BAB I PENDAHULUAN. Di negara Jepang misalnya, kulit menjadi kunci sebuah kecantikan. Perempuan Jepang sangat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Di negara Jepang misalnya, kulit menjadi kunci sebuah kecantikan. Perempuan Jepang sangat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cantik adalah sebuah kata yang identik dengan perempuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cantik merupakan kata sifat yang berarti elok, molek, indah, dan mengacu pada bentuk fisik seperti tubuh ataupun wajah seseorang. Individu yang selalu memperhatikan keelokan, kemolekan, serta keindahan bentuk fisik dan wajahnya tidak lain adalah para perempuan. Oleh karena itu, cantik maupun kecantikan sangat erat dan tidak dapat terlepas dari kajian perempuan sebagai kaum feminis. Di setiap daerah dan negara sekalipun, pasti memiliki konsep kecantikan masing-masing. Di negara Jepang misalnya, kulit menjadi kunci sebuah kecantikan. Perempuan Jepang sangat fokus terhadap perawatan kulit wajah mereka agar selalu tampak bersih dan halus. Selain itu rambut lurus di Jepang juga dianggap cantik. Tidak jauh berbeda dengan Jepang, di India, kulit dan rambut yang indah menjadi tolak ukur kecantikan perempuan India. Sedangkan di negara Iran, perempuan cantik adalah mereka yang memiliki hidung mancung dan mungil. Hal ini membuat banyak perempuan Iran mengoperasi hidung mereka agar sesuai dengan kriteria cantik yang berlaku. Di negara Paris, cantik adalah langsing, anggun, cantik, dan berkelas. Fenomena cantik yang paling menarik adalah di negara Mauritania. Di negara itu wanita dianggap cantik jika mereka memiliki badan besar, yang berarti Big is Beautiful. Hal ini tentunya sangat berbanding terbalik dengan konsep kecantikan di negara-negara lain yang setuju jika perempuan cantik adalah yang berbadan langsing. Sehingga para perempuan di Mauritania tidak perlu bersusah payah untuk menjaga tubuh agar tetap ideal. 11

2 Beda lagi dengan di Indonesia yang merupakan negara dengan beragam budaya. Indonesia memiliki berbagai macam adat istiadat, suku, bahasa, serta ragam budaya lainnya. Banyaknya budaya disebabkan karena banyaknya suku dan ras yang ada di Indonesia. Berbagai suku sampai hari ini masih eksis di berbagai daerah di Indonesia. Di setiap pulau besar di Indonesia, paling tidak ada satu suku yang tinggal pada daerah tersebut. Misal di Papua, ada suku Dani yang sampai sekarang masih tinggal dalam Honai (rumah adat), suku Dayak yang tinggal di pedalaman Kalimantan, suku Jawa di sebagian besar pulau Jawa, suku Sasak di Lombok, dan lainnya. Di setiap suku ini juga memiliki pandangan mengenai norma, budaya, dan adat istiadatnya sendiri. Selain itu, mereka juga memiliki pandangan tentang nilai-nilai estetika yaitu keindahan. Hal ini berelevansi dengan adanya konsep kecantikan pada setiap suku di Indonesia. Seperti pada suku Jawa yang menganggap perempuan cantik bila mereka dapat menjaga sikap dan sopan santun, serta berkulit kuning langsat seperti putri-putri keraton. Kemudian suku Dayak yang menyebut perempuan cantik adalah mereka yang memanjangkan telinga sampai ke bawah. Tujuan dari pemanjangan telinga ini adalah untuk melatih kesabaran dan juga menambah pesona kecantikan. Semakin panjang telinga perempuan Dayak maka akan dianggap semakin cantik. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa konsep kecantikan di Indonesia juga memiliki berbagai macam versi sesuai dengan suku-suku yang ada. Konsep kecantikan jika dilihat dari sudut pandang paradigma dapat dibedakan menjadi dua yaitu paradigma tradisional dan paradigma modern ( Konsep kecantikan dengan sudut pandang paradigma tradisional berarti kecantikan dilihat dari segi budaya dan segi feodal. Sedangkan konsep kecantikan menurut sudut pandang paradigma modern adalah melihat kecantikan pada instrumen-instrumen yang terkait. Dari kedua sudut 12

3 pandang tersebut tetap saja dikatakan bahwa kata cantik telah membuat para perempuan tersihir untuk berusaha menjadi cantik meskipun itu bisa membuatnya menderita. Dalam konteks sosiokultural saat ini, yang turut membentuk struktur pengalaman perempuan atas tubuhnya adalah tuntutan sosial yang tinggi untuk mementingkan aspek kepentingan fisik sebagai sumber nilai dan makna tubuh (Melliana, 2006: 51). Sehingga para perempuan ini rela berkorban untuk memperbaiki penampilan fisik sesuai dengan standar kecantikan yang dipersepsikan oleh masyarakat saat itu. Selain itu, banyak penelitian yang membuktikan bahwa daya tarik fisik bukanlah semata-mata masalah selera perorangan, melainkan merupakan stereotipe fisik yang telah disetujui bersama sebagai alat pengukur kecantikan (Berscheid dan Walster, 1974). Kecantikan telah memukau hati para perempuan dan membuat mereka terjerumus ke dalam budaya fetisisme, yaitu pemujaan terhadap kecantikan tubuh. Standar kecantikan juga selalu berubah dari masa ke masa. Pada tahun 1950-an aktris Marlyin Monroe yang memiliki berat badan 67 kg dan tinggi 163 cm, saat itu dijadikan simbol seks (Melliana, 2006: 64). Hal ini mendefinisikan bahwa kecantikan pada masa itu adalah wanita dengan tubuh yang gemuk dan jauh dari kata langsing. Sementara itu, pada tahun 1960-an, mendadak tubuh kurus justru menjadi simbol kecantikan (Melliana, 2006: 67). Terbukti dari digandrunginya tubuh seorang model Inggris, Twiggy, yang saat itu menjadi representasi gerakan pembebasan wanita dari mitos kecantikan yang sebelumnya dikaitkan dengan fungsi reproduksi (Kompasiana, 2012). Tidak hanya para artis saja yang telah menjadi simbol kecantikan bagi masyarakat luas. Bahkan, boneka Barbie pun diciptakan oleh perusahaan Mattel sebagai sebuah ikon kecantikan yang ditanamkan sejak dini pada anak-anak sampai orang dewasa. Kecantikan dalam hal ini, 13

4 diidentifikasi dengan sosok Barbie sehingga orang yang cantik di mata umum adalah yang paling mirip dengan Barbie yaitu berkulit putih, bermata biru, berambut pirang, dan bertubuh langsing (Moore, 2009: 6). Di lain sisi, kehadiran globalisasi belakangan ini ternyata juga telah membuat pihak kapitalisme memonopoli kecantikan sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Beragam versi kecantikan yang tadinya hanya berlaku di setiap negara maupun daerah sesuai dengan budaya masing-masing, pada akhirnya diseragamkan menjadi suatu makna kecantikan yang universal. Adanya ajang Miss World menjadi salah satu indikasi bahwa standar kecantikan telah diseragamkan. Cantik tidak lagi disesuaikan dengan budaya di masing-masing negara maupun daerah. Tetapi ia telah direduksi oleh lembaga maupun media massa yang merasa mempunyai wewenang menentukan kriteria perempuan tercantik di dunia, seperti pada ajang Miss World. Di dalam ajang ini perempuan cantik ditandai dengan perempuan yang berbadan langsing, postur tubuh tinggi, hidung mancung, kulit putih bersih, serta rambut yang panjang. Tidak jauh berbeda dengan Miss World, di Indonesia juga memiliki kontes kecantikan yaitu Miss Indonesia. Kriterianya pun hampir mirip dengan kriteria perempuan cantik pada ajang Miss World. Miss World menjadi sebuah ajang kecantikan yang terbesar dan diketahui oleh seluruh dunia karena lingkupnya yang mendunia. Oleh karena itu, sebagian besar perempuan di dunia mengkiblatkan kecantikan sesuai dengan standar Miss World. Sedangkan Miss Indonesia mewakili ajang perempuan cantik versi Indonesia. Penyebaran konstruksi cantik itu tidak terlepas dari peran media. Iklan merupakan media massa yang sangat berperan penting dalam misi penyebaran konstruksi tersebut. Iklan hadir di televisi dan media cetak sebagai alat yang menggambarkan citra cantik sesuai dengan keinginan pasar atau industri kapitalisme. Melalui iklan di televisi maupun di majalah, produk kecantikan 14

5 dapat menunjukkan kekuatannya dalam mengkonstruksi realitas sosial. Hal ini membuat seluruh masyarakat percaya bahwa simbol-simbol kecantikan yang benar adalah yang ada pada iklan media massa. Konstruksi cantik itu terbentuk karena adanya iklan-iklan di media massa yang menggambarkan kecantikan adalah para wanita yang mempunyai kulit putih, tubuh langsing, serta rambut yang panjang. Demikian halnya menurut Aquarini Priyatna Prabasmoro (2006) di dalam bukunya yang berjudul Kajian budaya feminis: tubuh, sastra, dan budaya pop. Di dalam buku tersebut ia juga mengakui bahwa iklan yang tersebar di media massa telah berhasil membentuk konstruksi mengenai kecantikan menurut versi iklan, yang dalam bahasannya adalah iklan produk pemutih kulit. Perkembangan iklan kecantikan pun selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Di Indonesia iklan-iklan kecantikan mulai booming sejak memasuki pertengahan tahun 1990-an. Dipelopori oleh produk dari Sari Ayu Martha Tilaar, iklan kecantikan yang beredar berusaha menanamkan konsep cantik sesuai dengan produk-produk yang dikeluarkan Sari Ayu. Di dalam iklannya Sari Ayu menggambarkan perempuan cantik Indonesia adalah mereka yang memiliki kulit kuning langsat. Hal ini sesuai dengan produk-produk yang dikeluarkan Sari Ayu, dimana ia mengangkat tema kecantikan asli perempuan Indonesia. Akan tetapi, pada akhir tahun 1990, banyak produk kecantikan dari luar yang datang ke Indonesia dengan tampilan iklan yang lebih menarik. Sejak saat itulah, masyarakat Indonesia khususnya perempuan lebih tertarik menggunakan produk-produk yang datang dari luar tersebut. Misalnya seperti produk Pond s dan Vaseline. Kedua produk tersebut mengiklankan dirinya sebagai produk pemutih kulit, dan berusaha mengkonstruksikan bahwa perempuan cantik adalah yang berkulit putih. 15

6 Konstruksi tersebut dimulai dari digunakannya model-model iklan berkulit putih dan cantik dengan tujuan untuk menarik minat perempuan Indonesia untuk memilih produk-produk pemutih kulit tersebut. Padahal secara logika, model-model yang dipakai dalam iklan tersebut bukanlah perempuan asli Indonesia, melainkan perempuan blasteran yang memang berkulit putih. Perempuan Indonesia yang pada kodratnya memiliki kulit sawo matang tentu akan sangat sulit untuk mendapatkan kulit putih seperti pada iklan. Namun, hal itu tidak jadi masalah bagi mereka yang telah terkonstruksi dan mendambakan dirinya menjadi cantik. Bahkan mereka malah semakin gencar mencari produk pemutih yang paling efektif. Sebab mereka telah terpengaruh oleh konstruksi yang dibangun oleh iklan-iklan terebut. Pada saat ini iklan-iklan tidak hanya ditampilkan lewat media televisi saja. Perkembangan jaman yang semakin maju telah membuat iklan-iklan mengenai kecantikan berinovasi untuk bisa selalu dilihat oleh masyarakat. Sehingga mereka akan semakin percaya dan meng-iya-kan cantik yang dilukiskan oleh iklan tersebut. Iklan kecantikan juga ditampilkan pada billboard atau spanduk-spanduk yang tersebar di sepanjang jalan. Dengan kehadiran iklan-iklan kecantikan tersebut, masyarakat akhirnya menjadi terbiasa mengakui bahwa cantik itu sesuai yang digambarkan pada iklan. Hal ini karena di setiap kesehariannya, masyarakat selalu dihadapkan dengan media. Masyarakat masa kini tentunya tidak bisa terlepas dari adanya televisi dan media massa. Padahal di dalam televisi dan media massa tersebut terdapat iklan-iklan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi dan pemaknaan mereka tentang kecantikan. Terlebih dengan hadirnya iklan di billboard atau spanduk yang mana pasti akan lebih mudah terlihat oleh masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas tinggi. 16

7 Berkembangnya makna kecantikan tersebut, pada akhirnya memunculkan berbagai macam alternatif lain yang tidak hanya bertumpu pada penggunaan produk kecantikan semata. Saat ini banyak layanan jasa kecantikan yang tersebar di seluruh dunia, apalagi di Indonesia. Kehadiran salon-salon kecantikan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perempuan akan perawatan kecantikan disambut baik oleh mereka yang selalu terpukau oleh sihir cantik. Selain itu, saat ini juga tengah marak menjamurnya aesthetic clinic atau jasa perawatan kecantikan dan keindahan perempuan. Jasa perawatan jenis ini sangat diminati oleh perempuan yang tinggal di daerah perkotaan karena umumnya mereka menginginkan jasa perawatan kecantikan yang efektif dan mudah dijangkau. Apalagi bagi para perempuan yang kesehariannya telah disibukkan dengan rutinitas kegiatan perkotaan. Tentunya mereka mengharapkan hadirnya jasa perawatan kecantikan yang dapat memanjakan dirinya serta mempercantik dan memperindah penampilan fisik mereka. Yogyakarta merupakan salah satu kota besar yang menjadi tempat menjamurnya jasa perawatan kecantikan seperti klinik kecantikan (aesthetic clinic) itu. Di setiap sudut kota, kita pasti akan selalu menjumpai tempat-tempat yang berlabel aesthetic clinic. Misalnya saja, Natasha, LBC (London Beauty Center), Larissa, dan lainnya. Menjamurnya berbagai klinik kecantikan di Yogyakarta tidak secara tiba-tiba. Diawali dengan berdirinya klinik kecantikan bernama London Beauty Center (LBC). LBC berdiri pada tahun , yang merupakan klinik kecantikan pertama di Yogyakarta. Karena banyaknya wanita di Yogyakarta yang menggunakan jasa klinik kecantikan, barulah muncul berbagai klinik kecantikan lain seperti Natasha yang berdiri pada tahun 1999, Larissa, dan lainnya. Kehadiran beberapa klinik kecantikan ini tentunya bukan tanpa sebab. Keinginan masyarakat Jogja, khususnya perempuan perkotaan untuk mendapatkan jasa perawatan 1 Dikutip dari majalah LBC Magz edisi III (November Januari 2011), hal

8 kecantikan yang bagus dan terpercaya inilah yang kemudian memicu hadirnya beberapa klinik kecantikan (aesthetic clinic). Mereka hadir di lokasi-lokasi yang mudah terjangkau di sekitar Kota Yogyakarta. Bahkan ada klinik kecantikan yang hadir dalam kemasan menarik dengan gedung yang mewah layaknya sebuah mall. Ini dapat kita lihat pada Natasha yang berlokasi di Jalan Kaliurang. Berbagai klinik kecantikan tersebut menyediakan berbagai jasa perawatan kecantikan yang disesuaikan dengan permintaan masyarakat. Hal tersebut, selain untuk memuaskan konsumen, juga digunakan untuk menarik lebih banyak konsumen agar tertarik menggunakan jasa-jasa perawatan kecantikan yang ada. Oleh karena itu, kehadiran klinik kecantikan selain untuk menjawab kebutuhan para perempuan akan keinginannya menjadi cantik, secara tidak langsung ia juga turut membentuk sebuah konstruksi mengenai cantik tersebut. Agar produk perawatannya disukai oleh para perempuan, maka para klinik kecantikan ini juga menawarkan produk yang diminati oleh mereka. Klinik kecantikan juga menanamkan sebuah makna kecantikan pada para perempuan bahwa cantik itu adalah yang terawat, putih, bersih, mulus, dan bersinar. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa makna dan konstruksi cantik itu bisa berubah seiring berjalannya waktu. Konstruksi cantik sendiri juga pasti berbeda pada setiap individu. Selain itu, konstruksi cantik juga dapat muncul karena adanya berbagai macam hal. Oleh karena itu, kita dapat melihatnya dengan melakukan penelitian mengenai persepsi makna cantik pada setiap individu, khususnya para konsumen jasa klinik kecantikan (aesthetic clinic). 18

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan menjadi objek dalam penelitian ini. Rumusan masalah ini adalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana makna cantik menurut wanita pekerja yang menjadi konsumen Natasha Skin Care? C. Tujuan Penelitian Tujuan dan maksud dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan makna cantik yang ada pada wanita pekerja yang menjadi konsumen Natasha. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tindakan wanita dalam mendatangi Natasha Skin Care dengan berlatar memenuhi standar cantik sesuai dengan konstruksi yang telah terbangun. 3. Untuk mengetahui implikasi sosial yang ditimbulkan dari adanya pemaknaan cantik konsumen Natasha. D. Kerangka Teori Sebuah teori diperlukan dalam sebuah penelitian untuk menjelaskan fakta-fakta yang nantinya akan ditemui di lapangan. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proposisi, untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1989: 37). Oleh karena itu teori sangat diperlukan dalam menjelaskan sebuah masalah di dalam sebuah penelitian. 19

10 1. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger Konstruksi sosial atas realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality, A Treatise In the Sociological of Knowledge. Di dalam bukunya mereka menjelaskan proses sosial terjadi melalui interaksi, dimana realitas dibentuk secara terus-menerus oleh individu dan dialami bersama secara subyektif. Berger dan Luckmann mengawali penjelasan mengenai realitas sosial dengan memisahkan antara pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas atau kenyataan adalah kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, dan memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung dari kehendak kita sendiri; sedangkan pengetahuan adalah kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan mempunyai karakteristik yang spesifik (Berger dan Luckmann, 1990: 1). Menurut Berger, kenyataan bersifat plural, dinamis dan dialetis. Realitas bersifat memaksa kesadaran tiap individu terlepas individu tersebut suka atau tidak. Sedangkan pengetahuan merupakan sebuah keyakinan bahwa suatu fenomena riil dan mereka mempunyai karakteristik tertentu (Samuel, 2012: 14). Bahwa pengetahuan hakikatnya merupakan sebuah realitas yang hadir di dalam kesadaran individu. Oleh karena itu, pengetahuan bersifat subjektif dan realitas bersifat objektif. Demikian pula makna cantik dilihat dari perspektif konstruksi sosial tidak pernah merupakan realitas tunggal yang bersifat statis, namun merupakan realitas yang bersifat plural, dinamis dan dialetis. Sehingga makna cantik pun akan selalu berubah seiring berkembangnya jaman. Makna cantik berkembang menjadi sebuah realitas objektif karena pada awalnya masyarakat sendiri yang membentuk realitas tersebut. Makna cantik yang berkembang secara umum merupakan realitas sedangkan pemahaman cantik yang diterima oleh tiap-tiap individu barulah disebut dengan pengetahuan. 20

11 Berger memiliki pandangan tentang konstruksi realitas kehidupan sehari-hari. Ia membagi menjadi dua bagian besar yaitu masyarakat sebagai realitas objektif dan masyarakat sebagai realitas subjektif. Masyarakat sebagai realitas objektif Pada dasarnya masyarakat tercipta sebagai realitas objektif karena adanya berbagai individu yang mengeksternalisasikan dirinya atau mengungkapkan subjektivitas masing-masing lewat aktifitasnya (Samuel, 2012: 27). Menurut Berger, individu cenderung untuk melakukan aktifitas yang sama dengan yang pernah ia lakukan, atau dengan kata lain mereka terbiasa (terhabitualisasi). Dari aktifitas yang telah ter-habitualisasi inilah kemudian muncul yang disebut Berger dengan tipikasi. Tipikasi ini dapat memunculkan sebuah pranata sosial apabila, (1) ditransmisikan dari generasi ke generasi hingga usianya melampaui usia aktor-aktor yang memunculkan tipikasi mutual di masa awal, (2) mampu menjadi patokan berperilaku bagi anggota-anggota suatu kolektivitas pada umumnya (Samuel, 2012: 29). Jadi tipikasi timbal balik ini dapat berubah menjadi sebuah pranata atau institusi sosial saat ia sudah berlaku luas, eksternal (objektif), dan bersifat memaksa terhadap kesadaran tiap individu pembentuknya. Berger Masyarakat sebagai realitas subjektif berpendapat bahwa hubungan antara individu dan masyarakat merupakan hubungan dialektis yang saling membentuk dan menentukan. Menurutnya, manusia lahir sebagai tabula rasa dimana ia siap untuk menerima internalisasi dari masyarakat dalam kesadarannya. Di dalam proses internalisasi inilah individu menerima definisi situasi institusional yang disampaikan orang lain (Samuel, 2012: 37). tidak hanya mampu memahami definisi orang lain, namun individu ini juga menjalin definisi tersebut bersama-sama sehingga membentuk 21

12 pendefinisian bersama. Setelah proses inilah individu baru dpat diterima sebagai anggota masyarakat dan berperan dalam pembentukan dan pengubahan masyarakatnya. Senada dengan yang telah dikemukakan Berger, manusia sesuai hakikatnya sebagai makhluk pencari makna memperoleh makna kehidupan dari proses dialektika yang melibatkan tiga proses yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi (Berger dan Luckmann, 1990: 3-5). Eksternalisasi yaitu proses penyesuaian diri manusia dengan lingkungannya. Obyektivasi yaitu proses tatanan kehidupan yang dibangun oleh manusia sebagai suatu realitas obyektif yang terpisah dengan subyektivitas. Tindakan-tindakan berpola yang sudah dijadikan kebiasaan membentuk lembagalembaga yang merupakan milik bersama. Lembaga-lembaga ini mengendalikan dan mengatur perilaku individu (Berger dan Luckmann, 1990: 75-78). Internalisasi menyangkut identitas diri individu kedalam realitas obyektif. Dalam proses internalisasi, manusia menjadi produk masyarakat. Untuk mencapai taraf ini, individu secara terus menerus berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial dan budayanya, sehingga akhirnya mereka dibentuk sebagai suatu pribadi dengan suatu identitas yang bisa dikenal secara subyektif dan obyektif (Berger dan Luckmann, 1994: 23). Ketiga proses ini merupakan momen proses dialektika yang berlangsung secara terus-menerus. Jika dalam proses ini ada momen yang diabaikan maka akan mengakibatkan terjadinya distorsi. Proses pembentukan konstruksi tersebut juga dapat digunakan untuk menjelaskan konstruksi cantik yang sebelumnya telah terbangun di masyarakat. Dimana dalam hal ini yang turut membentuk konstruksi tersebut adalah media massa. Iklan kecantikan merupakan media massa yang berperan untuk mengendalikan dan mengatur perilaku individu dalam memaknai kecantikan. Hal tersebut sesuai dengan proses obyektivasi dalam dialektika yang mengatur 22

13 individu secara kolektif. Secara terus-menerus, proses pengaturan perilaku individu dilakukan oleh media massa dengan ide-ide yang terus dipaparkan kepada setiap individu. Ide-ide yang terus ditangkap oleh individu lama-kelamaan akan mempengaruhi pemikiran-pemikirannya. Saat individu-individu tersebut bertemu satu sama lain dan saling bertukar pendapat, saat itu juga terbentuklah suatu pemikiran obyektif hasil dari konstruksi yang diberikan oleh media massa. Hal tersebut berkaitan dengan proses internalisasi dimana manusia sebagai individu mulai dinilai juga secara obyektif. Dalam hal ini, Natasha skin care hadir di tengah-tengah masyarakat yang tengah terkonstruksi dalam hal kecantikan. Klinik kecantikan ini merupakan sebuah lembaga yang berperan sebagai sebuah alat yang memberikan layanan jasa bagi para wanita yang membutuhkannya. Konstruksi sosial sendiri tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan Luckmann, 1990: xx). Sehingga konstruksi cantik itu juga akan terbentuk atas dasar adanya kepentingan-kepentingan. Seperti halnya Natasha skin care yang memiliki kepentingan untuk menjual jasa dan produk kecantikannnya kepada masyarakat dan konsumen khususnya. Berger menjelaskan bahwa dunia sosial dibangun oleh makna-makna yang diberikan oleh manusia dalam batasan-batasan realitas. Oleh sebab itu, keberadaan konstruksi cantik juga bergantung pada terjadinya proses sosial di dalam masyarakat. E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Pembuatan skripsi ini akan mengambil tempat penelitian di Kota Yogyakarta dan akan difokuskan pada salah satu klinik kecantikan yaitu, Natasha skin care. Alasan pemilihan klinik kecantikan ini dikarenakan Natasha skin care merupakan tempat jasa kecantikan yang sudah 23

14 terkenal di Kota Yogyakarta dan telah memiliki banyak pelanggan dari remaja sampai dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis rancangan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007: 3). Sehingga jenis penelitian mencakup secara luas dengan topik yang akan diteliti. Akan tetapi diperlukan batasan-batasan tersendiri agar penelitian tetap terfokus. Prosedur dan cara-cara dalam penelitian kualitatif sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan. Hal inilah yang memudahkan peneliti dalam menggali informasi seluas-luasnya dari objek yang diteliti. Selain itu, diperlukan pula sebuah pendekatan deskriptif agar dapat menjawab permasalahan secara jelas dan data-data yang diperoleh dapat dipelajari dengan lengkap. 3. Unit Analisis Peneliti akan menggunakan teknik pemilihan informan secara purposif, dengan tujuan beberapa informan tersebut nantinya bisa mewakili pencarian data. Dalam hal ini pemilihan informan berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik yang sudah diketahui sebelumnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah lingkup perempuan yang difokuskan pada mahasiswa maupun wanita pekerja. Pemilihan terhadap wanita pekerja dikarenakan ia merupakan individu yang akan selalu memperhatikan penampilannya di publik. Selain itu, wanita pekerja juga dimungkinkan akan lebih memperhatikan penampilannya, karena adanya tuntutan untuk tampil menarik dan cantik di dalam dunia kerjanya. Sehingga pemilihan informan terhadap wanita pekerja dirasa tepat. 24

15 Jika dilihat dari kondisi lapangan, para informan ini umumnya adalah wanita karier yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta maupun non swasta. Informan yang diambil adalah mereka yang rutin melakukan perawatannya di Natasha Skin Care. Selain itu, ada informan lain yang berasal dari pihak Natasha Skin Care. Informasi tersebut misalnya adalah sejarah Natasha, jenis-jenis perawatan yang ditawarkan Natasha, serta jumlah pengunjung Natasha setiap bulannya. Dari beberapa informasi yang didapatkan itu akan digunakan sebagai data-data pelengkap dan pendukung dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data menggunakan metode: a. Penggalian Dokumentasi Teknik penggalian dokumentasi adalah suatu cara memperoleh data dengan jalan meneliti, mengamati, dan menelaah sumber data yang didapat dari perpustakaan sosial, sumber yang berkaitan dengan masalah budaya, media massa, internet dan juga dapat berupa arsip-arsip kegiatan yang ada di lokasi penelitian. Dari penelitian ini beberapa dokumentasi yang diperoleh berasal dari buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan konstruksi serta kecantikan. Selain itu, didapat pula sumber yang berasal dari majalah bulanan yang dikeluarkan oleh Natasha. Sumber dari internet pun menjadi dokumentasi yang dipakai dalam penelitian ini. b. Wawancara mendalam Teknik wawancara mendalam adalah teknik melakukan wawancara dengan berdialog, bertatap muka secara langsung dengan responden. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah disusun sebelumnya, sehingga terstruktur. Namun, dapat dimungkinkan pula muncul pertanyaanpertanyaan baru karena dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan suasana bebas seperti mengobrol dengan informan. Sehingga dimungkinkan perolehan data dan informasi 25

16 secara luas dan akurat. Dengan teknik ini, data yang diperoleh dapat menjadi data primer karena informasi yan didapat dari informan akan digunakan sebagai sumber analisis. c. Observasi Teknik observasi adalah peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh subjek yang diteliti. Penggunaan teknik ini diarahkan pada berbagai gejala yang ditampilkan secara visual. Hal ini dilakukan untuk menganalisis relevansi antara hasil wawancara dengan aktivitas-aktivitas di lapangan secara langsung. Dalam hal ini peneliti akan berperan sesuai dengan kebutuhan dalam mengamati kegiatan responden di klinik kecantikan. Pada awalnya peneliti mendatangi konsumen Natasha dan menanyakan latar belakang pekerjaan mereka. Setelah itu peneliti mulai memberikan beberapa pertanyaan seputar kegiatan perawatan kecantikan yang mereka lakukan. Peneliti juga mendatangi klinik kecantikan Natasha untuk mengobservasi aktivitas para konsumen serta orang-orang yang ada di Natasha. Peneliti yang menjadi pengumpul data berusaha mencatat setiap peristiwa yang terjadi di dalam Natasha Skin Care. Peneliti berusaha menyaksikan setiap peristiwa yang terjadi disana, baik dengan cara melihat, mendengar, merasakan, mengamati lalu dituangkan dalam catatan dengan seobjektif mungkin. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini mengacu pada langkahlangkah yang ditempuh dalam suatu penelitian kualitatif yaitu terdiri atas tiga alur kegiatan, reduksi data, pengujian data, dan kemudian penarikan kesimpulan (Usman, 1996: 86). - Reduksi data merupakan proses penyederhanaan data yang sudah terkumpul ke dalam bentuk data yang mudah terbaca dan diinterpretasikan (Singarimbun, 1989: 26

17 263). Data-data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan dan kenyataan di lapangan kemudian diolah untuk diperhalus agar lebih jelas. - Pengujian data merupakan teknik analisa data dimana data yang telah terkumpul, kemudian disusun secara deskriptif dan ditelaah dari berbagai sumber sehingga data yang disajikan berkualitas. Dari data yang telah diperoleh dalam penelitian kemudian akan disusun secara deskriptif dan naratif. Data hasil wawancara, penggalian dokumentasi, dan observasi lapangan tersebut dikumpulkan dan dipilah dengan baik sehingga akan menghasilkan tulisan yang mudah dipahami. - Penarikan kesimpulan dilakukan dimana seluruh data yang telah diperoleh dan diproses akan ditarik kepada sebuah kesimpulan yang mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan. Di dalam kesimpulan ini juga diberikan saran dan kritik yang merupakan verifikasi yang diberikan peneliti sebagai bentuk interpretasi dalam penelitian yang dilakukan. 27

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perempuan pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perempuan pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dikatakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dikatakan cantik. Kecantikan dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh perempuan. Banyak peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah apa yang tampak dan apa yang muncul dari dalam mendorong sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. adalah apa yang tampak dan apa yang muncul dari dalam mendorong sesuatu digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keinginan untuk cantik secara universal adalah dorongan alamiah dari dalam diri setiap manusia. Namun pemahaman atas kata cantik bisa dipersepsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya menjadi kebutuhan untuk masyarakat umum saja akan tetapi juga menjadi prospek bisnis yang prospektif,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok untuk dijadikan daya tariknya. Selain kemasan. hal yang penting dalam pemasaran produk.

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok untuk dijadikan daya tariknya. Selain kemasan. hal yang penting dalam pemasaran produk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap produk berkeinginan mempunyai kemasan yang beragam dan bisa menarik perhatian calon konsumennya, hal ini terjadi pada produkproduk yang beredar di pasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecantikan mulai menjadi sebuah tren gaya hidup di beberapa kalangan yang tidak bisa ditinggalkan baik oleh kaum wanita maupun pria. Wanita maupun pria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia negara dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Selain sandang, pangan dan papan, masyarakat Indonesia terutama kaum wanita yang peduli dengan penampilannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Saat ini wanita selalu ingin terlihat cantik, glamour, modis dan modern. Tak dapat dipungkiri setiap wanita selalu mendambakan kecantikan fisik tersebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanpa kita sadari, masyarakat selalu diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis. Perkembangan kapitalisme global membuat bahkan memaksa masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada suatu scene ada 9 orang perempuan dengan penampilan yang hampir sama yaitu putih, bertubuh mungil, rambut panjang, dan sebagian besar berambut lurus.

Lebih terperinci

UKDW. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah. Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri

UKDW. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah. Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang. Untuk itu yang selalu ingin berpenampilan menarik, perwatan wajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pipit Yuliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pipit Yuliani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri kita sebenarnya. Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan pengalaman masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari dengan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Kemunculan produkproduk kecantikan masa kini menjanjikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan, kebutuhan, dan keinginan yang beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup seseorang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui perilaku konsumtif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan scrub,facial,serta menggunakan lotion wajah hingga tubuh. Ada

BAB I PENDAHULUAN. dengan scrub,facial,serta menggunakan lotion wajah hingga tubuh. Ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis skin care saat ini telah berkembang sangat pesat, khususnya pada bisnis skin care di Semarang. Perawatan kulit wajah telah menjadi kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenampilan. Cantik merupakan kunci utama bagi kaum wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. berpenampilan. Cantik merupakan kunci utama bagi kaum wanita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap wanita selalu berkeinginan untuk memiliki penampilan yang sempurna. Bukan hanya dalam berpakaian, namun juga kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus

BAB I PENDAHULUAN. meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, Industri di bidang kecantikan mempunyai kecenderungan yang terus meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus menunjukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif berdasarkan judul penelitian yang digunakan yaitu Implementasi Etika Public Relations PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan industri kecantikan di

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan industri kecantikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang sehat, cantik, dan bersinar, terutama wanita yang ingin terlihat sempurna di mana pun dan kapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian besar dipenuhi oleh iklan yang mempromosikan berbagai macam produk atau jasa. Dengan menampilkan

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN Ayu Maiza Faradiba Universitas Paramadina ABSTRAK Tujuan Penelitian: untuk mengetahui sejauh mana persepsi mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teristimewa dan terbaik dibanding dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teristimewa dan terbaik dibanding dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, teristimewa dan terbaik dibanding dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia mempunyai kelebihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan kualitatif. Menurut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan kualitatif. Menurut BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan kualitatif. Menurut Brannen (Alsa, 2003) Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini, kebutuhan untuk tampil cantik merupakan kebutuhan yang mendasar bagi perempuan. Kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebutuhan tersier. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang sehat, cantik, dan bersinar, terutama wanita yang ingin terlihat sempurna dimanapun dan kapanpun.

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015. Bayu Aji Kurniawan

KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015. Bayu Aji Kurniawan KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015 Bayu Aji Kurniawan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja bisa diatur dengan fleksibel juga potensi penghasilan yang bisa lebih

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja bisa diatur dengan fleksibel juga potensi penghasilan yang bisa lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuka usaha memang menjadi impian banyak orang. Sebab banyak sekali keuntungan yang bisa kita dapat dari situ. Selain bisa menjadi bos dari diri sendiri jam kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Sungai ( Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Sosial Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecantikan merupakan hal yang penting dan didambakan oleh setiap wanita. Kata "cantik" berasal dari bahasa latin, bellus, yang pada saat itu diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kata Cantik erat hubungannya dengan perempuan. Kata cantik dan kecantikan memiliki sudut pandang yang berbeda. Kata cantik merupakan kata sifat, yang dapat

Lebih terperinci

Pusat Perawatan Kecantikan dan Kebugaran di Yogyakarta BAB I

Pusat Perawatan Kecantikan dan Kebugaran di Yogyakarta BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Setiap wanita pasti menginginkan untuk bisa tampil cantik dan mempesona. Banyak cara ditempuh untuk mendapatkan kesempurnaan penampilan tersebut. Kesempurnaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Interaksi sosial orang dengan HIV/AIDS dalam pemudaran stigma diteliti dengan pendeketan kualitatif. Pendeketan ini dipilih karena aspek interaksi dalam

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang. terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti

BAB I. A. Latar Belakang. terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan manusia makin lama makin berkembang, tak hanya terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti penghargaan diri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, diantaranya adalah kualitatif dan kuantitatif. Namun untuk

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, diantaranya adalah kualitatif dan kuantitatif. Namun untuk 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam sebuah penelitian kita banyak mengenal jenis-jenis ragam penelitian, diantaranya adalah kualitatif dan kuantitatif. Namun untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup pesat. Kesadaran mengenai sebuah penampilan dirasa sangat penting dewasa ini, baik bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya sebagai identitas bangsa menjadi sebuah unsur penting yang dimiliki oleh setiap Negara. Tanpa adanya budaya, Negara tersebut dapat dikatakan tidak memiliki identitas.

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian), dapat

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif teknik analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang di peroleh dari berbagai macam sumber, baik itu pengamatan, wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari dan mendapatkan kebutuhan informasi, baik sekedar untuk pengetahuan maupun memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kesehariannya, kaum wanita tidak lepas dari tuntutan untuk tampil cantik, dan menarik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, kosmetik telah menjadi salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdirinya beberapa salon terkemuka di Indonesia. Tak jarang para investor asing

BAB 1 PENDAHULUAN. berdirinya beberapa salon terkemuka di Indonesia. Tak jarang para investor asing 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dunia persalonan berkembang cukup baik di Indonesia, terbukti dari berdirinya beberapa salon terkemuka di Indonesia. Tak jarang para investor asing membuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

MEDIA & CULTURAL STUDIES

MEDIA & CULTURAL STUDIES Modul ke: MEDIA & CULTURAL STUDIES REPRESENTASI BUDAYA Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id REPRESENTASI Dalam konteks Antropologi Media, Stuart Hall (2003)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan tentang orang

BAB III METODE PENELITIAN. menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan tentang orang 68 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan tentang orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah permasalahan fisik yang berhubungan dengan ketidakpuasan atau keprihatinan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini meneliti tentang fenomena perilaku menyimpang di kalangan pelajar SMA Negeri 8 Surakarta, dengan mengambil lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman di era modern ini, perawatan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman di era modern ini, perawatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman di era modern ini, perawatan kecantikan telah menjadi kebutuhan yang dianggap penting bagi sebagian masyarakat khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cantik dihadapan public telah membuat para produsen kosmetik berlombalomba

BAB 1 PENDAHULUAN. cantik dihadapan public telah membuat para produsen kosmetik berlombalomba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan produk kosmetik bagi kaum wanita sangatlah pesat, hampir bagi para wanita kosmetik merupakan kebutuhan sehari hari wanita. Hal tersebut Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah Suatu penelitian tidak akan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewah mendorong perusahaan harus lebih inovatif dalam menciptakan produk guna

BAB I PENDAHULUAN. mewah mendorong perusahaan harus lebih inovatif dalam menciptakan produk guna BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Industri kecantikan akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang semakin pesat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Gaya hidup masyarakat yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri industri yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri industri yang ada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin pesat dari tahun ke tahun. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri industri yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia bisnis pada dewasa ini sangat pesat sehingga perusahaan dituntut bersaing ketat. Terlebih lagi dalam hal pemenuhan terhadap kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia periklanan memang telah menjadi sejarah panjang dalam peradaban manusia. Sekarang ini periklanan semakin berkembang dengan pesat dan dinamis, berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan dunia bisnis menjadi semakin ketat karena persaingan bisnis sekarang ini bersifat mendunia sehingga hal tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian ini merupakan metode kualitatif. Metode Penelitian kualitatif yaitu metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

2010; Hussey 2003; Leedy & Ormrod 2005). Penggolongan penelitian

2010; Hussey 2003; Leedy & Ormrod 2005). Penggolongan penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah (coghlan & Brannick 2010; Hussey 2003; Leedy & Ormrod

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kecantikan hanyalah ornamen, bukan keanggunan yang sesungguhnya. (Melliana,

BAB I PENDAHULUAN. maka kecantikan hanyalah ornamen, bukan keanggunan yang sesungguhnya. (Melliana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecantikan memang sangat identik dengan kaum perempuan. Sejak dulu kecantikan sudah dikonstruksikan oleh masyarakat dan menjadi kontrol sosial bagi perempuan. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perkembangan dunia televisi di Indonesia menunjukkan. tersebut, tidak bisa dilepaskan dari dunia iklan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perkembangan dunia televisi di Indonesia menunjukkan. tersebut, tidak bisa dilepaskan dari dunia iklan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kesemua lapisan masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini mengalami kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini mengalami kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini mengalami kemajuan dan perubahan yang sangat cepat. Adapun perubahan yang terjadi ditandai dengan pola pikir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara menurut sistem aturan tertentu untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional guna mencapai hasil yang optimal. 1 Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Maraknya perkembangan dunia usaha yang tidak lepas dari persaingan saat ini UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. Maraknya perkembangan dunia usaha yang tidak lepas dari persaingan saat ini UKDW BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Maraknya perkembangan dunia usaha yang tidak lepas dari persaingan saat ini menuntut perusahaan untuk kreatif dan berinovasi agar dapat bertahan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era masa kini, topik mengenai perbedaan gender dan jenis kelamin seakan tak pernah usang untuk diperbincangkan. Pembahasan mengenai isu gender yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga pada Bidang Pendidikan, berlokasi di Dusun Pandanan Desa Pandanan Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu dari permasalahan yang telah dirumuskan maka bentuk dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita dan kosmetik adalah sahabat sejati, keduanya saling melengkapi satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik bagaikan sayur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis. Sehingga menimbulkan persaingan-persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis. Sehingga menimbulkan persaingan-persaingan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang berkembang pesat saat ini mengakibatkan manusia setiap kali akan mengalami perubahan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan transformasional dalam pembinaan toleransi budaya mahasiswa yang tinggal di Ma had al-jami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup pesat.

I. PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup pesat. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup pesat. Kesadaran terhadap sebuah penampilan dirasa sangat penting dewasa ini, baik bagi kaum hawa

Lebih terperinci