar Jaya Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau

Lebih terperinci

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU MASYARAKAT PEDULI API (MPA) KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Masyarakat Peduli Api MPA Kampung Rawa Mekar Jaya Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PEMBAKARAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888] UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALI KOTA TASIKMALAYA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KOMPLEK DADAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kelestarian Hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2033,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rambu. Papan Informasi. Bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG RAMBU DAN PAPAN INFORMASI BENCANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

PROFIL LMDH TLOGO MULYO

PROFIL LMDH TLOGO MULYO 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA AKSI TAHUN 2017 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BLITAR

RENCANA AKSI TAHUN 2017 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BLITAR RENCANA AKSI TAHUN 2017 SASARAN STRATEGIS Meningkatnya penangangan bahaya kebakaran INDIKATOR KINERJA Persentase respon penanggulangan kebakaran sesuai SOP,SPP, SPM TAHUN 2017 78% 78% 78% 78% 78% NO AKSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 2/IV-SET/2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 2/IV-SET/2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 2/IV-SET/2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM,

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Desa ini didominasi hutan rakyat. Awang (2001). mengemukakan bahwa, hutan rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL 1. Pengertian Penyiapan lahan dengan pembakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk melakukan penyiapan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penjabaran Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah ( Renstra SKPD ) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jembrana Tahun 2011-2016 untuk Tahun Anggaran 2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Pasal 93 ayat (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN a. Perlindungan terhadap kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Penggunaan kawasan hutan yang menyimpang harus mendapat persetujuan

Lebih terperinci

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA PKMM-1-6-2 MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005 Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005 Lokasi : Desa Seneng, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERUM PERHUTANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia yang sangat besar dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik agar menjadi sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara kedanau atau laut. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN ( K3 )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN ( K3 ) PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN ( K3 ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 100 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil yang didapatkan selama penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan dari data dan fakta yang telah dipaparkan. Peneliti juga memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS SELUAS ± 29.000 (DUA PULUH SEMBILAN RIBU) HEKTAR DI KELOMPOK HUTAN PESISIR, DI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22, Pasal 23, Pasal

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA NEGLASARI Jl. Negla No. Neglasari Cidaun 43275

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA NEGLASARI Jl. Negla No. Neglasari Cidaun 43275 PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA NEGLASARI Jl. Negla No. Neglasari Cidaun 43275 PERATURAN DESA NEGLASARI NOMOR : 04/Perdes-NS/IV/2003 Tentang PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA HUTAN

PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA HUTAN PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA CIBULUH Jl. Lurah Bintang No. 129 Cibuluh, Cidaun, Cianjur 43275 PERATURAN DESA CIBULUH NOMOR : 01/Perdes-cb/IV/2003 Tentang PERAN SERTA MASYARAKAT DESA

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAK TAHUN 2016 SUB BIDANG SARPRAS PP DAN DAMKAR DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN

PERENCANAAN DAK TAHUN 2016 SUB BIDANG SARPRAS PP DAN DAMKAR DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN PERENCANAAN DAK TAHUN 2016 SUB BIDANG SARPRAS PP DAN DAMKAR DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN Oleh: Drs. SAFRIZAL, ZA, M.Si KEPALA BAGIAN PERENCANAAN JAKARTA, 10 FEBRUARI 2016 A. Evaluasi DAK Bidang

Lebih terperinci

A. Hak atas sumberdaya hutan, penegakan dan kepatuhan

A. Hak atas sumberdaya hutan, penegakan dan kepatuhan Kuesioner 3. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) (Kelompok: jender, kelompok umur, suku, dan mata pencaharian) Propinsi :... Kabupaten :... Kecamatan :... Desa :... Kelompok :... Peserta FGD :... Tanggal/Waktu

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENCEMARAN AIR YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI TAHU A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah

Lebih terperinci