APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT IIS SETIANY MINARTY C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT IIS SETIANY MINARTY C"

Transkripsi

1 APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT IIS SETIANY MINARTY C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN IIS SETIANY MINARTY. C Aplikasi Nanokalsiun dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada Effervescent. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan BUSTAMI IBRAHIM. Rajungan merupakan salah satu komoditas perairan yang jumlahnya cukup melimpah di Indonesia. Cangkang rajungan banyak yang terbuang dan menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah padat tersebut adalah mengolah limbah cangkang rajungan dengan mengekstrak kandungan kalsiumnya. Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang memiliki peranan penting di dalam tubuh. Kalsium yang umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium. Ukuran tersebut terkait dengan besarnya penyerapan kalsium oleh tubuh, biasanya hanya 50% sehingga sering menyebabkan defisiensi. Teknologi untuk kalsium yang perlu dikembangkan adalah teknologi nano, sehingga terbentuk nanokalsium yang diaplikasikan pada bentuk effervescent. Penelitian ini bertujuan untuk menambah value added pemanfaatan limbah cangkang rajungan, mengekstrak dan mengkarakterisasi kalsium dari limbah cangkang rajungan dan mempelajari pengaruh penggunaan nanokalsium pada aplikasi effervescent. Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan nano kalsium dengan perlakuan perbedaan konsentrasi HCl terhadap rendemen dan kadar mineral yang meliputi kalsium, magnesium, fosfor, kalium, natrium, mangan, besi, dan zinc, serta analisis fisik dan mikroskopis serbuk nanokalsium meliputi analisis derajat putih dan analisis ukuran partikel. Tahap kedua yaitu pembuatan effervescent nanokalsium dengan analisis waktu larut, derajat keasaman, dan analisis bioavailabilitas. Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang rajungan ke dalam pelarut asam (HCl) dengan berbagai konsentrasi, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen optimal diperoleh pada perlakuan konsentrasi HCl 1 N yaitu sebesar 12,07%. Berdasarkan analisis mineral, kadar mineral yang tertinggi adalah kalsium yaitu sebesar 51,27%. Serbuk nano kalsium juga mengandung mineral lainnya yaitu natrium, kalium, magnesium, fosfor, mangan, seng, dan besi. Nilai derajat putih serbuk nano kalsium yang dihasilkan adalah 63,63% (skala 100%). Hasil pengukuran partikel menggunakan SEM pada perbesaran x nm. Nanokalsium yang dibuat dalam bentuk effervescent memiliki waktu larut yang dibutuhkan selama 0,94 detik dengan ph 9. Hasil analisis bioavailabilitas menunjukkan penyerapan tertinggi terjadi pada menit ke-8 yaitu sebanyak 75,1%.

3 APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT IIS SETIANY MINARTY C SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Aplikasi Nanokalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada Effervescent Nama NIM Program Studi : Iis Setiany Minarty : C : Teknologi Hasil Perairan Menyetujui: Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Pipih Suptijah, MBA Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., Mphil. NIP Tanggal Pengesahan:..

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektivitas Bioavailabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada Aplikasi Effervescent adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Iis Setiany Minarty C

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Iis Setiany Minarty dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Oktober Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Anda Suhanda dan Ibu Euis Rustiawati. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Bhayangkari Subang tahun , kemudian Sekolah Dasar Negeri Salep Subang tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Subang tahun Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Subang tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor tahun Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu Koperasi Mahasiswa IPB pada tahun dan Fisheries Processing Club (FPC) pada tahun 2009 sampai tahun Penulis juga aktif sebagai asisten pada mata kuliah Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan tahun ajaran dan asisten Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran Tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapangan dengan judul Penerapan Sanitasi dan Higiene pada Proses Pembekuan Tuna (Thunnus sp.) di PT Lautan Bahari Sejahtera, Jakarta. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Bioavalabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada Aplikasi Effervescent di bawah bimbingan Dr. Pipih Suptijah, MBA dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Bioavailabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada Aplikasi Effervescent. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu berjalannya proses penelitian hingga tahap penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Pipih Suptijah, MBA dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi. 2) Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol. sebagai Komisi Pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan. 5) Dr. Ir. Sri Purwangsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 6) Seluruh dosen dan staf administrasi Teknologi Hasil Perairan. 7) Kepada kedua orang tua: mama dan bapa atas limpahan doa yang tak pernah putus dan kasih sayang yang tak pernah pupus serta materil yang tidak terhitung jumlahnya. 8) Kepada kakak prima, adik (novi, dhany, aditya) yang telah memberikan bantuan, doa dan motivasi selama kuliah di IPB. 9) Keluarga Roesangi yang telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayang kepada penulis. 10) Laboran bu ema dan mba dini yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penelitian.

8 11) Tim asisten teknologi pengembangan kitin dan kitosan (Hilda, Erna, Steven, Kurniawati, Taufik, Henry) yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini. 12) Teman-teman THP 45 terutama hana, aulia, dwisari, ipi, mpit, helmi, rico, apip yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini. 13) Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu disini yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi peningkatan kualitas di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) Komposisi Kimia Limbah Rajungan Pengembangan Nanokalsium Kalsium Kebutuhan Kalsium dalam Tubuh Kegunaan Kalsium dalam Tubuh Penyerapan Kalsium dalam Tubuh Effervescent METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Produksi Nanokalsium Pembuatan Tablet Effervescent Analisis Pengukuran rendemen nanokalsium Analisis total mineral nanokalsium dengan AAS Analisis ukuran partikel nanokalsium dengan SEM Analisis derajat putih nanokalsium... 14

10 Analisis derajat keasaman effervescent nanokalsium Analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Nanokalsium Derajat Putih Nanokalsium Komposisi Total Mineral Nanokalsium Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium Aplikasi Nanokalsium Derajat Keasaman Bioavailabilitas Effewrvescent Nanokalsium KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 29

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan Daftar angka kecukupan gizi kalsium Komposisi total mineral serbuk nanokalsium Formulasi effervescent nanokalsium Waktu larut effervescent terpilih... 24

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rajungan (Portunus sp.) Diagram alir pembuatan serbuk nanokalsium Diagram alir pembuatan tablet effervescent nanokalsium Diagram alir analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium Data rendemen nanokalsium Proses presipitasi kalsium dengan NaOH Karakteristik derajat putih serbuk nanokalsium Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium perbesaran x Bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih.. 26

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Perhitungan rendemen Data kandungan mineral Derajat putih nanokalsium Bioavailabilitas effervescent nanokalsium... 38

14 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas perairan yang jumlahnya cukup melimpah di Indonesia. Ekspor rajungan memberikan kontribusi yang baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dikarenakan komoditi rajungan merupakan salah satu komoditi perikanan yang termasuk kedalam salah satu andalan ekspor komoditi perikanan Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan data KKP (2010) yang menyatakan bahwa dari tahun ke tahun komoditi rajungan mengalami peningkatan nilai ekspor yang cukup signifikan khususnya pada tahun yang mengalami peningkatan nilai ekspor sebesar 4,77%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suptijah (1992) limbah kulit rajungan mengandung 13-15% kitin. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli 2asetamida-2-dioksi-ß- D-Glukosa dengan ikatan ß-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan. Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-ß-D- Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yang disebut deasetilasi. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balleyet al. 1977). Salah satu pemanfaatan limbah kitosan adalah pemanfaatannya dalam bidang farmasi dan kesehatan adalah sebagai penguat tulang dan gigi karena kandungan kalsiumnya. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.berdasarkan jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l. Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa, selebihnya kalsium tersebar luas didalam tubuh.

15 2 Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2004). Salah satu fungsi kalsium bagi tubuh adalah sebagai nutrisi untuk tumbuh, menunjang perkembangan fungsi motorik agar lebih optimal dan berkembang dengan baik. Usia dibawah 1 tahun memerlukan kalsium mg/hari, usia 1-6 tahun memerlukan kalsium sebanyak 500 mg/hari, usia 7-9 tahun memerlukan kalsium sebanyak 600 mg/hari, usia tahun memerlukan kalsium sebanyak 1000 mg/hari dan dewasa memerlukan kalsium sebanyak 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang, osteoporosis, sistem syaraf terganggu, dan osteomalasia (Nieves 2005). Pola hidup dengan trend pada suplemen makanan menyebabkan banyak orang mengkonsumsi suplemen makanan dalam berbagai produk. Ketergantungan pada suplemen makanan untuk meningkatkan ketahanan tubuh, mencegah penyakit, dan mengurangi penyakit tentu sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat sekarang. Oleh karena itu, dilakukanpembuataneffervescent nanokalsium. Tablet merupakan sediaan yang mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya, yaitu dosis zat aktif yang diberikan sama, mudah digunakan atau praktis, serta stabil secara fisik maupun kimiawi. Sediaan dalam bentuk tablet effervescent dimaksudkan untuk mengurangi rasa tidak enak ketika mengkonsumsi obat (Lachman et al. 1994).Tablet effervescent lebih mudah dan lebih menyenangkan dalam penggunaannya, sehingga meningkatkan minat masyarakat terhadap penggunaan tablet (Ansel1989). 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Memberikan value added pemanfaatan limbah cangkang rajungan. 2. Mengekstrak dan mengkarakterisasi kalsium dari limbah cangkang rajungan. 3. Mempelajari pengaruh penggunaan nanokalsium pada aplikasi effervescent

16 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) menurut Pratt (1953) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub ordo : Reptantia Famili : Portunidae Genus : Portunus Spesies : Portunus sp. Gambar 1 Rajungan (Portunus sp.) Sumber: (Lee 2010) Rajungan (Portunus sp.) banyak ditemukan pada daerah dengan geografi yang sama seperti ditemukannya kepiting bakau (Scylla serrata). Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina) tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Pada kedua sisi muka karapas terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri dibelakangnya, sedangkan duri marginal ke 9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang digunakan untuk

17 4 memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, pasangan kaki ke- 2 sampai ke- 4 menjadi kaki jalan, sedangkan pasangan kaki kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati dan Wisnu 1990). 2.2 Komposisi Kimia Limbah Rajungan Menurut Hirano (1989) dalam Hafiludding (2003) menyatakan bahwa cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk organik karena kandungan mineralnya, terutama kandungan kalsiumnya yang cukup tinggi. Selain itu cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO 3, serta sedikit MgCO 3 dan pigmen astaxanthin. Muskar (2007) menyatakan bahwa cangkang rajungan diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber kitin, kitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industry sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peranan sebagai anti virus, anti bakteri dan digunakan juga sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu cangkang rajungan dapat juga digunakan seabagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman seperti kitosan. Kandungan gizi tepung cangkang rajuangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel1 Kandungan gizi tepung cangkang rajungan Zat gizi BBPMHP (%)* Kadar air 4,45 Kadar abu 55,21 Kadar lemak 0,54 Kadar protein 13,58 Kadar kalsium 24,78 Kadar fosfor 0,49 *) Cangkang rajungan hasil penelitian BBPMHP (2000) 2.3 Pengembangan Nanokalsium Sejak tahun 1973, rajungan (Portunus sp.) merupakan hasil laut yang penting dalam sektor perikanan. Limbah industri rajungan (Portunus pelagicus) adalah berupa cangkang dan kaki rajungan yang mencapai 75%-85%, dapat diolah menjadi kitin dan kitosan dengan rentang pemanfaatan yang luas, yaitu dapat diaplikasikan pada bidang nutrisi, pangan, medis, kosmetik, lingkungan, dan pertanian (Suhartono 2006).

18 5 Pengembangan produk kitin dan kitosan perlu dilanjutkan dengan upaya pemanfaatan hasil samping industri tersebut seperti protein dan mineral. Hasil samping dari proses demineralisasi cangkang rajungan berupa kalsium klorida (CaCl 2 ). Proses demineralisasi mineral akan larut pada larutan asam seperti asam klorida (HCl). Mineral hasil recovery limbah demineralisasi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium untuk pemanfaatan gips dan suplemen kalsium (Flick et al. 2000). Nanokalsium merupakan smart kalsium dengan ukuran partikel yang sangat kecil hingga mencapai 500x10-9 nm sehingga apabila dikonsumsi akan langsung terserap oleh tubuh dengan sempurna 100% (Suptijah 2009). Nanokalsium memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium yang berukuran makro sehingga nanokalsium yang terbuang melalui urin lebih rendah. Nanokalsium lebih efektif memasuki sel daripada kalsium mikro karena ukurannya yang sangat kecil, maka nanokalsium lebih banyak dan lebih cepat memasuki sel untuk melakukan fungsinya. Gao et al. (2007) menambahkan, tikus yang diberi pakan nanokalsium memiliki tingkat buangan kalsium yang rendah pada feses dan urin dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan mikro kalsium. Hal ini menunjukan semakin kecil ukuran partikel, maka tingkat penyerapan kalsium dalam tubuh semakin meningkat. 2.4 Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa. Tubuh manusia terdapatkurang lebih 1 kg kalsium (Granner 2003). Jumlah ini 99% berada di dalam jaringan keras,yaitu tulang dan gigi dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca 3 (PO 4 ) 2.Ca(OH) 2 }.Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsenterasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100ml). Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas didalam tubuh. Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel,seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permebilitas

19 6 membran sel. Kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier2004). 2.5 Kebutuhan Kalsium dalam Tubuh Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Recommended Daily Allowance (RDA) merekomendasikan konsumsi umur 1-10 tahun dan 25 tahun ke atas. Umur tahun dan untuk wanita hamil atau menyusui direkomendasikan konsumsi kalsium sebanyak mg (Percival 1999). Kebutuhan kalsium per hari yang terekomendasi dalam Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2004) dapat dilihat pada Tabel 2. Bayi (bulan) Anak (tahun) Pria (tahun) >65 Wanita (tahun) >65 Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan kedua Tabel 2 Daftar angka kecukupan gizi kalsium Kelompok umur Kebutuhan Ca (mg/hari) Sumber: Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2004)

20 7 2.6 Kegunaan Kalsium dalam Tubuh Kalsium merupakan mineral essensial yang ditemukan dalam jumlah yang besar di dalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Satu persen sisanya dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam tetesan darah di bawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan ke dalam darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah, oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang cukup untuk menjaga darah yang memadai dan tingkat kalsium tulang (Houtkooper dan Farrell 2011). Fungsi kalsium dalam tubuh manusia menurut Almatsier (2006) adalah sebagai berikut : (1) Pembentukan tulang dan gigi Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan asupan kalsium darah. Pada ujung tulang panjang ada bagian yang berpori yang dinamakan trabekula, yang menyediakan suplai kalsium siap pakai guna mempertahankan konsentrasi kalsium normal dalam darah. (2) Mengatur pembekuan darah Bila terjadi luka, ion kalsium di dalam darah merangsang pembekuan fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin mengkatalis perubahan protombin, bagian darah normal, menjadi trombin, trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lain dari darah, menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah. (3) Kontraksi otot Pada waktu otot berkontraksi, kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, aksin, dan myosin. Bila darah yang mengandung kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur setelah kontraksi, tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang. 2.7 Penyerapan Kalsium dalam Tubuh Penyerapan kalsium sebagian besar terjadi di duodenum dan jejunum bagian proksimal karena keadaannya lebih bersifat asam daripada bagian usus

21 8 yang lainnya.penyerapan kalsium di usus halus berlangsung melalui duamekanisme, yaitu dengan transpor aktif dan transpor pasif. Mekanisme transpor aktif diatur oleh 1,25- Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH) 2 D], suatu bentuk vitamin D paling aktif yang diproduksi dalam ginjal. Absorbsi kalsium dalam saluran pencernaan biasanya berkisar antara % dari total asupan kalsium. Tubuh manusia menyerap sekitar 20 % hingga 40 % kalsium dari makanan yang dikonsumsi, namun pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Penyerapan kalsium meningkat apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah. Sebaliknya penyerapan kalsium menurun apabila kadar kalsium darah tinggi (Murray et al. 2003). Dalam keadaan normal, dari sekitar 1000 mg Ca ++ yang rata-rata dikonsumsi perhari, hanya sekitar dua pertiga yang diserap di usus halus dan sisanya keluar melalui feses (Sherwood 2001). Absorpsi pasif terjadi pada permukaan saluran cerna. Banyak faktor mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat (Almatsier 2004). 2.8 Effervescent Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan serbuk yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat pelarutan effervescent adalah karbon dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling (rasa seperti air soda) (Liebermanet al. 1992). Effervescent ini apabila dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan gas karbondioksida serta air. Reaksinya cukup cepat dan biasanya berlangsung dalam waktu satu menit atau kurang. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang dapat membantu memperbaiki rasa obat-obat tertentu (Banker dan Anderson 1986). Bahan dasar pada pembuatan effervescent adalah asam sitrat, asam tartarat, natium bikarbonat, sukrosa. Asam sitrat dam asam tartarat berperan dalam perubahan warna menjadi larutan kuning jernih. Kedua asam tersebut mempengaruhi perubahan warna pada minuman effervescent. Keuntungan tablet effervescent sebagai bentuk obat adalah penyiapan larutan dalam waktu seketika,

22 9 yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian tablet effervescent adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.kelembaban udara di sekitar tablet setelah wadahnya dibuka juga dapat menyebabkan penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di tangan konsumen, karena itu tablet effervescent dikemas secara khusus dalam kantong lembaran alumunium kedap udara atau kemasan padat dalam tabung silindris dengan ruang udara yang minimum (Banker dan Anderson 1994).

23 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Pebruari 2012 sampai bulan Mei Pembuatan nanokalsium untuk membuat tablet effervescent dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan effervescent dilakukan di Laboratorium Lavial TNI-AU Jakarta. Uji derajat putih dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Departeman Ilmu Teknologi Pangan. Uji atomic absorption spectrophotometry (AAS) dilakukan di Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Pusat Industri Nuklir, Batan Serpong. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tebagi dalam 2 tahap, yaitu pembuatan nanokalsium dan pembuatan tablet effervescent. Bahan baku dalam pembuatan nanokalsium ini adalah cangkang rajungan. Bahan untuk ekstraksi nanokalsium adalah HCl. Bahan untuk presifitasi adalah NaOH 3N.Bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent adalah natrium bikarbonat, asam sitrat, asam tartrat, dan sukrosa. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat gelas, tanur, toples, termometer, oven, hotplate, kertas saring, kertas ph dan timbangan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan nanokalsium, dan penelitian utama meliputi pembuatan effervescentdarinanokalsium terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan Produksi Nanokalsium Tahap pertama merupakan tahap persiapan bahan baku dan produksi nanokalsium dengan prosedur sebagai berikut tepung cangkang selanjutnya dilakukan perendaman dalam HCl dengan perlakuan konsentrasi HCl berbeda

24 11 yaitu 0,5N, 1N, dan 1,5N selama 24 jam. Cangkang yang telah direndam HCl kemudian diekstraksi pada suhu 90 0 C. Hasil ekstraksi selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat. Pembentukan kristal kalsium dilakukan dengan metode presipitasi melalui penambahan bertahap larutan ionik NaOH 3 N tetes demi tetes pada filtrat hingga terbentuk endapan jenuh kalium hidroksida (Ca(OH) 2 ). Selanjutnya dilakukan proses pemisahan kristal dan netralisasi kristal dengan menggunakan akuades. Kristal (Ca(OH) 2 ) kemudian dinetralkan. Kristal yang diperoleh kemudian dioven pada suhu 105 C hingga bobot endapan stabil, kemudian kristal tersebut dibakar menggunakan kompor listrik untuk menghilangkan kandungan organiknya. Selanjutnya kristal dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 C selama 6 jam sehingga terbentuk kalsium oksida (CaO), kemudian kristal hasil ekstraksi dihaluskan dengan mortar. Nanokalsium yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis secara kimia (analisis total mineral menggunakan AAS dan derajat keasaman menggunakan ph meter) dan secara fisik (analisis ukuran partikel menggunakan SEM dan derajat putih menggunakan whitness metre). Tepung cangkang rajungan Perendaman HCl (1:7) selama 24 jam Ekstraksi dengan pelarut HCl (90 C, 1 jam) Penyaringan filtrat Presipitasi dengan NaOH 3 N Dekantasi Netralisasi

25 12 Pengeringan dengan oven pada suhu 105 C Pembakaran di atas hot plate Pengabuan dalam tanur pada suhu 600 C Serbuk nanokalsium Gambar 2 Diagram alir pembuatan serbuk nanokalsium dari cangkang rajungan (modifikasi metode Fernandez 1999). Keterangan : = Input/output = Proses Pembuatan Tablet Effervescent Bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu dicampur rata pada RH ruangan. Sebanyak 200 gram nanokalsium lebih awal dicampur dengan 40% natrium bikarbonat, kemudian ditambahkan 24% asam sitrat, 16% asam tartrat,dan 15% sukrosa diaduk hingga ratahingga diperoleh campuran yang homogen. Serbuk nanokalsium dan effervescent mix Homogenisasi Pencampuran Pengepresan Effervescent nanokalsium Gambar 3 Diagram alir pembuatan tablet effervescent nanokalsium. Keterangan : = Input/output = Proses

26 Analisis Perlakuan pemberian HCl pada cangkang rajungan menghasilkan nanokalsium, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan rendemen nanokalsium, dan karakterisasi nanokalsium secara kimia dan fisik. Karakterisasi kimia nanokalsium meliputi analisis mineral menggunakan AAS serta analisis derajat keasaman menggunakan ph meter, sedangkan karakterisasi fisik nanokalsium meliputi analisis ukuran partikel menggunakan SEM dan derajat putih menggunakan whitness metre. Effervescent nanokalsium yang dibuat dilakukan analisis bioavailabilitas dengan perlakuan perbedaan menit selanjutnya dilakukan analisis penyerapan kalsium menggunakan AAS Pengukuran rendemen nanokalsium Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir nanokalsium terhadap bobot cangkang rajungan sebelum mengalami perlakuan. Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Keterangan: a = Berat hasil proses b = Berat awal bahan Rendemen = a (gram) x 100% b (gram) Analisis total mineral nanokalsium dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)(APHA 2005) Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam dengan menggunakan metode Atomic Absorpsion Spectrophotometer (AAS). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Sampel dalam erlenmeyer ditambahkan 5 ml HNO 3 65%. Lalu ditempatkan di atas hot plate sampai semua sampel larut. Sampel ditambahkan 0,4 ml H 2 SO 4, lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat). Sampel dibiarkan dingin kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO 4 :HNO 3 (2:1). Lalu kembali ditempatkan diatas hot plate sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua. Kemudian sampel didinginkan, kemudian sampel dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan, sampel disaring dengan glass wool. Sejumlah laritan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja

27 14 logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko, dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Perkin Elmer Analyst 100 tipe flame emmision dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral. Perhitungan kadar mineral (%) basis basah : Kadar mineral = ppm terbaca x faktorpengenceran bobot sampel Analisis ukuran partikel nanokalsium dengan SEM (Scanning ElectronMicroscopy) (Lee 1993) Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dan diletakkan pada plat aluminium hingga merata dan homogen serta dilapisi lapisan emas setebal 48 nm. Selanjutnya plat aluminium diletakkan di meja sampel. Sampel yang telah dilapisi emas dideteksi dengan menggunakan SEM pada tegangan 20 kv dan perbesaran x, x, x dan x. Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Selanjutnya hasil pemindaian akan diteruskan oleh detektor menuju monitor Analisis derajat putih nanokalsium Pengukuran derajat putih nanokalsium dari cangkang rajungan menggunakan alat photoelectric tube whitness metre for powder model C-1 berskala Warna hitam menunjukkan nilai 0, sedangkan nilai 100 menunjukkan derajat putih yang setara dengan pembakaran pita magnesium. Pengukuran derajat putih dilakukan dengan cara meletakkan kristal dalam wadah tertentu, kemudian hasil pengukuran derajat putih terlihat pada monitor Analisis derajat keasaman effervescent nanokalsium Sampel sebanayak 5 gram dicampurkan dengan 45 ml akuades dan dihomogenkan dengan homogenizer selama 10 menit. Selanjutnya alat ph meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer ph standar (ph 4 dan ph 7). Elektroda yang telah dibersihkan dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa.

28 15 Selanjutnya ph meter dibiarkan selama beberapa menit sampai nilai yang tertera pada display ph meter stabil, setelah stabil nilai yang ditunjukan dicatat sebagai nilai ph Analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium Tablet effervescent dilarutkan dalam 10 ml akuades dan diberikan kepada tikus dengan metode mouse oral. Pengambilan sampel darah dilakukan di bagian jantung tikus putih. Pengambilan sampel darah pada menit ke-0, 2, 4, 6, dan 8 sebanyak 2 ml darah. Sampel darah ditampung dalam botol fiol. Sampel darah yang sudah ditampung dalam botol fiol kemudian dianalisis AAS. Proses pengujian bioavailabilitas nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4. Effervescent nanokalsium Pemberian larutan effervescent nanokalsium dengan mouse oral Pengambilan sampel darah tikus putih pada menit ke- 0, 2, 4, 6, dan 8 Penampungan darah pada botol fiol Uji kalsium dengan AAS Gambar 4 Diagram alir analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium. Keterangan : = Input/output = Proses

29 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Nanokalsium Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai ekonomis atau nilai keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut (Kusumawati et al. 2008). Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bahan baku sebelum mengalami perlakuan. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi HCl pada proses demineralisasi. Data rendemen nanokalsium disajikan pada Gambar 5. Rendemen serbuk nanokalsium (%) ,42 12,07 7,01 HCl 0,5N HCl 1N HCl 1,5N Konsentrasi HCl Gambar 5 Data rendemen nanokalsium. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi HCl tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,825) terhadap rendemen serbuk nanokalsium yang dihasilkan. Proses pembuatan nanokalsium dilakukan dengan melarutkan mineral yang terkandung dalam cangkang rajungan terutama mineral CaCO 3. Cangkang rajungan sebelumnya dilakukan proses perendaman dengan HCl sebelum ekstraksi dan demineralisasi menghasilkan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Pada awal proses pencampuran cangkang rajungan dengan HCl, terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung udara yang berlangsung sekitar

30 17 ±5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO 2 dan H 2 O di permukaan larutan.proses perendaman cangkang dengan menggunakan HCl akan menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang rajungan secara maksimal, sehingga ruang-ruang yang terbentuk akan memudahkan dicapai oleh pengekstrak (HCl), dengan demikian mineral akan mudah tereksrak secara optimal (Suptijah 2009). Pada akhir proses demineralisasi akan didapatkan limbah berupa kalsium klorida (CaCl 2 ). Reaksi pelepasan kalsium dari cangkang rajungan oleh larutan HCl melalui proses demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 5. Kandungan kalsium pada cangkang rajungan yang berupa kalsium karbonat (CaCO 3 ) dilakukan proses presipitasi dengan menggunakan NaOH. Proses presipitasi ini akan menghasilkan endapan berupa kalsium hidroksida dan larutan NaCl. Larutan garam (NaCl) yang terbentuk dipisahkan dengan cara dekantasi dan dinetralisasi dengan menggunakan akuades, sehingga diperoleh (Ca(OH) 2 ) yang selanjutnya dikeringkan dengan oven 105 C dan selanjutnya dilakukan proses gravitasi. Proses pengabuan menggunakan suhu 600ºC akan menghasilkan kalsium oksida (CaO) sehingga produk akhir adalah serbuk nanokalsium oksida. Proses presipitasi kalsium dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 6. Proses demineralisasi dengan HCl : CaCO 3 + 2HCl CaCl 2 (larut) + H 2 CO 3 CO 2 H 2 CO 3 H 2 O Proses presipitasi dengan NaOH : CaCl 2 (larut) + NaOH Ca (OH) 2 + NaCl CaO Ca H(OH) 2 CO 23 H 2 O Gambar 6 Proses presipitasi kalsium dengan NaOH. Nanokalsium yang dipilih untuk pengujian dan proses selanjutnya adalah nanokalsium dengan perlakuan perendaman HCl 1N. Hal ini dilihat secara visual nanokalsium yang diperoleh dengan perendaman HCl 1N memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan nanokalsium dengan perendaman HCl lain. Menurut Estrela dan Holland (2003) derajat putih secara visual turut menentukan mutu nanokalsium yang diperoleh. Selain secara visual warna nanokalsium, pemilihan nanokalsium yang dijadikan analisis selanjutnya yaitu secara aspek ekonomi.

31 18 Konsentrasi HCl 1 N dengan rendemen sebanyak 12,07% memiliki nilai lebih ekonomis dibandingkan dengan HCl 0,5 N dengan rendemen sebanyak 7,01% dan HCl 1,5 N dengan rendemen 13,42%. Penggunaan HCl dengan konsentrasi yang rendah memiliki nilai rendemen yang rendah pula sehingga HCl yang diperlukan lebih banyak sedangkan penggunaan HCl dengan konsentrasi yang tinggi memiliki rendemen yang hamper sama, sehingga nanokalsium dengan perendaman HCl 1 N yang dilakukan analisis selanjutnya. 4.2 Derajat Putih Nanokalsium Derajat putih merupakan aspek mutu pada bahan tambahan pangan. Pemanfaatan limbah demineralisasi kulit rajungan dapat dilanjutkan sebagai suplemen nanokalsium dan bahan tambahan pangan untuk memperbaiki kandungan kalsium. Nilai derajat putih serbuk nanokalsium yang dihasilkan adalah 63,63% (skala 100%). Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Komposisi mineral yang beragam pada hasil penelitian ini berpengaruh terhadap penurunan derajat putih. Kandungan magnesium yang tinggi dalam nanokalsium juga mempengaruhi nilai dari derajat putih nanokalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda-beda. Mineral natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium.

32 Komposisi Total Mineral Nanokalsium Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). Analisis kimia nanokalsium dilakukan melalui uji atomic absorpsion spectrophotometry (AAS). Berdasarkan analisis AAS nanokalsium mengandung komposisi makromineral seperti Ca, Mg, Na, P dan K, serta mikromineral seperti Mn, Fe dan Zn. Hasil analisis kandungan mineral pada serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi total mineral serbuk nanokalsium Mineral Kadar mineral (%) Ca 51,27 Mg 36,91 Na 0,82 P 0,64 K 0,54 Fe 4,36 Zn 5,27 Mn 0,18 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komponen utama penyusun nanokalsium cangkang rajungan adalah kalsium dan magnesium. Hal ini terlihat dari nilai kalsium dan magnesium yang tinggi yaitu sebesar 51,27 % dan 36,91 %. Cangkang rajungan merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan. Cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO 3 serta sedikit MgCO 3 dan pigmen astaxanthin (Hirano 1989 diacu dalam Hafiluddin 2003). Oleh karena itu, pemanfaatan limbah demineralisasi pada cangkang crustasea mengandung banyak mineral sehingga diisolasi kalsiumnya (Suzuki et al. 2004). Serbuk nanokalsium yang merupakan recovery dari limbah demineralisasi lsium cangkang rajungan mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dikenal dengan nama kapur tohor. Kalsium oksida (CaO) diperoleh dengan pemanasan kalsium karbonat (CaCO 3 ) (Igoe dan Hui 2001).

33 20 Kalsium dan magnesium adalah mineral yang terkandung dalam makhluk hidup. Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam sistrm fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Magnesium (Mg) sebagian besar berada pada jaringan tulang yakni sebesar 70% dari total Mg pada makhluk hidup (Darmono 1995). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nanokalsium ini mengandung natrium dan kalium. Lingkungan perairan mengandung natrium dan kalium dalam bentuk ion (Darmono 1995). Logam natrium dan kalium pada cangkang rajungan diduga berasal dari lingkungan perairannya. Ion-ion mineral tersebut masuk ke dalam cangkang rajungan. Mineral lain yang terekstrak pada nanokalsium ini adalah seng (Zn) dan fosfor (P). Seng ditemukan hampir dalam setiap jaringan hewan. Logam ini cenderung terakumulasi dalam tulang daripada dalam hati yang merupakan organ utama sebagai penyimpan kebanyakan mineral mikro (Darmono 1995). Menurut Kitano et al. (1976), seng pada cangkang ditemukan pada lapisan aragonit. Kandungan fosfor pada cangkang bivalvia dapat dipengaruhi oleh kadar fosfor terlarut dalam perairan (Darmono 1995). Kalsium merupakan mineral penting yang ditemukan dalam jumlah kelimpahan yang cukup besar didalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Sisanya sekitar satu persen berada dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam darah dibawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan kedalam darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah. Oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi cukup kalsium untuk mempertahankan darah dan tingkat tulang kalsium yang cukup (Houtkooper dan Farrell 2011) 4.4 Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium Ukuran partikel nanokalsium ini dianalisi menggunakan SEM. Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. Percepatan elektron (electron gun)

34 21 memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus mendeteksi keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pendeteksi, ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. (Samsiah 2009). Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2.000x sampai x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium yang dihasilkan berkisar nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berukuran kisaran nm. Morfologi nanokalsium disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium perbesaran x Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang paling penting dari sistem nanopartikel. Sistem nanopartikel dapat menentukan distribusi in vivo, sistem biologis, toksisitas dan kemampuan penargetan sel. Selain itu nanopartikel juga dapat mempengaruhi penyerapan obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel. Banyak penelitian menunjukan bahwa nanopartikel submikron memiliki keunggulan dibandingkan mikropartikel sebagai system penyerapan obat. Umumnya nanopartikel memiliki serapan 2,5 kali lipat lebih besar dari 1 μm mikropartikel dan 6 kali lipat lebih besar menyerap dibandingkan 10 μm mikropartikel dalam penyerapan sel (Mohanraj dan Chen 2006).

35 22 Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang kijing ke dalam pelarut asam (HCl) karena kalsium larut dalam suasana asam, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Menurut Kenth (2009), metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Penelitian Purwasasmita dan Gultom (2008) berhasil membuat serbuk hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan menunjukkan hasil SEM dengan ukuran partikel serbuk hidroksiapatit berkisar antara nm Aplikasi Nanokalsium Nanokalsium yang diperoleh kemudian diaplikasikan ke dalam bentuk pangan suplemen kalsium yaitu effervescent. Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Pembuatan effervescent nanokalsium dilakukan dengan melakukan pencampuran asam dengan basa. Menurut Ansel (1989), perbandingan asam organik dan garam natrium bikarbonat yang ditambahkan adalah 1:1 sedangkan perbandingan asam sitrat dan tartrat yang lazim digunakan dalam pembuatan effervescent konvensional adalah sebesar 3:2. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan effervescent nanokalsium ini telah memenuhi standar tersebut. Formulasi bahan pembuat effervescent nanokalsium ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Formulasi effervescent nanokalsium Bahan effervescent Formula (%) Nanokalsium 5 Effervescent mix Natrium bikarbonat 40 Asam sitrat 24 Asam tartrat 16 Sukrosa 15 Minuman yang menggunakan karbonat yang dihasilkan akan menutupi rasa yang tidak diinginkan sehingga granula effervescent sangat cocok untuk

36 23 produk yang memiliki rasa pahit, asin ataupun tawar (Ansel 1989). Karbondioksida termasuk gas yang tidak memiliki warna, tidak berbau, dan tidak ada rasanya. Karbondioksida juga sangat mudah larut dalam air dan dapat dibuat padat melalui tekanan tertentu. Pada saat dimasukkan dalam air, gas akan segera larut, karena gasnya larut secara otomatis butiran-butiran obat atau vitamin akan ikut larut juga. Dalam air, karbondioksida akan merubah menjadi asam karbonat. Asam inilah yang memberikan rasa menggigit pada minuman bersoda atau pada larutan effervescent (Surya 2006). Reaksi effervescent adalah sebagai berikut : H 3 C 6 H 5 O 7 H 2 O + 3 NaHCO 3 Na 3 C 6 H 5 O H 2 O + 3 CO 2 Asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat air karbondioksida H 2 C 2 H 4 O NaHO 3 Na 2 C 4 H 4 O H 2 O + 2 CO 2 Asam tartrat Na-bikarbonat Na-tartrat air karbondioksida Pengujian yang dilakukan pada effervescent nanokalsium ini adalah waktu larut. Waktu larut menunjukan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tablet dalam suatu ukuran saji (serving size) untuk dapat larut sempurna dalam volume tertentu air. Waktu larut yang diperlukan untuk effervescent nanokalsium adalah 0,94 detik. Waktu larut tersebut telah memenuhi waktu larut minuman effervescent yang baik. Minuman effervescent yang baik memiliki waktu larut tidak lebih dari 2 menit (Ervina 2010). 4.6 Derajat Keasaman Derajat keasaman atau ph digunakan untuk menyatakan tingginya keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat, larutan ataupun benda. ph normal memiliki nilai 7 atau biasa disebut netral, sementara apabila nilai suatu zat tersebut berkisar antara 8-14 menunjukkan zat tersebut memiliki basa, sedangkan apabila nilai suatu zat tersebut berkisar antara 1-6 menujukkan sifat asam. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang akan berubah warna menjadi merah apabila keasamannya tinggi dan akan berubah menjadi biru apabila tingkat keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan ph meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan. Penelitian ini menggunakan alat ukur ph berupa ph meter karena tingkat keakuratannya dari ph meter lebih tinggi (Khopkar 1990)

37 24 Nilai ph berkaitan dengan nanokalsium sebagai bahan tambahan pangan. Analisis ph menunjukkan bahwa nanokalsium memiliki nilai ph 9,00. Bahan penyusun nanokalsium adalah kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida merupakan serbuk putih dengan ph tinggi yaitu 12,6 (Estrela dan Holland 2003). Proses netralisasi dengan menggunakan akuades dapat membuat nilai ph nanokalisum lebih rendah. Nilai ph yang basa tersebut tidak berbahaya bagi tubuh karena umumnya nanokalsium akan difortifikasi kedalam suatu produk, dalam hal ini adalah produk effervescent nanokalsium. Fortifikasi nanokalsium kedalam bentuk effervescent perlu memperhatikan mengenai ph larutan effervescent yang dihasilkan. Nilai ph ini sangat dipengaruhi oleh pembentuk effervescent mix dalam hal ini yaitu asam sitrat, asam tartrat, dan natrium bikarbonat. Jika perbandingan antara ketiganya tidak sesuai maka ph yang ditimbulkan dapat mendekati asam ataupun mendekati basa. Hasil uji ph yang telah dilakukan menggunakan ph meter diketahui bahwa ph effervescent nanokalsium adalah sekitar 7,0 sehingga cukup baik untuk dikonsumsi secara oral. 4.7 Bioavailabilitas Effervescent Nanokalsium Kalsium dalam suatu bahan pangan tidak semua dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh. Hal ini tergantung pada ketersediaaan biologisnya (bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 2004). Bredbenner (2007) mendefinisikan bioavailabilitas sebagai persentase mineral kalsium yang dapat diabsorpsi oleh sel enterocyte di saluran pencernaan dan digunakan sesuai dengan fungsinya. Penelitian ini menggunakan metode in vivo pada tikus putih dalam menentukan bioavailabilitas effervescent nanokalsium. Kamchan (2003) mengelompokan bioavailabilitas kalsium menjadi tiga yaitu tinggi ( 20%), sedang (10% - 19%), dan rendah ( 10%). Hasil analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih disajikan pada Gambar 9.

Gambar 1 Rajungan (Portunus sp.) Sumber: (Lee 2010)

Gambar 1 Rajungan (Portunus sp.) Sumber: (Lee 2010) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) menurut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%) 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Nanokalsium Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang dihasilkan maka

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SPARKLING NANOCALSI-VIT SUPLEMEN KESEHATAN TULANG DAN GIGI DARI LIMBAH DEMINERALISASI INDUSTRI KITOSAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SPARKLING NANOCALSI-VIT SUPLEMEN KESEHATAN TULANG DAN GIGI DARI LIMBAH DEMINERALISASI INDUSTRI KITOSAN USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SPARKLING NANOCALSI-VIT SUPLEMEN KESEHATAN TULANG DAN GIGI DARI LIMBAH DEMINERALISASI INDUSTRI KITOSAN BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM-P) Diusulkan oleh: Ketua

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Cangkang Kijing Lokal Cangkang kijing yang telah dihancurkan dengan hammer mill menjadi tepung cangkang dianalisis komposisi kimianya. Uji proksimat cangkang

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA E-MILKTAWA: EFFERVESCENT MODIFIKASI SUSU KAMBING ETAWA (C. AEGAGRUS HIRCUS) SEBAGAI TAMBAHAN ZAT GIZI BAGI IBU HAMIL BIDANG KEGIATAN: PKM-P Disusun oleh: Mukhamad

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI SUBSTRAT PRODUKSI NANOKALSIUM BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN Disusun Oleh : Dwi Ayu Setianingrum G84100013 2010 Erika

Lebih terperinci

Asam Basa dan Garam. Asam Basa dan Garam

Asam Basa dan Garam. Asam Basa dan Garam Asam Basa dan Garam Asam Basa dan Garam A Sifat Asam, Basa, dan Garam 1. Sifat asam Buah-buahan yang masih muda pada umumnya berasa masam. Sebenarnya rasa masam dalam buah-buahan tersebut disebabkan karena

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR Oleh : Ismiwarti C34101018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 Triastuti Sulistyaningsih, Warlan Sugiyo, Sri Mantini Rahayu Sedyawati

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) OLEH : NAMA : HANIFA NUR HIKMAH STAMBUK : A1C4 09001 KELOMPOK ASISTEN : II (DUA) : WD. ZULFIDA NASHRIATI LABORATORIUM

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Sampel yang digunakan adalah gorengan berlapis tepung yang diolah sendiri. Jenis gorengan yang diolah mengacu pada hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

ASAM, BASA, DAN GARAM

ASAM, BASA, DAN GARAM ASAM, BASA, DAN GARAM Standar Kompetensi : Memahami klasifikasi zat Kompetensi Dasar : Mengelompokkan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan indikator yang tepat A. Sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT

LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT Nama Produk : PURACAL QStable 140 Stabilized Calcium Carbonate 140 Kode Produksi : 090000004 Tanggal Produksi : 26 Juni 2009 Komposisi PURACAL Qstable 140, Stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

Ensiklopedi: 27 dan 342. Asam, basa dan garam. dikelompokkan berdasarkan. Alat ukur

Ensiklopedi: 27 dan 342. Asam, basa dan garam. dikelompokkan berdasarkan. Alat ukur BAB 2 ASAM, BASA DAN GARAM Ensiklopedi: 27 dan 342 Kompetensi Dasar: Mengelompokkan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan indikator yang tepat. Melakukan percobaan sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci