Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit. 24 Infeksi yang terjadi dan diperoleh penderita selama dirawat di rumah sakit yang disebut infeksi nosokomial, telah menjadi masalah yang besar di pelayanan penderita di rumah sakit di seluruh dunia, juga di Indonesia. Karena pentingnya masalah ini, maka semua rumah sakit harus dilengkapi fasilitas laboratorium yang bertanggung jawab mendukung aktifitas yang berhubungan pada surveilans, kontrol dan pencegahan infeksi nasokomial. 25 Mikroba atau bakteri adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, untuk melihatnya diperlukan alat mikroskop cahaya. Berjuta-juta bakteri hidup di sekitar lingkungan manusia namun sebagian bakteri ini tidak berbahaya bagi manusia, bahkan beberapa bakteri hidup dalam tubuh manusia berperan penting melindungi tubuh dari serangan organisme luar dan juga berperan dalam proses membantu pencernaan, membuat vitamin yang diperlukan oleh tubuh, kelompok bakteri ini dinamakan flora normal. Namun ada sebagian bakteri lain yang bersifat patogen artinya bakteri ini dapat menimbulkan penyakit infeksi bahkan penyebab infeksi yang serius pada manusia dan bakteri inilah yang perlu mendapatkan perhatian kita di bidang kesehatan. Untuk menghambat dan menghentikan perkembangan biakan bakteri yang patogen ini diperlukan antibiotik/antimikroba. 26

2 Pemilihan antibiotik empiris dapat dibantu dengan pemeriksaan pewarnaan sampel dari saluran napas untuk memandu terapi. Pewarnaan Gram dilakukan pada sampel protected specimen brush, bronchoalvolar lavage, atau endotracheal aspirate. Keterbatasannya adalah sampel tersebut memelukan pemeriksaan invasif. Kualitas sampel saluran napas bawah penting untuk penilaian mikro-organisme yang berperan sebagai etiologi HAP. Adanya sel epitel >1% pada sampel saluran bronkus menunjukkan kontaminasi dari orofaring. Telah disepakati bahwa pada penanganan VAP, pemeriksaan mikrobiologi bermanfaat dan bila ditemukan kuman intrasel dan pewarnaan Gram yang positif sangat membantu untuk pemilihan antibiotik empiris yang akan diberikan. Untuk membantu menentukan apakah suatu mikro-oraganisme merupakan kolonisasi atau penyebab infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan kultur kuatitatif, baik dengan colony-forming unit (CFU)/ml atau semi-kuantitatif dengan penilaian pertumbuhan kuman Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini penderita mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit seperti : udara, air, lantai, makanan, dan benda-benda medis maupun non medis. 22 Infeksi nosokomial merupakan ancaman yang besar untuk keselamatan nyawa penderita di rumah sakit. Diperkirakan pada tahun 2002 terdapat 1,7 juta penderita

3 pneumonia nosokomial atau setiap 4,5 per 100 kasus rawat inap, dengan kasus kematian yang disebabkan atau dihubungkan dengan infeksi nosokomial sebagai penyebab kematian nomor enam di Amerika, data yang sama dengan di Eropa. Biaya kesehatan di Amerika Serikat yang dikeluarkan adalah 5-10 miliar dolar pertahunnya Unit Perawatan Intensif Unit perawatan intensif adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit memiliki staf khusus, peralatan khusus yang ditujukan untuk menanggulangi penderita gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi. Infeksi nosokomial dan kematian di unit perawatan intensif prevalensinya lebih tinggi dibanding tempat lainnya di rumah sakit. Penyakit yang mendasari, gangguan mekanisme pertahanan tubuh, alat invasif, pengobatan imunosupresif, penggunaan antibiotik, dan kolonisasi dengan kuman yang resisten, menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi nosokomial Teknik Bronkoskopi Serat Optik Lentur Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paruparu dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru. 30,31 FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120 o dari 100 o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera. 32,33

4 Gambar 1. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) 34 Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160 o o keatas dan 100 o -130 o ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior). 32,33 Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans oral) atau melalui endotracheal tube (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi. Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna, ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi. 34,35,36

5 Bronchoalveolar lavage (BAL) adalah tindakan bilasan dengan larutan garam fisiologis dalam jumlah yang cukup besar untuk menguras material bronkus dan alveolar guna tujuan diagnostik penyakit paru. Cara kerjanya adalah setelah dipelajari seluruh percabangan bronkus kanan dan kiri, ujung bronkoskop ditujukan ke salah satu segmen lobus medius (kanan) atau lingula (kiri) dan disumbatkan pada bronkus segmen tersebut, kemudian cairan steril garam fisologis 0,9% dengan suhu 37 0 C diinstilasikan sebanyak ml kemudian dengan hati-hati cairan tersebut dihisap kembali dengan kecepatan 5 ml/detik dan ulangi tindakan tersebut sampai cairan sebanyak ml. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi Teknik Selang Kateter Selang kateter penghisap (suction) yang akan digunakan untuk membersihkan jalan napas biasanya mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, idealnya selang kateter penghisap yang baik adalah efektif menghisap sekret dan risiko trauma jaringan yang minimal. Diameter selang kateter penghisap bagian luar tidak boleh melebihi setengah dari diameter bagian dalam lumen endotracheal tube, diameter yang lebih besar akan menimbulkan atelektasis sedangkan selang kateter yang terlalu kecil kurang efektif untuk menghisap sekret yang kental. Yang penting diingat adalah setiap kita melakukan penghisapan, bukan sekretnya saja yang dihisap, tapi oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa collaps. 37 Setiap melakukan penghisapan melalui artificial airway harus steril untuk mencegah kontaminasi kuman dan dianjurkan memakai sarung tangan yang steril.

6 Karakter penghisapan (suction) harus digunakan satu kali proses penghisapan misalnya setelah selesai penghisapan endotracheal tube dapat dipakai sekalian untuk penghisapan nasofaring dan urofaring dan sesudah itu harus dibuang atau disterilkan kembali, ingat jangan sekali-sekali memakai selang kateter penghisap untuk beberapa penderita. Sebelum penghisapan, penderita harus diberi oksigen yang adekuat (pre oksigenasi), sebab oksigen akan menurun selama proses penghisapan. Setelah pre oksigenasi yang cukup, masukkan selang keteter penghisap ke dalam saluran napas sampai ujungnya menotok tanpa hisap, kemudian tarik selang kateter penghisap sedikit, lakukan penghisapan dan pemutaran perlahan dan sambil menarik keluar untuk mencegah kerusakan jaringan dan memudahkan penghisap sekret. 37 Gambar 2. Selang Kateter Penghisap (Suction) Definisi Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit. 15

7 Ventilator-associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada penderita dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi. 39, Epidemiologi Pneumonia nosokomial diperkirakan terjadi pada 5-10 penderita dari 1000 penderita yang dirawat inap di rumah sakit dan akan meningkat 6-20 kali pada penderita yang menggunakan ventilasi mekanik. 15,41,42 Pada pasien dengan ventilasi mekanik, insiden VAP meningkat seiring dengan lamanya ventilasi. Risiko dari VAP adalah yang tertinggi pada awal rawatan di rumah sakit dan diperkirakan 3% setiap hari selama 5 hari pertama dari ventilasi, 2% setiap hari diantara hari ke 6 sampai hari ke 10, dan 1% setiap hari setelah hari ke 10. Sejak ventilasi mekanik yang digunakan dalam jangka pendek, diperkirakan setengah dari semua episode VAP terjadi dalam 5 hari pertama. 39,43 Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi VAP diantara 9% sampai 27%. 40 Pada sebuah laporan dari penelitian kohort multisenter internasional yang dilakukan oleh Alberti dan kawan-kawan tahun 2002 selama lebih dari satu tahun periode, termasuk di dalamnya 8352 penderita (dari 28 unit yang berpartisipasi) yang dirawat lebih dari 24 jam di unit perawatan intensif (UPI). Angka insiden secara kasar dari infeksi didapat di UPI adalah 18,9%. Pada penelitian terhadap penderita-penderita trauma kepala, insiden VAP berkisar 28% sampai 40%, ini menunjukkan tingginya kejadian insiden infeksi paru Etiologi

8 Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman menjadi resisten terhadap antibiotik. Mekanisme tersebut antara lain adalah : 1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak daya kerja obat. 2. Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu. 3. Terjadinya perubahan pada tempat atau lokus tertentu di dalam sel sekelompok mikroorganisme tertentu yang menjadi target dari obat. 4. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target obat. 5. Terjadi perubahan enzimatik sehingga kuman meskipun masih dapat hidup dengan baik, tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik. 44 Ada beberapa bakteri yang sangat penting penyebab VAP, karena perlawanan yang penting terhadap antibiotik yang umum digunakan. Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinis karena resisten terhadap berbagai antimikroba serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang tinggi termasuk Penisilin dan Sefalosporin generasi pertama dan kedua, Tetrasiklin, Kloramfenikol dan Makrolid. Multi Drug-Resistance Pseudomonas aeruginosa (MDRPA) merupakan resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap paling sedikitnya 3 macam obat dari golongan obat berikut : β-laktam, Aminoglikosida, Carbapenem, Fluoroquinon. 45 Bakteri ini disebut sebagai bakteri multi drug resistance (MDR), antara lain : 1. Pseudomonas aeruginosa adalah yang paling umum MDR bakteri gram negative penyebab VAP. 2. Klebsiella pneumonia. 3. Serratia marcescens.

9 4. Enterobacter. 5. Escherichia coli 6. Citrobacter. 7. Stenotrophomonas maltophilia. 8. Acinetobacter. 9. Burkholderia cepacia. 10. Methicillin-resistent staphylococcus aureus merupakan penyebab peningkatan VAP. Sebanyak 50% dari staphylococcus aureus mengisolasikan dalam pengaturan perawatan intensif yang tahan terhadap methicillin. 11. Staphylococcus aureus. 12. Streptococcus pneumonia. 13. Hemophilus influenza. 14. Proteus species. 15. Legionella pneumophila 16. Candida species 17. Aspergillus fumigates 18. Adenovirus 19. Influenza 20. Parainfluenza 21. Respiratory syncytial virus 46,47,48

10 Tabel 1. Etiologi VAP dengan Menggunakan Bronkoskopi pada 24 Penelitian (total 2490 kuman patogen) 17 Patogen Frekuensi (%) 1. Pseudomonas aeruginosa 24,4 2. Staphylococcus aureus 20,4 3. Enterobacteriaceae 14,1 4. Haemophilus species 9,8 5. Streptococcus species 8,0 6. Acinetobacter species 7,9 7. Streptococcus pneumonia 4,1 8. Neisseria species 2,6 9. Stenotrophomonas maltophilia 1,7 10. Coagulase-negative staphylococci 1,4 11. Anaerob 0,9 12. Jamur 0,9 13. Lain-lain 3,8 Serangan VAP dapat dibagi ke dalam dua tipe yaitu tipe awal dan tipe lambat. Tipe awal dari VAP terjadi 48 jam sampai 96 jam dan dihubungkan dengan organisme yang sensitif terhadap antibiotik, sedangkan tipe lambat dari VAP terjadi lebih dari 96 jam setelah intubasi dan dihubungkan dengan organisme-organisme yang resisten terhadap antibiotik. 47

11 2.7. Patogenesis Pneumonia nosokomial memerlukan organisme masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah dalam jumlah yang besar atau dalam jumlah kecil, tetapi tingkat virulensinya lebih tinggi, yang mana dapat mengatasi host s mechanical (epitel bersilia dan mukus) dan komponen humoral (antibodi dan komplemen) serta pertahanan seluler (leukosit, polimorfonuklear, makrofag dan limfosit serta sitokinsitokin). Aspirasi dari patogen di orofaring ataupun masuknya bakteri akibat bocornya sekitar pipa endotrakea adalah rute utama masuknya bakteri ke trakea pada penderita dengan ventilasi mekanik. Sebagai tambahan, koloni bakteri di pipa endotrakea dapat terjadi embolisasi dalam alveoli setelah tindakan penghisapan atau bronkoskopi. Inhalasi patogen dari aerosol yang terkontaminasi lebih jarang terjadi. Penyebaran secara hematogen dari kateter intravaskular yang terinfeksi atau translokasi adalah rute yang jarang dari patogenesis VAP. Kolonisasi bakteri di dalam lambung dan sinussinus telah diperkirakan sebagai sarana yang potensial untuk bakteri membentuk kolonisasi di orofaring dan trakea. Mikroorganisme yang sering mencapai paru dan menyebabkan infeksi paru, yang terbanyak disebabkan bakteri gram negatif dan beberapa kokus gram positif juga telah menunjukkan peningkatan kejadian. 43

12 Gambar 3. Skema Patogenesis VAP 49 Faktor penjamu Pemberian awal antibiotik Strategi invasif Kolonisasi saluran cerna Obat-obatan yang berpengaruh terhadap pengosongan lambung dan ph Air yang terkontaminasi, obat-obatan cair, alat dan bahan terapi pernapasan Aspirasi Inhalasi Bronkiolitis Infeksi transtoraks Bakteremia primer Translokasi gastrointestinal Bakteremia sekunder Systemic inflammatory response syndrome Disfungsi organ nonpulmoner Bronkopneumonia fokal/multifocal Bronkopneumonia berat Abses paru Mekanisme pertahanan saluran napas bagian bawah & sistemik penjamu

13 2.8. Faktor Risiko dan Predisposisi Timbulnya VAP Faktor Risiko VAP Tabel 2. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP di beberapa penelitian analisis multivariat 43,50 Faktor penjamu Faktor intervensi Usia > 60 tahun. COPD / penyakit paru. ARDS. Koma / penurunan kesadaran. Serum albumin 2,2 g/dl. Luka bakar. Trauma kepala. Gagal organ. Kolonisasi lambung dan ph. Kolonisasi saluran napas atas. Sinusitis. Keparahan penyakit. Aspirasi volume lambung. Posisi kepala telentang. Relaksan otot. Intubasi. Ventilasi mekanik 2 hari. Positive end-expiratory pressure. Monitor tekanan intrakranial. Reintubasi. Perubahan sirkuit ventilator. Pipa nasogastrik. Transpor keluar dari UPI. Terapi antibiotik atau tampa antibiotik. Obat antagonis reseptor H 2. Sedasi intravena yang terus-menerus.

14 Predisposisi Timbulnya VAP 1. Aspirasi dari sekret orofaring. 2. Balon pipa endotrakea (Endotracheal Tube Cuff). 3. Pipa endotrakea sebagai reservoir. 4. Pemakaian pipa oral atau nasal. 5. Penurunan kesadaran. 6. Aspirasi dari isi lambung. 7. Refluks. 8. Pencegahan stress ulcer. 9. Posisi tidur. 51, Menegakkan Diagnosis Manifestasi Klinis Kriteria klinis yang ada kurang bagus, spesivisitinya rendah tetapi ada peningkatan penggunaan klinikal skor untuk diagnosis VAP. Guideline terakhir yang di publikasikan adalah guideline dari Health and Science Policy Committee of the American College of Chest Physicians. Guideline tersebut menyebutkan bahwa episode VAP seharusnya dicurigai pada pasien yang menerima ventilasi mekanik, jika dua atau lebih gejala klinis berikut dijumpai: 1. Suhu lebih dari 38 o C atau kurang dari 36 o C.

15 2. Leukositosis atau leukopenia. 3. Sekresi trakea purulen. 4. Penurunan PaO 2. Seperti sebuah komplemen, radiologis dapat membantu menunjukkan keparahan pneumonia (multilobular atau tidak) dan adanya komplikasi seperti emfisema atau kavitas. 43 Pada awal tahun 1990, Pugin dan kawan-kawan mengembangkan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) untuk mendiagnosis VAP. Walau itu termasuk data radiologi dan mikrobiologi, itu dapat digunakan bila dicurigai VAP. CPIS meningkatkan spesivisiti dari foto dada dalam mendiagnosis VAP. Mereka menemukan bahwa CPIS lebih dari enam dikaitkan dengan kemungkinan tinggi pneumonia dengan sensitiviti 93% dan spesivisiti 100%. 43,47 Tabel 3. Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) 43,53,54 Komponen Nilai Skor Suhu ( o C) 36,5 38,4 0 38,5 38,9 1 36,0 39,0 2 Leukosit per mm < 4000 > % band forms +1 Sekret Trakea Tidak dijumpai sekret 0 Ada sekret, tapi tidak purulen 1

16 Sekret purulen 2 Oksigenasi : > 240 atau terdapat ARDS 0 PaO2/FiO2(mmHg) 240 atau tidak ada ARDS 2 Foto toraks Tidak ada infiltrat 0 Bercak atau infiltrat difus 1 Infiltrat terlokalisir 2 Kultur dari aspirasi trakea Kultur bakteri patogen jarang atau tidak menerangi kuantitas atau petumbuhan 0 tidak ada Kultur bakteri patogen sedang atau kuantitas berat 1 Kultur bakteri patogen sama, terlihat Gram stain Gambaran Radiologis Gambaran radiologis pneumonia nosokomial dapat ditegakkan atas dasar foto toraks terdapat infiltrat baru atau progresif. Perubahan radiologis secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrate baru. 15 Pada penelitian kohort prospektif dari 129 penderita yang berkembang infiltrat di paru dan berhubungan dengan penderita pembedahan yang dirawat di UPI untuk menentukan prediktor dan hasil akhir dari infiltrat di paru. Penyebab yang paling sering infiltrat di paru adalah pneumonia (30% dari infiltrat di.paru), edema paru (29%), acute lung injury (15%) dan atelektasis (13%). Skor CPIS yang lebih dari 6 menyingkirkan acute lung injury, edema paru, atau atelektasis sebagai penyebab infiltrat di paru. 43 Beberapa peneliti membuktikan bahwa pemeriksaan foto toraks berulang memiliki akurasi diagnostik lebih dari 68% yang umumnya disertai air bronchogram.

17 Torres dan kawan-kawan, menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru atau progresif pada foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut memberikan sensitiviti 69% dan spesivisiti 75%. 14,17, Pemeriksaan Mikrobiologi Tingginya mortaliti VAP membutuhkan terapi antibiotik yang tepat dan cepat, sehingga diperlukan informasi kuman patogen penyebab VAP dan resistensinya dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yang tepat. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan metode non invasif dan invasif. Metode non invasif yang sering dilakukan adalah endotracheal aspirate sedangkan protected specimen brush (PSB) dan bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan metode invasif. 8,9 Blot dan kawan-kawan, mengusulkan tiga keputusan untuk diagnosis dini dan penatalaksanaan terhadap tersangka VAP berdasarkan pada plugged telescoping catheter (PTC), blind atau fiberopticallly guided, dan endotracheal aspirate (EA) gram stain analisis: 1. EA gram stain negatif : VAP sangat jarang. Tidak diperlukan pengobatan antibiotik empiris untuk pneumonia sampai hasil kultur telah keluar. 2. PTC gram stain positif, VAP sangat sering. Pengobatan antibiotik empiris adalah pilihan berdasarkan hasil pewarnaan gram dari PTC dan atau EA serta data epidemiologi. Ketika hasil kultur keluar, pengobatan antibiotik dapat diteruskan, diganti ataupun dihentikan.

18 3. EA gram stain positif dan PCT gram stain negatif, tidak ada prediksi yang memuaskan, sebelum hasil kultur keluar. Keputusan dimulai dengan pengobatan empiris dan tergantung pada kondisi penderita serta keparahan sepsis. 43 Untuk diagnostik akurat, direkomendasikan penggunaan dari diagnostik invasif dengan menggunakan bronkoskopi. Dua metode invasif yaitu: Protected specimen brush (PSB) dan Bronchoalveolar lavage (BAL). Kuantitas kultur dengan PSB dan BAL, diharapkan hasil yang didapat untuk menegakkan diagnosis yang akurat sehingga dapat diberikan antibiotik yang optimal. 48,51,52,56 Tabel 4. Perbandingan Sensitiviti dan Spesivisiti EA, PSB dan BAL untuk Diagnosis VAP 8 EA PSB BAL Sensitiviti (%) Spesivisiti(%) Penatalaksanaan Dalam pemilihan terapi empiris untuk penderita yang baru menerima antibiotik, sebuah usaha sebaiknya dibuat untuk menggunakan agen dari kelas antibiotik yang berbeda, karena terapi antibiotik sebelumnya dapat menjadi prediposisi untuk resistensi dan terapi yang tidak memadai jika kelas yang sama digunakan lagi. Terapi antibiotik

19 inisial sebaiknya diberikan secepatnya, karena penundaan pemberian antibiotik dapat meningkatkan mortaliti pada penderita VAP. 43 Gambar 4. Strategi Manajemen Untuk Penderita Dengan Sangkaan HAP/VAP 46 Dugaan untuk HAP/VAP Pengambilan sampel dari saluran napas bawah untuk pemeriksaan biakan (kuantitatif/semi kuantitatif) dan mikroskopis Kecuali jika dugaan pneumonia secara klinis dan mikroskopis negatif, pemberian antibiotik dapat dimulai berdasarkan terapi empiris dan data mikrobiologi lokal Pada hari kedua dan ketiga pemeriksaan kultur dan taksir respon klinis (temperatur, leukosit, foto toraks, oksigenasi, sputum purulen, perubahan hemodinamik dan fungsi organ Perbaikan klinis dinilai pada jam

20 Tidak Ya Kultur (-) Kultur (+) Kultur (-) Kultur (+) Cari kuman patogen lainnya, komplikasi, diagnosis, atau infeksi ditempat lain Sesuaikan terapi antibiotik, cari patogen lainnya, komplikasi, diagnosis atau infeksi ditempat lain Pertimbangkan untuk stop antibiotik Dosis antibiotik tidak perlu ditambahkan, jika memungkinkan. Pengobatan yang selektif pada penderita selama 7-8 hari dan dinilai kembali Rekomendasi Terapi Antibiotik Kriteria utama dan rekomendasi untuk terapi antibiotik yang optimal ; 1. Terapi empiris untuk penderita dengan VAP menggunakan dosis antibiotik yang optimal untuk mendapatkan efikasi yang maksimal (Level I). Terapi awal dapat diberikan pada semua penderita secara intravena dan ditukar secara oral bila penderita sudah memberikan respon klinis yang baik dan berfungsinya traktus intestinal. Antibiotik seperti kuinolon dan linezolid bisa diubah ke terapi oral pada penderita (Level II).

21 2. Antibiotik aerosol tidak terbukti memiliki angka keberhasilan untuk VAP (Level I). Bagaimanapun dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan MDR gram negatif, dimana tidak respon terhadap terapi sistemik (Level III) 3. Kombinasi terapi bisa digunakan jika penderita infeksi menyerupai patogen MDR (Level II). Tidak ada data pendekatan mana yang lebih baik dibandingkan monoterapi, kecuali untuk merubah inisial terapi empiris yang tepat (Level I). 4. Jika penderita menerima terapi kombinasi dengan aminoglikosida, bisa dihentikan setelah 5-7 hari jika penderita ada perbaikan (Level III). 5. Monoterapi yang tepat untuk kuman bisa digunakan untuk penderita VAP, selama tidak resisten (Level I). Penderita yang menerima terapi kombinasi pada awalnya, hingga hasil dari kultur traktus respiratorius bawah diketahui dan dikonfirmasi monoterapi bisa digunakan (Level II). 6. Jika penderita menerima antibiotik awal yang cocok dapat diusahakan untuk memperpendek dari durasi pengobatan, biasanya hari menjadi periode lebih pendek menjadi 7 hari, asalkan penyebabnya bukan Pseudomonas aeroginosa, dan respon klinis penderita baik dengan perbaikan (Level I). 46,50 Tabel 5. Terapi antibiotik empiris inisial pada penderita dengan tidak diketahui faktor risiko pada multidrug resisten patogen dan onset awal hospital acquired pneumonia pada semua infeksi berat dan bukan infeksi yang lain 43 Potensial Patogen Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza Methicillin-sensitive staphylococcus Antibiotik yang Direkomendasi Cephalosporin generasi II/III (cefotaxime, ceftriaxone) atau

22 aureus Antibiotik- sensitive enterik Gram negatif bacilli Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Quinolone generasi III/IV (levofloxacin, moxifloxacin) atau β-lactam, β-lactamase inhibitor (ampicillin/sulbactam) Enterobacter species Serratia marcescens Tabel 6. Terapi antibiotik empiris inisial pada penderita dengan faktor risiko pada multidrug resisten patogen dengan onset awal dan lambat VAP pada semua infeksi berat 43,46 Potensial MDR patogen Pseudomonas aeruginosa Terapi Antibiotik Kombinasi Anti-pseudomonal generasi III/IV Cephalosporin (cefepime,ceptazidime) atau Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter species Carbepenem (anti-pseudomonal) (imipenem, meropenem)

23 atau β-lactam, β-lactamase inhibitor (pipercillin-tazobactam) plus Fluoroquinolone generasi II/III (Ciprofloxacin atau Levofloxacin dosis tinggi) atau Aminoglikosida (amikasin, gentamicin, tobramycin) plus Staphylococcus aureus Linezolid atau Vancomycin resisten-methicillin

24 Tabel 7. Dosis inisial intravena terapi antibiotik empiris untuk penderita dewasa dengan onset penyakit lanjut atau faktor risiko untuk MDR 46 Antibiotik Dosis Antipseudomonal cephalosporin Cefepime 1-2 g setiap 8-12 jam Ceftazidimine 2 g setiap 8 jam Carbepenems Imipenem 500 mg setiap 6 jam atau 1 g setiap 8 jam Meropenem 1 g setiap 8 jam β- lactam / β- lactamase inhibitor Piperacillin-tazobactam 4,5 g setiap 6 jam Aminoglycosida Gentamycin Tobramycin Amikacin 7 mg /kg per hari 7 mg/kg per hari 20 mg/kg per hari Antipseudomonal quinolone Levofloxacin 750 mg setiap hari

25 Ciprofloxacin 400 mg setiap 8 jam Vancomycin 15 mg/kg setiap 12 jam Linezolid 600 mg setiap 12 jam Pencegahan Pencegahan terhadap VAP dibagi menjadi dua kategori yaitu strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kejadian aspirasi. 57 Tabel 8. Strategi non farmakologi 52 Strategi non farmakologi Tingkat Merubah dari nasogastrik atau ETT bila secara klinis memungkinkan. C Menghindari dari intubasi ulang yang tidak diperlukan. Menghindari distensi yang berlebihan dari lambung. Pemberian nutrisi yang adekuat. Menggunakan alat pengisapan yang sekali pakai. Posisi setengah berbaring dari penderita. Oral (non-nasal) intubasi. Pemeliharaan yang adekuat terhadap tekanan balon ETT. Perubahan posisi. C B C A B D C

26 Cuci tangan sebelum kontak dengan penderita. Fisioterapi paru. Menggunakan kontrol program untuk mengatasi infeksi. Menggunakan sarung tangan dan baju kamar operasi.. Penjadwalan pengaliran pada sirkuit ventilator. Perubahan rutin dari sirkuit ventilator. Pergantian rutin dari alat pengisapan dan kateter. Pengisapan dari subglotik yang berkesinambungan. B B A C B C A B A Tabel 9. Strategi farmakologi 52 Strategi Farmakologi Tingkat Menghindari dari pemberian antibiotik yang tidak diperlukan. C Antibiotik untuk mengatasi demam yang menyebabkan neutropenia. Terapi antibiotik kombinasi. Pembatasan dari pencegahan Stress ulcer yang berisiko pada penderita. D U Obat kumur Chlorhexidine. Koloni granulosit yang merangsang untuk demam neutropenik Rotasi dari kelas antibiotik. Vaksinasi Streptokokus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b strain dan virus influenza. B B D C Seleksi dari makanan yang bisa terkontaminasi. Profilaksis immunoglobulin. Keasaman buatan dari makanan enteral. D A

27 Profilaksis antibiotik parenteral untuk pasien koma. Profilaksis dengan antibiotik aeorosol. D U B B

28 2.12. Kerangka Konseptual Penderita yang membutuhkan ventilasi mekanik karena gagal napas Intubasi endotracheal tube dan menggunakan ventilator invasif 1. Aspirasi organisme patogen 2. Inhalasi organisme patogen Kolonisasi terjadi 24 jam pertama Infeksi berkembang setelah 48 jam Pengambilan sampel Endotracheal aspirate dengan cara selang kateter Bronchoalveolar lavage dengan cara bronkoskopi serat optik lentur

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial 2.1.1. Definisi Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) 1. Pengertian VAP didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intensive Care Unit (ICU) 2.1.1 Definisi ICU Intensive Care Unit ( ICU ) adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah sakit, digunakan untuk infeksi yang tidak ada atau mengalami masa inkubasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

TESIS. Oleh INDRA BUANA

TESIS. Oleh INDRA BUANA PERBANDINGAN POLA KUMAN ENDOTRACHEAL ASPIRATE PADA PENDERITA YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR SETELAH 48 JAM DENGAN CARA BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DAN SELANG KATETER DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSU. H.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ventilator associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Pneumonia Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi yang didapat oleh pasien di rumah sakit yang diyakini sebagai penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jamur, virus, dan parasit (Dorland, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jamur, virus, dan parasit (Dorland, 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pneumonia a. Definisi Pneumonia adalah radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi saluran nafas atas akut yang sering terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hospital Acquired Pneumonia (HAP), adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit setelah mendapat perawatan lebih dari 48 jam, yang sebelumnya tidak ada. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Clinical PulmonaryInfection Score (CPIS) CPIS didefinisikan sebagai suatu alat dalam menegakkan diagnosis Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna (Lutter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus merupakan bakteri koagulase negatif, kecuali Staphylococcus aureus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk.

adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk. BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiHAP ( H o s p ital acq u i r e d p n eumonia ) Hospital acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2. 1. 1 Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Definisi dan Insiden Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan bagian dari hospital acquired pneumonia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, penggunaan. lensa kontak sebagai pengganti kacamata semakin meningkat.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, penggunaan. lensa kontak sebagai pengganti kacamata semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, penggunaan lensa kontak sebagai pengganti kacamata semakin meningkat. Diperkirakan saat ini terdapat 125 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P.

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P. L A M P I R A N Lampiran 1. Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 Agama : Kristen Protestan Alamat Rumah : Jl Teh 2 No 28 P.Simalingkar Medan Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kesehatan yang utama adalah penyakit saluran nafas bawah, walaupun telah terjadi kemajuan yang pesat dalam kemampuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia

Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia Abstrak Departemen Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.

Lebih terperinci

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian (Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi dan prevalensi infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia masih menjadi penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Menurut data WHO, setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: Kelompok I : chlorhexidine

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Infeksi merupakan penyebab utama dari kesakitan dan kematian pasien termasuk pada anak. Infeksi melalui aliran darah merupakan penyebab utama infeksi yang

Lebih terperinci

Pasien pria usia 81 tahun dengan pneumonia dan riwayat rawat inap sebelumnya

Pasien pria usia 81 tahun dengan pneumonia dan riwayat rawat inap sebelumnya Pasien pria usia 81 tahun dengan pneumonia dan riwayat rawat inap sebelumnya Pasien pria usia 81 tahun dengan riwayat diabetes mellitus kronik tidak terkontrol datang dengan keluhan utama sesak napas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang. Kolonisasi tidak menimbulkan gejala klinis hingga infeksi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)

Lebih terperinci

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Nama : Margareta Krisantini P.A NIM : 07 8114 025 STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Streptococcus pneumoniae adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam

Lebih terperinci