Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah halaman : 93 halaman. Penasehat : Ir. M.Tassim Billah, MSc Penyunting : Ir. Dewa Ngakan Cakrabawa, MM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah halaman : 93 halaman. Penasehat : Ir. M.Tassim Billah, MSc Penyunting : Ir. Dewa Ngakan Cakrabawa, MM"

Transkripsi

1

2 ANALISIS DATA HULU SEKTOR PERTANIAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014

3 ANALISIS DATA HULU SEKTOR PERTANIAN Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah halaman : 93 halaman Penasehat : Ir. M.Tassim Billah, MSc Penyunting : Ir. Dewa Ngakan Cakrabawa, MM Naskah : DR. M. Luthful Hakim Ir. Rumonang Gultom Ir. Noviati, M.Si M. Ade Supriyatna Staf Penyunting : M. Ade Supriyatna, SP Hety Sulistiyowati, ST Dhanang Susatyo, SE Uliyah, S.Si Aulia Azhar Abdurachman, S.Si Gambar : M. Subehi Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

4 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga publikasi Analisis Data Hulu Sektor Pertanian telah diselesaikan. Publikasi ini merupakan salah satu output dari kegiatan laporan Penataan Data Hulu Sektor Pertanian Tahun Anggaran Publikasi Analisis Data Hulu Sektor Pertanian merupakan hasil analisis data dan informasi dari statistik SDM pertanian dan Kelembagaan Tani, Statistik Sarana Pertanian dan Statistik Iklim, OPT dan DPI tahun Publikasi ini disajikan dalam bentuk hard copy dan soft copy (CD) serta dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui website Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian yaitu Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan analisis data hulu sektor pertanian khususnya komoditas strategis pertanian secara lebih lengkap dan menyeluruh. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Desember 2014 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. NIP Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

6 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

7 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN DAN OUTPUT RUANG LINGKUP... 3 BAB II. METODOLOGI SUMBER DATA DAN INFORMASI METODE ANALISIS, DAN MODEL PERHITUNGAN... 4 BAB III. ANALISIS DATA SDM PERTANIAN DAN KELEMBAGAAN TANI KERAGAAN SDM PERTANIAN KERAGAAN KELEMBAGAAN TANI BAB IV. ANALISIS DATA SARANA PERTANIAN KERAGAAN BENIH PADI ANALISIS KEBUTUHAN BENIH PADI KERAGAAN PUPUK ANALISIS KEBUTUHAN PUPUK BAB V. IKLIM CURAH HUJAN TEMPERATUR KELEMBABAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

8 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB VI. ANALISIS ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PADA PADI OPT TANAMAN PANGAN OPT PADI OPT JAGUNG OPT KEDELAI OPT KACANG TANAH OPT KACANG HIJAU OPT UBI JALAR OPT UBI KAYU OPT HORTIKULTURA OPT JERUK OPT JABE OPT BAWANG MERAH OPT ANGGREK OPT MELATI OPT PERKEBUNAN OPT KELAPA SAWIT OPT TEBU OPT LADA BAB VII. PENYAKIT HEWAN BAB VIII. BENCANA ALAM viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

9 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Jumlah SDM Pertanian menurut Tingkat Pendidikan, *) Tabel 3.2. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian Menurut Jabatan Fungsional, Tahun Tabel 3.3. Proporsi Jumlah Desa-Kelurahan Per Penyuluh Menurut Provinsi, Tahun Tabel 4.1. Perkembangan benih padi di Indonesia, Tahun Tabel 4.2. Sebaran varietas padi di Indonesia menurut kelompok varietas, Tahun Tabel 4.3. Estimasi Luas Panen dan Tanam Padi, Tahun Tabel 4.4. Uji Akurasi Luas Panen dan Tanam Padi, Tahun Tabel 4.5. Proporsi Lahan Yang Digunakan Untuk Tanam Benih Padi Menurut Jenis Benih Tabel 4.6. Analisis Kebutuhan Benih Padi, Tahun Tabel 4.7. Kebutuhan dan Realisasi Pupuk Bersubsidi Tahun Tabel 4.8. Kebutuhan Beras Langsung, Areal Panen dan Areal Tanam, Tahun Tabel 4.9. Rencana Kebutuhan Tiap Jenis Pupuk Tahun Tabel Neraca Pupuk Bersubsidi Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

10 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian, Tahun *)... 9 Gambar 3.2. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian Menurut Golongan Tahun 2014*) Gambar 3.3. Persentase Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Tingkat Pendidikan tahun *) Gambar 3.4 Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Jenjang Eselon I IV Tahun Gambar 3.5. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Kelompok Fungsional Tahun *) Gambar 3.6. Persentase Jumlah Penyuluh Pertanian menurut Status Kepegawaian sampai dengan Januari 2014*) Gambar 3.7. Penyuluh Pertanian menurut Jumlah Terbesar menurut Provinsi di Indonesia sampai dengan September 2014*) Gambar 3.8. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Subsektor, Gambar 3.9. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Provinsi Tahun Gambar Jumlah kelompoktani di Indonesia tahun *) Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Sumaterarovinsi, Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Jawa Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Sulawesi x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

11 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Maluku dan Papua Gambar Jumlah Gapoktan di Indonesia tahun Gambar Jumlah Gapoktan menurut Provinsi Tahun 1014*) di Indonesia Gambar 4.1. Perkembangan produksi benih padi di Indonesia, Tahun Gambar 4.2. Provinsi sentra produksi benih padi non hibrida kelas sebar, rata-rata Gambar 4.3. Provinsi sentra produksi benih padi hibrida, rata-rata Gambar 4.4. Provinsi Gunakan Varietas Produksi Tinggi, Tahun Gambar 4.5. Grafik Kebutuhan Benih Padi, Tahun Gambar 4.6. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun Gambar 4.7. Estimasi Kebutuhan Luas Tanam dan Pupuk Bersubsidi Gambar 5.1. Gambar 5.2. Gambar 5.3. Gambar 6.1. Gambar 6.2. Gambar 6.3. Gambar 6.4. Gambar 6.5. Gambar 6.6. Gambar 6.7. Tahun Distribusi Jumlah Curah Hujan Rata-rata salama 1 tahun di Indonesia Tahun Distribusi Temperatur Rata-rata selama 1 tahun di Indonesia Tahun Perkembangan Kelembaban Rata-rata Bulanan Selama 1 Tahun di Indonesia Tahun Luas Serangan OPT Pada Tanaman Padi di Indonesia, Tahun Luas Serangan Pada Tanaman Jagung di Indonesia, Tahun Luas Serangan Pada Tanaman Kedelai di Indonesia, Tahun Luas Serangan OPT Pada Tanaman Kacang Tanah di Indonesia, Tahun Luas Serangan OPT Pada Tanaman Kacang Hijau di Indonesia, Tahun Luas Serangan OPT Pada Tanaman Ubi Jalar di Indonesia, Tahun Luas Serangan OPT Pada Tanaman Ubi Kayu di Indonesia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi

12 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Gambar 6.8. Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Jeruk, Tahun Gambar 6.9. Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Cabe, Tahun Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Bawang Merah, Tahun Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Anggrek, Tahun Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Melati, Tahun Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Kelapa Sawit, Tahun Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Tebu, Tahun Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Lada, Tahun Gambar 7.1. Serangan Penyakit Hewan Menular di Indonesia, Tahun Gambar 8.1. Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Gambar 8.2. Gambar 8.3. Komoditas Padi, Januari - Desember Tahun Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Komoditas Jagung, Januari - Desember Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Komoditas Kedelai, Januari Desember xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

13 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, karena sektor pertanian merupakan sektor penyangga bahan pangan rakyat Indonesia. Sektor pertanian juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, karena sektor pertanian juga mempunyai konstribusi yang besar terhadap struktur ekonomi yang direpresentasikan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) harga berlaku sebesar 15.21% dari PDB Indonesia, sedangkan sektor industri dan sektor perdagangan masing-masing menyumbang sebesar 23,38% dan 14,26% terhadap total PDB Nasional Indonesia (triwulan III tahun 2014). Sektor pertanian juga merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja karena sebahagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Peran strategis sektor pertanian tersebut perlu didukung dengan SDM pertanian yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitas. Perencanaan dan evaluasi terhadap pembangunan sektor pertanian membutuhkan data SDM pertanian, baik lembaga pemerintahan maupun penduduk atau rumah tangga pertanian. Kementerian yang bertanggung jawab dalam pembangunan pertanian adalah kementerian pertanian sedangkan SDM yang menjadi pendamping dan yang melakukan usaha taninya adalah penyuluh pertanian. Melalui kegiatan penyuluhan, petani ditingkatkan kemampuannya agar dapat mengelola usaha taninya dengan produktif, efisien dan menguntungkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya adalah tujuan utama dari pembangunan pertanian (Nasution AZ, 2012). Sementara itu kelembagaan petani seperti kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) juga berperan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

14 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, dan unit jasa penunjang. Selain ditopang oleh SDM yang berkualitas maka penyediaan sarana produksi pertanian seperti : a. benih, bibit, bakalan ternak, pupuk, pestisida, pakan, dan obat hewan sesuai dengan standar mutu; dan b. alat dan mesin pertanian sesuai standar mutu dan kondisi spesifik lokasi, perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan produksi pangan. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyediakan sarana produksi pertanian secara tepat waktu dan tepat mutu serta harga terjangkau bagi Petani (Subhanie D., 2013). Selain itu dari aspek pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) juga berperanan penting dalam kegiatan produksi pertanian. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani menyebabkan kurangnya pengetahuan petani akan dampak atau efek samping dari penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit secara terusmenerus. Seringnya penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit dapat menyebabkan produksi hasil pertanian gagal, hal ini dikarenakan hama dan penyakit mengalami resistensi atau kebal terhadap pestisida, resurgensi dan munculnya hama penyakit sekunder. Untuk itu perlu cara pengendalian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Disamping cara pengendalian, dalam upaya peningkatan produksi maka model peramalan juga diperlukan TUJUAN DAN OUTPUT A. Tujuan analisis data sarana pertanian adalah : Menjadikan data hulu sektor pertanian lebih bermakna dan pada akhirnya bermanfaat bagi para pengambil kebijakan. Menyebarluaskan hasil analisis data hulu sektor pertanian 2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

15 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 tersusun kepada instansi terkait pengambilan kebijakan pertanian. B. Output Buku analisis data hulu sektor pertanian dalam media elektronik (CD) dan media cetak (buku) 1.3. RUANG LINGKUP Kegiatan analisis data hulu sektor pertanian meliputi : 1. Analisis data SDM pertanian dan kelembagaan tani 2. Analisis data sarana pertanian 3. Analisis data iklim, OPT dan DPI (dampak perubahan iklim) Ruang lingkup kegiatan berdasarkan ketersediaan datanya serta beberapa data pendukungnya seperti berikut ini : Pada kelompok SDM pertanian dan kelembagaan tani, dianalisis secara deskriptif perkembangan dari SDM pertanian yang meliputi pegawai di kementerian pertanian, penyuluh pertanian dan rumah tangga petani. Pada kelompok sarana pertanian dianalisis kebutuhan benih padi dan kebutuhan pupuk pada sub sektor tanaman pangan. Hal ini dikarenakan padi merupakan komoditas strategis dan merupakan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan target surplus 10 juta ton beras pada tahun Serta dianalisis kebutuhan energi di sektor pertanian dengan pendekatan penggunaan energi oleh alat dan mesin pertanian. Pada kelompok iklim, OPT dan DPI fokus pada tanaman padi sehingga analisis deskriptif perkembangan OPT pada tanaman padi serta model peramalan dengan pendekatan variabel iklim sebagai model peramalan alternatif. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

16 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB II. METODOLOGI 2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI Analisis data hulu sektor pertanian tahun 2014 disusun berdasarkan data dan informasi, yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder yang bersumber dari instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik METODE ANALISIS, MODEL PERHITUNGAN DAN METODE PERAMALAN A. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan analisis data hulu sektor pertanian adalah analisis deskriptif yaitu merupakan analisis keragaan dari data yang tersedia di antaranya dengan menampilkan nilai rata-rata pertumbuhan per tahun, rata-rata dan persen kontribusi (share) yang mencakup indikator data SDM pertanian dan kelembagaan tani (pegawai kementerian pertanian, penyuluh pertanian dan rumah tangga petani); data sarana pertanian (benih, pupuk dan alat dan mesin pertanian) dan data iklim, OPT dan DPI. Di samping itu juga dilakukan analisis matematis dengan menggunakan perhitungan dan mengkaitkan dengan data dan informasi lainnya seperti luas lahan baku, indeks pertanaman (IP), serta intensitas energi dari alat dan mesin pertanian. B. Model Perhitungan Dari data dan informasi lahan maka diperlukan pendekatan-pendekatan perhitungan sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode perhitungan yang dimaksud sebagai berikut : 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Motode Perhitungan Kebutuhan Benih Padi Analisis kebutuhan benih padi berdasarkan perhitungan antara estimasi produksi kebutuhan beras, estimasi luas panen (model), uji akurasi (>70%), estimasi luas tanam padi sawah (x faktor koreksi 95%) dan rekomendasi penggunaan benih padi. Asumsi yang digunakan dalam analisis kebutuhan benih padi berdasarkan ketersediaan data adalah : Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan Data jumlah penduduk yang digunakan adalah Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) Penggunaan benih padi per hektar berdasarkan rekomendasi yang dianjurkan oleh Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yaitu 50 kg/ha pada benih non hibrida dan hibrida. Perhitungan estimasi Kebutuhan Benih Padi Non Hibrida Kebutuhan Benih = luas tanam x rekomendasi penggunaan benih per hektar x proporsi lahan yang digunakan menurut jenis benih Untuk lebih jelasnya dapat dilihat metode perhitungan analisis kebutuhan benih padi di Indonesia. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

18 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tidak Ya x faktor koreksi 95% Rekomendasi penggunaan benih padi non hibrida dan hibrida = 50 kg/ha (Ditjen TP) 2. Motode Perhitungan Kebutuhan Pupuk Analisis kebutuhan pupuk berdasarkan perhitungan antara estimasi produksi kebutuhan beras, estimasi luas panen (model), uji akurasi (>70%), estimasi luas tanam padi sawah (x faktor koreksi 95%) dan rekomendasi penggunaan pupuk. Asumsi yang digunakan dalam analisis kebutuhan benih padi berdasarkan ketersediaan data adalah : 1. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan 2. Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) 3. Penggunaan pupuk untuk tanaman pangan (padi) sangat bervariasi tergantung hara dan spesifikasi wilayah. Berdasarkan rekomendasi yang dianjurkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu penggunaan 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

19 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 urea 200 kg/ha, SP kg/ha, ZA 25 kg/ha, NPK 150 kg/ha dan organik 50 kg/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat metode perhitungan analisis kebutuhan pupuk di Indonesia. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

20 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB III. ANALISIS SDM PERTANIAN DAN KELEMBAGAAN TANI Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM, merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi, demikian pula SDM pertanian. Demikian pula dari sisi kelembagaan, juga menjadi strategi penting dalam pembangunan pertanian dan pedesaan selama ini, namun pengembangannya belum mencapai hasil yang optimal dikarenakan berbagai faktor terutama pemahaman dan strategi yang kurang tepat, sehingga disini perlu pemberdayaan. Satu hal yang esensial dalam pemberdayaan adalah ketika individu atau masyarakat diberikan kesempatan untuk membicarakan apa yang penting untuk perubahan yang mereka butuhkan KERAGAAN SDM PERTANIAN A. Pegawai Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian dalam mengemban tugasnya mencapai targettarget pembangunan pertanian tidak terlepas dari sumber daya manusia. Sampai dengan Oktober tahun 2014 jumlah pegawai Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencapai orang yanag tersebar di 12 eselon I, yaitu di Sekretariat Jenderal orang, Inspektorat Jenderal 285 orang, Ditjen Tanaman Pangan 771 orang, Ditjen Prasarana dan Saran Pertanian 342 orang, Ditjen Hortikultura 384 orang, Ditjen Perkebunan orang, Ditjen 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

21 (orang) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Peternakan dan Kesehatan Hewan orang, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 374 orang, Badan Ketahanan Pangan 302 orang, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumer Daya Manusia Pertanian orang, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian orang, Badan Karantina Pertanian orang (Gambar 3.1). Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian Menurut Eselon I Tahun *) Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura Direktorat Jenderal Perkebunan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Badan Ketahanan Pangan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Badan Karantina Pertanian Gambar 3.1. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian, Tahun *) Pada gambar 3.1. menunjukkan perkembangan pegawai Kementerian Pertanian tahun 2012 sampai dengan Oktober 2014 menurut eselon I, mengalami penurunan 0.42%, demikian juga jika dilihat menurut eselon I, hampir semua eselon I mengalami penurunan jumlah pegawai, hanya Badan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

22 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Karantina Pertanian yang mengalami peningkatan sebesar 3% dan P2HP meningkat 0.08%. Jumlah tersebut jika dirinci menurut golongan maka jumlah pegawai yang paling banyak adalah golongan IIIB sebesar 24,25%, kemudian golongan IIIA sebesar 14,46%. Jumlah pegawai yang paling rendah adalah Golongan IA sebesar 0,23% dan golongan IVD sebesar 0,85%. Persentase Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut golongan dapat dilihat pada gambar 3.2. Berikut. Gambar 3.2. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian Menurut Golongan Tahun 2014*) Golongan I C 1,18% Golongan IV B 3,55% Golongan IV A 6,34% Golongan IV D 0,85% Golongan IV C 1,50% Golongan I A 0,23% Golongan I B 1,04% Golongan II A 5,35% Golongan II D 9,24% Golongan I D 1,66% Golongan II B 1,04% Golongan II C 1,18% Golongan I A Golongan I B Golongan I C Golongan I D Golongan II A Golongan II B Golongan II C Golongan III D 13,58% Golongan II D Golongan III A Golongan III B Golongan III A 14,46% Golongan III C Golongan III D Golongan III C 13,65% Golongan IV A Golongan IV B Golongan IV C Golongan IV D Golongan III B 24,25% Golongan IV E Keterangan : *) data sampai dengan Oktober 2014 Perkembangan jumlah pegawai Kementerian Pertanian Indonesia menurut pendidikan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlah pegawai dengan tingkat pendidikan S3 meningkat 8,31%, kemudian S2 sebesar 3,90% dan D4 sebesar 5,76%, sedangkan jumlah pegawai menurut 10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

23 (%) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 tingkat pendidikan SM/Diploma mengalami penurunan. Penurunan jumlah pegawai yang paling besar adalah jumlah pegawai pada tingkat pendidikan SM/Diploma sebesar 13,98 kemudian tingkat pendidikan SD sebesar 7,60% dan tingkat pendidikan D1 sebesar 6,46%. Pada tahun 2014 sampai dengan bulan Oktober jumlah pegawai Kementerian Pertanian dengan tingkat pendidikan S3 berjumlah 615 orang,yakni laki laki 435 orang dan perempuan 180 orang. Jumlah pegawai dengan tingkat pendidikan S2 berjumlah yakni laki laki dan orang perempuan. Persentase jumlah pegawai Kementerian Pertanian RI menurut pendidikan dapat dilihat pada gambar 3.3, dan jumlah pegawai Kementerian Pertanian menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel 3.1. dibawah ini. Persentase Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan Tahun ,00 55,00 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 S3 S2 S1 D4 SM D3 D2 D1 SLTA SLTP SD ,50 15,96 30,42 1,09 0,79 5,96 0,41 0,53 34,96 3,15 4, ,67 16,52 30,29 1,16 0,71 6,02 0,39 0,51 34,50 3,09 4, ,02 17,79 30,24 1,26 0,60 6,16 0,40 0,48 33,39 2,94 3,73 Gambar 3.3. Persentase Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Tingkat Pendidikan tahun *) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

24 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 3.1. Jumlah SDM Pertanian menurut Tingkat Pendidikan, *) (Orang) No. Pendidikan 2014* ) Laki- Perempuan Jumlah Laki-Laki Perempuan Jumlah Laki-Laki Perempuan Jumlah Laki 1 S S S D SM D D D SLTA SLTP SD Jumlah Sumber : Biro Organisasi dan Kepegawaian - Sekretariat Jenderal Keterangan : *) Data sampai bulan Oktober 2014 Berdasarkan jabatan karir, jabatan pegawai Kementerian Pertanian dibedakan menjadi jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural dalam Peraturan pemerintah No. 100 tahun 2000 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Tingkatan jabatan struktural yang ada di Kementerian Pertanian terdiri dari jabatan eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV dan eselon V. Pada tahun 2013, jumlah pejabat struktural eselon I hingga eselon V berjumlah orang yang terdiri dari 12 orang eselon I, 3 orang eselon IB, 75 orang eselon IIA, 32 orang eselon IIB, 343 orang eselon IIIA, 107 orang eselon IIIB, 114 orang eselon IVA, 47 orang eselon IVB dan 31 orang eselon V. Jumlah pejabat struktural yang paling banyak adalah eselon IVA. Grafik jumlah pejabat eselon I hingga eselon IV Oktober 2014 dapat dilihat pada gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

25 orang Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Setjen Itjen Ditjen TP Ditjen PSP Ditjen Ditjen Hortikultu Perkebun ra an Ditjennak dan Keswan Gambar 3.4. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Jenjang Ditjen P2HP Eselon I IV Tahun 2014 Badan Ketahana n Pangan BPSDMP Badan Litbang IA IB IIA IIB IIIA IIIB Bakara Pertanian IVA IVB V Jabatan fungsional dalam Peraturan pemerintah No.16 tahun 1994 adalah adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan-jabatan fungsional dihimpun dalam rumpun jabatan fungsional. Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan fungsional yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. Jumlah pegawai Kementerian Pertanian menurut rumpun jabatan fungsional, dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

26 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 3.2. Jumlah Pegawai Kementerian Fungsional, Tahun Pertanian Menurut Jabatan No. Jabatan Fungsional Jumlah Pegawai Perkemba *) ngan ( % ) Laki- Laki- Perempua Perempuan Jumlah Perempuan Jumlah Laki-Laki Jumlah *) Laki Laki n 1 Pranata Komputer ,77 2 Statistisi ,42 3 Peneliti ,70 4 Teknisi Litkayasa ,76 5 Arsiparis ,85 6 Perencana ,89 7 Analis Kepegawaian ,17 8 Dokter Umum + Dokter Gigi ,86 9 Perawat + Perawat Gigi ,85 10 Pranata Kehumasan ,29 11 Pustakawan ,52 12 Perekayasa ,75 13 Penyuluh Pertanian ,96 14 Widyaiswara ,72 15 Dosen ,11 16 Guru ,81 17 Auditor ,64 18 Instruktur ,67 19 Tenaga Kesehatan Dokter ,33 20 Medik Veteriner ,89 21 Paramedik Veteriner ,25 22 Pengawas Bibit Ternak ,15 23 Pengawas Mutu Pakan ,70 24 Pengendali OPT ,42 25 Pengawas Benih Tanaman ,28 26 Pengawas Mutu Hasil Pertanian ,87 27 Pranata Labkes ,67 28 Asisten Ahli ,00 29 Lektor ,00 30 Bidan ,00 31 Pranata Laboratorium ,00 Jumlah ,14 Sumber : Biro Organisasi dan Kepegawaian - Sekretariat Jenderal Keterangan : *) Data sampai bulan Oktober 2014 (Orang) Pada tabel 3.2. dapat dilihat perkembangan jumlah pegawai Kementerian Pertanian menurut jabatan fungsional tahun terjadi peningkatan 4,14 %. Sampai dengan bulan Oktober tahun 2014 jumlah pegawai fungsional yang paling banyak adalah fungsional peneliti dengan jumlah orang, kemudian fungsional pengendali OPT dengan jumlah orang, Medik Veteriner dengan jumlah 639 orang dan Teknisi Litkayasa dengan jumlah 626 orang. Hal ini dapat dilihat dalam gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

27 Pranata Komputer Statistisi Peneliti Teknisi Litkayasa Arsiparis Perencana Analis Kepegawaian Dokter Umum + Dokter Gigi Perawat + Perawat Gigi Pranata Kehumasan Pustakawan Perekayasa Penyuluh Pertanian Widyaiswara Dosen Guru Auditor Perancangan Peraturan Undang- Tenaga Kesehatan Dokter Hewan Medik Veteriner Paramedik Veteriner Pengawas Bibit Ternak Pengawas Mutu Pakan Pengendali OPT Pengawas Benih Tanaman Pengawas Mutu Hasil Pertanian Apoteker Asisten Ahli Lektor Bidan Pranata Laboratorium Pendidikan Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Jabatan Fungsional Gambar 3.5. Jumlah Pegawai Kementerian Pertanian menurut Kelompok Fungsional Tahun * B. Penyuluh Pertanian Dalam rangka meningkatkan peran sektor pertanian, untuk mewujudkan cita cita bangsa di antaranya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis, sehingga pelaku pembangunan pertanian, mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi, maka pemerintah telah menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian. Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

28 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya. Penyuluhan Pertanian mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui penyuluhan pertanian pemerintah memberdayakan kelompok tani agar tumbuh dan berkembang menjadi kelompok yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya yakni petani sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian.adanya penyuluh pertanian diharapkan dapat membantu petani melalui kelompok tani untuk pengembangan sumber daya manusia yakni petani, peningkatan modal, pengetahuan teknologi dan informasi sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Pada tahun 2014 sampai dengan bulan Oktober, penyuluh pertanian di Indonesia berjumlah orang yang terdiri dari orang PNS, orang THL-TBPP dan swadaya. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 3.6. berikut. 16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

29 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Gambar 3.6. Persentase Jumlah Penyuluh Pertanian menurut Status Kepegawaian sampai dengan Januari 2014*). Penyuluh tersebut menyebar di seluruh provinsi Indonesia, hanya 24 orang penyuluh pertanian pusat dan 10 orang penyuluh BB2TP. Jumlah penyuluh yang paling banyak terdapat di provinsi Jawa Tengah dengan jumlah orang atau 11.5% dari penyuluh di Indonesia, kemudian Jawa Timur dengan jumlah atau 11.5% dan Jawa Barat dengan jumlah atau 9.1%.Jumlah penyuluh yang diurut dengan jumlah penyuluh terbanyak menurut provinsi dapat dilihat dalam gambar 3.7 berikut ini. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

30 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Gambar 3.7. Penyuluh Pertanian menurut Jumlah Terbesar menurut Provinsi di Indonesia sampai dengan September 2014 Berdasarkan wilayah kerja penyuluh dalam melakukan penyuluhan pertanian di desa dan kelurahan maka perbandingan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa dan kelurahan masih di atas 1, hanya 5 provinsi yang berada di bawah 1, bahkan ada beberapa provinsi yang sampai dengan 3,8 desa per penyuluh. Hasil perhitungan jumlah desa dan kelurahan dibagi jumlah penyuluh di tiap provinsi dapat dilihat pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

31 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Tabel 3.3. Proporsi Jumlah Desa-Kelurahan Per Penyuluh Menurut Provinsi, Tahun 2014 Tampak dari tabel tersebut, Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan beban wilayah per penyuluh cukup tinggi yaitu rata-rata 4,8 desa artinya tiap penyuluh rata-rata bertugas di 4-5 desa. Diikuti provinsi Papua dengan proporsi sebesar 3,6 artinya rata-rata satu orang Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

32 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian penyuluh bertugas untuk 3-4 desa. Urutan berikutnya adalah provinsi Papua Barat dan Aceh masing-masing proporsinya sebesar 2,6 dan 2,0 artinya rata-rata satu orang penyuluh bertugas untuk 2-3 desa dan kelurahan. C. Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Pertanian adalah rumah tangga yang sekurangkurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ ditukar untuk memperoleh pendapatan /keuntungan atas risiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak ikan dikolam, karamba maupun tambak,menjadi nelayan, dan mengusahakan ternak/unggas. Perkembangan jumlah rumah tangga pertanian tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami penurunan 1,44%. Rumah tangga pertanian yang paling besar persentase penurunannya adalah rumahtangga peternakan yaitu 20,01%, kemudian rumah tangga tanaman pangan turun 1,94%, sedangkan rumahtangga hortikultura naik 8,74% dan rumah tangga perkebunan naik 1,47%. Jumlah rumah tangga pertanian tahun 2013 adalah rumah tangga yang terdiri dari rumah tangga padi palawija, rumah tangga hortikultura, rumah tangga perkebunan dan rumah tangga peternakan. Rumah tangga pertanian yang paling besar jumlahnya adalah rumah tangga padi palawija yakni 56,50%, kemudian rumah tangga perkebunan yakni 32,53%, sedangkan rumah tangga Hortikultura adalah 7,32% dan paling rendah adalah rumah tangga peternakan hanya 3.65%. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33 Jumlah Rumah Tangga Pertanian (Ruta) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Gambar 3.8. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Subsektor, Jika dilihat jumlah rumahtangga pertanian menurut provinsi maka jumlah rumah tangga yang paling banyak jumlahnya terdapat di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan,Sulawesi Selatan, Riau, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Papua, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Banten, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah dengan kumulatif persentase jumlah rumahtangga pertanian berkisar 90.99% dari sedari seluruh rumahtangga pertanian di Indonesia. Persentase jumlah rumahtangga pertanian menurut provinsi dengan persentase yang lebih tinggi dapat dilihat pada Gambar 3.9. Berikut. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

34 Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Riau Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Papua Aceh Sumatera Barat Jambi Banten Kalimantan Selatan Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Bengkulu Kalimantan Timur DI. Yogyakarta Sulawesi Tenggara Bali Sulawesi Utara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Gorontalo Bangka Belitung Papua Barat Kepulauan Riau DKI Jakarta 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian 18,00 17,91 16,00 14,00 12,00 12,80 12,29 10,00 8,00 6,00 6,38 5,24 5,18 4,00 3,62 3,40 3,00 2,00 2,74 2,65 2,50 2,31 2,29 2,18 1,98 1,65 1,55 1,30 1,22 1,00 0,96 0,87 0,86 0,84 0,76 0,60 0,53 0,45 0,40 0,25 0,16 0,10 - Gambar 3.9. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Provinsi Tahun KELEMBAGAAN TANI D. Kelembagaan Petani Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani. Untuk mewujudkan visi pembangunan pertanian diperlukan pelaku utama dan pelaku usaha yang berkualitas, petani diharapkan mampu membangun usahatani berdaya saing dan berkelanjutan, untuk itu kapasitas dan kemampuan mereka harus terus ditingkatkan, salah satunya melalui penyuluhan dan kelembagaan petani dengan pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan penyuluhan serta untuk mendorong 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

35 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 penumbuhan kelembagaan petani (kelompoktani, gabungan kelompoktani). Hal ini dilakukan karena masih banyaknya jumlah petani yang belum bergabung dalam kelompoktani (poktan), terbatasnya jumlah tenaga penyuluh pertanian sebagai fasilitator, serta terbatasnya pembiayaan dalam pembinaan bagi poktan dan gabungan kelompoktani (gapoktan). A. Kelompok Tani Dalam UU No. 82 tahun 2013 Kelompoktani yang selanjutnya disebut poktan adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan;kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumberdaya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Penumbuhan dan pengembangan poktan dilakukan melalui pemberdayaan petani untuk merubah pola pikir petani agar mau meningkatkan usahataninya dan meningkatkan kemampuan poktan dalam melaksanakan fungsinya. Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok. Kegiatan penyuluhan melalui pendekatan kelompok dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya kelembagaan petani yang mampu membangun sinergi antar petani dan antar poktan dalam rangka mencapai efisiensi usaha. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan kemampuan poktan dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian, dengan melaksanakan penilaian klasifikasi kemampuan poktan secara berkelanjutan yang disesuaikan dengan kondisi perkembangannya. Fungsi Kelompoktani a. Kelas Belajar: Kelompoktani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggota guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar tumbuh dan berkembang menjadi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

36 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian usahatani yang mandiri sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan serta kehidupan yang lebih baik. b. Wahana Kerjasama: Kelompoktani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama baik di antara sesama petani dalam poktan dan antar poktan maupun dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahatani lebih efisien dan lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, gangguan serta lebih menguntungkan; c. Unit Produksi: Usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota poktan secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomis usaha, dengan menjaga kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Perkembangan jumlah kelompoktani tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan 2,06%. Pada tahun 2010 jumlah kelompok tani adalah kelompok, meningkat menjadi kelompok pada tahun Jumlah anggota kelompoktani pada tahun 2013 adalah orang. Jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga pertanian pada tahun 2013 sebanyak rumahtangga maka jumlah rumahtangga petani yang masuk dalam kelompok hanya 55,19% sedangkan 44,91% tidak masuk dalam kelompok tani. Perkembangan Jumlah kelompoktani tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat dilihat pada gambar Berikut. 24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

37 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 UNIT *) Keterangan : *) Data sampai September 2014 Gambar Jumlah kelompoktani di Indonesia tahun *) Jumlah kelompoktani menurut provinsi dan kelas kemampuan di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Gambar Jumlah Poktan yang lebih tinggi terdapat di Sumatera Utara, Lampung dan Sumatera Selatan. Kelas kemampuan yang paling banyak jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Pemula, kemudian Kelas Kemampuan Lanjut dan yang paling kecil jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Utama. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

38 Jumlah Poktan menurut Kemampuan (unit) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Jumlah Poktan Menurut Kelas Kemampuan dan Provinsi di Pulau Sumatera Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Aceh Riau Bengkulu Sumatera Barat Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Sumatera Jambi Bangka Belitung Kepulauan Riau Poktan Pemula Lanjut Madya Utama Jumlah kelompoktani menurut provinsi dan kelas kemampuan di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar Jumlah Poktan yang lebih tinggi terdapat di Jawa Barat dan Banten. Kelas kemampuan yang paling banyak jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Pemula, kemudian Kelas Kemampuan Lanjut dan yang paling kecil jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Utama. 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

39 Jumlah Poktan menurut Kemampuan (unit) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Jumlah Poktan Menurut Kelas Kemampuan dan Provinsi di Pulau Jawa DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Banten Poktan Pemula Lanjut Madya Utama Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Jawa Jumlah kelompoktani menurut provinsi dan kelas kemampuan di Pulau Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan dapat dilihat pada Gambar Jumlah Poktan yang lebih tinggi terdapat di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Kelas kemampuan yang paling banyak jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Pemula, kemudian Kelas Kemampuan Lanjut dan yang paling kecil jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Utama. Kelas Kemampuan Pemula yang lebih besar jumlahnya terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sedang Kelas Kemampuan Lanjut lebih banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

40 Jumlah Poktan menurut Kemampuan (unit) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Jumlah Poktan Menurut Kelas Kemampuan dan Provinsi di Pulau Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Poktan Pemula Lanjut Madya Utama Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan Jumlah kelompoktani menurut provinsi dan kelas kemampuan di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Gambar Jumlah Poktan yang lebih tinggi terdapat di Sulawesi Selatan. Kelas kemampuan yang paling banyak jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Pemula, kemudian Kelas Kemampuan Lanjut dan yang paling kecil jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Utama. Kelas Kemampuan Pemula yang lebih besar jumlahnya juga terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, sedang Kelas Kemampuan Lanjut lebih banyak terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. 28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

41 Jumlah Poktan menurut Kemampuan (unit) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Jumlah Poktan Menurut Kelas Kemampuan dan Provinsi di Pulau Sulawesi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Poktan Pemula Lanjut Madya Utama Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Sulawesi Jumlah kelompoktani menurut provinsi dan kelas kemampuan di Pulau Maluku dan Papua dapat dilihat pada Gambar Jumlah Poktan yang lebih tinggi terdapat di Papua dan Maluku Utara. Kelas kemampuan yang paling banyak jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Pemula, kemudian Kelas Kemampuan Lanjut dan yang paling kecil jumlahnya adalah Kelas Kemampuan Utama. Kelas Kemampuan Pemula yang lebih besar jumlahnya juga terdapat di Provinsi Papua dan Maluku Utara, sedang Kelas Kemampuan Lanjut lebih banyak terdapat di Provinsi Maluku utara. Kelas Kemampuan Kelompoktani yang terdapat di Provinsi Maluku hanya kelas pemula, belum terdapat kelompoktani yang kelas lanjut,madya dan utama. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

42 Jumlah Poktan menurut Kemampuan (unit) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Jumlah Poktan Menurut Kelas Kemampuan dan Provinsi di Pulau Maluku dan Papua 0 Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Poktan Pemula Lanjut Madya Utama Gambar Jumlah Kelompoktani menurut Provinsi dan Kelas Kemampuan di Pulau Maluku dan Papua F. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gabungan Kelompoktani yang selanjutnya disebut gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Agar poktan dapat menjadi kelembagaan petani yang memiliki kelayakan usaha yang memenuhi skala ekonomi dan efisiensi usaha, maka poktan didorong untuk menyatukan kelompoknya ke dalam gapoktan. Gabungan kelompoktani berfungsi untuk memfasilitasi kegiatankegiatan usaha bersama mulai dari sektor hulu sampai hilir secara komersial dan berorientasi pasar. Pada tahap pengembangannya 30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 gapoktan tersebut dapat memberikan pelayanan informasi, teknologi dan permodalan kepada anggota kelompoknya serta menjalin kerjasama dengan pihak lain. Diharapkan penggabungan poktan dalam gapoktan akan menjadikan kelembagaan petani yang kuat dan mandiri serta berdaya saing. Fungsi Gabungan Kelompoktani a. Unit Usaha Penyedia Sarana dan Prasarana Produksi: Gabungan kelompoktani merupakan tempat pemberian layanan kepada seluruh anggota untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi (pupuk termasuk pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida, dll) dan alat mesin pertanian, baik yang berdasarkan kredit/permodalan usahatani bagi anggota kelompoktani yang memerlukan maupun dari swadana petani/sisa hasil usaha; b. Unit Usahatani/Produksi: Gabungan kelompoktani dapat menjadi unit yang memproduksi komoditas untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar sehingga dapat menjamin kuantitas, kualitas dan kontinuitas serta stabilitas harga; c. Unit Usaha Pengolahan: Gabungan kelompoktani dapat memberikan pelayanan baik berupa penggunaan alat mesin pertanian maupun teknologi dalam pengolahan hasil produksi komoditas yang mencakup proses pengolahan, sortasi/grading dan pengepakan untuk meningkatkan nilai tambah produk; d. Unit Usaha Pemasaran: Gabungan kelompoktani dapat memberikan pelayanan/fasilitasi pemasaran hasil pertanian anggotanya baik dalam bentuk pengembangan jejaring dan kemitraan dengan pihak lain maupun pemasaran langsung. Dalam pengembangannya gapoktan dapat memberikan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

44 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian pelayanan informasi harga komoditas, agar gapoktan tumbuh dan berkembang menjadi usahatani yang mandiri sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan serta kehidupan yang lebih baik bagi anggotanya. e. Unit Usaha Keuangan Mikro (simpan-pinjam): Gabungan kelompoktani dapat memberikan pelayanan permodalan bagi anggota, baik yang berasal dari iuran dan/atau simpan-pinjam anggota serta sisa hasil usaha, maupun dari perolehan kredit melalui perbankan, mitra usaha, atau bantuan pemerintah dan swasta. Perkembangan jumlah gapoktan tahun 2011 hingga September tahun 2014 meningkat 1,29%. Pada tahun 2011 jumlah gapoktan adalah unit,tetapi pada September tahun 2014 sebesar 1,29% menjadi unit. Jumlah anggota gapoktan juga tahun 2011 hingga September 2014 juga mengalami peningkatan sebesar 1,31%. Pada tahun 2011 gapoktan mempunya anggota orang, meningkat 1,31% menjadi orang. Jika dibandingan dengan jumlah anggota poktan maka jumlah anggota gapoktan lebih rendah dari pada jumlah anggota poktan dan itu berati bahwa tidak semua anggota kelompoktani masuk menjadi anggota gapoktan. Pada tahun 2011 jumlah anggota kelompoktani , sedang jumlah anggota gapoktan adalah dan itu berarti ada 20% anggota poktan yang tidak tergabung dalam gapoktan, demikian halnya pada tahun 2013, jumlah anggota poktan orang, sedang anggota gapoktan hanya orang, itu berarti terdapat sejumlah 24,13 % yang belum bergabung dalam gapoktan. Perkembangan jumlah gapoktan tahun dapat dilihat pada gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

45 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 UNIT *) Gambar Jumlah Gapoktan di Indonesia tahun Jika dilihat jumlah gapoktan menurut provinsi maka jumlah gapoktan yang paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan persentase 16,7; 15,3 dan 11,9%. Jumlah GAPOKTAN terbanyak ada di provinsi Jawa Tengah yaitu 16,7% atau berjumlah diikuti kemudian Jawa Timur sebanyak 5.743, atau 15,03% dan Jawa Barat sebesar 11,9 dan Aceh sebanyak Gambaran jumlah gapoktan menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

46 Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Aceh Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Sumatera Utara Lampung Banten Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Sulawesi Tengah Bengkulu Bali Sulawesi Tenggara Sumatera Barat Sulawesi Utara Kalimantan Tengah Jambi D.I. Yogyakarta Riau Kalimantan Timur Papua Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Barat Gorontalo Maluku Utara Papua Barat Kepulauan Riau DKI Jakarta Maluku 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Gambar Jumlah Gapoktan menurut Provinsi Tahun 1014*) di Indonesia 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 BAB IV. ANALISIS SARANA PERTANIAN Sarana produksi pertanian atau sering disingkat saprotan merupakan faktor input dalam budidaya pertanian. Sarana pertanian ini meliputi benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian. Penggunaan sarana petanian dengan tepat akan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pertanian, memberikan produktivitas yang optimal. Data dan informasi ketersediaan sarana pertanian sering dicari dan berapa sebenarnya kebutuhan sarana produksi ini secara rasional. Informasi seperti ini dicari dalam rangka untuk membuat kebijakan yang tepat sasaran, khususnya dalam pembangunan sektor pertanian. Seberapa besar kebutuhan dan ketersediaan sarana pertanian yang terkait dengan komoditas padi menjadi hal yang perlu diketahui untuk perencanaan. Untuk menjadikan data lebih bermakna maka perlu dilakukan analisis. Analisis sarana dan prasarana saat ini baru terbatas pada sub sektor tanaman pangan khususnya komoditas padi. Gambaran umum sarana pertanian pada komoditas padi yang disajikan meliputi benih, pupuk dan alsintan yang digunakan dalam usaha tani padi selama tahun 2009 sampai dengan Keragaan ketersediaan data sarana pertanian pada komoditas padi menjadi hal cukup penting untuk disimak lebih jauh dalam upaya kecukupan pangan serta mendukung program P2BN menuju surplus 10 juta ton beras di tahun KERAGAAN BENIH PADI Benih pada komoditas padi dibedakan benih non hibrida kelas sebar (BR) dan benih padi hibrida. Produksi benih padi tersebut selama 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan rata-rata meningkat (Tabel 4.1). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

48 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 4.1. Perkembangan benih padi di Indonesia, Tahun Jenis Benih Produksi Benih Tahun (Ton) % Pertumbuhan Non Hibrida ,20 Hibrida ,40 Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, diolah Pusdatin Dari Tabel 4.1 tampak bahwa meskipun berfluktuasi rata-rata produksi benih padi non hibrida mengalami penurunan sebesar -15,20% pertahun, sementara pada benih padi hibrida meskipun secara absolut produksinya jauh dibawah benih padi non hibrida juga mengalami penurunan sebesar -38,40% pertahun. Penurunan produksi benih padi non hibrida dan hibrida yang begitu tajam dikarenakan sudah tidak ada lagi program Bantuan Langsung Benih Ungggul (BLBU) diganti dengan subsidi harga benih. Dalam perjalanannya, pemerintah menemukan beberapa kendala dalam program bantuan benih gratis baik dari segi varietas dan ketepatan waktu. Oleh karena itu untuk tahun 2013 pemerintah lebih memfokuskan pada pemberian subsidi benih kepada petani sebesar 30% yang akan digunakan petani. Pemberian subsidi benih tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan diantaranya lebih tepat sasaran dan yang paling penting adalah mendidik petani untuk lebih bertanggungjawab dalam pembelian benih terutama terhadap bantuan yang diberikan pemerintah. Benih bersubsidi bertujuan untuk menyediakan benih varieatas unggul bersertifikat padi dengan mutu yang terjamin untuk kebutuhan benih dalam rangka pelaksanaan program pembangunan tanaman pangan (SL-PTT dan diluar SL-PTT), serta membantu petani dari sisi pembiayaan permodalan khususnya berkurangnya biaya untuk pembelian benih, sehingga bebannya lebih ringan. Pola pelaksanaan subsidi benih ini adalah Pola Tertutup, dimana 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

49 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 benih bersubsidi tidak dijual di pasar bebas (kios), tetapi disalurkan langsung ke kelompok tani yang telah mengusulkan akan membeli benih. Perkembangan produksi benih padi di Indonesia lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.1. berikut : Ton Non Hibrida Hibrida Gambar 4.1. Perkembangan produksi benih padi di Indonesia, Hampir semua provinsi memproduksi benih padi non hibrida kelas sebar sebesar 52,37% di produksi di Jawa. Provinsi sentra benih yang dimaksud adalah Jawa Barat yang berkontribusi 25,89% terhadap produksi benih nasional, diikuti Jawa Tengah (15,91%) dan Jawa Timur (10,57%). Sementara provinsi sentra di luar Jawa adalah Sulawesi Selatan (7,74%), Sumatera Utara (6,11%) dan Lampung (6,01%). Provinsi lainnya berkontribusi dibawah 5%. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

50 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Gambar 4.2. Provinsi sentra produksi benih padi non hibrida kelas sebar, rata-rata Lain halnya dengan benih padi hibrida, hanya di 6 (enam) provinsi saja yang memproduksi (Gambar 4.3.). Sentra produksi benih padi hibrida utama berada di provinsi Jawa Timur yang berkontribusi sebesar 65,74% terhadap total produksi benih padi hibrida Indonesia, kemudian diikuti oleh provinsi Jawa Barat 24,31% dan provinsi lainnya berkontribusi dibawah 5%. Produksi benih padi hibrida yang mampu diproduksi Indonesia selama periode rata-rata hanya ton. Bila semua petani menggunakan benih padi hibrida, maka angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan benih padi hibrida dengan rekomendasi Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian sebesar 50 kg/ha. 38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

51 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Sulawesi Selatan 4,98% Lampung 3,99% Jawa Tengah 0,83% D.I. Yogyakarta 0,14% Jawa Barat 24,31% Jawa Timur 65,74% Gambar 4.3. Provinsi sentra produksi benih padi hibrida, rata-rata Dari sisi varietas padi yang tersebar, antar provinsi beragam. Hal ini dikarenakan varietas yang dilepas cukup banyak, sehingga dalam melihat penyebaran varietas padi dibedakan dalam kelompok seperti berikut : varietas produksi tinggi (VPT), produkstivitas > 6 ton/ha varietas produksi sedang (VPS), produktivitas 4,5 ton/ha dan varietas produksi rendah (VPR), produktivitas < 4 ton/ha Dari pengelompokan varietas, perkembangan distribusi penggunaan varietas tahun terjadi peningkatan persentase pada varietas produksi tinggi dari 74,23% di tahun 2012 menjadi 79,71% di tahun 2013, sementara penggunaan varietas produksi sedang mengalami penurunan dari 11,03% menjadi 9,23%, demikian pula pada varietas produksi rendah juga mengalami penurunan (Tabel 4.2.). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

52 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 4.2. Sebaran varietas padi di Indonesia menurut kelompok varietas, Tahun No. Kelompok % Sebaran Varietas Nama Varietas 1 VPT 74,23 79,71 ciherang, cigeulis,ir64, IR42, PB42, Inpari-3, mekongga, situbagendit 2 VPS 11,03 9,23 cibogo, IR66, conde, PB64, way apu buru, widas, ciliwung, sintanur, tukat balian, cimandiri 3 VPR 14,74 11,06 lokal, cisantana, indragiri, angke, batu tegi Total 100,00 100,00 Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, diolah Pusdatin Dibawah ini dapat dilihat lebih jauh provinsi yang telah menggunakan varietas padi produksi tinggi di atas 95 % adalah provinsi Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta, Papua Barat, Lampung, Gorontalo, Jawa Barat, Maluku, Maluku Utara, Bali, Kep. Riau dan Jawa Tengah (Gambar 4.4). Gambar 4.4. Provinsi Gunakan Varietas Produksi Tinggi, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

53 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Dari data tahun 2013, varietas Ciherang merupakan varietas yang selalu ada di antara varietas lainnya di sebagian besar provinsi di Indonesia. Artinya varietas ini cukup banyak diminati oleh masyarakat petani di Indonesia. Data menunjukkan bahwa 31 provinsi dari 33 provinsi menggunakan benih padi varietas ciherang. Varietas Ciherang termasuk benih padi unggul dan masuk dalam kelompok varitas produktivitas tinggi (VPT) dengan produktivitas > 6 ton/ha. 4.2 ANALISIS KEBUTUHAN BENIH PADI Analisis kebutuhan benih padi berdasarkan perhitungan antara estimasi produksi kebutuhan beras, estimasi luas panen (model), uji akurasi (>70%), estimasi luas tanam padi sawah (x faktor koreksi 95%) dan rekomendasi penggunaan benih padi. Asumsi yang digunakan dalam analisis kebutuhan benih padi berdasarkan ketersediaan data adalah : 1. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan 2. Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) 3. Penggunaan benih padi per hektar berdasarkan rekomendasi yang dianjurkan oleh Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yaitu 50 kg/ha pada benih non hibrida dan hibrida. Langkah awal dalam menganalisis kebutuhan benih padi adalah melakukan perhitungan estimasi luas tanam padi yang diperoleh dengan cara mencari kebutuhan penyediaan beras, produksi padi, areal panen dan areal tanam. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

54 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 4.3. Estimasi Luas Panen dan Tanam Padi, Tahun Tahun Jumlah Penduduk (juta orang) Konsumsi Beras Langsung (juta ton) Penyediaan Beras (juta ton) Produksi Padi (juta ton GKG) Kebutuhan Areal Panen (juta ha) Areal Tanam (juta ha) ,26 26,73 29,73 52,88 10,55 11, ,21 27,11 30,29 53,88 10,75 11, ,21 27,50 30,87 54,90 10,96 11, ,24 27,89 31,46 55,96 11,17 11, ,32 28,29 32,08 57,05 11,39 11, ,44 28,69 32,71 58,18 11,61 12, ,61 29,10 33,36 59,34 11,84 12, ,82 29,52 34,03 60,53 12,08 12, ,08 29,94 34,72 61,76 12,33 12, ,38 30,37 35,44 63,03 12,58 13, ,52 30,91 36,28 64,53 12,88 13, ,81 31,33 37,03 65,86 13,15 13, ,15 31,76 37,80 67,24 13,42 14, ,53 32,20 38,60 68,66 13,71 14,43 Sumber : BPS diolah Pusdatin Dari Tabel 4.3. tampak bahwa kebutuhan areal panen dan tanam padi dari tahun ke tahun makin meningkat. Hal ini menggunakan pendekatan konsumsi beras 124,89 kg/kapita/tahun (Bappenas). Setelah diketahui estimasi kebutuhan luas tanam padi tahun maka kita akan uji akurasi dengan menggunakan Nash and Sutcliffe kemudian dikalikan faktor koreksi 95%. Perhitungan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

55 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Tabel 4.4. Uji Akurasi Luas Panen dan Tanam Padi, Tahun Rerata Obs. 12,35 Uji Akurasi : Nash&Sutcliffe (%) 79,12 Tahun Luas Panen Luas Panen Sim. (juta Ha) (juta Ha) (Sim - Obs)^2 (Sim - Obs Rerata)^ ,79 10,55 1,54 3, ,50 10,75 0,56 2, ,52 10,96 0,32 1, ,49 11,17 0,10 1, ,92 11,39 0,29 0, ,84 11,61 0,05 0, ,79 11,84 0,00 0, ,15 12,08 0,00 0, ,33 12,33 0,00 0, ,88 12,58 0,09 0, ,25 12,88 0,14 0, ,20 13,15 0,00 0, ,45 13,42 0,00 1, ,84 13,71 0,02 1,83 Sumber : BPS diolah Pusdatin Berdasarkan Tabel 4.4., terlihat uji akurasi sudah memenuhi syarat yaitu > 70% sehingga untuk melihat kebutuhan benih padi (non hibrida dan hibrida) didekati dengan proporsi lahan yang digunakan untuk tanam benih padi menurut jenis benih. Bila melihat kebutuhan benih padi non hibrida maupun hibrida sekaligus dimana rekomendasi penggunaan per hektarnya berbeda maka diasumsikan bahwa kebutuhan benih tiap jenis berbanding lurus dengan produksi benih dan lahan yang dibutuhkan, sehingga perlu dicari proporsi lahan terlebih dahulu. Hasil perhitungan mendapatkan proporsi lahan seperti Tabel 4.5 berikut ini. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

56 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 4.5. Proporsi Lahan Yang Digunakan Untuk Tanam Benih Padi Menurut Jenis Benih Jenis Benih Padi Produksi Benih (Ton) Rata-rata Butuh Lahan (Ha) Proporsi Lahan (%) Non Hibrida ,48 Hibrida ,52 Total ,00 Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, diolah Pusdatin Keterangan : Luas lahan untuk menanam benih padi non hibrida dan hibrida = 50 kg/ha Dari Tabel 4.5. tampak bahwa total kebutuhan lahan untuk benih padi non hibrida lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan lahan benih padi hibrida. Hal ini dikarenakan produksi benih padi hibrida hanya di 6 provinsi (Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa tengah dam D.I. Yogyakarta) sehingga hanya membutuhkan lahan yang sedikit. Analisis kebutuhan dari masing-masing jenis benih selanjutnya dihitung berdasarkan proporsi lahan (Tabel 4.5.) dikalikan dengan kebutuhan areal luas tanam sawah, kemudian dikalikan dengan masing-masing jenis benih berdasarkan rekomendasi penggunaan benih per hektarnya. Hasil perhitungan analisis kebutuhan benih padi seperti pada tabel dibawah ini. 44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

57 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Tahun Tabel 4.6. Analisis Kebutuhan Benih Padi, Tahun Jumlah Penduduk (juta orang) Konsumsi Beras Langsung (juta ton) Sumber : BPS diolah Pusdatin Penyediaan Beras (juta ton) Kebutuhan Produksi Padi (juta ton GKG) Areal Panen (juta ha) Areal Tanam (juta ha) Kebutuhan Benih Padi Non Hibrida (ribu ton GKG) Estimasi Kebutuhan Benih Padi Hibrida (ribu ton GKG) Jumlah Kebutuhan Benih Padi (ribu ton GKG) ,96 32,65 39,43 70,14 14,00 14,74 718,23 18,57 736, ,44 33,10 40,29 71,66 14,30 15,06 733,85 18,97 752, ,48 33,49 41,11 73,13 14,60 15,36 748,88 19,36 768, ,55 33,89 41,97 74,65 14,90 15,68 764,47 19,76 784, ,67 34,29 42,86 76,23 15,22 16,02 780,64 20,18 800, ,82 34,70 43,78 77,87 15,54 16,36 797,44 20,61 818, ,00 35,11 44,74 79,57 15,88 16,72 814,88 21,07 835, ,71 35,47 45,66 81,22 16,21 17,07 831,79 21,50 853, ,45 35,82 46,63 82,94 16,56 17,43 849,40 21,96 871, ,21 36,18 47,64 84,74 16,91 17,80 867,74 22,43 890, ,01 36,54 48,69 86,60 17,29 18,20 886,85 22,93 909, ,83 36,91 49,78 88,55 17,67 18,60 906,78 23,44 930, ,11 37,20 50,85 90,45 18,05 19,00 926,23 23,94 950, ,40 37,50 51,97 92,43 18,45 19,42 946,57 24,47 971, ,72 37,80 53,13 94,51 18,86 19,86 967,84 25,02 992, ,05 38,10 54,36 96,69 19,30 20,31 990,11 25, , ,40 38,41 55,64 98,96 19,75 20, ,43 26, , ,24 38,64 56,91 101,22 20,20 21, ,60 26, , ,09 38,88 58,24 103,60 20,68 21, ,92 27, , ,95 39,12 59,65 106,09 21,18 22, ,47 28, , ,82 39,37 61,12 108,72 21,70 22, ,32 28, , ,71 39,61 62,67 111,47 22,25 23, ,54 29, ,05 Berdasarkan data jumlah penduduk dan laju pertumbuhan, konsumsi beras (kg/kapita/tahun), penggunaan benih padi perhektar berdasar rekomendasi yang dianjurkan oleh Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (50 kg/ha) dan proporsi lahan yang digunakan untuk tanam benih padi menurut jenis benih (Tabel 4.5), maka dapat dilakukan perhitungan kebutuhan benih padi non hibrida dan hibrida tahun berdasarkan produksi benih padi non hibrida dan hibrida (Tabel 4.1). Dari hasil perhitungan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

58 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian (Tabel 4.6) menunjukkan kebutuhan benih padi tiap tahunnya mengalami kenaikan yang bervariasi. Perlu diingat bahwa kebutuhan benih padi bersubsidi adalah pada sub sektor tanaman pangan yang komoditasnya tidak hanya padi meskipun sebagian besar didominasi padi. Tampak pada Gambar 4.5. bahwa kebutuhan benih padi tiap tahunnya dapat dipenuhi dari ketersediaan benih padi berdasar kebutuhan benih padi bersubsidi pada jenis benih padi yang sama. Dilihat dari kebutuhan benih padi non hibrida merupakan konsumen benih padi terbesar tiap tahunnya. Besarnya konsumsi tersebut menyebabkan subsektor tanaman pangan paling merasakan dampaknya bila terjadi masalah dalam penyediaan subsidi benih padi. Gambar 4.5. Grafik Kebutuhan Benih Padi, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

59 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian KERAGAAN PUPUK Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production system), kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi. Kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh faktor yang saling berkaitan seperti ketersediaan hara, kebutuhan hara tanaman, dan target hasil yang ingin dicapai. Pupuk merupakan sarana produksi yang cukup besar peranannya dalam memberikan produksi yang optimal meskipun ada ukuran yang harus dipenuhi. Peranannya yang sangat penting sebagai salah satu input produksi tersebut maka dipandang perlu oleh pemerintah untuk memberikan pupuk bersubsidi kepada petani. Pupuk utama yang diberikan subsidi adalah urea, ZA, NPK, SP 36 dan organik. Tujuan pemberian subsidi adalah untuk memberikan keringanan pada petani dalam mendapatkan harga pupuk yang terjangkau oleh petani. Perkembangan kebutuhan pupuk menurut jenis pupuk pada tahun 2013 seperti pada Gambar 4.6. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

60 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Organik 8,59% NPK 24,75% Urea 44,83% ZA 12,48% SP 36 9,35% Gambar 4.6. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2013 Berdasarkan Gambar 4.6., kebutuhan pupuk terbesar adalah jenis urea sebesar ton (44,83%), NPK sebesar ton (24,75%), ZA sebesar ton (12,48%), SP 36 sebesar ton (9,35%) dan organik sebesar ton (8,59%). Tabel 4.7. Kebutuhan dan Realisasi Pupuk Bersubsidi Tahun 2013 No Uraian Urea SP 36 ZA NPK Organik 1 Kebutuhan (ton) Realisasi (ton) Realisasi (%) 100,66 102,32 99,57 106,88 108,25 Sumber : Direktorat Jenderal PSP diolah Pusdatin 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

61 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 Berdasar tabel 4.7., kebutuhan pupuk bersubsidi yang terbanyak adalah untuk pupuk urea dengan total kebutuhan untuk sektor pertanian sebanyak ton dan telah di realisasikan sebanyak ton atau 100,66%. Sedangkan untuk pupuk jenis NPK total kebutuhan untuk sektor pertanian sebanyak ton dan telah direalisasikan sebanyak ton atau 106,88%. Sementara untuk pupuk jenis ZA total kebutuhan untuk sektor pertanian sebanyak ton dan telah direalisasikan sebanyak ton atau 99,57%. Sedangkan untuk pupuk jenis SP 36 total kebutuhan untuk sektor pertanian adalah sebanyak ton dan telah direalisasikan sebanyak ton. Kebutuhan pupuk bersubsidi jenis organik untuk sektor pertanian adalah sebanyak ton dan telah direalisasikan sebanyak ton atau 108,25%. Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi paling banyak adalah jenis organik, dengan persentase penyaluran mencapai 108,25, kemudian urutan berikutnya adalah pupuk jenis NPK dengan persentase penyaluran mencapai 106,88, urutan ketiga ditempati oleh pupuk jenis SP 36 dengan persentase penyaluran mencapai 102,32, berikutnya adalah pupuk yang paling banyak digunakan oleh para petani yaitu urea dengan persentase penyaluran mencapai angka 100,66 dan yang paling terakhir adalah pupuk jenis ZA dengan persentase penyaluran mencapai angka 99, ANALISIS KEBUTUHAN PUPUK Langkah awal dalam menganalisis kebutuhan pupuk adalah melakukan perhitungan estimasi luas tanam padi yang diperoleh dengan cara mencari kebutuhan penyediaan beras, produksi padi, areal panen dan areal tanam. Hasil perhitungan seperti pada Tabel 4.8. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

62 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Tabel 4.8. Kebutuhan Beras Langsung, Areal Panen dan Areal Tanam, Tahun Tahun Jumlah Penduduk (juta orang) Beras Langsung (juta ton) Kebutuhan Areal Panen (juta ha) Areal Tanam (juta ha) ,26 26,73 10,55 11, ,21 27,11 10,75 11, ,21 27,50 10,96 11, ,24 27,89 11,17 11, ,32 28,29 11,39 11, ,44 28,69 11,61 12, ,61 29,10 11,84 12, ,82 29,52 12,08 12, ,08 29,94 12,33 12, ,38 30,37 12,58 13, ,52 30,91 12,88 13, ,81 31,33 13,15 13, ,15 31,76 13,42 14, ,53 32,20 13,71 14,43 Sumber : BPS diolah Pusdatin Dari tabel 4.8. terlihat bahwa pada tahun 2000 jumlah penduduk berada di kisaran 206,26 juta orang membutuhkan areal tanam untuk padi sebanyak 11,11 juta ha dengan kebutuhan areal panen sebanyak 10,55 juta ha untuk menghasilkan beras langsung sebanyak 26,73 juta ton. Dengan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 16,83% maka pada tahun 2013 jumlah penduduk berada di kisaran 248,53 juta orang. Sedangkan untuk areal tanam padi dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 2,03% maka 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

63 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 pada tahun 2013 para petani padi membutuhkan setidaknya 14,43 juta ha. Demikian halnya dengan areal panen yang rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 2,03% maka pada tahun 2013 membutuhkan sekitar 13,71 juta ha sawah. Estimasi Kebutuhan Luas Tanam dan Pupuk Bersubsidi, Juta Ha juta ton , , , , , Urea 2,95 3,01 3,07 3,14 3,20 3,27 3,34 3,41 3,49 3,56 3,64 3,72 3,80 3,88 3,97 4,06 4,16 4,25 4,35 4,46 4,57 4,68 SP-36 0,37 0,38 0,38 0,39 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,45 0,47 0,48 0,49 0,50 0,51 0,52 0,53 0,54 0,56 0,57 0,59 Est. Luas Tanam 14,74 15,06 15,36 15,68 16,02 16,36 16,72 17,07 17,43 17,80 18,20 18,60 19,00 19,42 19,86 20,31 20,79 21,27 21,77 22,29 22,84 23,42 NPK 2,21 2,26 2,30 2,35 2,40 2,45 2,51 2,56 2,61 2,67 2,73 2,79 2,85 2,91 2,98 3,05 3,12 3,19 3,27 3,34 3,43 3,51 ZA 0,37 0,38 0,38 0,39 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,45 0,47 0,48 0,49 0,50 0,51 0,52 0,53 0,54 0,56 0,57 0,59 Organik 0,74 0,75 0,77 0,78 0,80 0,82 0,84 0,85 0,87 0,89 0,91 0,93 0,95 0,97 0,99 1,02 1,04 1,06 1,09 1,11 1,14 1,17 Gambar 4.7. Estimasi Kebutuhan Luas Tanam dan Pupuk Bersubsidi Tahun Dari gambar 4.7. terlihat bahwa estimasi kebutuhan luas tanam cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 membutuhkan areal luas tanam sekitar 14,74 juta ha maka dibutuhkan pupuk jenis urea sebanyak 2,95 juta ton, pupuk jenis NPK membutuhkan sebanyak 2,21 juta ton, pupuk organik membutuhkan sebanyak 0,74 juta ton, dan untuk pupuk jenis ZA dan SP 36 sama-sama membutuhkan 0,37 juta ton. Dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 2,23%, maka diperkirakan pada tahun 2035 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

64 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian para petani akan membutuhkan luas tanam padi sekitar 23,42 juta ha dengan perkiraan kebutuhan pupuk jenis urea sebanyak 4,68 juta ton, pupuk jenis NPK diperkirakan membutuhkan 3,51 juta ton, pupuk organik membutuhkan sekitar 1,17 juta ton, dan untuk pupuk jenis SP 36 dan ZA sama-sama membutuhkan 0,59 juta ton. Tabel 4.9. Rencana Kebutuhan Tiap Jenis Pupuk Tahun 2013 Sub Sektor Rencana Kebutuhan Tiap Jenis Pupuk (Ton) Urea % SP-36 % ZA % NPK % Organik % Tanaman Pangan , , , , ,50 Hortikultura , , , , ,99 Perkebunan , , , , ,73 Peternakan , , , , ,78 Pertanian , , , , ,00 Sumber : Ditjen PSP diolah Pusdatin Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 122/Permentan/SR.130/11/2013 Tanggal : 26 Nopember 2013, maka rencana kebutuhan untuk setiap jenis pupuk seperti terlihat pada tabel Dilihat dari tabel distribusi rencana kebutuhan pupuk di sektor pertanian tahun 2013 kebutuhan pupuk jenis urea untuk sektor pertanian membutuhkan sebanyak ton selama tahun 2013, dengan perincian untuk subsektor tanaman pangan membutuhkan ton atau 75,17%, subsektor perkebunan membutuhkan ton atau 15,79%, subsektor hortikultura membutuhkan ton atau 5,93% dan subsektor peternakan membutuhkan ton atau 3,11%. Kebutuhan pupuk jenis NPK untuk sektor pertanian membutuhkan sebanyak ton selama tahun 2013, dengan perincian untuk subsektor tanaman pangan membutuhkan ton atau 68,11%, subsektor perkebunan membutuhkan ton atau 19,46%, subsektor hortikultura membutuhkan ton atau 10,30% dan subsektor peternakan 52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

65 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 membutuhkan ton atau 2,12%. Kebutuhan pupuk jenis ZA untuk sektor pertanian membutuhkan sebanyak ton selama tahun 2013, dengan perincian untuk subsektor tanaman pangan membutuhkan ton atau 64,26%, subsektor perkebunan membutuhkan ton atau 28,12%, subsektor hortikultura membutuhkan ton atau 5,02% dan subsektor peternakan membutuhkan ton atau 2,60%. Kebutuhan pupuk jenis organik untuk sektor pertanian membutuhkan sebanyak ton dengan perincian untuk subsektor tanaman pangan membutuhkan ton atau 74,50%, subsektor perkebunan membutuhkan ton atau 13,73%, subsektor hortikultura membutuhkan ton atau 8,99% dan subsektor peternakan membutuhkan ton atau 2,78%. Kebutuhan pupuk jenis SP 36 untuk sektor pertanian membutuhkan sebanyak ton dengan perincian untuk subsektor tanaman pangan membutuhkan ton atau 72,31%, subsektor perkebunan membutuhkan ton atau 18,95%, subsektor hortikultura membutuhkan ton atau 5,82% dan subsektor peternakan membutuhkan ton atau 2,91%. Tabel Neraca Pupuk Bersubsidi Tahun 2013 No Jenis Pupuk Kebutuhan Ketersediaan Pupuk Padi Pupuk Padi (ton) Neraca 1 Urea ( ) 2 SP ( ) 3 ZA ( ) 4 NPK ( ) 5 Organik ( ) Indonesia ( ) Sumber : Ditjen PSP diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

66 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Neraca pupuk diperlukan informasinya dalam rangka memenuhi kebutuhan pupuk untuk keperluan kebutuhan produksi pupuk di Indonesia. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tahun 2013 semua jenis pupuk bersubsidi mengalami defisit sebesar ton dengan perincian : pupuk jenis NPK mengalami defisit yang paling besar yaitu sebesar ton, kemudian pupuk organik defisit sebesar ton, pupuk ZA mengalami defisit sebesar ton, pupuk SP 36 mengalami defisit sebesar ton dan pupuk jenis urea yang mengalami defisit paling sedikit yaitu sebesar ton. 54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

67 (mm) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 BAB V. I K L I M 5.1. CURAH HUJAN Jumlah Curah hujan rata-rata bulanan di Indonesia pada tahun 2013 berkisar antara mm. Jumlah curah hujan rata- rata yang paling tinggi terdapat pada bulan Desember yakni 369 mm dan Januari 350 mm, sedangkan jumlah curah hujan rata-rata yang paling rendah terdapat pada bulan September yaitu 124 mm. Pada bulan Desember jumlah curah hujan yang paling tinggi terdapat di Stasiun Ujung Pandang yaitu 809 mm, sedang jumlah curah hujan yang paling rendah terdapat di stasiun Semarang Maritim yakni 42 mm. Mengenai distribusi jumlah curah hujan Rata rata bulanan selama 1 tahun di Indonesia pada tahun 2013 disajikan pada Gambar 5.1. Rata-rata Curah Hujan Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Gambar 5.1. Distribusi Jumlah Curah Hujan Rata-rata salama 1 tahun di Indonesia Tahun 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

68 ( 0 C) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian 5.2. TEMPERATUR Rata-rata temperatur bulanan di Indonesia pada tahun 2013 berkisar 26,3-27,4 C. Rata-rata temperatur bulanan yang paling tinggi terdapat pada bulan Maret, April dan Oktober yakni 27,4 C. Sedangkan rata- rata temperatur bulanan terendah terdapat pada bulan Juli yakni 26,3 C. Pada bulan Oktober temperatur bulanan yang paling tinggi terdapat di Surabaya, yakni 30,2 C, sedang temperatur yang paling rendah terdapat di Bandung yakni 22,5 C. Mengenai distribusi rata-rata temperatur bulanan selama 1 tahun di Indonesia pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar berikut. Rata-rata Temperatur di Indonesia Tahun ,6 27,4 27,4 27,4 27,3 27,3 27,4 27,2 27,0 26,9 26,9 26,9 27,1 26,8 26,7 26,6 26,5 26,4 26,3 26,2 26,0 25,8 25,6 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Gambar 5.2. Distribusi Temperatur Rata-rata selama 1 tahun di Indonesia Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

69 (%) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian KELEMBABAN Rata-rata kelembaban bulanan di Indonesia pada tahun 2013 berkisar 79,20-85,50 %. Rata-rata kelembaban bulanan yang paling tinggi terdapat pada bulan Desember yakni 85,50% dan Mei yakni 84,22%, sedangkan ratarata kelembaban bulanan terendah terdapat pada bulan Agustus yakni 79,20%. Pada bulan Desember kelembaban bulanan yang paling tinggi terdapat di Medan 113,2%, sedang kelembaban yang paling rendah terdapat di Kupang yakni 61,5 %. Mengenai distribusi rata-rata kelembaban bulanan di Indonesia pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar berikut. Rata-rata Kelembaban di Indonesia Tahun ,00 85,50 85,00 84,00 83,00 84,11 84,12 82,77 83,88 84,22 82,16 82,23 82,34 82,00 81,00 80,00 79,20 79,60 79,33 79,00 78,00 77,00 76,00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Gambar 5.3. Perkembangan Kelembaban Rata-rata Bulanan Selama 1 Tahun di Indonesia Tahun 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

70 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB VI. ANALISIS ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) 6.1. OPT TANAMAN PANGAN OPT Padi Padi merupakan tanaman pangan pokok bagi penduduk Indonesia, setiap tahun produksi padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Produksi padi turut dipengaruhi oleh kondisi selama pertanamannya, di antaranya ada tidaknya serangan hama pengganggu. Berdasarkan data yang diperoleh, OPT yang menyerang tanaman padi di Indonesia adalah penggerek batang (PB), wereng batang coklat (WBC), tikus, blas, BLB/Kresek dan tungro. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 luas yang terkena serangan pada tanaman padi tertinggi terjadi karena wereng batang coklat mencapai luasan sebesar ha pada tahun 2011, sedangkan yang terendah terjadi pada tungro mencapai luasan sebesar 7,747 ha pada tahun Sementara pada periode yang sama tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 puso pada tanaman padi tertinggi terjadi karena wereng batang coklat mencapai ha (tahun 2011) dan terkecil yang menyerang tanaman padi terjadi karena BLB/kresek mencapai luaasan 7 ha (tahun 2013). Begitu juga pada periode yang sama untuk luas pengendalian tanaman padi tertinggi terjadi karena tikus mencapai ha (tahun 2012) dan terkecil terjadi karena tungro mencapai ha (tahun 2012). Secara rinci hal ini dapat dapat dilihat pada Gambar 6.1 dibawah ini. 58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

71 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian (Ha) Penggerek Batang Wereng Batang Coklat Tikus Blas BLB Kresek Tungro Gambar 6.1. Luas Serangan OPT Pada Tanaman Padi di Indonesia, Tahun OPT Jagung Berdasarkan data yang diperoleh, OPT utama yang menyerang tanaman jagung di Indonesia adalah pengerek tongkol, penggerek batang, ulat grayak, lalat bibit, bulai dan tikus. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yang terkena serangan pada tanaman jagung tertinggi terjadi karena tikus mencapai luasan ha (tahun 2011), sedangkan yang terkecil terjadi karena ulat grayak mencapai ha (tahun 2012). Sementara puso pada tanaman jagung tertinggi terjadi karena penyakit bulai mencapai 127 ha (tahuh 2011), puso terkecil terjadi karena penggerek batang mencapai 1 ha. Luas pengendalian pada tanaman jagung tertinggi terjadi karena serangan tikus mencapai ha (tahun 2011), sedangkan terkecil terjadi karena serangan ulat grayak mencapai 824 ha (tahun 2012). Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

72 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian (Ha) Penggerek Tongkol Penggerek Batang Ulat Grayak Lalat Bibit Penyakit Bulai Tikus Gambar 6.2. Luas Serangan Pada Tanaman Jagung di Indonesia, Tahun OPT Kedelai OPT utama yang menyerang tanaman kedelai di Indonesia adalah ulat grayak, penggulung daun, lalat kacang, tikus, pengerek polong dan ulat jengkal. Tanaman kedelai pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yang terkena serangan OPT, tertinggi terjadi karena penggerek polong mencapai luasan ha (tahun 2013), sedangkan yang terkecil terjadi karena lalat kacang mencapai 416 ha (tahun 2013), sementara puso tanaman kedelai tertinggi terjadi karena serangan tikus mencapai 15 ha (tahun 2012) dan puso terendah terjadi karena penggulung daun mencapai 1 ha (tahun 2013). Luas pengendalian tanaman kedelai tertinggi terjadi pada ulat grayak mencapai ha (tahun 2011) dan luas pengendalian tanaman kedelai 60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

73 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 terkecil terjadi pada penggulung daun mencapai 280 ha (tahun 2013), dapat dilihat pada Gambar Ulat Grayak Penggulung Lalat Tikus Penggerek Ulat Jengkal Daun Kacang Polong Gambar 6.3. Luas Serangan Pada Tanaman Kedelai di Indonesia, Tahun OPT Kacang Tanah OPT utama yang menyerang tanaman kacang tanah di Indonesia adalah ulat grayak, pelipat daun, bercak daun coklat, babi hutan, tikus dan karat daun. Pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 luas yang tanaman kacang tanah yang terkena serangan tertinggi terjadi karena bercak daun coklat mencapai luasan ha (tahun 2011), sedangkan yang terkecil terjadi pada pelipat daun mencapai 56 ha (tahun 2013). Sementara puso pada tanaman kacang tanah tertinggi terjadi karena tikus mencapai 12 ha (tahun 2011) dan puso tanaman kacang tanah terendah terjadi karena pelipat daun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

74 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian hutan mencapai 1 ha (tahun 2013). Secara rinci dapat dilihat pada Gambar Ulat Grayak Pelipat Bercak Babi Hutan Tikus Karat Daun Daun Daun Coklat Gambar 6.4. Luas Serangan OPT Pada Tanaman Kacang Tanah di Indonesia, Tahun OPT Kacang Hijau Tanaman kacang hijau memiliki prospek yang baru untuk dikembangkan, terutama di lahan sawah pada musim kemarau, disamping potensi pasar terhadap kacang hijau terlihat cukup besar dan terus bertambah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi kacang hijau secara nasional, antara lain melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Namun demikian masih banyak kendala teknis yang dihadapai yaitu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu risiko dalam upaya peningkatan produksi kacang hijau. Hama kacang hijau sering menyerang tanaman yang masih di lahan atau menyerang biji yang telah disimpan di gudang. Beberapa hama penting 62 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

75 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 yang sering menyerang tanaman kacang hijau adalah penggerek polong, lalat kacang, ulat grayak dan tikus. Luas serangan OPT tanaman kacang hijau periode tahun disajikan pada Gambar 6.5. Dari 4 (empat) jenis OPT utama yang menyerang tanaman kacang hijau tersebut yang memiliki rata-rata luas serangan tertinggi selama periode tersebut adalah penggerek polong, diikuti kemudian ulat grayak dan tikus masing-masing menyerang dengan luas serangan tahun 2013 sebesar 449 ha, 276 ha dan 159 ha. Luas serangan OPT dan penyakit tanamanan kacang hijau yang menyebabkan puso disebabkan oleh ulat grayak seluas 2 ha pada tahun Jenis OPT utama yang paling besar menyerang tanaman kacang hijau secara total adalah penggerek polong, pada tahun 2011 secara kumulatif provinsi yang terkena serangan pengerek polong terbesar terjadi di provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 478 ha, sementara yang terkecil terjadi di provinsi Sumatera Barat yang hanya 2 ha Penggerek Polong Lalat Kacang Ulat Grayak Tikus Gambar 6.5. Luas Serangan OPT Pada Tanaman Kacang Hijau di Indonesia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63

76 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian OPT Ubi Jalar Faktor pembatas budidaya ubi jalar OPT yang seringkali muncul pada musim hujan adalah faktor jamur yang menyebabkan terjadinya penyakit kudis pada daun dan batang dan busuk hitam pada ubi. Sebaliknya pada musim kemarau kerusakan ubi lebih banyak ditimbulkan oleh hama boleng. Penyakit busuk hitam hama boleng keduanya sangat menurunkan mutu, sehingga tidak dapat dikonsumi maupun untuk bahan industri, biasanya oleh petani ubijalar yang terserang dibuang begitu saja di lahan. Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman ubi jalar periode tahun ada 4 jenis yaitu babi hutan, bercak daun coklat, hama boleng dan tikus, secara lengkap disajikan pada Gambar 6.6. Luas terkena serangan tertinggi periode tahun adalah serangan tikus mencapai 342 ha, sementara serangan OPT terkecil terjadi pada luas serangan bercak daun coklat sebesar 15 ha. Bila diamati, luas serangan OPT pada tanaman ubi jalar tahun 2011, sebagian besar disebabkan serangan babi hutan seluas 265 ha, diikuti kemudian oleh tikus seluas 247 ha dan sisanya disebabkan oleh hama boleng seluas 161 ha, becak daun coklat seluas 56 ha. Pada periode tersebut, provinsi yang terkena serangan babi hutan terbesar terjadi di provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 103 ha, sedangkan luas serangan terkecil terjadi di Sulawesi Utara yang hanya 1 Ha. 64 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

77 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Babi Hutan Bercak Daun Hama Boleng Tikus Coklat Gambar 6.6. Luas Serangan OPT Pada Tanaman Ubi Jalar di Indonesia, Tahun OPT Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman andalan bagi kehidupan sebagian besar masyarakat di daerah lahan kering. Hingga kini rata-rata hasil ubi kayu nasional masih tergolong rendah yaitu sekitar 18,2 ton per hektar, maka upaya peningkatan produksi terus dilakukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksinya adalah dengan pengendalikan OPT yang menyerang tanaman ubi kayu tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan, Jenis OPT yang menyerang tanaman ubi kayu selama periode ada 3 jenis hama penyakit yaitu babi hutan, bercak daun coklat, tungau dan tikus. Selama periode tersebut OPT yang menyerang tanaman ubi kayu terbesar adalah babi hutan dan bercak daun coklat. Hama babi hutan merupakan hama yang tertinggi merusak tanaman ubi kayu pada Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65

78 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian tahun 2011 dengan luas serangan mencapai ha dan jenis OPT kedua adalah tungau dengan luas serangan sebesar ha (Gambar 6.7). Dari 3 jenis OPT yang paling besar menyerang tanaman ubi kayu tersebut adalah babi hutan yaitu 621 ha terjadi di provinsi Sulawesi Tenggara dan luas seranga di Riau menempati urutan ke dua yaitu 303 ha. Secara umum terlihat serangan babi hutan tersebar di hampir semua provinsi. Luas serangan OPT yang mengakibatkan puso periode , jumlahnya cukup besar hingga mencapai 16 ha Babi Hutan Bercak Daun Tungau Tikus Coklat Gambar 6.7. Luas Serangan OPT Pada Tanaman Ubi Kayu di Indonesia, Tahun OPT HORTIKULTURA OPT Jeruk Selama periode tahun , gangguan OPT utama tanaman jeruk meliputi serangan lalat buah, penggerek buah, kutu daun, diplodia, embun 66 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

79 (pohon) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 jelaga, CVPD, embun tepung, jamur upas, ulat daun, busuk pangkal batang dan tungau. Luas tambah serangan OPT tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, luas tambah serangan lalat buah terpantau cukup dominan dibandingkan dengan OPT yang lain, yakni lebih dari 1,5 juta pohon (Gambar 6.8) Lalat Buah Pengger ek Buah Kutu Daun Diplodia Embun Jelaga CVPD Embun Tepung Jamur Upas Ulat Daun Busuk Pangkal Batang Tungau Gambar 6.8. Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Jeruk, Tahun Serangan lalat buah tersebut banyak ditemukan di Sumatera Utara dan Aceh. Berikutnya adalah serangan penggerek buah, dengan luas tambah serangan pada periode ini mencapai 215,8 ribu pohon, dan terpantau dominan menyerang tanaman jeruk di Sumatera Utara. Serangan OPT kutu daun pada tahun 2013 mencapai 153,85 ribu pohon dan dominan terjadi di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 15,12 ribu pohon. Sementara, serangan OPT tungau Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67

80 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian relatif sangat kecil dibandingkan dengan ketiga OPT lainnya, yakni hanya menyerang 377 pohon OPT Cabe Pada kegiatan budidaya cabe, terdapat banyak OPT yang biasa menyerang yakni yang dominan adalah virus kuning, trips, lalat buah, antraknose, virus keriting, bercak daun, kutu daun, layu fusarium, busuk buah, dan ulat grayak. Pada periode tahun , luas tambah serangan OPT tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Selama tahun 2013, OPT antraknose mendominasi luas tambah serangan tanaman cabe yang mencapai 6,3 ribu hektar. Serangan OPT ini terpantau dominan terjadi di Jawa Barat dengan luas tambah serangan mencapai 919 hektar. Berikutnya, adalah serangan OPT trips dengan luas tambah serangan mencapai 3,56 ribu hektar dan dominan terjadi di Provinsi Jawa Tengah sebesar 927 hektar. OPT berikunya adalah virus kuning, lalat buah dan kutu daun dengan luas tambah serangan masing-masing sebesar 3,46 ribu hektar, 3,18 ribu hektar, dan 2,67 ribu hektar. Sementara, OPT virus keriting, layu fusarium, bercak daun, ulat grayak, dan busuk buah mempunyai luas tambah serangan yang relatif kecil dibanding OPT yang lain (Gambar 6.9). 68 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

81 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Antrakno Trip Kutu Lalat Virus Virus Bercak Layu Ulat Busuk Layu Tungau Viurs se Daun Buah Kuning Keriting Daun Fusarium Grayak Buah Bakteri Mozaik Gambar 6.9. Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Cabe, Tahun OPT Bawang Merah OPT yang dominan menyerang tanaman bawang merah adalah ulat bawang, penyakit trotol, antraknose, mati pucuk, penggorok daun, busuk pangkal umbi, trips dan busuk daun. Selama periode tahun , luas tambah serangan semua OPT bawang merah cenderung mengalami penurunan. Selama tahun 2013, OPT yang dominan menyerang pertanaman bawang merah adalah ulat bawang dan penyakit trotol. Luas tambah serangan ulat bawang tahun 2013 mencapai 3,85 ribu hektar dan dominan ditemukan di Provinsi Jawa Tengah yang mencapai 2,22 ribu hektar. Sementara, luas tambah serangan penyakit trotol selama tahun 2013 sebesar 1,74 ribu hektar dan dominan juga terjadi di Provinsi Jawa Tengah sebesar 1,08 ribu hektar. Luas tambah serangan OPT yang lain relatif lebih rendah dibandingkan dengan luas tambah serangan ulat bawang dan penyakit trotol. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69

82 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Ulat Bawang Penyakit Trotol Busuk Pangkal Umbi Mati Pucuk Busuk Daun Pengorok Daun Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Bawang Merah, Tahun Antraknose Trips Ulat Grayak OPT Anggrek Pada periode tahun , terdapat 7 (tujuh) OPT yang dominan menyerang pertanaman anggrek, dengan kecenderungan mengalami penurunan kecuali serangan siput telanjang yang menunjukkan tedensi peningkatan serangan selama periode tersebut. Selama tahun 2013, OPT siput telanjang dan cercospora merupakan OPT yang paling luas menyerang tanaman anggrek. Luas tambah serangan siput telanjang terpantau terjadi di 2 (dua) provinsi yang mencapai 3,55 ribu pot dengan Provisni Banten merupakan provinsi dengan luas tambah serangan siput telanjang yang terbesar yakni mencapai 3,26 ribu pot. Sementara, luas tambah serangan cercospora selama tahun 2013 terpantau terjadi di 2 (dua) provinsi sebesar 777 pot dan dominan terpantau terjadi di Provinsi Jawa Barat sebesar 750 pot. 70 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

83 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Kutu Perisai Bercak Cercospora Siput Kumbang Molusca Tungau Daun Telanjang Gajah Jingga Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Anggrek, Tahun OPT Melati Selama periode tahun , OPT utama yang menyerang tanaman melati adalah tungau akarina, bercak daun dan ulat daun. Selama periode tersebut, luas tambah serangan tungau akarina, bercak daun dan ulat daun cenderung menurun. Selama periode tahun 2013 OPT ulat daun merupakan OPT yang paling banyak menyerang tanaman melati dengan luas tambah serangan mencapai 1,31 ribu hektar dan hanya terjadi di Provinsi Jawa Barat. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71

84 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Ulat Daun Tungau Bercak Bercak Kutu Putih Nematoda Akarina Daun Bunga Gambar Luas Tambah Serangan (LTS) OPT Utama Tanaman Melati, Tahun OPT PERKEBUNAN OPT Kelapa Sawit Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang tanaman Kelapa Sawit di Indonesia ada 4 jenis, yaitu Ulat Api, Babi Hutan, Tikus, dan Busuk Pangkal Batang Sawit (Ganoderma, sp). Dari ke-empat jenis OPT tersebut yang paling besar luas serangannya di tahun 2013, adalah Busuk Pangkal Batang Sawit (Ganoderma, sp), Babi Hutan dan Tikus. Ketiga jenis OPT tersebut di sepanjang tahun 2013 menyerang tanaman kelapa sawit dengan total luas serangan masing-masing 85,6 ribu hektar, 50,1 ribu hektar dan 41,58 ribu hektar. Secara rinci data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 72 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

85 (ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Ulat Api Babi Hutan Tikus Busuk Pangkal Batang Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Kelapa Sawit, Tahun 2013 Serangan terluas pada tanaman kelapa sawit adalah jenis OPT busuk pangkal batang terjadi pada periode triwulan ke-2 tahun 2013 dengan luas serangan mencapai 30,8 ribu hektar. Jenis OPT terbesar kedua yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah babi hutan dengan luas serangan mencapai 19,3 ribu hektar yang terjadi pada triwulan pertama tahun 2013 (Gambar 6.13) OPT Tebu OPT utama yang menyerang tanaman Tebu di Indonesia ada 4 jenis, yaitu Penggerek Batang (Chilo sp.), OPT Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga, sp), Uret (Lepidiota stigma), dan Tikus (Rattus sp.). Dari keempat jenis OPT tersebut yang paling besar luas serangannya di tahun 2013, adalah uret dan penggerek batang (Chilo, sp). Kedua jenis OPT tersebut di sepanjang tahun 2013 menyerang tanaman tebu dengan luas serangan masing-masing 4,88 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73

86 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian ribu hektar dan 2,77 ribu hektar. Secara rinci data ini dapat dilihat pada Gambar Penggerek Penggerek Uret Tikus Karat Kutu Bulu Luka Api Babi Batang Pucuk Daun Putih Hutan Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Tebu, Tahun 2013 Serangan terluas terjadi pada periode triwulan ke-4 baik untuk serangan OPT uret (Lepidiota stigma), penggerek batang (Chilo, sp) maupun serangan OPT penggerek pucuk (Scirpophaga, sp). Luas serangan OPT uret pada triwulan ke-4 mencapai 4,88 ribu ha untuk OPT penggerek batang pada triwulan ke-4 mencapai 2,77 ribu ha dan penggerek pucuk menyerang seluas 2,04 ribu ha OPT L a d a OPT utama yang menyerang tanaman Lada di Indonesia ada 6 jenis, yaitu penyakit busuk pangkal batang (Phytopthara capsici), hama penghisap buah (Dasynus piperis), hama penggerek batang/buah (Laphobaris piperis), 74 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

87 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 penyakit kuning (Radopholus, sp), jamur pirang, dan keriting daun. Dari keenam jenis OPT tersebut yang paling besar luas serangannya di tahun 2013, adalah hama penghisap buah (Dasynus piperis) dan penyakit busuk pangkal batang (Phytopthara capsici), dan Kedua jenis OPT tersebut di sepanjang tahun 2013 menyerang tanaman lada dengan luas serangan masing-masing 73,89 ribu hektar dan 25,07 ribu hektar. Serangan terluas pada tanaman lada untuk jenis OPT hama penghisap buah lada (Dasynus piperis), terjadi pada triwulan ke 3, dengan luas serangan mencapai 66,87 ribu hektar. Sementara untuk serangan terluas kedua adalah busuk pangkal batang (Phytopthara capsici), serangan terluas terjadi pada Triwulan pertama yaitu seluas 8,66 ribu hektar Penghisap Busuk Pangkal Penggerek Penyakit Jamur Pirang Keriting Daun Buah Lada Batang Batang/buah Kuning Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Gambar Luas Serangan OPT Utama Tanaman Lada, Tahun 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 75

88 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB VII. PENYAKIT HEWAN Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan ada 15 jenis penyakit hewan menular yang menyerang hewan yakni: AI (Avian Influenza), AT (Anthrax), BR (Brucellosis), AT (Anthrax), BVD (Bovine Viral Diarrhea), HC (Hog Cholera), IBD (Infectious Bursal Disease), AN (Anaplasmosis), BB (Babesiosis), IBR (Infectious Bovine Rhinotrachei), JA (Jembrana Disease), ND (Newcastle Disease), RA (Rabies), SAL (Salmonellosis), SE (Septicaemia Epizooticae), dari kelima belas penyakit hewan tersebut maka penyakit hewan menular yang paling banyak menyerang hewan adalah penyakit AI (Avian Influenza). Sebanyak ekor ternak yang terserang penyakit AI atau 63,06 persen dari total ternak yang terserang penyakit hewan menular. Kemudian penyakit ND (Newcastle Disease) yang menyerang ekor atau 32,30 persen dari total hewan yang terserang dan penyakit IBD (Infectious Bursal Disease) menyerang ekor atau 1,37 persen dari total hewan yang terserang, penyakit. SE (Septicaemia Epizooticae) menyerang ekor atau 0,94 persen, sedang yang lainnya hanya dibawah satu persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.1 di bawah ini. 76 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

89 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 IBD = Infectious Bursal Disease 1,37% SE = Septicaemia Epizooticae 0,94% ND = Newcastle Disease 32,30% AI = Avian Influenza 63,06% AI ND IBD SE HC RA AN SAL BVD SU BB BR JA IBR AT Gambar 7.1. Serangan Penyakit Hewan Menular di Indonesia, Tahun 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 77

90 (Ha) 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian BAB VIII. BENCANA ALAM Iklim di Indonesia yang terdiri dari 2 (dua) musim yaitu musim kering dan musim hujan. Dampak kedua iklim tersebut bagi usaha tani di Indonesia adalah dengan terjadinya banjir dan kekeringan yang menyerang areal pertanian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Banjir Kekeringan Gambar 8.1. Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Komoditas Padi, Januari - Desember Tahun 2013 Data luas terkena banjir dan kekeringan untuk komoditas padi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.1 di atas. Jika dicermati, dampak musim penghujan di tahun 2013 tampak pada bulan Januari - Juli dan Desember. Luasan pertanaman padi yang terkena banjir cukup tinggi pada bulan Januari dan Desember Dampak musim hujan terlihat semakin 78 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

91 (Ha) Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 menurun pada bulan Agustus, September Oktober dan November, walaupun terlihat di bulan Mei kembali sedikit melonjak. Secara umum, pada gambar di atas terlihat dampak banjir lebih parah dibandingkan kekeringan untuk komoditas padi. Kekeringan terjadi pada periode September dan Oktober Kerusakan karena kekeringan paling tinggi terjadi pada bulan September yang mencapai 15,96 ribu ha Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Banjir Kekeringan Gambar 8.2. Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Komoditas Jagung, Januari - Desember 2013 Data luas terkena banjir dan kekeringan untuk komoditas jagung di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.2 di atas. Terlihat bahwa dampak banjir terlihat lebih parah dibandingkan kekeringan. Banjir paling luas menyerang tanaman jagung terjadi pada bulan Januari seluas 6,6 ribu ha. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 79

92 2014 Analisis Data Huku Sektor Pertanian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Banjir Kekeringan Gambar 8.3. Perkembangan Luas Terkena Banjir dan Kekeringan Komoditas Kedelai, Januari Desember 2013 Gambaran sedikit berbeda terlihat pada pertanaman kedelai, di mana dampak banjir lebih parah dibandingkan kekeringan. Luas terkena banjir untuk komoditas kedelai paling tinggi terjadi pada bulan November yaitu 955 ha. Sementara dampak kekeringan yang cukup tinggi juga dialami pertanaman kedelai pada bulan September yaitu seluas 40 ha. 80 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

93 Analisis Data Hulu Sektor Pertanian 2014 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Fungsi Kelompok Tani. 12/fungsi-kelompok-tani.html terhubung secara berkala [16 September 2013] Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto Atas Harga Konstan byek=11&notab=3. Terhubung secara berkala [13 September 2013] Dzikry Subhanie, Penyediaan Sarana Produksi Pertanian Harus Tepat Waktu dan Tepat Mutu. penyediaan-sarana-produksi-pertanian-harus-tepat-waktu-dan-tepatmutu.html terhubung secara berkala [25 Oktober 2013] Fathurrahman, M Pemodelan Fungsi Transfer Multi Input. Vol 2. terhubung secara berkala [8 Juli 2013] Nasution AZ, Analisis Kebutuhan Tenaga Penyuluh Pertanian. terhubung secara berkala [20 September 2013] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 81

94

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 STATISTIK PENDUDUK 1971-2015 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Statistik Penduduk 1971-2015 Ukuran Buku : 27 Cm x 19 Cm (A4) Jumlah Halaman : 257 halaman Naskah : Pusat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI MENURUT GOLONGAN/RUANG, JENIS KELAMIN DAN PENDIDIKAN BERDASARKAN ESELON I KEMENTERIAN PERTANIAN per Desember 2014

DISTRIBUSI MENURUT GOLONGAN/RUANG, JENIS KELAMIN DAN PENDIDIKAN BERDASARKAN ESELON I KEMENTERIAN PERTANIAN per Desember 2014 DISTRIBUSI MENURUT GOLONGAN/RUANG, JENIS KELAMIN DAN PENDIDIKAN BERDASARKAN ESELON I KEMENTERIAN PERTANIAN per Desember 2014 UNIT KERJA Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Jenis Kelamin Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 NTP September 2017 sebesar 96,17 atau turun 0,46 persen dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 12 SERI D NOMOR SERI 2 PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 12 SERI D NOMOR SERI 2 PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 00 NOMOR SERI D NOMOR SERI PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA NOMOR TAHUN 00 TENTANG FORMASI JABATAN FUNGSIONAL ANGKA KREDIT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 KATA PENGANTAR Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

SINKRONISASI SKP DAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL NON PENELITI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN. Biro Organisasi dan Kepegawaian 2017

SINKRONISASI SKP DAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL NON PENELITI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN. Biro Organisasi dan Kepegawaian 2017 SINKRONISASI SKP DAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL NON PENELITI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Biro Organisasi dan Kepegawaian 2017 DASAR JABATAN FUNGSIONAL Undang-Undang NO. 5 Tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 NTP Oktober 2017 sebesar 96,75 atau naik 0,61 persen dibanding

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 008 TENTANG

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2017 BKPM... Kinerja. Perubahan Kedua. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 74/11/64/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN OKTOBER 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/04/18/Th. XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung Maret 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2009 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL - 6 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016.

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No.81/10/21/Th. XI, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016. Pada September 2016 NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 97,02

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... i ii iii iv v iv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Kedudukan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN BADAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/10/18/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung September 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 34/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Laporan Kinerja Tahun 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 63/09/64/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Pedoman Teknis Koordinasi Kegiatan Pengembangan Tanaman Semusim ii Hal I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang. 1 B. Sasaran Nasional... 3 C. Tujuan. 3 D. Pengertian..

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 12/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelembagaan Pertanian (Djogo et al, 2003) kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id -1- GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN PROVINSI BALI

Lebih terperinci

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Staistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 Ukuran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/12/18/Th. IX, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung November 2015 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 13/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR *) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09/18/Th. XI, 4 September 2017 NTP Provinsi Lampung Agustus 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

RENCANA DEFINITIF KELOMPOK (RDK) TAHUN...

RENCANA DEFINITIF KELOMPOK (RDK) TAHUN... Format 1. RENCANA DEFINITIF KELOMPOK (RDK) TAHUN... I DATA KELOMPOKTANI 1 Nama Kelompoktani :... 2 Tanggal berdiri :... 3 Alamat/Telpon/email :...... 4 Nama Ketua/. HP :... 5 Kelas Kelompoktani :... 6

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 12/02/21/Th. XI, 1 Februari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI Pada Januari NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 0,11 persen dibanding

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah Nilai Tukar Petani (NTP) September 2017 Sebesar 100,69 Atau Naik 0,85 Persen. Upah Nominal Harian Buruh Tani Provinsi

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 65 TAHUN 2016

-1- BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 65 TAHUN 2016 -1- BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. BKDD Kab. Banyumas

KATA PENGANTAR. BKDD Kab. Banyumas KATA PENGANTAR Profil Pegawai Pemerintah Kabupaten Banyumas Tahun 2017 ini berisi kondisi pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas sampai dengan 31 Desember 2017. Data yang kami sajikan bersumber

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. BKDD Kab. Banyumas

KATA PENGANTAR. BKDD Kab. Banyumas KATA PENGANTAR Booklet Informasi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Banyumas Tahun 2017 ini berisi tabel dan grafik serta analisis singkat informasi pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/05/18/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung April 2014 untuk masing-masing sub sektor tercatat sebesar

Lebih terperinci