DISTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM DI PERDESAAN PATANAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM DI PERDESAAN PATANAS"

Transkripsi

1 Sugiarto DISTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM DI PERDESAAN PATANAS Sugiarto Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor ABSTRACT The study emphasized on both macro data from the national level and micro data of the rural areas to depict labor force situation. The research revealed that there was no change in both labor participation and unemployment. Nevertheless, employment opportunity on each agro ecosystem varied and pushed aside employment opportunity of agriculture sector. Labor force within agriculture sector was dominated by elementary school educated group so they were unable to compete in non-agriculture labor market. The role of agriculture sector was still important to absorb low educated rural labor force. Yet, such a capability should be balanced by labor absorption by non-agriculture sector. Key words : labor-force, agriculture, upland agroecosystem ABSTRAK Penelitian ini mengetengahkan data makro yang bersifat nasional dan data mikro ditingkat perdesaan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai ketenagakerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kerja dan tingkat pengangguran secara nasional tidak mengalami perubahan. Namun demikian, kesempatan kerja dari semua agroekositem cukup beragam dan menggeser peran kesempatan kerja sektor pertanian. Sedangkan angkatan kerja di pertanian lebih didominasi yang berpendidikan SD kebawah dan kurang mampu bersaing dengan pasar tenaga kerja di luar sektor pertanian, serta mengelompok pada usia produktif. Oleh karena itu, peran sektor pertanian sangat penting dalam mengatasi ketenagakerjaan di perdesaan dan menjadi beban bila tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian. Kata kunci : ketenagakerjaan, pertanian, agroekosistem basah dan lahan kering PENDAHULUAN Program pembangunan berbagai bidang yang telah dilakukan secara menyeluruh selama ini telah membawa perubahan pada struktur ekonomi perdesaan. Perubahan yang terjadi di perdesaan menyangkut seluruh aspek, antara lain perubahan pada penguasaan aset produktif pertanian, struktur 258

2 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS kesempatan kerja, pendapatan, pola konsumsi, penggunaan teknologi dan perubahan kelembagaan perdesaan. Perubahan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi tatanan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat perdesaan. Dampak positif diantaranya dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita, tercapainya swasembada beras, peningkatan produksi hasil-hasil pertanian, perkembangan di bidang industri pertanian dan tidak kalah penting adalah peningkatan jumlah dan kualitas sumber daya manusia terdidik (Susilowati, 1996). Insiden kemiskinan juga mengalami penurunan meskipun secara absolut masih belum mampu mencapai standard kemiskinan menurut Millenium Development Goals (MDG s) Di lain pihak arus perubahan yang terjadi juga membawa dampak negatif, antara lain meningkatnya ketimpangan penyebaran pendapatan dan penguasaan aset serta marginalisasi penguasaan dan garapan lahan usaha tani. Pengaruh keterbukaan desa-kota dan berkembangnya agribisnis secara luas mengubah komposisi serapan tenaga kerja di perdesaan menurut sektor dan lapangan kerja. Arus perpindahan penduduk tanpa ketrampilan yang memadai dari desa ke kota merupakan permasalahan tersendiri pula. Manning dan Suriya (1996) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendesak pekerja untuk keluar dari sektor pertanian lebih berperan dari daya tarik pertumbuhan ekonomi secara sektoral. Konsekuensi lebih lanjut adalah terjadi fenomena aging dan degradasi kualitas tenaga kerja perdesaan karena tenaga kerja muda dan berpendidikan cenderung keluar dari sektor pertanian (Susilowati et al., 2008). Sementara itu, jenis pekerjaaan di sektor luar pertanian telah menggeser peran sektor pertanian dengan ragam jenis pekerjaan dan kesempatan kerja. Struktur ketenagakerjaan diluar sektor pertanian yang memegang peranan dominan adalah sektor jasa yang dicirikan oleh besarnya kontribusi usaha informal sebagai salah satu pilihan untuk bertahan hidup (Simatupang dan Mardianto, 1996). Di sektor pertanian dengan melalui program revitalisasi kesempatan kerja yang dilatari fakta empiris bahwa sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, ketenagakerjaan di sektor pertanian perlu dimaksimalkan, karena respon ketenaga kerjaan terhadap produksi pertanian masih positif, walaupun ketersediaan tenaga kerja sangat terbatas. Khususnya peran tenaga kerja muda yang kurang berminat untuk mengisi peluang disektor pertanian. Disamping itu, dengan meningkatnya upah buruh pertanian, menyebabkan petani yang mempunyai modal terbatas cenderung mengurangi penggunaan tenaga kerja upahan. Oleh karena itu, revitalisasi ketenaga kerjaan disektor pertanian perlu diimbangi dengan pengembangan agribisnis/agroindustri untuk memperluas kesempatan kerja diperdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah aspek ketenagakerjaan dan potensi sumber tenaga kerja baik secara makro dan mikro di sektor pertanian dan perdesaan pada berbagai agroekosistem lahan basah dan kering, serta memberi masukan bagi penentu kebijakan tentang masalah ketenagakerjaan. 259

3 Sugiarto METODOLOGI Penentuan lokasi melalui sampling tipologi lahan dengan menggunakan dua variabel yaitu: tipe lahan pertanian dan jenis komoditas yang diusahakan petani. Penentuan basis lahan pertanian dan basis komoditas disetiap desa dilakukan dengan menggunakan LQ (Location Quotient) yang memiliki persamaan sebagai berikut: LQ xk = P xk /P xp Dimana, LQ xk = Koefisien LQ jenis lahan x di desa k P xk P xp = Pangsa luas jenis lahan x di desa k = Pangsa jenis lahan x di provinsi x Desa yang memiliki koefisien LQ > 1 untuk jenis lahan x menunjukkan bahwa pada tingkat provinsi yang bersangkutan (pro vinsi p) struktur sumber daya lahan pertanian di desa tersebut relatif terkonsentrasi jenis lahan x. Mengingat tipologi desa yang dihasilkan mampu menggambarkan keragaman ditingkat nasional, maka perhitungan koefisien LQ sumber daya lahan juga dilakukan untuk tingkat nasional. Hal yang sama digunakan dalam mengidentifikasi basis komoditas pertanian, sebagai berikut : LQ ik = P ik /P ip Dimana, LQ ik = Koefesien LQ jenis lahan i di desa k P ik P ip = Pangsa luas tanam komoditas i di desa k = pangsa luas tanam komoditas i di provinsi x Setelah LQ tipe desa dan LQ basis komoditas, maka dipilih lokasi desa berdasarkan kedua kombinasi LQ tersebut, dan desa dengan nilai LQ yang tertinggi akan dipilih menjadi lokasi penelitian. Selanjutnya untuk memilih lokasi dalam desa yang akan ditetapkan sebagai wilayah sensus, maka dilakukan dengan memilih blok sensus yang representatif dapat mewakili desa tersebut. Karena Penelitian Patanas dilakukan secara periode pada berbagai agroekosistem dan basis komoditas yang mendukungnya, maka dalam tulisan ini ditelaah tentang distribusi tenaga sesuai dengan periode kegiatan penelitian. Untuk kegiatan penelitian tahun 2008 menelaah ketenagakerjaan pada basis agroekosistem lahan kering dengan basis komoditas palawija dan sayuran di 12 desa dengan jumlah sensus rumah tangga 1672, pada tahun 2009 pada basis agroekosistem lahan kering dengan basis komoditas tanaman perkebunan di 8 desa dengan jumlah sensus rumah tangga 882, serta tahun 2010 pada basis agroekosistem lahan basah dengan komoditas padi sawah irigasi di 14 desa dengan jumlah sampel survei 560 rumah tangga (Tabel 1). 260

4 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS Tabel 1. Sebaran Desa Contoh dan Jumlah Responden Penelitian Patanas Periode Tahun Tahun Kegiatan Patanas Provinsi Kabupaten Desa Basis Komoditas Jumlah Responden Agroekosistem 1. Tahun 2008 a. Jawa Timur Probolinggo 1.Resongo 150 Palawija Lahan kering Malang 2. Bendosari 150 Sayuran Lahan kering Blitar 3. Bumiayu 151 Palawija Lahan kering 4. Tlogosari 149 Palawija Lahan kering b. Jawa Tengah Wonogiri 5. Ngelo 152 Kacang tanah Lahan kering Banjanegara 6. Karang Tengah 159 Sayuran Lahan kering 7. Mekarsari 150 Palawija Lahan kering 8. Sindang Mekar 149 Palawija Lahan kering c. Jawa Barat Bandung 9. Margamulya 152 Sayuran Lahan kering d. Lampung Lampung 10. Catur Buana 110 Ubikayu Lahan kering Selatan Jaya e. Sulawesi Bulukumba 11. Bale Anging 97 Jagung Lahan kering Selatan Enrekang 12. Baroko 103 Sayuran Lahan kering Jumlah Tahun 2009 a. Jawa Timur Malang 1. Rejosari 151 Tebu Lahan kering Lumajang 2. Kebonan 151 Tebu Lahan kering b. Jambi Batanghari 3.Panerokan 100 Karet Lahan kering Muarojambi 4. MatrTunggal 99 Kelapa sawit Lahan kering c. Kalimantan Balai 5. Semoncol 103 Karet Lahan kering Barat Parindu 6. Hibun 81 Kelapa sawit Lahan kering d. Sulawsi Pinrang 7. Pakeng 100 Kakao Lahan kering Selatan Luwu 8. Bakti 102 Kakao Lahan kering Jumlah Tahun 2010 a. Jawa Timur Banyuwangi 1. Kaligondo 40 Padi Sawah irigasi Lamongan 2. Sungegeneng 40 Padi Sawah irigasi Jember 3. Pedomasan 40 Padi Sawah irigasi b. Jawa Tengah Cilacap 4. Padang Sri 40 Padi Sawah irigasi Klaten 5. Demangan 40 Padi Sawah irigasi Sragen 6. Mojorejo 40 Padi Sawah irigasi Pati 7. Tambah Rejo 40 Padi Sawah irigasi c. Jawa Barat Indramayu 8. Tugu 40 Padi Sawah irigasi Subang 9. Simpar 40 Padi Sawah irigasi Karawang 10. Sindang sari 40 Padi Sawah irigasi d. Sumatera Asahan 11. Kuala Gunung 40 Padi Sawah irigasi Utara Serdang Bedagai 12. Lidah Tanah 40 Padi Sawah irigasi e. Sulawesi Luwu 13. Salujambu 40 Padi Sawah irigasi Selatan Sidrap 14.Carawali 40 Padi Sawah irigasi Jumlah

5 Sugiarto Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan wawancara langsung dengan responden dalam bentuk kuesioner terstruktur dan wawancara dengan kelompok. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari hasil kompilasi di perpustakaan atau informasi instansi terkait. Analisis data, menggunakan analisis statistik deskriptif dengan tabulasi silang dan time series. Selanjutnya untuk mengukur permasalahan ketenagakerjaan diperlukan melalui pendekatan konsep dan definisi yang mengacu pada Badan Pusat Statistik. Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya, penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Definisi yang berkaitan dengan penerapan konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun dan lebih; (b) penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 t ahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran; (c) penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya; (d) bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak putus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu kegiatan ekonomi; dan (e) punya pekerjaan tetapi sedang tidak bekerja adalah keadaan dari seseorang yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti: sakit, cuti, menunggu panenan, mogok dan sebagainya, termasuk mereka yang sudah diterima bekerja tetapi selama seminggu yang lalu belum mulai bekerja. Dalam beberapa hal mengenai konsep tenaga kerja menurut BPS, tentang (a) persepsi angkatan kerja didefinisikan adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang selama seminggu sebelum pencacahan berstatus bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan mereka tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan; (b) partisipasi angkatan kerja didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan seluruh penduduk; (c) tingkat partisipasi kerja didefinisikan sebagai rasio jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah angkatan kerja; (d) kesempatan kerja merupakan rasio jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah penduduk, dan (e) tingkat pengangguran adalah rasio jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah penduduk. Keragaan Ketenagakerjaan Nasional Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja HASIL DAN PEMBAHASAN Secara menyeluruh gambaran ketenagakerjaan secara nasional menunjukkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan usia kerja umur 15 tahun 262

6 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan 1,9 persen pertahun atau meningkat dari ribu jiwa pada tahun 2003 menjadi ribu jiwa pada tahun Peningkatan tersebut diikuti dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja 3,1 persen pertahun atau meningkat dari ribu jiwa pada tahun 2003 menjadi ribu jiwa pada tahun 2008 dan perkembangan jumlah bukan angkatan kerja 2,4 persen pertahun (Tabel 2). Selanjutnya apabila akumulasi jumlah angkatan kerja secara nasional, bila dipilah antara jumlah angkatan kerja di pedesaaan dan perkotaaan, menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di perkotaan meningkat 2,3 persen pertahun. Peningkatan tersebut diikuti dengan meningkatnya jumlah bukan angkatan kerja 0,7 persen pertahun. Hal ini memberikan indikasi bahwa terjadi kecenderungan penurunan tingkat pengangguran yang semula pada tahun 2003 mencapai 12,95 persen turun menjadi 10,94 persen pada tahun 2008, yang diakibatkan semakin baiknya pertumbuhan ekonomi dengan mengalirnya arus tenaga kerja dari perdesaan ke perkotaan (Tabel 3). Tabel 2. Tingkat Partisipasi dan Jumlah Pengangguran Penduduk Usia Kerja di Perdesaan dan Perkotaan, Tahun (000 Jiwa) Uraian A. Jumlah Penduduk > 15 Th ,9 1. Angkatan Kerja ,1 a. Bekerja 92810, , , ,0 b. Tidak bekerja 9939, , , ,1 9394,5-0,7 2. Bukan Angkatan Kerja 48656, , , , ,4 a. Sekolah 11481, , , , ,1 b. Mengurus rumah tangga 29727, , , ,0 c. lainnya 7447,2 7495,7 8432,2 8914,4 8410,5 8696,7 3,3 B. Tk Partisipasi Angkatan Kerja 67,8 67,5 66,79 66,16 66,99 67,18 C. Tingkat Pengangguran 9,7 9,8 11,24 10,28 9,11 8,39 Sumber : Keadaan Tenaga Kerja Tahun ,BPS Jakarta Pert (%) Tabel 3. Tingkat Partisipasi dan Jumlah Pengangguran Penduduk Usia Kerja di Perkotaan, Tahun (000 Jiwa) Uraian A. Jumlah Penduduk >15 Th , , , ,7 1. Angkatan Kerja 42372, , , , ,3 a. Bekerja , , , ,7 b. Tidak bekerja 5275,7 5433,9 6214,8 5822,3 5624,5 5187,6 0,0 2. Bukan Angkatan Kerja 25278, , , , ,7 a. Sekolah 7271,2 7045,7 7777,3 8160,2 7991,2 7345,6 0,4 b. Mengurus rumah tangga 14292, , , ,9 c. lainnya 3714,3 3645,5 3818,9 3705,6 3794,2 3821,8 0,6 B. Tkt Partisipasi Angkatan Kerja 62,63 62,55 62,44 62,35 62,9 64,5 C. Tingkat Pengangguran 12,5 12,73 14,22 13,32 12,39 10,94 Sumber : Keadaan Tenaga Kerja Tahun ,BPS Jakarta Pert (%) 263

7 Sugiarto Sementara itu, bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja di perdesaan meningkat 2,1persen pertahun lebih tinggi dari pertumbuhan secara nasional dan daerah perkotaan, dan tingkat pengangguran dari tahun 2003 hingga tahun 2008 cenderung turun dari 7,7 persen hingga 6,52 persen yang diikuti dengan menurunnya angkatan kerja yang tidak bekerja 1,4 persen pertahun atau turun dari 4663 ribu jiwa pada tahun 2003 menjadi 4026 ribu jiwa pada tahun Hal ini menandai adanya arus tenaga kerja yang ada diperdesaan telah mulai beralih keluar desa dengan cara urbanisasi ke pusat pertumbuhan ekonomi di perkotaan. Tabel 4. Tingkat Partisipasi dan Jumlah Pengangguran Penduduk Usia Kerja di Perdesaan, Tahun (000 Jiwa) Uraian A. Jumlah Penduduk > 15 Th 83755, , ,1 1. Angkatan Kerja 60377, , , , ,3 a. Bekerja 55713, , , ,6 b. Tidak bekerja 4663,5 4817,4 5684,4 5229,7 4386,6 4206,8-1,4 2. Bukan Angkatan Kerja 23377, , , , ,1 a. Sekolah 4210,5 4531,5 5804,6 5747,8 5786,2 5880,4 7,4 b. Mengurus rumah tangga , , , ,0 c. lainnya 3732,9 3850,2 4613,3 4800,5 4616,4 4874,9 5,8 B. Tkt Partisipasi Angkatan Kerja 72,09 71,4 70,2 69,17 70,2 69,3 C. Tingkat Pengangguran 7,7 7,86 9,1 8,37 6,8 6,52 Sumber : Keadaan Tenaga Kerja Tahun ,BPS Jakarta Pert (%) Kesempatan Kerja Menurut Kelompok Umur Analisis kesempatan kerja diutamakan pada pertumbuhan angkatan kerja di sektor pertanian. Secara umum pertumbuhan angkatan kerja di sektor pertanian mengalami kontraksi dengan kecenderungan yang menurun 0,4 persen pertahun. Penurunan kesempatan kerja terutama pada kelompok umur 20 hingga 45 tahun (Tabel 5).Di lain pihak pertumbuhan kesempatan kerja pada usia diatas 45 tahun mengalami peningkatan hingga 5,7 persen pertahun. Laju penurunan pertumbuhan kesempatan kerja bagi usia produktif tahun akan memicu akumulasi tenaga kerja yang kurang produktif. Oleh karena itu, peran kesempatan kerja pada usia diatas 54 tahun merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat produktivitas di sektor pertanian dibanding di luar sektor pertanian. Sementara upaya yang diperlukan untuk mengantisipasi ke depan yaitu diharapkan bahwa di sektor pertanian diisi oleh tenaga kerja yang produktif dan berpendidikan yang berpengalaman dan mempunyai skill dan ketrampilan yang tinggi. Kesempatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian yang berpendidikan SLTP kebawah cenderung turun, terutama 264

8 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS tingkat pendidikan tamat SD yang turun 2,3 persen pertahun dan tidak tamat SD 1,7 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan kesempatan kerja bagi yang berpendidikan SLTA keatas mengalami peningkatan yang cukup berarti. Terutama peningkatan kesempatan kerja yang berpendidikan tinggi yang meningkat 5,7 persen pertahun yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian. Tabel 5. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pertanian Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun (000 Jiwa). Kelompok Umur Pertum (%) ,5 2365,6 2300,7 2215,6 2630,0 2684,8 3, ,8 3581,7 3753,3 3754,9 3708,6 3628,5-1, ,1 4323,0 4501,0 4315,4 4295,6 4229,5-2, ,9 4765,9 4759,5 4606,5 4627,9 4804,3-1, ,4 4856,1 4887,8 4643,8 4620,8 4944,7-0, ,5 4858,3 4750,4 4525,6 4628,2 4803,2-0, ,2 4199,7 4435,8 4317,6 4352,5 4677,3 1, ,3 3842,9 3757,5 3688,5 3765,7 3979,2 0, ,1 2559,7 2948,7 2899,8 3064,8 3277,1 5, ,5 5255,0 5214,9 5168,5 5512,6 5661,0 2, , , , , , ,6 0,4 Sumber : Keadaan tenaga kerja tahun BPS.Jakarta. Tabel 6. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia (000 Jiwa) Tingkat Pendidikan Tidak sekolah/belum sekolah 3667,8 3999,0 3433,4 3836,6 3938,5 4203,3 3,1 2. Tidak Tamat SD 8128,4 8187,5 7647,3 7702,8 8288,6 8088,3-1,7 3. Tamat SD 20151, , , , , ,2-2,3 4. SLTP 7375,0 6932,1 7367,5 6704,7 6603,5 6664,6-1,1 5. SLTA a. Umum 2070,2 1782,6 2023,2 2090,5 2229,1 2783,5-0,8 b. Kejuruan 507,3 543,9 497,6 620,3 666,1 790,8 1,9 6. Diploma 47,8 53,3 57,4 64,3 99,9 111,6 0,8 7. Perguruan Tinggi 53,3 57,1 66,9 95,1 61,4 101,2 5,7 Total 42001, , , , , ,4 2,4 Sumber : Keadaan tenaga kerja tahun BPS.Jakarta. Pertb (%) 265

9 Sugiarto Kesempatan Kerja Menurut Status Pekerjaan Pertumbuhan kesempatan kerja menurut status pekerjaan dari tahun 2003 hingga 2008 yang lebih dominan perkembangannya adalah status berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain dan pekerja bebas di pertanian masing-masing meningkat 5,4 persen dan 6,5 persen pertahun (Tabel 7). Sementara itu, tenaga kerja dengan status pekerjaan dibantu anggota rumah tangga dan berusaha dengan buruh tetap pertumbuhannya cenderung turun. Hal ini memberikan indikasi bahwa kesempatan kerja di sektor pertanian mempunyai potensi sumber daya yang cukup untuk diberdayakan melalui skala usaha yang diupayakan oleh kemampuan usaha yang mandiri atau dibantu dengan anggota keluarga dan teknologi. Di lain pihak, meningkatnya pekerja buruh di sektor pertanian, akan membawa dilema tersendiri bagi sektor pertanian yang selama ini akan menjadi beban didalam meningkatkan produktivitas. Tabel 7. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Menurut Status Pekerjaan di Pertanian, Tahun (000 Jiwa) Status Pekerjaan Pertb (%) 1. Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain 4027,6 4315,7 3817,7 4779,7 4912,2 5089,8 5,4 2. Berusaha dengan dibantu ART 16427, , , , , ,7-1,9 3. Berusaha dengan buruh tetap 1033,0 1019,6 1113,7 906,4 792,6 817,7-4,0 4. Pekerja buruh 2100,4 2102,5 2117,7 2323,1 2373,9 2593,7 4,4 5. Pekerja bebas di Pertanian 4555,2 4449,9 5534,8 5541,2 5917,4 6130,5 6,5 6. Pekerja tidak dibayar 13857, , , , , ,3-0,9 Total 42001, , , , , ,6 0,4 Sumber : Keadaan tenaga kerja tahun BPS.Jakarta. Keragaan Ketenagakerjaan di Perdesaan Patanas Partisipasi Angkatan Kerja Keragaan ketenagakerjaan di perdesaan Patanas yang dikelompokkan berdasarkan kondisi agroekosistem dan basis komoditas yang dominan, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kerja pada basis tanaman palawija 82 persen lebih besar dibanding partisipasi pada basis tanaman padi (67%) dan tanaman perkebunan (65%) (Tabel 8). Sementara itu, peluang kesempatan kerja pada basis tanaman padi lebih besar (70% ) dibanding pada basis tanaman palawija (61%) dan tanaman sayuran (58%) serta tanaman perkebunan (50%). Walaupun kesempatan kerja pada basis tanaman padi irigasi lebih tinggi daripada basis komoditas lainnya, tingkat pengangguran juga lebih tinggi (24%) di banding dengan basis komoditas lainnya. Di lain pihak tingkat pengangguran yang terendah adalah basis komoditas palawija (13,3%) dan basis komoditas sayuran (14,6%), dan masih diatas rata-rata pengangguran secara nasional. Besarnya jumlah angkatan kerja yang menganggur merupakan beban bagi anggota rumah tangga yang bekerja sebagai konsekuensi dari kegiatan yang belum menghasilkan 266

10 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS pendapatan. Angkatan kerja yang tidak bekerja atau menganggur, diataranya adalah mereka yang termasuk angkatan kerja yang tidak bekerja karena belum dapat pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, sedang sekolah, mengurus rumah tangga, tenaga kerja tidak produktif (usia lanjut, jompo) dan bukan angkatan kerja anggota rumah tangga yang berumur dibawah 15 tahun. Ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat partisipasi kerja dan tingkat pengangguran adalah (1) tingginya tingkat aksesibilitas desa terhadap sumber pertumbuhan ekonomi, (2) peranan sarana prasarana dan transportasi yang mudah menjangkau keberbagai sumber mata pencaharian di pertanian dan nonpertanian, (3) akses penguasaan dan garapan lahan yang marginal yang mendorong untuk melakukan diversifikasi keberbagai sumber mata pencaharian, (4) tingkat pengetahuan dan pendidikan serta wawasan yang dimiliki digunakan untuk memilih jenis pekerjaan yang lebih sesuai, (5) adanya pemutusan hubungan kerja yang kembali kedesa yang akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan pasar tenaga kerja diperdesaan (Rusastra et al., 2005). Tabel 8. Jumlah Anggota Rumah Tangga, Angkatan Kerja, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada Berbagai Agroekosistem dan Basis Komoditas di Perdesaan Patanas, Agroekosistem dan Basis Komoditas Bekerja Angkatan Kerja Tidak Bekerja Jumlah Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Kesem patan Kerja Parti sipasi Kerja Ang katan Kerja Jumlah Penduduk Pengang guran A. Lahan Sawah a. Padi sawah irigasi * ,1 70,9 75,3 24,1 B Lahan Kering 1. Tanaman Palawija ** , ,3 13,3 2. Tanaman Sayuran ** , ,6 14,6 3. Tanaman Perkebunan*** a. Karet ,3 61,5 78,5 17,1 b. Kakao ,5 54,3 72,8 18,5 c. Kelapa Sawit ,4 37,3 59,9 22,5 d. Tebu ,4 50,9 69,4 18,5 Total ,8 50,8 77,2 19,3 Keterangan : *Data survei Patanas 2010 ** Data sensus Patanas 2008 *** Data sensus Patanas 2009 Partisipasi Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Salah satu indikator kualitas tenaga kerja didalam mengisi peluang kesempatan kerja adalah tingkat pendidikan, ketrampilan, dan pengalaman yang dimiliki. Dengan bekal tersebut akan meningkatkan daya saing permintaan sesuai dengan peluang kesempatan kerja yang diinginkan. Jenjang pendidikan yang terendah dan tingkat pengetahuan yang kurang akan merupakan kendala yang menghambat pembangunan pertanian. Salah satu diantaranya adalah kualifikasi 267

11 Sugiarto tamatan SD yang sederajat (0 6 tahun) yang mengakumulasi jumlahnya di sektor pertanian dan perdesaan yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian secara mikro di desa Patanas, antara lain Nurmanaf et al. (2004), Irawan et al. (2007) dan Kustiari et al. (2008) memperlihatkan bahwa pada agroekosistem lahan sawah irigasi dan lahan kering proporsi tenaga kerja yang terserap di pertanian ada 60 persen yang berpendidikan SD tamat kebawah yang perlu ditingkatkan kualitasnya melalui berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Tabel 9 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di perdesaan pada berbagai agroekosistem secara umum lebih dominan yang berpendidikan hingga 6 tahun kebawah atau setaraf dengan pendidikan Sekolah Dasar berkisar 58 persen hingga 84 persen, kecuali pada basis komoditas kelapa sawit yang bependidikan SD ada 43 persen. Tingginya angka pendidikan SD pada angkatan kerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa kualitas angkatan kerja masih perlu ditingkatkan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga tidak menjadi beban berat bagi sektor pertanian yang dipenuhi oleh angkatan kerja berpendidikan rendah. Tabel 9. Jumlah Angkatan Kerja Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan pada Berbagai Agroekosistem dan Basis Komoditas di Perdesaan Patanas, Agroekosistem/ Komoditas A. Lahan Sawah Kelompok Lama Pendidikan 0-6 Th 7-9 Th 9-12 Th > 12 Th Total a. Padi sawah irigasi * 58,4 21,7 17,4 2,5 100 B Lahan Kering 1. Tanaman Palawija ** ,5 0, Tanaman Sayuran ** 70, , Tanaman Perkebunan *** a. Karet 69,4 18,5 11, b. Kakao 76,9 10,5 10,9 1,7 100 c. Kelapa Sawit 43,3 29,6 25,4 1,7 100 d. Tebu 84,1 9,1 6,4 0,4 100 Total 70,7 15,9 12,3 1,1 100 Keterangan : *Data survei Patanas 2010 ** Data sensus Patanas 2008 *** Data sensus Patanas 2009 Sementara itu bila dilihat secara parsial, pada basis komoditas, jumlah angkatan kerja yang berpendidikan SD kebawah yang tertinggi adalah basis tanaman perkebunan tebu (84%) dan tanaman palawija (82%). Sedangkan untuk angkatan kerja berpendidikan 7 hingga 9 tahun yang tertinggi pada basis tanaman kelapa sawit (29%) dan sawah irigasi (21%), demikian halnya dengan yang berpendidikan 10 hingga 12 tahun yang tertinggi pada basis tanaman padi irigasi dan kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa peranan pendidikan untuk 268

12 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesadaran angkatan kerja untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi lebih diutamakan dibanding basis komoditas lainnya. Disamping itu juga ditunjang oleh kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang pendidikan serta fasilitas dan sarana pendidikan yang tersedia di daerahnya. Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur Tingkat partisipasi angkatan kerja menurut umur dikelompokkan menurut ranking sepuluh tahunan mulai dari angkatan kerja umur 15 tahun hingga 55 tahun keatas pada seluruh basis komoditas dan agroekosistem. Tabel 10 memperlihatkan bahwa hampir semua angkatan kerja pada agroekosistem dan komoditas yang terbesar jumlahnya pada usia 45 tahun kebawah (40-70%), dan merupakan angkatan kerja yang produktif. Namun demikian konsekuensinya pada angkatan kerja di sektor pertanian dapat diharapkan mempunyai peluang kerja yang dapat dimanfaatkan angkatan kerja pada usia produktif dibanding sektor lainnya. Walaupun dalam kenyataannya posisi tawar angkatan kerja di sektor pertanian yang lemah karena persaingan pasar tenaga kerja di luar sektor pertanian yang sangat ketat. Sementara itu, bila dibandingkan antara angkatan kerja produktif pada usia 45 tahun kebawah, memperlihatkan bahwa jumlah angkatan kerja di desa berbasis komoditas perkebunan yaitu kelapa sawit dan kakao lebih besar (70%) dibanding pada basis komoditas palawija, sayuran, dan padi sawah irigasi. Sementara itu, potensi angkatan kerja pada kelompok usia kerja 15 tahun hingga 24 tahun yang berjumlah antara 4 persen hingga 24 persen sebagai tenaga muda yang cukup potensial untuk menggantikan tenaga kerja pada kelompok usia kerja di atas usia kerja 55 tahun (14%-25%) yang dianggap sudah tidak produktif lagi. Namun demikian, kenyataan di lapang kelompok tenaga muda kurang tertarik bekerja di sektor pertanian karena beberapa hal, antara lain: (a) terbatasnya kesempatan kerja pertanian bagi yang berpendidikan tinggi; (b) sektor pertanian umumnya tidak mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat; (c) usaha pertanian mengandung banyak risiko, d) pendapatan di sektor pertanian lebih rendah dari yang diharapkan, dan e) kurang status sosial dan kenyamanan kerja, karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika et al., 2000). Komposisi kelompok umur nonproduktif di sektor pertanian, terutama pada usia tua yang disebut dengan aging farmer akan berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas sektor pertanian. Walaupun fenomena aging farmer dengan produktivitas rendah, tetapi mengindikasikan bahwa petani yang lebih tua memiliki kapabilitas manajerial lebih tinggi sehingga dalam konteks tersebut unsur pengalaman lebih berperan dibanding pada angkatan kerja usia produktif. Permasalahan di sektor pertanian dengan kompisisi kelompok umur usia tua akan merupakan beban yang berat dengan produktivitas yang rendah. Kajian dari Susilowati et al. (2008) ada hubungan antara tenaga kerja usia tua dengan produktivitas usaha tani bersifat negatif, yang mengindikasikan petani yang lebih tua memiliki kapabilitas manajerial lebih tinggi sehingga dalam konteks tersebut unsur pengalaman lebih berperan. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Nurmanaf et al. (2004), Rusastra et al. (2005), Irawan et al. (2007), dan Kustiari et al. (2008) 269

13 Sugiarto bahwa proporsi tenaga kerja disektor pertanian cenderung didominasi oleh tenaga kerja yang berumur tahun, sementara itu tenaga muda lebih cenderung mengisi kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Beberapa kebijakan strategis untuk mendorong minat tenaga kerja produktif ke sektor pertanian adalah (1) mendorong pengembangan agroindustri sehingga peningkatan nilai tambah dan produktivitas tenaga kerja pertanian, (2) meningkatkan intensitas pemanfaatan teknologi mekanisasi pertanian, sehingga meningkatkan citra pertanian dan minat generasi muda untuk mengembangkan sektor pertanian, (3) pengembangan fasilitas peningkatan kemampuan manajemen dan kewirausahaan SDM, sehingga mampu mengelola usaha secara efisien, produktif dan kompetetif dan (4) peningkatan skala usaha pertanian yang mampu mendukung kesejahteraan pengelolaannya dan setara dengan sektor nonpertanian. Tabel 10. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pertanian Menurut Kelompok Umur pada Berbagai Agroekosistem dan Basis Komoditas di Perdesaan Patanas, Agroekosistem/ Komoditas A. Lahan Sawah Kelompok Umur (Tahun) > 55 Total a. Padi sawah irigasi * 4,8 8 24,8 36,7 25,7 100 B. Lahan Kering 1. Tanaman Palawija ** 10, ,5 21,2 20, Tanaman Sayuran ** 15, ,9 18, Tanaman Perkebunan *** a. Karet 17,5 26,8 26, ,4 100 b. Kakao 22,8 22,8 23,1 16, c. Kelapa Sawit 13,4 25,4 31,6 18,9 10,7 100 d. Tebu 11,1 19, ,7 19,7 100 Total 15,6 23,3 26,9 19,7 14,5 100 Keterangan : *Data survei Patanas 2010 ** Data sensus Patanas 2008 *** Data sensus Patanas 2009 Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Sumber Mata Pencaharian Partisipasi angkatan kerja menurut sumber mata pencaharian di perdesaan pada berbagai agroekosistem tidak bergantung pada salah satu sumber mata pencaharian saja, namun melakukan beberapa kegiatan yang bersumber di sektor pertanian maupun nonpertanian. Sementara itu, ragam sumber mata pencaharian yang memerlukan curahan waktu yang lebih banyak, biasanya dianggap sebagai sumber mata pencaharian utama dan merupakan 270

14 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS pendapatan yang terbesar. Kemudian apabila ada sisa curahan waktu pada kegiatan utama, akan dialokasikan pada sumber mata pencaharian yang kedua atau ketiga sebagai kegiatan sampingan. Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagai penciri sumber mata pencaharian angkatan kerja di perdesaan lebih didominasi pada sektor pertanian (60% - 80%) dibanding sektor di luar pertanian. Terutama di sektor pertanian yang lebih dominan pada sumber mata pencaharian usaha pertanian (43% -65%) kemudian sumber mata pencaharian sebagai buruh tani (10%-25%). Tabel 11. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Sumber Mata Pencaharian pada Berbagai Agroekosistem dan Basis Komoditas di Perdesaan Patanas, Agroekosistem/ Komoditas A. Lahan Sawah Usaha Pertanian Sumber Mata Pencaharian Pekerja Buruh Pekerja Dagang Jasa/ Tata Industri Bangunan laksana Usaha Industri Buruh Pertanian Angkutan a. Padi sawah irigasi * 43,9 25,7 4,4 11,5 2,8 8,3 1,9 1,5 B. Lahan Kering 1. Tanaman Palawija ** 65 10,5 3,2 5,3 3,9 9,1 1,7 1,3 2. Tanaman Sayuran 65,8 14,6 1 6,3 1,2 7,5 0,7 2,9 3. Tanaman Perkebunan *** a. Karet 77,5 10,7 1,1 2 1,1 3,6 2,9 1,1 b. Kakao 53,2 8,9 0 7,6 2,3 15,3 5,5 7,2 c. Kelapa Sawit 69,5 17,7 0,9 0 0,6 5,9 3 2,4 d. Tebu 49,5 26,7 1,1 0,6 2,5 5,8 6,4 7,4 Total 60,5 16,9 0,8 2,6 1,8 7,6 4,8 5 Keterangan : *Data survei Patanas 2010 ** Data sensus Patanas 2008 *** Data sensus Patanas 2009 Sementara itu, apabila dilihat secara parsial diantara agroekosistem yang berbasis komoditas, menunjukkan bahwa desa berbasis komoditas tanaman kakao, peranan sektor di luar pertanian lebih tinggi (40%) dibanding desa yang berbasis tanaman lainnya. Sumber mata pencaharian dari semua basis komoditas terdiversifikasi pada berbagai sumber mata pencaharian, seperti sebagai pedagang, usaha industri, usaha angkutan, dan jasa/tatalaksana. Sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian yang terbesar jumlahnya adalah pekerja jasa 271

15 Sugiarto dan tata laksana (4-9%), kemudian sumber mata pencaharian sebagai pedagang (2-11%) dan sumber matapencarian lainnya dibawah 1 persen hingga 5 persen. Besarnya jumlah proporsi sumber mata pencaharian bagi angkatan kerja yang bekerja diluar sektor pertanian, hal ini disebabkan beberapa hal antara lain (a) aksesibilitas daerah yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, (b) terbukanya peluang kesempatan kerja di sektor nonpertanian, (c) kegiatan usaha pertanian yang semakin terbatas, (d) berkembangnya industri dan jasa, (e) kegiatan usaha pertanian kurang menarik bagi tenaga kerja muda dan bagi yang berpendidikan tinggi, dan (f) rendahnya mobilitas angkatan kerja kesumber pertumbuhan ekonomi dan akses kepemerintahan, sehingga peluang kesempatan kerja sangat sulit dimasuki oleh angkatan kerja yang bekerja diluar sektor pertanian. Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Status Pekerjaan Ragam status pekerjaan angkatan kerja pada umumnya terbagi pada usaha sendiri, usaha dengan buruh upahan, usaha dengan tenaga kerja keluarga dan hanya buruh upahan. Tabel 11 memperlihatkan bahwa dari masing-masing agroekosistem menurut komoditas, terutama pada basis komoditas tanaman padi sawah irigasi status pekerjaan angkatan kerja yang dominan adalah status pekerjaan usaha dengan buruh upahan dan usaha sendiri masing- masing berkisar 15 persen lebih besar dibanding status pekerja pada basis komoditas lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam pengelolaan usaha tani padi sawah irigasi memerlukan kegiatan pengawasan serta manajemen yang intensif dibanding pengelolaan komoditas lainnya. Status pekerjaan kedua yang terbesar adalah sebagai buruh upahan, yang secara parsial terbesar jumlahnya pada basis komoditas karet (42%), kelapa sawit (41%), dan padi sawah irigasi (36%). Besarnya jumlah angkatan kerja dengan status buruh upahan pada basis komoditas kelapa sawit dan karet adalah mereka yang bekerja sebagai buruh sadap dan buruh panen. Sementara itu, status pekerjaan sebagai buruh upahan pada basis komoditas tanaman padi sawah adalah sebagai tuna kisma yang tidak mempunyai lahan atau mempunyai lahan sempit yang menerima upah mulai kegiatan prapanen hingga pascapanen. Sedangkan untuk status pekerjaan yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang yang tertinggi jumlahnya pada basis komoditas kakao (37%) dan status pekerjaan tenaga kerja tidak diupah adalah basis komoditas tanaman sayuran (36%). Kegiatan usaha dengan status pekerjaan sebagai tenaga kerja keluarga dan sebagai buruh upahan, terjadi karena permasalahan ketersediaan tenaga kerja diluar keluarga yang terbatas, sehingga ketersediaan tenaga kerja didalam keluarga dimanfaatkan untuk kegiatan produktif membantu keluarganya, dan bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Konsekuensinya di sektor pertanian yang berorientasi diperdesaan dengan adanya kedua status pekerjaan tersebut akan menjadi beban yang berat, bila tidak diimbangi penyerapan tenaga kerja diluar sektor pertanian 272

16 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS Tabel 12. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Status Pekerjaan pada Berbagai Agroekosistem dan Basis Komoditas di Perdesaan Patanas, Status Pekerjaan Agroekosistem/ Basis Komoditas Usaha + Buruh Upahan Usaha dg TK dalam Keluarga Usaha Sendiri Tk bukan Upahan Buruh Upahan Campuran A. Lahan Sawah a. Padi sawah irigasi * 15,5 8,6 15,6 14,0 36,1 10,2 B. Lahan Kering 1. Tanaman Palawija ** 2,6 20,1 7, , Tanaman Sayuran ** 1,7 13 7,9 39,7 24,3 13,4 3. Tanaman Perkebunan *** a. Karet 4,4 7,2 7,1 21,9 42,2 17,2 b. Kakao 4,2 37,5 5,4 34,2 17 1,7 c. Kelapa Sawit 6,5 15 5,5 24,3 41,5 7,2 d. Tebu 4,5 16,2 6,9 27,2 20,6 24,6 Total 4,9 17,8 6,2 26,3 32,3 12,5 Keterangan : *Data survei Patanas 2010 ** Data sensus Patanas 2008 *** Data sensus Patanas 2009 KESIMPULAN Keragaan ketanagakerjaan secara nasional dari tahun untuk pertumbuhan kesempatan kerja berjalan sangat lambat yang diikuti dengan tingkat partisipasi kerja dan kesempatan kerja yang mengalami stagnan yaitu berkisar 67 persen dan tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, perkembangan tingkat pengangguran secara nasional mengalami fluktuasi yang menurun dari tahun 2005 sejumlah 11,24 persen turun menjadi 8,39 persen pada tahun 2008, dan diikuti dengan menurunnya tingkat pengangguran di perkotaan maupun ditingkat perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa ada aliran tenaga kerja yang mengisi peluang kesempatan kerja di perkotaan dengan cara urbanisasi. Pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian menurut kelompok umur, terutama pada usia produktif 45 tahun kebawah selama pada periode mengalami pertumbuhan yang menurun dibawah 1 persen. Hal ini menjadi dilema bagi pembangunan pertanian, hilangnya angkatan kerja yang potensial karena memasuki kesempatan kerja di sektor nonpertanian. Sementara itu, petumbuhan angkatan kerja menurut tingkat pendidikan terjadi peningkatan kualitas dengan menurunnya jumlah angkatan kerja yang berpendidikan SD kebawah dan meningkatnya angkatan kerja yang berpendidikan SMP keatas. 273

17 Sugiarto Di tingkat perdesaan yang terbagi menurut agroekosistem dan basis komoditas yang mendukungnya, memperlihatkan bahwa partisipasi angkatan kerja rumah tangga yang relatif besar jumlahnya, namun belum diimbangi dengan rendahnya tingkat pengangguran. Seperti beberapa perdesaan yang berbasis komoditas tanaman padi sawah, dan kelapa sawit yang lebih tinggi dari basis komoditas lainnya, bahkan tingkat penganggurannya diatas rata-rata nasional. Sementara itu, partisipasi angkatan kerja pertanian menurut tingkat pendidikan didominasi oleh tingkat pendidikan SD tamat kebawah. Namun demikian beberapa desa pada agroekosistem tertentu seperti pada basis komoditas sawah irigasi dan kelapa sawit yang sudah berorientasi pada pendidikan tamat SMP hingga SMU bahkan hingga ke perguruan tinggi lebih besar jumlahnya dibanding pada basis komoditas lainnya. Di lain pihak partsipasi angkatan kerja pertanian menurut kelompok umur pada berbagai agroekosistem mengelompok pada usia produktif kebawah hingga 70 persen, sedangkan 30 persen adalah mereka yang termasuk usia kurang produktif atau yang disebut dengan aging farmer. Fenomena aging farmer akan berdampak rendahnya tingkat produktivitas sektor pertanian, akan tetapi mengindikasikan bahwa petani yang lebih tua memiliki kapabilitas manajerial lebih tinggi sehingga dalam konteks tersebut unsur pengalaman lebih berperan dibanding pada angkatan kerja usia produktif. Tingkat partisipasi angkatan kerja menurut sumber mata pencaharian masih didominasi oleh mereka yang bekerja disektor pertanian dibanding di luar sektor pertanian. Jenis pekerjaan di sektor pertanian yang utama adalah mereka yang bekerja sebagai usaha pertanian terutama pada bidang produksi hasil pertanian atau prapanen dibanding bidang pascapanen dan pemasaran hasil pertanian. Namun demikian beberapa daerah dengan basis komoditas tanaman perkebunan seperti kakao dan palawija, porsi sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian lebih besar dibanding basis komoditas lainnya. Sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian yang terbesar dari kedua basis tersebut adalah jenis pekerjaan jasa/tatalaksana atau sebagai pedagang. Sebagai saran kedepan mengenai permasalahan ketenagakerjaan di sektor pertanian dan perdesaan yaitu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di perdesaan yang berorientasi pembangunan pertanian, baik itu melalui peningkatan ketrampilan dan pengetahuan yang didukung dengan pembinaan, penyuluhan, dan penguatan permodalan. Disamping itu, perlu pengembangan agribisnis atau agroindustri yang berbasis pada sumber daya alam setempat yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja didalam desa dan bersaing di pasar tenaga kerja DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. Survei Angkatan Kerja Nasional, Berbagai Tahun ( ). Irawan, B., P. Simatupang, R. Kustiari, Sugiarto, Supadi, J. F. Sinuraya, M. Iqbal, M. Ariani, V. Darwis, R. Elizabeth, Sunarsih. C. Muslim, T. B. Purwantini, dan T. Nurasa. 274

18 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Berbagai Tipe Agroekosistem di Perdesaan PATANAS Panel Petani Nasional (PATANAS) Analisi Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian. Bogor Kustiari, R., P.U., Hadi, Sugiarto, A. Purwoto, Supadi, M. Ariani, Sunarsih, J.F Sinuraya, D. Hidayat, M. Maulana, T.B. Purwantini, B. Winarso, dan Waluyo Panel Petani Nasional (PATANAS) Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Laporan Hasil Penelitian Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Manning, C. and Suriya Suvey of Recent Development Bulletin of Indonesian Economic Studies. (32) 1. Indonesian Project. The Australian National University Nurmanaf, A.R., A. Djulin, Sugiarto, H. Supriadi, Supadi, N.K. Agustina, J.F. Sinuraya dan G.S. Budhi Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat Perdesaan: Analisa Profitabilitas Usaha Tani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Rusastra, I W., K. Noekman, Supriyati, E. Suryani, M. Suryadi, dan R. Elizabeth Analisis Ekonomi Ketenagakerjaan Sektor Pertanian dan Perdesaan di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Simatupang, P. dan S. Mardianto Pengaruh Kebijakan Moneter dan Kurs Valuta Asing terhadap Transformasi Struktur Perekonomian di Indonesia. Prosiding Susilowati, S, H, et al Studi PATANAS: Struktur Kesempatan Kerja, Curahan Waktu Kerja, dan Pendapatan di Provinsi Jateng. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Susilowati, S.H., Sumaryanto, R.N. Suhaeti, S. Friyatno, H. Tarigan, N.K. Agustin, dan C. Muslim Konsorsium Penelitian: Karakteristik Sosial Ekonomi Petani pada Berbagai Tipe Agroekosistem. Aspek: Arah Perubahan Penguasaan Lahan dan Tenaga Kerja Pertanian. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor, Bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Padjadjaran Bandung. Swastika, D.K Dinamika Pasar tenaga Kerja Struktur Upah dan Harga di Perdesaan. Makalah disajikan pada Seminar Rutin Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. 275

Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Basis Agroekosistem Lahan Kering. Labor Distribution Sector of Agriculture in Dryland Agroecosystem Base

Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Basis Agroekosistem Lahan Kering. Labor Distribution Sector of Agriculture in Dryland Agroecosystem Base Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.11 (1): 31-44 ISSN 1410-5020 Distribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Basis Agroekosistem Lahan Kering Labor Distribution Sector of Agriculture in Dryland Agroecosystem

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI Erma Suryani dan Supriyati PENDAHULUAN Menurut Badan Pusat Statistik (2014a), pendapatan rumah tangga adalah seluruh penghasilan

Lebih terperinci

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (1): 1-14 ISSN 1410-5020 Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Distribution

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi

Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (3): 175-188 ISSN 1410-5020 Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Economic Dynamics of Rural Employment in

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN DAN PALAWIJA Oleh : Adreng

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI

PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Lebih terperinci

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 M. Maulana dan Supriyati Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM Tri Bastuti Purwantini dan Supriyati PENDAHULUAN Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Oleh : Sri Hery Susilowati Prajogo Utomo Hadi Sugiarto Supriyati Wahyuning Kusuma Sejati

Lebih terperinci

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh: Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Julia F. Sinuraya Tri Bastuti Sunarsih Muahammad Iqbal Valeriana

Lebih terperinci

KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas

KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas Sugiarto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT The research

Lebih terperinci

PENGUASAAN LAHAN PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM

PENGUASAAN LAHAN PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM PENGUASAAN LAHAN PERTANIAN PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM Sri Hery Susilowati PENDAHULUAN Pembangunan merupakan proses berkelanjutan sejalan dengan perubahan lingkungan strategis. Pembangunan dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH Saptana Pendahuluan 1. Pencapaian swasembada pangan telah menjadi kebijakan dan target

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI

KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI Sugiarto Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT The study was aimed

Lebih terperinci

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem PSE-KP/2015 LAPORAN AKHIR Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem 2007-2015 Sri Hery Susilowati I Wayan Rusastra Supriyati Erma Suryani Tribastuti

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA

PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract The objectives of

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166 INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 Erna M.Lokollo 2 dan Supena Friyatno 3 ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat struktur dan dinamika pendapatan rumah tangga pertanian,

Lebih terperinci

Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia. Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland

Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia. Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (1): 1-14 ISSN 1410-5020 Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland Bambang

Lebih terperinci

MIGRASI TENAGA KERJA PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

MIGRASI TENAGA KERJA PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN MIGRASI TENAGA KERJA PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Saptana dan Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Kajian keterkaitan antara jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi telah lama menjadi perhatian

Lebih terperinci

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN Reni Kustiari PENDAHULUAN Sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi relatif besar terhadap perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN Wahyuning K. Sejati dan Herman Supriadi PENDAHULUAN Kelembagaan merupakan organisasi atau kaidah baik formal maupun informal yang mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian.

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Tim: Bambang Irawan Sugiarto Supadi Julia Forcina Sinuraya Reni Kustiari Mewa Ariani Tri Bastuti Sunarsih Prajogo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING PENDAHULUAN

PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING PENDAHULUAN 1 PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING A. ROZANY NURMANAF Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang, Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA. Supriyati. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA. Supriyati. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani 70 Bogor ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji:

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

Dinamika Kondisi dan Produktivitas Angkatan Kerja di Wilayah Desa Dengan Agroekosistem Sayuran

Dinamika Kondisi dan Produktivitas Angkatan Kerja di Wilayah Desa Dengan Agroekosistem Sayuran Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 273-284 Dinamika Kondisi dan Produktivitas Angkatan Kerja di Wilayah Desa Dengan Agroekosistem

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Peran Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian. BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 No. 76/11/51/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2016 mencapai 2.463.039 orang, bertambah sebanyak 80.573 orang

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia PENGEMBANGAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITI UNGGULAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Studi Kasus Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden Leonardo Nainggolan 1) Johndikson Aritonang 2) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN

DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN Tri Pranadji dan Gatoet Sroe Hardono PENDAHULUAN Dalam ekonomi tenaga kerja (labor economics) diasumsikan bahwa tenaga kerja mempunyai tujuan untuk memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

PATANAS (Panel Petani Nasional): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PATANAS (Panel Petani Nasional): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 PATANAS (Panel Petani Nasional): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh : Bambang Irawan Pantjar Simatupang Reni Kustiari Sugiarto Supadi Julia Forcina

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN

ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,22 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,70 PERSEN No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari

Lebih terperinci

DI PROPINSI JAWA TENGAH

DI PROPINSI JAWA TENGAH FENOMENA MIGRASI TENAGA KERJA PERTANIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI DI PROPINSI JAWA TENGAH the PHENOMENA OF AGRICULTURE LABOUR MIGRATION AND ITS IMPACT ON FARMER EMPOWEREMENT IN CENTRAL

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 28/05/73/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016 Struktur ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Selatan berfluktuasi dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR Oleh : Handewi Purwati S. Rachman*) Abstrak Dengan menggunakan data penelitian Patanas Jawa Timur yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi

Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi

Lebih terperinci

DINAMIKA KETENAGAKERJAAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PEDESAAN JAWA (Kasus di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur)

DINAMIKA KETENAGAKERJAAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PEDESAAN JAWA (Kasus di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) DINAMIKA KETENAGAKERJAAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PEDESAAN JAWA (Kasus di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) SUPRIYATI, SAPTANA DAN SUMEDI Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 No.62/11/ 63/Th XX/07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja mencapai 2,08 juta orang atau terjadi penambahan sebesar 91,13 ribu orang dibanding Agustus

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28/05/61/Th. XIV, 7 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2012: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 3,4 persen Jumlah angkatan kerja pada 2012

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 01/05/18/Th.X, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,43 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Februari

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN Analysis of Farmer s Welfare Level by Pattern of Income and Expenditure in Rural Areas Sugiarto Pusat Analisis

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

KEMISKINAN RUMAH TANGGA PERDESAAN LAHAN KERING PERKEBUNAN

KEMISKINAN RUMAH TANGGA PERDESAAN LAHAN KERING PERKEBUNAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PERDESAAN LAHAN KERING PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor (World

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 76

ICASEPS WORKING PAPER No. 76 ICASEPS WORKING PAPER No. 76 Telaah Aspek Produksi, Pendapatan dan Kecukupan Pangan Rumahtangga Pertanian Gatoet Sroe Hardono Maret 2005 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. / / /Th., 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,67 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jambi pada Februari 2017 mencapai 1.792

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*)

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*) PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA Oleh: Iwan Setiawan*) ABSTRAKS Indonesia sedang dihadapkan pada masalah ketenagakerjaan yang cukup kompleks. Permasalahan tersebut, sebagian

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

STRUKTUR UMUR SERTA TINGKAT PENDIDIKAN PENGANGGUR BARU DAN TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA. Nugraha Setiawan

STRUKTUR UMUR SERTA TINGKAT PENDIDIKAN PENGANGGUR BARU DAN TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA. Nugraha Setiawan STRUKTUR UMUR SERTA TINGKAT PENDIDIKAN PENGANGGUR BARU DAN TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA Nugraha Setiawan PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

SINTESIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN

SINTESIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN SINTESIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Jauh sebelum negeri ini merdeka, para sesepuh dan leluhur yang mendahului kita telah berpesan yang kalau diterjemahkan secara bebas

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci