LAPORAN PENDAHULUAN. PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI Keperawatan Gawat Darurat & Intensif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENDAHULUAN. PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI Keperawatan Gawat Darurat & Intensif"

Transkripsi

1 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DI GENERAL INTENSIVE CARE UNIT (GICU) RSUP MOHAMMAD HOSEIN PALEMBANG PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI Keperawatan Gawat Darurat & Intensif OLEH: YESICA TRIA ENGGRIANI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA T.A

2 A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi VAP (Ventilator asosiated pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. (Rozaliyani dan Swidharmoko, 2010). Sedangkan American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto torak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Marik & Varon, 2001; dikutip Rozaliyani dan Swidharmoko, 2010). Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien (Smeltzer & Bare, 2001; dikutip Yolanda 2013). Jadi Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia akibat infeksi nosokomial pada pasien ICU yang menggunakan ventilator baik melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi yang terjadi setelah 48 jam menggunakan ventilator disertai hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea. 2. Etiologi Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonates ( Afjeh dkk, 2010). Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin Sensitive 2

3 Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA (Wiryana, 2007). Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab VAP, seperti terlihat pada tabel di bawah ini (Vincent, dkk 2011) Tabel etiologi VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian ( total 2490 kuman pathogen) Pathogen Frekuansi (%) Pseudomonas aeruginosa 24,4 Acinetobacter spp 7,9 Stenotrophomonas maltophilia 1,7 Enterobacteriaceae 14,1 Haemophilus spp 9,8 Staphylococcus aureus 20,4 Streptococcus spp 8,0 Streptococcus pneumonia 4,1 Coagulase-negatif staphylococci 1,4 Neisseria spp 2,6 Anaerob 0,9 Jamur 0,9 Lain-lain 3,8 3. Patofisiologi Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, aluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana, 2007). Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman dkk, 2005). 3

4 Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal, kemampuan tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu, refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi lender ebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit perawatan intensif (ICU). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama tinggal di rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27% dan mencapai 43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama perawatan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP. Biaya perawatan VAP diperkirakan bertambah $ per pasien dan sekitar $ 1,2 miliar per tahun. 4. Manifestasi Klinis a. Demam b. Leukositosis c. Secret purulent d. kavitasi pada foto torak e. nilai oksigenasi PaO 2 / FiO 2 mmhg 240 dan tidak terdapat ARDS 5. Diagnosa (artikel 06) Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam 4

5 dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS <6 maka diagnosis VAP disingkirkan. (Luna,2003) Spesifisitas diagnosis klinis dapat ditingkatkan dengan menghitung clinical pulmonary infection score (CPIS) yang menggabungkan data klinis, laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2) dan foto toraks (Tabel 5). Skor <6 menyingkirkan diagnosis VAP sedangkan skor lebih tinggi mengindikasikan kecurigaan VAP. Penghitungan CPIS sederhana tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya bervariasi. (Fartoukh,2003 ; Torres, 2004; Ioanas, 2001). Tabel 5. Clinical pulmonary infection score (CPIS) Komponen Nilai Skor 36,5 dan 38,4 0 Suhu 0 C 38,5 dan 38,9 39,0 dan 36,0 1 2 Leukosit per mm dan Sekret tracea Oksigenasi PaO 2 / FiO 2 mmhg Foto toraks 4000 dan Sedikit Sedang Banyak Purulen 240 atau terdapat ARDS 240 dan tidak terdapat ARDS Tidak ada infiltrat Bercak / infiltrat difus Infiltrat terlokalisir Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hipoksemia. b. Analisis gas darah ( analysis blood gasses ABGS) dan pulse oximetry : Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru paru. c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). 5

6 d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. e. Periksa darah lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh 7. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian antibiotik. Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi patogen yang potensial (Hunter, 2006) Kurang lebih 50% antibiotik yang diberikan di ICU adalah ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan. Luna dkk. menyebutkan bahwa pemberian antibiotik yang adekuat sejak awal dapat meningkatkan angka ketahanan hidup penderita VAP pada saat data mikrobiologik belum tersedia. Penelitian di Perancis, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan rutin biakan kuantitatif melalui aspirasi endotrakeal dapat mengidentifikasi pemberian antibiotika pada 95% penderita VAP sambil menunggu hasil biakan BAL. Penelitian lainnya oleh Fowler dkk. memberikan hasil bahwa penderita yang mendapatkan pengobatan penisilin anti-pseudomonas ditambah penghambat ( OST dkk, 2003 dikutip Yolanda, 2013) β-laktamase serta aminoglikosida memiliki angka kematian lebih rendah. Piperasilintazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan (63%) diikuti golongan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan aminoglikosida (25%). Singh dkk. menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif pada sebagian besar kuman 6

7 Enterobacteriaceae, Haemophilus influenza dan Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotika dapat dihentikan setelah 3 hari pada penderita dengan kecendrungan VAP rendah (CPIS < 6). 8. Penatalaksanaa Keperawatan 1) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna: a. Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu b. Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi c. Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer d. Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi e. saluran cerna secara selektif f. Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi g. Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita h. Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR 2) Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi: a. Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera mungkin b. Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk c. Menghindari distensi lambung berlebihan d. Intubasi oral atau non-nasal e. Pengaliran subglotik f. Pengaliran sirkuit ventilator g. Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan h. Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea i. Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan 9. Komplikasi Keputusan untuk memasang ventilator harus dipertimbangkan secara matang. Sebanyak 75% yang dipasang ventilator umumnya memerlukan alat tersebut lebih dari 48 jam. Bila seseorang terpasang ventilator lebih dari 48 jam, maka kemungkinan dia tetap 7

8 hidup keluar dari rumah sakit (bukan saja lepas dari ventilator) jadi lebih kecil. Secara statistik angka survival berhubungan sekali dengan diagnosis utama, usia, dan jumlah organ yang gagal. Pasien asma bronkial lebih dari 90% survive sedangkan pasien kanker kurang dari 10%. Usia diatas 65 tahun kemungkinan survive kurang dari 50%. Sebagian penyebab rendahnya survival pasien terpasang ventilator ini adalah akibat komplikasi pemakaian ventilator sendiri, terutama tipe tekanan positif (Sudoyo, 2010). Akibat Merugikan dari ventilasi mekanik : 1) Pengaruh pada paru-paru Barotrauma mengakibatkan emfisema, pneumomediastinum, pneumoperitoneum, pneumotoraks, dan tension pneumotoraks. Puncak tekanan pengisian paru yang tinggi ( lebih besar dari 40 cmh2o) berhubungan dengan peningkatan insiden barotrauma. Disfungsi sel alveolar timbul akibat tekanan jalan napas yang tinggi. Pengurangan lapisan surfaktan mengakibatkan atelektasis, yang mengakibatkan peningkatan tekanan jalan napas lebih lanjut. Tekanan jalan napas yang tinggi juga mengakibatkan distensi berlebihan alveolar (velotrauma), meningkatkan permeabilitas mikrovaskular dan kerusakan parenkim. Konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi (FiO2 lebih besar dari 0,5) mengakibatkan pembentukan radikal bebas dan kerusakan sel sekunder. Konsentrasi oksigen yang tinggi ini dapat mengakibatkan hilangnya nitrogen alveolar dan atelektasis sekunder (Sudoyo, 2010). 2) Pengaruh pada kardiovaskular Pernapasan spontan atau dengan bantuan ventilasi mekanik dapat mempengaruhi kerja jantung. Pada pernapasan spontan, ini ditandai oleh pulsus paradoksus. Sedangkan pemberian tekanan positif dan atau volume saat ventilasi mekanik untuk membuka alveoli sebagai terapi gagal napas mengakibatkan peningkatan tekanan intratorakal yang dapat mengganggu kerja jantung yang bertanggung jawab terhadap menurunnya fungsi sirkulasi. Hasilnya berupa penurunan curah jantung sehingga aliran balik vena ke jantung kanan menurun, disfungsi ventrikal kanan, dan pembesaran jantung kiri. Penurunan curah jantung akibat preload ventrikel kanan kurang, banyak dijumpai pada pasien hipovolemik dan memberikan reaksi pada penambahan volume cairan. Menurunnya fungsi jantung 8

9 pasien kritis saat ventilasi mekanik dapat memperburuk pasokan O2 ke jaringan, mengganggu fungsi organ yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. 3) Pengaruh pada ginjal, hati, dan saluran cerna Tekanan ventilasi positif bertanggung jawab pada keseluruhan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan volume urine dan eksresi natrium. Fungsi hati mendapat pengaruh buruk dari penurunan curah jantung, meningkatnya resistensi pembuluh darah hati, dan peningkatan tekanan saluran empedu. Iskemia mukosa lambung dan perdarahan sekunder mungkin terjadi akibat penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan vena lambung (Sudoyo, 2010). 10. Prognosis Klasifikasi VAP adalah VAP awitan dini (terjadi dalam empat hari pertama pemberian ventilasi mekanis) dan awitan lambat (terjadi 5 hari atau lebih setelah pemberian ventilasi mekanis). Pasien VAP awitan dini prognosisnya lebih baik karena biasanya kuman masih sensitif terhadap antibiotik sedangkan VAP awitan lambat kondisi sakit pasien tampak lebih berat dan prognosisnya lebih buruk karena ada kuman patogen multidrug-resistant (MDR). Pasien VAP awitan dini dan pernah mendapat antibiotik dalam 90 hari sebelumnya, berisiko tinggi mengalami kolonisasi dan infeksi kuman MDR hingga terapinya harus dianggap sama dengan pasien VAP awitan lambat. (Kollef dkk, 2005). B. Proses Keperawatan secara Teoritis 1. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret 2. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplay O 2 tidak adekuat 3. Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan dan proses penyakit. 4. Nyeri akut b.d pemasangan pipa endotrakeal, prosedur suction dan proses infeksi 5. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal dan penggunaan ventilator. 9

10 2. Rencana Aushan Keperawatan Diagnosa keperawatan 1. Ketidakefektif an bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret Rencana keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam jalan nafas dapat kembali efektif dengan kriteria hasil: Rentang nafas normal Tidak terjadi aspirasi Tidak ada dispnea 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara nafas tambahan 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 4. Lakukan suction pada pipa trakeostomi 5. Kolaborasi pemberian terapi untuk membantu mengencerkan sekret Rasional Tindakan 1. posisi semifowler mencegah refluks dan aspirasi bakteri dari lambung ke dalam saluran napas. 2. Suara nafas tambahan menunjukkan jalan nafas yang tidak paten 3. Fisioterapi dada membantu mengalirkan secret 4. untuk mempertahankan patensi jalan napas, memudahkan penghilangan sekret jalan napas 5. membantu pengenceran sekresi agar mudah dikeluarkan Ketidakefekti fan pola nafas b.d suplay O 2 tidak adekuat setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien tidak mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil : Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, RR dalam batas normal, tidak ada suara nafas abnormal) TTV dalam rentang 1. Monitor vital sign 2. Keluarkan secret dengan suction 3. Monitor respirasi dan ststus O 2 4. observasi adanya tandatanda hipoventilasi 5. Monitor selang / cubbing ventilator dari terlepas, terlipat, bocor atau tersumbat. 1. Mengobservasi data dasar 2. Untuk mempertahankan patensi jalan nafas 3. Respirasi dan status O 2 menunjukkan keefektifan pola nafas 4. Mencegah terjadi hipoventilasi 5. Menjaga kebutuhan ventilasi 10

11 2. Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan dan proses penyakit 4. Nyeri akut b.d pemasangan pipa endotrakeal, prosedur suction dan proses infeksi 4. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan pipa trakeostomi normal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas dapat teratasi dengan kriteria hasil: Adanya peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Tidak terjadi sianosis pernafasan Nilai AGD dalam rentang normal TTV dalam rentang normal setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan dapat berkurang dengan kriteria hasil Pasien tampak nyaman setelah nyeri berkurang Pasien tidak mengalami kesulitan tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat kembali normal dengan kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal ( o C) Tidak ada perubahan warna kulit 1. Monitor respirasi dan status O 2 2. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 3. Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea 4. Monitor hasil Lab AGD 5. Kolaborasi pemberian terapi yang sesuai 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 2. Observasi reakasi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Tingkatkan istrirahat 4. Kolaborasi pemberian analgetik yang diperlukan tergantung tipe dan beratnya nyeri 1. Monitor TTV 2. Lakukan perawatan mulut dan perawatan pipa trakeostomi 3. Observasi adanya tanda infeksi 4. Berikan kompres hangat di dahi dan axial bila ada peningkatan suhu tubuh 5. Kolaborasi pemberian antipiretik jika ada peningkatan suhu 1. Memonitor status pernafasan pasien 2. Menjaga patensi jalan nafas 3. Mencegah terjadinya hipoksia dan hiperkapnea 4. Pemeriksaan AGD untuk melihat adanya gangguan metabolic dan respiratorik 5. Terapi yang tepat untuk kesembuhan klien 1. Untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan klien 2. Menilai ketidaknyamanan yang diaami klien 3. Menngurangi perasaan nyeri 4. Analgedi membantu meredakan nyeri secara farmakologis 1. Mengetahui data dasat 2. Menegah perkembangan bakteri pathogen di mulut dan area sekitar pipa trakeostomi 3. Menilai tanda infeksi 4. Kompres hangat membantu menurunkan suhu tubuh 5. Antipiretik membantu menurunkan suhu 11

12 TTV dalam rentang normal 6. Kolaborasi pemberian antibiotik jika ditemukan adanya tanda dan gejala infeksi dengan farmakologi 6. Antibiotic membantu menekan pertumbuhan kuman pathogen 12

13 DAFTAR PUSTAKA Afjeh SA, Sabzehei MK, Karimi A, Shiva F, Shamshiri AR.(2010). Surveillance of ventilatorassociated pneumonia in neonatal intensive care unit :characteristics, risk factor and outcome. Pejouhandeh (Serial on Internet) (diakses pada 13 juli 216);15(4): Available from: 644&sid=1&slc_lang=en Fartoukh M, Maitre B, Honore S, Cerf C, Zahar JR, Buisson CB. (2003).Diagnosing pneumonia during Mechanical ventilation. Am J Respir Crit Care Med; 168: Hunter JD. Ventilator associated pneumonia. Postgrad Med J(Serial on Internet) (2006) (diakses pada 13 juli 2016); 82: Available from: Ibrahim EH, Tracy L, Hill C, Fraser VJ, Kollef MH. The occurrence of ventilator-associated pneumonia in a community hospital. Chest (2001) ; 120: Diakses 13 Juli 2016 dari Ioanas M, Ferrer R, Angrill J, Ferrer M, Torres A.( 2001) Microbial investigation in ventilatorassociated Pneumonia. Eur Respir J; 17: Kollef MH.(2005). The prevention of ventilator associated pneumonia. N Engl J Med;340: Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, Matarucco W, Baredes NC, Desemery P, et al. (2003).Resolution of ventilator-associated pneumonia: prospective evaluation of the clinical pulmonary infection score as an early clinical predictor of outcome. Crit Care Med; 31: Diakses 13 juli 2016 dari Niederman MS, Craven DE. (2005) Guidelines for the management of adult with hospitalacquired, ventilator associated, and healthcare-associated pneumonia. Am J Respi Crit Care Med;171: Rozaliyani, A & Swidharmoko, B. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator- Associated Pneumonia. Majalah Kedokteran FK UKI 2010 Vol XXVII No.1 Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. (2010) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: internapublishing;p Torres A, Ewig S. (2004) Diagnosing ventilatorassociated Pneumonia. N Engl J Med; 350: Vincent JL, Abraham E, Kochanek P, Moore FA, Fink MP.( 2011).Textbook of Critical Care Sixth Edition. China: Elsevier Sunders;p

14 Wiryana M. (2007).Ventilator associated pneumonia. J Peny Dalam (Serial on Internet) (diakses pada 13 juli 216) ;8(3): Yolanda DP. (2013). Hubungan Antara Lama Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (Vap) Pada Pasien Nonsepsis Di Icu Rsup Dr.Kariadi Semarang. Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) 1. Pengertian VAP didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intensive Care Unit (ICU) 2.1.1 Definisi ICU Intensive Care Unit ( ICU ) adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia

Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia Majalah Kedokteran FK UKI 2010 Vol XXVII No.1 Januari-Maret Tinjauan Pustaka Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia Anna Rozaliyani,*&** Boedi Swidharmoko** * Departemen Parasitologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pneumonia terkait ventilator/ ventilator associated pneumonia (VAP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pneumonia terkait ventilator/ ventilator associated pneumonia (VAP) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia terkait ventilator/ ventilator associated pneumonia (VAP) 2.1.1 Definisi Pneumonia Terkait Ventilator/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Clinical PulmonaryInfection Score (CPIS) CPIS didefinisikan sebagai suatu alat dalam menegakkan diagnosis Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Nosokomial menjadi masalah yang cukup berdampak di negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi nosokomial ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG

HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ventilator associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG

HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG HUBUNGAN USIA PENDERITA VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DENGAN LAMA RAWAT INAP DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG Hartika dewi 1, Moh. Sofyan Harahap 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. (2005), selain community-acquired pneumonia (CAP) yang disebabkan

Lebih terperinci

KOMPARASI PEMBERIAN HEXADOL DAN CHLORHEXIDINE SEBAGAI ORAL HYGIENE TERHADAP PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) Hadi Kusuma Atmaja

KOMPARASI PEMBERIAN HEXADOL DAN CHLORHEXIDINE SEBAGAI ORAL HYGIENE TERHADAP PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) Hadi Kusuma Atmaja KOMPARASI PEMBERIAN HEXADOL DAN CHLORHEXIDINE SEBAGAI ORAL HYGIENE TERHADAP PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) Hadi Kusuma Atmaja Abstract: Patients in critical care unit inserted by ventilators

Lebih terperinci

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P.

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P. L A M P I R A N Lampiran 1. Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 Agama : Kristen Protestan Alamat Rumah : Jl Teh 2 No 28 P.Simalingkar Medan Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang intensif merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit kritis dan membutuhkan pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Multidrug-Resistant (MDR) didefinisikan sebagai organisme yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang dilakukan di Paris, didapatkan

Lebih terperinci

KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA

KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) PADA KLIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK MENGGUNAKAN INDIKATOR CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE (CPIS) (The Incident of Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi yang didapat oleh pasien di rumah sakit yang diyakini sebagai penyebab

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: Kelompok I : chlorhexidine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernafasan merupakan fungsi yang berjalan secara otomatis tanpa dikendalikan oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons bagian atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia keperawatan kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian (Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda

Lebih terperinci

Perawatan Ventilator

Perawatan Ventilator Perawatan Ventilator PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR Pengertian Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah sakit, digunakan untuk infeksi yang tidak ada atau mengalami masa inkubasi sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial 2.1.1. Definisi Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA. Made Wiryana. Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA. Made Wiryana. Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar Tinjauan pustaka VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar SUMMARY VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA Ventilator Associated Pneumonia (VAP) is defined

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA Konsep Medik : 1. Pengertian Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada paru-paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi. 2. Tanda dan Gejala 1. Secara khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Pneumonia Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran nafas bagian bawah yang biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai dengan gejala awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL O 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. Mempertahankan jalan

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

Ventilator Associated Pneumonia

Ventilator Associated Pneumonia Ventilator Associated Pneumonia Area Kategori Indikator Perspektif Sasaran Strategis Dimensi Mutu Tujuan Klinis Tindakan pengendalian infeksi RS Proses Bisnis Internal Terwujudnya penyelenggaraan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencym paru, distal dari bronkiolus terminalis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencym paru, distal dari bronkiolus terminalis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 VAP 2.1.1 Pengertian Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencym paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2. 1. 1 Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Definisi dan Insiden Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan bagian dari hospital acquired pneumonia dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang

Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit. 24 Infeksi

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memiliki pusat pengaturan yang diatur oleh otak. Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem saraf. Sistem saraf merupakan sistem fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian anak usia di bawah 5 tahun di negara berkembang pada tahun 2011 (Izadnegahdar dkk, 2013).

Lebih terperinci

Kontusio paru A. PENGERTIAN

Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema, perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum yang berpotensi mematikan. Kegagalan

Lebih terperinci

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malacia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan global. International Diabetes Federation (IDF) memprediksi jumlah orang dengan DM akan meningkat

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci