IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT"

Transkripsi

1 69 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1. Letak Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu dari sepuluh kabupaten/kota di wilayah Propinsi Lampung. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1991 pada tanggal 16 Juli 1991 dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1991, dengan batas-batas geografis sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Indonesia dan Selat Sunda Wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki luas sebesar 4.950,40 Km 2 atau 13,99 persen dari Luas Wilayah Propinsi Lampung. Wilayah Kabupaten Lampung Barat secara Administratif meliputi 17 (tujuh belas) kecamatan dan terdiri dari 175 Desa (BPS, Tahun 2008) Keadaan Topografi Letak Kabupaten Lampung Barat pada koordinat : 4, 47', 16" - 5, 56', 42" Lintang Selatan dan 103, 35', 8" - 104', 33', 51" Bujur Timur. Secara Topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi yakni: a. Daerah dataran rendah (ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan Laut). b. Daerah berbukit ( Ketinggian 600 sampai meter dari permukaan Taut) c. Daerah pegunungan (Daerah ketinggian sampai dengan meter dari permukaan laut) Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar 3 sampai 5. Di bagian barat laut Kabupaten Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung

2 70 Pugung (1.808 m), Bukit Palalawan (1.753 m), dan Bukit Tababjan (1.413 m) sedangkan di bagian selatan terdapat beberapa Gunung dan bukit yaitu Bukit Penetoh (1.166 m), Bukit Bawanggutung ( m), Gunung Sekincau (1.718 m), Pegunungan Labuan Balak (1.313 m), Bukit Sipulang (1.315 m). Di sebelah timur dan utara terdapat pula Gunung Pesagi (2.127 m), Gunung Subhanallah (1.623 m), Gunung Ulumajus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m), dan Bukit Penataan (1.688 m). Terdapat empat (4) sistem tanah yang ada pada kabupaten ini. Pertama adalah tanah pada sistem Alluvial. Tanah sistem ini terbentuk dari bahan endapan sungai dan hasil alluvial/koliviasi di kaki lereng perbukitan/pegunungan yang landai. Tersebar antara ketinggian meter dari pemukaan laut disepanjang jalur aliran sungai daerah peisisir selatan, Pesisir Tengah, dan Pesisir Utara dan di sebelah Selatan Gunung Sekincau (Suoh). Sistem ke dua (2) adalah tanah pada sistem Marine ini terbentuk dari bahan endapan laut yang bersusun halus sampai kasar dan merupakan dataran rendah yang memanjang pada ketinggian antara 0-20 meter dari permukaan laut, berupa dataran pasang surut berlumpur, betingbeting pantai dan cekungan antar pantai. Sedangkan sistem tanah yang ke tiga adalah tanah pada sistem Teras Marine. Jenis tanah ini terdapat di sepanjang garis pantai mulai dari Pesisir Utara, terletak pada ketinggian antara 0-20 meter dari permukaan laut, bentuk wilayah berombak sampai bergelombang dengan variasi lereng antara 3-5 persen. Terbentuk dari tufa masam dan batuan sedimen. Tanah pada sistem Vulkan merupakan sistem yang ke empat (4) dan secara umum tanah pada sistem ini dapat dibedakan berdasarkan bahan induknya yaitu dari bahan induk andesitis dan basal yang terletak pada ketinggian meter dari permukaan laut. Lereng atas dan tengah telah mengalami pengikisan lanjut, berlereng curam dengan lereng lebih dari 30 sedangkan lereng bawahnya berlereng kurang dari 16. Tanah pada sistem perbukitan keadaan topografi yang bervariasi sistemnya tersebut memberikan pengaruh terhadap proses pembentukan dan perkembangan tanah. Umumnya tanah telah mengalami dan menunjukan perkembangan lanjut, kecuali di daerah yang tererosi.

3 71 Hutan hujan dataran rendah yang terdiri dari : 1. Formasi Hutan Pantai (Littoral Forest) Terletak di samping semenanjung Selatan Taman Nasional, Bukit Barisan, di pantai barat yang terendah pada ketinggian 0-2 meter dari permukaan laut. Jenis-jenis vegetasinya antara lain Terminalia, ahesbiskus Sp, Barbaringtonia, Calophylum, Casuarina Sp, Pandanus Sp, dan Ficus Sp. 2. Formasi Dataran Rendah (Lowland Planis). Tipe formasi ini terletak di sepenanjung selatan (pertengahan jalan ke utara) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang memiliki ketinggian meter dari permukaan laut. 3. Formasi Hutan Hujan Bawah. Tipe Hutan ini terletak di sebelah Danau Ranau bagian barat dan selatan dan berada pada ketinggian meter dari permukaan laut. Jenis jenis pohon yang ada adalah dari famili Dipterocarpaceae, Myrtaceae dan Annonaceac antara lain Uqenia oferculuta dan Naudea purpurescens. Jenis jenis tumbuhan bawah dan semak antara lain Neolitcea cassinefolia, Psychotria rhinocerotis, Arecea Sp dan Globba pandela. 4. Hutan Hujan Tengah (Lower Montain Rain Forest) Tipe hutan ini terletak di daerah sekincau di tengah pegunungan sebelah utara pada ketinggian meter dari pennukaan laut. Jenis-jenis tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae dan Fagaceae antara lain Qercus Sp, selain itu terdapat juga padang nimput (Grazing area) di daerah danau Mengukut, Jenis vegetasi yang terdapat adalah gajah (Penesetum purpureum) Penduduk Penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2006 sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan sebanyak jiwa dengan sex rasio 116. Rasio jenis kelamin sebesar 116, artinya terdapat 116 laki-

4 laki untuk setiap 100 perempuan. Komposisi ini menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang. Sedangkan rata-rata kepadatan/km 2 sebesar 82,99 jiwa dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 orang/rumah. Daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Pesisir Tengah (285 orang per km 2 ) dan terendah di Kecamatan Pesisir Selatan 28 orang per km 2 ) Tingkat Pendidikan Kualitas sumber daya menusia suatu wilayah dapat dilihat dari sektor pendidikan, dimana pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas pembangunan suatu bangsa. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh suatu wilayah akan membawa dampak positif bagi pembangunan di wilayah tersebut. Kondisi sumberdaya manusia di Kabupaten Lampung Barat setiap tahunnya dapat dikatakan selalu meningkat, baik dari sisi kualitas ataupun dari sisi kuantitas. Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah siswa dan guru yang ada di Kabupaten Lampung Barat. Tahun 2006 jumlah siswa sebanyak orang dan jumlah guru sebanyak orang. Tahun 2007 jumlahnya meningkat menjadi orang guru dan orang siswa. Tidak hanya siswa dan guru saja yang meningkat jumlahnya tapi jumlah lulusan sekolah, seperti TK, SD, SLTP, dan SLTA juga meningkat. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Lulusan TK, SD, SLTP, dan SLTA Negeri/Swasta di Kabupaten Lampung Barat 72 Jenis Sekolah Jumlah Tahun 2006 Tahun 2007 TK SD SLTP SLTA Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007

5 73 Kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah dapat dilihat pada pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk suatu daerah. Telah terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang cukup berarti di Kabupaten Lampung Barat selama dua tahun terakhir.

6 Kondisi Perekonomian Salah satu aspek dalam melihat kemajuan perekonomian suatu daerah adalah prasarana ekonomi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Prasarana ekonomi yang dimaksud berupa pasar, pertokoan, dan lembaga penunjang kegiatan perekonomian seperti bank dan koperasi. Sarana perekonomian yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat adalah kelompok pertokoan 9 unit, pasar dengan bangunan permanen 38 unit, pasar tanpa bangunan permanen 55 unit, KUD 41 unit, dan Koperasi simpan pinjam 18 unit. Sektor industri tampaknya belum dapat diharapkan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi. Jumlah unit usahanya masih sedikit, dan skala usaha sektor ini juga masih terbatas pada industri rumah tangga dan industri kecil, baik ditinjau dari segi asset maupun tenaga kerja yang digunakan. Jenis industri yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat antara lain industri makanan berjumlah 160 unit dengan 404 tenaga kerja, industri pengolahan tanah liat/bahan semen/kapur 42 unit dengan 221 tenaga kerja, industri perabotan/perlengkapan rumah tangga 103 unit dan 328 tenaga kerja, industri sandang dan bahan dari kulit 109 unit dengan 395 tenaga kerja, dan industri pengolahan lainnya 143 unit dengan 431 tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Barat cenderung bergerak naik dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,73 persen per tahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun Pertumbuhan ini tidak lepas dari adanya pertumbuhan seluruh sektor yang ada. Masing-masing sektor usaha selama kurun waktu lima tahun mengalami pertumbuhan yang positif. Terhitung sejak tahun 2001 hingga tahun 2006 pertumbuhan ekonomi per tahunnya adalah 3,2 persen dimana pada tahun 2003 laju pertumbuhan sebesar 2,60 persen, pada tahun 2004 sebesar 5,4 persen dan pada tahun 2005 sebesar 4,6 persen dan turun hingga 2,5 persen dan telah terjadi pembangunan ekonomi yang positif dan berarti di Lampung Barat dengan laju inflasi tahun 2007 sebesar 4,71 persen. Pendapatan per kapita di Kabupaten Lampung Barat terjadi kenaikan sebesar 15,48 persen atau rata-rata terjadi kenaikan sebesar 3,87 persen per tahun dimana pada tahun 2001 sebesar Rp ,- meningkat pada tahun 2006 menjadi sebesar Rp ,16 per tahun. Beberapa ahli ekonomi menyatakan bahwa pendapatan per kapita belum bisa mencerminkan tingkat kesejahteraan. Secara global dari 80 persen

7 PDRB Nasional disumbang dari tidak kurang dari 5 persen penduduk yang bermatapencaharian sebagai pengusaha. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2009 diperkirakan akan tumbuh positif dengan skenario pesimis (under estimasi) diperkirakan 4-5 persen dengan asumsi pertumbuhan sektor di luar sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan tahun lalu dan turunnya nilai tambah bruto sub sektor perkebunan. Perubahan indikator ekonomi makro secara nasional akan mempengaruhi perekonomian di daerah antara lain perubahan nilai tukar mata uang US$, dan perkembangan harga minyak mentah dunia walaupun belum terasa secara langsung tetapi akan mempengaruhi kinerja perdagangan luar negeri dan dalam negeri, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 diperkirakan sekitar 6,5 persen dan pada tahun 2008 sebesar 7,2 persen dengan laju inflasi sebesar 4,0 persen sesuai RPJM Nasional , maka secara umum pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Lampung Barat Tahun Uraian Tahun a. Pendapatan Perkapita (Rupiah) , ,16 b. Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung 4,60 4,60 2,6 5,3 c. Peranan Sektor Terhadap PDRB Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 64,68 1,31 2,59 0,24 3,75 62,09 1,56 2,83 0,24 3,77

8 76 18,51 2,87 20,02 3,14 2,33 3,72 2,62 3,73 Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, Tahun 2007 Pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 struktur perekonomian Kabupaten Larnpung Barat didominasi oleh lapangan usaha pertanian dengan peranan sebesar 64,46 persen pada tahun 2001; 65,01 persen pada tahun 2002; 64,30 persen pada tahun 2003; 65,29 persen pada tahun 2004, 64,68 persen pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 sebesar 62,09 persen. Kondisi ini menunjukkan peranan lapangan usaha pertanian sangat kuat sehingga pengembanganya akan berdampak terhadap perekonomian secara keseluruhan. Besarnya peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDRB sektoral diperkirakan akan bertahan hingga 25 tahun mendatang hal ini ditunjukkan dalam periode 5 tahun, sebelumnya tidak banyak terjadi perubahan persentase sumbangan rnasing-masing sektor lainnya. Pada tahun 2006 dari sembilan sektor, yang ada, sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor paling tinggi laju pertumbuhannya sebesar 21,67 persen. Dalam hal penyerapan tenaga kerja sektor pertanian merupakan sektor terbanyak yang menyerap tenaga kerja berdasarkan banyaknya jumlah angkatan kerja yang bekerja di sektor ini mencapai 79,79 persen berdasarkan data susenas Dari 62,09 persen dari peranan sektor pertanian terhadap PDRB dimana sub sektor perkebunan adalah penyumbang terbesar yaitu 41,97 persen. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Sementara itu PDRB

9 per kapita riil (harga konstan) biasa digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan/kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan komposisi PDRB harga berlaku, pertanian merupakan sektor yang mempunyai kontribusi paling besar di Kabupaten Lampung Barat. Sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB pada tahun 2006 sebesar 64,65 persen. Nilai sektor pertanian pada tahun tersebut sejumlah ,43 juta rupiah. Sektor lainnya yang mempunyai kontribusi cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,67 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 9,13 persen. Ketiga sektor tersebut menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Lampung Barat. Kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap PDRB harga berlaku di Kabupaten Lampung Barat sebesar 90,453 persen. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilhat pada Tabel 16. Tabel 16. Produk Domestik Bruto Kabupaten Lampung Barat Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan tahun No Lapangan Usaha Harga Berlaku Harga Konstan Nilai % Nilai % 1 Pertanian ,43 64, ,46 62,09 2 Pertambangan ,57 1, ,24 1,56 3 Industri pengolahan tanpa MIGAS ,75 2, ,61 2,83 4 Listrik dan Air Bersih , ,41 0,24 5 Bangunan ,64 3, ,84 3,77 6 Perdagangan, hotel dan restoran 7 Pengangkutan dan komunikasi 8 Keungan, persewaan, dan jasa perusahaan ,50 16, ,58 20, ,06 3, ,77 3, ,58 2, ,88 2,62 9 Jasa-jasa ,41 9, ,23 3,73

10 78 Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat Tahun Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat Secara keseluruhan perbandingan PAD Kabupaten Lampung Barat terhadap APBD mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari keempat sumber PAD Kabuapten Lampung Barat, sumber yang berupa lain-lain pendapatan yang sah memberi kontribusi terbesar bagi penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat. Kontribusi dari sumber PAD ini hampir stabil dan memberikan kontribusi sekitar 50 persen dari penerimaan PAD setiap tahunnya. Bahkan di tahun 2002 dan 2006 kontribusinya mencapai 68,18 persen dan 61,48 persen. Sumber PAD yang menempati posisi ke dua dalam memberi kontribusi terbesar pada PAD Kabupaten Lampung Barat adalah retribusi daerah, kemudian disusul oleh oleh pajak daerah, dan laba perusahaan daerah. Besarnya kontribusi (dalam persentase) sumber-sumber PAD terhadap total PAD pada tahun diperlihatkan pada Tabel 17. Tabel 17. Persentase Kontribusi Sumber-sumber PAD terhadap Total PAD Tahun Jenis Penerimaan Tahun Pajak Daerah Pajak hotel Pajak restoran Pajak hotel dan restoran Pajak reklame Pajak hiburan Pajak galian C Pajak penerangan jalan

11 79 Pajak huller Retribusi Daerah Retribusi pelayanan kesehatan Retribusi pelayanan persampahan Retribusi biaya cetak KTP dan akta capil Retribusi parkir di tepi jalan umum Retribusi pasar Retr.pengujian Kendaraan Bermotor (KIR) Retribusi pemakaian kekayaan daerah Retribusi pasar grosir atau pertokoan Retribusi terminal Retribusi tempat khusus parkir Retribusi tempat penginapan/pesanggra han Retribusi rumah potong hewan Retribusi izin pengambilan hasil hutan ikutan Retribusi izin peruntukan penggunaan tanah Retribusi Izin Mendirikan bangunan/imb

12 Retribusi Izin Gangguan Retribusi Izin Trayek Jenis Penerimaan Tahun Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi Tabel lanjutan... Jenis Penerimaan Tahun Retribusi izin selain kepentingan lalulintas Retribusi pemungutan kayu dan non kayu serta tanah milik Retribusi walet Retribusi tandan buah segar kelapa sawit Retribusi penebangan peremajaan kelapa 0.04 Retribusi izin usaha pendaf.keg.inds perdag Uang leges Dokumen lelang Laba Perusahaan Daerah Lain-lain Pendapatan Yang Sah Hasil penjualan aset daerah yg tidak 0.04

13 81 dipisahkan Jasa giro Bunga deposito Pendapatan dari pengembalian 1.70 Fasilitas umum 0.05 Tuntutan Perbendaharaan tentang Ganti Rugi Denda keterlambatan pekerjaan daerah Penerimaan dinasdinas Pengembalian asuransi kebakaran ruko Bagi hasil Nikah/Rujuk Pemberian hak atas tanah pemerintah Penerimaan askes Sumbangan pihak ke tiga hasil bumi Penerimaan dari KTP dan KK Penerimaan Lain-lain Jumlah Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tahun 2008, Data diolah, Tahun 2007 Tabel 17 terlihat bahwa bunga deposito dan jasa giro merupakan 2 sumber terbesar yang berkontribusi pada sumber PAD yaitu lain-lain pendapatan yang sah. Bahkan penerimaan PAD tahun 2007 dari bunga deposito mencapai 40 persen sedangkan jasa giro sebesar 16,64 persen.

14 Pajak daerah pun menjadi sumber PAD yang cukup memberikan kontribusi yang signifikan. Pajak dari penerangan jalan memberi kontribusi yang paling besar dari sumber PAD ini. Kontribusinya stabil di atas 10 persen setiap tahunnya. Laba perusahaan daerah pun menjadi sumber PAD yang setiap tahunnya memberikan kontribusi cukup besar dalam penerimaan PAD. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap jumlah penerimaan PAD total yang cukup stabil sekitar 4%-5%. Khusus untuk laba perusahaan daerah pada tahun 2001 dan 2002 terlihat tidak memiliki kontribusi terhadap PAD. Hal ini dapat terjadi karena salah satu perusahaan daerah, yaitu Perusahaan daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten lampung Barat merugi sehingga tidak berkontribusi pada PAD. Penyertaan modal PDAM baru dilanjutkan pada tahun 2003 dan dengan kontribusi dari perusahaan daerah lainnya, yaitu hotel dan resort yang dikelola oleh permerintah daerah, mulai berkontribusi cukup signifikan pada PAD Kabupaten Lampung Barat. Sumber PAD yang berupa retribusi daerah, kontribusi dari retribusi pemungutan kayu dan non kayu serta tanah milik; retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi pasar grosir atau pertokoan juga memberikan kontribusi yang cukup besar meski juga berfluktuatif setiap tahunnya, yaitu dari 4,08% hingga 6,49%. Kontribusi dari retribusi pemungutan kayu dan non kayu serta tanah milik mencapai 6,14% pada tahun 2006 namun menurun menjadi 5,71% pada tahun Sedangkan kontribusi retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi pasar grosir atau pertokoan setelah cukup stabil pada tahun 2001 hingga mencapai 3,41% dan 3,09% pada tahun 2005, namun menurun pada 2 tahun berikutnya. Kontribusi retribusi pemakaian kekayaan daerah menjadi 1,98 pada tahun 2006 dan bertahan di tahun Di sisi yang hampir sama kontribusi retribusi pasar grosir atau pertokoan pada tahun 2006 turun menjadi 1,92% dan sedikit meningkat menjadi 1,94% di tahun Dari uraian di atas terlihat bahwa beberapa sumber-sumber PAD Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi yang signifikan setiap tahunnya, seperti lain-lain pendapatan yang sah dan pajak daerah Kebijakan Peningkatan dan Pengelolaan PAD Kabupaten Lampung Barat 82

15 83 Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah khususnya Kabupaten Lampung Barat berupaya menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD. Sebelum otonomi daerah kewenangan pemungutan PAD Kabupaten Lampung Barat dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah, namun setelah otonomi daerah pemungutan dilakukan oleh masing-masing dinas/kantor pengelola pendapatan, dan dinas pendapatan daerah berfungsi sebagai kooordinator pendapatan asli daerah. Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh pusat kepada Kabupaten Lampung Barat dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnya sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun Kabupaten Lampung Barat harus lebih kreatif dalam meningkatkan PADnya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBDnya. Sumber-sumber penerimaan Kabupaten Lampung Barat yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama. Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Lampung Barat yang ditempuh yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui peningkatan dan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah

16 84 satunya adalah Peningkatan Pendapatan Asli Daerah untuk kemakmuran masyarakat dengan penyesuaian secara terarah dan sistematis untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah bagi pembiayaan pembangunan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber- sumber PAD. Penerapan prinsip, norma, asas, dan standar akuntansi dalam penyusunan APBD menjadi dasar kegiatan pengelolaan, pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Salah satu kebijakan pemerintah daerah dalam rencana strategi Kabupaten Lampung Barat tahun adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah rata-rata 15% per tahun. Hal ini dimaksudkan untuk memperkirakan penerimaan daerah secara keseluruhan. Adapun program dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat adalah: 1. Meningkatkan akurasi data dan aktualitas data melalui kegiatan Peremajaan data obyek/subyek pajak dan retribusi daerah 2. Melakukan penyusunan laporan penerimaan daerah 3. Penyuluhan terhadap wajib pajak/retribusi daerah 4. Melakukan penagihan pajak dan retribusi daerah 5. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur 6. Meningkatkan penagihan pajak dan retribusi daerah melalui kegiatan operasional daerah melalui kegiatan operasional tim terpadu intensifikasi PAD V. HASIL DAN PEMBAHASAN

17 Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Barat Tingkat Kemandirian PAD Tingkat kemandirian menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Hal ini berarti juga bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah dapat menggambarkan sejauhmana ketergantungan daerah terhadap sumber dana dari luar karena semakin tinggi rasio ini berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak luar (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Tingkat kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi tingkat kemandirian berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD. Tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Barat No Tahun PAD (Juta Rupiah) APBD (Juta Rupiah) Tingkat Kemandirian (Persen) , ,47 2, , ,55 2, , ,81 2, , ,83 2, , ,42 2,75 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Tahun 2007 Proporsi PAD Kabupaten Lampung Barat terhadap APBD dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2003, peran PAD terhadap pendapatan total Kabupaten Lampung Barat mencapai 5,394 milyar rupiah atau setara dengan 2,29%. Namun pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 4,95 milyar rupiah atau 2,14 pesen. Hal ini

18 86 dapat terjadi karena kontribusi dari sumber PAD yaitu lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan, khususnya pada jasa giro dan bunga deposito. Sekalipun pada tahun 2005 dan 2006 total PAD meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2004 yang masing-masing sebesar 6,19 milyar rupiah dan 11,21 milyar rupiah namun kemandirian keuangan terhadap total pendapatan Kabupaten Lampung Barat masih relatif kecil yaitu hanya sebesar 2,27 pesen dan 2,74 persen. Persentase PAD terhadap total pendapatan periode ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan besarnya sumbangan atau transfer pemerintah pusat terhadap pendapatan Kabupaten Lampung Barat yang rata-rata pertahunnya mencapai 97,56%. Posisi sampai dengan akhir tahun 2007 persentase PAD terhadap pendapatan total sebesar 2,75% dan diperkirakan akan terus meningkat. Meski begitu dengan nilai yang diperoleh ini maka tingkat kemandirian Kabupaten Lampung Barat masih termasuk pola hubungan kategori rendah sekali menurut Nadeak (2003). Hal ini menunjukkan bahwa pola hubungan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat bersifat instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). Hal ini berarti bahwa ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak luar (terutama pemerintah pusat) masih sangat besar karena pendapatan aslinya baru menyumbang 2,75% dari total penerimaan daerah. Tingkat kemandirian yang sangat rendah juga pernah terjadi pada Kabupaten Pelalawan dimana tingkat kemandiriannya mencapai 1,42% pada tahun 2001 (Rahman, 2005). Namun kabupaten tersebut mampu meningkatkan tingkat kemandiriannya menjadi 3,66 pada tahun Rendahnya tingkat kemandirian Kabupaten Lampung Barat dapat disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Barat yang juga rendah, yaitu sebesar 2,6% pada tahun Tingkat kemandirian ini lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Propinsi Lampung yang mencapai 5,3% pada tahun yang sama. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadikan tingkat kemandirian Kabupaten Lampung Barat menjadi sangat rendah, yaitu seperti kurang berkembangnya sektor jasa. Kurang berkembangnya sektor ini dapat dilihat dari pertumbuhan sektor ini yang hanya sebesar 0,01% yaitu dari 3,72% pada tahun 2005 menjadi 2,73% pada tahun Sektor angkutan dan komunikasi juga baru mengalami pertumbuhan dari 2,87% pada tahun 2005

19 87 menjadi 3,14% pada tahun Padahal dengan lemahnya perkembangan sektor ini dapat mendorong juga rendahnya penerimaan PAD dari retribusi pasar, retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi pengujian kendaraan bermotor, serta retribusi izin trayek. Dengan rendahnya penerimaan dari sumber PAD yang berupa retribusi daerah tersebut dapat menjadikan penerimaan PAD menjadi rendah sehingga tetap bergantung pada pemerintah pusat. Kondisi tingkat kemandirian Kabupaten Lampung Barat yang masih rendah tersebut mengakibatkan terbatasnya belanja dan investasi pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang bersumber dari PAD. Alokasi PAD di Lampung Barat digunakan untuk belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, dan belanja bantuan keuangan. Sehingga diperlukan peningkatan sumber dana yang dapat dilakukan dengan optimalisasi penggalian sumber-sumber pendapatan dan pengelolaan aset daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi potensi yang ada dengan tidak membebankan terhadap masyarakat. Agar pajak dan retribusi tidak menjadi beban masyarakat, maka perencanaan dan penetapannya selalu mempertimbangkan antara keseimbangan objek pajak dan retribusi dengan koefisien beban yang ditanggung masyarakat Tingkat Efektivitas PAD Rasio efektivitas menunjukkan kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi daerah. Jumlah PAD Kabupaten Lampung Barat dari tahun 2001 hingga 2007 terus mengalami peningkatan. Besarnya PAD Kabupaten Lampung Barat dari setiap sumber-sumber PAD dari tahun ada pada Lampiran 2. Terdapat 4 sumber PAD yaitu pajak, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Beberapa sumber-sumber PAD tersebut ada yang memberikan kontribusi signifikan setiap tahunnya, seperti lain-lain pendapatan yang sah dan pajak daerah. Dari PAD yang terealisasi setiap tahunnya tersebut sesungguhnya pemerintah memiliki juga sejumlah penerimaan PAD yang menjadi target. Ada tahun-tahun dimana penerimaan PAD yang terealisasi lebih besar dari penerimaan PAD yang ditargetkan. Namun ada juga kondisi sebaliknya

20 dimana penerimaan PAD yang terelisasi lebih kecil dari penerimaan PAD yang ditargetkan. Perbandingan antara penerimaan PAD yang ditargetkan dengan PAD yang terealisasi mengacu pada konsep rasio efektivitas. Secara rinci rasio efektivitas PAD di Kabupaten Lampung Barat tahun berfluktuasi. Rasio efektivitas PAD di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Lampung Barat Tahun (%) 88 No Sumber-sumber PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Perusahaan Daerah Lain-Lain Pendapatan yang Sah TOTAL PAD Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tahun 2007, Data diolah, Tahun 2007 Tabel 19 di atas terlihat bahwa rasio efektivitas Kabupaten Lampung Barat dalam melakukan pemungutan PAD mencapai 107% samapi 218% dengan adanya fluktuasi rasio efektivitas PAD Kabupaten Lampung Barat setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah Kabupaten Lampung Barat sudah efektif dalam melakukan pemungutan sumber pendapatan daerah hal ini disebabkan karena realisasi PAD lebih besar dibandingkan target yang telah ditetapkan. Tahun 2003 rasio efektivitas PAD sebesar 115%, pada tahun 2004 terjadi penurunan sebesar 107%. Namun pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 129%, dan selanjutnya pada tahun 2006 mengalami kenaikan mencapai 218%. Namun pada tahun 2007 rasio efektivitas PAD Kabupaten Lampung Barat kembali mengalami penurunan sebesar 121%. Penerimaan PAD dari sumber pajak daerah pada tahun 2007 sebesar 1,86 milyar rupiah dengan efektivitas sebesar 135% atau melebihi target

21 89 yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Lampung Barat sebesar 1.388,85 milyar rupiah. Pajak daerah merupakan sumber PAD yang paling berperan dalam menyumbangkan PAD Kabupaten Lampung Barat seteleh lain-lain pendapatan yang sah. Sumber PAD ini memang terbukti memberikan kontribusi yang sangat signifikan setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2006 rasio efektivitas dari sumber PAD ini mencapai 388% meski pada tahun 2007 penerimaan dari sumber ini mengalami penurunan menjadi 212%. Hal ini dapat berarti pemerintah Kabupaten Lampung Barat belum melihat adanya potensi dari sumber ini di tahun 2006 dan Namun dari data PAD Kabupaten Lampung Barat tahun 2006 dan 2007 terlihat bahwa meski kurang memperoleh perhatian namun sumber ini memberikan kontribusi yang besar pada perolehan PAD Kabupaten Lampung Barat tahun 2006 dan 2007, yaitu sebesar 68,18% dan 61,48%. Dua penerimaan yang berkontribusi secara signifikan dari sumber ini terhadap PAD yaitu bunga deposito dan jasa giro. Pada analisis rasio dari sumber PAD yang berupa pajak daerah, penerimaan adalah pajak penerangan jalan yang pada tahun 2007 mencapai 1,35 milyar rupiah atau melebihi pagu yang telah ditetapkan DPRD Kabupaten Lampung Barat yang hanya 1,004.4 milyar rupiah. Kontribusi terbesar kedua adalah pajak galian C yang mencapai 420,36 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa pajak penerangan jalan menyumbang 10,99% dan pajak galian C menyumbang 3,41% dari penerimaan PAD tahun Pajak restoran juga merupakan sumber PAD Kabupaten Lampung Barat. Tahun 2007 perolehan pajak restoran mencapai 40,48 juta rupiah. Pajak reklame juga memberikan kontribusi bagi pajak daerah, dimana selama tahun 2007 perolehan pajak reklame mencapai 25,54 juta rupiah. Dari angka itu, kontribusi reklame papan/billboard/ megatron memberikan sumbangan terbesar. Sisanya bersumber dari jenis reklame alat bersinar, reklame berjalan, termasuk pada kendaraan. Kelebihan target pada pajak penerangan merupakan dampak dari semakin meningkatnya pertumbuhan dunia usaha yang menggunakan berbagai media untuk melakukan promosi di Kabupaten Lampung Barat.

22 90 Peran sumber retribusi daerah dalam peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat juga cukup besar yang mencapai 114 persen pada tahun Jenis retribusi daerah yang cukup besar memberikan kontribusi adalah retribusi pelayanan kesehatan. Posisi pertama yang kontribusinya paling besar terhadap PAD Lampung Barat yaitu retribusi pemungutan kayu dan non kayu serta tanah milik yang mencapai 5,71% pada tahun Tahun yang sama sumbangan retribusi dari pelayanan kesehatan terhadap PAD Kabupaten Lampung Barat mencapai 329,51 juta rupiah. Retribusi biaya cetak KTP dan akta capil juga memberikan kontribusi cukup besar yakni sebesar 297,32 juta. Disusul dengan retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar 244,10 juta rupiah. Sementara itu retribusi pasar grosir atau pertokoan dan retribusi terminal juga memberikan sumbangan yang tidak sedikit. Tahun 2007 misalnya, masingmasing memberikan kontribusi sebesar 239,43 juta rupiah dan 112,76 juta rupiah. Jenis retribusi pelayanan persampahan dan retribusi pasar juga memiliki peran penting. Kontribusinya mencapai 35,20 juta rupiah dan 21,42 juta rupiah. Realisasi PAD Kabupaten Lampung Barat yang selalu melebihi 100% setiap tahunnya merupakan suatu hal yang positif tentang kinerja keuangan pemerintah daerah. Namun mengapa tingkat kemandiriannya masih termasuk pada ketegori sangat rendah? Untuk menjawab hal ini dapat ditelusuri dengan metode yang digunakan dalam penghitungan target PAD setiap tahunnya. Selama ini Pemerintah Kabupaten Lampung Barat memiliki kebijakan untuk menghitung target dari setiap sumber PAD berdasarkan kenaikan 10% hingga 15% dari penerimaan PAD tahun sebelumnya. Hal ini dapat membuat target PAD menjadi tidak sesuai dengan kondisi faktual karena target bukan ditentukan berdasarkan potensi yang sebenarnya dari setiap sumber. PAD yang ditargetkan menjadi tidak mencerminkan nilai yang sesungguhnya dari setiap sumber karena kebanyakan target dari setiap sumber PAD masih lebih rendah dari potensi yang sebenarnya sehingga efektivitasnya dapat mencapai lebih dari 300% Tingkat Efisiensi PAD

23 Rasio efisiensi PAD di Kabupaten Lampung Barat selama periode mengalami penurunan yaitu dari 6,30% menjadi 7,62%. Menurunnya rasio efisiensi PAD mencerminkan bahwa besarnya peningkatan biaya pungut relatif lebih tinggi dari pada realisasi PAD. Biaya pungut pada periode meningkat sebesar 176,72% yaitu dari 339,84 juta rupiah menjadi 940,41 juta rupiah. Peningkatan biaya pungut ini lebih tinggi dari peningkatan realisasi PAD yang hanya sebesar 128,78% yaitu dari 5.394,41 juta rupiah menjadi ,41 juta rupiah. Rasio efisiensi PAD di Kabupaten Lampung Barat ada pada Tabel 20. Tabel 20. Rasio Efisiensi Keungan Daerah Kabupaten Lampung Barat Tahun No Tahun Biaya Pungut (Juta Rupiah) Realisasi PAD (Juta Rupiah) Rasio Efisiensi (%) , ,41 6, , ,46 6, , ,94 6, , ,88 7, , ,41 7,62 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tahun 2007, data diolah, Tahun 2007 Terlihat jelas bahwa rasio efisiensi Kabupaten Lampung Barat setiap tahunnya semakin mendekati dari 100%. Hal ini berarti realisasi Pendapatan Asli Daerah yang di terima Kabupaten Lampung Barat lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memungut Pendapatan Asli Daerah makin kurang efisien. Besarnya peningkatan biaya pungut terkait dengan semakin banyaknya petugas pungut dan kenaikan biaya transportasi. Sejak tahun 2005 semakin banyak obyek yang dikenai biaya pungut oleh pemerintah daerah, sebagai dampak dari meningkatnya kewenangan untuk mengelola sumber-sumber keuangan daerah. Meningkatnya obyek pungut tersebut membawa konsekuensi

24 92 pada meningkatnya biaya operasional pemungutan. Karakteristik Kabupaten Lampung Barat yang wilayahnya sebagian besar pegunungan dan perbukitan sulit untuk dijangkau dengan transportasi darat, menyebabkan biaya pemungutan meningkat lebih besar. Pemungutan ke daerah-derah terpencil sangat tergantung pada kondisi alamnya. Realisasi penerimaan PAD di daerah-daerah terpencil kadang tidak sebanding dengan biaya pungut yang dikeluarkan. Pemerintah daerah perlu mengupayakan efisiensi pungutan pajak di kecamatan dan desa Strategi Peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah yaitu memiliki kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan permerintahannya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah tidak terlalu menjadi tergantung oleh dana dari pemerintah pusat. Strategi peningkatan PAD harus mengarah pada sasaran komprehensif yang memiliki keterpaduan program-program, menyeluruh, partisipasi aktif dari seluruh stakeholders dan masyarakat, dan juga berorientasi pada prinsip berkelanjutan. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dari potensi daerah yang ada sehingga mengurangi beban anggaran dan mengurangi ketergantungan dari pusat. Kondisi tersebut pada akhirnya berdampak pada surplus anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lampung Barat. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat diperlukan strategi yang efektif. Beberapa strategi untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat yaitu peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas, pengembangan sektor unggulan, pembangunan infrastruktur, perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan, serta pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumber daya alam, strategi ini dapat meningkatkan penerimaan daerah dari laba perusahaan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Dari ke lima strategi tersebut akan dipilih sebuah strategi yang dijadikan sebagai prioritas untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung

25 93 Barat. Upaya menentukan strategi yang dapat diprioritaskan dalam kajian dengan mengolahnya menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Selain AHP, pengambilan keputusan juga didasarkan atas analisis terhadap besarnya kontribusi dari tiap sumber penerimaan PAD dimana sumber yang telah berkontribusi paling besar terhadap PAD Kabupatren Lampung Barat dan kemungkinan paling berpotensi akan diupayakan akan diprioritaskan Kriteria dalam Menetapkan Strategi Peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat Dalam menentukan skala prioritas strategi peningkatan PAD di Kabupaten Lampung Barat dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholders dan dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Penentuan prioritas strategi peningkatan PAD dilakukan untuk menetapkan prioritas program peningkatan PAD yang berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah secara optimal. Strategi tersebut meliputi peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas, pengembangan sektor unggulan, pembangunan infrastruktur, perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan; serta pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumber daya alam. Dari beberapa pilihan strategi di atas perlu ditentukan strategi yang menjadi prioritas dibandingkan strategi lainnya. Hal ini dikarenakan semua strategi tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan seluruhnya. Upaya menentukan prioritas diperlukan penilaian dengan menggunakan beberapa kriteria. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menganalisis strategi tersebut adalah efektivitas, potensi SDM, anggaran biaya, potensi pengembangan, dan kemudahan. Hasil pengolahan terhadap data kuesioner melalui AHP dapat dilihat pada Tabel 21. Perhitungan kriteria total adalah menggabungkan hasil analisis AHP terhadap empat responen, begitu juga dengan bobot prioritasnya. Pengolahan data dari setiap responden ada pada Lampiran 3 sedangkan penghitungan hasil penilaian terhadap kriteria ada pada Lampiran 4. Tabel 21. Hasil Penilaian terhadap Kriteria Peningkatan PAD

26 94 Urutan Kriteria Bobot Prioritas 1 Efektivitas 0,375 2 Potensi SDM 0,183 3 Anggaran biaya 0,160 4 Kemudahan 0,141 5 Potensi pengembangan 0,140 Tabel tersebut menunjukkan hasil perbandingan antar-kriteria yang digunakan dalam menentukan skala prioritas penilaian bagi strategi peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat. Terlihat bahwa di antara 5 kriteria, efektivitas memiliki bobot prioritas paling tinggi dibandingkan dengan kriteria lainnya. Kriteria efektivitas bobot prioritasnya sebesar 0,375. Hal ini berarti bahwa kriteria efektivitas merupakan kriteria yang paling penting untuk menentukan strategi yang akan diprioritaskan dalam rancangan program. Kriteria yang memiliki bobot prioritas ke dua adalah potensi SDM yang bobot prioritasnya sebesar 0,183. Potensi SDM mencerminkan seberapa besar kompetensi dan kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan serta mereview program peningkatan PAD yang dimiliki oleh Kabupaten Lampung untuk mendukung strategi peningkatan PAD. Prioritas ke tiga adalah anggaran biaya yang merupakan total anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program strategi peningkatan PAD dan bobot prioritasnya sebesar 0,160. Kriteria kemudahan didefinisikan sebagai kemudahan secara teknis ternyata menduduki prioritas ke empat dengan bobot prioritas sebesar 0,141. Kriteria potensi pengembangan merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu strategi peningkatan PAD apakah dapat dikembangkan dan dilaksanakan di Kabupaten Lampung menduduki prioritas ke lima dengan bobot prioritas sebesar 0, Penilaian Strategi Peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat berdasarkan Tiap Kriteria Kriteria Efektivitas

27 Kriteria efektivitas ditekankan pada seberapa efektif strategi tersebut, semakin efektif semakin diprioritaskan. Berdasarkan batasan tersebut, maka bobot prioritas dari 5 alternatif strategi untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat berdasarkan kriteria efektivitas disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Penilaian Strategi Peningkatan PAD Berdasarkan Kriteria Efektivitas 95 Alternatif Bobot Prioritas Peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas Pengembangan sektor unggulan Pembangunan infrastruktur Perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan Pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumberdaya alam Tabel 22 memperlihatkan bahwa hasil penilaian strategi peningkatan PAD menempatkan strategi peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas menempati urutan pertama dengan bobot prioritas sebesar 0,297. Dengan mendasarkan pada kriteria efektivitas maka alternatif yang dirasa perlu untuk diprioritaskan agar dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat adalah peningkatan kualitas SDM dan insentif petugas. Jika petugas memiliki keahlian SDM yang memadai dan memperoleh insentif yang cukup maka pekerjaan mereka sehari-hari dapat menjadi lebih efektif. Mereka dapat memahami target yang dikehendaki dari pekerjaan mereka dan berusaha untuk mencapainya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat. Hasil ini juga sepertinya mendukung anggapan kebanyakan orang bahwa yang perlu dikedepankan dalam meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat berdasarkan efektivitas adalah peningkatan SDM petugas. Dengan petugas yang tingkat SDM tinggi maka pekerjaannya akan lebih efektif sehingga penerimaan PAD akan dapat meningkat.

28 96 Kriteria pengembangan sektor unggulan dengan bobot prioritas sebesar 0,091menempati alternatif kedua dengan mendasarkan pada kriteria efektivitas. Bobot alternatif ini tidak terlalu jauh berbeda dengan alternatif peningkatan kualitas SDM dan insentif petugas yang sebesar 0,297. Kemudian disusul oleh alternatif pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumberdaya alam dengan bobot prioritas sebesar 0,282. Kedua alternatif ini mengarah pada potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat baik yang potensinya belum ataupun sudah tergali namun bagi hasilnya belum dapat berkontribusi maksimal pada PAD Kabupaten Lampung Barat. Alternatif yang memperoleh bobot prioritas berdasarkan kriteria efektivitas tidak terlalu tinggi adalah perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan dengan bobot prioritas sebesar 0,271 serta pembangunan infrastruktur dengan bobot prioritas sebesar 0,060. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan dan pembangunan infrastruktur tidak akan efektif dalam meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat Kriteria Potensi Sumberdaya Manusia (SDM) Kriteria potensi Sumber Daya Manusia (SDM) menekankan pada kualitas maupun kuantitas SDM. Kualitas berkaitan dengan kemampuan baik dari latar belakang pendidikan dan keahlian, sedangkan kuantitas berkaitan dengan ketersediaan SDM dilihat dari segi jumlah untuk melaksanakan strategi tersebut. Semakin tersedianya dan berpotensi SDM berarti strategi semakin diprioritaskan untuk dilaksanakan. Tabel 23 di bawah ini memperlihatkan bobot prioritas dari setiap alternatif strategi untuk meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat berdasarkan kriteria potensi SDM. Tabel 23. Penilaian Strategi Peningkatan PAD Berdasarkan Kriteria Potensi SDM Alternatif Bobot Prioritas

29 97 Peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas 0,261 Pengembangan sektor unggulan 0,081 Pembangunan infrastruktur 0,077 Perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan Pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumberdaya alam 0,338 0,243 Perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan dengan bobot prioritas sebesar 0,338 menduduki posisi teratas yang perlu diprioritaskan dalam meningkatkan PAD. Kemudian disusul oleh alternatif peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas dengan bobot prioritas sebesar 0,261 dan pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumberdaya alam dengan bobot prioritas sebesar 0,243. Hal ini sesuai dengan kriteria yang diujikan, yaitu terkait dengan potensi SDM, maka ketiga alternatif yang menduduki 3 prioritas teratas juga terkait dengan perbaikan pada sisi SDM. Dengan melihat potensi SDM yang ada baik dari kualitas latar belakang pendidikan maupun keahlian; serta jumlahnya mencukupi maka perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan merupakan alternatif yang paling dapat diprioritaskan untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat. Dengan latar belakang dan keahlian yang sekarang dimiliki petugas dinilai dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat. Dengan modal kualitas dan kuantitas SDM yang ada tersebut, maka alternatif upaya peningkatan keahlian dan insentif petugas juga akan dapat dilaksanakan selanjutnya. Setelah para petugas ini meningkat keahlian dan insentifnya, maka alternatif pemberdayaan BUMD serta bagi hasil sumberdaya alam baru dapat dilaksanakan agar dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat. Sementara itu pengembangan sektor unggulan dengan nilai bobot prioritas sebesar 0,081 dan pembangunan infrastruktur menduduki dengan bobot prioritas sebesar 0,077 menjadi alternatif selanjutnya yang perlu diprioritaskan berdasarkan potensi SDM. Jadi pembenahan atau peningkatan kualitas SDM petugas terlihat lebih diprioritaskan dibanding

30 keahliannya untuk mengurusi sumberdaya alam maupun infrastruktur dalam meningkatkan PAD berdasar kriteria potensi SDM Kriteria Anggaran Biaya Kriteria anggaran biaya diperlukan untuk menjalankan strategi peningkatan PAD di Kabupaten Lampung Barat. Kriteria ini menekankan pada ketersediaan dana anggaran dan besar kecilnya pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan strategi peningkatan PAD. Semakin rendah biaya yang diperlukan berarti semakin diprioritaskan strategi tersebut. Semakin tinggi anggaran biaya yang diperlukan, maka nilai yang diberikan semakin kecil atau strategi tersebut tidak layak dilaksanakan dan sebaliknya. Tabel 24 memperlihatkan bobot prioritas dari setiap alternatif strategi untuk meningkatkan PAD Kabupaten lampung Barat berdasarkan kriteria anggaran biaya. Tabel 24. Penilaian Strategi Peningkatan PAD Berdasarkan Kriteria Anggaran Biaya 98 Alternatif Bobot Prioritas Peningkatan keahlian SDM dan insentif petugas 0,281 Pengembangan sektor unggulan 0,082 Pembangunan infrastruktur 0,099 Perbaikan sistem informasi dan administrasi pelaporan Pemberdayaan BUMD dan bagi hasil sumberdaya alam 0,343 0,195 Tabel 24 terlihat bahwa alternatif perbaikan sistem informasi dan adminstrasi pelaporan dinilai paling murah dengan bobot prioritas sebesar 0,373. Hal ini sesuai dengan persentase PAD yang masih sebesar 2,75% dari APBD-nya sehingga melihat bahwa alternatif stratregi yang paling murah biayanya adalah perbaikan sistem informasi dan adminstrasi pelaporan. Hal ini mungkin tidak selalu benar adanya karena biaya pembenahan sistem informasi dan administrasi pelaporan jika menggunakan konsultan teknologi informasi maka membutuhkan biaya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur Pada bab ini dikemukakan deskripsi dan analisis hasil penelitian yang diperoleh melalui pengukuran dan pengujian

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 106 Setelah diperoleh strategi terpilih untuk meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat yang kemudian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cirebon adalah salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian ujung timur Laut Jawa. Secara geografis Cirebon merupakan daerah pantai,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN 2007 Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury 1. Kebijakan Ekonomi Makro Berdasarkan SAP No.4, CaLK harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah salah satu kabupaten di Sulawesi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup segala bidang yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Rusyadi, 2005).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

3.1. Kerangka Pemikiran

3.1. Kerangka Pemikiran 52 III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan Kabupaten Lampung Barat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu membutuhkan sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 A. PENDAPATAN 1. dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 Pajak Daerah 5.998.105.680,00 6.354.552.060,00

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung Berdasarkan ringkasan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung, setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci