PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO"

Transkripsi

1 PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

2 PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer EKO VERDIANTO PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

3 ii PERSETUJUAN Judul : PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) Kategori : SKRIPSI Nama : EKO VERDIANTO Nomor Induk Mahasiswa : Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER Departemen Fakultas Komisi Pembimbing : : ILMU KOMPUTER : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Diluluskan di Medan, 16 April 2013 Pembimbing II, Pembimbing I, Ade Candra, S.T., M.Kom Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP: NIP: Diketahui/Disetujui oleh Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua, Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP

4 iii PERNYATAAN PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, 16 April 2013 EKO VERDIANTO

5 iv PENGHARGAAN Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Kemudian Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada pengerjaan skripsi dengan judul Perancangan Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi Tsunami dengan Algoritma Ant Colony, penulis menyadari bahwa banyak campur tangan pihak yang turut membantu dan memotivasi dalam pengerjaannya. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informas Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom dan Bapak Ade Candra S.T., M.Kom selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Muhammad Firdaus, M.Si dan Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh dosen Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU dan semua pegawai Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU. 8. Ayahanda Bambang Joko Prasetyo dan Ibunda Kasihati yang telah memberikan do a, dukungan, perhatian serta kasih sayang yang tulus serta pengorbanan yang tidak ternilai harganya. 9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S1-Ilmu Komputer stambuk 2008, Tengku Surya Pramana, Zainuddin Siregar, Ahmad Royhan P.S, Nurul Akhmaliyah, Siska

6 v Anggraini, Brikson, Mirnawati, Nassan Siregar dan teman-teman lain yang telah memberikan motivasi, arahan dan perhatiannya. 10. Teman-teman Asisten Laboratorium (IKLC), Ramrudin, Arifin, Fauzana, Isman Santoso, Mahadi Z, Basrah Nasution, Mhd. Arisandy Pratama, Azizah Mei Sari Sebayang, Nurhennida, dan asisten laboratorium yang lainnya yang telah memberikan semangat dan dorongan. 11. Adik-adik angkatan 2009 yang telah membakar semangat untuk menyelesaikan penyelesaian skripsi ini. 12. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi kita semuanya. Medan, 16 April 2013 Eko Verdianto

7 vi ABSTRAK Tahun 2004, Indonesia dikejutkan oleh tragedi tsunami yang menghancurkan sebagian besar pesisir pantai utara Sumatera, terutama kota Banda Aceh. Tsunami tersebut menyebabkan sekitar lebih dari jiwa meninggal. Upaya evakuasi diperlukan untuk mencegah terjadinya korban akibat tsunami, oleh karena itu rute evakuasi yang efektif perlu dibuat. Teknologi informasi yang semakin berkembang memungkinkan pengaplikasian sistem informasi geografis untuk penentuan jalur evakuasi tsunami. Salah satu metode yang dapat digunakan pada sistem informasi geografis untuk mencari rute yang tepat yang dapat dijadikan jalur evakuasi tsunami adalah Algoritma Ant Colony. Algoritma Ant Colony atau disebut juga Ant Colony Optimization (ACO), merupakan metode pencarian metaheuristik yang diinspirasi oleh perilaku semut dalam menyelesaikan permasalahan optimisasi, termasuk dalam permasalahan pencarian rute terpendek. Algoritma Ant Colony dapat digunakan untuk mencari rute terpendek menuju tempat yang aman dari tsunami, sehingga dapat digunakan sebagai jalur evakuasi. Pengujian pada daerah belawan terbukti bahwa sistem dapat menghasilkan rute terpendek yang dapat dijadikan sebagai jalur evakuasi tsunami. Sistem memerlukan waktu sekitar 1 menit 22.4 detik untuk mendapatkan rute terpendek tersebut. Katakunci : Algoritma Ant Colony, Algoritma Ant Colony System, ArcView GIS 3.3, Sistem Informasi Geografis, Rute Terpendek.

8 vii DESIGN OF SHORTEST PATH DETERMINATION SYSTEM FOR TSUNAMI EVACUATION ROUTE WITH ANT COLONY ALGORITHM (CASE STUDY: BELAWAN) ABSTRACT In 2004, Indonesia struck by the tsunami tragedy that destroyed most of the northern coast of Sumatra, especially the city of Banda Aceh. The tsunami left an estimated more than 230,000 people dead or missing persons list. Evacuation effort is needed to prevent the victims of the tsunami, therefore an effective evacuation routes need to be made. With the growing of the information technology, allows us to apply geographic information systems for determining tsunami evacuation routes. One method that can be used in geographic information system to find the exact route that can be used as a tsunami evacuation route is the Ant Colony Algorithm. Ant Colony Algorithm also called Ant Colony Optimization (ACO), a metaheuristic search methods that are inspired by the behavior of ants in solving optimization problems, including the problem for searching the shortest route. Ant Colony Algorithm is used to generate the shortest route to get to the safe haven from the tsunami, so it can be used as an evacuation route. The testing at belawan is shown that system can determine a shortest path which can be used as tsunami evacuation route. The system takes about 1 minute 22.4 seconds to determine the shortest path. Keywords : Ant Colony Algorithm, Ant Colony System Algorithm, Arc View GIS 3.3, Geographic Information System, Shortest Path.

9 viii DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar ii iii iv vi vii viii x xi Bab 1 Bab 2 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian Sistematika Penulisan 6 Tinjauan Pustaka 2.1 Tsunami Graph Macam-macam Graph Menurut Arah dan Bobotnya Algoritma Ant Colony Ant Colony System (ACS) Aturan Transisi Status Aturan Pembaruan Pheromone Lokal Aturan Pembaruan Pheromone Global Penjelasan Alur Kerja Algoritma Ant Colony System Sistem Informasi Geografis Komponen Sistem Informasi Geografis 19 Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem 3.1 Analisis Sistem Analisis Masalah Analisis Kebutuhan Sistem Kebutuhan Fungsional Sistem Kebutuhan Non-Fungsional Sistem Pemodelan Use Case Diagram Activity Diagram Activity Diagram Tampil Peta Belawan Activity Diagram Pencarian Rute 26

10 ix Sequence Diagram Sequence Diagram Tampil Peta Belawan Sequence Diagram Pencarian Rute Perancangan Sistem Antarmuka Tampil Peta Belawan Antarmuka Pencarian Rute 31 Bab 4 Bab 5 Implementasi Dan Pengujian Sistem 4.1 Implementasi Sistem Implementasi Algoritma Ant Colony System Proses Pencarian Rute Terpendek Titik t Tampilan Peta Belawan Tampilan Pencarian Rute Pengujian Sistem Pengujian Sistem dengan Radius 4 km Pengujian Sistem dengan Radius 5 km Pengujian Sistem dengan Radius 7 km 63 Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan Saran 66 Daftar Pustaka 67 LAMPIRAN A: Listing Program A-1

11 x DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Lihat Peta Daerah Belawan Dokumentasi Naratif Use Case Proses Pencarian Rute Daftar Atribut Jalan pada Daerah Belawan Hasil Siklus Daftar Atribut Jalan yang Telah Diupdate Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 4 km Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 5 km Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 7 km 63

12 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Tsunami saat Menerjang Daratan Graph dengan 4 verteks dan 5 edges Graph berarah dan berbobot Graph tidak berarah dan berbobot Graph berarah dan tidak berbobot Graph tidak berarah dan tidak berbobot Flowchart Ant Colony System Diagram Ishikawa untuk Analisis Permasalah Sistem Use Case Diagram Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi Tsunami Activity Diagram Tampil Peta Belawan Activity Diagram Pencarian Rute Sequence Diagram Tampil Peta Belawan Sequence Diagram Pencarian Rute Rancangan Antarmuka Tampil Peta Belawan Rancangan Antarmuka Pencarian Rute Tampilan Titik t95 pada Peta Belawan Tampilan Peta Belawan Detail Keterangan Legenda Keterangan Komponen Legenda pada Peta Tampilan Detail Legenda dan Detail Komponen Legenda Tampilan Pencarian Rute Titik Acuan yang Berada di Radius Tsunami Tampilan Message Box Rute Ditemukan Rute Terpendek Ditampilkan pada Peta Daerah Belawan Message Box Konfirmasi Pencarian Ulang Informasi Rute Message Box Informasi Kompoen Rute Terpendek Informasi Komponen Rute Terpendek Ditampilkan Hasil Pencarian Rute Kawasan t95 pada Radius 4 km Hasil Pencarian Rute Kawasan t151 pada Radius 5 km Hasil Pencarian Rute Kawasan pada Radius 7 km 65

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2004, Indonesia dikejutkan oleh tragedi tsunami yang menghancurkan sebagian besar pesisir pantai utara Sumatera, terutama kota Banda Aceh. Dengan ketinggian gelombang hampir 35 meter, merupakan gelombang tsunami tertinggi yang pernah terjadi, menyebabkan sekitar lebih dari jiwa meninggal atau masuk daftar orang hilang, dan merusak sebagian besar infrastruktur di daerah tersebut. Dalam beberapa jam tsunami sampai ke Thailand dan kemudian menghancurkan sebagian Thailand sampai ke timur dan Sri Lanka, India dan Maladewa sampai ke barat. Tsunami juga mengakibatkan kerusakan di Somalia dan negara lainnya di Afrika Timur. Tsunami tersebut terjadi karena gempa tektonik dengan kekuatan 9.0 skala ritcher pada 3.30 N, E[4]. Gempa bumi merupakan salah satu penyebab terjadinya tsunami. Melihat hal tersebut Indonesia patut waspada dengan ancaman tsunami, karena potensi gempa di Indonesia sangat tinggi. Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Jalur pertemuan lempeng-lempeng tersebut berada di laut, sehingga apabila terjadi gempa bumi dengan skala yang besar dan dengan kedalaman yang dangkal, maka akan berpotensi menimbulkan tsunami[13]. Di Medan sendiri yang berada di tepi timur pulau Sumatera pun tak luput dari ancaman tsunami. Posisi daerah belawan yang berada di tepi laut menyebabkan Belawan berada paling depan ketika tsunami menerjang kota Medan. Sebabnya, Selat Malaka itu menyimpan potensi lebih maut karena sepanjang Selat Malaka memiliki kondisi ideal tempat jalur tol bagi air bah raksasa, terletak ditengah jalur perairan

14 2 antara dua pulau dengan luasan Selat yang sempit, dibeberapa tempat bagian Selat itu ada ukuran mencapai 5 km, bentuk morfologi pantai dengan topografi ke daratan tiap lintasan tsunami dapat mencapai 5-15 m karena daratan di sepanjang Selat Malaka ketinggiannya di permukaan air laut mencapai 5-12 meter[14]. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut[11]. Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500 hingga km/jam (sekitar 0,14-0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka. Meskipun demikian, peristiwa tsunami tetap dapat diketahui lebih awal, yakni dengan mendeteksi getaran gempa penyebab tsunami tersebut. Getaran gempa bumi memiliki kecepatan sekitar 4 kilometer per detik ( km/jam). Getaran gempa yang lebih cepat dideteksi daripada gelombang tsunami memungkinan dibuatnya peramalan tsunami, sehingga peringatan dini dapat segera diumumkan kepada wilayah yang terancam bahaya tsunami. Kemudian dapat segera melakukan upaya pencegahan terjadinya korban jiwa, dengan mengevakuasi penduduk ke daerah yang aman dari ancaman tsunami. Pada proses evakuasi penduduk, kita memerlukan jalur evakuasi yang pendek, sehingga dapat cepat sampai ke daerah yang aman dari terjangan tsunami. Dengan bantuan komputasi kita dapat menemukan jalur evakuasi yang pendek, yaitu dengan menerapkan Algoritma Ant Colony. Algoritma Ant Colony diinspirasi oleh perilaku semut dalam mencari makanan. Algoritma Ant Colony merupakan salah satu metode heuristic dimana semut-semut buatan akan bekerja sama untuk menemukan solusi yang tepat dalam permasalah optimisasi diskrit[1]. Ant Colony System merupakan variasi dari Algoritma Ant Colony, dengan tiga prinsip kerja, yaitu [1]: 1. aturan transisi status, 2. aturan pembaruan pheromone global dan 3. aturan pembaruan pheromone lokal (local pheromone updating rule). Dari pemaparan diatas, sebuah sistem berbasis informasi geografi, Sistem Informasi Geografis, dibutuhkan untuk membantu menentukan jalur yang tepat untuk mengevakuasi penduduk ke daerah yang aman dari ancaman tsunami. Ilmu geografi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari permukaan bumi dengan menggunakan

15 3 keruangan, ekologi dan kompleks wilayah[10]. Ilmu geografi yang teraplikasikan pada sistem informasi geografis dapat menunjukkan keadaan sebenarnya muka bumi, sehingga kita bisa membuat sebuah sistem melakukan pengolahan data muka bumi untuk mendapatkan jalur evakuasi tsunami. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang bekerja dengan data-data geografi permukaan bumi, dengan menggunakan data referensi permukaan bumi yang sebenarnya, kita dapat membuat sistem yang benar-benar dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Kemudian dengan Algoritma Ant Colony pada sistem tersebut kita dapat dengan cepat menentukan rute yang tepat untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana membuat sistem penentuan rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi tsunami. 2. Bagaimana mengimplementasikan Algoritma Ant Colony dalam pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami. 3. Bagaimana merancang sistem informasi geografis untuk menentukan dan menampilkan jalur evakuasi tsunami. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Rute yang akan digunakan adalah beberapa jalan yang terdata di peta Kecamatan Medan Belawan Kota Medan dan sekitarnya. 2. Wilayah Kecamatan Medan Belawan Kota Medan dan sekitarnya akan dibagi menjadi beberapa kawasan dengan titik pusatnya masing-masing, yang berfungsi sebagai titik awal pencarian rute terpendek.

16 4 3. Jalan protokol dan jalan kecil dianggap bebas hambatan dan tidak ada jalan yang satu arah. 4. Pencarian rute terpendek hanya akan memperhatikan aspek panjang jalan. 5. Aplikasi ini hanya melingkupi daerah tepi laut Kecamatan Belawan Medan, sampai daerah aman. 6. Radius jangkauan tsunami ke daratan maksimum 7 kilometer. 7. Sistem akan dirancang berbasis desktop dengan menggunakan Arc View 3.3 dengan batasan teknologi bahasa pemrograman Avenue. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat sistem penentuan rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi tsunami. 2. Mengimplementasikan Algoritma Ant Colony dalam pencarian jalur terpendek rute evakuasi tsunami. 3. Merancang sistem informasi geografis untuk menentukan dan menampilkan jalur evakuasi tsunami. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempermudah menentukan rute yang tepat untuk digunakan sebagai jalur evakuasi tsunami, khususnya oleh petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2. Dengan kecepatan komputasi sistem yang tinggi, waktu untuk memperoleh rute yang tepat untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami dapat lebih cepat dibandingkan dengan cara yang manual.

17 5 1.6 Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi Literatur Pada tahap ini penulisan dimulai dengan studi kepustakaan yaitu proses pengumpulan bahan-bahan referensi baik dari buku, artikel, makalah, jurnal maupun makalah baik berupa media cetak maupun media internet mengenai sistem informasi geografis, Algoritma Ant Colony, tsunami serta beberapa referensi lainnya untuk menunjang pencapaian tujuan skripsi. 2. Penelitian ke Lapangan (Studi Lapangan) Pada tahap ini dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis masalah yang ada di lapangan dan kebutuhan yang diperlukan sehingga dapat dilakukan perancangan dengan baik. 3. Analisis Sistem. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada, termasuk pengaplikasian Algoritma Ant Colony dalam pencarian rute terpendek. Selain itu juga melakukan analisis terhadap sistem yang akan dibuat, batasan sistem, kinerja, sistem, cara kerja sistem. Sehingga sistem dapat mengimplementasikan Algoritma Ant Colony untuk mendapatkan rute terpendek untuk jalur evakuasi tsunami. 4. Perancangan Sistem. Pada tahap ini dilakukan perancangan user interface, Unified Modelling Language (UML) dan struktur program Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi. 5. Implementasi Sistem. Pada tahap ini sistem diimplementasikan dengan menggunakan Algoritma Ant Colony.

18 6 6. Pengujian Sistem. Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap kinerja sistem dan kebenaran hasil Algoritma Ant Colony dalam sistem informasi geografis serta analisis terhadap fokus permasalahan penelitian. 7. Dokumentasi Pada tahap ini seluruh kegiatan pembuatan sistem didokumentasikan kedalam bentuk tulisan berupa laporan tugas akhir. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir, antara lain teori graph, Algoritma Ant Colony, Algoritma Ant Colony System, tsunami dan sistem informasi geografis. BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Bab ini berisi analisis Algoritma Ant Colony System dalam pencarian rute terpendek, desain sistem dan perancangan antar muka sistem. BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Pada bab ini akan membahas tentang implementasi hasil penelitian menjadi sebuah aplikasi untuk mencari rute terpendek jalur evakuasi tsunami untuk daerah Kecamatan Belawan, Kota Medan. Kemudian melakukan pengujian terhadap aplikasi yang telah dibuat.

19 7 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Hasil-hasil penelitian berupa solusi dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini akan disimpulkan pada bab ini. selain itu pada bab ini juga berisi saran untuk penelitian kedepannya agar dapat dikembangkan atau melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tsunami Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama[11]. Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatip ke arah barat. Jalur pertemuan lempeng-lempeng tersebut berada di laut, sehingga apabila terjadi gempa bumi dengan skala yang besar dan dengan kedalaman yang dangkal, maka akan berpotensi menimbulkan tsunami. Gelombang tsunami yang terjadi akibat deformasi di dasar laut memiliki karakteristik sebagai berikut[11]: 1. Memiliki panjang gelombang sekitar km atau lebih. 2. Memiliki perioda menit 3. Kecepatan perambatan gelombang bergantung pada kedalaman dasar laut. dimana: v = kecepatan gelombang 8

21 9 g = percepatan gravitasi h = kedalaman laut Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500 hingga km/jam (sekitar 0,14-0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka. Meskipun demikian, peristiwa tsunami tetap dapat diketahui lebih awal, yakni dengan mendeteksi getaran gempa penyebab tsunami tersebut. Getaran gempa bumi memiliki kecepatan sekitar 4 kilometer per detik ( km/jam). Hal ini menyebabkan tsunami bisa terdeteksi sebelum mencapai tanah. Gambar 2.1 Tsunami saat Menerjang Daratan[12] Gambar 2.1 menunjukkan karakteristik tsunami saat mencapai pantai (dimana laut menjadi dangkal), maka kecepatannya akan menurun namun ketinggian gelombang semakin bertambah. Saat tsunami mencapai pantai, sejumlah besar energi yang awalnya tersimpan dalam bentuk panjang gelombang tsunami berubah menjadi bentuk tinggi gelombang dengan kekuatan menghancurkan yang luar biasa. Di daratan ketinggian tsunami bisa mencapai ratusan meter. Istilah run-up pada tsunami mengacu pada ketinggian tertinggi tsunami yang diukur dari permukaan laut. Pada umumnya tsunami tidak hanya gelombang tunggal saja, namun merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang mencapai daratan adalah yang tertinggi. Rangkaian gelombang tersebut lebih merusak daripada yang gelombang tunggal. Oleh karena itu, meskipun kita bisa selamat dari gelombang pertama, namun kita masih beresiko terkena gelombang yang berikutnya.

22 Graph Suatu graph sederhana G adalah suatu pasangan terurut (V, E), dimana V adalah suatu himpunan berhingga yang tak kosong yang elemen-elemennya disebut verteks dan E adalah suatu himpunan garis yang menghubungkan dua elemen subset dari E yang disebut edges [2]. v e 4 v 2 e 1 e 5 e3 v 4 e v 3 2 Gambar 2.2 Graph dengan 4 verteks dan 5 edges Pada contoh diatas graph G = (V, E) dimana: 1. V adalah himpunan titik, simpul, verteks atau nodes dari G, yaitu V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } 2. E adalah himpunan rusuk, edges, atau sisi dari G, yaitu E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } Macam macam Graph Menurut Arah dan Bobotnya Menurut arah dan bobotnya, graph dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Graph berarah (digraph) dan berbobot: setiap edges mempunyai arah (yang ditunjukkan dengan anak panah) dan bobot. Gambar 8.2 adalah contoh graph berarah dan berbobot, yang terdiri dari tujuh verteks yaitu verteks A, B, C, D, E, F, G dan 12 edges. Verteks A mempunyai dua edges yang masing-masing menuju ke verteks B dan verteks C, verteks B mempunyai tiga edges yang masing-masing menuju ke verteks C, verteks D dan verteks E dan seterusnya. Tiap-tiap edges mempunyai arah dan bobot yang telah diketahui.

23 11 Gambar 2.3 Graph berarah dan berbobot 2. Graph tidak berarah dan berbobot: setiap edges tidak mempunyai arah tetapi mempunyai bobot. Gambar 8.3 adalah contoh graph tidak berarah dan berbobot. Edges yang menghubungkan antar verteks mempunyai bobot yang telah diketahui namun tidak mempunyai arah. Gambar 2.4 Graph tidak berarah dan berbobot 3. Graph berarah (digraph) dan tidak berbobot: setiap edges mempunyai arah tetapi tidak mempunyai bobot. Gambar 8.4 adalah contoh graph berarah dan tidak berbobot. Gambar 2.5 Graph berarah dan tidak berbobot A B E C F G D A B E C F G D A B E C F G D

24 12 4. Graph tidak berarah dan tidak berbobot: setiap edges tidak mempunyai arah dan tidak mempunyai bobot. Gambar 8.5 adalah contoh graph tidak berarah dan tidak berbobot. B E A D G C Gambar 2.6 Graph tidak berarah dan tidak berbobot F 2.3 Algoritma Ant Colony Algoritma Ant Colony atau disebut juga Ant Colony Optimization (ACO), merupakan metode pencarian metaheuristik yang diinspirasi oleh perilaku semut dalam menyelesaikan permasalahan optimisasi, termasuk dalam permasalahan pencarian jalur terpendek [3]. Pada tugas akhir ini penulis menggunakan algoritma Ant Colony System (ACS), yang merupakan variasi dari algoritma Ant Colony Optimization. Dalam mencari makanan, setiap semut akan berusaha mencari jalur terpendek dari sarang ke tempat makanan. Kemudian semut tersebut akan meninggalkan pheromone di jalur yang dilaluinya. Pheromone adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, Pheromone menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies). Proses peninggalan Pheromone ini dikenal sebagai stigmery, yaitu sebuah proses memodifikasi lingkungan yang tidak hanya bertujuan untuk mengingat jalan pulang ke sarang, tetapi juga memungkinkan para semut berkomunikasi dengan koloninya.

25 13 Pheromone akan menarik semut lain untuk mengikuti jalurnya dan meninggalkan pheromone miliknya. Semakin banyak semut yang mengikuti jalur tersebut maka intensitas pheromone pada jalur tersebut akan semakin kuat, sehingga menarik semut-semut lain untuk mengikuti jalur tersebut. Jika ada semut lain yang menemukan jalur yang lebih baik maka semut tersebut akan mengeluarkan pheromone yang lebih kuat sehingga menarik semut lain untuk mengikuti jalurnya. Jalur terbaik akan memiliki kadar pheromone yang tinggi, karena banyak semut yang melaluinya, dan jalur yang buruk akan memiliki kadar pheromone yang rendah atau bahkan kosong, karena semakin lama pheromone akan menguap dan akhirnya menghilang. Pada algoritma ACO, semut-semut buatan akan diciptakan dan yang kemuadian akan bekerja sama untuk menemukan jalur terbaik dengan pertukaran informasi melalui kualitas pheromone pada setiap jalurnya [1] Ant Colony System (ACS) ACS merupakan pengembangan dari Ant Colony Optimization. Secara informal, ACS bekerja sebagai berikut: pertama kali, sejumlah m semut ditempatkan pada sejumlah n titik berdasarkan beberapa aturan inisialisasi (misalnya, secara acak). Setiap semut membuat sebuah tour (yaitu, sebuah solusi TSP yang mungkin) dengan menerapkan sebuah aturan transisi status secara berulang kali. Selagi membangun tournya, setiap semut juga memodifikasi jumlah pheromone pada edge-edge yang dikunjunginya dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone local yang telah disebutkan tadi. Setelah semua semut mengakhiri tour mereka, jumlah pheromone yang ada pada edgeedge dimodifikasi kembali (dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global). Dalam membuat tour, semut dipandu oleh informasi heuristic (mereka lebih memilih edge-edge yang pendek) dan oleh informasi pheromone. Sebuah edge dengan jumlah pheromone yang tinggi merupakan pilihan yang sangat diinginkan. Kedua aturan pembaruan pheromone itu dirancang agar semut cenderung untuk memberi lebih banyak pheromone pada edge-edge yang harus mereka lewati. Tiga karakteristik utama dari ACS, yaitu aturan transisi status, aturan pembaharuan pheromone global, dan aturan pembaharuan pheromone lokal [1].

26 Aturan Transisi Status Aturan transisi status adalah aturan yang digunakan dalam memilih titik tujuan berikutnya dengan melakukan perhitungan probabilitas masing-masing titik tujuan yang mungkin. Aturan transisi status yang berlaku pada ACS [2] adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada kota r memilih untuk menuju ke kota s. Kemudian dibangkitkan bilangan acak q, dimana 0 q 1. Dan inisiasi sebuah parameter q 0, dimana 0 q 0 1. Jika q q 0 maka s = max [τ(r, u)] [η(r, u)] β. (1) Dimana: τ = intensitas pheromone η = visibilitas antar kota (1/d) u = kota-kota yang mungkin dikunjungi semut yang berada di kota r. s = kota tujuan β = parameter yang mengontrol bobot (weight) relatif dari pheromone terhadap jarak (β>0). Sedangkan jika q > q 0 maka p k (r, s) = [τ(r,s)] [η(r,s) β ] [τ(r,u)] [η(r,u) β ] u ε J k (r).. (2) dimana: p k = probabilitas tiap kota berikutnya yang akan dikunjungi dari kota r Setelah hasil perhitungan probabilitas kota yang akan dipilih berikutnya selesai, kemudian dicari probabilitas kumulatifnya (qk) dimana q1 = p 1 sedangkan qk = qk-1 + p k untuk k = 2,3,4,..., n. Kemudian dibangkitkan bilangan random (v) antara 0 sampai 1. Titik ke-k akan terpilih jika qk-1 < v qk.

27 Aturan Pembaruan Pheromone Lokal Selagi melakukan perjalanan untuk mencari solusi pencarian rute terpendek, semut mengunjungi sisi-sisi dan mengubah tingkat feromon pada sisi-sisi tersebut dengan menerapkan aturan pembaruan feromon lokal [1] yang ditunjukkan oleh persamaan dibawah ini. τ(r, s) (1 ρ) τ(r, s) + ρ τ(r, s)... (3) dimana: ρ = tetapan penguapan pheromone τ(r, s) = γ. max z Jk (s) τ(s, z), dimana: γ = parameter (0 γ 1) τ(s, z) = tho yang paling maksimum dari seluruh edges yang menghubungkan titik s ke z Aturan Pembaruan Pheromone Global Pada sistem ini, pembaruan pheromone secara global hanya dilakukan oleh semut yang membuat tur terpendek sejak permulaan percobaan. Pada akhir sebuah iterasi, setelah semua ants menyelesaikan tur mereka, sejumlah pheromone ditaruh pada ruasruas yang dilewati oleh seekor semut yang telah menemukan tur terbaik (ruas-ruas yang lain tidak diubah). Tingkat pheromone itu diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global [1] yang ditunjukkan oleh persamaan 4. dimana: τ(r, s) (1 α) τ(r, s) + α τ(r, s)... τ(r, s) = (L gb) 1, jika (r, s) rute terbaik keseluruhan 0 (4) L gb = panjang rute terbaik pada akhir siklus

28 16 α = tetapan pengendali pheromone Penjelasan Alur Kerja Algoritma Ant Colony System Algoritma Ant Colony System memiliki langkah-langkah untuk mencari rute terpendek yaitu: 1. Menginsialisasi harga parameter-parameter algoritma semut: a. Intensitas pheromone (τ ij ). b. Tetapan siklus semut (q 0 ). c. Tetapan pengendali intensitas visibilitas (β ). d. Tetapan pengendali pheromone (α), nilai α 0. e. Jumlah semut (m). f. Tetapan penguapan pheromone (ρ), nilai ρ harus > 0 dan < 1. g. Jumlah siklus maksimum (NC max ). 2. Setelah itu menentukan titik selanjutnya yang akan dituju dengan aturan transisi status. Sesuai dengan nilai q 0 yang didapat, aturan transisi status akan menggunakan persamaan (1) atau persamaan (2) dengan syarat: a. Jika q q 0 maka aturan transisi status menggunakan persamaan (1). b. Jika q>q 0 maka aturan transisi status menggunakan persamaan (2). 3. Apabila telah mendapat titik yang dituju, titik tersebut disimpan ke dalam daftar_kota untuk menyatakan bahwa titik tersebut telah menjadi bagian dari rute perjalanan. Setelah itu intensitas pheromone di sisi tersebut diubah dengan menggunakan persamaan (3). Perubahan pheromone tersebut dinamakan pembaruan pheromone lokal. Aturan transisi kembali dilakukan, mencari titik berikutnya, sampai titik tujuan tercapai. 4. Apabila titik tujuan telah dicapai, panjang rute masing-masing semut akan diakumulasikan, kemudian diurutkan sehingga akan didapatkan rute yang terpendek.

29 17 5. Pembaruan pheromone pada titik-titik yang termuat dalam rute terpendek tersebut menggunakan persamaan (4). Perubahan pheromone ini dinamakan pembaruan pheromone global. 6. Pengosongan daftar_kota. Daftar_kota perlu dikosongkan untuk diisi lagi dengan urutan titik yang baru. Algoritma diulang lagi dari langkah 2 dengan harga parameter intensitas feromon yang sudah diperbarui. Setelah semua proses telah dilalui (jumlah siklus maksimum sudah terpenuhi), maka akan didapatkan rute dengan panjang rute yang terpendek. Langkah-langkah pencarian rute terpendek dengan Algoritma Ant Colony diatas dapat digambarkan dengan flowchart seperti pada Gambar 2.7.

30 Sistem Informasi Geografis Gambar 2.7 Flowchart Ant Colony System Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografis. SIG memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasioperasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data.

31 19 Menurut Gou Bo, Sistem Informasi Geografis adalah teknologi informasi yang dapat menganalisis, menyimpan dan menyimpan baik data spasial maupun data non spasial. Sedangkan menurut Nicholas Chrisman, Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia, organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisisis, dan menyebarluaskan informasi mengenai daerah-daerah di permukaaan bumi [6]. Sistem informasi geografis adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisinya dipermukaan bumi [6]. Secara sederhana SIG adalah sistem yang memiliki referensi bentuk muka bumi (daratan, lautan, jalan, perkotaan dan lain sebagainya), yang memungkinkan kita untuk mengolah data-data bentuk muka bumi tersebut untuk tujuan tertentu. Salah satu alasan mengapa konsep-konsep Sistem Informasi Geografis (SIG) beserta sistem aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan di berbagai disiplin ilmu karena SIG dapat menurunkan informasi secara otomatis tanpa keharusan untuk selalu melakukan interpretasi secara manual sehingga SIG dengan mudah dapat menghasilkan data spasial tematik yang merupakan (hasil) turunan dari data spasial yang lain (primer) dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya dengan melibatkan beberapa operator logika dan matematis [6] Komponen Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis merupakan hasil dari beberapa komponen. Komponen Sistem Informasi Geografis terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut [6]: 1. Perangkat Keras (Hardware)

32 20 Sistem Informasi Geografis membutuhkan komputer untuk menyimpan data dan dalam melakukan pengolahan data. Semakin kompleks data yang ingin diolah, maka semakin besar juga kebutuhan memori dan kecepatan pengolah datanya. 2. Perangkat Lunak (Software) Perangkat lunak dibutuhkan untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data bila diperlukan. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografis harus memiliki beberapa elemen seperti mampu melakukan input dan transformasi data geografis, sistem manajemen basis data, mampu mendukung query geografis, analisis dan visualisasi, dan memiliki Grafical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses. 3. Data Dalam SIG semua data dasar geografis harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk digital untuk memudahkan dalam pengolahan data. Data dalam SIG dibagi menjadi dua bentuk yakni geografical atau data spasial dan data atribut. a. Data spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan dan pencitraan terhadap suatu unsur keruangan yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu pada sistem koordinat nasional. b. Data atribut adalah gambaran data yang terdiri dari informasi yang relevan terhadap suatu lokasi seperti kedalaman, ketinggian, lokasi penjualan, dan lain-lain dan bisa dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan maksud untuk memberikan identifikasi seperti alamat, kode pos, dan lain-lain. 4. Manusia (Brainware) Manusia dibutuhkan untuk mengendalikan seluruh Sistem Informasi Geografis. Adanya koordinasi dalam Sistem Informasi Geografis sangat diperlukan agar informasi yang diperoleh menjadi benar, tepat dan akurat.

33 21 Selain informasi dapat diperoleh secara cepat, tepat dan akurat, keuntungan SIG dengan menggunakan komputer adalah: 1. Mudah dalam mengolah. 2. Pengumpulan data dan penyimpanannya hemat tempat dan ringkas. 3. Mudah diulang kalau sewaktu-waktu diperlukan. 4. Mudah diubah kalau sewaktu-waktu ada perubahan. 5. Mudah dibawa, dikirim dan ditransformasikan (dipindahkan). 6. Aman, karena dapat dikunci dengan kode atau manual. 7. Relatif lebih murah dibandingkan dengan survei lapangan. 8. Data yang sulit ditampilkan secara manual, dapat diperbesar bahkan dapat ditampilkan dengan gambar tiga dimensi. 9. Berdasarkan data SIG dapat dilakukan pengambilan keputusan dengan tepat dan cepat.

34 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem Dalam perancangan sebuah sistem diperlukan analisis untuk menentukan kebutuhan sistem. Dengan adanya analisis sistem, sistem yang dirancang diharapkan akan lebih baik dan memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisis sistem ini sendiri adalah agar sistem yang dirancang menjadi tepat guna dan ketahanan dari sistem tersebut akan lebih terjaga. Sistem ini akan mencari rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi warga untuk menghindari tsunami. Sistem ini dirancang dengan menggunakan Algoritma Ant Colony System (ACS) dalam pencarian rute terpendeknya Analisis Masalah Untuk mengidentifikasi masalah digunakan diagram Ishikawa (fishbone diagram). Masalah utama adalah untuk pencarian jalur evakuasi tsunami masih menggunakan pencarian manual oleh petugas terkait. Secara umum kemampuan manusia untuk memproses data masih lambat, sehingga untuk melakukan analisis jalur yang terbaik untuk rute evakuasi tsunami masih kurang efektif. Pencarian jalur evakuasi secara manual juga masih belum adanya dukungan dokumentasi yang memadai. Metode manual juga mengalami keterbatasan dalam proses analisisnya, tidak ada panduan yang pasti untuk menganalisis jalur yang tepat. Seluruh masalah tersebut dimuat dalam diagram Ishikawa pada Gambar

35 22 Gambar 3.1 Diagram Ishikawa untuk Analisis Permasalah Sistem Analisis Kebutuhan Sistem Analisis Kebutuhan Sistem meliputi analisis kebutuhan fungsional sistem dan analisis kebutuhan non-fungsional sistem Kebutuhan Fungsional Sistem Kebutuhan fungsional yang harus dimiliki oleh sistem pencarian rute terpendek sebagai jalur evakuasi tsunami adalah: 1. Sistem dapat membaca inputan berupa titik awal pencarian rute. 2. Sistem dapat melakukan pencarian rute terpendek berdasarkan algoritma Ant Colony System 3. Sistem dapat menampilkan hasil pencarian rute terpendek yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi tsunami Kebutuhan Non-Fungsional Sistem Untuk mendukung kinerja sistem, sistem sebaiknya dapat berfungsi sebagai berikut: 1. Sistem dapat melakukan pencarian rute terpendek dengan kecepatan komputasi yang tinggi.

36 23 2. Sistem harus mudah digunakan sehingga pengguna dapat mengoperasikannya dengan baik Pemodelan Pada penelitian ini digunakan UML sebagai bahasa pemodelan untuk mendesain dan merancang sistem pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami. Model UML yang digunakan antara lain use case diagram, activity diagram, dan sequence diagram Use Case Diagram Use case diagram akan menjelaskan apa saja fungsi-fungsi yang akan dikerjakan oleh sistem. Hal ini dikarenakan use case diagram akan merepresentasikan bagaimana interaksi antara aktor (user) dengan sistem. Untuk mengidentifikasikan apa saja aktor dan use case yang terlibat pada sistem ini, kita perlu menjawab beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Siapa yang menggunakan sistem? Jawaban: Pengguna 2. Siapa yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi pada sistem? Jawaban: Pengguna 3. Apa saja yang dapat dilakukan pengguna pada sistem? Jawaban: Melihat peta Kecamatan Medan Belawan, Melakukan proses pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami.

37 24 Gambar 3.2 Use Case Diagram Sistem Penentuan Rute Terpendek Jalur Evakuasi Tsunami Activity Diagram Berikut dijelaskan proses tampil peta belawan dan pencarian rute yang terjadi pada sistem penentuan rute terpendek jalur evakuasi tsunami dengan menggunakan activity diagram Activity Diagram Tampil Peta Belawan Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Tampil Peta Belawan Nama Use case Aktor Deskripsi Prakondisi Bidang khas Tampil Peta Belawan Pengguna Proses ini mendeskripsikan proses menampilkan peta daerah belawan yang menjadi titik fokus pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami beserta legenda dari peta tersebut. Sudah masuk kedalam aplikasi Kegiatan pengguna 1. Pilih Lihat Peta 2. Pilih detail pada Legenda 3. Pilih legenda yang akan ditampilkan Keterangan Bidang Alternatif - - Post-kondisi Respon sistem 1. Menampilkan Peta Daerah Belawan dan Legenda 2. Menampilkan legenda pada kotak keterangan legenda 3. Menampilkan keterangan dari legenda yang dipilih Detail dari legenda peta ditampilkan pada Legenda

38 25 Activity Diagram untuk tampil peta Belawan dapat kita lihat pada gambar 3.3. Gambar 3.3 Activity Diagram Tampil Peta Belawan Pada tampilan tampil peta belawan, sistem akan menampilkan peta daerah Belawan beserta dengan legendanya. Pengguna bisa melihat peta daerah belawan yang menjadi studi kasus pada penelitian ini. Pengguna juga bisa mendapatkan detail keterangan dari legenda peta tersebut pada view legenda.

39 Activity Diagram Pencarian Rute Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Pencarian Rute Nama Use case Pencarian Rute Aktor Deskripsi Prakondisi Pengguna Proses ini mendeskripsikan proses pencarian rute terpendek untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami Sudah masuk dalam tampilan antarmuka sistem Kegiatan pengguna 1. Pilih pencarian rute terpendek Respon sistem 1. Menampilkan peta daerah belawan dan kontrol sistem pencarian rute terpendek Bidang khas 2. Memasukkan nilai radius tsunami 4. Pilih titik kawasan yang akan dicari rute terpendek jalur evakuasi tsunami 2. Mengecek inputan 3. Menampilkan daerah yang berada di dalam radius tsunami 4. Memproses titik awal kemudian mencari rute terpendek untuk jalur evakuasi dengan Algoritma Ant Colony System 5. Menampilkan hasil rute terpendek pada peta daerah belawan Bidang Alternatif - - Sistem menampilkan rute terpendek yang dapat Post-kondisi dijadikan jalur evakuasi tsunami Avtivity Diagram untuk use case proses pencarian rute dapat dilihat pada gambar 3.4.

40 27 Gambar 3.4 Activity Diagram Pencarian Rute Proses pencarian rute terpendek diawali dengan pengecekan inputan nilai radius pada sistem. Sistem kemudian melakukan proses pencarian daerah yang terkena landaaan tsunami dan menampilkannya. Pengguna memilih daerah yang akan dicari rute terpendeknya dengan algoritma Ant Colony System (ACS). Hasil dari pencarian rute terpendek itu kemudian ditampilkan oleh sistem. Pengguna bisa mengulang pencarian rute, jika hasil pencarian rute yang didapat dirasa kurang maksimal.

41 Sequence Diagram Berikut dijelaskan proses tampil peta belawan dan pencarian rute yang terjadi pada sistem penentuan rute terpendek jalur evakuasi tsunami dengan menggunakan sequence diagram Sequence Diagram Tampil Peta Belawan Pada proses tampil peta belawan, sistem akan menampilkan peta daerah belawan beserta tampilan legenda peta tersebut. Sequence diagram untuk proses tampil peta belawan diperlihatkan pada Gambar 3.5 Gambar 3.5 Sequence Diagram Tampil Peta Belawan Pada sequence diagram gambar 3.5 terlihat bahwa user akan memilih menu lihat peta daerah belawan, kemudian sistem akan menampilkan peta daerah belawan dan view legenda. Pengguna dapat mengetahui detail legenda peta pada view legenda, dengan memilih legenda yang akan dilihat detailnya, maka sistem akan menampilkan detail dari legenda tersebut.

42 Sequence Diagram Pencarian Rute Proses Pencarian Rute akan menampilkan peta daerah belawan dan view kontrol pencarian rute terpendek. Sequence diagram yang dapat menggambarkan proses pencarian rute pada sistem dapat dilihat pada gambar 3.6 Gambar 3.6 Sequence Diagram Pencarian Rute Pada sequence diagram diatas terlihat bahwa user memilih memilih menu pencarian rute. Sistem akan menerima inputan user berupa nilai radius landaan tsunami ke daratan. Sistem akan memproses inputan dan menentukan daerah yang terkena landaan tsunami dan menampilkannya pada peta daerah belawan. Pengguna melakukan proses pencarian rute terpendek dengan memilih daerah yang akan dijadikan titik awal pencarian rute terpendek. Sistem akan melakukan proses pencarian rute terpendek dengan menggunakan Algoritma Ant Colony System. Sistem kemudian menampilkan hasil pencarian rute pada peta kawasan belawan.

43 Perancangan Sistem Antarmuka merupakan perantara antara pengguna dengan sistem. Tampilan antarmuka sangat mempengaruhi penggunaan suatu sistem, oleh karena itu antarmuka harus dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Pada tahap ini akan dilakukan perancangan antarmuka sistem yang akan digunakan. Rancangan antarmuka sistem terdiri dari dua halaman utama Antarmuka Tampil Peta Belawan Antarmuka Tampil Peta Belawan merupakan tampilan awal ketika sistem pertama kali dibuka oleh pengguna. Antarmuka lihat peta menampilkan peta daerah belawan beserta legendanya. Pada view legenda pengguna bisa mendapatkan detail tentang legenda tersebut. File Peta Belawan Credit Gambar 3.7 Rancangan Antarmuka Tampil Peta Belawan

44 31 Keterangan: 1. Menu Bar Sistem Tampilan menu-menu dari sistem, yang terdiri dari File, Peta Belawan dan Credits. 2. Button Menu button berupa tombol yang berfungsi untuk penglolaan data hasil pencarian rute. Button tersebut terdiri dari fit, zoom in, zoom out dan hasil rute. 3. Tools Menu tools berupa tombol yang berfungsi untuk pengolahan view peta, view legenda dan view kontrol pencarian rute. Tools tersebut terdiri dari pointer, identifier dan pan. 4. View Peta Tampilan View untuk menampilkan Peta Belawan. 5. View Legenda Tampilan View untuk menampilkan legenda dari peta daerah belawan. 6. View Detail Legenda Tampilan View untuk menampilkan detail keterangan dari legenda yang dipilih Antarmuka Pencarian Rute Antarmuka Pencarian Rute akan muncul, jika pengguna memilih menu Peta Belawan, lalu memilih proses pencarian rute. Antarmuka ini berfungsi untuk melakukan proses pencarian rute terpendek untuk jalur evakuasi tsunami. Proses pencarian rute dimulai dengan memasukkan nilai radius jangkauan tsunami. Sistem kemudian akan menampilkan daerah yang terkena landaan tsunami. Pengguna tinggal memilih daerah yang akan dicari rutenya. Sistem akan memproses inputan dari user berupa titik awal daerah yang akan dicari rutenya dengan menggunakan Algoritma Ant Colony System.

45 32 File Peta Belawan Credit Gambar 3.8 Rancangan Antarmuka Pencarian Rute Keterangan: 1. Menu Bar Sistem Tampilan menu-menu dari sistem, yang terdiri dari File, Peta Belawan dan Credits. 2. Button Menu button berupa tombol yang berfungsi untuk penglolaan data hasil pencarian rute. Button tersebut terdiri dari fit, zoom in, zoom out dan hasil rute. 3. Tools Menu tools berupa tombol yang berfungsi untuk pengolahan view peta, view legenda dan view kontrol pencarian rute. Tools tersebut terdiri dari pointer, identifier dan pan. 4. View Peta Tampilan View untuk menampilkan Peta Belawan 5. View Kontrol Pencarian Rute Tampilan View untuk mengendalikan proses pencarian rute. 6. TextLine input Input box untuk memasukkan nilai radius tsunami 7. View Daerah Landaan Tsunami Tampilan View untuk menampilkan daerah yang terkena landaan tsunami dengan radius yang diinputkan.

46 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Implementasi Sistem Setelah dilakukan analisis dan perancangan, proses berikutnya adalah implementasi sistem sesuai dengan perancangan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya Implementasi Algoritma Ant Colony System Berikut adalah simulasi proses pencarian rute terpendek untuk digunakan sebagai jalur evakuasi tsunami dari daerah bahaya tsunami menuju ke tempat aman, yang berada diluar radius bahaya tsunami dengan Algoritma Ant Colony System. Simulasi dilakukan dengan melakukan perhitungan secara manual dengan mengambil sampel contoh dari studi kasus daerah belawan. Algoritma Ant Colony System akan menentukan rute terpendek dari jalan-jalan yang ada di daerah belawan untuk dijadikan jalur evakuasi tsunami menuju ke tempat aman dari tsunami. Untuk pengimplementasian Algoritma Ant Colony System, konsep graph diterapkan pada jalan-jalan di daerah belawan. Jalan-jalan pada daerah belawan akan dijadikan edges untuk pencarian dan persimpangan antara jalan akan dijadikan verteks atau titik pertemuan jalan. Setiap verteks akan diberi identifikasi dengan nama tnomorverteks, contohnya t2. Algoritma Ant Colony System akan melakukan perhitungan setiap jalan untuk menentukan rute terpendek berdasarkan edges dan verteks tersebut. 33

47 34 Titik t95 akan menjadi titik awal pencarian rute. Titik t95 berada di dalam radius bahaya tsunami, sehingga akan dicari rute terpendek menuju ke titik yang berada diluar radius bahaya tsunami. Nilai radius tsunami yang digunakan adalah 4 km. Tampilan titik t95 dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Tampilan Titik t95 pada Peta Belawan Hal pertama yang kita lakukan adalah menginisialisasi nilai parameter-parameter dari Algoritma Ant Colony, antara lain: 1. q0 = α = β = ρ = γ (gamma) = m = 5 7. NCmax = 1 Nilai disesuaikan τ dengan nilai panjang masing-masing edges (jalan yang ij menghubungkan titik yang satu dengan ij = (n titi * L nn ) -1. Nilai Visibilitas ij) antar titik (η ij didapat = (1/d ij )[1]. Daftar dari r atribut jalan daerah belawan disajikan pada tabel 4.1.

48 35 Tabel 4.1 Daftar Atribut Jalan pada Daerah Belawan Panjang No. V1 V2 Jalan (m) η ij τ ij 1. t82 t t82 t t87 t t80 t t80 t t56 t t80 t t75 t t202 t t97 t t88 t t91 t t95 t t101 t t92 t t92 t t103 t t92 t t90 t t97 t t98 t t88 t t88 t t89 t t90 t t96 t t104 t t117 t t124 t

49 36 Panjang No. V1 V2 Jalan (m) η ij τ ij 30. t127 t T103 T T103 T Proses Pencarian Rute Terpendek Titik t95 Berikut akan ditampilkan pencarian rute terpendek untuk titik t95 menggunakan Algoritma Ant Colony System dengan perhitungan secara manual. 1. Mencari titik tujuan berikutnya dengan aturan transisi status dan pembaruan pheromone lokal. Siklus I a. Semut 1: 1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t q 0 = 0.56, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan s = max [τ(r, u)] [η(r, u)]..1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t92 = * ( ) -1 = t101 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil random titiknya, yaitu t91 sebagai titik berikutnya. 3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan t91 dengan persamaan τ(r, s) (1 ρ) τ(r, s) + ρ τ(r, s) 2 Dimana: τ(r, s) = γ. max ( ) τ(s, z), max ( ) τ(s, z) adalah nilai pheromone tertinggi diantara titik-titik yang terhubung ke titik awal pencarian

50 37 τ(t95, (1-0.9)*0. t91) *0.1* τ(t95, t91) 4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t Berikutnya, titik awal = t91, titik-titik yang terhubung yaitu t92 dan t q 0 = 0.66, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t92 = * ( ) -1 = t88 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil random titiknya, yaitu t92 sebagai titik berikutnya. 7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan t92 dengan persamaan 2. τ(t91, (1-0.9)*0. t92) *0.1* τ(t91, t92) 8. Titik berikutnya t92 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t Berikutnya, titik awal = t92, titik-titik yang terhubung yaitu t90, 95 dan t q 0 = 0.53, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t92 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t90 = * ( ) -1 = t95 = * ( ) -1 = t103 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t90 sebagai titik berikutnya. 11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan t90 dengan persamaan 2. τ(t92, (1-0.9)*0. t90) *0.1* τ(t92, t90)

51 Titik berikutnya t90 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, Berikutnya, titik awal = t90, titik-titik yang terhubung yaitu t89 dan t q 0 = 0.13, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t90 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t89 = * ( ) -1 = t96 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t89 sebagai titik berikutnya. 15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t90 dan t89 dengan persamaan 2. τ(t90, (1-0.9)*0. t89) *0.1* τ(t90, t89) 16. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, 90, Berikutnya, titik awal = t89, titik-titik yang terhubung yaitu t88 dan t q 0 = 0.69, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t89 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t88 = * ( ) -1 = t80 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t80 sebagai titik berikutnya. 19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan t80 dengan persamaan 2. τ(t89, (1-0.9)* t80) + 0.9*0.1* τ(t89, t80) 20. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80.

52 Berikutnya, titik awal = t80, titik-titik yang terhubung yaitu t81 dan t q 0 = 0.33, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t81 = * ( ) -1 = t75 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t81 sebagai titik berikutnya. 23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan t81 dengan persamaan 2. τ(t80, (1-0.9)* t81) 0.9*0.1* τ(t80, t81) 24. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80, Berikutnya, titik awal = t81, titik-titik yang terhubung yaitu t82 dan t q 0 = 0.13, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t82 = * ( ) -1 = t87 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t87 sebagai titik berikutnya. 27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t81 dan t87 dengan persamaan 2. τ(t81, (1-0.9)* t87) 0.9*0.1* τ(t81, t87) 28. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, 90, 89, 80, 81, Berikutnya, titik awal = t87, titik-titik yang terhubung yaitu t82 dan t q 0 = 0.54, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1

53 40 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t87 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t82 = * ( ) -1 = t88 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t88 sebagai titik berikutnya. 31. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t87 dan t88 dengan persamaan 2. τ(t87, (1-0.9)* t88) 0.9*0.1* τ(t87, t88) 32. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t Berikutnya, titik awal = t88, titik t88 tidak memliki titik-titik lain yang terhubung, karena titik-titik tersebut sudah dilewati sebelumnya, maka pencarian rute untuk semut 1 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek. 34. Rute Akhir = t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t88. b. Semut 2: 1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t q 0 = 0.46, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t92 = * ( ) -1 = t101 = * ( ) -1 = Karena nilai maksimum t101 dan t92 sama, maka diambil random titiknya, yaitu t92 sebagai titik berikutnya. 3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan t92 τ(t95, (1-0.9)* t92) + 0.9*0.1* τ(t95, t92)

54 41 4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t Titik Awal = t92, titik-titik yang terhubung dengan t92, yaitu t91, t90 dan t q 0 = 0.76, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t90 = * ( ) -1 = t103 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t103, maka diambil t103 sebagai titik berikutnya. 7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan t103 τ(t92, (1-0.9)* t103) *0.1* τ(t92, t103) 8. Titik berikutnya t103 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t Titik Awal = t103, titik-titik yang terhubung dengan t103, yaitu t101, t104 dan t q 0 = 0.35, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t103 dicari nilai paling maksimum dari persamaan 1. t101 = * ( ) -1 = t104 = * ( ) -1 = t124 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t124 sebagai titik berikutnya. 11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t103 dan t124 τ(t103, (1-0.9)* t124) *0.1* τ(t103, t124)

55 Titik berikutnya t124 sudah berada di luar radius tsunami, aman, maka pencarian berhenti. Rute Akhir = t95, t92, t103, t124. c. Semut 3: 1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t q 0 = 0.26, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t92 = * ( ) -1 = t101 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t101, maka diambil t101 sebagai titik berikutnya. 3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan t101 τ(t95, (1-0.9)* t101) *0.1* τ(t95, t101) 4. Titik berikutnya t101 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t Titik Awal = t101, titik-titik yang terhubung dengan t101, yaitu t103dan t q 0 = 0.17, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t101 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t103 = * ( ) -1 = t117 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t117 sebagai titik berikutnya. 7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t101 dan t117 τ(t101, (1-0.9)* t117) *0.1* τ(t101, t117)

56 43 8. Titik berikutnya t117 sudah berada di luar radius tsunami, aman, maka pencarian berhenti. Rute Akhir = t95, t101, t117. d. Semut 4: 1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t q 0 = 0.16, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t92 = * ( ) -1 = t101 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t92, maka diambil t92 sebagai titik berikutnya. 3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan t92 τ(t95, (1-0.9)* t92) *0.1* τ(t95, t92) 4. Titik berikutnya t92 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t Titik Awal = t92, titik-titik yang terhubung dengan t92, yaitu t91, t90 dan t q 0 = 0.41, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t92 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t90 = * ( ) -1 = t103 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t91, maka diambil t91 sebagai titik berikutnya. 7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t92 dan t91 τ(t92, (1-0.9)* t91) *0.1* τ(t92, t91)

57 44 8. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t Titik Awal = t91, titik-titik yang terhubung dengan t91, yaitu t q 0 = 0.24, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t88 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t88 dan hanya titik itu yang terhubung, maka diambil t88 sebagai titik berikutnya. 11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan t88 τ(t91, (1-0.9)* t88) *0.1* τ(t91, t88) 12. Titik berikutnya t88 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t91, t Titik Awal = t88, titik-titik yang terhubung dengan t89, yaitu t q 0 = 0.47, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t89 = * ( ) -1 = t87 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t89, maka diambil t89 sebagai titik berikutnya. 15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t88 dan t89 τ(t88, (1-0.9)* t89) *0.1* τ(t88, t89) 16. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t91, t88, t Titik Awal = t89, titik-titik yang terhubung dengan t80, yaitu t q 0 = 0.21, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1

58 45 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t89 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t80 = * ( ) -1 = t90 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t80, maka diambil t80 sebagai titik berikutnya. 19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan t80 τ(t89, (1-0.9)* t80) *0.1* τ(t89, t80) 20. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t91, t88, t89, Titik Awal = t80, titik-titik yang terhubung dengan t80, yaitu t81 dan t q 0 = 0.28, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t80 = * ( ) -1 = t75 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t75, maka diambil t75 sebagai titik berikutnya. 23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan t75 τ(t80, (1-0.9)* t75) *0.1* τ(t80, t75) 24. Titik berikutnya t75 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t91, t88, t89, Titik Awal = t75, titik-titik yang terhubung dengan t75, yaitu t56 dan t q 0 = 0.12, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t75 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t56 = * ( ) -1 = t98 = * ( ) -1 =

59 46 Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t56 sebagai titik berikutnya. 27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t75 dan t56 τ(t75, (1-0.9)* t56) *0.1* τ(t75, t56) 28. Titik berikutnya t56 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t92, t91, t88, t89, t75, t Berikutnya, titik awal = t56, titik t56 tidak memliki titik-titik lain yang terhubung, karena titik tersebut adalah suatu ujung dari pencarian, maka pencarian rute untuk semut 4 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek. 30. Rute Akhir = t95, t92, t91, t88, t89, t75, t56. e. Semut 5: 1. Titik Awal = t95, titik-titik yang terhubung dengan t95, yaitu t91, t92 dan t q 0 = 0.86, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t95 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t91 = * ( ) -1 = t92 = * ( ) -1 = t101 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t91, maka diambil t91 sebagai titik berikutnya. 3. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t95 dan t91 τ(t95, (1-0.9)* t91) *0.1* τ(t95, t91) 4. Titik berikutnya t91 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t Berikutnya, titik awal = t91, titik-titik yang terhubung yaitu t92 dan t q 0 = 0.66, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1.

60 47 Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t91 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t92 = * ( ) -1 = t88 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t88, maka diambil t88 sebagai titik berikutnya. 7. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t91 dan t88 dengan persamaan τ(t91, (1-0.9)* t88) *0.1* τ(t91, t88) 8. Titik berikutnya t88 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t Berikutnya, titik awal = t88, titik-titik yang terhubung yaitu t87 dan t q 0 = 0.86, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t87 = * ( ) -1 = t89 = * ( ) -1 = Karena nilainya sama, maka diambil secara random titiknya, yaitu t89 sebagai titik berikutnya. 11. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t88 dan t89 dengan persamaan τ(t88, (1-0.9)* t89) *0.1* τ(t88, t89) 12. Titik berikutnya t89 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t88, t Berikutnya, titik awal = t89, titik-titik yang terhubung yaitu t80 dan t q 0 = 0.63, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t88 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t80 = * ( ) -1 = t90 = * ( ) -1 =

61 48 Nilai maksimum ada pada t80, maka diambil t80 sebagai titik berikutnya. 15. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t89 dan t80 dengan persamaan τ(t89, (1-0.9)* t80) *0.1* τ(t89, t80) 16. Titik berikutnya t80 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t88, t89, t Berikutnya, titik awal = t80, titik-titik yang terhubung yaitu t81 dan t q 0 = 0.13, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t80 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t81 = * ( ) -1 = t75 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t81, maka diambil t81 sebagai titik berikutnya. 19. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t80 dan t81 dengan persamaan τ(t80, (1-0.9)* t81) *0.1* τ(t80, t81) 20. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t Berikutnya, titik awal = t81, titik-titik yang terhubung yaitu t87 dan t q 0 = 0.48, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t87 = * ( ) -1 = t82 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t82, maka diambil t82 sebagai titik berikutnya. 23. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t81 dan t82 dengan persamaan τ(t81, (1-0.9)* t82) *0.1* τ(t81, t82)

62 Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t Berikutnya, titik awal = t82, titik-titik yang terhubung yaitu t q 0 = 0.58, q 0 < q maka aturan transisi status menggunakan persamaan 1. Untuk tiap titik yang terhubung dengan titik awal t81 dicari nilai maksimum dari persamaan 1. t87 = * ( ) -1 = Nilai maksimum ada pada t87, maka diambil t87 sebagai titik berikutnya. 27. Pembaruan pheromone lokal untuk edges yang menghubungkan titik t82 dan t87 dengan persamaan τ(t82, (1-0.9)* t87) *0.1* τ(t82, t87) 28. Titik berikutnya t81 masih didalam radius tsunami, dilanjutkan pencarian. Rute = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t Berikutnya, titik awal = t87, titik t87 tidak memliki titik-titik lain yang terhubung, karena titik-titik tersebut sudah dilewati sebelumnya, maka pencarian rute untuk semut 5 berhenti tanpa mendapatkan rute terpendek. 30. Rute Akhir = t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t Menampilkan hasil pencarian dari Siklus 1 seperti yang terlihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Hasil Siklus 1 Semut ke Rute Panjang Rute (meter) 1 t95, t91, t92, t90, t89, t80, t81, t87, t88-2 t95, t92, t103, t t95, t101, t t95, t92, t91, t88, t89, t75, t56-5 t95, t91, t88, t89, t80, t81, t82, t87 -

63 50 3. Pembaruan pheromone global dengan menggunakan persamaan τ(r, s) (1 α) τ(r, s) + α τ(r, s) dimana: τ(r, s) = (L gb) 1, jika (r, s) rute terbaik keseluruhan 0 1. Pembaruan pheromone global untuk rute terbaik pada siklus 1. Rute terbaik adalah t95, t101, t117 dengan panjang 198, maka τ(r, s) =1 / 198 = τ(t95, (1-0.1)* t101) * τ(t101, (1-0.1)* t117) * Pembaruan pheromone global untuk rute lainnya τ(r, s) = 0, maka nilai a. τ(r, s) = 0.1 * 0 = 0 τ(r, s) (1 α) τ(r, s)+ 0 τ(t82, t87 ) (1-0.1)* = τ(t82, t81 ) (1-0.1)* = τ(t87, t81 ) (1-0.1)* = τ(t80, t81 ) (1-0.1)* = τ(t80, t75 ) (1-0.1)* = τ(t56, t75 ) (1-0.1)* = τ(t80, t89 ) (1-0.1)* = τ(t75, t98 ) (1-0.1)* = τ(t202, t98 ) (1-0.1)* = τ(t97, t133 ) (1-0.1)* = τ(t88, t91 ) (1-0.1)* = τ(t91, t95 ) (1-0.1)* = τ(t92, t91 ) (1-0.1)* = τ(t92, t103 ) (1-0.1)* = τ(t103, t124 ) (1-0.1)* = τ(t92, t95 ) (1-0.1)* =

64 51 τ(t90, t92 ) (1-0.1)* = τ(t97, t96 ) (1-0.1)* = τ(t98, t97 ) (1-0.1)* = τ(t88, t87 ) (1-0.1)* = τ(t88, t89 ) (1-0.1)* = τ(t89, t90 ) (1-0.1)* = τ(t90, t96 ) (1-0.1)* = τ(t96, t104 ) (1-0.1)* = τ(t104, t127 ) (1-0.1)* = τ(t117, t118 ) (1-0.1)* = τ(t124, t118 ) (1-0.1)* = τ(t127, t124 ) (1-0.1)* = τ(t103, t101 ) (1-0.1)* = τ(t103, t104 ) (1-0.1)* = Setelah selesai satu siklus seluruh pheromone pada atribut jalan akan diperbarui sesuai hasil perhitungan pembaruan pheromone global, terlihat pada tabel 4.2. Tabel 4.3 Tabel Atribut Jalan yang Telah Diupdate Panjang No. V1 V2 Jalan (m) η ij τ ij 1. t82 t t82 t t87 t t80 t t80 t t56 t t80 t t75 t t202 t t97 t t88 t

65 52 Panj V V ang Jalan o. 1 2 (m) 12. t t t t η ij τ ij t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t t

66 t t t t t t t t t t t t Dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi perubahan nilai pheromone. Jalan yang sering dikunjungi semut akan terjadi peningkatan nilai pheromone, sedangkan pada jalan yang jarang dikunjungi semut terjadi pengurangan nilai pheromone. Nilai pheromone yang baru inilah yang akan digunakan pada perhitungan siklus berikutnya. Pada contoh perhitungan kita, banyak siklus yang kita inisalisasi adalah satu, maka perhitungan berhenti dan rute terpendek yang didapatkan adalah melalui titik t95, t101, t Tampilan Peta Belawan Tampilan Peta Belawan merupakan tampilan pertama yang akan muncul ketika aplikasi dimulai. Tampilan Peta Belawan juga bisa diakses dari menu Peta Belawan, lalu pilih Peta Daerah Belawan. Pada tampilan ini pengguna bisa melihat peta daerah belawan dan sekitarnya yang menjadi studi kasus untuk sistem ini. Ada tiga menu yang tersedia pada tampilan ini, antara lain File, Peta Belawan dan Credits.

67 54 Gambar 4.2 Tampilan Peta Belawan Pengguna juga dapat melihat detail keterangan dari tiap-tiap legenda dari peta daerah belawan, dengan cara klik tombol Detail pada View Legenda. Setelah pengguna mengklik tombol Detail, maka akan muncul nama-nama legenda pada textbox Legenda seperti pada gambar 4.2. Gambar 4.3 Detail Keterangan Legenda Saat pengguna memilih salah satu legenda, View Legenda akan menampilkan detail dari legenda tersebut. Pengguna juga dapat mendapatkan

68 55 informasi khusus dari tiap-tiap komponen legenda setelah mengklik tools Keterangan Legenda kemudian mengklik salah satu komponen legenda, yang akan dilihat keteranganya, pada peta daerah belawan, maka akan muncul keterangan dari legenda tersebut. Gambar 4.4 Keterangan Komponen Legenda pada Peta Kemudian tampilan View Legenda akan berubah, dengan menampilkan keterangan secara umum dari legenda yang dipilih dan keterangan dari komponen legenda yang ada pada Peta Daerah Belawan yang diklik oleh pengguna, seperti pada gambar 4.4 Gambar 4.5 Tampilan Detail Legenda dan Detail Komponen Legenda Tampilan Pencarian Rute

69 56 Tampilan Pencarian Rute merupakan tampilan yang berfungsi untuk melakukan proses pencarian rute terpendek jalur evakuasi tsunami. Tampilan Pencarian Rute bisa diakses dari menu Peta Belawan, lalu pilih Proses Pencarian Rute. Tampilan ini akan menampilkan View Peta Daerah Belawan dan View Kontrol Pencarian Rute seperti tampak pada gambar 4.5. Sama seperti tampilan Peta Daerah Belawan, ada tiga menu yang tersedia pada tampilan ini, antara lain File, Peta Belawan dan Credits. Gambar 4.6 Tampilan Pencarian Rute Proses pencarian rute dikendalikan oleh View Kontrol Pencarian Rute. Pada View Kontrol Pencarian Rute terdapat inputbox/textline Radius Tsunami untuk menerima inputan dari pengguna. Pengguna memasukkan inputan berupa jarak radius tsunami ke daratan, dalam ukuran kilometer, kemudian klik tombol proses. Sistem akan memproses titik acuan mana saja yang berada pada jarak radius tsunami (daerah bahaya) dan menampilkannya pada peta.

70 57 Gambar 4.7 Titik Acuan yang Berada di Radius Tsunami Pengguna kemudian memilih titik acuan yang akan dicari rute terpendeknya untuk keluar dari daerah bahaya. Sistem kemudian akan memproses titik acuan yang dipilih dengan Algoritma Ant Colony System dan menampilkan hasilnya pada Peta Daerah Belawan, seperti tampak pada gambar 4.7 dan gambar 4.8. Gambar 4.8 Tampilan Message Box Rute Ditemukan

71 58 Gambar 4.9 Rute Terpendek Ditampilkan pada Peta Daerah Belawan Setelah selesai pengguna dapat mencari ulang rute terpendek untuk titik acuan tersebut, dengan cara mengklik tombol Ulangi t82, akan muncul kotak konfirmasi, jika ingin mengulang pencarian rute pilih OK jika tidak pilih NO. Gambar 4.10 Message Box Konfirmasi Pencarian Ulang Pengguna dapat melihat keterangan dari rute yang telah didapat oleh sistem, dengan mengklik Tombol Detail Rute Kawasan t82 (nama kawasan tergantung dari nama titik acuan). Message Box akan muncul yang memberikan informasi tentang rute yang telah didapat. Gambar 4.11 Informasi Rute

72 59 Pengguna juga dapat melihat informasi dari komponen rute terpendek dengan mengklik tools Keterangan Legenda kemudian mengklik salah satu komponen rute terpendek. Sistem kemudian akan menampilkan informasi dari komponen rute terpendek tersebut, seperti tampak pada gambar 4.11 dan gambar Gambar 4.12 Message Box Informasi Komponen Rute Terpendek Gambar 4.13 Informasi Komponen Rute Terpendek Ditampilkan Pengguna bisa melakukan pencarian rute terpendek untuk titik acuan yang lainnnya, dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

73 Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja sistem dalam melakukan proses pencarian rute terpendek. Algoritma Ant Colony System akan menentukan rute terpendek dari suatu titik awal, yang berada di dalam radius tsunami, menuju ke titik yang berada di luar radius tsunami. Titik tujuan dari rute tersebut tidak akan terkena terjangan tsunami, sehingga rute yang didapat aman dan bisa dijadikan jalur evakuasi tsunami. Untuk pengimplementasian Algoritma Ant Colony System, konsep graph diterapkan pada jalan-jalan di daerah belawan. Jalan-jalan pada daerah belawan akan dijadikan edges untuk pencarian dan persimpangan antara jalan akan dijadikan verteks atau titik pertemuan jalan. Setiap verteks akan diberi identifikasi dengan nama tnomorverteks, contohnya t2. Algoritma Ant Colony System akan melakukan perhitungan setiap jalan untuk menentukan rute terpendek berdasarkan edges dan verteks tersebut. Pengujian dilakukan berdasarkan nilai radius yang diinputkan pengguna. Pengujian dilakukan dalam tiga sesi, sesi pertama inputan radius sebesar 4 km, sesi kedua inputan radius sebesar 5 km dan sesi ketiga inputan radius sebesar 7 km. Nilai parameter yang digunakan pada Algoritma Ant Colony System, adalah sebagai berikut: 1. q0 = α = β = ρ = γ (gamma) = m (jumlah semut) = NCmax (jumlah siklus) = 2 Hasil pengujian akan ditampilkan pada tabel hasil pengujian sistem, pada masing-masing sesi pengujian. Tabel tersebut berisi nama-nama kawasan yang berada di daerah bahaya tsunami, sesuai dengan inputan radius tsunami, yang

74 61 akan menjadi titik awal pencarian rute terpendek. Rute terpendek yang dapat dijadikan jalur evakuasi tsunami juga ditampilkan berdasarkan titik-titik yang dilalui, beserta panjang jalur dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan jalur tersebut Pengujian Sistem dengan Radius 4 km Pada sesi pertama ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 4 kilometer sebagai radius tsunami. Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius 4 km, menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah sekitar 63.3 detik atau 1 meni5 3.3 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute dapat dilihat pada gambar Tabel 4.4 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 4 km Kawasan Panjang yang Titik Waktu Jalur Evakuasi Rute terkena Tujuan (detik) (m) tsunami 1. t46 t46- t54- t55- t56- t75- t98- t t202 Aman 1: t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t t203 Aman 1: t82 t82- t87- t88- t91- t95- t101- t t117 Aman 1: t95 t95 - t101 - t t117 Aman 41.1

75 62 Gambar 4.14 Hasil Pencarian Rute Kawasan t95 pada Radius 4 km Gambar 4.14 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem. Rute tersebut mempunyai titik awal t95 yang berada di radius jangkauan tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman yang berada diluar radius jangkauan tsunami 4 kilometer Pengujian Sistem dengan Radius 5 km Pada sesi kedua ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 5 kilometer sebagai radius tsunami. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius 5 km, menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah sekitar 1 menit 59 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute dapat dilihat pada gambar 4.15.

76 63 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 5 km Kawasan Panjang yang Titik Waktu Jalur Evakuasi Rute terkena Tujuan (detik) (m) tsunami t46 - t54 - t55 - t27 - t56 - t75-1. t46 t80 - t89 - t90 - t96 - t104 - t127 - t t430 - t122 - t119 - t121 - t123 - Aman 1:48.5 t111 - t184 - t186 - t t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t202- t t343 Aman 1: t82 t82- t81- t87- t88- t91- t95- t101- t203 t117- t118- t119- t122- t Aman t111- t184- t186- t203 2: t119 t119 - t121 t123 - t111 - t184 - t t186 - t203 Aman 1: t t101- t117- t118- t119- t122- t t123- t111- t184- t186- t203 Aman 2: t151 t151 - t152 - t131 - t111 - t184 - t t186 - t203 Aman 2:24.2

77 64 Gambar 4.15 Hasil Pencarian Rute Kawasan t151 pada Radius 5 km Gambar 4.15 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem. Rute tersebut mempunyai titik awal t151 yang berada di radius jangkauan tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman yang berada diluar radius jangkauan tsunami 5 kilometer Pengujian Sistem dengan Radius 7 km Pada sesi ketiga ini, sistem pengujian dilakukan dengan inputan 7 kilometer sebagai radius tsunami. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel hasil pengujian sistem dengan nilai inputan radius 7 km, menunjukkan bahwa algoritma Ant Colony System dapat menemukan rute terpendek setiap titik kawasan yang berada di dalam radius tsunami menuju ke tempat yang aman dari terjangan tsunami, titik diluar radius tsunami. Sehingga rute terpendek tersebut dapat digunakan untuk jalur evakuasi tsunami. Jalur evakuasi diambil dari nama titik-titik yang membangun rute terpendek tersebut. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan rute tersebut adalah

78 65 sekitar 1 menit 53.5 detik. Sebagian dari hasil pencarian rute dapat dilihat pada gambar Tabel 4.6 Hasil Pengujian Sistem dengan Nilai Inputan Radius 7 km Kawasan Panjang yang Titik Waktu Jalur Evakuasi Rute terkena Tujuan (detik) (m) tsunami t46 t46- t54- t55- t56- t75- t98- t202- t t343- t357- t384- t399- t404 Aman 2:23.0 t2 t2- t8- t27- t56- t75- t98- t202- t343- t t357- t384- t399- t403 Aman 3:43.8 t82 t82- t87- t88- t89- t80- t75- t98- t202- t t343- t357- t400- t384- t399- t404 Aman 3:56.8 Kawasan Panjang yang Jalur Evakuasi Rute terkena (m) tsunami t119- t122- t123- t111- t184- t186- t119 t185- t187- t188- t190- t416- t192- t193- t429- t386- t200- t201- t t343- t357- t400- t401- t405- t95 t95- t92- t90- t96- t97- t98- t202- t343- t357- t384- t399- t t469 t469- t t225- t226- t227- t238- t418- t200- t225 t201- t202- t343- t357- t384- t t404 t203 t203- t187- t188- t219- t214- t225- t238- t418- t200- t386- t201- t Titik Tujuan t405 Aman t404 Aman t445 Aman t404 Aman t404 Aman Waktu (detik) 2:10.4 2: :31.3 2:08.4

79 66 t343- t357- t384- t399- t404 t249 t249- t246- t415- t248- t247- t264- t250- t237- t236- t235- t234- t239- t243- t322- t324- t325- t326- t327- t468- t337- t347- t348- t383- t379- t382- t389- t392- t t437 t437- t440- t t468 t468- t337- t347- t348- t383- t382- t389- t392- t t151- t134- t136- t168- t167- t166- t151 t192- t416- t429- t386- t201- t t343- t357- t384- t399- t404 t393 Aman t459 Aman t393 Aman t404 Aman 2: :45.7 2:38.9 Gambar 4.16 Hasil Pencarian Rute Kawasan pada Radius 7 km Gambar 4.16 menunjukkan rute terpendek yang didapat oleh sistem. Rute tersebut mempunyai titik awal t2 yang berada di radius jangkauan

80 67 tsunami. Sistem kemudian menentukan rute terpendek menuju daerah aman yang berada diluar radius jangkauan tsunami 7 kilometer.

81 Gambar 4.15 Hasil Pencarian Rute Seluruh Kawasan pada Radius 7 km 68

82 69 t82 t118 t117 t124 t127 t101 t103 t104 t128 t95 t92 t96 t87 t91 t88 t89 t90 t81 t80 t133 t97 t98 t75 t56

PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO

PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO PERANCANGAN SISTEM PENENTUAN RUTE TERPENDEK JALUR EVAKUASI TSUNAMI DENGAN ALGORITMA ANT COLONY (STUDI KASUS: BELAWAN) SKRIPSI EKO VERDIANTO 081401034 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Tsunami Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Sistem yang Berjalan Analisa sistem yang berjalan bertujuan untuk mengidentifikasi persoalanpersoalan yang muncul dalam pembuatan sistem, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB UNTUK MENENTUKAN JARAK TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA (Studi Kasus : Plaza / Mall Dikota Medan)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB UNTUK MENENTUKAN JARAK TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA (Studi Kasus : Plaza / Mall Dikota Medan) SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB UNTUK MENENTUKAN JARAK TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA (Studi Kasus : Plaza / Mall Dikota Medan) SKRIPSI ADLY AZHARY 101421060 PROGRAM STUDI S1 EKSTENSI

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KELAYAKAN CALON ASISTEN LABORATORIUM BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN ALGORITMA ITERATIVE DICHOTOMISER 3 (ID3)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KELAYAKAN CALON ASISTEN LABORATORIUM BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN ALGORITMA ITERATIVE DICHOTOMISER 3 (ID3) iii SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KELAYAKAN CALON ASISTEN LABORATORIUM BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN ALGORITMA ITERATIVE DICHOTOMISER 3 (ID3) SKRIPSI VITO ERPINDO 101401027 PROGRAM STUDI S1 ILMU

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MOBILE TRACKING MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY OPTIMIZATION DAN GOOGLE MAPS API SKRIPSI DONNY SANJAYA

IMPLEMENTASI MOBILE TRACKING MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY OPTIMIZATION DAN GOOGLE MAPS API SKRIPSI DONNY SANJAYA IMPLEMENTASI MOBILE TRACKING MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY OPTIMIZATION DAN GOOGLE MAPS API SKRIPSI DONNY SANJAYA 111421056 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENUJU PELABUHAN BELAWAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENUJU PELABUHAN BELAWAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI 1 IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENUJU PELABUHAN BELAWAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI DEFI RAKHMAWATI 091421023 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Jan Alif Kreshna, Satria Perdana Arifin, ST, MTI., Rika Perdana Sari, ST, M.Eng. Politeknik Caltex Riau Jl. Umbansari 1 Rumbai,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE EXHAUSTIVE SEARCH UNTUK MENENTUKAN SHORTEST PATH ANTAR PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI SILVIA NINGSIH PRATIWI

IMPLEMENTASI METODE EXHAUSTIVE SEARCH UNTUK MENENTUKAN SHORTEST PATH ANTAR PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI SILVIA NINGSIH PRATIWI IMPLEMENTASI METODE EXHAUSTIVE SEARCH UNTUK MENENTUKAN SHORTEST PATH ANTAR PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI SILVIA NINGSIH PRATIWI 121421082 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

SKRIPSI SURI SYAHFITRI

SKRIPSI SURI SYAHFITRI ANALISIS PERBANDINGAN METODE LOW BIT CODING DAN LEAST SIGNIFICANT BIT UNTUK DIGITAL WATERMARKING PADA FILE WMA SKRIPSI SURI SYAHFITRI 091401013 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENCARIAN LOKASI RUMAH SAKIT BERBASIS MOBILE GIS PADA PLATFORM ANDROID (STUDI KASUS : KOTA MEDAN) SKRIPSI

IMPLEMENTASI ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENCARIAN LOKASI RUMAH SAKIT BERBASIS MOBILE GIS PADA PLATFORM ANDROID (STUDI KASUS : KOTA MEDAN) SKRIPSI IMPLEMENTASI ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENCARIAN LOKASI RUMAH SAKIT BERBASIS MOBILE GIS PADA PLATFORM ANDROID (STUDI KASUS : KOTA MEDAN) SKRIPSI YUSTINA 081401028 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK YAAYU

ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK YAAYU ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK YAAYU 060803040 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MEDAN 2012 ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS PENYAKIT TANAMAN KARET MENGGUNAKAN METODE FAKTOR KEPASTIAN (CERTAINTY FACTOR) PADA SMARTPHONE

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS PENYAKIT TANAMAN KARET MENGGUNAKAN METODE FAKTOR KEPASTIAN (CERTAINTY FACTOR) PADA SMARTPHONE i ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS PENYAKIT TANAMAN KARET MENGGUNAKAN METODE FAKTOR KEPASTIAN (CERTAINTY FACTOR) PADA SMARTPHONE SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS LOKASI WISATA MENGGUNAKAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS : KOTA PEKANBARU) SKRIPSI LIRA MELADYA

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS LOKASI WISATA MENGGUNAKAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS : KOTA PEKANBARU) SKRIPSI LIRA MELADYA PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS LOKASI WISATA MENGGUNAKAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS : KOTA PEKANBARU) SKRIPSI LIRA MELADYA 071401013 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA DALAM PENENTUAN RUTE TERPENDEK BERBASIS MOBILE GIS (STUDI KASUS: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA) SKRIPSI

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA DALAM PENENTUAN RUTE TERPENDEK BERBASIS MOBILE GIS (STUDI KASUS: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA) SKRIPSI IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA DALAM PENENTUAN RUTE TERPENDEK BERBASIS MOBILE GIS (STUDI KASUS: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA) SKRIPSI JOHANNES HUTABARAT 081401067 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PENENTUAN JALUR KRITIS DARI SUATU JARINGAN KERJA PROYEK SKRIPSI AYU NURIANA SEBAYANG

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PENENTUAN JALUR KRITIS DARI SUATU JARINGAN KERJA PROYEK SKRIPSI AYU NURIANA SEBAYANG PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PENENTUAN JALUR KRITIS DARI SUATU JARINGAN KERJA PROYEK SKRIPSI AYU NURIANA SEBAYANG 041401047 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ANANDA PUTRI RITONGA

SKRIPSI ANANDA PUTRI RITONGA PERBANDINGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN CALON KETUA OSIS PADA SMK SWASTA NUSA PENIDA MEDAN DENGAN METODESIMPLE ADDITIVE WEIGHTING&WEIGHTED SUMMODEL BERBASIS ANDROID SKRIPSI ANANDA PUTRI RITONGA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY NATURE OF WHITESPACE (SNOW) BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE WHITESPACE SKRIPSI POPPY TANIA

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY NATURE OF WHITESPACE (SNOW) BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE WHITESPACE SKRIPSI POPPY TANIA 1 IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY NATURE OF WHITESPACE (SNOW) BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE WHITESPACE SKRIPSI POPPY TANIA 101401018 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai salah satu bidang ilmu yang tergolong baru, saat ini telah mampu menyelesaikan masalah routing, baik untuk masalah pencarian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MASALAH

BAB IV ANALISIS MASALAH BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Tampilan Program Persoalan TSP yang dibahas pada tugas akhir ini memiliki kompleksitas atau ruang solusi yang jauh lebih besar dari TSP biasa yakni TSP asimetris dan simetris.

Lebih terperinci

SKRIPSI AGUS PRABOWO PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

SKRIPSI AGUS PRABOWO PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DAN WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DALAM MENENTUKAN SEKOLAH DASAR (SD) TERBAIK DI KABUPATEN ACEH TENGAH SKRIPSI AGUS PRABOWO 101401019

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN)

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN) IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN) DRAFT SKRIPSI RAJO PANANGIAN HARAHAP 111421045 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASIALGORITMAFLOYD WARSHALL DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK (MEDAN - BANDARA KUALA NAMU) SKRIPSI RINI CHAIRANI HARAHAP

IMPLEMENTASIALGORITMAFLOYD WARSHALL DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK (MEDAN - BANDARA KUALA NAMU) SKRIPSI RINI CHAIRANI HARAHAP IMPLEMENTASIALGORITMAFLOYD WARSHALL DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK (MEDAN - BANDARA KUALA NAMU) SKRIPSI RINI CHAIRANI HARAHAP 121421090 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 1411-6669 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika APLIKASI ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA CHEAPEST

Lebih terperinci

ANALISIS ASIMTOTIK DAN REAL TIME MENGGUNAKAN ALGORITMA L-DEQUE DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK ANTAR KANTOR CABANG BANK MANDIRI DI KOTA MEDAN SKRIPSI

ANALISIS ASIMTOTIK DAN REAL TIME MENGGUNAKAN ALGORITMA L-DEQUE DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK ANTAR KANTOR CABANG BANK MANDIRI DI KOTA MEDAN SKRIPSI 1 ANALISIS ASIMTOTIK DAN REAL TIME MENGGUNAKAN ALGORITMA L-DEQUE DALAM MENENTUKAN JARAK TERPENDEK ANTAR KANTOR CABANG BANK MANDIRI DI KOTA MEDAN SKRIPSI FACHROZI FAHMI 141421117 PROGRAM STUDI EKSTENSI

Lebih terperinci

APLIKASI PEMETAAN RUTE TERPENDEK FASILITAS UMUM DIKOTA BINJAI DALAM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT SKRIPSI

APLIKASI PEMETAAN RUTE TERPENDEK FASILITAS UMUM DIKOTA BINJAI DALAM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT SKRIPSI APLIKASI PEMETAAN RUTE TERPENDEK FASILITAS UMUM DIKOTA BINJAI DALAM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT SKRIPSI JENITA HEPTANI 071401003 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graph 2.1.1 Definisi Graph Graf didefinisikan dengan G = (V, E), di mana V adalah himpunan tidak kosong dari vertex-vertex = {v1, v2, v3,...,vn} dan E adalah himpunan sisi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA QUICKSORT, 3 WAY QUICKSORT, DAN RADIXSORT SKRIPSI PLOREN PERONICA PASARIBU

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA QUICKSORT, 3 WAY QUICKSORT, DAN RADIXSORT SKRIPSI PLOREN PERONICA PASARIBU ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA QUICKSORT, 3 WAY QUICKSORT, DAN RADIXSORT SKRIPSI PLOREN PERONICA PASARIBU 131421038 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP 111421055 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis Ada beberapa pengertian dari sistem informasi geografis, diantaranya yaitu: a) Purwadhi (1994) dalam

Lebih terperinci

SISTEM PENGANTARAN MAKANAN DENGAN PENDAYAGUNAAN VEHICLE MENGGUNAKAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DAN ALGORITMA A STAR (A*) SKRIPSI

SISTEM PENGANTARAN MAKANAN DENGAN PENDAYAGUNAAN VEHICLE MENGGUNAKAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DAN ALGORITMA A STAR (A*) SKRIPSI SISTEM PENGANTARAN MAKANAN DENGAN PENDAYAGUNAAN VEHICLE MENGGUNAKAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DAN ALGORITMA A STAR (A*) SKRIPSI ELITA SARI LUBIS 121402041 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

SIG DAN AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN KOTA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD HANAFI

SIG DAN AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN KOTA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD HANAFI SIG DAN AHP UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERENCANAAN WILAYAH INDUSTRI DAN PEMUKIMAN KOTA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD HANAFI 071401008 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA KNUTH-MORRIS-PRATH STRING MATCHING UNTUK MENCARI KATA ATAU ISTILAH PADA KAMUS KOMPUTER BERBASIS ANDROID.

IMPLEMENTASI ALGORITMA KNUTH-MORRIS-PRATH STRING MATCHING UNTUK MENCARI KATA ATAU ISTILAH PADA KAMUS KOMPUTER BERBASIS ANDROID. IMPLEMENTASI ALGORITMA KNUTH-MORRIS-PRATH STRING MATCHING UNTUK MENCARI KATA ATAU ISTILAH PADA KAMUS KOMPUTER BERBASIS ANDROID. SKRIPSI INDAH MUSTIKA TANJUNG 121421004 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencarian rute terpendek merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari, berbagai kalangan menemui masalah yang sama dalam pencarian rute terpendek (shortest path) dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Permasalahan transportasi yang terjadi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi membuat para pengguna jasa transportasi berpikir untuk dapat meminimalisasi biaya yang dikeluarkan.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA TERNARY COMMA CODE (TCC) DAN LEVENSTEIN CODE DALAM KOMPRESI FILE TEXT SKRIPSI ZULAIHA YULANDARI

PERBANDINGAN ALGORITMA TERNARY COMMA CODE (TCC) DAN LEVENSTEIN CODE DALAM KOMPRESI FILE TEXT SKRIPSI ZULAIHA YULANDARI PERBANDINGAN ALGORITMA TERNARY COMMA CODE (TCC) DAN LEVENSTEIN CODE DALAM KOMPRESI FILE TEXT SKRIPSI ZULAIHA YULANDARI 121401140 PROGRAM STUDI S-1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO)

Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) Juanda Hakim Lubis Prorgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA BLOWFISH PADA APLIKASI ENKRIPSI DAN DEKRIPSI CITRA BERBASIS WINDOWS SKRIPSI AHDA ANDI KURNIA

IMPLEMENTASI ALGORITMA BLOWFISH PADA APLIKASI ENKRIPSI DAN DEKRIPSI CITRA BERBASIS WINDOWS SKRIPSI AHDA ANDI KURNIA IMPLEMENTASI ALGORITMA BLOWFISH PADA APLIKASI ENKRIPSI DAN DEKRIPSI CITRA BERBASIS WINDOWS SKRIPSI AHDA ANDI KURNIA 111401104 PROGRAM STUDI S-1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI VIGENÉRE CIPHER DENGAN METODE LINEAR FEEDBACK SHIFT REGISTER PADA TEXT

IMPLEMENTASI VIGENÉRE CIPHER DENGAN METODE LINEAR FEEDBACK SHIFT REGISTER PADA TEXT IMPLEMENTASI VIGENÉRE CIPHER DENGAN METODE LINEAR FEEDBACK SHIFT REGISTER PADA TEXT RIA FIRGI YANI 081401095 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI ) ISSN: `1907-5022 Yogyakarta, 19 Juni STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN

Lebih terperinci

METODE HYBRID (BAYES DAN MULTIFACTOR EVALUATION PROCESS) DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SKRIPSI KHAIRUN NISA

METODE HYBRID (BAYES DAN MULTIFACTOR EVALUATION PROCESS) DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SKRIPSI KHAIRUN NISA METODE HYBRID (BAYES DAN MULTIFACTOR EVALUATION PROCESS) DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SKRIPSI KHAIRUN NISA 111401024 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPE KEPRIBADIAN BERBASIS ANDROID DENGAN METODE CASE BASED REASONING (CBR) SKRIPSI TIANY DWI LESTARI

PENENTUAN TIPE KEPRIBADIAN BERBASIS ANDROID DENGAN METODE CASE BASED REASONING (CBR) SKRIPSI TIANY DWI LESTARI PENENTUAN TIPE KEPRIBADIAN BERBASIS ANDROID DENGAN METODE CASE BASED REASONING (CBR) SKRIPSI TIANY DWI LESTARI 131421062 PROGRAM STUDI EKSTENSI S-1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MASSEY-OMURA CRYPTOSYSTEM DAN LEHMANN PRIME GENERATOR UNTUK KEAMANAN PADA MOZILLA THUNDERBIRD SKRIPSI

IMPLEMENTASI MASSEY-OMURA CRYPTOSYSTEM DAN LEHMANN PRIME GENERATOR UNTUK KEAMANAN  PADA MOZILLA THUNDERBIRD SKRIPSI IMPLEMENTASI MASSEY-OMURA CRYPTOSYSTEM DAN LEHMANN PRIME GENERATOR UNTUK KEAMANAN EMAIL PADA MOZILLA THUNDERBIRD SKRIPSI TENGKU SURYA PRAMANA 081401010 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Perancangan Sistem Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian komputerisasi yang dimaksud, mengidentifikasi dan mengevaluasi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA BRUTE FORCE DAN ALGRITMA KNUTH-MORRIS-PRATT (KMP) DALAM PENCARIAN WORD SUGGESTION SKRIPSI ADLI ABDILLAH NABABAN

IMPLEMENTASI ALGORITMA BRUTE FORCE DAN ALGRITMA KNUTH-MORRIS-PRATT (KMP) DALAM PENCARIAN WORD SUGGESTION SKRIPSI ADLI ABDILLAH NABABAN IMPLEMENTASI ALGORITMA BRUTE FORCE DAN ALGRITMA KNUTH-MORRIS-PRATT (KMP) DALAM PENCARIAN WORD SUGGESTION SKRIPSI ADLI ABDILLAH NABABAN 131421065 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE WEIGHTED PRODUCT DAN SIMPLE MULTI- ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE DALAM MENENTUKAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KARET SKRIPSI

PERBANDINGAN METODE WEIGHTED PRODUCT DAN SIMPLE MULTI- ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE DALAM MENENTUKAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KARET SKRIPSI PERBANDINGAN METODE WEIGHTED PRODUCT DAN SIMPLE MULTI- ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE DALAM MENENTUKAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KARET SKRIPSI SAMSUL BAHRI 101401053 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LOWPASS FILTERING DAN HIGHPASS FILTERING UNTUK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI LOWPASS FILTERING DAN HIGHPASS FILTERING UNTUK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL IMPLEMENTASI LOWPASS FILTERING DAN HIGHPASS FILTERING UNTUK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL SKRIPSI EFRIENNI TAMPUBOLON 091401026 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

SKRIPSI BILQIS

SKRIPSI BILQIS ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN ALGORITMA ONE TIME PAD (OTP) DENGAN PEMBANGKIT BILANGAN ACAK LINEAR CONGRUENTIAL GENERATOR (LCG) SKRIPSI BILQIS 081401072 PROGRAM STUDI S1 ILMU

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan 2.1.1 Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar Penjadwalan terkait pada aktivitas dalam hal untuk membuat sebuah jadwal. Sebuah jadwal adalah sebuah tabel dari

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA KOMPRESI ARITHMETIC CODING PADA FILE TEKS DAN CITRA DIGITAL SKRIPSI SARIFAH

ANALISIS KINERJA DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA KOMPRESI ARITHMETIC CODING PADA FILE TEKS DAN CITRA DIGITAL SKRIPSI SARIFAH ANALISIS KINERJA DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA KOMPRESI ARITHMETIC CODING PADA FILE TEKS DAN CITRA DIGITAL SKRIPSI SARIFAH 061401090 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS DUPLICATE FILE FINDER MENGGUNAKAN METODE MD5 HASH SKRIPSI WAHYUNI FARAH JUWITA

ANALISIS DUPLICATE FILE FINDER MENGGUNAKAN METODE MD5 HASH SKRIPSI WAHYUNI FARAH JUWITA ANALISIS DUPLICATE FILE FINDER MENGGUNAKAN METODE MD5 HASH SKRIPSI WAHYUNI FARAH JUWITA 111421081 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI CITRA MENGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WALSH-HADAMARD DENGAN RUN LENGTH ENCODING(RLE) DRAFT SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI CITRA MENGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WALSH-HADAMARD DENGAN RUN LENGTH ENCODING(RLE) DRAFT SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI CITRA MENGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WALSH-HADAMARD DENGAN RUN LENGTH ENCODING(RLE) DRAFT SKRIPSI RACHMI HANDRIYATI 081401036 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA FIXED LENGTH BINARY ENCODING (FLBE) DENGAN VARIABLE LENGTH BINARY ENCODING (VLBE) DALAM KOMPRESI TEXT FILE SKRIPSI

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA FIXED LENGTH BINARY ENCODING (FLBE) DENGAN VARIABLE LENGTH BINARY ENCODING (VLBE) DALAM KOMPRESI TEXT FILE SKRIPSI PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA FIXED LENGTH BINARY ENCODING (FLBE) DENGAN VARIABLE LENGTH BINARY ENCODING (VLBE) DALAM KOMPRESI TEXT FILE SKRIPSI DEBORA VILIANA 121421016 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktual dan optimal. Penggunaan teknologi informasi bertujuan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. aktual dan optimal. Penggunaan teknologi informasi bertujuan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah membawa manusia memasuki kehidupan yang berdampingan dengan informasi dan teknologi itu sendiri. Yang berdampak pada

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN PERFORMANCE SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) SKRIPSI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN PERFORMANCE SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) SKRIPSI PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN PERFORMANCE SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) SKRIPSI REZA FERIANSYAH 071401023 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REMOTE KOMPUTER PADA JARINGAN LOCAL AREA NETWORK (LAN) BERBASIS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) SKRIPSI

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REMOTE KOMPUTER PADA JARINGAN LOCAL AREA NETWORK (LAN) BERBASIS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) SKRIPSI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REMOTE KOMPUTER PADA JARINGAN LOCAL AREA NETWORK (LAN) BERBASIS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) SKRIPSI REZA ELFAHMI 061401093 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG Achmad Hambali Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS Kampus PENS-ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60 Telp (+6)3-59780, 596, Fax. (+6)3-596 Email : lo7thdrag@ymail.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu dapat dilakukan dengan se-efisien mungkin. Sama halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu dapat dilakukan dengan se-efisien mungkin. Sama halnya dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu faktor penunjang perkembangan zaman. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka segala sesuatu dapat dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMAL-DEQUE DANALGORITMA BELLMAN-FORD DALAM MENCARI JARAK TERPENDEK SKRIPSI

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMAL-DEQUE DANALGORITMA BELLMAN-FORD DALAM MENCARI JARAK TERPENDEK SKRIPSI ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMAL-DEQUE DANALGORITMA BELLMAN-FORD DALAM MENCARI JARAK TERPENDEK SKRIPSI NATASHA MAHARANI SIREGAR 121401099 PROGRAM STUDI S-1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN

Lebih terperinci

SIMULASI PENCARIAN JARAK TERDEKAT (SHORTEST PATH) DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA A* (STUDI KASUS PADA PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI MEDAN) SKRIPSI

SIMULASI PENCARIAN JARAK TERDEKAT (SHORTEST PATH) DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA A* (STUDI KASUS PADA PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI MEDAN) SKRIPSI SIMULASI PENCARIAN JARAK TERDEKAT (SHORTEST PATH) DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA A* (STUDI KASUS PADA PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI MEDAN) SKRIPSI DINA SYAHFITRI 101421030 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 PERBANDINGAN HASIL WATERMARKING PADA VIDEO AVI DENGAN MP4 MENGGUNAKAN ALGORITMA ECHO DATA HIDING SKRIPSI OLEH JUANDA 081401006 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (Studi Kasus pada PT Tanindo Subur Prima) SKRIPSI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (Studi Kasus pada PT Tanindo Subur Prima) SKRIPSI PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (Studi Kasus pada PT Tanindo Subur Prima) SKRIPSI LUNAWATI 071401045 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALGORITMA ARITHMETIC CODING DALAM KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI DEBI MAULINA SIREGAR

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALGORITMA ARITHMETIC CODING DALAM KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI DEBI MAULINA SIREGAR ANALISIS DAN PERANCANGAN ALGORITMA ARITHMETIC CODING DALAM KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI DEBI MAULINA SIREGAR 091421018 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KOMBINASI METODE HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING (RLE) UNTUK KOMPRESI CITRA SKRIPSI MUHAMMAD SAID ALKHUDRI

IMPLEMENTASI KOMBINASI METODE HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING (RLE) UNTUK KOMPRESI CITRA SKRIPSI MUHAMMAD SAID ALKHUDRI IMPLEMENTASI KOMBINASI METODE HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING (RLE) UNTUK KOMPRESI CITRA SKRIPSI MUHAMMAD SAID ALKHUDRI 081401070 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA DYNAMIC MARKOV COMPRESSION (DMC) PADA FILE TEXT

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA DYNAMIC MARKOV COMPRESSION (DMC) PADA FILE TEXT IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA DYNAMIC MARKOV COMPRESSION (DMC) PADA FILE TEXT SKRIPSI FIKTARUDDIN 091401075 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE GENERATE AND TEST DALAM PENYELESAIAN PUZZLE 2048 BERBASIS MOBILE SKRIPSI

IMPLEMENTASI METODE GENERATE AND TEST DALAM PENYELESAIAN PUZZLE 2048 BERBASIS MOBILE SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE GENERATE AND TEST DALAM PENYELESAIAN PUZZLE 2048 BERBASIS MOBILE SKRIPSI DEVINA PRATIWI HALIM 101401094 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE TERPENDEK UNTUK DISTRIBUSI PAKET POS MENGGUNAKAN ALGORITMA FLOYD WARSHALL SKRIPSI AHMAD NAZAM

PENENTUAN RUTE TERPENDEK UNTUK DISTRIBUSI PAKET POS MENGGUNAKAN ALGORITMA FLOYD WARSHALL SKRIPSI AHMAD NAZAM PENENTUAN RUTE TERPENDEK UNTUK DISTRIBUSI PAKET POS MENGGUNAKAN ALGORITMA FLOYD WARSHALL SKRIPSI AHMAD NAZAM 091402101 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 IMPLEMENTASI PERBANDINGAN METODE PROFILE MATCHING DAN SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM PENILAIAN KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI SUMATERA UTARA) SKRIPSI IBRAHIM

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI

PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI PENERAPAN METODE WEIGHTED PRODUCT MODEL (WPM) DAN WEIGHTED SUM MODEL (WSM) DALAM PENENTUAN PRODUK YANG AKAN DIPASARKAN PADA ONLINE SHOP SKRIPSI ADE RIZKA 131421057 PROGRAM STUDI EKSTENSI S-1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERBANDINGAN ALGORITMA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN ALGORITMA SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM PEMILIHAN WEBSITE HOSTING

IMPLEMENTASI PERBANDINGAN ALGORITMA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN ALGORITMA SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM PEMILIHAN WEBSITE HOSTING IMPLEMENTASI PERBANDINGAN ALGORITMA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN ALGORITMA SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DALAM PEMILIHAN WEBSITE HOSTING SKRIPSI PUSPITA TRI UTAMI 121421101 PROGRAM STUDI EKSTENSI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 TEORI GRAF 2.1.1 Definisi Definisi 2.1 (Munir, 2009, p356) Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN PERBANDINGAN METODE MIDPOINT FILTER DAN Yp MEAN FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL SKRIPSI FANNY FAIRINA N

IMPLEMENTASI DAN PERBANDINGAN METODE MIDPOINT FILTER DAN Yp MEAN FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL SKRIPSI FANNY FAIRINA N IMPLEMENTASI DAN PERBANDINGAN METODE MIDPOINT FILTER DAN Yp MEAN FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL SKRIPSI FANNY FAIRINA N 101401088 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STEGANOGRAFI DATA TEKS KE DALAM FILE AUDIO MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN MODIFIED LEAST SIGNIFICANT BIT (MLSB)

PERBANDINGAN STEGANOGRAFI DATA TEKS KE DALAM FILE AUDIO MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN MODIFIED LEAST SIGNIFICANT BIT (MLSB) PERBANDINGAN STEGANOGRAFI DATA TEKS KE DALAM FILE AUDIO MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN MODIFIED LEAST SIGNIFICANT BIT (MLSB) DRAFT SKRIPSI NICOLAS O. BARUS 081401044 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. TIKI (Abadi Express) adalah perusahaan jasa yang menerima pengiriman paket dan paket tersebut akan diantar kealamat tujuan. Para kurir yang bertugas mengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan daerah tujuan wisatawan domestik dan internasional yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan daerah tujuan wisatawan domestik dan internasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pulau Bintan yang terdiri dari dua daerah administratif yaitu Pemerintah Kabupaten Bintan dan Pemerintah Kota Tanjungpinang merupakan daerah tujuan wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi kapas seperti kapas kecantikan dengan merek Selection Cotton.

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi kapas seperti kapas kecantikan dengan merek Selection Cotton. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit,

Lebih terperinci

SISTEM PERPARKIRAN SECARA VISUAL MAP BERBASIS LOCAL AREA NETWORK (LAN) DRAFT SKRIPSI ALPIRIYANDI

SISTEM PERPARKIRAN SECARA VISUAL MAP BERBASIS LOCAL AREA NETWORK (LAN) DRAFT SKRIPSI ALPIRIYANDI SISTEM PERPARKIRAN SECARA VISUAL MAP BERBASIS LOCAL AREA NETWORK (LAN) DRAFT SKRIPSI ALPIRIYANDI 071401092 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

SKRIPSI DEBI SULARMAN HUTABALIAN

SKRIPSI DEBI SULARMAN HUTABALIAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENENTUKAN RUTE TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA BERBASIS WEB (STUDI KASUS PADA SALAH SATU BIMBINGAN BELAJAR DI KOTA MEDAN) SKRIPSI DEBI SULARMAN HUTABALIAN 101421041

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIG BERBASIS WEB OBJEK WISATA KOTA BINJAI DENGAN ALGORITMA A* SKRIPSI ZAINUDDIN SIREGAR

PERANCANGAN SIG BERBASIS WEB OBJEK WISATA KOTA BINJAI DENGAN ALGORITMA A* SKRIPSI ZAINUDDIN SIREGAR PERANCANGAN SIG BERBASIS WEB OBJEK WISATA KOTA BINJAI DENGAN ALGORITMA A* SKRIPSI ZAINUDDIN SIREGAR 081401018 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA PENCOCOKAN STRING KNUTH-MORRIS- PRATT DALAM PEMBUATAN KAMUS KEDOKTERAN PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI

IMPLEMENTASI ALGORITMA PENCOCOKAN STRING KNUTH-MORRIS- PRATT DALAM PEMBUATAN KAMUS KEDOKTERAN PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI IMPLEMENTASI ALGORITMA PENCOCOKAN STRING KNUTH-MORRIS- PRATT DALAM PEMBUATAN KAMUS KEDOKTERAN PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI ARIEF TRY HIDAYAT 101401080 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA HORSPOOL DALAM PEMBUATAN KAMUS ISTILAH PSIKOLOGI PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI ADE MUTIARA KARTIKA DEWI NASUTION

IMPLEMENTASI ALGORITMA HORSPOOL DALAM PEMBUATAN KAMUS ISTILAH PSIKOLOGI PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI ADE MUTIARA KARTIKA DEWI NASUTION IMPLEMENTASI ALGORITMA HORSPOOL DALAM PEMBUATAN KAMUS ISTILAH PSIKOLOGI PADA PLATFORM ANDROID SKRIPSI ADE MUTIARA KARTIKA DEWI NASUTION 121401059 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENDETEKSI GARIS TEPI PADA CITRA DIGITAL ANTARA METODE EDGE LINKING DAN OPERATOR SOBEL SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN PENDETEKSI GARIS TEPI PADA CITRA DIGITAL ANTARA METODE EDGE LINKING DAN OPERATOR SOBEL SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN PENDETEKSI GARIS TEPI PADA CITRA DIGITAL ANTARA METODE EDGE LINKING DAN OPERATOR SOBEL SKRIPSI PUTRA MAQRIFAD QALBI FAHZUANTA 061401007 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

DESAIN ROUTING INFORMATION PROTOCOL PADA JARINGAN KOMPUTER DENGAN PENGALOKASIAN JUMLAH HOST PER JARINGAN BERDASARKAN VLSM SKRIPSI

DESAIN ROUTING INFORMATION PROTOCOL PADA JARINGAN KOMPUTER DENGAN PENGALOKASIAN JUMLAH HOST PER JARINGAN BERDASARKAN VLSM SKRIPSI 1 DESAIN ROUTING INFORMATION PROTOCOL PADA JARINGAN KOMPUTER DENGAN PENGALOKASIAN JUMLAH HOST PER JARINGAN BERDASARKAN VLSM SKRIPSI MHD ABDI WAHYUDA LUBIS 111402003 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI HOPPING SPREAD SPECTRUM KE DALAM FILE VIDEO SKRIPSI

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI HOPPING SPREAD SPECTRUM KE DALAM FILE VIDEO SKRIPSI IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI HOPPING SPREAD SPECTRUM KE DALAM FILE VIDEO SKRIPSI RICKY STEVEN 111401052 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Malang, 1 Agustus 2013 Pembimbing Dra. Sapti Wahyuningsih,M.Si NIP 1962121 1198812 2 001 Penulis Siti Hasanah NIP 309312426746

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI FILE VIDEO DENGAN MOTION PICTURE EXPERT GROUP-4 DAN FLASH VIDEO DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI FILE VIDEO DENGAN MOTION PICTURE EXPERT GROUP-4 DAN FLASH VIDEO DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN KOMPRESI FILE VIDEO DENGAN MOTION PICTURE EXPERT GROUP-4 DAN FLASH VIDEO DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN SKRIPSI NUZUL SAKINAH LUBIS 081401056 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN SPESIFIKASI KOMPUTER RAKITAN DENGAN ALGORITMA DEPTH FIRST SEARCH BERBASIS WEB SKRIPSI

PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN SPESIFIKASI KOMPUTER RAKITAN DENGAN ALGORITMA DEPTH FIRST SEARCH BERBASIS WEB SKRIPSI PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN SPESIFIKASI KOMPUTER RAKITAN DENGAN ALGORITMA DEPTH FIRST SEARCH BERBASIS WEB SKRIPSI BAMBANG BUDIARTO 061401025 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (SPK) DENGAN METODE FUZZY LOGIC DAN PROFILE MATCHING DALAM SELEKSI PEMAIN FUTSAL (STUDI KASUS:PRA PON FUTSAL SUMATERA UTARA) SKRIPSI M IQBAL LUBIS 111401082 PROGRAM

Lebih terperinci

SKRIPSI SHERLY MELISA SEMBIRING

SKRIPSI SHERLY MELISA SEMBIRING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KELAYAKAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DAN SIMPLE MULTI - ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE (SMART)

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI STEGANALISIS PADA MEDIA CITRA BMP DENGAN METODE ENHANCED LEAST SIGNIFICANT BIT SKRIPSI DESMAWATI

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI STEGANALISIS PADA MEDIA CITRA BMP DENGAN METODE ENHANCED LEAST SIGNIFICANT BIT SKRIPSI DESMAWATI ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI STEGANALISIS PADA MEDIA CITRA BMP DENGAN METODE ENHANCED LEAST SIGNIFICANT BIT SKRIPSI DESMAWATI 091421063 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN OPERATOR TERBAIK MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (STUDI KASUS: CBOC REGIONAL 1/ PT. TELEKOMUNIKASI, TBK.

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN OPERATOR TERBAIK MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (STUDI KASUS: CBOC REGIONAL 1/ PT. TELEKOMUNIKASI, TBK. SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN OPERATOR TERBAIK MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (STUDI KASUS: CBOC REGIONAL 1/ PT. TELEKOMUNIKASI, TBK.) DRAF SKRIPSI ANDRIAN HAMZANI 071401057 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY PADA ALAT MUSIK BONANG JAWA BERBASIS ANDROID SKRIPSI HAMDAN AKHIRRUDDIN SIREGAR

IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY PADA ALAT MUSIK BONANG JAWA BERBASIS ANDROID SKRIPSI HAMDAN AKHIRRUDDIN SIREGAR IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY PADA ALAT MUSIK BONANG JAWA BERBASIS ANDROID SKRIPSI HAMDAN AKHIRRUDDIN SIREGAR 131421081 PROGRAM EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMA L-QUEUE DAN ALGORITMA FLOYD DALAM PENENTUAN LINTASAN TERPENDEK PADA GRAPH SKRIPSI

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMA L-QUEUE DAN ALGORITMA FLOYD DALAM PENENTUAN LINTASAN TERPENDEK PADA GRAPH SKRIPSI ANALISIS DAN PERBANDINGAN ALGORITMA L-QUEUE DAN ALGORITMA FLOYD DALAM PENENTUAN LINTASAN TERPENDEK PADA GRAPH SKRIPSI DHIKA HANDAYANI RANGKUTI 121401110 PROGRAM STUDI S-1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY (AR) PADA PENGENALAN HARDWARE KOMPUTER BERBASIS ANDROID SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY

IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY (AR) PADA PENGENALAN HARDWARE KOMPUTER BERBASIS ANDROID SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY (AR) PADA PENGENALAN HARDWARE KOMPUTER BERBASIS ANDROID SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY 131421033 PROGRAM EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

APLIKASI MENGHITUNG NETWORK ADDRESS, BROADCAST ADDRESS, TOTAL HOST, TOTAL HOST VALID DAN KELAS DARI SEBUAH IP VERSI 4 MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.

APLIKASI MENGHITUNG NETWORK ADDRESS, BROADCAST ADDRESS, TOTAL HOST, TOTAL HOST VALID DAN KELAS DARI SEBUAH IP VERSI 4 MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6. APLIKASI MENGHITUNG NETWORK ADDRESS, BROADCAST ADDRESS, TOTAL HOST, TOTAL HOST VALID DAN KELAS DARI SEBUAH IP VERSI 4 MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 TUGAS AKHIR M.HABIE FAWWAZ SAMAD SULAIMAN HASIBUAN 082406043

Lebih terperinci