Proses Pembuatan Kebijakan (Rational Model)
|
|
- Herman Agus Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Proses Pembuatan Kebijakan (Rational Model) M u b a s y s y ir H a s a n b a s r i D ra ft T id a k u n tu k d is ita s i E m a il: m h a s a n b a s r i@ g m a il.c o m
2 Is i Proses Pembuatan Kebijakan (Rational Model)...1 M e n g a p a m e m b u a t k e b ija k a n m e... n ja d i s u lit? 3 M e n g a p a k ita m e m b e d a k a n m a s a la h k e b ija k a n d a n m a s... a la h m a n a je m e n? 4 M a s a la h k e b ija k a n v e r s u s m a n a je m e n : S ia p a... M e n e n tu k a n? 4 M e n g a p a k ita c e p a t s e r in g b e rt e m u d e n g a n m a s a la h k e b ija k a n d a r ip a d a... m a s5a la h k e b ija k a n M e n g a p a k ita c e p a t s e r in g b e rt e m u d e n g a n m a s a la h k e b ija k a n d a r ip a d a... m a s5a la h k e b ija k a n M e n g a p a s ik lu s k e b ija k a n s e b a ik n y... a 1 ta h u n? 6 L a n g k a h M e m b u a t K e b ija k a n v e... r s i S ik lu s 7 M u la i d a r i Ta h a p K e b... ija k a n 7 M u la i d a r i Ta h a p M a... s a la h 7 R in c ia n ta h a p s... ik lu s 8 1. Ta h a p M a s... a la h 9 2. Ta h a p A k a r M a... s a la h 9 3. P ilih a n K e b ija... kan 9 4. P e r s e t u ju a n K e b... ija k a n 10 J ik a k ita m e n g a ju k a n s e b u a h k e b ija k a n, m e n g a p a k it a h a ru s... s ia p b e r n e g o s ia1s1i? M e n g a p a k ita h a ru s s ia p d e n g a n a rg u m e n ta s i k ita d a n k a r e n a itu b e r n e g o.s. ia. 1. s1i d e n g a n p ih a Im p le m e n ta s i K e b ija... kan 13 Masalah dalam penerapan policy cycle...14 D in a m ik a s ta k e n... o ld e r 14 K r o n o lo g i K e g ia t a n T id a k... S in k r o n 14 K o n f ik a n ta r s ta k e h o ld e r d a la m s ik lu... s k e b ija k a n 16 K e t e r s e d ia a n D a n a d a n Im p le m e n ta s... i K e b ija k a n 16 M e n g a p a "s ik lu s k e b ija k a n r a s io n a l" ju s tr u tid... a k r a s io n a l? 18 B e r a p a p e r s e n ta s e a n g g a ra n k e s e h a t a... n d i d a e ra h? 19 M e n g a p a p e m e r in ta h d a e r a h tid a k m a u u t a n g? M e n g a p a ju s tr u p e m e rin t a h.2p0u s a t m e n y u k a D a p a t k a h a la s a h k e in g n a n m e n y e le s a ik a n m a s a la h d e n g a n c e p a t m e n ja d i d a s a r k ita b e r u ta k e s e h a t a... n? 20 M e n g a p a k ita u t a n g u n t u k p e m b a n g u n a n... k e s e h a ta n? 21 J ik a b e n a r-b e n a r in g in b e r u t a n g u n tu k p e m b a n g u n a n k e s e h a ta n, b u k a n k a h k it a le b ih b a ik u k e g ia t a n y a n g m e m b e r ik a n p e... k e r ja a n? 21 : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 2
3 Mengapa membuat kebijakan menjadi sulit? Membuat kebijakan itu sulit karena ia merupakan keputusan politik tentang alokasi dana yang besar. Anggota dewan perwakilan rakyat yang menguasai dana memiliki kepentingan dalam kebijakan karena mereka memiliki partai dan pendukung yang meminta balas jasa. Partai-partai saling berebut pengaruh agar mereka masing-masing memperoleh kesempatan untuk menjadi bagian dari implementasi kebijakan. Kesulitan tidak hanya di situ. Peneliti dilibatkan untuk menunjukkan apakah sebuah masalah benar-benar sebuah masalah. Banyak peneliti yang terlibat dalam analisis situasi masalah biasanya membuat masalah makin lebar dan kompleks. Penelitian akan memakan waktu dan biaya yang besar. Proses pembuatan kebijakan juga sering melibatkan studi lapangan dan perbandingan tentang praktik-praktik bagus yang telah ditemukan di daerah lain. Kunjungan studi perbandingan dan berguru pada konsultan tentang solusi-solusi apa yang tersedia untuk memecahkan masalah biasaya menghabiskan banyak dana juga. Negeri seperti Indonesia, yang memiliki dana terbatas dan mendapat dana bantuan internasional untuk membantu memecahkan masalah, kerap diminta untuk membuat kebijakan yang rasional seperti terlukis dalam diagram ini. Tetapi karena setiap orang yang terlibat memiliki kepentingan pekerjaan dan pendapatan dalam kegiatan mereka, dana untuk membuat kebijakan menjadi sangat besar. Akhirnya proses pembuatan kebijakan itu tidak mudah karena banyak pendapat dan terdapat konflik dalam pendapat-pendapat itu. Mengapa kita harus mengikuti proses rasionalitas seperti itu? Ia membantu memahami argumentasi bahwa setiap kebijakan merespon akar masalah. Kebijakan yang dirancang seperti ini terutama berguna jika kita ingin mengatasi masalah yang kompleks secara komprehensif dan jika memiliki dana cukup. Negeri kaya yang mampu membiayai program besar biasanya menggunakan pola ini. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 3
4 Pendekatan siklus menggunakan penalaran pemecahan masalah. Sebuah kebijakan ada karena ia merespon masalah. Mengapa kita membedakan masalah kebijakan dan masalah manajemen? Karena ada masalah-masalah yang membutuhkan penyelesaian dengan biaya yang besar dan ada yang tidak. Jika membutuhkan biaya besar, maka kebijakan membutuhkan argumentasi tentang besar masalah dan kedalaman atau hal yang benar-benar membuat masalah harus dipecahkan dengan dana besar. Sebaliknya jika masalah-masalah yang dianggap dapat diatasi di tingkat manajer atau dalam kemampuan manajer, maka hal itu adalah masalah manajemen. Masalah kebijakan versus manajemen: siapa memutuskan? Masalah yang menuntut pembuatan kebijakan biasanya memiliki kompleksitas akar dan solusi yang tinggi, membutuhkan penuntasan berjangka panjang, dan membutuhkan biaya yang besar. Kebijakan menghindarkan diri dari : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 4
5 masalah ringan yang seharusnya menjadi urusan manajer program. Manajermanajer yang pintar dapat menentukan masalah kebijakan menjadi masalah manajemen karena mereka kreatif mencari solusi yang tidak membutuhkan biaya besar. Sebaliknya manajer yang lemah selalu membuat masalah kecil menjadi besar sehingga akhirnya membutuhkan dana besar untuk menyelesaikannya. Mengapa kita cepat sering bertemu dengan masalah kebijakan daripada masalah kebijakan (1)? Manajer yang kreatif sebenarnya bisa mengambil keputusan dengan siklus pendek, tanpa mengikuti siklus yang panjang terdiri analisis situasi dan opsi kebijakan. Kita tidak perlu siklus kebijakan jika setiap masalah diangkat sebagai masalah implementasi. Manajer mengambil solusi praktis ketika ia berhadapan masalah kecil-kecil. Jika masalah kecil-kecil bisa diatasi pada tingkat manajemen, maka masalah-masalah itu tidak pernah sempat menjadi besar. Masalah tidak perlu menjadi isu kebijakan. Meskipun demikian, stakeholder dan pemain di luar manajemen lebih suka mendorong agar suatu hal menjadi masalah kebijakan, yang dengan demikian mereka memperoleh kesempatan berkiprah. Mereka memperoleh pekerjaan dan pendapatan karena itu. Mengapa kita cepat sering bertemu dengan masalah kebijakan daripada masalah manajemen (3)? Karena pemain di tingkat nasional lebih kuat daripada di tingkat daerah. Masalah yang membutuhkan dana besar membutuhkan rangkaian pembuatan kebijakan pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, tingkat nasional yang melibatkan dewan perwakilan rakyat. Stakeholder nasional tentu saja lebih menyukai banyak masalah nasional karena dengan demikian mereka menjadi "pemain". : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 5
6 Tabel 1: Beda masalah pada (1) proses pembuatan kebijakan dan (2) implementasi Akar dan kompleksitas Waktu Authority Kompleksitas solusi Stakeholder dan perimbangan Biaya Kebijakan (Policy Maker) Praktis (Manajer) Banyak dan tinggi Sedikit dan rendah Siklus lama Siklus pendek Policy Maker Manajer Banyak opsi kebijakan Solusi tidak problematik Banyak dan isu dengan konflik kepentingan Sedikit dan di bawah otoritas manajer Biaya besar Biaya relative kecil Mengapa siklus kebijakan sebaiknya 1 tahun? Siklus kebijakan biasanya megacu kepada yang 5 tahunan, meski ada yang berpikir tentang siklus 25 tahunan. Siklus 1 tahunan sering disebut kegiatan strategis jangka pendek. Bagi kita yang terpenting adalah mengambil kebijakan dalam siklus pergantian kepala daerah. Kebijakan dinilai ketika seorang duduk dalam pemerintahan dan selesai pada akhir pemerintahannya. Jika menduduki jabatan pemerntahan yang kedua, ia bisa meneruskan atau membuat siklus baru dengan dasar pengalaman yang terdahulu. Siklus menjadi panjang karena proses dari tahap-tahap dalam pembuatan maupun pelaksanaan. Masa implementasi 3-5 tahun. Pembuatan bisa sampai 1 tahun. Lama siklus tergantung kompleksitas masalah, komitmen pengambil keputusan, birokrasi keuangan, perubahan orang yang terlibat, bukti yang bisa mempengaruhi siklus kebijakan. Pembuat kebijakan menetapkan lama siklus adalah siapa yang hendak membuat keputusan. Makin cepat suatu perubahan diharapkan, makin cepat evaluasi suatu kegiatan dilakukan. Pada prinsipnya panjangnya siklus kebijakan dapat dibuat makin pendek. Makin pendek siklus itu, makin kecil biayanya, makin mudah ia dikelola. Jika dana makin kecil, maka makin kecil pula ia menjadi ajang perseturan pada koruptor (untuk negeri yang koruspsi masih menjadi isu besar). : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 6
7 Langkah Membuat Kebijakan versi Siklus Orang yang membuat kebijakan bisa menggunakan siklus ini dengan dua cara: mulai dari (1) mengevaluasi kebijakan yang sedang berlangsung dan memodifikasinya atau (b) mempelajari masalah secara komprehensif dan merumuskan kebijakan. Pola yang pertama lebih dianjurkan daripada kedua karena bermaksud memperbaiki kesalahan yang lalu. Pola kedua beranggapan seolah-olah kebijakan terdahulu bukan menjadi acuan. Mulai dari Tahap Kebijakan Ia bisa mulai dari kebijakan yang sekarang ada dan menilai efek dari masalah. Jika kebijakan menjadi masalah jika dampak perbaikan pada status masalah adalah kecil. Ia kemudian bisa mencari tahu apakah kebijakan yang dilaksanakan selama ini memang telah cocok dengan sebab yang rencananya diatasi. Ia kemudian bisa membicarakan lagi apakah sebab-sebab itu memang betul merupakan kondisi yang melatarbelakangi masalah. Bisa terjadi sebab-sebab yang diangkat terlalu banyak sehingga kebijakan atau program kehilangan fokus perhatian. Solusi bisa saja tidak efektif karena kondisi-kondisi yang melatarbelakangi masalah begitu banyak. Pemecah masalah kadang-kadang mengalami jalan buntu ketika setiap solusi tampaknya tidak menyelesaikan masalah (lihat tentang jaringan masalah, mencari masalah yang lebih bersifat hulu atau hilir). Pemecah masalah bisa mengambil sebab yang lebih menentukan daripada solusi yang dipakai untuk pemecahan sebab satu. Analis kebijakan yang memulai dari kegagalan kebijakan akan lebih mudah memusatkan diri pada alternatif solusi lain dengan cara melihat apakah betul sebab yang ingin diatasi adalah cocok atau semata-mata ada kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan yang sudah dipilih. Mulai dari Tahap Masalah Masalah bisa menjadi starting point untuk membuat kebijakan. Yang dihawatirkan dari cara ini adalah bahwa kita seolah-olah memulai dari awal, bukan mengikuti siklus yang sudah berjalan. Kita cenderung mencari akar masalah yang lebih komprehensif sehingga kita bisa kehilangan fokus. Meskipun ada cara pembuatan prioritas masalah, analis cenderung ingin mencari penyelesaia yang komprehensif. Meskipun demikian, yang menguntungkan dari cara ini adalah kita berpikir baru dan tidak terpengaruh dengan ke- : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 7
8 bijakan yang salah sebelumnya. Rincian tahap siklus Tabel di bawah merangkum 4 komponen siklus kebijakan. Tabel 2: Tahap dalam Siklus Kebijakan Tahap Kegiatan Produk Analisis Situasi Riset, identifikasi masa- Need and problem analah, literatur lysis document. Pengalaman Program Studi literatur, perb- To change technical proy a n g E f e k t i f s e- andingan antar negara, posal into administrative belumnya konsultasi ahli, belajar proposal dari kesalahan pengalaman yang lalu Proses administratif Advocacy, lobby and ne- Political acceptance dan politik gotiation. I m p le men t as i d an Pilot study, local capa- Jurang antara kebutuhan evaluasi city development, opera- terisi. Health service detional management. livery : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 8
9 1. Tahap Masalah Sesuatu yang menjadi perhatian. Kenyataan yang tidak diharapkan. Jurang antara kenyataan dan harapan Kenyataan yang dianggap membawa kerugian atau gangguan pada eorang atau kelompok. Penyimpangan dari hak asasi manusia Memiliki indikator yang disepakati Contoh kematian atau kematian karena diare Implementasi dan evaluasi terhadap kebijakan memberi informasi tentang dampak terhadap masalah. Bagaimana status masalah akibat dari pelaksanaan kebijakan yang ada. Masalah-masalah apa yang masih menjadi perhatian dan belum diatasi? Evaluasi menghasilkan profil masalah kesehatan, siapa yang memiliki masalah itu paling besar 2. Tahap Akar Masalah Analisis situasi dan penelitian merupakan strategi memahami masalah. Proses ini sering juga disebut root cause analysis. Ia menekankan situasi di balik masalah. Ia bisa menggunakan perspektif kedokteran, perspektif sosial, public policy, atau manajemen Hasil dari analisis siasi adalah profil alasan-alasan mengapa masalah itu terjadi. 3. Pilihan Kebijakan Langkah selanjut adalah studi literatur, perbandingan antar negara, konsultasi ahli, belajar dari kesalahan pengalaman yang lalu. Proses ini menghasilkan dokumen tentang pengalaman program yang mengatasi masalah sebelumnya atau di tempat lain. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 9
10 Tabel 3: Kematian Ibu dari beberapa Sudut Pandang Stakeholder Akar Alternatif Terpilih Dokter Antenatal care yang tidak lancar Bidan versus dukun Bidan desa Masyrakat Ekonomi dan tidak ke profesioal Kartu sehat, askeskin, tabulin Asuransi kesehatan miskin Rumahsakit Pertolongan emergency Ponek MPS Making pregnancy safer Rumahsakit Pemahaman kesehatan reproduksi Health Education Safe Motherhood Safe Motherhood Transportasi Rawatan pra-bersalin, ambulans, pembelian ambulans oleh partai politik Tidak ingin di tempat terpencil Dokter umum plus Dokter spesialis Dr spesialis dengan honor khusus di daerah terpencil Pertolongan dini Sistem rujukan Poned dan ponek Masyarakat Dokter spesialis Puskesmas Peneliti Kedokteran Peneliti sosial Penyakit penyebab kematian Program Penanggulangan Penyakit Struktur sosial Program untuk masyarakat miskin Terhadap akar masalah, banyak solusi sudah dibuat orang. Tiap negara memiliki cara mereka sendiri dalam berurusan dengan masalah. Daerah satu berbeda dengan daerah lain. Jika perencana melakukan studi banding tentang cara-cara pemecahan masalah itu, maka ia memiliki pilihan-pilihan untuk dirinya dan karena itu membuat perhitungan mana yang paling cocok dengan situasi daerahnya. Perencana bisa berkonsultasi dengan ahli dalam berbadai bidang tentang bagaimana pemecahan masalah dilihat dari kacamata profesional tertentu. 4. Persetujuan Kebijakan Kegiatan di sini menyangkut dimensi administratif dan politik, advokasi, lobi dan negosiasi politis dan negosiasi dana (di sini banyak kesempatan untuk korupsi). : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 10
11 Gambar 1: Alur Persetujuan Anggaran Gambar di atas menceritakan tentang proses persetujuan kebijakan di tingkat kabupaten. Setelah tahap 3 dilaksanakan, ketika kebijakan mana yang akan diambil sudah diputuskan di tingkat pengusul kebijakan (dalam gambar di atas diusulkan oleh bidang P2M), pengusul mencari persetujuan bertahap hingga pada tingkat dewan perwakilan rakyat daerah. Kita bisa bercerita banyak tentang skenario argumen berbeda dari setiap stakeholder. Jika kita mengajukan sebuah kebijakan, mengapa kita harus siap bernegosiasi? Karena semua orang akan mengajukan keberatan terhadap argumen-argumen dari pihak lain. Mereka akan mengajukan sesuatu yang menguntungkan kepentingan mereka. Itulah kenyataannya. Kita tetap harus bernegosiasi meskipun kita membela kepentingan publik. Jadi sesuatu yang kita anggap bagus bagi kita selalu tidak demikian menurut kacamata orang lain. Mengapa kita harus siap dengan argumentasi kita dan karena itu bernegosiasi dengan pihak lain? Karena selalu ada potensi opsi kebijakan kita ditolak oleh pihak lain. Karena itu, setiap kebijakan yang diajukan biasanya mengambil bentuk versi a, versi b, versi c, dan seterusnya akibat ada modifikasi karena negosiasi. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 11
12 Tabel 4: Alasan Penolakan Kebijakan Alasan Penolakan Alternatif Penyelesaian Dianggap tidak mendesak oleh Membuat prioritas baru jika kegiatan dipandang mendesak; Menukar kegi Bappeda atau DPRD karena ada hal atan satu dengan yang lain; Membuat beberapa rencana A, B, atau C untuk lain yang dianggap lebih penting. suatu tujuan;menyajikan analisis biaya dan manfaat dari tiap rencana kegi atan. Stakeholder lain tidak memahami kepentingan publik dari kegiatan itu, dan juga dampak terhadap ke pentingan dari lembaga lain. Membuat kondisi yang realistik dalam diagram masalah; Memberikan proposal lengkap kepada anggota dewan atau bappeda agar mereka bisa memahami rasionalitas kegiatan; Membuat diagram masalah dari kacamata pihak lain; Menggambarkan kegiatan-kegiatan prioritas dalam diagram analisis situasi atau diagram masalah; Latihan dramatisasi kepentingan dari masalah yang diangkat. Dana terlalu besar dari ukuran yang biasanya diberikan untuk program sejenis. Memberikan alternatif kegiatan dan biayanya sehingga DPRD atau Bappeda memberikan perhatian serius tentang suatu kegiatan; Membuat opsi kebijakan dan analisis perbandingan manfaat dan biaya. Pemda dan DPRD lebih mendu kung gedung atau pembelian alat daripada untuk pencegahan pe nyakit. Mereka menyukai pembe lian karena di situ ada komisi. Membuat perbandingan nilai kegiatan nonfisik dan yang fisik; Membuat perbandingan value for money dengan cara dramatisasi masalah. Jumlah item kegiatan terlalu ba Memasukkan item-item yang memiliki biaya kecil ke dalam item yang -bia nyak sehingga lebih pantas untuk yanya lebih besar. dicoret. Pemda lebih peduli de Membuat daftar yang lebih sederhana dan mudah dipahami. ngan pemerataan anggaran dari pada manfaat spesifik dari satu program yang diusulkan dinas. Pemenangan program di luar sek tor kesehatan karena lebih men datang-kan kickback money dari pada sektor kesehatan. Mengkonsultasikan praktek ini ke pihak yang berwajib;membuat perilaku itu menjadi isu dalam koran;membuat perencanaan advokasi. Petugas yang hadir saat rapat ang - Membuat diagram analisis situasi lebih realistik untuk daerah itu; Memiliki garan tidak dapat meyakinkan ke - staf khusus untuk advokasi, negosiasi dan kerja sama pihak luar. pentingan dari kegiatan kepada panitia anggaran Karena perencana menganggap proposal sudah rasional, dana ha rus disetujui. Perencana dilatih untuk memahami juga rasionalitas bappeda atau DPRD. Tidak monumental bagi Bupati atau pun DPRD. Menjadikan program kesehatan sebagai kegiatan monumental; Menuliskan alasan kongkrit yang berkaitan dengan karir Bupati, DPRD, atau pejabat yang memutuskan dana. Berbicara dalam alam pikiran dan Mengikuti istilah-istilah yang dipakai oleh lawan bicara. Hindari pengguna bahasa yang berbeda. an istilah yang tidak dikenal oleh lawan bicara. Jika kita menguasai keada an, maka lebih mudah menyesuaikan diri dalam bahasa mereka daripada mereka menyesuaikan kepada kita. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 12
13 Implementasi Kebijakan Pelaksanaan kebijakan dikelola oleh lembaga pelaksana. Pelaksanaan kebijakan dikepalai oleh manajer program yang bekerja membuat persiapan-persiapan hngga evaluasi. Manajer mengerjakan 4 fungsi utama manajemen. Planning membuat persiapan-persiapan untuk strategi kerja, aturan kerja, kotrak kerja dan logistik. Planning juga menetapkan sasaran dan ciri-ciri mereka. Organizing mencari dan merekrut tenaga sesuai dengan desain organisasi yang akan dipilih. Actuating membuat hasil produksi itu disampaikan ke klien atau masyarakat, membuat cara-cara pelayanan sehingga masyarakat puas dan mendapat apa yang mereka butuhkan. Controlling melakukan pengawasan terhdap kinerja dari tenaga dan kesesuaian layanan dengan kebutuhan. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 13
14 Masalah dalam penerapan policy cycle Dinamika stakenolder Pihak yang terlibat dalam siklus beragam dan memungkinkan memiliki preferensi dan kepentingan yang berbeda. Stakeholder di perangkat kabupaten tidak terlibat dalam proses sebelum implementasi. Komponen siklus dikuasai pihak luar dari birokrasi. Pembuaan siklus dikerjakan pihak yang berbeda dari yang bekerja di lapangan. Kronologi Kegiatan Tidak Sinkron Pelaksanaan program terlambat. Kegiatan paling banyak pada waktu ketika uang turun sekitar bulan Juni. Politisi bekerja sekitar bulan januari-maret Perencana tidak sempat mengevaluasi program dan meneruskan perencanaan anggaran untuk tahun berikutnya. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 14
15 Gambar 2: Kronologi kegiatan dalam perencanaan Next Year Planning Use of Fund Reported Admnistrative Planning Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Program Implement ation Policy Process Routine and BasicActivities Politician Financial Report Parliament Budget Approval Meeting Activities Increase Fund Available Next Year Financial Report : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 15 Reporting for Performance Accountability
16 Konflik antar stakeholder dalam siklus kebijakan Siklus kebijakan terdiri dari tiga proses dan stakeholder pokok. Proses teknis berurusan dengan bagaimana ahli mencoba memahami masalah secara kacamata ilmu. Proses administratif mempertimbangkan aspek dana dan politik dalam pembiayaan kebijakan teknis. Proses implementasi menentukan apakah manejemen program mampu mewujudkan kebijakan dengan sumbersumber yang tersedia. Tiga sisi ini penting didalami untuk memahami kegagalan kebijakan. Yang kerap terjadi adalah kebijakan itu secara teknis masuk akal, tetapi kemudian dana tidak tersedia cukup dan bahkan secara politik kalah dari kebijakan yang lebih buruk. Ingat proses politik condong memperhitungkan kepentingan non teknis. Tabel 5: Perbedaan rencana teknis dan administratif Teknis Administratif Penyelesaian ilmiah Penyelesaian politis dan administratif Prioritas pertimbangan Pertimbangan efektivitas kegiatan dalam rangka tujuan tertentu Pertimbangan jatah biaya untuk masing-masing sektor Standar yang digunakan Menggunakan standar profesional Menggunakan standar birokrasi Ahli atau profesional Politisi atau pejabat Masalah yang harus diatasi Ketersediaan sumber dan komitmen politik Efektivitas Efisiensi Pendekatan penyelesaian Pembuat Starting point Pertimbangan keputusan Ketersediaan Dana dan Implementasi Kebijakan Gambar di bawah ini menyederhanakan 2 kronologi pengembangan kebijakan: yang menggunakan (1) pola masalah dan (2) pola yang menggunakan pola dana yang tersedia. Pola berbasis masalah Pola masalah paling sering berurusan dengan dana tidak sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Daerah miskin memiliki masalah penerapan: dana : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 16
17 terlambat dan jumlah tidak mencukupi. Birokrat membuat perencanaan untuk memperoleh dana. Dana yang tersedia kecil. Dana yang turun tidak sesuai dengan jadwal. Orang tidak bisa bekerja. Kegiatan pelaksanaan tidak berjalan sesuai waktu dan porsi yang direncanakan. Konsekuensi dari pendekatan itu adalah mereka hanya menyelesaikan sebagian kecil dari masalah. Masalah yang dirumuskan dalam perencanaan tetap tidak teratasi. Pola berbasis dana Pola kedua memulai dari dana yang tersedia. Dana untuk memecahkan masalah tersedia dalam skala terbatas. Orang bisa bekerja meski skala kecil. Kegiatan dibuat sesuai dana yang ada. Ia lebih realistik karena kegiatan itu betul akan dijalankan karena memang kapasitas kita memungkinkan melakukan hal itu. Bekerja dalam skala kecil lebih mudah dikelola daripada skala besar. Perencana sengaja membuat target yang kecil dengan dampak lebih spesifik. Program menjadi lebih sustainable. Daerah kaya lebih cocok menggunakan pola siklus pemecahan. Mereka memiliki kapasitas finansial untuk memecahkan masalah. Perencana mementingkan efektifitas yang diinginkan. Strategi yang efektif dicari terlebih dulu karena memiliki biaya cukup. Sebaliknya, daerah miskin tidak cukup memiliki dana untuk kegiatan dari seluruh proses siklus. Gambar 3: "Money follows function" vs "function follows money" : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 17
18 Ketuntasan masalah Isu ketuntasan biasa digunakan sebagai alat argumentasi perencana dan pembuat kebijakan menggunakan model rasional. Ketidaktuntasan masalah ini dapat dipahami sebagai kewajaran karena masalah-masalah publik mempunyai dimensi yang luas dan kompleks. Pemecahan masalah pada satu situasi dapat membawa dampak masalah lain pada situasi yang lain. Ketuntasan membutuhkan sumber banyak yang tak-tersedia dan manajemen yang kuat. Ketuntasan menjadi kurang penting daripada upaya terus-menerus memperbaiki. Tidak tuntas bisa ditafsirkan sebagai kewajaran. Yang rugi adalah justru jika kita terlilit utang. Sebaliknya, fungsi mengikuti uang menekankan kegiatan perencanaan yang didasarkan pada sumber yang ada. Dana dianggap terbatas dan kita membuat rencana dalam batas dana yang ada itu. Profesi kesehatan menganggap masalah perlu dipecahkan dengan strategi standar tetapi dana sebenarnya tidak tersedia. Bank asing sengaja datang untuk membantu dana dalam bentuk bantuan utang. Akibatnya, jika tidak hati-hati, kita tergantung pada utang. Ada yang berpendapat bahwa lebih baik kita mengutamakan function follow money. Mengapa "siklus kebijakan rasional" justru tidak rasional? Kebijakan publik memecahkan masalah-masalah publik. Meski demikian, kebijakan publik menjadi tidak rasional karena mereka mengandung biaya politik dan birokrasi yang besar. Meskipun tampak rasional, stakholder di negara yang koruptif mudah menyalahgukan logika siklus kebijakan karena mereka ingin menjadikan kebijakan dalam kerangka korupsi. Kita menamakan hal yang seperti itu sebagai kebijakan yang tidak rasional. Tidak ada kebijakan yang rasional murni. Meskipun mereka mengutamakan publik, ada banyak kepentingan berbeda dari pihak-pihak di dalam publik. Kita penting mengingat rasionalitas kebijakan itu sebagai sesuatu kontinyu. Ia bisa mengandung muatan politik yang berbeda kadang-kadang kecil dan kadang-kadang besar. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 18
19 Tabel 6: Antara kebijakan dan implementasinya Pelaksanaan Kebijakan Tidak rasional Rasional Tidak Mendukung Mendukung Kita di sini (A) Tidak bisa rasional meski lingkungan mendukung (B) Bisa rasional tetapi tidak didukung lingkungan (C) Kebijakan rasional yang didu-kung lingkungan pelaksanaan. Menuju ke sini (D) Kegagalan kebijakan bisa terjadi sejak proses membuat kebijakan (A). Lingkungan dan kapasitas birokrasi tidak mungkin membuat implementasi kegiatan. Kalau dalam situasi seperti itu, apa yang saudara pikirkan? Jika kita membuat kebijakan yang rasional pun, kita tidak bisa melakukannya (C). Kebijakannya bagus, tetapi uang tidak ada. Jika ada uang, dikorupsi. Utang pun bisa jadi lahan korupsi. Lingkungan pelaksanaan buruk. Bagaimana komentar saudara jika kita tidak bisa membuat kebijakan yang rasional, tetapi berada di lingkungan yang mendukung (B)? Perlukah kita membuat kebijakan rasional jika hanya situasi mendukung (D)? Berapa persentase anggaran kesehatan di daerah? Tabel 7: Persen Anggaran Kesehatan di Daerah Kaya dan Miskin % Anggaran Kesehatan Besar Kecil Daerah kaya Daerah miskin Paling ideal (a) Tidak sesuai. Presentase yang besar pun dananya tetap kecil (b) Lumayan ( c ) Krisis; Kemampuan kecil, tetapi kebutuhan besar (d) A adalah ideal jika pemerintah mengeluarkan dana kecil karena sektor swasta bisa berjalan. Jika dana pemerintah besar, maka ia bisa boros. Ia bagus jika turun ke B. Jika bisa ke posisi C, ia efisien. Swasta jalan. Pemerintah hanya mengeluarkan untuk kegiatan public health yang sangat selektif. B dan D. Di- : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 19
20 nas kesehatan dapat menekan DPRD atau Pemda untuk meminta dana dekonsentrasi. Dinas bisa menekan agar besar anggaran yang diminta dapat dipenuhi jika kebutuhan sektor kesehatan ingin dipenuhi. D bisa membangun melalui sistem nongovernment organization. Mengapa pemerintah daerah tidak mau utang? Mengapa justru pemerintah pusat menyukai utang? Orang memilih utang karena dana dapat diinvestasi ke bidang yang dapat mendatangkan keuntungan. Pemilik bisnis menggunakan prinsip itu. Pemerintah yang cerdas akan berutang untuk pembangunan sarana dan fasilitas pendukung produktivitas sehingga ia akan mendorong masyarakat berproduksi. Intinya kita boleh utang jika kita bisa mengembalikan utang itu dengan mudah. Meski kelihatan bagus, orang mengritik kebijakan utang untuk kesehatankarena membuat kita tergantung pada lembaga perbankan, apa lagi jika kemampuan pemdapatan kita rendah untuk pengembalian utang. Penyelenggara negara, di negara yang korupsi masih tinggi, menyukai utang karena mereka dapat mengakses dana besar, yang salah satunya untuk dikorupsi. Orang menyebutnya sebagai situasi buruk karena beban berganda: miskin dan banyak utang. Dapatkah alasah keingnan menyelesaikan masalah dengan cepat menjadi dasar kita berutang untuk kesehatan? Tabel 8: Kapasitas implementasi: utang versus seadanya Masalah Sumber Dana Kapasitas Utang Kapasitas Sendiri Tuntas Tidak Tuntas Dikritik orang karena membuat ketergantungan. Kemampuan membayar utang adalah kecil. Yang terjadi, sudah banyak utang, masalah tidak tuntas. Ini masalah kita. Strategi di sini yang kita cari. Jika tidak tuntas pun, kita harus menyadari keterbatasan itu : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 20
21 Mengapa kita berutang untuk pembangunan kesehatan? Kepada daerah dan pemerintah pusat utang untuk kesehatan karena mereka percaya jika penduduk sehat, maka produktivitas meningkat. Tetapi harus dicatat bahwa produktivitas itu bergantung pada kesempatan kerja. Jika penduduk sehat tetapi lapangan kerja tidak tersedia, kesehatan menjadi bebaban. Jadi secara strategis, kita harus membangun lapangan pekerjaan terlebih dulu, baru berpikir utang untuk kesehatan. Jika benar-benar ingin berutang untuk pembangunan kesehatan, bukankah kita lebih baik untuk kegiatan yang memberikan pekerjaan? Masyarakat dengan demikian memperoleh tambahan produktivitas. Jika menggunakan dana utang untuk kesehatan, maka kita belum tentu dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Sehat saja tidak berarti bisa produktif untuk di negara yang lapangan pekerjaan sangat sulit. : Outline Analisis Kebijakan jf new 22.odt Hal 21
Proses Pembuatan Kebijakan (Rational Model) D r a f t T id a k u n tu k d is ita s i E m a il: m h a s a n b a s r g m a il.
Proses Pembuatan Kebijakan (Rational Model) M u b a s y s y ir H a s a n b a s r i D r a f t 2 0 1 5 T id a k u n tu k d is ita s i E m a il: m h a s a n b a s r i@ g m a il.c o m I s i Proses Pembuatan
Lebih terperinciBab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi
Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku
Lebih terperinciF E A S I B I L I T Y F A T T E N I N G B E E F C A T T L E W I T H D I F F E R E N T F E E D
F E A S I B I L I T Y F A T T E N I N G B E E F C A T T L E W I T H D I F F E R E N T F E E D IN C I B E U R E U M D I S T R I C T K U N I N G A N R E G E N C Y B y : T a t a n g R u s t e n d i T e d
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PELACAKAN KASUS KEMATIAN IBU/BAYI
KERANGKA ACUAN PELACAKAN KASUS KEMATIAN IBU/BAYI I. PENDAHULUAN Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu
Lebih terperinciInformasi Mengenai LSM itu Hak Publik
Wawancara Johanes Danang Widoyoko: Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik S ebagai organisasi masyarakat sipil yang mengiritisi berbagai persoalan seperti korupsi, LSM kerap mendapat pertanyaan kritis yang
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN
KERANGKA ACUAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN I. PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Lebih terperinciMODUL 11: PRAKTIK TERBAIK UNTUK DESAIN PROYEK. USAID Adapt Asia-Pacific
MODUL 11: PRAKTIK TERBAIK UNTUK DESAIN PROYEK University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung Siklus Proyek Policy & Strategy Pre-project discussion & activities Project Identification Pre-feasibility
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis
Lebih terperinciMANAJEMEN DALAM KOPERASI
MANAJEMEN DALAM KOPERASI APA ITU MANAJEMEN? Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep organisasi. Organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah
Lebih terperinciBULETIN ORGANISASI DAN APARATUR
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika
Lebih terperinciMubasysyir Hasanbasri: Policy making process - managerial approach
Topik Ini: Mengapa Keterampilan membuat kebijakan di Program MPH 1.Tekanan pada pendekatan rasional producing policy document 2.Lack of management practice dalam pendidikan 3.The need to learn from realities
Lebih terperinciUntuk menggambarkan kegiatan rekayasa persyaratan pokok dan hubungan mereka. Untuk memperkenalkan teknik untuk elisitasi persyaratan dan analisis.
Untuk menggambarkan kegiatan rekayasa persyaratan pokok dan hubungan mereka. Untuk memperkenalkan teknik untuk elisitasi persyaratan dan analisis. Untuk menjelaskan validasi persyaratan dan peran tinjauan
Lebih terperinciKEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT
Bagian I 51 BAB IV KEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT 4.1 Globalisasi dan Otonomi Rumah Sakit Di Indonesia problem keuangan menyebabkan kemampuan pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan
Lebih terperinci.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem
.BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan persaingan dalam dunia bisnis semakin berkembang, karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia yang sekarang ini sedang berlangsung, menyebabkan persaingan dalam dunia bisnis semakin berkembang, karena banyaknya perusahaan baru
Lebih terperinciPENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE
PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain
Lebih terperinciINSTRUKSI KEPADA PEMINAT EVALUASI PERTENGAHAN PROGRAM SIKLUS HIBAH 1 TFCA- SUMATERA
INSTRUKSI KEPADA PEMINAT EVALUASI PERTENGAHAN PROGRAM SIKLUS HIBAH 1 TFCA- SUMATERA REFERENSI BAGI PEMINAT Dalam pengajuan proposal, peminat harus menaati segala instruksi, formulir, kontrak, dan spesifikasi
Lebih terperinci1. Lobi politik (political lobiying)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi kesehatan adalah salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang berorientasi pada penyampaian informasi tentang kesehatan guna penanaman pengetahuan tentang
Lebih terperinciPESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL
POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional untuk memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam Undang-Undang No. 36 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.08/2016 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PENUGASAN PENYEDIAAN
Lebih terperinciPengelolaan Proyek Sistem Informasi. Manajemen Sumber Daya Proyek
Pengelolaan Proyek Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Proyek Outline Sumber Daya Proyek Tim Proyek dan Organisasi Stakeholder Sumber Daya Proyek Pada sebuah proyek diperlukan adanya sumber daya manusia,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract
KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education
Lebih terperinciRANGKUMAN HASIL KONFERENSI
RANGKUMAN HASIL KONFERENSI Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi Masyarakat Miskin: Isu Strategis dan Rekomendasi Menteri Negara PPN/ Kepala Bappenas Jakarta, 28 April 2005 KONFERENSI NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK
KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education
Lebih terperinciP U T U S A N. N o m o r / P d t. G / / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M
P U T U S A N N o m o r 1 7 1 1 / P d t. G / 2 0 1 5 / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M D E M I K E A D I L A N B E R D A S A R K A N K E T U H A N A N Y A N G M A H A E S A P
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004
ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 (Penelitian Naturalistis Fenomenologis di SMK Negeri 1 Ambal) TESIS Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Telah ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007 dan Keputusan Walikota Bandung Nomor 250 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk
Lebih terperinciOleh Ir. Timbul Pudjianto, MPM Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
Oleh Ir. Timbul Pudjianto, MPM Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri JAKARTA, 29 JUNI 2010 TANTANGAN UTAMA PEMBANGUNAN PENCIPTAAN PERTUMBUHAN EKONOMI, PENANGGULANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah menghantarkan bangsa Indonesia memasuki suasana kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah perbaikan
Lebih terperinciRINGKASAN UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK
BAB 1: KETENTUAN UMUM 1 RINGKASAN UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK Pasal 1 : Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
Lebih terperinciMAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK Oleh : Erinta Tria Yulianda Akuntansi 4 B 201410170311101 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan perbaikan kinerja yang dilakukan secara kontinu agar dapat terus bertahan dan memenangkan persaingan
Lebih terperinciAFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti
AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti Pendekatan advokasi yang dilakukan oleh Advance Family Planning (AFP) fokus pada upaya memperoleh quick wins (keputusan-keputusan berkaitan dengan kebijakan atau
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, masyarakat memiliki stigma bahwa organisasi sektor publik (pemerintahan) hanya sebagai sarang pemborosan keuangan negara saja (Mahmudi 2005). Hal ini mendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas Pelayanan Kesehatan tidak terlepas dari kualitas suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran umum Reksa Dana Fortis Ekuitas Reksa Dana Fortis Ekuitas mulai efektif pada tanggal 16 Januari 2001, selaku manajer investasi
Lebih terperinciJakarta, 10 Maret 2011
SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H
Lebih terperinciLaporan Rapat Tinjauan Manajemen November 2012
Tempat Peserta : Ruang Sidang Lt. II : Top Management (Dekan) Management Representative ( ) Executive Management Team ( I dan III) Quality Control (Tim Gugus Jaminan Mutu) Tinjauan manajemen merupakan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Keseimbangan Keuangan Pusat-Daerah dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Outline
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Keseimbangan Keuangan Pusat-Daerah dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Jakarta, 28 Mei 2013 Outline Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Reformasi Birokrasi, Kendala
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian
Lebih terperinciBab I Pendahuluan Pada bab ini berisi mengenai latar belakang masalah penelitian yang dilakukan, merumuskan masalah yang menjadi permasalahan
Bab I Pendahuluan Pada bab ini berisi mengenai latar belakang masalah penelitian yang dilakukan, merumuskan masalah yang menjadi permasalahan perusahaan, menentukan tujuan penelitian sesuai perumusan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang ekonomi dunia, dia selalu menjadi buah bibir. Berbagai studi dan riset dilakukan untuk
Lebih terperinciDepartemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia
Eko Prasojo Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia Format Reformasi Birokrasi di Indonesia Mampukah Kita Bernegara? Negara Kepentingan KORUPSI MENJADI PENYAKIT Tiga Sumber Penyakit Negara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan. Dengan banyaknya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program
BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Program jamkesda Kota Magelang merupakan program yang diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesehatan secara universal bagi penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciPERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinciBAB 8 MANAJEMEN SDM PROYEK. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan SDM IT :
BAB 8 MANAJEMEN SDM PROYEK tingnya MSDM SDM menentukan keberhasilan dan kegagalan organisasi dan proyek. Hasil studi yang dilakukan oleh ITAA menemukan bahwa terdapat lebih dari 844.000 lowongan untuk
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi produktifitas. Oleh karena itu, seluruh penduduk atau masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan sangat mempengaruhi produktifitas. Oleh karena itu, seluruh penduduk atau masyarakat mendambakan supaya selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi sektor publik Dalam waktu yang relatif singkat telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap
Lebih terperinciP U T U S A N. N o m o r / P d t. G / / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M
P U T U S A N N o m o r 1 7 0 6 / P d t. G / 2 0 1 5 / P A. P a s B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M D E M I K E A D I L A N B E R D A S A R K A N K E T U H A N A N Y A N G M A H A E S A P
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti
Lebih terperinciReformasi SAK ETAP dan Akuntansi Nirlaba: Tugas Besar IAI untuk Negeri. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
Reformasi SAK ETAP dan Akuntansi Nirlaba: Tugas Besar IAI untuk Negeri Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia DISCLAIMER Materi ini dipersiapkan sebagai bahan pembahasan isu terkait,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing
Lebih terperinciAFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2)
AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) Ada sembilan langkah dalam AFP SMART yang terbagi kedalam tiga fase atau tahapan sebagai berikut: Langkah 1. Buat sasaran yang SMART Langkah 4. Tinjau
Lebih terperinciPANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A
PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A DAFTAR ISI Pengantar: Lomba Debat Nasional Indonesia 1. Lembar Penilaian hal.4 a. Isi hal. 4 b. Gaya hal.5 c. Strategi hal.5
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN
Lebih terperinciBAB 8 PENUTUP. Interaksi aktor menghasilkan anggaran pendidikan tahun yang
BAB 8 PENUTUP 8.1 KESIMPULAN Interaksi aktor menghasilkan anggaran pendidikan tahun 2008-2012 yang kurang berpihak pada masyarakat miskin karena dominasi pemerintah daerah sebagai agent dalam mempengaruhi
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2017 TENTANG REKSA DANA TARGET WAKTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2017 TENTANG REKSA DANA TARGET WAKTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS
Lebih terperinciPengantar Presiden RI pada Rapat Koordinasi Bid. Pertahanan, Jakarta, 9 Agustus 2012 Kamis, 09 Agustus 2012
Pengantar Presiden RI pada Rapat Koordinasi Bid. Pertahanan, Jakarta, 9 Agustus 2012 Kamis, 09 Agustus 2012 PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA RAPAT KOORDINASI BIDANG PERTAHANAN DI MABES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi
Lebih terperinciMENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016
MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SAR.ANA MULTI INFRASTRUKTUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001, pemerintah daerah telah melaksanakan secara serentak otonomi daerah dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 22 & 25 tahun 1999, kemudian diubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah berkewajiban melindungi seluruh masyarakat Indonesia dengan segenap kemampuannya, terutama melindungi hak hidup masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional secara menyeluruh. Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 telah menuntut pemerintah daerah (kabupaten dan kota) untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat dirasakan. Berbicara krisis ekonomi adalah bukan hanya berbicara tentang nasib satu dua orang,
Lebih terperinci1 of 9 21/12/ :39
1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN
Lebih terperinciLokakarya. Perkembangan sistem Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Penanganan Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA PROGRAM Lokakarya Manajemen Penanganan Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten Perkembangan sistem Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah
Lebih terperinciSTRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI
STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI Wiko Saputra Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa PENDAHULUAN 1. Peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) 359 per
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prinsip dasar pembangunan kesehatan di Indonesia dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa kesehatan adalah
Lebih terperinciSejarah Penurunan AKI PERTEMUAN 3 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes
Sejarah Penurunan AKI PERTEMUAN 3 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Sejarah penurunan AKI dan AKB Sejarah perkembangan (di
Lebih terperinciANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI
ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap-tahap krusial. Saat ini RUU Pemda sedang dibahas oleh DPR bersama Pemerintah, ditingkat Panja.
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. kasus Bojonegoro ini dapat dirumuskan bab kesimpulan dan saran, yang meliputi
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengamatan, perumusan hasil dan pembahasan dalam kasus Bojonegoro ini dapat dirumuskan bab kesimpulan dan saran, yang meliputi ringkasan temuan, kontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG
Lebih terperinci