BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat
|
|
- Deddy Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, hingga saat ini dampak krisis ekonomi global masih dapat dirasakan. Berbicara krisis ekonomi adalah bukan hanya berbicara tentang nasib satu dua orang, namun lebih dari itu, krisis ekonomi yang melanda sebuah negara akan sangat mempengaruhi nasib sebuah bangsa. Apabila kita melihat pemberitaan di media, baik itu media cetak maupun media elektronik, sepertinya wajar apabila dikatakan bahwa tidak satu hari pun terlewatkan berita mengenai dampak dari krisis ekonomi global tersebut. Hal ini bisa dilihat dari mulai adanya kecenderungan nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tidak stabil, nilai tukar rupiah yang melemah, hingga semakin sedikitnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Berbagai argumen dan komentar pun ditujukan kepada pemerintahan Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) dan Bank Indonesia (BI), baik oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun para ekonom. Presiden SBY sebenarnya juga tidak tinggal diam. Melalui media pula beliau sempat memaparkan beberapa langkah dalam menghadapi dampak krisis ekonomi global tersebut, diantaranya seperti meningkatkan produksi dalam negeri, memanfaatkan peluang perdagangan internasional, menyatukan langkah
2 2 strategis pemerintah dengan BI, hingga menghindari politik non partisan. 1 Dan apabila diperhatikan, sepertinya akan lebih bijak apabila melihatnya tidak hanya dari sudut pandang siapa yang bersalah atau siapa yang harus bertanggung jawab, melainkan lebih ke arah mencermati faktor apa yang menjadi penyebabnya, sehingga krisis ekonomi global dapat diselesaikan atau bahkan dicegah agar di kemudian hari tidak terjadi lagi. Membicarakan penyebab tentunya sangat wajar apabila kita bercermin dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun Besarnya gedung perkantoran suatu perusahaan, ternyata tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan tetap berdiri kokoh dalam menghadapi badai krisis. Krisis ekonomi (moneter) 1998 telah mengakibatkan hancurnya perusahaan-perusahaan tanpa pandang bulu. Tidak peduli swasta, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pun ikut terkena imbasnya. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis moneter 1998 adalah gagalnya perusahaan-perusahaan besar dunia membayar hutang. Sejumlah perbankan besar dunia pun turut mengalami kesulitan utilitas. 2 Hal inilah yang kemudian berimbas pada kehidupan perekonomian Indonesia, karena memang secara tidak langsung dunia bisnis internasional yang selalu terkait dengan ekspor-impor maupun transaksi antar negara lainnya, tentunya akan berdampak juga pada perekonomian nasional
3 3 Berbicara mengenai dampak krisis tersebut di Indonesia, terkadang memang terlihat ironis. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, namun di sisi lain beberapa jenis bahan pokok malah mengandalkan hasil impor. Terhadap masalah ini, dapat dikatakan bahwa memang inilah salah satu kelemahan bangsa ini. Kita sebagai rakyat Indonesia kurang berusaha bersikap profesional dalam mengelola aset-aset yang ada dalam lahan-lahan Indonesia, padahal kekayaan alam seperti hasil laut misalnya, seharusnya dapat dikelola sekaligus dapat dimanfaatkan dengan baik, tetapi yang terjadi justru pemanfaatan hasil laut malah dilakukan dengan cara-cara yang tidak fair, seperti penggunaan bahan peledak yang akhirnya merusak terumbu karang. Seandainya kekayaan-kekayaan alam tersebut dikelola dengan baik, tentunya Indonesia dapat mengambil manfaat yang besar, sehingga Indonesia tidak lagi hanya menggantungkan nasibnya pada hasil impor dari negara tetangga. Tidak hanya itu, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil emas dan minyak ternyata juga tidak dapat memanfaatkan potensi alamnya. Tidak optimalnya pengelolaan karena hanya mengekspor bahan mentah dan kemudian mengimpor yang sudah siap konsumsi. Hal-hal seperti inilah yang membuat Indonesia tidak bisa mandiri. Hanya bisa mengeruk, tetapi tidak bisa mengolah dan memanfaatkannya secara efisien, sehingga di saat perusahaan besar dunia bangkrut, mau tidak mau Indonesia akan terkena imbasnya juga. Intinya, karena terlalu banyak perusahaan lokal Indonesia yang menggantungkan usahanya pada produk impor.
4 4 Pada saat dunia mengalami krisis, seharusnya Indonesia dapat mencegah krisis tersebut ikut berimbas pada perekonomian nasional, kalau saja perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia tidak terlalu mengandalkan atau bergantung pada produk impor dalam menjalankan kegiatan usahanya. Di saat perusahaan-perusahaan yang menjadi eksportir untuk perusahaan lokal Indonesia mengalami kesulitan atau bangkrut, tentunyanya juga akan berpengaruh secara signifikan terhadap perusahaan-perusahaan lokal Indonesia, yang akhirnya membuat perusahaan lokal tersebut kesulitan dalam menjalankan usahanya dan di sini, biasanya para pengusaha tersebut cenderung mengambil cara cepat dan instan, seperti pengajuan kredit. Cara ini dilakukan demi menjaga kelangsungan usahanya, tanpa melalui proses pemikiran panjang, karena hanya mengingat produksi atau operasional yang harus terus berjalan, dan tentu saja upah pegawai yang juga harus tetap dibayar. Tidak dapat dipungkiri bahwa tambahan modal selalu dianggap sebagai suatu solusi yang paling praktis dan fleksibel. Dengan dana segar, pengusaha akan dengan leluasa melakukan usaha apapun. Imbas dari pengajuan kredit yang tidak terduga oleh para pelaku usaha secara bersamaan itulah yang membuat bank tidak dapat menagih hutang-hutangnya dan kemudian mengakibatkan collapse, karena ternyata di satu sisi, dana segar yang diperoleh para pelaku usaha dari pengajuan kredit tersebut banyak juga yang tidak mampu menolong usahanya, dan akhirnya membuat para pelaku usaha tadi gagal melunasi hutangnya atau biasa disebut gagal bayar.
5 5 Gagal bayar atas suatu pengajuan kredit ternyata tidak hanya dari para pelaku usaha (wiraswasta), namun juga datang dari para pegawai/karyawan, baik itu karyawan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), swasta, bahkan pegawai negeri. Selanjutnya, para pegawai ini pun ikut berpartisipasi menjadi penyebab kebangkrutan dunia perbankan Indonesia. Andil para pegawai/karyawan tersebut biasanya berawal dari pembelian mobil atau rumah secara kredit, termasuk penggunaan kartu kredit untuk belanja keperluan rumah tangga. Awalnya mungkin tidak terlalu terasa, namun pada saat perusahaan tempat mereka bekerja bangkrut, yang kemudian berimbas pada adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), maka pada saat itulah para pegawai tadi tidak lagi dapat membayar tagihan atas kredit mereka karena ketiadaan sumber penghasilan/pendapatan lagi. Nah, dari cerita inilah yang kemudian istilah hapus buku dan hapus tagih mulai marak dikenal. Dalam penyelesaian kredit bermasalah dikenal adanya penghapusan buku dan penghapusan tagihan. Penghapusan buku merupakan tindakan yang dilakukan bank terhadap debitur karena adanya kondisi yang menyebabkan kredit macet tidak dapat diselesaikan. Kredit macet yang telah diupayakan penyelesaiannya melalui saluran hukum dan ternyata masih juga tidak terselesaikan, harus dihapusbukukan dan dipindahkan sebagai kredit ekstrakomptabel. Penghapusan buku kredit macet bukan merupakan pembebasan utang debitur, tetapi merupakan tindakan intern yang bersifat administratif, dengan kata lain debitur tetap memiliki kewajiban untuk melunasi utangnya. Sedangkan penghapusan tagihan
6 6 merupakan upaya kesepakatan hukum untuk membebaskan debitur dari kewajiban melunasi hutangnya. Mungkin kita terbiasa hanya mengenal/mengetahui istilah hapus buku dan hapus tagih dari suatu aktivitas atau kegiatan dalam dunia perbankan, namun ternyata isitilah-istilah tersebut juga terdapat pada badan/lembaga/perusahaan bukan bank (non-perbankan). Penghapusan buku dan penghapusan tagih memang lazim digunakan di dalam dunia perbankan, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan juga di dalam dunia non bank. Sebagai contoh, PT Pertamina (Persero) yang mencantumkan tentang kegiatan hapus bukunya dalam Pertamina Board Manual. PT Pertamina (Persero) melakukannya dalam rangka menghapus aset yang dianggap tidak menguntungkan lagi, misalnya dengan cara melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap tidak bergerak tersebut, dengan nilai nominal yang sama atau melebihi nilai 2,5% (dua koma lima persen) dari revenue Perseroan atau 5% (lima persen) dari ekuitas Perseroan. Adanya persentase tersebut biasanya karena diatur di dalam Anggaran Dasarnya. Dalam dunia perbankan, timbulnya piutang, umumnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu pemberian pinjaman/kredit, hal mana diketahui kemudian bahwa si debitur ternyata gagal bayar, sehingga kemudian hal inilah yang menjadi alasan dilakukannya kebijakan hapus buku atau hapus tagih. Namun tidak demikian latar belakang penerapan hapus buku atau hapus tagih atas piutang yang dimiliki oleh perusahaan/lembaga non-bank karena timbulnya piutang adalah bukan menjadi tujuan mereka. Timbulnya piutang tentunya akan sangat dihindari oleh
7 7 perusahaan non-perbankan tersebut, sehingga kalaupun pada akhirnya timbul, maka penerapan kebijakan hapus buku atau hapus tagih pun dimungkinkan. Namun, ternyata ada pula lembaga/perusahaan yang tidak berbentuk perbankan tetapi dalam kegiatan usahanya juga memberikan pinjaman atau dengan kata lain adanya piutang adalah tidak dihindari, adalah perusahaan/lembaga peminjaman, pembiayaan dan sejenisnya, sehingga pada penulisan ini penulis menganggap perusahaan/lembaga tersebut adalah juga termasuk dalam pengertian lembaga/perusahaan perbankan. Apabila dicermati lagi, penerapan kebijakan hapus buku dan hapus tagih dalam dunia perbankan pun ternyata masih dibedakan lagi, yaitu antara bank swasta dengan bank BUMN/BUMD. Dalam mengeluarkan sebuah kebijakan hapus buku atau hapus tagih, Direksi atau Pengurus BUMN/BUMD, terlebih lagi BUMN, akan dituntut untuk lebih hati-hati karena modalnya yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga akan memerlukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan Direksi atau Pengurus bank yang dimiliki oleh swasta, bahkan juga oleh BUMD. Walaupun modal bank BUMN dan bank BUMD sama-sama berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, namun dari segi tingkatan pengawas, fungsi Kementerian BUMN menunjukkan adanya perlakuan pengawasan yang lebih mendalam terhadap kinerja Direksi atau Pengurus BUMN. Bahkan menurut Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo, salah satu yang dikeluhkan oleh
8 8 perusahaan-perusahaan plat merah adalah mereka selalu dihadapkan pada situasi bahwa piutang perseroan yang dimiliki oleh negara atau BUMN atau BUMD selalu dianggap sebagai piutang negara. 3 Apabila Direksi atau pengurus BUMN berbentuk bank saja dituntut untuk lebih hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan hapus buku maupun hapus tagih, yang mana hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya pemberian pinjaman/kredit dan selalu diiringi dengan adanya pengikatan jaminan, apalagi jika kebijakan tersebut diterapkan di dalam BUMN non-perbankan, yang mana timbulnya piutang sebisa mungkin dihindari karena bukan merupakan core business mereka sebagaimana uraian di atas tadi. Berdasarkan hal-hal yang telah penulis kemukakan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat Thesis dengan judul ANALISA HUKUM ATAS PENGHAPUSAN BUKU DAN PENGHAPUSAN TAGIHAN PADA PIUTANG BUMN BUKAN BANK. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok/perumusan permasalahan pada penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hukum kekayaan negara melihat kebijakan hapus buku dan hapus tagih apabila diterapkan pada BUMN bukan bank? 3
9 9 2. Bagaimana pertanggungjawaban direksi BUMN yang tidak berbentuk bank apabila menerapkan hapus buku dan hapus tagih atas piutangnya? C. Tujuan Penelitian Dalam Penulisan ini, selain bertujuan dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan penulis pada Program Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, juga diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Mahasiswa/i Universitas Gadjah Mada, khususnya mahasiswa/i fakultas hukum atau yang berminat/tertarik pada bidang hukum korporasi negara (BUMN), baik di tingkat sarjana, tingkat pasca sarjana maupun tingkat doktoral, yaitu antara lain : 1. Memudahkan dalam memahami hapus buku dan hapus tagih dari sudut pandang hukum kekayaan negara; 2. Memitigasi risiko hukum yang mungkin timbul terhadap Direksi BUMN Non-Perbankan apabila hendak menerapkan kebijakan hapus buku maupun hapus tagih. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap dengan selesainya penulisan ini, dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai hukum korporasi negara (BUMN) serta dapat pula menjadi sumbangsih bagi pembangunan negara.
10 10 E. Keaslian Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji tentang kebijakan hapus buku dan hapus tagih yang diterapkan pada Badan Usaha Milik Negara yang bentuknya bukan bank. Hal ini telah pula Penulis lakukan penelitian, khususnya di Universitas Gadjah Mada, bahwa penelitian atau penulisan mengenai Analisa Hukum atas Penghapusan buku dan Penghapusan tagihan pada Piutang BUMN bukan Bank, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. Bank sebagai
Lebih terperinciPengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN
Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan
Lebih terperinciRISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO
RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO Introduction Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta
Lebih terperinci2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dengan cara mencapai pertumbuhan ekonomi yang
Lebih terperinciKAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018
KAJIAN PENDALAMAN Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah yang dialami bangsa ini, termasuk dalam aspek ekonomi yakni terpuruknya kegiatan ekonomi
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan
Lebih terperinciNo Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga
TAMBAHAN BERITA NEGARA R.I No.18 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 57 TAHUN 2015
SALINAN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PENGHAPUSBUKUAN KREDIT PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Singkat Bank Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang diambil oleh penulis disini yaitu tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI yang tercatat di dalam Bank Indonesia, serta Indeks
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemantauan kegiatan Lalu Lintas
Lebih terperinciIII. DESCRIPTION DATA
I. BACKGROUND Ekonomi di dalam suatu Negara merupakan hal yang sangat vital bagi Negara tersebut begitu pula dengan ekonomi di Indonesia. Di Indonesia ekonomi merupakan hal yang sangat penting dan menjadi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH CILEGON MANDIRI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Hampir semua masyarakat
Lebih terperinci2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
No.130, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Rencana Jangka Panjang. Rencana Kerja. Anggaran. Persero. Penyusunan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PMK.06/2013
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.162, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Transaksi. Lindung Nilai. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5451) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagaian besar modalnya berasal dari kekayan negara
Lebih terperinci-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
-32- DRAFT RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK I. UMUM Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang menarik di bidang ekonomi saat ini adalah di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya penting untuk perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melihat perkembangan perekonomian saat ini, dimana tingkat minat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat perkembangan perekonomian saat ini, dimana tingkat minat masyarakat Indonesia sangat tinggi dalam hal keinginan memiliki usaha sendiri, kepemilikan rumah sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara pihak pemberi pinjaman dan pihak peminjam. Dalam kesehariannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu negara. Peranan tersebut terwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian Dalam perekonomian negara yang semakin maju dan berkembang. Di Indonesia dunia perbankan memiliki peran yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bangsa Indonesia masih berada di dalam krisis multidimensi dimana krisis tersebut bermula dari krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis itu bermula dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan informasi yang lengkap dan berkualitas dalam berbagai bentuk sangat dibutuhkan seiring dengan perubahan yang semakin cepat pada perekonomian
Lebih terperinciA. KOMPONEN AKTIVA PRODUKTIF
www.detikfinance.com TUJUAN PENGAJARAN: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu untuk: 1. Mengklasifikasi komponen aktiva produktif 2. Mengidentifikasi metode pengakuan penyisihan penghapusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu terkenal di masyarakat Indonesia. hal ini terjadi karena masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada awal krisis moneter, Bank Syariah merupakan bank yang belum begitu terkenal di masyarakat Indonesia. hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut. Dimulai pada tahun 1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan pemerintah, kemudian bisnis
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
No.5899 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Bab 1 Pasal 1 ayat 1, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Piutang 2.1.1 Definisi Piutang Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) adalah: Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori
Lebih terperinciPEREKONOMIAN INDONESIA
PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Cecep Winata FEB Fakultas Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA Periode Reformasi Masa Orde Baru Orde Reformasi -Sejarah Perekonomian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal dan industri sekuritas menjadi tolak ukur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal dan industri sekuritas menjadi tolak ukur perkembangan perekonomian di sebuah negara. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik meskipun perekonomian global mengalami ketidakpastian dan banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia pada dekade terakhir menunjukkan perkembangan yang baik meskipun perekonomian global mengalami ketidakpastian dan banyak negara yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang
Lebih terperinciFebruary 09, 2010 KLASIFIKASI KREDIT PERBANKAN
KLASIFIKASI KREDIT PERBANKAN 1 KREDIT MENURUT UU NO. 10/1998 TENTANG POKOK-POKOK PERBANKAN Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2010 SERI : C NOMOR : 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2010 SERI : C NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPENYERTAAN MODAL NEGARA
PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis perekonomian dunia makin mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Paman Sam tersebut. Kurs Dolar yang tidak stabil terhadap Euro dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis perekonomian dunia makin mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Hal tersebut ditandai dengan Shutdownnya pemerintah Amerika yang berimbas pada terhentinya sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk mewujudkan hal tersebut salah satunya melalui lembaga perbankan, lembaga tersebut
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2013... TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa Koperasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang terjadi di tahun 2008 sangat menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah serius. Krisis keuangan
Lebih terperinci2016, No Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan penyelesaian pi
No.147, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Optimalisasi. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA OPTIMALISASI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.33, 2014 OJK. Pungutan. Kewajiban. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5504) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan mempunyai harta (aktiva) untuk mendukung kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan mempunyai harta (aktiva) untuk mendukung kegiatan usahanya. Aktiva itu dibagi menjadi dua yaitu: aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari lalu lintas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari lalu lintas peredaran uang, dimana industri perbankan memegang peranan yang sangat strategis sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penawaran asset keuangan jangka panjang (Long-term financial asset).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berkembang dalam pertumbuhan perekonomian, maka indonesia memerlukan dana dalam jumlah besar atau adanya dana. Dalam perekonomian indonesia
Lebih terperinciARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute
ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.
Lebih terperinciANALISIS ATAS TEMUAN BPK TENTANG PERAN PT. BAHANA PEMBINAAN USAHA INDONESIA (BPUI) UNTUK MENDUKUNG PENGUSAHA NASIONAL
ANALISIS ATAS TEMUAN BPK TENTANG PERAN PT. BAHANA PEMBINAAN USAHA INDONESIA (BPUI) UNTUK MENDUKUNG PENGUSAHA NASIONAL BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti
Lebih terperinciPERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD./NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA BANGUNAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah
Lebih terperinci-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perekonomian dunia menyebabkan peningkatan perkembangan dunia usaha di Indonesia, banyak perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara yang didirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pola pengaturan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu bagi peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menyediakan jasa keuangan. Hampir seluruh kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan
Lebih terperinci