Negeri Jepang dikenal juga dengan nama Negeri Matahari Terbit. Disebut. demikian karena letaknya yang berada di bagian paling timur benua Asia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Negeri Jepang dikenal juga dengan nama Negeri Matahari Terbit. Disebut. demikian karena letaknya yang berada di bagian paling timur benua Asia."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Negeri Jepang dikenal juga dengan nama Negeri Matahari Terbit. Disebut demikian karena letaknya yang berada di bagian paling timur benua Asia. Secara geografi Jepang terletak di Lintang Utara dan Bujur Timur (gambar 1.1). Terpisah dari Benua Asia namun tetap bertetangga dengan Korea, Cina, Rusia, dan Taiwan. Sebagai negara kepulauan yang terpisah dari benua Asia yang sangat luas, Jepang membentuk peradaban dengan karakternya yang khas. Gambar 1.1 Letak geografis Kota Futagawa di dalam peta dunia. (sumber : digambar-ulang dari World Map outline dan Google Earth Japan, 2001) Dengan karakter topografis kepulauan yang bergunung-gunung yang dilalui oleh jalur sabuk api (ring of fire) dunia dan kondisi iklim subtropis di belahan bumi bagian utara yang terbagi menjadi 4 musim, Jepang merupakan sebuah negara

2 dengan kondisi alam yang keras dan sulit ditakhlukkan oleh manusia 1. Namun demikian, Jepang berhasil membuka 25 % wilayah daratannya yang sebagian besar berada di pesisir untuk dihuni dan berkembang menjadi kota-kota pelabuhan yang ramai. Hari ini, wilayah administrasi Negara Jepang telah berkembang mencakup 5 pulau utama serta beberapa ratus pulau kecil di sekitarnya. Namun embrio lahirnya peradaban Jepang bermula dari- dan berpusat di- Pulau Honshu, sehingga pulau ini menjadi pusat perkembangan peradaban masyarakat Jepang dari awal sampai dengan hari ini. Peradaban Jepang sendiri dapat ditelusuri jauh ke belakang mulai dari abad III-IV (disebutkan dalam sejarah sebagai (1Jaman Yamato). Oleh Mason dan Caiger (1997) dijabarkan secara rinci bahwa peradaban Jepang bermula dari Jaman Yamato. Jepang telah membentuk sebuah masyarakat kepulauan yang dipimpin oleh seorang Pendeta Agung yang dipercaya sebagai titisan Dewa. Peradaban yang berkembang pada Jaman Yamato ini merupakan peradaban murni Jepang. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika hubungan dengan Cina di Benua Asia mulai terjadi pada abad VI, Jepang dengan cepat menyerap pengaruh dari Cina tersebut dan mengadopsinya menjadi peradaban Jepang baru yang mencapai puncaknya ketika ibukota dibangun di wilayah Nara dengan mengikuti model kota Chang an di Cina yang merupakan ibukota Dinasti Tang (disebut 2Jaman Nara). Periode adaptasi Cina ini mencapai puncaknya pada 3Jaman Heian dengan dipindahkannya istana Kaisar ke Kota Kyoto yang lebih dekat dengan jalur sungai sehingga memungkinkan Kyoto sebagai ibukota dan pusat perdagangan tumbuh menjadi kota yang megah pada jamannya. Pada 1 Kondisi alam Jepang ini secara rutin disebutkan dalam berbagai sumber, antara lain dalam Charles Dunn (1969), dan Noh T. & Gordon (1974) I.2

3 periode peralihan berikutnya, wujud peradaban Jepang berubah lagi ketika melewati masa perang sipil yang panjang selama kurang lebih 100 tahun, yang dikenal dengan Jaman Sengoku jidai / Jaman Perang Sipil. Pada Jaman Perang Seratus Tahun ini, golongan samurailah (para daimyō dan shogun termasuk di dalamnya) yang mendominasi perkembangan dan perubahan di dalam negeri tersebut. Perang Sipil berakhir ketika Shogun Tokugawa Ieyasu berhasil menguasai negeri yang sedang berkecamuk ini, dan menjinakkan kekuasaan tuan tanah-tuan tanah daerah (daimyō) dengan politik sanderanya (sankin kōtai). Jaman negeri yang damai ini disebut 4Jaman Edo. Jaman ini merupakan jaman puncak kejayaan Negeri Jepang, ditandai oleh pemerintahan tangan besi Dinasti Tokugawa selama 2 (dua) abad yang membawa Jepang ke dalam masa kemakmuran dan keteraturan, penutupan negeri dari hubungan dengan luar/orang asing, pengaturan golongan bangsawan dan samurai dengan sangat ketat, sementara rakyat biasa mulai mendapatkan kesempatannya untuk hidup dengan layak (yang kemudian melahirkan kaum perantau dari desa ke ibukota Edo yang disebut sebagai masyarakat kota ). Sebagai akibatnya kotakota tumbuh dengan pesatnya, termasuk juga kota-kota persinggahan (shukubamachi) di Jalur Tokaido yang sambung-menyambung di sepanjang pesisir Timur Pulau Honshu. Ketika dunia memasuki jaman modern yang didominasi oleh perkembangan teknologi dan mesin-mesin industri, serta ekspansi bangsa Eropa sampai ke pelosok dunia di bagian Timur, termasuk Cina dan Jepang, pada pertengahan abad XIX akhirnya Jepang membuka kembali hubungannya dengan dunia luar (dikenal sebagai Restorasi Meiji / Jaman Meiji). Pada jaman ini, Jepang berubah dari Jepang Tradisional menjadi Jepang Modern. Namun setelah melewati periode Perang Dunia II yang memberi I.3

4 pelajaran yang sangat berharga, Jepang merubah seluruh sikap dan kebijakan pemerintahannya yang digunakan sampai hari ini, yang kita kenal sebagai Jepang hari ini (kronologi perpindahan ibukota secara geografi dapat dicermati dari gambar 1.2 dibawah ini). Gambar 1.2 Perpindahan ibukota dari jaman ke jaman. Peradaban Jepang pertama tumbuh di daerah 1Dataran Yamato, yaitu daerah sekitar kota Osaka sekarang. Kemudian pindah ke 2Nara yang dibangun menyerupai ibukota Chang an di Cina dan pindah beberapa kali di sekitar daerah Nara mengikuti perpindahan istana kaisar, terakhir pindah ke 3 ibukota Heiankyo (= Kyoto) yang memiliki posisi dan ukuran paling ideal. Ketika Shogun Tokugawa Ieyasu berkuasa ibukota baru dan terakhir dibangun di 4 dataran Kanto dan menjadi ibukota Edo (sekarang telah berkembang menjadi kota Metropolis Tokyo). ( sumber : History of Japan, Mason & Caiger,1997 ) Shukubamachi yang menjadi fokus penelitian tesis ini merupakan bagian dari perkembangan kota di Jaman Edo ( ). Jaman yang diawali oleh pemindahan ibukota dari Kyoto ke Edo (sekarang Tokyo) yang dilakukan oleh Tokugawa Ieyasu setelah menaklukkan kekuatan para daimyō daerah dan I.4

5 menjadi shōgun sebagai figur kekuasaan kembar yang menyeimbangkan dan memperkuat kedudukan Tenno (kaisar Jepang) sebagai penguasa asli tanah Negeri Jepang. Atas perintah dari Shogun Tokugawa Ieyasu, ibukota baru dibangun di dataran Kanto yang masih kosong dan memiliki lokasi yang lebih strategis untuk menjangkau seluruh wilayah Pulau Honshu dari Utara sampai Selatan dalam segi keamanan, jalur akses darat maupun lautnya. Ibukota baru ini dinamakan Edo, oleh karena itu Jaman ini dikenal pula sebagai Jaman Edo (Gordon, 2008). Kota Edo ini, di kemudian hari akan lebih dikenal dengan nama Tokyo, yang merupakan ibukota resmi Negara Jepang hari ini. Pada Jaman Edo ini keseimbangan negeri diatur di antara Ibukota Kyoto, dimana Tenno (kaisar) berdiam, dan Ibukota Edo, dimana Shōgun (panglima tertinggi) sebagai wakil Tenno (kaisar) mengatur negeri (Mason & Caiger, 1997). Hubungan di antara keduanya menciptakan Jalur Tōkaidō yang di kemudian hari menjadi tulang punggung infrastruktur Jepang yang paling penting. Dari jalur inilah kota-kota transit (post town) yang disebut shukubamachi tumbuh dan berkembang penuh kemakmuran (Gordon, 2008). Kata shukubamachi secara harafiah dapat diartikan sebagai kota persinggahan atau kota transit, dimana tersedia penginapan untuk bermalam, toko-toko perbekalan dan fasilitas lainnya yang menunjang kebutuhan para pengunjung yang singgah sementara untuk bermalam. Shukubamachi pada awal mulanya merupakan kota-kota yang tumbuh akibat penerapan politik sankin kōtai (kebijakan kediaman berkala antara daerah asal dan ibukota yang diberlakukan kepada golongan samurai dan bangsawan) selama masa pemerintahan Dinasti Tokugawa mulai awal abad XVII (gambar 1.3). Kota-kota shukubamachi ini tumbuh sambung-menyambung di sepanjang pesisir pantai timur Pulau Honshu, I.5

6 di sepanjang jalur jalan yang menghubungkan ibukota lama di Kyoto dan ibukota baru di Edo (nama lama kota Tokyo). Jalur jalan penghubung kedua ibukota ini disebut sebagai Jalur Tokaido (atau dapat diartikan Jalan Laut Timur atau Jalan Pesisir Timur ) (Vaporis, 1994). Gambar 1.3 Gambaran rombongan daimyō (penguasa daerah) yang melewati jalur Tōkaidō. (sumber : Guidebook Toyohashi City Futagawa-juku Honjin Museum (Toyohashi-shi Futagawa-juku Honjin Shiryoukan), 1992) Jalur Tokaido yang semula merupakan jalur politik, dalam perkembangan selanjutnya menjadi jalur perdagangan dan industri yang ramai, dan menjadi jalur utama yang menghantarkan denyut nadi kemajuan perekonomian nasional Jepang dari kota-kota pelabuhannya yang ramai sampai ke pelosok-pelosok desa terpencil. Pada jaman ketika kendaraan dan angkutan masih mengandalkan tenaga manusia dan binatang, Jalur Tokaido adalah salah satu jalur Jalan Negara yang paling nyaman, paling pendek dan paling aman dibandingkan dengan jalan lainnya (seperti misalnya Jalur Nakasendo yang harus melewati daerah pegunungan, dengan jalan terjal berbatu-batu dan hutan lebat melewati bagian I.6

7 tengah Pulau Honshu dan tentunya memakan waktu perjalanan yang lebih lama) (perbandingan ke dua jalur tersebut dapat dilihat pada gambar 1.4). Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila Jalur Tokaido menjadi embrio jalur penghubung dan transportasi nasional di Jepang hari ini. Di dalam jalur Tokaido, dari Edo sampai Kyoto, ini terdapat 53 titik pemberhentian yang menjadi kota persinggahan, salah satunya adalah kota Futagawa (kota persinggahan ke 33 dari ibukota Edo). Gambar 1.4 Gambaran perbedaan kondisi/suasana jalur 1 Tokaido - yang melewati pesisir Timur Pulau Honshu; dan 2 Nakasendo - yang lewati pegunungan di bagian tengah Pulau Honshu. (sumber : gambar ukiyoe dari dan olah foto udara google earth, 2000) I.7

8 Kota Futagawa sekarang merupakan bagian dari wilayah prefektur Aichi. Ibukota pemerintahan daerah Prefektur Aichi berada di Nagoya, dimana rumah utama Keluarga Klan Tokugawa yang berkuasa berasal. Hal ini memberi dampak terhadap daerah sekitarnya yang dapat berkembang pesat dengan melayani kebutuhan keluarga shogun, termasuk di antaranya adalah Kota Futagawa. Selain itu, lokasi Kota Futagawa bertetangga dengan Benteng Yoshida (sekarang Toyohashi) yang memberikan perlindungan dan jaminan keamanan yang lebih kuat sehingga Kota Futagawa dapat tumbuh dengan cepat. Walaupun jalur Tokaido sudah ada sejak Jaman Nara di abad VII ketika wilayah administrasi Jepang masih terbagi menjadi 8 propinsi (sekarang menjadi 47 prefektur), namun perkembangannya yang paling signifikan baru terjadi 10 abad kemudian, pada masa pemerintahan dinasti Tokugawa (Jaman Edo). Pada Jaman Edo ( ), Jalur Tokaido mengalami pertumbuhan pesat dan menjadi koridor keamanan dan perdagangan Jepang dalam skala nasional. Mulanya, shukubamachi merupakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah Tokugawa sebagai tempat penginapan bagi para daimyō daerah yang sedang menjalankan kebijakan sankin kōtai (kewajiban para daimyō dan bangsawan untuk melakukan perjalanan ke ibukota Edo secara berkala), disamping sebagai pos pemantau dan kurir negara (Traganou, 2004). Oleh karena itu, semua kota persinggahan ini memiliki rumah penginapan elit yang disebut honjin, dan ton yaba yang merupakan pos estafet petugas pemantau situasi di daerah untuk dilaporkan kepada pemerintah Tokugawa di ibukota Edo. Pengelola kedua pos tersebut (honjin dan ton yaba), memiliki hak resmi untuk menarik pajak dari rakyat guna membiayai kebutuhan pemeliharaan Fasilitas Negara tersebut (Vaporis, 1994). Selain kedua Fasilitas Negara tersebut, I.8

9 kemajuan dan kemakmuran sebuah shukubamachi ditandai oleh banyak shouka (kantor dagang) yang membuka usahanya di kota tersebut. Shouka ini merupakan sebuah kantor yang mengurusi kegiatan perdagangan terutama distribusi barang dari daerah lain, serta menampung hasil produksi daerah setempat untuk dibarterkan. Hatago, yang merupakan fasilitas penginapan komersial untuk rakyat biasa seringkali menawarkan fasilitas tambahan seperti pemandian umum dan kedai tempat makan yang menarik pendatang untuk singgah di kota itu. Dapat dikatakan bahwa ramainya sebuah kota ditentukan oleh keramaian kegiatan yang terjadi di shouka dan hatago tersebut (Vaporis, 1994). Seiring dengan perjalanan waktu, Bangsa Jepang di Jaman Meiji (1868) pada akhirnya membuka diri kepada hubungan dengan luar dan mulai menerima modernisasi barat. Peradaban modern, dengan teknologi dan industri massalnya mulai dikenal di Jepang. Kereta api dan mobil mulai digunakan menggantikan kereta kuda dan tandu. Perubahan ini berdampak langsung kepada kota-kota persinggahan di Jalur Tokaido tersebut. (1) Oleh karena waktu di perjalanan menjadi lebih singkat dengan menggunakan kereta api, kebutuhan untuk tempat bermalam dan persinggahan semakin berkurang. (2) Oleh karena kebijakan sankin kōtai tidak berlaku lagi, maka fasilitas honjin dan ton yaba kehilangan manfaat dan penghasilannya. Hal ini mengakibatkan menurunnya keramaian dan kemakmuran kota-kota shukubamachi di sepanjang jalur Tokaido dan jalur-jalur jalan lainnya. Lambat laun kota-kota persinggahan ini kehilangan peran istimewanya (Gordon, 2008). Beberapa kota dapat bertahan menghadapi perubahan jaman. Seperti misalnya kota-kota persinggahan yang memiliki stasiun pemberhentian kereta api masih dapat bertahan dengan kegiatan industri I.9

10 kecil serta distribusi produk hasil pertanian yang dibawa lewat angkutan kereta. Namun kereta api yang menyediakan angkutan barang tidak berlangsung lama. Pasca Perang Dunia II moda transportasi kereta api pada akhirnya hanya diperuntukkan bagi mobilisasi manusia saja. Sementara kegiatan industri dan perdagangan dipusatkan di kota-kota pelabuhan seperti Tokyo, Yokohama, Osaka, Nagoya dan Kobe, dengan fasilitas infrastruktur jalan raya baru yang bebas hambatan, sehingga banyak dari kota-kota persinggahan ini kehilangan peranannya di dalam peta perkembangan kota-kota baru yang lebih modern (Traganou, 2004). Pada tahap perubahan selanjutnya (yang masih berlangsung sampai sekarang) arus mobilisasi di jalur-jalur kereta api ini digantikan oleh jalan raya (highway) yang dapat diakses dengan lebih leluasa dan menjangkau wilayahwilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh kereta api. Jalur-jalur highway ini menggeser orientasi dan arus kegiatan berdagang yang dulu personal dan menciptakan hubungan sosial antar manusia (cenderung berorientasi ke dalam di sepanjang Jalan Tokaido Lama) sekarang arus kegiatan bergeser ke Jalan Tokaido Baru (Tokaido Highway) dengan skala kegiatan yang lebih besar dan berorientasi pada hasil industri dan kecepatan produksi (efesiensi kerja mesin dan sirkulasi barang) yang dalam perkembangan cenderung menyebar/meluas ke luar. Apabila diamati, sekarang ini terdapat 3 (tiga) macam jalur Tokaido (gambar 1.5), yaitu : 1. Jalan Tokaido Lama, yang lebih dikenal orang Jepang sekarang sebagai kyu-tōkaidō (kyū artinya yang dulu / yang lama ), 2. Jalan Tokaido Baru dinamakan Tokaido Highway (Jalan Raya Bebas Hambatan Tokaido) atau di Jepang lebih dikenal dengan sebutan I.10

11 kokudō ichigo (Jalan Raya Negara nomer 1), yang menampung arus kendaraan dan angkutan barang-barang komoditas industri skala nasional, dan 3. Jalur kereta Tokaido yang dikelola oleh Japan Railways, merupakan jalur rel kereta penumpang dengan trayek terjauh Tokyo sampai ke Osaka. Gambar 1.5 Jalur Tokaido Lama, Jalur rel kereta, Jalan Bebas Hambatan Tokaido Baru (Tokaido Highway) (sumber : citra satelit google earth 2012 & foto survey 2010) Pada akhirnya Kota Lama Futagawa (yang dilalui oleh Jalur Tokaido Lama) kehilangan denyut nadinya sebagai koridor ekonomi dan pertumbuhan kota serta ciri khasnya sebagai tipe kota shukubamachi. Hari ini Kota Futagawa adalah daerah permukiman sub-urban modern dari kota besar tetangga seperti Toyohashi, Toyota dan Nagoya yang bergerak dalam usaha industri dan produksi massal terutama industri otomotif. Jumlah warga penghuni Kota Futagawa I.11

12 semakin berkurang akibat migrasi penduduk ke kota tetangganya yang menawarkan lapangan pekerjaan yang lebih terjamin. Permukiman di Kota Futagawa sekarang tidak jauh berbeda wajahnya dengan daerah permukiman kota kecil lainnya di Jepang. Gambar 1.6 Kota-kota di sekitar Futagawa yang berpengaruh kuat terhadap perkembangan kota Futagawa. Nagoya sebagai ibukota prefektur dan pusat industri dan pelabuhan dagang. Toyohashi (dulu dikenal sebagai Kota Benteng Yoshida ) yang sekarang menjadi pintu penghubung antara Nagoya dengan kota-kota kecil di bagian selatan Prefektur Aichi. Dan Kota Baru Toyota dimana kantor pusat perusahaan otomotif Toyota berlokasi. (sumber : digambar ulang dari google earth 2012 dan database Prefektur Aichi 2010) Akibat daya tarik kegiatan yang lebih kuat dari kota-kota lain di sekitarnya (seperti Toyohashi, Toyota dan Nagoya yang merupakan pusat industri dan perdagangan) pertumbuhan Kota Futagawa menjadi terabaikan dan sepi. Jumlah penduduk semakin berkurang akibat perpindahan penduduk ke kota lain yang menawarkan pekerjaan yang lebih baik. Kegiatan komersial menjadi sepi akibat jumlah penduduk, sebagai pelaku kegiatan, menjadi semakin sedikit. Kesejahteraan kota pun menurun akibat sepinya kegiatan ekonomi yang bertahan di kota tersebut. Pada akhirnya, hal ini mempengaruhi kondisi kota sehingga menjadi kurang terpelihara dan cenderung ditinggalkan. I.12

13 Untuk menghidupkan kembali kondisi kota agar dapat layak untuk dihuni kembali, berbagai upaya perbaikan kota telah dilakukan, termasuk di dalamnya adalah pelestarian dan peremajaan bagian-bagian kota yang bersejarah. Untuk mendukung upaya tersebut penelitian ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mencari bentuk ruang kota di masa depan yang dapat mencerminkan status dan identitasnya sebagai bekas kota persinggahan di Jalur Tōkaidō. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana bentuk asli kota tersebut pada masa kejayaannya di Jaman Edo serta perubahan-perubahan yang dapat ditemukan pada ruang kota yang sekarang ada untuk menentukan bentuk ruang kota yang baru yang lebih sesuai dengan masa sekarang dan yang akan datang. I.II PERUMUSAN MASALAH Stagnansi perkembangan Kota Futagawa hari ini merupakan akibat yang terjadi dari bergesernya konsentrasi kegiatan serta arus pergerakan yang semula berada di sepanjang Jalan Tokaido Lama, sekarang pindah ke bagian utara (Jalan Raya Futagawa / Futagawa Bypass) dan selatan (Jalan Raya Tokaido Baru / Tokaido Highway) kota. Pusat Kota Futagawa yang dulu berada di Jalan Tokaido Lama, berfungsi ganda sebagai pusat kegiatan perekonomian kota. Sekarang pusat kegiatan ekonomi berpindah ke Jalan Raya Futagawa dan Tokaido Baru yang terletak di luar pusat Kota Futagawa. Hal ini memberi dampak kepada terciptanya dua titik pusat baru, yaitu pusat kota yang tetap berada di Jalan Tokaido Lama dengan rangkaian bangunan bersejarahnya, dan arus kegiatan ekonomi dan komersial yang berskala nasional di koridor jalan Futagawa Bypass dan Tokaido Highway. Keberadaan 2 (dua) titik pusat baru ini secara langsung berdampak pada perubahan bentuk ruang kotanya, terutama I.13

14 ruang kota di sepanjang Jalan Tokaido Lama, sebagai pusat kota, dengan ruang kota yang sudah terbentuk dari Jaman sebelumnya. Hal tersebut menyakibatkan terjadinya pemisahan arus kegiatan ekonomi-komersial dan kegiatan hunian yang masih bertahan di dalam kawasan Tokaido Lama. Secara lebih rinci, perubahan bentuk ruang kotanya dapat dilihat dari perubahan tata sirkulasi, tata ruang-massa, dan zonasi ruang fungsinya. Dilihat dari segi sirkulasi dan aksesibiltas kawasan, pergeseran arus pergerakan yang semula terkonsentrasi di Jalan Tokaido Lama, sekarang berpindah ke Jalan Raya Futagawa Bypass dan Jalan Raya Tokaido Baru, menyebabkan konsentrasi kegiatan bergeser ke 2 (dua) Jalan Raya antar kota yang lebih dominan ini. Jalan Tokaido Lama di penggal Kota Futagawa yang dulu dikenal sebagai distrik-koridor ekonomi dan perdagangan kota, saat ini telah berubah menjadi distrik permukiman yang tenang dan cenderung sepi. Namun demikian, akibat dari keberadaan 2 (dua) Jalan Raya baru yang ramai arusnya ini, Jalan Tokaido Lama sering menjadi jalan pintas yang dimanfaatkan ketika arus di Jalan Raya tersebut sedang memuncak kepadatannya. Kendaraankendaraan limpahan dari arus di Futagawa Bypass maupun Tokaido Highway ini, seringkali membahayakan keselamatan para pengguna Jalan Tokaido Lama yang bergerak dengan kecepatan yang relatif lebih lambat 2, sementara pada kenyataannya, ruang jalan yang tersedia di Jalan Tokaido Lama tidak terlalu besar ( ± 6 meter, termasuk pedestrian way di tepi kiri kanan jalan). Dari segi pola penataan massa bangunan dan ruang jalan yang tercipta, massa-massa bangunan baru memiliki pola penataan yang berbeda dengan massa-massa bengunan lama. Massa bangunan baru cenderung berdiri tunggal 2 Hal ini menjadi permasalahan yang serius dan sering digarisbawahi dalam dokumen-dokumen mengenai kondisi Kota Futagawa hari ini yang dikeluarkan oleh Dewan Kota Futagawa. I.14

15 dengan ekspresi bangunan masif dan memiliki orientasi massa radial yang dapat ditangkap oleh mata dari segala arah. Sebaliknya massa bangunan lama yang lebih tradisional bersifat mengisi ruang kosong di koridor kota lama dengan orientasi bangunan menghadap ke Jalan Tokaido Lama. Ekspresi bangunan yang keluar pun lebih menyatu dengan massa-massa bangunan di sekitarnya dan memiliki bukaan yang lebar, yang mengundang orang untuk datang. Dari segi zonasi ruang fungsinya, massa bangunan di sepanjang Jalan Tokaido Lama yang semula diprioritaskan pada fungsi-fungsi komersial dan jasa, yang khusus diperuntukkan bagi kota-kota persinggahan (artinya pelayanan yang diprioritaskan kepada kebutuhan para pendatang). Sekarang kegiatan komersial kota tidak seramai dulu, lebih dominan fungsi huniannya, dengan fungsi komersial-jasa yang melayani kebutuhan penghuni lokal. Dari 3 aspek ruang fisik kota yang dapat ditemukan di Kota Futagawa, dapat dilihat beberapa dampak negatif dari pesatnya perkembangan modernisasi di Jepang yang menjadi akar masalah yang menghambat pertumbuhan Kota Futagawa. Namun demikian, tidak luput pula dapat ditemukan nilai-nilai positif dari kemajuan modernisasi ini yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan arah perkembangan Kota Futagawa yang lebih baik dan adaptable di masa yang akan datang. I.III PERTANYAAN PENELITIAN Dari uraian permasalahan kota Futagawa yang telah dijabarkan pada bagian Rumusan Masalah diatas, dapat dirumuskan sebuah kerangka umum yang terdiri dari tiga pertanyaan kunci yang akan mengarahkan jalannya penelitian. I.15

16 (1) Bagaimana bentukan fisik awal ruang kota Futagawa pada Jaman Pra-Modern Edo, dan sekarang (pada jaman modern)? (2) Perubahan bentuk fisik ruang kota apa, yang dapat ditemukan di ruang kota Futagawa? (3) Bagaimana arahan desain ruang kota yang sesuai dengan perkembangan Futagawa ke depan? I.IV TUJUAN & SASARAN PENELITIAN Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan terhadap bentuk fisik maupun spasial sebuah kawasan bekas pos persinggahan di Jepang pada Jaman Edo dan menemukan pola tata ruang yang sesuai dengan pertumbuhan kota Futagawa di masa depan tanpa menghilangkan ciri khas kotanya yang unik sebagai bekas shukubamachi (kota persinggahan di Jepang), justru sebaliknya menjadi faktor yang menonjol dalam arahan desain di masa mendatang. Sementara sasaran dari jalannya penelitian ini adalah menemukan perubahan apa saja yang terjadi pada elemen ruang kota, bentuk konfigurasi dan fungsi kegiatan kotanya dan mengetahui apakah perubahan yang terjadi yang mempengaruhi pertumbuhan kota tersebut. Yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan usulan / rekomendasi arahan desain berdasarkan temuan tersebut di atas. Lingkup penelitian dilihat dari dua periode waktu yaitu periode dulu dan periode sekarang. Layer dulu mewakili periode awal mula terbentukya kota Futagawa pada Jaman Edo sebagai kota persinggahan antara tahun 1603 sampai Kemudian dibandingkan dengan layer sekarang yaitu masa kini, I.16

17 yang mengambil periode ketika stagnansi pertumbuhan kota diisi oleh usahausaha usaha-usaha perbaikan dan peremajaan kota yang masih terus berlangsung sampai hari ini (Jaman Heisei). Periode masa kini yang diambil dari data tahun 2010, pada waktu survey lapangan dilakukan. I.V MANFAAT PENELITIAN Dengan mengetahui proses perubahan bentuk kota yang terjadi di Jepang, terutama dari kota-kota kecil yang masih memiliki karakter jepangtradisional nya yang khas, seperti juga kota-kota tradisional di Indonesia, diharapkan kita juga dapat menemukan cara bagaimana mempertahankan karakter identitas kota-kota tersebut, dengan ciri khasnya masing-masing, tanpa mengabaikan pengaruh kuat dari arus modernitas yang cenderung memberikan bentuk ruang yang universal dan seragam. Oleh karena itu, dengan segala daya dan upaya yang pernah dan akan terjadi di kota-kota tua seperti Futagawa (dan juga kota-kota di Indonesia), dalam proses pencarian kembali identitasnya yang khas & unik, maka kita diharapkan tidak hanya mampu membaca gejala-gejala yang terjadi dalam proses pertumbuhannya. Akan tetapi juga dapat memberikan respon yang tepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga pertumbuhan kota menjadi sebuah respon balik terhadap kebutuhan masyarakat penghuninya tanpa mengabaikan jati diri yang sudah melekat kuat sebagai image kota itu sendiri. Dengan bertambahnya kekayaan pengetahuan kita tentang perubahan fisik kota, akan membuka kesadaran dan kepekaan kita bahwa hidup-matinya sebuah kota dapat dibaca secara visual dari proses perubahan tata ruang dan perubahan arus kegiatan kota tersebut. Dengan mempelajari gejala-gejala perubahan kota- I.17

18 kota tua ini maka pengetahuan modern kita saat ini menjadi mungkin untuk digunakan sebagai alat pengurai permasalahan ruang kota dewasa ini yang selalu berbenturan dengan siklus regenerasi ruang kota, dan kemudian pada langkah selanjutnya menemukan bentukan baru yang lebih segar dari esensi lama yang sudah mengakar dan menjadi bagian dari kota tersebut. Diharapkan penelitian ini tidak hanya menghasilkan temuan-temuan pola perubahan bentuk yang akan dimanfaatkan untuk mengembalikan kebaikan bentuk fisik tata ruang kota yang statis, tetapi lebih jauh untuk mendorong kembali pergerakan dinamis kegiatan di Jalan Tokaido Lama yang merupakan kawasan inti Kota Futagawa dari jaman dahulu hingga hari ini dengan alternatif pengembangan jaringan sirkulasi yang aksesibel, serta arahan desain simpulsimpul kegiatan yang menjadi gerbang masuk kota yang ramah dan mengundang. Kota di jepang mungkin dianggap lebih maju daripada kota-kota di Indonesia. Akan tetapi, permasalahan tentang degenerasi kota merupakan sebuah gejala yang universal yang dapat terjadi dimana saja. Melihat masalah yang terjadi di Jepang saat ini, apabila kota-kota di Indonesia masih mengandalkan proses pertumbuhan kota yang berpusat di kota-kota besar saja maka di masa mendatang kita akan menghadapi masalah yang serupa dengan yang kini terjadi di Jepang. Sebelum hal ini terjadi, diharapkan kita dapat melihat permasalahan yang sedang dialami pada kota-kota di jepang dan mencermati gejala-gajala permasalahan tersebut agar dapat menemukan pemecahan yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di masing-masing tempat dan juga dapat belajar dari keputusan-keputusan terbaik yang telah dibuat oleh Jepang sehingga kota-kota itu mencapai masa jayanya. I.18

19 I.VI KEASLIAN PENELITIAN Beberapa penelitian yang berhubungan dengan Futagawa dapat ditemukan dalam studi arsitektur dan perancangan di Jepang. Namun studi mengenai tata ruang kota sebagai bagian terpadu dari arsitektur bangunan individual masih perlu dikaji sebelum menentukan arah kebijakan perkembangan dan pembangunan Kota Futagawa di abad XXI ini. Berikut ini akan dijabarkan ringkasan dari studi-studi yang pernah dilakukan mengenai sejarah, arsitektur dan perancangan bangunan di Kota Futagawa, sebelum pada akhirnya penelitian ini menfokuskan diri kepada studi perubahan tata ruang kota Futagawa. No. Peneliti Judul Lokus Fokus 1. Onogi A Study of Historical Futagawa Perencanaan Shigekatsu, Stage in Tokai District: Lama ( jalur kota dengan 1984 Town Planning Method Tokaido) metode historis & and Old Houses in studi tipologi Futagawa (in japanese) bangunan lama. 2. Onogi A Study of Historical Rumah-rumah Penelusuran Shigekatsu, Stage in Tokai District: tua di kawasan sejarah rumah History of Houses in Futagawa-juku rumah lama di Honjin of Futagawa kota stage on Tokaido (in persinggahan. Japanese) 3. Matsumoto A Study on Townscape Distrik Perencanaan Koichi, Design Planning with Futagawa dan 2007 Residents Participation Perancangan in Futagawa District, Kota dengan Toyohashi City. (in metode Japanese) partisipasi masyarakat. 4. Radiaswari, Arahan Desain Ruang Pola sirkulasi Pembentukan I.19

20 2013 Kota Persinggahan (shukubamachi), Kota Futagawa, Perfektur Aichi, Jepang dan tata ruang Kota Futagawa di antara Jalan Tōkaidō Highway dan Futagawa Bypass. Table 1.1 Tabel keaslian penelitian tesis (sumber : katalog perpustakaan TUT, 2010) dan perubahan fisik ruang kota berupa: elemen, konfigurasi dan fungsi ruang kota. I.VII SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan ini, sistematika penulisan adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang sejarah kota-kota persinggahan di sepanjang Tokaido dan perkembangannya sampai hari ini, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan sasaran penelitian, Manfaat dari penelitian ini, keaslian karya, dan sistematika penulisannya. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab Tinjauan Pustaka akan dibahas tinjauan teori dari berbagai sumber mengenai pengertian ruang kota, elemen-elemen pembentuk ruang kota, konfigurasi ruang kota, fungsi ruang kota, serta perubahan ruang kota. 3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas jenis metode penlitian yang digunakan, metode untuk analisis data, lingkup dan batasan penelitian, penentuan lokasi penelitian, dan tahapan proses pelaksanaan penelitian. 4. BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN I.20

21 Bab ini menjabarkan mengenai gambaran umum dan latar belakang sejarah dan perkembangan kota di Jepang, gambaran mengenai jalur Tokaido dan kota shukubamachi, serta gambaran umum mengenai kondisi lokasi penelitian di kota persinggahan Futagawa. 5. BAB V HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada di lapangan dengan menggunakan metode penelitian yang telah disepakati. Hasil temuan tersebut akan dirangkum pada bagian terakhir pembahasan sebagai bagian penutup dari analisis data. 6. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab 6 ini, kesimpulan akhir dari hasil analisis pada bab sebelumnya akan digunakan sebagai data hipotetik untuk membingkai konsep dan keluaran arahan desain yang merupakan proses terakhir dari jalannya penelitian ini. Dimulai dari Konsep Pengendalian Rencana, Konsep Pengembangan Kawasan, sampai alternatif rancangan konkritnya yang diuraikan dalam Arahan Desain Gerbang, Simpul dan Koridor kawasan Kota Futagawa. I.21

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Existensi proyek Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki keistimewaan. Dikatakan istimewa, karena kota ini adalah salah satu dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NOVAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru yaitu di utara berhadapan dengan filipina, di selatan dengan Australia,di barat dengan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan atau archipelago terbesar di dunia dengan lebih dari 2/3 luasnya terdiri dari wilayah perairan. Indonesia dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

Sistem Transportasi Adi d pan ang 11

Sistem Transportasi Adi d pan ang 11 Sistem Transportasi Adipandang 11d Outline Sistem Transportasi Definisi Sistem Transportasi Karakteristik Sistem Tekno-Ekonomi Transportasi Perencanaan Transportasi Faktor Penentu Pengembangan Transportasi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1. 1 Haryoto Kunto, hal 82 2 Tim Telaga Bakti, hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1. 1 Haryoto Kunto, hal 82 2 Tim Telaga Bakti, hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk hidup, memiliki sifat yang khas yaitu selalu bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia semakin menuntut untuk cepat, efektif, dan efisien, khususnya dalam hal perpindahan, baik itu perpindahan manusia, barang, maupun perpindahan informasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kebutuhan manusia akan bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain sudah ada sejak dahulu kala, dapat dikatakan bahwa transportasi berumur setua manusia. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Kawasan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat bagi seluruh kegiatan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesiamenempatkan kantor utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kawasan strategis yang terletak di Negara Indonesia dimana wilayah penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi di Indonesia dengan ibukota propinsinya adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan Tokugawa di Edo

Lebih terperinci

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY 1.1 Latar Belakang Bumi Serpong Damai (BSD) atau BSD city merupakan sebuah kota satelit yang terbentuk dari pesatnya perkembangan kota metropolitan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. JUDUL : Terminal Bus Induk Tipe A di Kabupaten Klaten

BAB I PENDAHULUAN. JUDUL : Terminal Bus Induk Tipe A di Kabupaten Klaten BB I PENDHULUN JUDUL : Terminal Bus Induk Tipe di Kabupaten Klaten 1.1 Pengertian Judul Terminal : Prasarana untuk angkutan jalan raya guna mengatur kedatangan, pemberangkatan, dan pangkalannya kendaraan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI 2.1 Geografi Jepang Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya terletak di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA

Lebih terperinci

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia sudah sepantasnya sejajar dengan berbagai kota-kota lain di dunia dengan indeks pertumbuhan penduduk dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya Kota Surakarta sebagai kota budaya dan pariwisata, diikuti dengan kemajuan pesat khususnya bidang perekonomian membuat

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Bangunan Terhadap Tema Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian terpadu dengan berbagai kelengkapan fasilitas. Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah moda transportasi manusia pada suatu daerah yang sudah tidak tertampung lagi dalam suatu tempat tertentu (terminal) dan dalam mengimbangi pertambahan

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara administratif Kupang adalah sebuah kotamadya yang merupakan ibukota dari propinsi Nusa Tenggara Timur, dan secara geografis terletak antara 10º39 58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Jepang Wikipedia dan Foklor Jepang, tercatat keterangan Jepang seperti dibawa (bahasa Jepang: Nippon/nihon, nama resmi: Nipponkoku/Nihonkoku) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan laut merupakan salah satu sub sistem transportasi laut dimana titik atau node pergerakan barang dan atau penumpang dengan menggunakan moda laut akan dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk di Indonesia pada masa saat sekarang ini semakin pesat, bila tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang baik maka bangsa ini akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dayeuhkolot merupakan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung yang berada di sisi Sungai Citarum. Berdasarkan sejarah, Dayeuhkolot yang dalam bahasa sunda berarti kota

Lebih terperinci

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi industri dan perdagangan merupakan unsur utama perkembangan kota. Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas dan

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas dan BAB 1 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Fakta Kabupaten Landak merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas dan penduduk yang yang cukup banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota tujuan dari beberapa kota sekitar. Hal tersebut menuntut kota tersebut memenuhi kebutuhan transportasi. Kebutuhan transportasi umum hendaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa Tengah yang berada pada kawasan pesisir pantai utara Jawa. Kota Semarang yang berada di pesisir pantai menempatkan penduduknya

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta sebagai Ibu Kota negara Republik Indonesia merupakan pusat dari semua kegiatan pekerjaan untuk sekitar kota Jakarta dan bahkan Indonesia. Pendatang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bandar udara merupakan tempat moda pemrosesan penumpang dan bagasi, untuk pertemuan dengan pesawat dan moda transportasi darat. Sebagai instansi yang memberikan fasilitas

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah

Lebih terperinci

TERMINAL BUS PURWOKERTO (Pendekatan Konsep Post Modern)

TERMINAL BUS PURWOKERTO (Pendekatan Konsep Post Modern) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TERMINAL BUS PURWOKERTO (Pendekatan Konsep Post Modern) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA DENGAN FASILITAS SHOPPING MALL

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA DENGAN FASILITAS SHOPPING MALL LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA DENGAN FASILITAS

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari korelasi kegiatannya, terutama kegiatan transportasi, komunikasi dan perdagangan, kota Purwokerto merupakan kota transit menuju daerah Jawa Barat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Manusia sebagai Makhluk Mobile Pada dasarnya manusia memiliki sifat nomaden atau berpindah tempat. Banyak komunitas masyarakat yang suka berpindah-pindah tempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sesuai dengan Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rangka pengembangan Kecamatan Insana Utara (Wini) sebagai Kota Satelit (program khusus)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta, selain sebagai pusat pemerintahan Indonesia, adalah pusat ekonomi dan sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Perkembangan ekonomi Jakarta menarik

Lebih terperinci

Transportasi Masa Depan Straddling Bus. Solusi untuk Mengatasi Kemacetan

Transportasi Masa Depan Straddling Bus. Solusi untuk Mengatasi Kemacetan Transportasi Masa Depan Straddling Bus Solusi untuk Mengatasi Kemacetan Tessa Talitha 15410072 PL4008 Seminar Studi Futuristik Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung Abstrak Pada kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar saat ini. Tanpa adanya transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan suatu mobilisasi

Lebih terperinci