PENDAHULUAN Salah satu daerah yang menjadi penyumbang baik pajak pusat maupun pajak daerah adalah Kota Malang. Pada tahun 2010 Kota Malang memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Salah satu daerah yang menjadi penyumbang baik pajak pusat maupun pajak daerah adalah Kota Malang. Pada tahun 2010 Kota Malang memiliki"

Transkripsi

1 PERSEPSI PEMILIK USAHA KOS TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/BANGUNAN KATEGORI RUMAH INDEKOS DI KOTA MALANG Hamarr Wandayu Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang hamarr.wandayu@ymail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menggambarkan persepsi para pemilik usaha kos yang ada di Kota Malang terhadap penerapan peraturan PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos serta memberikan solusi dari hasil persepsi yang telah dianalisis. Persepsi pemilik kos tersebut membahas mengenai pelaksanaan sosialisasi, pengenaan tarif, dan penerapan objek pajak dari aturan pajak pusat ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara terhadap sembilan pemilik usaha kos dan seorang account representative pada KPP Pratama Malang Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pemilik usaha kos keberatan terhadap penerapan peraturan ini. Solusi pertama yang bisa diberikan adalah dengan mengecualikan atau menghapuskan objek pajak rumah indekos pada peraturan ini. Kata kunci: persepsi, sosialisasi, tarif, objek pajak, PPh Pasal 4 ayat 2 ABSTRACT The objective of this research is to understanding and describing of the landlord perception towards implementation of income tax art. 4(2) about the rent income from land and/or building categorized as boarding house in Malang and gives the solution for the perception results which already analyzed. The following perception discuss about to consort the tax standard, tax fee, and execution of the object from its national standard. The research classified as qualitative research using interview method to the landlord and/or boarding house owners and to an account representative at KPP Pratama Malang Utara. The research conclusion shows that all boarding house owners feel animosity to the standard performance. Hence, the first solution could be gathered by exclude or remove landlord and/or boarding house owners as object in its standard. Keywords: perception, socialization, tax fee, tax object, Income Tax Art. 4(2)

2 PENDAHULUAN Salah satu daerah yang menjadi penyumbang baik pajak pusat maupun pajak daerah adalah Kota Malang. Pada tahun 2010 Kota Malang memiliki jumlah penduduk sebesar jiwa dengan luas Kota Malang dikenal dengan kota pendidikan dan pariwisata. Banyaknya jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan fasilitas pendidikan yang cukup memadai menjadikan Kota Malang sebagai salah satu tempat bagi para pelajar untuk menimba ilmu. Bahkan tak sedikit para pelajar tersebut berasal dari luar Kota Malang. Selain itu Malang juga memiliki banyak tempat pariwisata mulai dari wisata alam, kuliner, seni dan budaya, maupun wisata buatan. Dengan ditunjang kondisi geografis alam yang sedemikian rupa serta udara yang cukup sejuk menjadikan Malang sebagai salah satu destinasi wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan julukan kota pendidikan dan pariwisata tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi di Kota Malang cukup potensial. Sehingga banyak juga pendatang yang menetap sementara atau permanen untuk menimba ilmu, berbisnis, berwisata, dan lain sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu, berkembangnya perekonomian dan pendidikan di Kota Malang menimbulkan banyaknya jumlah pendatang yang sebagian besar adalah mahasiswa. Dan tidak dapat dipungkiri lagi keberadaan akan rumah kos sebagai tempat tinggal sementara sangat dibutuhkan dan semakin meningkat. Sektor ini dinilai bisnis yang cukup menjanjikan kedepannya. Sehingga banyak pengusaha rumah kos bermunculan yang merupakan penduduk asli setempat hingga penduduk dari luar Kota Malang datang untuk berinvestasi. Melihat kondisi tersebut tentu saja menjadi sangat potensial terhadap penerimaan pajak baik daerah maupun pusat. Di Kota Malang sendiri terdapat pajak daerah yang mengatur mengenai pajak hotel kategori rumah kos. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Mungkin sebagian besar pemilik kos di Kota Malang tidak terlalu asing terhadap Perda Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tersebut. Di dalam peraturan ini menyebutkan yang termasuk objek pajak hotel adalah rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Subjek pajak hotel/kos-kosan ini adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel/kos-kosan. Tarif yang dikenakan adalah sebesar 5% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada pemilik kos. Sementara itu di lain sisi pada pajak pusat juga terdapat aturan perpajakan bagi pemilik rumah indekos yang tertuang dalam PPh khususnya pasal 4 ayat (2) mengenai penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Pemilik rumah indekos sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu. Atas penghasilan dari persewaan rumah indekos tersebut, pemilik rumah indekos dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final. Subjek pajak pada aturan ini adalah orang pribadi atau

3 badan yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan. Sedangkan objek pajaknya adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan. Jadi perbedaan aturan ini terhadap Perda Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 adalah terletak pada subjek, objek, dan tarif pajaknya. Namun penulis rasa sebagian besar pemilik kos di Kota Malang masih banyak yang belum mengetahui adanya aturan mengenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Hal ini tentu saja menimbulkan banyak kebingungan dan pertanyaan bagi pemilik/pengusaha kos. Apakah pemilik kos yang sudah terdata dan telah membayar pajak daerahnya juga harus membayar lagi PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dar i persewaan tanah dan/atau bangunan? Apakah pemilik kos yang belum terdata atau yang memiliki jumlah kamar kurang dari sepuluh juga harus membayar PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan? Hal ini tentunya akan menimbulkan beragam reaksi atau tanggapan dari para pemilik usaha kos mengenai aturan tersebut. Berangkat dari penelitian sebelumnya yang berjudul Penyebab Terhambatnya Pemungutan Pajak Hotel Kategori Rumah Kos di Kota Malang oleh Setiawan (2014), peneliti memperoleh informasi bahwa apa yang telah direncanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang terhadap pemungutan pajak rumah kos belum terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh peneliti terdahulu lainnya yaitu Swastika (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Persepsi Pemilik Rumah Kos Terhadap Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah menunjukkan hasil bahwa sosialisasi Perda Kota Malang No. 16 tahun 2010 belum dilaksanakan secara menyeluruh dan merata, tarif pajak kos yang dikenakan sebesar 5% per bulan dirasa terlalu besar, objek pajak yang diberlakukan yaitu rumah kos yang memiliki jumlah kamar lebih dari sepuluh dirasa kurang adil dan kurang tepat sasaran. Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dan peneliti membuat rumusan masalah yaitu bagaimana persepsi pemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos di Kota Malang? Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos di Kota Malang. Pengertian Indekos TINJAUAN PUSTAKA Menurut KBBI online dalam Buku Panduan Perpajakan Bagi Pemilik Rumah Indekos 2013, ada beberapa definisi yang perlu kita ketahui:

4 a. in-de-kos adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membayar setiap bulan); memondok; b. meng-in-de-kos-kan adalah menumpangkan seseorang tinggal dan makan dengan membayar; memondokkan. Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilik rumah indekos adalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan, yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu. Atas penghasilan dari persewaan rumah indekos tersebut, pemilik rumah indekos dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final. Dasar Hukum Dasar hukum yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 (berlaku sejak 18 April 1996) tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002); 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 (berlaku sejak 5Juni 1996) tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002); 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002) tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan; 5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1996 tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Subjek dan Objek Pajak Subjek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos. Objek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk

5 bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos. (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002) Tarif Pajak Tarif Pajak Penghasilan Pajak 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah: PPh Pasal 4 ayat (2) = 10% X jumlah bruto nilai persewaan Keterangan: a. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002); b. Service charge adalah balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan penyewa yang diantaranya adalah biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya administrasi. Pihak Penyewa Rumah Indekos Dalam kaitannya dengan kewajiban perpajakan, penyewa rumah indekos dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: a. pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh; b. pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh. Yang menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau bangunan adalah: 1. badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 2. orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-50/PJ./1996. Surat keputusan penunjukan yang diterbitkan oleh kepala KPP dengan menggunakan formulir yang ada di lampiran KEP-50/PJ./1996, yaitu: a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;

6 b. orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan; yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri. Kewajiban Perpajakan Terkait Dengan Rumah Indekos Berdasarkan pada pengelompokan pihak penyewa rumah indekos tersebut, kewajiban perpajakan terkait dengan sewa rumah indekos adalah sebagai berikut: 1. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada pemilik rumah indekos yaitu antara lain: a. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik rumah indekos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran; b. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran. 2. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada penyewa yaitu antara lain: a. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada pemilik rumah indekos; b. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan menggunakan SSP dan mencantumkan NPWP pemilik rumah indekos serta ditandatangani oleh pihak penyewa, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran; c. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran. 3. Apabila dalam suatu bulan pajak tidak ada PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang maka Wajib Pajak tidak perlu melakukan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). 4. Selain melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) dalam hal pemilik rumah indekos merupakan Orang Pribadi maka juga memiliki kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan serta PPh Pasal 4 ayat (2) yang tertuang dituangkan ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada Lampiran SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Dalam penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut, Wajib Pajak harus melampirkan: a. Surat Setoran Pajak (SSP), apabila pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh; b. Bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2), apabila pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh.

7 Jenis Penelitian METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah karena peneliti ingin lebih memahami secara mendalam mengenai persepsi para pemilik usaha kos yang berada di Kota Malang terkait keberadaan aturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Dengan jenis penelitian tersebut diharapkan peneliti dapat mengetahui secara langsung kondisi atau realita yang terjadi di lapangan. Lokasi Penelitian Lokasi dari penelitian yang dilakukan adalah pada pemilik usaha rumah kos yang berada di wilayah Kota Malang dan KPP Pratama Malang Utara. Alasan peneliti melakukan wawancara pada lokasi tersebut karena: 1. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari ( Malang memiliki 62 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. 2. Memiliki salah satu perguruan tinggi yaitu Universitas Brawijaya yang masuk dalam peringkat enam menurut versi Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2015, peringkat enam versi Webometrics tahun Sumber Data 1. Data primer Merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber dari data primer ini adalah berdasarkan hasil dari terjun ke lapangan, yaitu melalui wawancara langsung dengan narasumber yang dirasa tepat berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam hal ini data primernya diperoleh dari narasumber yaitu sembilan pemilik usaha kos yang berada di kota Malang dan pegawai di KPP Pratama Malang Utara bernama Pak Dani. Alasan peneliti mewawancarai Pak Dani adalah karena beliau merupakan seorang account representative pada seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) yang bertugas melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak terkait pelaporan dan pembayaran pajaknya. 2. Data sekunder Adalah data yang diperoleh berdasakan informasi yang telah ada. Seperti arsip, dokumen, laporan, catatan, dan lain-lain yang banyak memuat informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh melalui website internet, buku, artikel, dan undang-undang. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara atau Interview Wawancara adalah suatu kegiatan untuk mencari data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan berbagai pihak yang dianggap dapat

8 memberikan data atau keterangan terpercaya sesuai dengan masalah yang diteliti. Disini peneliti mewawancarai pemilik usaha kos di Kota Malang dan petugas pajak pada KPP Pratama Malang Utara dengan memberikan selembar daftar pertanyaan yang kemudian akan mereka jawab. b. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data-data yang tersedia, dan laporan-laporan yang relevan dengan objek penelitian untuk mendukung data yang sudah ada. Dokumentasi pada penelitian ini yaitu berupa catatan kecil yang peneliti tulis dari hasil wawancara terhadap informan dan rekaman suara menggunakan handphone pribadi. c. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan adalah menghimpun teori-teori, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan serta literatur lainnya yang dijadikan sebagai landasan teoritis dalam rangka melakukan pembahasan. Disini peneliti menghimpun pendapat para ahli dari buku, internet, dan sebagainya untuk mendukung atau memperkuat landasan teori yang peneliti sajikan. Teknik Analisis Data Analisis Data Model Miles dan Huberman Menurut Miles dan Huberman dalam Moleong (2011:307) dalam melakukan analisa terhadap data yang terkumpul terdiri dari tiga tahap yaitu : 1. Reduksi data Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian, dan penyederhanaan, pengabstrakan dan mentransformasikan data kasar yang muncul dari catatan yang tertulis di lapangan. Dalam hal ini reduksi data berlangsung terus menerus selama kegiatan berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk analis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik. Dalam hal ini peneliti menyaring semua informasi yang diperoleh dari hasil wawancara yang kemudian memilah data sesuai kebutuhan 2. Penyajian data Adalah sebagai kesimpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, kemudian dilakukan analisis berdasarkan atas pemahaman yang didapati dari penyajian data tersebut. Pada bagian ini peneliti mulai menyusun atau mengorganisasikan data sesuai dengan ketentuan penulisan agar data tersebut lebih mudah dipahami.

9 3. Penarikan kesimpulan Kesimpulan ditarik setelah tidak lagi ditemukan informasi mengenai kasus yang diteliti. Kesimpulan yang ditarik akan diversifikasikan dengan baik melalui kerangka berpikir penelitian atau catatan lapangan yang ada. Di akhir tahap ini peneliti menarik kesimpulan setelah semua data permasalahan telah disajikan. Analisis Data Menggunakan Triangulasi Selain itu peneliti juga menggunakan teknik analisis data dengan Triangulasi untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2011:330). Denzin (1978) dalam Moleong (2011:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber. Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patt on, 1987:331) dalam (Moleong, 2011:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329) dalam Moleong (2011:331), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi jenis ketiga ini ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya (Moleong, 2011:331). Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307) dalam Moleong (2011:331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton (1987:327) dalam

10 Moleong (2011:331) berpendapat berbeda, bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation). Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan (Moleong, 2011:332). Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan: 1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan Disini peneliti memberikan enam variasi pertanyaan berbeda kepada petugas pajak dan lima variasi pertanyaan berbeda kepada pemilik usaha kos dimana masing-masing dari pertanyaan tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut. 2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data Dalam hal ini peneliti membandingkan informasi yang peneliti peroleh dari petugas pajak dengan informasi yang diberikan pemilik usaha kos. 3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan. Disini peneliti menggunakan pendekatan sumber untuk mengecek keabsahan data ANALISA DAN PEMBAHASAN Persiapan Penerapan Peraturan PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos Upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Malang Utara dalam mempersiapkan penerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos: 1. Melakukan sosialisasi kepada wajib pajak Sosialisasi yang dilakukan KPP Pratama Malang Utara antara lain: a. Sosialisasi ke berbagai media Tentunya KPP Pratama Malang Utara melakukan sosialisasi ke berbagai media seperti media cetak dan media elektronik agar informasi dapat tersebar luas. b. Terjun langsung ke lapangan melalui AR KPP Pratama Malang Utara juga mengutus para AR terjun langsung ke lapangan mendatangi rumah kos warga secara door to door sembari memberikan surat himbauan kepada pemilik usaha rumah kos untuk membayar pajaknya dengan tujuan agar sosialisasi lebih efektif dan mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan. c. Mengundang wajib pajak mengikuti sosialisasi di KPP Pratama Malang Utara Selain itu, pada pertengahan tahun 2014 lalu KPP Pratama Malang Utara juga pernah mengundang para pemilik usaha kos yang ada di Kota

11 Malang untuk dapat menghadiri kegiatan sosialisasi peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos yang diselenggarakan di KPP Pratama Malang Utara. Seperti yang disampaikan oleh Pak Dani sebagai berikut, Selain sosialisasi melalui berbagai media, kita juga mengirim AR ke lapangan mendatangi rumah kos warga secara door to door sekalian memberikan surat himbauan agar mereka membayar pajak. Lalu pada saat pertengahan 2014 yang lalu kita juga pernah mengundang para pemilik usaha kos untuk menghadiri sosialisasi di kantor kita. 2. Kerjasama dengan Dispenda Kota Malang melakukan pendataan wajib pajak Dalam melaksanakan pendataan wajib pajak, KPP Pratama Malang Utara melakukan pendataan dengan cara mengirim AR untuk terjun langsung ke lapangan guna melakukan pemantauan terhadap wajib pajak yang berpotensi dikenai pajak sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku. Untuk mengetahui wajib pajak yang memiliki usaha rumah kos, pihak KPP Pratama Malang Utara bekerjasama dengan Dispenda Kota Malang untuk meminta data wajib pajak yang sudah menjadi wajib pajak daerah atas pengenaan pajak kos dari peraturan Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Malang nomor 16 tahun 2010 mengenai pajak hotel. Selain itu kedua belah pihak juga saling bertukar informasi guna melakukan pendataan wajib pajak yang memiliki usaha rumah kos. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Pak Dani berikut ini, Untuk melakukan pendataan wajib pajak, kita mengirimkan account representative ke lapangan untuk menggali potensi pajak yang ada. Selain itu kita juga bekerjasama dengan Dispenda Kota Malang salah satunya terkait pendataan wajib pajak. Dan dari hasil wawancara melalui Pak Dani tersebut peneliti juga memperoleh informasi mengenai kendala-kendala KPP Pratama Malang Utara dalam melakukan penerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos: 1. Pemilik usaha rumah kos tidak berada di tempat Rata-rata rumah kos atau kos-kosan yang terdapat di Kota Malang ini banyak yang tidak ditempati oleh pemilik aslinya. Umumnya rumah kos atau kos-kosan itu ditempati oleh seorang penjaga atau satpam yang tinggal dan merawat rumah kos atau kos-kosan tersebut. Bahkan ada pula rumah kos atau kos-kosan yang sama sekali tidak ada penjaga atau pemiliknya. Biasanya pemilik kos tersebut tinggal di luar kota atau masih di dalam kota yang sama tetapi di tempat yang berbeda. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Pak Dani,

12 Sewaktu para account representative mendatangi rumah kos, rata-rata ditemukan pemilik aslinya tidak berada di tempat, sehingga itu cukup menyulitkan kami dalam melakukan sosialisasi dan pendataan wajib pajak. 2. Anggapan negatif pemilik usaha rumah kos terhadap peraturan PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos Pemilik usaha rumah kos banyak yang tidak setuju dan tidak mau membayar pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos ini. Alasannya beragam, diantaranya karena pengenaan tarif yang terlalu tinggi, jumlah kamar kos yang mereka punya kurang dari sepuluh atau sedikit, dan pemilik usaha rumah kos yang sudah pernah membayar pajak kos daerah dan tidak mau membayar pajak kos pusat karena dapat menimbulkan pajak berganda. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Pak Dani berikut, Ketika kami menemui pemilik usaha rumah kos, hampir semuanya tidak mengetahui adanya peraturan ini dan mereka semua keberatan dengan adanya peraturan ini karena sebelumnya mereka sudah pernah membayar mengenai pajak kos ke Dispenda. 3. Kesadaran wajib pajak yang masih rendah terhadap pajak Perlu diakui bahwa kesadaran wajib pajak masyarakat Indonesia masih sangat rendah terutama dalam hal pemungutan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos ini. Mereka masih belum sepenuhnya mengerti akan manfaat pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal mereka memang memiliki kewajiban kepada negaranya untuk membayar pajak yang pembayarannya dapat dipaksakan. Memang manfaat yang ditimbulkan jika kita membayar pajak tidak secara langsung dapat kita nikmati, hal ini dikarenakan pajak memiliki sifat kontraprestasi. Lain halnya dengan retribusi yang manfaatnya dapat langsung kita rasakan ketika kita telah membayarnya. Hal ini serupa dengan yang disampaikan oleh Pak Dani, Pada saat petugas pajak terjun ke lapangan menemui wajib pajak, banyak ditemukan sambutan yang kurang hangat. Terlihat dari ucapan dan tindakan mereka yang enggan dikenai dan membayar pajak. Padahal mereka tidak mengerti kalau dengan uang pajak tersebut akan bermanfat oleh seluruh masyarakat. 4. Sumber daya manusia yang terbatas Untuk menerapkan peraturan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos secara merata, diperlukan waktu, materi, tenaga/sdm, dan sosialisasi yang lebih. Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab terhambatnya pengoptimalan pemungutan pajak ini adalah

13 jumlah petugas pajak yang masih sedikit. Sehingga diperlukan tambahan petugas pajak untuk melakukan survei dan pendataan wajib pajak yang berpotensi sekaligus sosialisasi peraturan yang terkait. Seperti yang dikutip dari pendapat Pak Dani berikut ini, Menurut saya kendala terbesar pemerintah untuk dapat menerapkan aturan ini dengan sepenuhnya adalah memerlukan waktu dan proses yang cukup lama agar pemerintah berbenah untuk bisa meningkatkan sumber daya manusianya (SDM) baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tentunya hal tersebut memerlukan materi yang tidak sedikit agar sosialisasinya juga maksimal. Analisis Terhadap Persepsi Pemilik Usaha Kos Dari berbagai hasil persepsi pemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos didapati hasil sebagai berikut: 1. Seluruh pemilik usaha kos di Kota Malang keberatan dengan aturan pemungutan pajak pusat ini. 2. Hampir seluruh pemilik usaha kos baru mengetahui adanya peraturan tersebut setelah peneliti melakukan wawancara. 3. Seluruh pemilik usaha kos yang peneliti wawancarai tersebut menyimpulkan bahwa pengenaan pajak ini dapat menimbulkan pajak berganda terhadap usaha kos-kosan, karena mereka sebelumnya sudah pernah membayar pajak kos tersebut melalui Dispenda. Mereka ingin agar aturan tersebut jika memungkinkan untuk segera dihapuskan karena sudah ada aturan daerah yang mengatur perihal pajak kos ini. Atau jika tidak memungkinkan untuk dihapuskan, maka mereka ingin agar pemerintah mengkaji ulang peraturan tersebut untuk disempurnakan dengan cara menambahkan atau memperjelas penetapan kriteria pada pajak pusat ini agar tidak tumpang tindih, adil, dan tepat sasaran. Solusi Menindaklanjuti dari harapan dan keinginan para pemilik usaha kos seperti yang tertuang dalam paragraf sebelumnya, sebenarnya bukan hal yang mustahil bagi pemerintah pusat untuk dapat memenuhinya. Sebab, peneliti mempunyai wacana atau gambaran yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah pusat berdasarkan hasil yang telah peneliti dapati dari aspirasi para pemilik usaha kos-kosan dan juga dari contoh kasus atau permasalahan serupa yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Berikut merupakan solusi yang bisa peneliti sampaikan untuk menangani permasalahan ini, antara lain: A. Menghapus atau mengecualikan objek rumah indekos

14 Sebelum peneliti menjelaskan terkait solusi pada poin A ini, peneliti ingin memberikan gambaran terlebih dahulu mengenai permasalahan serupa yang pernah terjadi di Indonesia. Kita bisa ambil contoh pada peraturan yang diberlakukan terhadap pajak usaha jasa boga atau katering. Dahulu, terjadi pengenaan pajak sampai tiga kali terhadap jasa usaha katering ini, yaitu: 1. Pengenaan PPh pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa lain. 2. Pemungutan pajak daerah yaitu pajak restoran yang termasuk juga di dalamnya usaha jasa boga/katering berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan pengenaan pajak sampai tiga kali yang sangat memberatkan pemilik usaha jasa katering tersebut, maka pada tahun 2009 pemerintah mengambil kebijakan untuk menghapuskan pengenaan PPN terhadap jasa usaha katering dengan cara menyempurnakan aturan terdahulu melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 2 huruf c tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan Atas Barang Mewah. Dalam kasus pengenaan pajak pusat terhadap pajak kos, pemerintah seharusnya bisa untuk segera mengambil kebijakan dengan cara menerbitkan aturan baru untuk membuat pengecualian atau menghapuskan terhadap salah satu objek pada pajak ini yaitu rumah. Karena seperti yang telah dijelaskan pada bab dua mengenai objek pada pajak ini adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos. (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002). B. Mengkaji ulang untuk menerbitkan aturan baru Jika solusi pertama tidak bisa direalisasikan oleh pemerintah pusat, maka solusi kedua yaitu pemerintah perlu mengkaji ulang peraturan ini dan setelah itu menerbitkan aturan baru untuk mempertegas atau memperjelas pada aturan sebelumnya. Pada solusi kedua ini peneliti menyimpulkan aspirasi dari para pemilik usaha kos yang telah peneliti wawancarai. Nantinya di dalam aturan baru yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat tersebut berisi perbaikan pada aturan sebelumnya khususnya mengenai tarif dan kriteria rumah kos yang dapat dikenai PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Untuk menyajikan solusi tersebut, peneliti memberikan analogi terhadap aturan yang ada di daerah mengenai pajak kos yang diterapkan di beberapa kota di Indonesia seperti Malang, Surabaya, dan Medan untuk dibandingkan dengan aturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos.

15 1. Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang nomor 16 tahun 2010 Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif: 5% dari penerimaan bruto. 2. Perda Kota Surabaya nomor 4 tahun 2011 Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) dengan nilai sewa kamar paling sedikit Rp ,- per bulan per kamar. Tarif: 5% dari penerimaan bruto. 3. Perda Kota Medan nomor 4 tahun 2011 Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) dengan harga sewa kamar di atas 1 (satu) juta rupiah per kamar per bulan. Tarif: 10% dari penerimaan bruto. Contoh Kasus: 1. Rumah kos X memiliki jumlah 20 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuh dengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp , 2. Rumah kos Y memiliki jumlah 13 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuh dengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp , 3. Rumah kos Z memiliki jumlah 8 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuh dengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp ,- Perda Kota Malang No. 16 tahun 2010 Perda kota Surabaya No. 4 tahun 2011 Perda Kota Medan No. 4 tahun 2011 PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos Keterangan: Tabel Perbandingan hasil penghitungan Perbandingan Pajak Kos yang Terhutang Rumah Kos X Rumah Kos Y Rumah Kos Z Rp ,- Rp ,- Rp 0,- Rp 0,- Rp ,- Rp 0,- Rp 0,- Rp ,- Rp 0,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rumah Kos X = ,-/bulan Rumah Kos Y = ,-/bulan Rumah Kos Z = ,-/bulan

16 Berdasarkan hasil penghitungan dari table 4.1 maka kita dapat melihat bahwa terjadi perbedaan penerimaan pajak dari masing-masing aturan tersebut. Pada penghitungan pajak kota Malang dapat dianalisa terjadi ketimpangan antara pemilik usaha Rumah Kos Z yang memiliki hunian kos eksklusif dimana harga sewa kamar per bulannya sebesar Rp ,- yang tidak dikenai pajak karena memiliki jumlah kamar kurang dari sepuluh dibanding dengan pemilik usaha Rumah Kos X yang memiliki hunian kos sederhana dimana harga sewa kamar per bulannya sebesar Rp ,- yang dikenai pajak karena memiliki jumlah kamar lebih dari sepuluh. Padahal jika di total pemilik usaha Rumah Kos Z dalam bulan Juli memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp ,- sedangkan pemilik usaha Rumah Kos X lebih rendah yaitu sebesar Rp ,-. Hal ini justru sangat merugikan bagi pemilik usaha kos yang biasa-biasa saja ketimbang pemilik usaha kos eksklusif. Dan dari tabel di atas juga diperoleh bahwa dengan menggunakan mekanisme penghitungan PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos terlihat amat sangat membebani masyarakat karena tidak terdapat kriteria atau penetapan tertentu terhadap kos yang dapat dikenai pajak dan tidak dikenai pajak. Hal ini tentu sangat merugikan pemilik usaha rumah kos yang sederhana atau biasa-biasa saja dan memiliki jumlah kamar kos yang sedikit. Terlebih lagi besaran tarif yang dikenakan terlalu tinggi dan memberatkan yaitu sebesar 10%. Dan dengan adanya penerapan aturan ini pemilik usaha kos terkena pajak berganda antara pajak pusat dan daerah. Sementara hasil penghitungan pajak untuk Kota Surabaya dan Medan dirasa tidak terlalu memberatkan karena memiliki kriteria penetapan pengenaan pajak kos yang cukup jelas. Dan aturan mengenai pajak kos dari pemerintah daerah Kota Surabaya dan Medan memang terlihat untuk kos yang eksklusif atau mewah. Melihat gambaran diatas pemerintah pusat dapat mempertimbangkan untuk mengkaji ulang terhadap aturan tersebut. Pemerintah dapat menerbitkan aturan baru sebagai penyempurnaan dari aturan sebelumnya. Misalnya dengan cara menurunkan tarif pajak yang sebelumnya dikenakan sebesar 10% menjadi 5% dari penghasilan neto, bukan dari penghasilan bruto. Lalu menambahkan kriteria usaha kos yang bisa dikenai pajak dan lain sebagainya. Hasil Analisis Data Menggunakan Triangulasi Berdasarkan hasil dari data yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber, maka untuk memeriksa keabsahan data tersebut peneliti menggunakan teknik analisis triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber. Disini peneliti membandingkan data atau informasi yang diperoleh dari hasil wawancara sembilan pemilik usaha kos yang ada di Kota Malang dengan salah seorang pegawai KPP Pratama Malang Utara bernama Pak Dani yang bertindak sebagai account representative pada seksi pengawasan dan konsultasi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan mengenai perbandingan data terkait sosialisasi yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Malang Utara guna mempersiapkan

17 penerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dari sembilan pemilik usaha kos yang peneliti telah wawancarai, ternyata ditemukan hanya berjumlah dua orang saja yang sudah tahu dan pernah diberikan sosialisasi secara langsung. Mereka juga mengaku pernah mendapatkan undangan untuk hadir dalam sosialisasi aturan tersebut. Sedangkan sekitar tiga orang hanya sebatas mengetahui sekilas aturan tersebut yang diperoleh dari obrolan sesama pemilik kosan. Mereka mengaku belum pernah didatangi petugas pajak apalagi diundang untuk sosialisasi. Sementara sisanya yaitu berjumlah empat orang yang sama sekali tidak mengetahui akan adanya aturan tersebut dan juga tidak pernah didatangi petugas pajak apalagi diundang untuk sosialisasi. Kesimpulan PENUTUP 1. Berdasarkan hasil wawancara didapati hasil bahwa semua pemilik usaha kos mengaku keberatan atau tidak setuju terhadap penerapan peraturan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Keberatan tersebut meliputi: a) Dapat menimbulkan pajak berganda terhadap usaha kos b) Tarif yang tinggi c) Objek pajak yang memberatkan d) Pemerintah dinilai masih tebang pilih dalam pemberlakuan aturan ini karena penerapannya masih belum merata. 2. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa banyak sekali pemilik usaha kos di Kota Malang yang masih belum mengetahui adanya peraturan ini. Dari 9 (sembilan) orang pemilik usaha kos di Kota Malang yang peneliti wawancarai, ditemukan hanya dua orang yang sudah mengetahui aturan tersebut dari petugas pajak secara langsung. Sedangkan sekitar tiga orang hanya sebatas mengetahui sekilas saja aturan tersebut yang diperoleh dari obrolan sesama pemilik kosan. Dan sisanya berjumlah empat orang sama sekali tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Minimnya sosialisasi menjadi faktor utama penyebabnya. Keterbatasan Penelitian 1. Selama melakukan penelitian, peneliti mengalami kesulitan dalam mencari data atau keterangan dari pemilik usaha kos karena rata-rata dari mereka mengira bahwa peneliti adalah petugas pajak yang sedang menyamar untuk melakukan survei mengenai pajak kos, sehingga peneliti hanya memperoleh sembilan keterangan dari pemilik kos. Hal ini disebabkan sikap pemilik kos yang tidak taat dan sadar pajak. 2. Data yang diperoleh merupakan hasil wawancara secara acak terhadap sembilan rumah kos di Kota Malang. Tidak ada pengklasifikasian terhadap

18 Saran usaha rumah kos tersebut seperti kategori rumah kos kebawah, menengah, dan keatas. 1. Terhadap Pemerintah a) Lebih gencar lagi meningkatkan sosialisasi karena dari hasil penelitian terbukti bahwa masih sangat sedikit sekali pemilik kos yang mengetahui keberadaan peraturan ini. Salah satu peningkatan sosialisasi bisa dilakukan dengan cara menambahkan jumlah tenaga peagawai pajak untuk bisa terjun langsung ke lapangan memberikan sosialisasi mengenai pajak. b) Untuk benar-benar menerapkan peraturan tersebut secara adil dan merata, pemerintah pusat diharapkan tidak tebang pilih dan perlu menambah jumlah sumber daya manusia di bidang terkait agar pelayanan dan penerimaan pajak dari sektor ini efektif. Hal ini tentu memerlukan tambahan dana yang cukup besar dan waktu yang relatif lama agar penerapannya dapat berjalan maksimal. c) Untuk menghindari terjadinya pengenaan pajak berganda pemerintah pusat bisa mengambil kebijakan dengan cara menghapus atau mengecualikan objek pajak rumah indekos pada peraturan pemungutan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos karena usaha kos-kosan ini sudah menjadi pengenaan pajak daerah. d) Apabila pemerintah pusat tidak berkenan untuk menghapus peraturan tersebut, maka sebaiknya pemerintah perlu mengkaji ulang aturan tersebut dan nantinya diharapkan segera mengambil kebijakan untuk mengeluarkan aturan baru sebagai penyempurnaan dari aturan sebelumnya. Penyempurnaan aturan tersebut harus mempunyai kriteria penetapan yang jelas mengenai mana yang seharusnya dikenai pajak dan tidak. 2. Terhadap peneliti selanjutnya a) Kepada peneliti yang ingin melakukan pengembangan terhadap penelitian sejenis diharapkan kedepannya memperoleh responden (pemilik usaha kos dan petugas pajak) lebih banyak lagi dari yang peneliti peroleh agar hasil yang didapat lebih bervariasi dan maksimal. b) Penelitian selanjutnya juga diharapkan bisa memperoleh informasi dari pemilik usaha kos yang mempunyai hunian rumah kos kategori kebawah, menengah, dan keatas agar memperoleh hasil yang lebih bervariasi dan maksimal. c) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperoleh solusi yang lebih baik lagi agar penelitian ini semata-mata tidak hanya wacana saja dan benar-benar terselesaikan sehingga tidak menimbulkan pajak berganda dan nantinya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

19 3. Terhadap Wajib Pajak Seluruh wajib pajak diharapkan agar sadar pajak dan memenuhi kewajibannya sebagai warga negara yaitu dengan membayar pajak. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Perpajakan Ditjen Pajak Optimis Mencapai Target Penerimaan Rp Triliun. ( diakses pada tanggal 29 April 2015 Direktorat Jenderal Perpajakan Buku Panduan Perpajakan Bagi Pemilik Rumah Indekos. ( diakses pada tanggal 20 April 2015 Haryanto Pengertian Persepsi Menurut Ahli. ( diakses pada tanggal 22 April Ina, Maulida Persepsi Siswa Terhadap Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta ( diakses pada tanggal 23 April Keputusan Direktorat Jenderal Perpajakan Nomor KEP-227/PJ./2002 Tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Keputusan Direktorat Jenderal Perpajakan Nomor KEP-50/PJ./1996 Tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Moleong, Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Rosda. Bandung. Murandika, Muhammad Friansyah Analisis Kebijakan Pemungutan Pajak Hotel Atas Rumah Kos Ditinjau Dari Perspektif Asas-Asas Pemungutan Pajak Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya). Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

20 Muniriyanto, Buyung Menelusur Pajak Atas Transaksi E Commerce. ( diakses pada tanggal 29 Juli Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2015 Tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering Yang Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai PPN. Peraturan Pemerintah Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Rahmat, Muhammad Ketidakadilan di Balik Kesederhanaan PPh Final. ( diakses pada tanggal 30 Juli Resmi, Siti Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta. Sekaran, Uma Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi Keempat. Salemba Empat. Jakarta. Setiawan, I Putu Hendra Penyebab Terhambatnya Pemungutan Pajak Hotel Kategori Rumah Kos di Kota Malang. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Swastika, Anjani Dwi Persepsi Pemilik Rumah Kos Terhadap Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1983 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Account Representative Aspek Perpajakan bagi Pemilik Indekos Panduan

Lebih terperinci

POTENSI PAJAK RUMAH KOS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PAJAK DAERAH DALAM PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANJARMASIN

POTENSI PAJAK RUMAH KOS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PAJAK DAERAH DALAM PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANJARMASIN POTENSI PAJAK RUMAH KOS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PAJAK DAERAH DALAM PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA BANJARMASIN Phaureula Artha Wulandari 1 Prodi Komputerisasi Akuntansi, Jurusan Akuntansi 1 ayu.phaureula@akuntansipoliban.ac.id

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 394/KMK.04/1996 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DIMAS WIBISONO Jalan Taruna III no. 8 Kelurahan Serdang Jakarta Pusat, 08561808586,

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 Pada tanggal 23 Januari 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT (2)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT (2) 109 BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT (2) PENGERTIAN Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang taat pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang taat pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pajak di Indonesia semakin meningkat dari masa ke masa. Pajak ditempatkan pada posisi teratas sebagai sumber penerimaan yang pertama dan utama dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini pajak merupakan sumber utama dana untuk pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PAJAK ATAS DANA HIBAH PENELITIAN Walau telah berbasis keluaran, namun kewajiban perpajakan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh,

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila yang di dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. III.1.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. III.1.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 24 /PJ/2009

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 24 /PJ/2009 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 24 /PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Bagi sebuah negara berkembang seperti Indonesia, pembangunan menjadi satu salah hal penting. Untuk membiayai pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA

BAB III GAMBARAN DATA BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Satu

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Satu BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Satu Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian negara dapat terus tumbuh karena adanya penerimaan negara. Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar

Lebih terperinci

S-48/PJ.313/2006 KONFIRMASI PENGENAAN TARIF PPh PASAL 22 DAN PASAL 23

S-48/PJ.313/2006 KONFIRMASI PENGENAAN TARIF PPh PASAL 22 DAN PASAL 23 S-48/PJ.313/2006 KONFIRMASI PENGENAAN TARIF PPh PASAL 22 DAN PASAL 23 Contributed by Administrator Wednesday, 01 February 2006 Pusat Peraturan Pajak Online KONFIRMASI PENGENAAN TARIF PPh PASAL 22 DAN PASAL

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FISKUS

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FISKUS Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FISKUS A. Identitas Informan Nama (inisial) :... Jabatan :... B. Pertanyaan 1. Menurut Anda apakah kewajiban pendaftaran untuk memperoleh NPWP di tiap tempat usaha/gerai

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA III.1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah III.1.1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Palmerah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Palmerah

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR TINJAUAN ATAS PENYELESAIAN PEMINDAHBUKUAN DI KPP PRATAMA KEPANJEN

LAPORAN TUGAS AKHIR TINJAUAN ATAS PENYELESAIAN PEMINDAHBUKUAN DI KPP PRATAMA KEPANJEN LAPORAN TUGAS AKHIR TINJAUAN ATAS PENYELESAIAN PEMINDAHBUKUAN DI KPP PRATAMA KEPANJEN MOH. WILDAN ULUL AZMI 103020008027 / 830203410 PROGRAM ON THE JOB TRAINING PEGAWAI BARU/CPNS KPP PRATAMA KEPANJEN KANWIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Sebagaimana tujuan dari negara Indonesia juga dapat sama-sama kita

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Sebagaimana tujuan dari negara Indonesia juga dapat sama-sama kita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas Akhir Pajak memegang peranan penting terhadap penerimaan negara dan bertujuan untuk pembangunan nasional serta kemakmuran rakyat. Dengan adanya pajak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan suatu kewajiban dan pengabdian peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti; pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pembayaran Pajak pada PT. XL Axiata / PT. XL Planet atas Transaksi E-commerce PT. XL Planet merupakan anak perusahaan PT. XL Axiata yg bergerak di bidang

Lebih terperinci

Susanti, Liberti Pandiangan

Susanti, Liberti Pandiangan PENGARUH PENERAPAN EKSTENSIFIKASI WAJIB PAJAK TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SERPONG PADA TAHUN 2010-2012 Susanti, Liberti Pandiangan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara khususnya dalam melanjutkan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan ini bertujuan untuk mensejahterakan wajib pajak dan. pembangunan nasional. Pengertian pajak menurut pasal 1 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan ini bertujuan untuk mensejahterakan wajib pajak dan. pembangunan nasional. Pengertian pajak menurut pasal 1 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara. Di Indonesia, pajak merupakan pendapatan penting yang setiap tahun diharapkan bisa meningkat untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Perkembangan di dalam dunia usaha saat ini semakin pesat ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Banyak hal yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang tentunya membutuhkan dana

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS EFEKTIVITAS SUNSET POLICY

BAB 4 ANALISIS EFEKTIVITAS SUNSET POLICY BAB 4 ANALISIS EFEKTIVITAS SUNSET POLICY 4.1 Pelaksanaan Sunset Policy di KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua Berlakunya Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 sejak

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero)

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) Dewi Ramdhani Sutrimo, Lintje Kalangi, Novi Budiarso Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis pembahasan pada bab sebelumnya kesimpulan yang bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA HENDRY ALDARYANTO Jalan Kenangan 3 No. 85 Jakasampurna Bekasi Barat, 081297250365,

Lebih terperinci

PENERAPAN E-COMPLIANCE ATAS KEWAJIBAN PAJAK TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA KOSAMBI

PENERAPAN E-COMPLIANCE ATAS KEWAJIBAN PAJAK TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA KOSAMBI PENERAPAN E-COMPLIANCE ATAS KEWAJIBAN PAJAK TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA KOSAMBI Atikah Aure Binus University, Jl.Akasia No 6 RT 03/03 Tajur Ciledug Tangerang 15152, 08984252570,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya kehidupan tidak pernah lepas dari sebuah tuntutan akan perkembangan. Hal ini dibuktikan dengan perubahan dari zaman ke zaman. Sudah selayaknya dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas pengkajian dan perhitungan pajak yang dapat dikenakan terhadap Wajib Pajak Bapak A sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dewasa ini pajak merupakan suatu hal yang wajib untuk dipahami dengan baik, itu terjadi karena pajak sudah menjadi bagian penting dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis pemenuhan kriteria..., Risna Nadia 1 Mellysa Butar Butar, Universitas FISIP UI, 2010 Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis pemenuhan kriteria..., Risna Nadia 1 Mellysa Butar Butar, Universitas FISIP UI, 2010 Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa pemerintah banyak menuai protes keras

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Prosedur Pengajuan Permohonan SKB PPh Atas Penghasilan Dari. Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Prosedur Pengajuan Permohonan SKB PPh Atas Penghasilan Dari. Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan digilib.uns.ac.id BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Pengajuan Permohonan SKB PPh Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan a) Wajib Pajak (WP)

Lebih terperinci

2017, No Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan

2017, No Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2017 EKONOMI. Pajak Penghasilan. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6118) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah perlu

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Jumlah Kepemilikan NPWP Terdaftar dari Tahun 2011, 2012, dan 2013 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tigaraksa Semakin beratnya beban pemerintah dalam pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, dimana sekitar tujuh puluh persen pembiayaan negara kita saat ini bersumber dari penerimaan pajak.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ. DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 26 Agustus 1996 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ.33/1996 TENTANG PEMBAYARAN PPh ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK

Lebih terperinci

PER - 52/PJ/2009 PENUNJUKAN PEMOTONG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASI

PER - 52/PJ/2009 PENUNJUKAN PEMOTONG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASI PER - 52/PJ/2009 PENUNJUKAN PEMOTONG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASI Contributed by Administrator Thursday, 24 September 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH kreditgogo.com I. Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, pemerintah perlu menyelenggarakan

Lebih terperinci

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI Modul ke: 02Fakultas EKONOMI NPWP dan PKP Pertemuan 2 Perpajakan I Program Studi AKUNTANSI Daftar Isi NPWP Tata Cara Pendaftaran NPWP melalui e-registration Cara Pindah KPP Penghapusan NPWP Pengusaha Kena

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013 TENTANG BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE MODEL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah salah satu wujud kemandirian bangsa dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah salah satu wujud kemandirian bangsa dalam pembiayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu wujud kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan ditengah berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya ekonomi. Pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang telah berkembang dan menerapkannya dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang telah berkembang dan menerapkannya dalam pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan negara dari sektor pajak merupakan peran penting terhadap kelangsungan sistem pemerintahan di suatu negara. Pajak merupakan kontribusi wajib dari masyarakat

Lebih terperinci

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo 1 2 PEMAHAMAN WAJIB PAJAK ATAS PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi kewajiban pembangunan bangsa, maka pemerintah harus memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber dana negara salah satunya yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi SKB CV. MMC Sehubungan dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 CV. MMC merupakan perusahaan dalam bidang jasa konsultan bisnis yang berdiri pada tahun 2005. Perusahaan

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2017 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 24 Agustus 2017 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2017 TENTANG PENGAWASAN WAJIB PAJAK PASCA PERIODE PENGAMPUNAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berguna untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berguna untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Penelitian Pajak adalah kata yang tidak bisa lepas dari sebuah negara, hampir semua negara menerapkan sistem perpajakan karena pajak merupakan salah satu penerimaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam rangka memperoleh data yang digunakan untuk tujuan tertentu (Kerlinger, 2004). Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2017 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAMANAN TRANSAKSI ELEKTRONIK LAYANAN PAJAK ONLINE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS) (Studi Pada Kpp Pratama Malang Utara)

ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS) (Studi Pada Kpp Pratama Malang Utara) ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS) (Studi Pada Kpp Pratama Malang Utara) Sofiyana Yen Maras Wilopo Eko Supriatno Program Studi Perpajakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pajak pada hakikatnya memiliki peran yang sangat penting bagi sebuah Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan karena pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak BAB 4 PEMBAHASAN Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas : a.penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b.impor Barang Kena Pajak;

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 40/PJ/2017 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 40/PJ/2017 TENTANG 29 November 2017 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 40/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-18/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENELITIAN BUKTI PEMENUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III

LAMPIRAN-LAMPIRAN. : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi III LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara dengan Kepala S eksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet Narasumber : Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si Kepala seksi pengawasan dan konsultasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Prosedur e-filing dalam pengadministrasian perpajakan Sesuai dengan peraturan PER-146/PJ/2006 tanggal 29 September 2006, tentang Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN dan Lampiran

Lebih terperinci