KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ENTIT HERMAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ENTIT HERMAWAN"

Transkripsi

1 KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ENTIT HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Entit Hermawan NIM A

4 RINGKASAN ENTIT HERMAWAN, Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning. Dibimbing oleh SOBIR dan DARDA EFENDI. Ketahan terhadap penyakit virus kuning merupakan karakter penting pada tanaman melon, akan tetapi informasi tentang pola pewarisan ini masih terbatas. Studi ini bertujuan untuk mempelajari tentang kendali genetik sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Penelitian ini dilakukan melalui tiga percobaan di lapang yaitu pengujian ketahanan dan pemilihan tetua, evaluasi ketahanan pada populasi P1, P2, F1 dan F2, dan evaluasi karakter agronomi. Penelitian dilakukan Juli 2011 September Pengujian terhadap 20 galur dari tiga kelompok melon didapatkan satu galur yang sangat tahan, dari kelompok dudaim, sedangkan galur lain dari kelompok cantaloupe dan inodorous menunjukkan sangat tidak tahan. Pengujian ketahanan F1 hasil persilangan induk tahan dan rentan pada lokasi inokulasi dan endemik menunjukkan reaksi tahan. Pengujian ketahanan pada populasi F2 menunjukkan sebaran skor keparahan penyakit yang tidak menyebar normal, hal ini menunjukkan ketahanan terhadap virus dikendalikan gen mayor. Hasil uji χ 2 diperoleh nisbah yang sesuai adalah 13:3, hal ini menunjukkan ketahanan dikendalikan oleh dua pasang gen, dominan dan resesif epistasis. Analisis gerombol yang dilakukan pada 19 genotipe melon dengan 25 peubah menghasilkan empat kelompok pada tingkat kemiripan 85%. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8 yang merupakan induk rentan grup cantaloupe. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan induk rentan grup inodorous, Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1 yang merupakan F1 persilangan dari cantaloupe dengan dudaim. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 persilangan grup Inodorous dengan Dudaim dan MEV1 yang merupakan induk tahan grup Dudaim. Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning, dengan nilai koefisien pengaruh langsung sebesar Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Kata kunci : analisis sidik lintas, dominan dan resesif epistasis, gen mayor, melon

5 SUMMARY ENTIT HERMAWAN, Genetic Control on Resistance of Melon (Cucumis melo L.) to Yellow Virus Disease. Supervised by SOBIR and DARDA EFENDI. Resistance to yellow virus (YV) is an important breeding character in melon. However there is limited information regarding the genetic inheritance of the character. This study aimed at providing information on genetic control for resistance to YV in melon. The research consists of three field experiments, there were evaluation of resistance to YV and parent selection, evaluation of resistance in P1, P2, F1 and F2 population, and agronomic character evaluation. The research was conducted in July September Twenty genotypes from three major melon groups were evaluated and one line from the dudaim group (MEV1) was high resistance to YV, other lines belong to cantaloupe and inodorous showed highly susceptible performance. Resistance screening of F1 from resistance x susceptible parent showed resistance among the F1. Resistance evaluation in F2 population showed disease severity score was not in normal distribution. It means that resistance to YV was controlled by major genes. Chi square test result gave 13:3 as a suitable ratio, which the resistance to YV was controlled by two gene pair with dominant and epistasis recessive action. Nineteen genotypes were grouped into four major groups by clustering analysis with 25 variable in 85% similarity level. Group I consist of seven genotypes, MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 and MEV8 (susceptible parent from cantaloupe group). Group II consist of two genotypes, MEV18 and MEV19 that belong to susceptible parent from inodorous group. Group III consist of seven genotypes, MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 and MEV8X1 as a resistance F1 (cantaloupe x dudaim). Group IV consist of three genotypes, MEV18X1, MEV19X1 as a F1 ( inodorous x dudaim) and MEV1 that belong to resistance parent from dudaim group. Path analysis showed that strong leaf blade dentation gave highest negative direct effect toward virus intensity, with as a coefficient value. It mean that leaf blade character linked with resistance to YV. Selection to plant which weak leaf blade dentation will be more enable to obtain plant which resistance to YV. Keywords: path analysis, major gene, dominan and resesif epistasis, melon

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ENTIT HERMAWAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Awang Maharijaya, SP, M.Si.

9 Judul Tesis Nama NIM : Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo. L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning : Entit Hermawan : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sobir M.Si Ketua Dr. Ir. Darda Efendi,MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 16 Mei 2013 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo. L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning ini merupakan kelengkapan tugas akhir pada program Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. Ir Sobir M.Si, Dr. Ir Darda Efendi MS dan Dr. Ir. Rahmi Yunianti SP. M.Si (alm) atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. 2. Awang Maharijaya SP, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis. 3. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc selaku dosen penguji dari perwakilan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis. 4. Segenap manajemen PT BISI International Tbk, yang telah memberikan beasiswa tugas belajar S2 di Institut Pertanian Bogor. 5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu yang telah diberikan 6. Bapak Dr. Mulyantoro dan bapak I Putu Darsana, Ph.D atas arahan dan masukan yang berharga untuk pengembangan kinerja, studi dan penelitian penulis. 7. Ayahanda Djamhari (alm) dan Ibunda Samini (alm) atas kasih sayang dan doanya, semoga beristirahat dengan tenang di sisi Alloh Shubhanawata ala. Kakak tercinta Muslikah (alm), Hariyono, Sudarmini, Titik Herniwati, Agus Hermanto. Kakak ipar tercinta Sumadi DM (alm), Lestari, Sobrun Jamil, M. Iqbal, Yeni atas dorongan dan kasih sayangnya. 8. Ayah mertua Sarminto (alm) dan Ibu mertua Sri Wiwit Ningsih, adik Widiaminto, Janie sekeluarga atas dorongan dan kasih sayangnya. 9. Istri tercinta Lilia Puspita Dewi SSos, ananda tersayang Khansa Nayottama dan Danendra Dhiaulhaq atas dukungan, doa, kasih sayang, pengorbanan dan pengertiannya. 10. Rekan-rekan Tugas Belajar PT BISI International Tbk. Yustiana, Ratih, Azis, Nancy, Topik, Rofik, Nizarudin, Yasin, Purnawati atas bantuan dan kerjasamanya. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Mei 2013 Entit Hermawan

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Genetik Melon (Cucumis melo L.) 4 Virus Kuning dan Bemisia sp sebagai Vektor 5 Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman terhadap Virus 7 Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Virus Kuning 8 Analisis Kekerabatan 9 Korelasi dan Sidik Lintas Antar Karakter 9 UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING Abstrak 11 Abstract 11 Pendahuluan 12 Bahan dan Metode 13 Hasil dan Pembahasan 18 Simpulan 21 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING Abstrak 22 Abstract 22 Pendahuluan 23 Bahan dan Metode 24 Hasil dan Pembahasan 27 Simpulan 35 EVALUASI KARAKTER AGRONOMI DAN PENENTUAN KARAKTER SELEKSI SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING Abstrak 36 Abstract 36 xii xiii xiv

12 Pendahuluan 37 Bahan dan Metode 38 Hasil dan Pembahasan 40 Simpulan 45 PEMBAHASAN UMUM 46 SIMPULAN DAN SARAN 49 DAFTAR PUSTAKA 50 LAMPIRAN 55 RIWAYAT HIDUP 73

13 DAFTAR TABEL 1 Sumber ketahanan hama dan penyakit diantara tipe berbeda pada sumber 5 keragaman genetik dari Sudan 2 Genotipe melon bahan penelitian 13 3 Skor indeks keparahan penyakit Klasifikasi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus kuning Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada kondisi 19 inokulasi 6 Sidik ragam gabungan 25 7 Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit 26 yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi bersegregasi F2 8 Sidik ragam gabungan dua lingkungan untuk karakter agronomi dan 27 intensitas serangan virus. 9 Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada dua lokasi pengujian Pendugaan ragam genetik beberapa karakter agronomi dan intensitas 29 serangan virus hasil sidik ragam gabungan dua lingkungan. 11 Jumlah tanaman melon populasi F2 berdasarkan skor indek keparahan 30 penyakit 12 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 32 dengan nisbah Mendel pada grup cantaloupe 13 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 32 dengan nisbah Mendel pada grup inodorus 14 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 32 dengan nisbah Mendel pada grup gabungan 15 Jumlah pasangan gen, jumlah gamet pada F1, jumlah genotipe, jumlah fenotipe, dan jumlah populasi minimum pada F Korelasi antar karakter Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter terhadap 43 kartakter intensitas serangan virus

14 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir penelitian 3 2 Imago kutu kebul (Bemisia sp) 14 3 Metode penularan masal 14 4 Teknik persilangan pada melon 16 5 Gejala tanaman melon akibat infeksi virus kuning 18 6 Pengujian ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning 20 7 Hasil amplifikasi virus kuning menggunakan PCR 21 8 Kondisi tanaman pada pengujian ketahanan di lokasi endemik dan lokasi inokulasi 28 9 Sebaran frekuensi F2 dari tiga grup melon berdasarkan indek keparahan penyakit Model genotipe aksi gen dominan dan resesif epistasis (13 : 3) Dendogram hasil analisis gerombol 19 genotipe melon Diagram lintas fenotipik beberapa karakter dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. 44

15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan 55 kestabilan melon (Deptan, 2007) 2 Warna hijau kotiledon, warna hijau daun, perkemb. cuping, gerigi tepi 62 daun, gelombang tepi daun, berbingkul daun, ketegakan petiol 3 Ketegakan petiol, ekspresi kelamin, warna kulit sebelum matang, 63 intensitas warna kulit sebelum matang 4 Posisi dari lebar buah maksimum, bentuk irisan membujur, warna buah 64 saat matang, intensitas warna buah saat matang, warna kulit sekunder, sebaran warna sekunder 5 Kerapatan noktah, kerapatan potongan, absisi tangkai buah, kekuatan 65 absisi tangkai buah, bentuk dasar buah, bentuk apek 6 Lebar maksimum antar alur, lebar alur, kedalaman alur, keriputan 66 permukaan, pembentukan gabus 7 Ketebalan lapisan gabus, pola pembentukan gabus, kepadatan pola gabus, 67 warna alur 8 Intensitas warna alur, warna utama daging buah, intensitas warna utama 68 daging buah, warna daging buah paling luar 9 Rekap sidik ragam 20 genotipe melon pada lokasi inokulasi Contoh data biner Rerata jumlah tanaman pada populasi F2 pada dua lokasi pengujian dan skor indek keparahan penyakit pada tiap lokasi pengujian Penampilan MEV1 grup dudaim Penampilan MEV5 grup cantaloupe dan MEV18 grup inodorous Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap 72 penyakit virus kuning. (a.) Gerigi kuat pada genotipe rentan (b.) Gerigi lemah pada genotip tahan 15 Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap 72 penyakit virus kuning. (a.) Warna daun hijau tua pada genotipe rentan (b.) Warna daun hijau muda pada genotipe tahan 16 Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap 72 penyakit virus kuning. (a.) Petiol dan datar pada genotipe rentan (b.) Petiol daun tegak pada genotipe tahan.

16

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh Begomovirus pada melon (Cucumis melo. L.) adalah salah satu penyakit yang akhir-akhir ini menjadi masalah besar bagi petani melon di Indonesia. Hal ini karena dampak serangannya sangat merugikan bahkan hingga gagal panen. Penyakit virus kuning dilaporkan menyerang sentra melon di Kecamatan Bonang dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Demak Jawa Tengah seluas 30 hektar. Akibat serangan virus produktivitas tanaman turun hingga 50 persen (Ivvaty, 2011). Menurut Daryono (2006), virus yang paling banyak ditemukan di pertanaman melon di Indonesia antara lain Cucumber mosaic virus (CMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), Watermelon mosaic virus (WMV), dan Papaya ringspot virus strain semangka (PRSV-W). Virus yang menyerang melon sebagian besar masuk dalam famili Geminiviridae. Famili Geminiviridae terdiri atas beberapa genus: Mastrevirus, Curtovirus, Tospovirus dan Begomovirus (ICTV, 2011). Begomovirus (Bean golden mosaic virus) atau sering dikenal virus kuning merupakan salah satu genus dari Famili Geminiviridae yang memiliki vektor spesifik yaitu serangga kutu kebul (Bemisia sp). Gejala infeksi Begomovirus antara lain adalah daun menguning (yellowing) dan keriting (curling), sehingga masyarakat mengenalnya sebagai penyakit virus kuning. Usaha pengendalian penyakit virus kuning dengan memberantas vektor dan inang lainnya serta pembersihan tanaman terserang belum mendatangkan hasil yang maksimal. Sulitnya pengendalian disebabkan vektor mempunyai sebaran inang yang luas dan berukuran kecil. Penyebab lain adalah karakter Begomovirus yaitu jika menyerang tanaman tidak bisa pulih kembali dan masa inkubasinya singkat. Diperlukan alternatif lain dalam pengendalian perkembangan virus kuning disamping teknik pengendalian yang disebutkan sebelumnya. Pengendalian penyakit virus kuning dengan penggunaan varietas yang tahan penyakit virus kuning sangat dibutuhkan. Upaya untuk memperoleh galur tahan sebagai sumber genetik ketahanan dapat dilakukan dengan introduksi varietas maupun dengan melakukan seleksi plasma nutfah melon yang sudah beradaptasi baik pada kondisi setempat. Ketahanan terhadap penyakit virus kuning dilaporkan terdapat pada C. melo, seperti pada dua galur melon liar yang berasal dari asia yaitu Nagata Kin Makuwa (NKM) dan PI yang termasuk dalam C. melo L. Sub-spesies Agrestis. Menurut Esteva dan Nuez (1992), ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada NKM dan PI dikendalikan oleh gen tunggal, namun memiliki pola pewarisan yang berbeda; dominan parsial pada NKM dan resesif parsial pada PI Galur-galur tahan pada melon umumya memiliki karakter morfologis yang berbeda dengan galur komersial, segregasi dari kombinasi dua tetua dengan karakter yang berbeda ini akan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Perbedaan fenotipik umumnya juga mencerminkan perbedaan atau keragaman genetik. Menurut Johns et al. (1997) karakter tumbuh kembang, fisiologis dan morfologi dapat digunakan untuk menghitung jarak dan keanekaregaman genetik dari sejumlah besar koleksi tanaman budidaya.

18 2 Dalam perakitan varietas tahan penyakit virus kuning selain diperlukan tetua donor yang memiliki ketahanan terhadap penyakit virus kuning, studi tentang pewarisan ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning perlu dilakukan guna mengetahui metode introgresi dan metode seleksi yang efektif dan efisien dalam rangka memperoleh varietas melon dengan kualitas buah yang baik serta tahan terhadap penyakit virus kuning. Perumusan Masalah Perakitan varietas tahan melalui kegiatan pemuliaan tanaman merupakan salah satu cara untuk mengendalikan epidemi serangan penyakit virus kuning pada melon yang disebarkan oleh serangga kutu kebul (Bemisia sp). Koleksi dan seleksi plasma nutfah melon merupakan tahap awal program pemuliaan untuk mengidentifikasi galur yang memiliki ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Penentuan metode penularan yang efektif merupakan langkah penting untuk melakukan skrining plasma nutfah. Setelah didapatkan tetua donor yang tahan, selanjutnya dilakukan persilangan untuk memasukkan karakter tahan tersebut ke tetua yang memiliki karakter agronomi yang baik (komersial dan kualitas buah baik). Studi tentang kendali genetik pewarisan karakter ketahan diperlukan untuk menentukan strategi introgresi yang efektif, yaitu melalui pengamatan fenotipe populasi bersegregasi hasil persilangan antara tetua tahan dan tetua rentan. Informasi yang diperoleh akan menentukan metode seleksi yang dilakukan. Informasi karakter seleksi yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning sangat membantu dan memudahkan pemulia dalam melakukan seleksi, terutama seleksi pada fase vegetatif, yaitu melalui penentuan karakter morfologi yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui kendali genetik sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning melalui: 1. Memperoleh informasi ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon. 2. Memperoleh informasi tentang parameter genetik pewarisan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. 3. Menentukan karakter-karakter yang terkait dengan sifat ketahan melon terhadap penyakit virus kuning. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat genotipe melon yang tahan dan genotipe melon yang rentan terhadap serangan penyakit virus kuning. 2. Sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dikendalikan oleh gen mayor. 3. Terdapat karakter morfologis yang terkait dengan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning.

19 3 Ruang Lingkup Penelitian Pada percobaan I dilakukan pemilihan induk tahan dan rentan melalui kegiatan skrining ketahanan terhadap penyakit virus kuning terhadap galur-galur koleksi, penentuan metode penularan serta pembentukan materi genetik berupa set populasi atau generasi hasil persilangan antar satu tetua tahan (P1) dengan tetua rentan (P2) yaitu turunan pertama (F1) dan turunan kedua (F2). Pada percobaan II dilakukan skrining ketahanan terhadap penyakit virus kuning yang di laksanakan di dua lokasi pengujian yaitu 1) Inokulasi terkendali di dalam rumah kaca biakan Bemisia sp, 2) Lokasi endemik penyakit virus kuning di lahan open field, terhadap set populasi yang dibentuk pada percobaan I. Dari percobaan ini akan diketahui parameter genetik pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Pada percobaan III dilakukan evaluasi karakter agronomi terhadap set populasi yang dibentuk untuk mengetahui karakter morfologi yang terkait dengan sifat ketahanan serta informasi karakter seleksi untuk mendapatkan galur-galur yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Serangkaian penelitian ini dilakukan untuk memperoleh metode pemuliaan yang efektif dan efisien dalam merakit varietas unggul melon tahan penyakit virus kuning, seperti tergambar pada bagan alir penelitian (Gambar 1.) Galur Melon Koleksi PT BISI International Tbk Seleksi untuk pemilihan tetua tahan dan rentan Pembentukan materi genetik Evaluasi ketahanan virus kuning Evaluasi karakter agronomi Lingkungan Inokulasi terkendali (rumah kaca biakan Bemisia sp) Lingkungan endemik (lahan open field) Lingkungan optimum (rumah kaca) Informasi kendali genetik ketahanan terhadap penyakit virus kuning Informasi karakter seleksi Data deskripsi dan jarak genetik Strategi perakitan melon tahan terhadap penyakit virus kuning dan kualitas produk yang baik Gambar 1. Bagan alir penelitian

20 4 TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Genetik Melon (Cucumis melo L.) Melon (Cucumis melo L.) adalah salah satu tanaman hortikultura yang tersebar luas di dunia dan mempunyai peran penting dalam perdagangan internasional. Perbedaan bentuk dan warna buah pada melon diketahui sebagai pembeda morfologi dan penggunaannya. Bagian utama tanaman ini adalah daging buah yang bisa dikonsumsi langsung sebagai dessert dan salad. C. melo L. adalah spesies yang paling polimorfis dalam satu genus. Contoh polimorfisme yang terbesar adalah pada buah. Robinson dan Decker (1999) mengklasifikasikan varietas melon menjadi enam kelompok yaitu: I) Kelompok cantaloupe (umumnya disebut juga muskmelon) Ciri dari kelompok cantaloupe adalah permukaan kulit berjala/net dengan ukuran buah sedang, warna daging buah jingga sampai kehijauan dan memiliki aroma buah yang khas. II) Kelompok inodorus (winter melon) Melon dalam kelompok ini dicirikan dengan permukaan buah licin dan tidak berjala/net, ukuran lebih besar dari melon cantaloupe, daging buah berwarna putih sampai kehijauan, dengan aroma tidak menyengat. III) Kelompok flexuosus (snake melon) Kelompok melon ini memiliki ciri bentuk buah panjang dan ramping. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan, ukuran buah berkisar dari panjang 20 hingga 100 cm dengan diameter 4 hingga lebih dari 10 cm. IV) Kelompok conomon (pickling melon) Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) ciri-ciri kelompok ini adalah permukaan kulit buahnya empuk dan halus, buah berbentuk silinder, panjang cm, diameter 6-9 cm, daging buah agak tebal dan berwarna putih, kelompok ini termasuk dalam kelompok melon manis. V) Kelompok dudaim (pome melon/queen Anee s pocket). Ciri-ciri melon dalam kelompok ini adalah ukuran buah kecil, berbentuk bulat, daging buah berwarna putih dan kulit buah tipis. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menambahkan kelompok melon ini memiliki kulit buah garis-garis hijau gelap dan hijau terang yang berubah menjadi jingga kecoklatan ketika matang. VI) Kelompok momordica (phoot snap melon) Melon kelompok ini memiliki bentuk silindris, daging buah berwarna putih atau kuning pucat, kandungan gula kurang, tekstur buah renyah, permukaan kulit licin dan buahnya agak pecah saat matang. Greuter et al.(1994) menyatakan bahwa spesies C. melo L. telah dibagi dalam dua sub-spesies: agrestis dan melo. Sub-spesies agrestis telah diklasifikasikan dalam lima varietas. Sub-spesies melo telah diklasifikasikan dalam sebelas varietas; yang salah satu diantaranya adalah varietas baru Tibish. Taha (2002) menyatakan bahwa Sudan merupakan daerah asal melon karena di daerah tersebut sampai saat ini masih bisa dijumpai melon tipe liar dan melon budidaya. Tanaman melon tipe liar (C. melo agrestis) yang dalam bahasa lokalnya Humaid, secara alami tumbuh bersama dengan melon buah (C. melo

21 cantaloupensis). Menurut Piterad et al.(1999), budidaya melon Tibish dan tipe liarnya yaitu melon Humaid (C. melo agrestis) menjadi petunjuk bahwa melon berasal dari Sudan. Melon tipe liar tersebut telah dikarakterisasi dan dievaluasi ketahanannya terhadap hama dan penyakit.(tahir & Yousif, 2000) (Tabel 1). Pemanfaatan melon tipe liar dalam pemuliaan ketahanan hama dan penyakit memberikan harapan dalam mengatasi meningkatnya kerusakan akibat serangan hama dan penyakit pada melon. Terdapat permasalahan yang dihadapi dalam membudidayakan melon tipe liar yang sebagian besar hanya dipergunakan sebagai sayur, yaitu sangat rendahnya kualitas buah, seperti rasa, aroma maupun kemanisan buah. Introgresi sifat ketahanan yang dimiliki oleh melon tipe liar kedalam melon buah merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki sifat ketahanan hama dan penyakit pada melon buah. Tabel 1. Sumber ketahanan hama dan penyakit diantara tipe berbeda pada sumber keragaman genetik dari Sudan Hama dan penyakit Melon tipe liar agrestis (humaid) Melon budidaya Tibish 5 Melon budidaya jenis lain Fusarium race Fusarium race Fusarium race Fusarium race Spaerotheca fuliginea race Spaerotheca fuliginea race Erisyphe cichoracearum race ZYMV pathotype CABYV WCSV New viral disease syndromes + - Leaf miner + + Fruit fly Bemisia sp + - Keterangan : (+) ketahanan ada, (-) ketahanan tidak ada Virus Kuning dan Bemisia sp sebagai Vektor. Begomovirus (Bean golden mosaic virus) atau sering dikenal virus kuning merupakan salah satu nama genus dari famili Geminiviridae: Mastrevirus, Curtovirus, Tospovirus dan Begomovirus (ICTV, 2002). Famili Geminiviridae dibedakan dalam tiga subgroup, subgroup pertama memiliki genom yang monopartit, menginfeksi tanaman-tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper); subgroup kedua juga ditularkan oleh vektor wereng daun, dan memiliki genom monopartit, tetapi menginfeksi tanamantanaman dikotiledon; subgroup ketiga memiliki anggota yang paling banyak dan beragam, dengan genom bipartit, menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) (Gilbertson et al.1991). Begomovirus ditularkan oleh serangga kutu kebul (whiteflies) dari genus Bemisia dengan sifat penularan persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Contoh

22 6 virus yang termasuk kelompok ini adalah Bean golden mosaic virus (BGMV) dan Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) (van Regenmortel et al. 1999) Virus menyebabkan penyakit tidak dengan cara mengkonsumsi sel atau membunuhnya dengan toksin, tetapi dengan menggunakan subtansi sel inang, mengisi ruang dalam sel dan mengganggu proses dan komponen seluler, yang selanjutnya mengacaukan metabolisme sel dan menyebabkan kondisi dan substansi sel abnormal yang mengganggu fungsi dan kehidupan sel atau organisme (Agrios, 1997). Virus masuk ke dalam jaringan tumbuhan antara lain melalui luka yang dibuat secara mekanik atau oleh vektor atau masuk ke dalam ovule bersama tepung sari yang terinfeksi. Infeksi virus sangat ditentukan oleh bagian asam nukleatnya, yang pada sebagian besar virus tumbuhan berupa RNA. Beberapa jenis virus tumbuhan membutuhkan enzim RNA transkriptase untuk memperbanyak diri dan menginfeksi. Kemampuan RNA virus memproduksi baik RNAnya sendiri maupun protein tertentu, menunjukkan bahwa RNA membawa faktor genetik tertentu (Bos, 1994). Infeksi Virus kuning telah terjadi pada beberapa tanaman penting seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabai dan ubikayu pada daerah tropis dan sub-tropis, serta beberapa rumput (Ambrozevicius et al. 2002). Sedikitnya 17 Begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tomat di daerah Amerika dan Karibia, seperti misalnya Texas pepper virus, Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), Tomato mosaic virus (ToMoV), Tomato golden mosaic virus (TGMV), Tomato yellow mosaic virus (TYMV) dan lain-lain. Berbeda dengan penyakit lain, penyakit yang disebabkan oleh virus pada umumnya sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (1) virus adalah organisme obligat yang bertahan dalam sel hidup; (2) virus memiliki inang yang luas (Bos, 1994) penyebarannya di seluruh areal pertanaman dapat berlangsung sangat cepat; (3) belum tersedianya pestisida yang efektif untuk mengendalikan virus. Metode pengendalian virus yang paling praktis dan dapat diharapkan keberhasilannya adalah dengan menggunakan varietas tahan (Duriat, 1996). Virus kuning ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci, ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Idris et al. 2001; Brown & Czosnek, 2002). Periode makan akuisisi dan inokulasi pada umumnya masing-masing adalah menit dan menit (Brown & Czosnek, 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih dari 20 jam. Virus dapat bertahan di dalam vektor selama lebih dari 20 hari namun tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus tersebut dapat dibawa oleh serangga pada tahapan larva atau dewasa namun tidak diturunkan ke keturunannya. Bemisia sp mempunyai sebaran geografis yang sangat luas dan menyerang sekitar 500 spesies dari 63 famili mulai dari tanaman sayur, buah, bunga serta gulma (Salati et al. 2002). Bemisia sp merupakan hama yang menjadi faktor pembatas produksi tanaman pangan dan umbi-umbian di seluruh dunia karena Bemisia sp dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor virus tanaman (Brown, 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk kerusakan yang disebabkan oleh Bemisia sp yaitu (1) kerusakan langsung; disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya. Akibat aktivitas makan tersebut tanaman menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman dan hasil. (2) kerusakan tidak langsung; disebabkan

23 akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh Bemisia sp. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah, akibatnya dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual. (3) kerusakan karena kemampuannya sebagai vektor virus; populasi Bemisia sp yang kecil sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman. Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman Terhadap Virus Terdapat tiga metode yang biasa digunakan untk mengendalikan virus. Pertama, menghilangkan sumber inokulum di lapangan diantaranya dengan eradikasi tanaman yang telah terinfeksi virus, dan membersihkan gulma yang menjadi inang virus. Kedua, mencegah atau menghambat penyebaran virus dari satu pertanaman ke pertanaman lain. Penyebaran virus sebagian besar ditularkan oleh serangga vektor, maka pencegahan penyebaran virus dapat dilakukan dengan mengendalikan serangga vektor, baik secara kimiawi maupun biologis. Ketiga adalah dengan menggunakan kultivar tahan (Harrison, 1987). Penggunaan kultivar tahan adalah metode yang paling baik diantara ketiga metode pengendalian virus. Penggunaan kultivar tahan disamping memberikan kepastian pengendalian virus yang lebih baik, metode ini merupakan metode yang aman, tidak mencemari lingkungan, tidak memerlukan keterampilan khusus bagi petani dan dapat mengendalikan virus kapanpun mulai menyerang (Fraser, 1992). Penyakit timbul karena adanya interaksi antara patogen dan inang serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Tingkat kerentanan tanaman inang terhadap penyakit ditentukan oleh tingkat ketahan inang terhadap patogen. Derajat infeksi atau derajad tingkat serangan bergantung pada agresifitas virus dan kerentanan inang, sedangkan keparahan gejala bergantung pada virulensi virus dan kerentanan inang. Patogen mempunyai keragaman sifat dan pertumbuhan yang memiliki strain-strain yang berbeda agresivitas atau virulensinya (Santoso, 2003). Upaya perbaikan ketahanan penyakit pada suatu varietas perlu dipahami sebagai hubunngan antara inang, patogen dan lingkungan, sehingga terhindar dari kesalahan seleksi. Tanaman dinyatakan tahan terhadap virus adalah jika tanaman mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel lain (Matthews, 1991). Mekanisme ketahanan dalam tanaman dapat berupa penghambatan penyebaran virus dari (1) sel terinfeksi ke sel sekitarnya atau penyebaran antar sel (2) sel parenkim ke jaringan pengangkut atau penyebaran antar jaringan (3) jaringan pengangkut ke sel parenkima daun baru/penyebaran antar organ tanaman. Tanaman tahan terhadap virus juga dapat disebabkan karena tanaman tidak disukai serangga vektor penyebar virus (Matthews, 1991). Ditinjau dari aspek tanaman inang, perilaku vektor virus Bemisia, secara eksternal banyak dipengaruhi oleh karakter fisik permukaan daun, seperti bulu dan bentuk daun, serta bergetah atau tidak, sedangkan secara internal lebih banyak dipengaruhi oleh ph daun. Fraser (1992) menyatakan bahwa alel resisten dominan sempurna umumnya berkaitan dengan mekanisme lokalisasi virus yang melibatkan lesion 7

24 8 local. Alel dominan atau resesif tidak sempurna memungkinkan virus menyebar ke seluruh tanaman, tetapi menghambat multiplikasi virus atau perkembangan gejala. Sedangkan alel resesif penuh mungkin berkaitan dengan kekebalan. Tahapan yang penting dalam program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap penyakit adalah mendapatkan sumber ketahanan dan menentukan pola pewarisan sifat ketahanan tanaman inang serta sifat genetik dan interaksi antara inang dengan patogen (Russell, 1981). Tahapan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pengkajian dilakukan pada lingkungan epidemik bagi patogen, baik dalam laboratorium, rumah kaca maupun di lapang. Masalah yang sering dihadapi adalah 1) penentuan dan penilaian ketahanan, 2) identifikasi genetik dari sifat ketahanan yang melibatkan interaksi gen yang tidak sealel, kaitan gen, serta adanya bermacam-macam strain virus. Penentuan dan penilaian ketahanan diperlukan untuk membedakan antara tanaman yang tahan dan rentan secara tepat. Untuk keperluan tersebut maka dalam setiap pengujian dan seleksi ketahanan tanaman perlu diusahakan terciptanya kondisi lingkungan epidemik yang mampu memberikan kondisi epifitotik patogen (Russell, 1981). Metode yang umum dilakukan untuk membuat kondisi seluruh tanaman yang teruji terinfeksi virus adalah melakukan inokulasi buatan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan keberhasilan inokulasi buatan adalah 1) inokulum harus tetap bermutu tinggi, 2) penerapan inokulasi sedapat mungkin diusahakan seragam untuk setiap tanaman, 3) kondisi lingkungan pada saat inokulasi dan dalam jangka waktu inkubasi harus sesuai bagi pertumbuhan parasit yang bersangkutan, 4) tanaman inang yang diuji harus bebas dari penyakit lain dan harus dalam keadaan fisiologis yang cocok untuk terjadinya infeksi atau serangan patogen (Green, 1991). Pengujian ketahanan terhadap penyakit yang dilakukan didalam rumah kaca memiliki beberapa kelebihan dibanding di lapangan, antara lain (1) inokulasi dapat terkontrol dengan baik dengan kondisi lingkungan relatif stabil dan optimal bagi pertumbuhan penyakit (2) kemungkinan adanya escape rendah (3) kontaminasi patogen ke areal pertanaman dapat ditekan. Kelemahan pengujian yang dilakukan di rumah kaca adalah hasil evaluasi yang diperoleh umumnya kurang representative dari apa yang sebenarnya terjadi di lapang (Niks & Lindhout, 2000). Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Virus Kuning Perakitan varietas tahan virus dapat dilakukan melalui seleksi plasma nutfah dan persilangan antar tetua terpilih. Sifat tahan ini dapat berasal dari varietas yang berbeda, varietas komersial, spesies liar sekerabat, spesies lain dalam satu genus, atau genus lain (Niks et al. 1993). Dalam upaya tersebut diperlukan adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain 1) diantara tanaman yang dibudidayakan, terdapat genotipe yang tahan terhadap virus, 2) gen yang mengendalikan sifat tahan virus ini sebaiknya tidak terpaut dengan sifat agronomis yang tidak diinginkan, 3) pemindahan gen dari tanaman tahan ke tanaman penerima harus dapat dilakukan melalui hibridisasi. Ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat merupakan sifat kualitatif yang dikendalikan oleh gen mayor atau sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh

25 banyak gen minor. Apabila ketahanan dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor, ragam ketahanan akan menunjukkan sebaran diskontinu sehingga umumnya indifidu tanaman yang tahan mudah diidentifikasi. Klasifikasi tanaman dalam populasi yang bersegregasi dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu tahan (infeksi rendah) dan rentan (infeksi tinggi) (Russel, 1981). Gen-gen yang mengikuti prinsip Mendel (disebut gen mayor) peranan ragam lingkungan relatif kecil dibandingkan peranan ragam lingkungan gen-gen minor. Jumlah gen mayor umumnya tidak banyak dan peranan faktor lingkungan relatif kecil, sehingga ragam fenotipe yang ditampilkan dalam populasi bersegregasi sebagian besar merupakan ragam genetik, bersifat diskontinu dan merupakan akibat adanya efek dominan. Ketahanan sering dikendalikan secara poligenik dan perbedaan antara tanaman tahan dengan tanaman rentan dalam populasi bersegregasi tidak jelas. Dalam hal ini wujud penampilan ketahanan merupakan ragam kontinu dengan perubahan perbedaan ketahanan yang kecil. Hasil penelitian McCreight at al. (2008) menunjukkan bahwa dari data F1, F2 dan back cross dari F1 hasil persilangan galur melon top mark dan PI , sifat ketahan terhadap (Cucurbite leaf crumple virus) CuLCrV dikendalikan oleh gen tunggal resesif. Analisis Kekerabatan Jarak genetik dalam kultivar dapat digunakan untuk mengukur divergensi genetik rata-rata antar kultivar. Informasi mengenai hubungan genetik antara genotype-genotipe dalam satu spesies sangat bermanfaat untuk seleksi tetua dalam program hibridisasi. Program pemuliaan suatu spesies hendaknya dimulai dengan memilih tetua-tetua yang memiliki jarak genetik yang jauh, tetapi dengan sifatsifat agronomis yang baik (Machado, 2000). Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan individu-individu atau objek berdasarkan karakter-karakter yang mereka miliki, sehingga individu-individu dengan deskripsi yang sama akan dikumpulkan kedalam gerombol yang sama secara matematis (Hair et al. 1995). Informasi yang dihasilkan dari analisis gerombol (cluster analysis) bermanfaat bagi pemulia dalam kaitannya dengan keanekaragaman genetik (genetik diversity). Secara teori, perbedaan fenotipik umumnya juga mencerminkan perbedaan (keanekaragaman) genetik. Beranjak dari konsep ini, Autrique et al. (1996), van Beunigen dan Busch (1997) dan Johns et al. (1997) menggunakan karakter tumbuh kembang, fisiologi dan morfologi untuk menghitung jarak dan keanekaragaman genetik dari sejumlah besar koleksi tanaman. Korelasi dan Sidik Lintas Antar Karakter Korelasi merupakan tingkat keeratan antar karakter. Gambaran tingkat keeratan antar dua karakter dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Nilai korelasi dapat bernilai negatif maupun positif. Rentang nilai korelasi -1 sampai dengan +1. Nilai koefisien koreasi semakin mendekati -1 atau +1 maka hubungan antar karakter semakin erat dan semakin mendekati nilai nol maka kedua karakter tersebut semakin tidak ada hubungan satu sama lain. Besaran dari koefisien 9

26 10 korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Informasi tingkat keeratan hubungan suatu karakter dengan karakter lain penting bagi pemulia untuk mendapatkan dua sifat unggul pada satu varietas yang akan dikembangkan, contohnya kerapatan trikhoma dan sifat ketahanan terhadap virus. Dua karakter yang memiliki hubungan yang erat dapat diharapkan berada pada satu individu (Roy, 2000). Nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari tingkat keeratan antar karakter tersebut (Roy, 2000; Mattjik & Sumertajaya, 2000). Analisis korelasi hanya berfungsi memperlihatkan pola hubungan antar karakter seperti hasil dan komponen hasil. Selain itu analisis korelasi memiliki kelemahan karena dapat terjadi salah penafsiran yang disebabkan adanya interaksi antar komponen hasil (Budiarti et al. 2004). Hubungan kausal antar peubah tak bebas dan peubah-peubah bebas menurut Budiarti et al. (2004) dapat diketahui dengan menggunakan analisis sidik lintas (pathway analysis). Melalui analisis sidik lintas dapat diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas (katahanan virus) sehingga akan lebih memudahkan pemulia dalam melakukan seleksi, terutama karakter-karakter yang berpengaruh langsung terhadap ketahanan virus serta sebagai landasan bagi pemulia dalam progam perbaikan tanaman. Roy (2000) mendisain metode analisis sidik lintas untuk tujuan interpretasi sistem koefisien korelasi dalam lintas sebab akibat. Variabel tak bebas Y sangat dipengaruhi sejumlah variable bebas X. Sementara R merupakan residual dari interkorelasi. Penjabaran dari hasil sidik lintas dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) dan nilai pengaruh langsungnya (C). Jika koefisien korelasi dari suatu karakter bernilai positif akan tetapi pengaruh langsungnya bernilai negatif, maka pengaruh tak langsunglah yang lebih berperan terhadap adanya korelasi tersebut. Apabila koefisien korelasi dari dua karakter nilainya hampir sama dengan pengaruh langsungnya, maka efektifitas seleksi langsung yang dilakukan akan tercapai (Singh & Chaudhary, 2001). Wirnas et al., (2005) dengan menggunakan analisis sidik lintas pada pisang memilih karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengembangkan varietas pisang dengan berat buah per tandan lebih besar adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, rata-rata panjang daun dan ratarata lebar daun, umur panen, jumlah buah per sisir, dan rata-rata berat buah. Sundari et al. (2005) menyatakan bahwa parameter hasil rata-rata, rata-rata hasil geometrik dan indeks toleran terhadap cekaman merupakan tolok ukur yang baik untuk memilih genotipe yang berpotensi hasil tinggi dan toleran terhadap cekaman intensitas cahaya rendah.

27 UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK Keragaman genetik merupakan dasar dalam pemuliaan tanaman. Program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan sumber ketahanan terhadap penyakit virus kuning merupakan langkah penting dalam pengembangan varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahan genotipe-genotipe melon terhadap penyakit virus kuning, informasi ketahanan yang didapat digunakan untuk pemilihan induk tahan dan rentan, selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi kegenetikan. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus 0% dan 19 genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar %. Genotipe MEV1 grup dudaim digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang mangandung gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari grup cantaloupe dan inodorous. Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi hasil persilangan antar satu tetua tahan dengan sembilan tetua rentan sehingga dihasilkan sembilan turunan pertama (F1), selanjutnya turunan pertama dilakukan selfing menghasilkan sembilan turunan kedua (F2). Kata kunci : dudaim, materi genetik, penyakit virus kuning, tetua tahan 11 ABSTRACT Genetic variability is the basic of plant breeding. Plant breeding program to obtain the source of resistance to yellow virus is an important step in the development of resistant variety. The objective of this study is to evaluate of resistance on melon genotypes to yellow virus, the expected resistance result use for selection resistant and susceptible parents. Examination of resistance to yellow virus in twenty genotipes melon showed one line from the dudaim group (MEV1) was high resistance to YV (0%), other lines belong to cantaloupe and inodorous showed highly susceptible performance, with diseases intensity %. Genotype MEV1 used for resistant parent, susceptible parent select from cantaloupe and inodorous group. The genetic material obtained from population set as crossing between one resistant parent and nine susceptible parents, this cross result revealed nine first progenies (F1) and it selfed cross between F1 until revealed nine second progenies (F2). Key words: dudaim, genetic source, yellow virus, resistant parent

28 12 PENDAHULUAN Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Hal ini karena kebutuhan melon yang terus meningkat, harga yang relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan komoditas lainnya. Meski demikian melon merupakan tanaman yang memerlukan perhatian yang khusus dan sangat intensif dalam perawatannya. Perubahan kondisi lingkungan dan perkembangan hama dan penyakit akan sangat berpengaruh terhadap kualitas buah yang dihasilkan. Salah satunya serangan penyakit virus kuning yang akhir-akhir ini menjadi masalah besar bagi petani melon, karena dampak serangannya sangat merugikan bahkan hingga gagal panen. Penyakit virus kuning pada melon disebabkan oleh infeksi Begomovirus anggota kelompok Geminivirus (famili Geminiviridae). Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus juga dilaporkan menyerang tanaman cabe (Aidawati et al. 2005), Kacang-kacangan (Garrido-Ramirez et al. 2000), kapas (Naveed & Zahid, 2007), ubi kayu dan tomat (Lapidot & Freidman, 2002). Penyakit yang disebabkan oleh virus ini ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci yang populasinya sangat tinggi pada saat musim kemarau. Gejala yang ditimbulkan pada melon berupa daun menguning, keriting, sampai tanaman kerdil dan tidak berbuah. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman tembakau berupa daun muda yang tulang daunnya lebih jernih, penebalan tulang daun, penggulungan daun, infeksi lanjut menyebabkan daun mengecil, berwarna kuning terang serta tanaman menjadi kerdil (Semangun, 2001). Upaya pengendalian penyakit virus kuning pada melon dengan memusnahkan tanaman sakit maupun penyemprotan insektisida untuk mengendalikan vektornya belum memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu penggunaan varietas tahan merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini. Varietas tahan dihasilkan melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman. Kegiatan tersebut dimulai dengan mengoleksi plasma nutfah dan melakukan pengujian ketahanan plasma nutfah tersebut terhadap serangan penyakit virus kuning. Pembakuan metode pengujian yang tepat dalam skrining ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning sangat diperlukan. Pada penelitian Ganefianti (2010), penularan Begomovirus pada tanaman cabai efektif dilakukan dengan menggunakan vektor B. tabaci, dengan metode penularan secara masal maupun individual. Metode individual lebih efektif untuk menapis genotipe yang tahan atau rentan, namun metode ini menyulitkan untuk menguji genotipe dalam jumlah yang banyak, karena membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Metode masal dapat memberikan hasil lebih efektif dengan pengaturan penyebaran yang merata dari populasi B. tabaci pada populasi tanaman uji. Ketahanan terhadap virus dilaporkan terdapat pada melon, menurut Daryono et al.(2005) genotipe Mawatauri, Kohimeuri, PI and PI memiliki ketahanan terhadap Kyuri green mottle mosaic virus (KGMMV). Terdapatnya galur tahan dan rentan akan memberikan informasi sumber-sumber genetik ketahanan, dari materi ini dapat dipelajari kendali gentik ketahanan untuk menentukan langkah pemuliaan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahan genotipe-genotipe melon terhadap penyakit virus kuning, informasi ketahan yang didapat digunakan untuk

29 pemilihan induk tahan dan rentan, selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi kegenetikan. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mencakup dua kegiatan yaitu skrining ketahanan genotipe melon dan pembentukan materi genetik. Skrining ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning dilakukan pada bulan Juli sampai September 2011 di rumah kaca biakan Bemisia sp Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk, Pare, Kediri. Pembentukan materi genetik dilakukan dari bulan Oktober 2011 sampai bulan Januari 2012 di lahan percobaan, Farm Karangploso, Malang. Bahan Tanaman dan Isolat Begomovirus Bahan tanaman yang digunakan adalah 20 genotipe melon generasi selfing ke-5 sampai ke-6 dari tiga grup melon (dudaim, cantaloupe dan inodorous) koleksi PT BISI International Tbk, yang telah digalurkan sejak tahun 2008 (Tabel 2.). Sumber inokulum adalah Begomovirus isolat Kencong yang dipelihara pada tanaman pumpkin yang merupakan koleksi Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk. Tabel 2. Genotipe melon bahan penelitian No Kode Warna kulit Warna Nama Genotipe Tipe Genotipe buah daging Keterangan 1 MEV1 M 9001 Dudaim Hijau tua Putih 6 kali selfing 2 MEV2 CM902 Cantaloupe Hijau putih 6 kali selfing 3 MEV3 Rock melon 1 Cantaloupe Hijau Putih 6 kali selfing 4 MEV4 CM905 Cantaloupe Hijau Putih 6 kali selfing 5 MEV5 CM906 Cantaloupe Hijau muda Hijau 6 kali selfing 6 MEV6 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 7 MEV7 CM910 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 8 MEV8 Rock melon 2 Cantaloupe Hijau muda Putih 6 kali selfing 9 MEV9 Rock melon 3 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 10 MEV10 CM002 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 11 MEV11 CM015 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 12 MEV12 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 13 MEV13 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 5 kali selfing 14 MEV14 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 5 kali selfing 15 MEV15 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 16 MEV16 CM907 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 17 MEV17 CM908 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing 18 MEV18 Langkawi4 Inodorous Kuning Putih 6 kali selfing 19 MEV19 Yilisabai1 Inodorous Kuning Putih 6 kali selfing 20 MEV20 CM003 Cantaloupe Hijau Putih 5 kali selfing 13

30 14 Perbanyakan Serangga Vektor Imago serangga kutu kebul (Bemisia sp) yang digunakan sebagai vektor diperbanyak pada tanaman bukan inang virus kuning yaitu ketela rambat di rumah kaca Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk. Stadia kutu kebul yang digunakan dalam pengujian adalah stadia imago (Gambar 2.). Gambar 2. Imago kutu kebul (Bemisia sp) Uji Ketahanan 20 Genotipe Melon Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Metode penularan yang digunakan adalah metode penularan massal. Langkah pengujian diawali dengan menyiapkan serangga vektor steril (vektor tidak membawa virus) yang diperoleh dari perbanyakan serangga kutu kebul. Serangga vektor steril dipindahkan ke rumah kaca biakan Bemisia sp yang berisi tanaman inokulum (melon) yang positif terinfeksi virus kuning dan dibiakkan selama 2-3 minggu. Selama periode tersebut serangga melakukan akuisisi pada tanaman inokulum sehingga serangga vektor menjadi virulivirus (membawa virus) dan berkembang dalam jumlah yang mencukupi untuk inokulasi. a b c Gambar 3. Metode penularan masal a. bibit nomor uji, b. tanaman sumber inokulum, c. perataan penyebaran kutu kebul. Bibit melon umur 10 hari setelah semai dari 20 genotipe yang akan diuji dimasukkan ke rumah kaca biakan Bemisia sp. Bibit ditata dalam tray yang berkapasitas 90 bibit/tray, sehingga total terdapat 14 tray. Bibit diinokulasi dalam rumah kaca biakan Bemisia sp selama tujuh hari. Selama periode tersebut

31 dilakukan perataan penyebaran kutu kebul dengan menggoyang bibit dan tanaman inokulum setiap tiga jam disiang hari. Bibit selanjutnya dipindahkan ke rumah kaca evaluasi untuk dipelihara dan diamati skor indeks keparahan penyakitnya. (Gambar 3.) Peubah yang Diamati Peubah yang diamati terdiri atas: 1. Intensitas serangan penyakit virus kuning diamati dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dan tanaman sehat dalam satu populasi mulai tujuh hari setelah inokulasi sampai fase generatif dengan interval pengamatan satu minggu sekali. 2. Karakter agronomi yang diamati yaitu jumlah ruas, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman, pada akhir pengamatan ketahanan penyakit virus. Metode yang digunakan dalam pengamatan intensitas serangan virus kuning adalah metode nisbi yang beracuan pada tingkat keparahan penyakit/disease Severity (DS) (Yusnita dan Sudarsono 2004). Nilai Disease Severity diperoleh dari akumulasi (Σ) indeks keparahan penyakit (v) pada tiap individu tanaman yang diamati (n) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan tanaman yang diamati tiap ulangan (N) dan indeks keparahan penyakit tertinggi (V). ( n. v) DS 100% ( N. V ) Indeks keparahan penyakit diamati dari tiap individu tanaman dengan memberi skor antara 0 sampai 3. (Tabel 3.) Penentuan skor indek keparahan penyakit dan kategori ketahanan berdasar pada CAB International, Tabel 3. Skor indeks keparahan penyakit. Skor Keterangan 0 Tidak ada gejala sama sekali 1 Muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun Mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke 2 bawah Mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, 3 menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil Data hasil perhitungan pada masing-masing nomor uji kemudian dikelompokkan sesuai kategori respon tanaman terhadap serangan virus kuning (Tabel 4.) untuk menentukan tingkat ketahanannya. Tabel 4. Klasifikasi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus kuning. Keparahan Penyakit (%) Kategori ketahanan 0 Sangat Tahan (High Resistance) X 10 Tahan (Resistance) 10 < X 20 Moderat Tahan (Moderately Resistance) 20 < X 30 Moderat Rentan (Moderately Susceptible) 30 < X 50 Rentan (Susceptible) X > 50 Sangat Rentan (Highly Susceptible) 15

32 16 Pembentukan Materi Genetik Galur terpilih dari kegiatan seleksi pemilihan tetua tahan dan rentan selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi genetik. Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi atau generasi hasil persilangan antar tetua tahan (P1) dengan tetua rentan (P2) yaitu turunan pertama (F1) dan turunan kedua (F2). Persilangan untuk menghasilkan F1 dilakukan dengan menanam tetua terpilih sebanyak 20 tanaman per genotipe tanpa ulangan. Persilangan dilakukan dengan emaskulasi dan penyerbukan, yang dilaksanakan pada pukul WIB. Alat yang digunakan untuk emaskulasi adalah bilah bambu tipis. Tahap persilangan seperti pada Gambar 4. a b c d e f g h i j k l Gambar 4. Teknik persilangan pada melon a. e. proses emaskulasi bunga betina f- i. pembungkusan bunga jantan j. penyerbukan k-l. pelabelan dan buah jadi. Bunga dari tetua betina yang diemaskulasi adalah bunga yang mendekati reseptip dengan ciri mahkota menguning namun belum terbuka, selanjutnya bunga ditutup dengan kertas untuk menghindari serbuk sari dari tanaman lain. Pembungkusan juga dilakukan pada bunga jantan dari tetua jantan dengan kriteria bunga sama dengan bunga betina. Keesokan harinya pada waktu yang sama

33 dilakukan penyerbukan dengan menempelkan serbuk sari dari tetua jantan ke stigma tetua betina. Selanjutnya bunga betina yang telah diserbuki dibungkus dengan kertas dan diberi label yang berisi informasi nama-nama tetua dan tanggal persilangan. Jika persilangan berhasil maka bakal buah akan membesar, sedangkan jika persilangan gagal maka bakal buah akan menguning dan gugur setelah 5-6 hari dari persilangan. Pembentukan populasi F2 dilakukan pada musim tanam berikutnya, prosedur kegiatan yang dilakukan sama dengan pembentukan F1. Pada pembentukan populasi F2, dilakukan selfing (bunga jantan dan betina berasal dari tanaman yang sama) pada genotipe F1. Setiap genotipe F1 ditanam 20 tanaman tanpa ulangan dan dilakukan selfing untuk menghasilkan F2. Analisis data Analisis data yang dilakukan adalah analisis ragam menggunakan fasillitas PBSTAT 1.0, dan uji lanjut dengan metode Tukey s Honestly Significant Difference (HSD/ BNJ). 17

34 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Gejala Tanaman melon yang diinokulasi mulai menunjukkan gejala pada saat tujuh hari setelah inokulasi. Gejala infeksi virus kuning pada melon diawali dengan terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik yang jelas serta daun mengulung ke bawah. Pada gejala lanjut tanaman mengalami keriting dan kerdil (Gambar 5). Pada beberapa genotipe urutan gejala bisa berbeda tergantung ketahanan dari masing-masing genotipe. Gejala infeksi virus yang ditularkan lewat kutu kebul (Begomovirus) pada tanaman lain juga dilaporkan memiliki kemiripan, pada tanaman cabe gejala diawali bintik kuning pada daun muda dan menyebar keseluruh daun, gejala lanjut berupa mosaik selanjutnya daun keriting dan mengecil (Ganefianti, 2010). Pada tanaman tomat gejala pada daun berupa kuning, mosaik, rugose dan keriting (Torres-Pachecho et al. 1996) Gambar 5. Gejala tanaman melon akibat infeksi virus kuning 1= Muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun, 2= Mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke bawah, 3= Mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil, 0= tanaman tidak bergejala. Uji konfirmasi dilakukan untuk memastikan gejala yang muncul pada genotipe melon yang diuji sama dengan gejala yang muncul pada tanaman sumber inokulum (isolat Kencong). Identifikasi tanaman terifeksi virus kuning dengan melakukan analisis DNA, menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), dengan primer universal untuk geminivirus (Gambar 7.). Hasil identifikasi pada daun melon yang diinokulasi menunjukkan adanya kesamaan pita dengan tanaman sumber inokulum, hal ini menunjukkan tanaman benar terinfeksi virus kuning dari isolat kencong. Dengan demikian metode penularan masal yang dilakukan efektif untuk pengujian ketahan terhadap penyakit virus yang ditularkan oleh kutu kebul. Uji Ketahanan 20 Genotipe Melon Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon dari tiga grup melon (dudaim, cantaloupe dan inodorous) disajikan dalam Tabel 5.

35 Tabel 5. Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada kondisi inokulasi No Grup Genotipe Tinggi tanaman (cm) Jumlah ruas Lebar Daun (cm) Inten. serangan virus (%) Kategori Ketahanan 1 Dudaim MEV a a a 0.00 d Sangat tahan 2 Cantaloupe MEV bc bcd ab abc Sangat rentan 3 Cantaloupe MEV bcde bc 7.17 de ab Sangat rentan 4 Cantaloupe MEV bcde bcde 9.58 bcde abc Sangat rentan 5 Cantaloupe MEV bcd bcde ab abc Sangat rentan 6 Cantaloupe MEV e 8.33 de bcd abc Sangat rentan 7 Cantaloupe MEV b ab ab c Sangat rentan 8 Cantaloupe MEV bcde bcde 9.43 bcde a Sangat rentan 9 Cantaloupe MEV e cde 6.47 e abc Sangat rentan 10 Cantaloupe MEV de 7.78 de 7.67 de abc Sangat rentan 11 Cantaloupe MEV de 9.28 cde 7.57 de ab Sangat rentan 12 Cantaloupe MEV bcd bcd abc ab Sangat rentan 13 Cantaloupe MEV bcde bcde 8.00 cde bc Sangat rentan 14 Cantaloupe MEV de bcde 9.00 bcde ab Sangat rentan 15 Cantaloupe MEV cde bcde 9.57 bcde a Sangat rentan 16 Cantaloupe MEV bcde bcde 9.63 bcde a Sangat rentan 17 Cantaloupe MEV bcde bcde 9.80 bcd a Sangat rentan 18 Inodorous MEV de 5.49 e 9.82 bcd c Sangat rentan 19 Inodorous MEV bcde bcde 7.00 de abc Sangat rentan 20 Cantaloupe MEV bcde 8.67 de abc abc Sangat rentan Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji Tukey s taraf 5% Hasil pengujian menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus 0% dan 19 genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar %. Data kauntitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat serangan penyakit virus kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil. Hal ini terlihat dari ukuran daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek. (Gambar 6). Berdasarkan kategori ketahanannya terdapat dua kelompok ketahanan yaitu sangat tahan dari grup dudaim dan sangat rentan dari grup cantaloupe dan inodorous. Selanjutnya MEV1 (dudaim) digunakan sebagai genotipe donor yang mangandung gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Pemilihan tetua selain berdasarkan kriteria ketahanan juga diarahkan ke pengelompokan berdasarkan grup melon, untuk mengetahui bagaimana pola pewarisan sifat ketahanan pada virus kuning pada beberapa grup melon. Pengelompokan jenis melon menurut klasifikasi Robinson and Decker (1999), terdapat enam grup melon yaitu cantaloupe, inodorous, flexuosus, conomon, dudaim dan momordica. Tetua tahan adalah MEV1 yang merupakan grup dudaim 19

36 20 sedangkan tetua rentan dari grup cantaloupe (MEV2, MEV3,MEV4, MEV5, MEV6, MEV7, MEV8) dan inodorous (MEV18, MEV19). a b Gambar 6. Pengujian ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning a. genotipe tahan b. genotipe rentan Tetua tahan MEV1 yang merupakan grup dudaim memiliki ciri ukuran buah kecil, berbentuk bulat, daging buah berwarna putih dan kulit buah tipis, kulit buah garis-garis hijau gelap dan hijau terang yang berubah menjadi jingga kecoklatan ketika matang. (Robinson and Decker, 1999). Genotipe ini tidak banyak dibudidayakan, dibeberapa tempat hanya dipergunakan sebagai sayur karena sangat rendahnya kualitas buah pada genotipe ini, baik rasa, aroma maupun kemanisan buah (Lampiran 12.). Tetua rentan dari grup cantaloupe dan inodorous adalah tipe melon yang sudah banyak dikenal dan dibudidayakan. Ciri dari grup cantaloupe adalah permukaan kulit berjala/net dengan ukuran buah sedang, warna daging buah jingga sampai kehijauan dan memiliki aroma buah yang khas. Melon grup inodorous dicirikan dengan permukaan buah licin dan tidak berjala/net, ukuran lebih besar dari melon cantaloupe, daging buah berwarna putih sampai kehijauan, dengan aroma tidak menyengat (Lampiran 13.). Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini menunjukkan ketahanan pada genotipe melon memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan pada

37 analisis DNA dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), dengan primer universal untuk geminivirus. Hasil visualisasi PCR pada gel agarosa ditampilkan pada Gambar 7. Kontrol positif sebagai pembanding yaitu primer universal geminivirus teramplifikasi pada ukuran bp. Sampel yang diuji dikatakan positip terinfeksi virus jika terbentuk pita DNA dengan ukuran bp. Hasil pengujian PCR menunjukkan sampel daun dari genotipe sangat rentan (A1, A2, A3) dan genotipe sangat tahan (B1, B2, B3) keduanya positif terinfeksi virus, meski pada genotipe sangat tahan pita DNA tampak lebih tipis. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman. Menurut Matthews (1991) tanaman tahan memiliki kemampuan untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel lain. 21 Gambar 7. Hasil amplifikasi virus kuning menggunakan PCR, (M) marker, (K+) kontrol positif, (A1,A2,A3) MEV2: genotipe sangat rentan, (B1,B2,B3) MEV1: genotipe sangat tahan, (C1,C2,C3) sumber inokulum. Pembentukan Materi Genetik Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi atau generasi hasil persilangan antar satu tetua tahan MEV1 (P1) dari grup dudaim dengan sembilan tetua rentan (P2): MEV2, MEV3,MEV4, MEV5, MEV6, MEV7, MEV8 (grup cantaloupe) MEV18, MEV19 (grup inodorous), sehingga dihasilkan sembilan turunan pertama (F1). Selanjutnya turunan pertama diselfing menghasilkan sembilan turunan kedua (F2). SIMPULAN 1. Hasil pengujian ketahan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe dari tiga grup melon didapatkan satu genotipe MEV1 (grup dudaim) dengan kategori ketahanan sangat tahan. 2. Reaksi ketahanan tanaman pada 20 genotipe yang diuji mengelompok menjadi dua kelompok yaitu sangat tahan (grup dudaim) dan sangat rentan (grup cantaloupe dan inodorous).

38 22 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK Perakitan varietas melon tahan virus memerlukan sumber-sumber genetik ketahanan serta informasi parameter genetik pewarisan sifat ketahanan terhadap virus. Informasi yang didapat diharapkan dapat memberikan gambaran tentang strategi pemuliaan yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari parameter genetik pewarisan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Materi tanaman yang digunakan sebanyak 19 genotipe hasil pembentukan materi genetik, yang terdiri atas satu galur tahan (P1), sembilan galur rentan (P2) dan sembilan F1, serta sembilan genotipe F2. Berdasarkan analisis ragam gabungan dua lingkungan diketahui genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%, sehingga ketahanan populasi F1 masuk kategori tahan. Sebaran populasi F2 berdasarkan indek keparahan penyakit pada tiga grup melon menunjukkan pola sebaran yang sama. Frekuensi F2 tidak menyebar normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan hasil uji χ 2 pada tiga grup melon diperoleh nisbah kesesuaian 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan dikendalikan oleh dua pasang gen dominan dan resesif epistasis. Kata kunci : gen mayor, dominan dan resesif epistasis ABSTRACT The development of melon virus resistant varietie, needs resistance genetic resources and information about genetik parameters inheritance of resistance to virus. The expected inheritance result could be used for the most effective and efficien breeding strategy. The objective of the experiments were studied genetic inheritance of melon resistance to yellow virus. Plant material consisted 19 genotype, there are one resistant line (P1), nine susceptible line (P2), nine F1 genotype and nine F2 genotype. Base on difference combining analysis two location revealed that genotipe effect was significant for all traits. No effect location or genotype and location interaction for disease intensity character. Resistance screening of F1 showed resistance among the F1 virus intensity ranging from 3.77 until 7.28%. Distribution F2 population basa on desease severity in three melon group showed that same distribution pattern. Resistance evaluation in F2 population showed disease severity score was not in normal distribution. It means that resistance to YV was controlled by major genes. Chi square test result gave 13:3 as a suitable ratio, which the resistance to YV was controlled by two gene pair with dominant and epistasis recessive action. Key words: major gen, dominant and epistasis recessive

39 23 PENDAHULUAN Varietas tahan penyakit dihasilkan oleh pemulia melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman. Kegiatan dimulai dari skrining ketahanan plasma nutfah terhadap suatu penyakit sehingga diperoleh sumber sumber genetik ketahanan. Materi yang didapatkan selanjutnya dipelajari kendali genetik atau studi pewarisan ketahanannya. Informasi kendali genetik sangat diperlukan untuk menentukan strategi introgesi dan seleksi yang efektif. Menurut Mather dan Jinks (1977) terdapat dua rancangan yang dapat digunakan untuk mempelajari pewarisan suatu karakter yaitu rancangan generasi-generasi dasar dan rancangan kawin acak. Beberapa penelitian tentang studi pewarisan sifat ketahanan melon terhadap virus telah dilakukan namun informasi yang diperoleh beragam, tergantung dari jenis virus dan genotipe yang digunakan. Ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada genotipe Nagata Kin Makuwa (NKM) dikendalikan oleh gen tunggal, dominan parsial. Sedangkan pada PI dikendalikan oleh gen tunggal, resesif parsial (Esteva & Nuez, 1992). Sese dan Guillamon (2000) melaporkan ketahanan terhadap cucurbit yellowing stunting disorder virus (CYSDV) pada genotipe melon TGR-1551 dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Penelitian pewarisan sifat ketahanan terhadap virus pada tanaman lain juga telah banyak dilakukan. Ketahanan tanaman tomat terhadap begomovirus dilaporkan dikendalikan oleh banyak gen (Lapidot & Friedman, 2002). Soe et al. (2004) mengemukakan bahwa ketahanan tanaman buncis terhadap bean dwarf mosaic geminivirus dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Pada tanaman cabai dilaporkan ketahanan terhadap begomovirus dikendalikan oleh banyak gen, dengan aksi gen dominan (Ganefianti et al. 2008). Penelitian ini bertujuan mempelajari parameter genetik pewarisan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Informasi yang didapat diharapkan dapat memberikan gambaran tentang strategi pemuliaan yang efektif dan efisien sehingga akan mempercepat diperolehnya varietas melon unggul tahan penyakit virus kuning.

40 24 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mencakup dua kegiatan skrining yaitu ketahanan genotipe melon pada populasi P1, P2 dan F1dan populasi F2. Skrining ketahanan dilakukan pada bulan Februari Juni Set populasi ditanam pada dua lokasi pengujian yaitu 1) Inokulasi terkendali di dalam rumah kaca biakan Bemisia sp, Laboratorium Bioteknologi PT BISI International Tbk, Pare, Kediri, 2) Lokasi endemik virus kuning di lahan open field Farm Kencong, Kediri. Bahan 1. Evaluasi ketahanan virus kuning pada populasi P1, P2 dan F1. Materi tanaman yang digunakan sebanyak 19 genotipe hasil pembentukan materi genetik, yang terdiri atas satu galur tahan (P1), sembilan galur rentan (P2), dan sembilan F1 hasil persilangan galur tahan dan galur rentan. Percobaan di masing-masing lokasi dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. 2. Evaluasi ketahanan virus pada populasi F2 Materi tanaman yang digunakan adalah sembilan populasi F2 hasil selfing varietas F1 dari percobaan pembentukan materi genetik. Setiap genotipe F2 ditanam sebanyak 200 tanaman tanpa ulangan. Kegiatan evaluasi di dalam rumah kaca biakan Bemisia sp dilakukan dengan prosedur yang sama dengan screening pemilihan tetua tahan dan rentan yaitu dengan inokulasi masal, sedangkan penanaman di lokasi endemik virus kuning dilaksanakan dengan penanaman langsung genotipe di lahan open field, yang memungkinkan terserang virus kuning secara alami. Penanaman dengan menggunakan mulsa plastik hitam perak, dengan prosedur budidaya standar. Karakter yang diamati adalah indeks keparahan penyakit pada tiap individu tanaman serta karakter kualitatif. Analisis data yang dilakukan adalah: a. Sidik ragam Data yang digunakan adalah data percobaan evaluasi ketahanan virus pada dua lokasi pengujian yang berbeda. Analisis yang dilakukan terhadap data hasil percobaan adalah analisis sidik ragam untuk masing-masing kondisi lingkungan, uji Barlet dan analisis sidik ragam gabungan, uji t (Gomez & Gomez, 1995). Data tersebut diolah dengan menggunakan program SAS for window 9.0. Hasil sidik ragam digunakan untuk menduga nilai ragam fenotipe, ragam genotipe, ragam lingkungan dan ragam interaksi genetik dan lingkungan (Tabel 6.)

41 Tabel 6. Sidik ragam gabungan SK DB (KT) x E(KT) x Env l-1 - Rep (env) l(r-1) - Entry g-1 M 3 2 e +r 2 gl+lr 2 g Entry * Env (g-1)(l-1) M 2 2 e +r 2 gl Galat l(r-1)(g-1) M 1 2 e Total Rgl-1 Pendugaan ragam geetik adalah sebagai berikut: 2 e = ragam 2 lingkungan = M1 2 g = ragam genetik = (M3-M2)/rl 2 gxe = ragam interaksi = (M2-M1)/r 2 f = 2 g + 2 e + 2 gxe b. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Luas atau sempitnya nilai variabilitas (keragaman) suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik. Kategori keragaman genetik menurut Anderson dan Bancrof (1952) dalam Wahdah et al. (1996): Luas ( 2 g>2 2g) dan sempit ( 2 g<2 2g). Rumus standar deviasi ragam genetik adalah sebagi berikut : 25 Keterangan : 2g = 2g = standar deviasi ragam genetik, r = ulangan percobaa; KT g =kuadrat tengah galur; KT e = kuadrat tengah galat; db g = derajat bebas galur; db e = derajat bebas galat Nilai duga heritabilitas diklasifikasikan menurut Whitrter (1979) dan Stanfield (1998). Klasifikasi tersebut yaitu tinggi jika h 2 > 50%, sedang 20%<h 2 < 50%, dan rendah jika h 2 <20%. Heritabilias arti luas diduga dengan menggunakan analisisis ragam (Allard, 1996) sebagai berikut: c. Pendugaan parameter genetik H bs 2 = 2 g / 2 p x 100% Jumlah faktor efektif pengendali ketahan melon terhadap penyakit virus kuning, diduga berdasarkan pada sebaran frekuensi populasi F2. Frekuensi F2 diuji apakah mengikuti sebaran normal atau tidak. Jika nilai χ 2 hasil penghitungan lebih kecil daripada χ 2 tabel, maka sebaran populasi F 2 mengikuti nisbah yang diharapkan. Uji normalitas sebaran frekuensi F2 dilakukan dengan menggunakan metode Shapiro dan Wilk (1965). Jika sebaran frekuensi F2 membentuk sebaran terusan satu puncak dan menyebar normal, maka sifat yang ditelaah dikendalikan oleh banyak gen minor (poligenik). Sebaliknya jika tidak mengikuti sebaran normal, maka kemungkinan ada peran gen mayor yang mengendalikan sifat tersebut. Untuk mengetahui jumlah gen mayor pengendali ketahan terhadap penyakit virus kuning pada melon maka sebaran frekuensi tersebut dibandingkan dengan nisbah tertentu dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ 2 ). Beberapa

42 26 nisbah fenotipik yang ditemukan dalam penelitian pewarisan ketahanan terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor pada berbagai tanaman (Chahal & Ghosal, 2003) tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi bersegregasi F2 Tipe Resistensi Resisten (R) Resisten sedang (MR) Rentan sedang (MS) Rentan (S) 1. Resistensi dikendalikan 1 pasang gen a. Dominan penuh b. Resesif Resistensi dikendalikan 2 pasang gen a. Dominan penuh pada kedua lokus A dan B b. Resesif epistasis aa epistasis terhadap B dan b c. Dominan epistasis A epistasis terhadap B dan b d. Dominan dan resesif epistasis A epistasis terhadap B dan b ; bb epistasis terhadap A dan a e. Duplikat resesif epistasis aa epistasis ke B dan b; bb epistasis ke A dan a f. Duplikat dominan epistasis A epistasis ke B dan b; B epistasis ke A dan a g. Interaksi duplikat h. Interaksi komplementer i. Interaksi kompleks Resistensi dikendalikan 3 pasang gen Interaksi epistasis : A Sumber : Chagal dan Ghosal, B C D

43 27 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Evaluasi Ketahanan terhadap Penyakit Virus Kuning pada Populasi P1, P2 dan F1 Berdasarkan analisis ragam gabungan dua lingkungan (inokulasi dan endemik) terlihat bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati (Tabel 8). Tabel 8. Sidik ragam gabungan dua lingkungan untuk karakter agronomi dan intensitas serangan virus. Karakter KT Genotipe KT Lokasi KT GXL KT Galat kk% Intensitas serangan virus ** tn 62.99tn Jumlah buku ** * 73.29** Panjang daun 44.40** * 15.05* Lebar daun 33.94** ** 15.81tn Panjang cuping terminal 1.19** ** 0.93** Panjang Tangkai daun 12.82** 10.20* 1.93tn Berat buah 0.21** 0.29* 0.05** Tinggi tanaman ** tn * Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf uji 1% (P < 0.01); * = berbeda nyata pada taraf uji 5%; tn = tidak berbeda nyata Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Genotipe dengan kategori ketahanan tahan ataupun rentan akan menunjukkan respon yang sama pada lokasi pengujian yang berbeda (inokulasi dan endemik) (Gambar 8.). Sehingga metode inokulasi yang dilakukan bisa digunakan untuk menduga ketahanan terhadap serangan penyakit virus kuning pada kondisi endemik. Hasil pengujian ketahanan terhadap serangan penyakit virus kuning pada populasi P1, P2 dan F1 di dua lokasi pengujian disajikan dalam Tabel 9. Intensitas serangan penyakit virus pada turunan pertama (F1) hasil persilangan tetua tahan (P1) dan tetua sangat rentan (P2) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%. sehingga ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan populasi F1 masuk kategori tahan. Hal ini menunjukkan bahwa gen pengendali ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon adalah dominan. Adanya gen dominan pengendali ketahanan terhadap virus pada melon juga dilaporkan oleh Sese dan Guillamon (2000), yaitu ketahanan terhadap Cucurbit yellowing stunting disorder virus (CYSDV) pada genotipe melon TGR-1551 dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Daryono et al. (2003) melaporkan ketahanan terhadap Cucumber mosaic virus (CMV) pada genotipe melon Yamatouri dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Ketahanan pada C. melo L Doublon terhadap Melon necrotic spot virus (MNSV) dikendalikan oleh dua gen yang bersifat dominan (Gimenez et al., 2003). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Nieto et al., (2006); Sugiyama dan Sakata, (2004); Diaz et al.,(2004) yaitu gen nsv yang berperan dalam ketahanan terhadap MNSV pada melon bersifat resesif.

44 28 a b c d e f Gambar 8. Kondisi tanaman a. induk rentan b. F1 c. induk tahan (pada lokasi endemik) d. induk rentan e. F1 f. induk tahan (pada lokasi inokulasi) Serangan penyakit virus kuning mengakibatkan beberapa karakter penting dalam pertumbuhan mengalami penurunan nilai tengah dibandingkan pada kondisi normalnya, dan akan terlihat jelas jika dibandingkan dengan genotipe tahan. Diantaranya karakter tinggi tanaman, pada genotipe tahan tinggi tanaman bisa mencapai sampai cm sedangkan pada tanaman rentan tinggi tanaman hanya berkisar sampai cm. Karakter lain yang mengalami perubahan akibat serangan virus adalah lebar daun dan jumlah buku tanaman. Hasil pendugaan ragam genetik (Tabel 10) menunjukkan bahwa karakter intensitas serangan virus memiliki nilai heritabilitas arti luas terbesar yaitu 99%, artinya ragam fenotipe intensitas serangan virus sangat kecil dipengaruhi oleh lingkungan. Roy (2000) menyatakan apabila nilai heritabilitas arti luas tinggi berarti pewarisan sifat lebih banyak dipengaruhi oleh ragam genetik atau ragam genetik total dan sedikit pengaruh lingkungan. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi, berarti seleksi yang dilakukan (seleksi berdasar karakter intensitas serangan virus) akan semakin efektif. Nilai heritabilitas tinggi jika h 2 > 50%, sedang jika 20%< h 2 <50% dan rendah jika h2< 20% (Stanfield, 1988). Serangan virus berpengaruh terhadap karakter penting dalam pertumbuhan dan produksi hal ini ditandai dengan tingginya nilai heritabilitas arti luas karakter produksi seperti : jumlah buku (55%), tinggi tanaman (94%) dan berat buah (78%). Sedangkan karakter morfologi tidak banyak terpengaruh oleh serangan virus ditandai dengan nilai heritabilitas dengan kriteria sedang, yaitu pada karakter panjang cuping terminal (22%).

45 Tabel 9. Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan penyakit virus pada dua lokasi pengujian. No Genotipe Jumlah buku Lebar daun (cm) Tinggi tanaman (cm) Intensitas serangan virus (%) Kategori ketahanan 1 MEV a ab a 4.91 b Tahan 2 MEV ab ab b a Sangat rentan 3 MEV abcd 8.78 b b a Sangat rentan 4 MEV bcde a b a Sangat rentan 5 MEV cde ab b a Sangat rentan 6 MEV de 9.67 ab b a Sangat rentan 7 MEV cde ab b a Sangat rentan 8 MEV cde 9.70 ab b a Sangat rentan 9 MEV e ab b a Sangat rentan 10 MEV cde 9.89 ab b a Sangat rentan 11 MEV 2X abc ab a 3.77 b Tahan 12 MEV 3X abcd ab a 6.13 b Tahan 13 MEV 4X abc ab a 5.02 b Tahan 14 MEV 5X abc ab a 5.86 b Tahan 15 MEV 6X abcd ab a 7.28 b Tahan 16 MEV 7X abc ab a 5.14 b Tahan 17 MEV8X abc ab a 5.18 b Tahan 18 MEV 18X a ab a 5.00 b Tahan 19 MEV 19X abc ab a 5.68 b Tahan Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata, berdasar uji Tukey s taraf 5% 29 Tabel 10. Pendugaan ragam genetik beberapa karakter agronomi dan intensitas serangan virus hasil sidik ragam gabungan dua lingkungan. Karakter 2 g 2 gxe 2 e 2p H bs 2 Kriteria Intensitas serangan virus tinggi Jumlah buku tinggi Panjang daun tinggi Lebar daun tinggi Panjang cuping terminal sedang Panjang Tangkai daun tinggi Berat buah tinggi Tinggi tanaman tinggi Keterangan: σ 2 g= ragam genetik, σ 2 gxe= ragam genetik x lingkungan, σ 2 e= ragam lingkungan, σ 2 f= ragam fenotip, h 2 bs = heritabilitas arti luas

46 30 2. Evaluasi Ketahanan terhadap Penyakit Virus pada Populasi F2 Populasi F2 yang diuji merupakan hasil selfing dari persilangan sembilan tetua rentan dengan satu tetua tahan (F2-1: MEV 2x1, F2-2: MEV 3x1, F2-3: MEV 4x1, F2-4: MEV 5x1, F2-5: MEV 6x1, F2-6: MEV 7x1, F2-7: MEV 8x1, F2-8: MEV 18x1 dan F2-9: MEV 19x1). Setiap populasi F2 ditanam 200 tanaman pada dua lokasi pengujian (lokasi endemik dan inokulasi). Karakter yang diamati adalah indeks keparahan penyakit pada tiap individu tanaman, dengan skor 0= tanaman tidak bergejala, 1= muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun, 2= mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke bawah, 3= mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan populasi F2 pada dua lokasi pengujian menunjukkan pola sebaran frekuensi skor indek keparahan penyakit yang sama (Lampiran 11.). Selanjutnya data dari dua lokasi pengujian dari sembilan populasi F2 dikelompokkan menjadi tiga grup berdasar asal persilangannya yaitu cantaluope X dudaim, inodorous X dudaim, dan gabungan kedua grup. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada tiga grup populasi F2 disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah tanaman melon populasi F2 berdasarkan skor indek keparahan penyakit Genotipe Asal Skor indek keparahan F2-1 - F2-7 Cantaloupe x Dudaim F2-8 - F2-9 Inodorous x Dudaim F2-1 - F2-9 Gabungan Ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat merupakan sifat kualitatif yang dikendalikan oleh gen mayor atau sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen minor. Bila ketahanan dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor, ragam ketahanan akan menunjukkan sebaran diskontinu sehingga umumnya individu tanaman yang tahan mudah diidentifikasi. Klasifikasi tanaman dalam populasi yang bersegregasi dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu tahan (infeksi rendah) dan rentan (infeksi tinggi) (Russel, 1981). Sebaran populasi F2 berdasarkan indek keparahan penyakit pada tiga grup melon menunjukkan pola sebaran yang sama, yaitu sebaran satu puncak dengan tingkat kemenjuluran yang nyata (Gambar 9). Frekuensi F2 yang tidak menyebar normal mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Dengan demikian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada pada tiga grup melon yaitu cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan gabungan kedua grup tersebut dikendalikan oleh gen mayor. Untuk mengetahui jumlah gen mayor pengendali ketahan terhadap penyakit virus kuning pada melon maka sebaran frekuensi tersebut dibandingkan dengan nisbah tertentu dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ 2 ).

47 Frequency Frequency Frequency 31 Histogram (with Normal Curve) of C1 Histogram (with Normal Curve) of C Mean StDev N Mean StDev N Cantaloupe Inodorous 2 3 Histogram sebaran frekuensi F Mean StDev N Gambar 9. Sebaran frekuensi F2 dari tiga grup melon berdasarkan indek keparahan penyakit Untuk kepentingan analisis genetik Mendel, data F2 dikelompokkan berdasarkan nilai minimum skor indek keparahan tetua tahan dan tetua rentan menjadi empat, tiga dan dua kelas. Pengelompokan empat kelas ditetapkan sebagai berikut: 1. Resisten (R) : skor 0 2. Moderat resisten (MR) : skor 1 3. Moderat susceptible (MS): skor 2 4. Susceptible (S) : skor 3 Pengelompokan tiga kelas ditetapkan sebagai berikut: 1. Resisten (R) : skor 0 2. Moderat susceptible (MS): skor 1 dan 2 3. Susceptible (S) : skor 3 Pengelompokan dua kelas ditetapkan sebagai berikut: 1. Resisten (R) : skor 0 2. Susceptible (S) : skor 1, 2 dan 3 Berdasarkan hasil uji χ 2 pada tiga grup melon (cantaloupe, inodorous dan gabungan) diperoleh nisbah kesesuaian yang sama. Nisbah yang sesuai berdasar pengelompokan menjadi dua kelas adalah 13:3, untuk pengelompokan tiga kelas adalah 12:3:1, dan tidak ada yang sesuai untuk pengelompokan empat kelas. Berdasarkan nilai probabiltas yang paling tinggi, disimpulkan nisbah yang paling sesuai untuk ketiga grup melon tersebut adalah 13:3 (Tabel 12, 13, 14). 1 Gabungan 2 3

48 32 Tabel 12. Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 dengan nisbah Mendel pada grup cantaloupe Pengamatan Harapan Empat kelas Hipotesis χ 2 hit χ 2 tabel R MR MS S R MR MS S :3:3: * 7.82 Tiga kelas R MS S R MS S Dua kelas 11 12:3: tn 5.99 R S R S : * : tn : * 3.84 Tabel 13. Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 dengan nisbah Mendel pada grup inodorus Pengamatan Harapan Empat kelas Hipotesis χ 2 hit χ 2 tabel R MR MS S R MR MS S :3:3: * 7.82 Tiga kelas R MS S R MS S Dua kelas 11 12:3: tn 5.99 R S R S : * : tn : * 3.84 Tabel 14. Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2 dengan nisbah Mendel pada grup gabungan. Pengamatan Harapan Empat kelas Hipotesis χ 2 hit χ 2 tabel R MR MS S R MR MS S :3:3: * 7.82 Tiga kelas R MS S R MS S :3: * 5.99 Dua kelas R S R S : * : tn : * 3.84 Keterangan : R = resistance, MR = moderat resistance, MS= moderat susceptible, S= susceptible * = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata

49 Nisbah pada poppulasi F2 untuk ketiga grup melon tersebut adalah 13:3, Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pada melon dikendalikan oleh dua pasang gen dominan dan resesif epistasis. Hasil percobaan ini searah dengan hasil penelitian Sugiyama et al. (2007), bahwa ketahan melon terhadap Cucumber green mottle mosaic virus CGMMV dikendalikan oleh dua gen resesif dengan aksi interaksi komplementer. Penelitian lain melaporkan bahwa ketahanan pada Cucumis melo L Doublon terhadap Melon necrotic spot virus MNSV dikendalikan oleh dua gen yang bersifat dominan (Gimenez et al., 2003). Berdasarkan asumsi jumlah gen pengendali karakter ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dan tipe ketahanannya maka dilakukan analisis model genotipe P1, P2, F1, dan F2. Penentuan model genotipe pada populasi P1, P2, F1, dan F2 berdasarkan jumlah pasang gen (n), kemudian dapat diperoleh jumlah gamet (2 n ), jumlah genotipe (3 n ), jumlah fenotipe (2 n ) dengan asumsi dominan penuh sebagai pendekatan awal, dan jumlah minimum tanaman F2 (4 n ). (Tabel 15). Tabel 15. Jumlah pasangan gen, jumlah gamet pada F1, jumlah genotipe, jumlah fenotipe, dan jumlah populasi minimum pada F2 Jumlah pasang gen Julah gamet pada F1 Jumlah genotipe pada F2 Jumlah fenotipe pada F2 33 Jumlah populasi minimum pada F2 N 2 n 3 n 2 n 4 n Tanaman tahan pada populasi F2 adalah 13 dengan genotipe sebagai berikut: A_B_ : 1 AABB, 2 AABb, 2 AaBB, 4 AaBb = 9 A_bb : 1 AAbb, 2 Aabb = 3 aabb : 1 aabb = 1 Total = 13 Tanaman rentan pada populasi F2 adalah 3 dengan genotipe sebagai berikut: aab_ : 1 aabb, 2aaBb = 3 Rasio fenotipik keturunan F2 hasil hibridisasi dengan nisbah 13:3, karakter dikendalikan oleh dua pasang gen dominan dan resesif epistasis memiliki arti bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan dominan akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen ke-dua, dan pasangan gen ke-dua bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen pertama. Apabila terdapat salah satu gen tersebut maka akan menyebabkan tanaman menjadi tahan. Yusuf (2001) menjelaskan bahwa penyimpangan nisbah Mendel menjadi 13:3 karena adanya interaksi modifikasi yaitu aksi salah satu gen pada suatu lokus menekan atau merubah hasil kerja gen pada lokus yang berbeda. Berdasarkan informasi diatas, maka didapatkan dugaan model genotipe seperti pada Gambar 10.

50 34 Tetua rentan Tetua tahan F2 : 13 tahan : 3 rentan Gambar 10. Model genotipe aksi gen dominan dan resesif epistasis (13 : 3) Penelitian sejenis menunjukkan hasil yang berbeda, McCreight dan Liu, (2008) melaporkan bahwa ketahanan terhadap Cucurbit leaf crumple virus (CuLCrV) pada melon dikendalikan oleh satu pasang gen resesif. Hasil penelitian McCreight dan Wintermantel (2008) menunjukkan bahwa ketahanan terhadap Cucurbit yellowing stunting disorder virus CYSDV pada genotipe melon PI adalah resesif, F1 hasil persilangan genotipe tahan dengan genotipe rentan hasilnya adalah rentan sedangkan nisbah F2 adalah 3:1 (rentan : tahan), sehingga ketahanan dikendalikan oleh satu pasang gen resesif. Perbedaan hasil penelitian bisa saja terjadi karena gen yang mengendalikan ketahanan pada penelitian sejenis adalah gen yang berbeda, genotipe yang berbeda atau adanya perbedaan jenis virus dan virulensinya. Menurut Opriana et al., (2012) respon ketahanan tanaman ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya genotipe tanaman dan virulensi patogen.

51 35 SIMPULAN 1. Keturunan pertama (F1) dari persilangan galur tahan (dudaim) dengan galur rentan (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan tahan. 2. Nilai heritabilitas arti luas untuk karakter intensitas serangan virus tergolong tinggi, sehingga seleksi berdasarkan karakter intensitas serangan virus semakin efektif. 3. Berdasarkan hasil uji χ 2 pada populasi F2 diperoleh kesesuaian nisbah Mendel yaitu 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon diwariskan secara sederhana dan dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi gen dominan dan resesif epistasis.

52 36 EVALUASI KARAKTER AGRONOMI DAN PENENTUAN KARAKTER SELEKSI SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK Informasi mengenai hubungan genetik antara genotipe-genotipe dalam satu spesies sangat bermanfaat untuk seleksi tetua dalam program hibridisasi. Tingkat keeratan hubungan suatu karakter dengan karakter lain penting bagi pemulia untuk mendapatkan dua sifat unggul pada satu varietas yang akan dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan karakter-karakter yang terkait dengan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Materi tanaman yang digunakan sebanyak 19 genotipe hasil pembentukan materi genetik. Terdiri atas satu galur tahan (P1), sembilan galur rentan (P2), dan sembilan F1. Berdasarkan 25 peubah genotipe, analisis gerombol pada genotipe melon yang diuji menunjukkan tingkat kemiripan 1 75%. Genotipe melon terbagi dalam empat kelompok pada tingkat kemiripan 85%. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas 2 genotipe yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, yang termasuk kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe, dua genotipe merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim dan satu genotipe induk tahan dari grup dudaim. Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif terbesar terhadap ketahanan virus kuning. Karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung. Melon dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap penyakit virus kuning. Karakter lain yang bisa digunakaan sebagai karakter seleksi adalah warna daun dan ketegakan petiol daun. Kata kunci : analisis gerombol, gerigi daun, karakter seleksi, penyakit virus kuning ABSTRACT Information about genetic relation among genotype in one species is useful to parent selection in hibridisation program. Relationships among character is important for breeder to get two superior character in one variety. The objective of the experiments were to determine character that linked with resistance to yellow virus (YV). Plant material consisted 19 genotype, there are one resistant line (P1), nine susceptible line (P2) and nine F1 genotype. 19 genotypes were grouped into four major groups by clustering analysis with 25 variable in 85% similarity level. Group I consist of seven genotypes that belog to susceptible parent from cantaloupe group. Group II consist of two genotype, that belong to susceptible parent from inodorous group. Group III consist of seven genotypes, as a resistance F1 (cantaloupe x dudaim). Group IV consist of three

53 genotypes, two genotipe as a F1 ( inodorous x dudaim) and one genotipe that belong to resistance parent from dudaim group. Path analysis showed that strong leaf blade dentation gave highest negative direct effect toward virus intensity, with as a coefficient value. It mean that leaf blade character linked with resistance to YV. Plant which weak leaf blade dentation more resistance to YV. Leaf colour and petiol direction is the other character to select resistance to YV. 37 Keywords: clustering analysis, leaf blade dentation, selection character, yellow virus PENDAHULUAN Perakitan varietas pada sebagian besar tanaman budidaya saat ini masih berlandaskan keanekaragaman genetik (genetik diversity). Sumber ketahanan terhadap beberapa hama dan penyakit pada melon dilaporkan terdapat pada melon tipe liar (C. melo agrestis)(tahir & Yousif, 2000). Melon tipe liar masih bisa ditemukan di salah satu daerah asal melon yaitu Sudan. Pemanfaatan melon tipe liar dalam breeding ketahanan hama dan penyakit memberikan harapan dalam mengatasi meningkatnya kerusakan akibat serangan hama dan penyakit pada melon. Introgresi sifat ketahanan yang dimiliki oleh melon tipe liar kedalam melon buah merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki sifat ketahanan hama dan penyakit pada melon buah. Permasalahan yang dihadapi adalah sangat rendahnya kualitas buah, baik rasa, aroma maupun kemanisan buah pada melon tipe liar. Secara teori, perbedaan fenotipik umumnya juga mencerminkan perbedaan (keanekaragaman) genetik. Jarak genetik dalam kultivar dapat digunakan untuk mengukur divergensi genetik rata-rata antar kultivar. Program pemuliaan suatu spesies hendaknya dimulai dengan memilih tetua-tetua yang memiliki jarak genetik yang jauh, tetapi dengan sifat-sifat agronomis yang baik (Machado, 2000). Johns et al. (1997) menggunakan karakter pertumbuhan, fisiologi dan morfologi untuk menghitung jarak dan keanekaragaman genetik dari sejumlah besar koleksi tanaman. Ketahanan tanaman terhadap serangan virus dapat diwujudkan sebagai kemampuan untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel lain. Ketahanan tanaman tahan terhadap virus juga dapat disebabkan karena tanaman tidak disukai serangga vektor penyebar virus (Matthews, 1991). Beberapa peneliti melaporkan bahwa ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp sebagai vektor virus disebabkan beberapa hal diantaranya warna daun, morfologi daun serta jumlah kepadatan dan posisi trikhoma. Karakter daun tersebut mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan populasi nimfa pada daun (Norman & Sparks, 1997; Percy et al. 1997; Chu et al. 2002; Alexander et al. 2004) Informasi tingkat keeratan hubungan suatu karakter dengan karakter lain penting bagi pemulia untuk mendapatkan dua sifat unggul pada satu varietas yang akan dikembangkan. Dua karakter yang memiliki hubungan yang erat dapat diharapkan berada pada satu individu (Roy, 2000).

54 38 Melalui analisis sidik lintas dapat diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung antar karakter morfologi dengan ketahanan terhadap virus, sehingga akan lebih memudahkan pemulia dalam melakukan seleksi, terutama karakterkarakter yang berpengaruh langsung terhadap ketahanan virus serta sebagai landasan bagi pemulia dalam progam perbaikan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakter-karakter yang terkait dengan sifat ketahan melon terhadap penyakit virus kuning. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian untuk evaluasi karakter agronomi dilakukan pada bulan Juni - September Kegiatan dilaksanakan pada lokasi yang optimum (tidak terdapat serangan kutu kebul) yaitu di lahan percobaan PT BISI International Tbk, Farm Karangploso Malang. Bahan Materi tanaman yang sama dengan percobaan evaluasi ketahanan virus kuning (P1, P2, dan F1) digunakan dalam evaluasi karakter agronomi. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Karakter yang diamati adalah karakter kualitatif dan sifat kuantitatif (Lampiran 1). Pengamatan sifat kualitatif dan kuantitatif mengikuti Panduan Pengujian Individual Melon (PPVT 2007). Analisis Data Analisis kekerabatan. Data yang digunakan adalah data percobaan evaluasi karakter agronomi untuk genotipe P1, P2 dan F1. Analisis kekerabatan menggunakan analisis gerombol (cluster analysis) dengan menggunakan software SPSS versi 16. Informasi karakter seleksi a. Analisis Korelasi Data yang digunakan adalah data evaluasi ketahanan virus dan data evaluasi karakter agronomis. Kedua data dirubah dalam bentuk data biner. Analisis data dengan analisis korelasi dan sidik lintas (Pathway Analysis). Korelasi genotipik berfungsi untuk memberikan informasi mengenai keeratan hubungan antar karakter secara genotipik. Hubungan antar karakter dinilai berdasarkan hubungan korelasi Pearson. Masing-masing nilai korelasi diuji pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan menggunakan program SAS for window 9.0.

55 39 r g = Cov G(xy) = (KT Gxy KT Exy )/r Keterangan : rg = korelasi genetik antar karakter, Cov G(xy) = kovarian genetik karakter x dan y, 2 2 Gx = ragam genetik karakter x, Gy = ragam genetik karakter y Menurut Young (1982) dalam Djarwanto dan Subagyo (1993) derajat keeratan hubungan antar peubah yang dianalisis dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai 0.7 < r < 1.0 menunjukkan keterkaitan yang erat, 0.4< r 0.7 sedang, dan r 0.4 adalah tidak berkaitan. b. Sidik Lintas (Pathway Analysis) Analisis sidik lintas digunakan untuk mengelompokkan nilai koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung. Analisis sidik lintas ini dilakukan dengan menggunakan persamaan matrik yang dikemukakan Shing dan Chaudary (1985). Intensitas ketahana virus kuning digunakan sebagai peubah tak bebas (y) dan karakter morfologi tanaman sebagai peubah bebas (x). rumus matrik sidik lintas adalah sebagai berikut : r y = r x P 0n = x A B C Sehingga untuk mendapatkan nilai C (koefisien lintas) digunakan rumus : C = B -1 A Keterangan : C = koefisien lintas; B -1 = invers matrik korelasi antar peubah bebas A = koefisien korelasi antar peubah bebas dengan peubah tidak bebas

56 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Plasma Nutfah Melon Hasil pengamatan karakterisasi 25 peubah dari 19 genotipe disajikan dalam lampiran 2-8, data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Gerombol. Kriteria pengelompokan didasarkan pada ukuran kemiripan (Djuraidah, 1991). Semakin kecil jarak antar dua genotipe, semakin mirip genotipe tersebut satu sama lain. Salah satu teknik pengelompokan adalah teknik heirarki (Santoso, 2004). Dalam pengelompokan ini dimulai dari dua atau lebih objek dengan kesamaan paling dekat, dan begitu seterusnya sampai membentuk semacam pohon dimana ada heirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai yang paling tidak mirip. Ketidakmiripan (%) I II III IV Gambar 11. Dendogram hasil analisis gerombol 19 genotipe melon berdasarkan data karakterisasi 25 peubah melon. Analisis gerombol yang dilakukan pada 19 genotipe melon dengan 25 peubah menghasilkan dendogram seperti pada Gambar 11. Pada tingkat kemiripan 85% (ketidakmiripan 15%), 19 genotipe melon tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe

57 tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1 yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, ketujuh genotipe pada kelompok ini termasuk dalam kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim yang memiliki kategori tahan dan MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan grup melon pada Tabel 2. maupun berdasarkan kategori ketahanannya pada Tabel 5. Hal yang sama ditunjukkan dalam penelitian Kacar et al.(2012) yang menganalisis pengelompokan genotipe melon berdasar marker SSR, menunjukkan bahwa sebagian besar grup cantaloupe dan inodorous mengelompok tersendiri jauh dari grup dudaim, namun terdapat genotipe inodorous yang berasal dari Sanluirfa (lokal Turki) masuk dalam kelompok dudaim. Karakter ketahan yang bersifat dominan pada induk tahan MEV1 terlihat dari kelompok III dan IV yang merupakan F1 mengelompok terpisah dengan induk rentan (kelompok I dan II). Karakter morfologi dari induk tahan yang sangat berbeda dengan induk rentan juga memiliki dominasi yang kuat, hal ini terlihat F1 hasil persilangan (kelompok III), mengelompok tersendiri terpisah dengan induknya (kelompok I dan II), bahkan karakter F1 persilangan inodorous dengan dudaim (MEV18X1 dan MEV19X1) mengelompok kedalam grup dudaim. Informasi Karakter Seleksi Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tak langsung yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap ketahanan virus kuning. Pola hubungan antar ketahanan terhadap penyakit virus kuning dan karakter agronomi diketahui dari nilai korelasi. Nilai korelasi bisa bernilai negatif maupun positif (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Dalam penelitian ini sebanyak 35 karakter kulaitatif (data pada Lampiran 2-8) dan data kategori ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada dua lokasi pengujian (data dari Tabel 9.) dilibatkan dalam analisis korelasi. Kedua data dirubah dalam bentuk data biner selanjutnya dilakukan analisis korelasi (Lampiran 10.). Korelasi antar karakter disajikan pada Tabel 16. Menurut Young (1982) dalam Djarwanto dan Subagyo (1993) derajat keeratan hubungan antar peubah yang dianalisis dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai 0.7 < r < 1.0 menunjukkan keterkaitan yang erat, 0.4 < r 0.7 sedang, dan r 0.4 adalah tidak berkaitan. Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa bingkul daun lemah, bingkul daun kuat dan petiol tegak memiliki nilai koefisien korelasi tinggi (0.7 < r < 1.0) sehingga karakter tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Karakter warna daun hijau muda, warna daun hijau tua, gerigi daun kuat, gelombang daun lemah, gelombang daun sedang, petiol sedang dan petiol datar memiliki nilai koefisien korelasi sedang (0.4 < r 0.7), sehingga karakter tersebut memiliki keterkaitan yang sedang dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. 41

58 42 Tabel 16. Korelasi antar karakter Peubah WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT PTS PTD VRS WDM tn tn 0.567* tn 0.420tn * 0.716** * tn 0.645** WDT 0.729** tn 0.397tn * 0.535* * 0.108tn 0.571* ** GRK tn 0.069tn * 0.287tn * 0.365tn 0.278tn ** GLL tn 0.454tn tn 0.685** tn tn 0.596** GLS tn 0.268tn tn 0.327tn 0.130tn * BKL ** 0.587** tn tn 0.725** BKK ** 0.185tn 0.676** ** PTT ** * 0.900** PTS tn * PTD * Keterangan : WDM (warna daunhijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun kuat),gll (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD (petiol datar), VRS (ketahan virus). Petiol tegak merupakan karakter yang memiliki korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan virus dibandingkan karakter lain, artinya karakter petiol tegak memiliki hubungan yang erat dengan karakter ketahanan virus dengan nilai korelasi 0.9. Menurut Gomez dan Gomez (2002), bila nilai korelasi antar dua karakter semakin mendekati -1 atau +1, maka dua karakter tersebut semakin erat hubungannya. Karakter lain yang memiliki korelasi positif tinggi dan nyata adalah bingkul daun lemah (0.725), warna daun hijau muda (0.645). Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif dengan ketahanan terhadap virus, genotipe dengan karakter bingkul daun kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau tua (-0.63). Pengamatan langsung terhadap karakter daun pada genotipe tahan menunjukkan bahwa daun dengan gerigi halus cenderung memiliki bingkul daun lemah, jumlah bulu daun yang sedikit serta warna daun hijau cerah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sejenis pada tanaman kedelai, Silva (2012) melaporkan bahwa daun kedelai genotipe IAC-24 memiliki jumlah rambut sedikit dengan posisi rambut miring, berkorelasi dengan jumlah telur yang diletakkan pada daun. Morfologi daun dengan sedikit rambut kurang disukai kutu kebul untuk aktifitas bertelur. Menurut Alexander et al. (2004) populasi imago, telur dan nimfa Bemisia tabaci biotype B pada tanaman kapas berkorelasi dengan warna daun, bentuk daun dan tipe bulu daun. Karakter yang memiliki korelasi nyata dengan ketahanan terhadap virus merupakan indikator seleksi, namun tidak secara otomatis menjadi karakter seleksi yang dapat digunakan. Nilai korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan karakter yang lain, namun tidak dapat

59 menjabarkan seberapa besar pengaruh langsung dan tak langsung suatu karakter terhadap karakter ketahanan terhadap virus. Maka untuk menguraikan koefisien korelasi lebih bermakna dilakukan sidik lintas. Karakter yang memiliki korelasi nyata dilanjutkan pada analisis lintas untuk mendapatkan nilai kontribusi karakter tersebut terhadap karakter ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Rekapitulasi sidik lintas disajikan pada Tabel 17. Matrik sidik lintas dapat dilihat pada Gambar 12. Sidik lintas berisi informasi hubungan kausal antar variable bebas X dengan variable tak bebas Y (ketahanan terhadap virus). Nilai koefisien pengaruh langsung dari masing-masing variable bebas X terhadap variabel tak bebas Y (ketahanan terhadap virus) disimbulkan dengan huruf C. 43 Tabel 17. Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter terhadap kartakter intensitas serangan virus Karakter yang distandarisasi Pengaruh Langsung ( C) Pengaruh Tak Langsung melalui Karakter WDM WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT PTS PTD Pengaruh Total Selisih WDM WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT PTS PTD Total C Residu %Residu Keterangan : WDM (warna daun hijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun kuat),gll (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD (petiol datar). Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat (GRK) memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar , hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun, tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus kuning. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada tanaman semakin tinggi. Beberapa penelitian pada tanaman kapas

60 44 menunjukkan bahwa morfologi daun yang lebih halus akan lebih tahan terhadap B. tabci dibandingkan daun yang kasar atau berbulu banyak (Butler and Henneberry, 1984; Flint and Parks, 1990; Butler et al. 1991; Norman and Sparks, 1997; Percy et al. 1997). Penelitian lain pada tanaman kapas menunjukkan hasil yang berbeda, dimana genotipe dengan bentuk daun okra (lekukan daun tajam) secara umum lebih tahan terhadap Bemisia sp dibanding tanaman dengan bentuk daun normal (Chu et al. 2002). Berdasarkan matrik sidik lintas (Gambar 12.), nilai pengaruh tidak langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, hal ini menunjukkan semakin datar posisi petiol daun akan semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Dengan demikian karakter gerigi daun, warna daun dan ketegakan petiol daun (Lampiran 14, 15, 16), dapat dijadikan karakter seleksi untuk mendapatkan genotipe melon yang tahan terhadap penyakit virus kuning. VRS GRK WDT % Residu PTS Gambar 12. Diagram lintas fenotipik beberapa karakter dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Keterangan: VRS= ketahanan terhadap virus, GRK= gerigi daun kuat, WTD= warna daun tua, PTS= petiol daun sedang. Ketahanan terhadap virus bisa disebabkan oleh ketahan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, dalam hal ini kutu kebul (Bemisia sp). Menurut Chu et al (2002) mekanisme ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp pada morfologi daun kapas dipengaruhi banyak faktor dan bersifat komplek. Selain jumlah, panjang dan kerapatan rambut serta bentuk daun, iklim mikro disekitar daun juga berpengaruh terhadap populasi Bemisia. Karakter bulu dan posisi daun dapat mempengaruhi kondisi lingkungan mikro disekitar daun, baik suhu dan kelembaban mikronya, sehingga Bemisia sp lebih tertarik untuk melakukan aktifitas makan dan bertelur. Keterkaitan secara tidak langsung ketegakan petiol daun dengan ketahanan terhadap virus bisa disebabkan karena posisi petiol yang tegak membuat kanopi tanaman lebih terbuka dan daun tidak saling menutupi. Hal ini menyebabkan iklim mikro disekitar daun lebih rendah suhu dan kelembabannya. Kondisi tersebut kurang disukai oleh Bemisia sp, sehingga populasi Bemisia sp pada daun dengan petiol tegak lebih rendah, akibatnya serangan virus juga lebih rendah.

61 Menurut Chu et al. (2002), Bemisia sp lebih menyukai kondisi iklim mikro disekitar daun yang hangat dan agak lembab. Ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp sebagai vektor virus, disebabkan beberapa hal diantaranya warna daun, morfologi daun, jumlah kepadatan dan posisi trikhoma. Karakter daun tersebut mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun. Hasil penelitian Chu et al. (2000), menunjukkan bahwa perangkap dengan warna hijau muda (lime green) lebih banyak menarik Bemisia sp dibanding hijau gelap (dark green). Warna daun dan nutrisi tanaman yang menghasilkan warna daun mempengaruhi mekanisme pengenalan dan pimilihan Bemisia sp terhadap warna tanaman. Hal ini berbeda dengan hasil pada penelitian ini, yaitu genotipe melon dengan warna daun yang lebih cerah lebih tahan terhadap serangan virus. Penggunaan analisis sidik lintas untuk mengembangkan kriteria seleksi telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman seperti kedelai, pisang, gandum, chickpea dan padi (Rohaeni 2010; Wirnas et al., 2005; Asif et al., 2003; Budiarti et al., 2004; Ciftci et al., 2004; Usman, 1999). Rohaeni (2010) telah berhasil mengembangkan kriteria seleksi yang efektif untuk meningkatkan daya hasil dan toleransi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Kriteria seleksi yang digunakan adalah indeks toleran dan jumlah polong isi. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis sidik lintas dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam kegiatan pemuliaan selanjutnya, untuk dijadikan sebagai kriteria seleksi yang efektif dalam kegiatan pemuliaan ketahanan melon terhadap virus. SIMPULAN 1. Berdasarkan 25 peubah genotipe, analisis gerombol pada genotipe melon yang diuji menunjukkan tingkat kemiripan 1-75%. Pada tingkat kemiripan 85% menunjukkan empat kelompok. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, yang termasuk kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yang merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim dan induk tahan dari grup dudaim. 2. Karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon, karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung, melon dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap penyakit virus kuning. Karakter lain yang bisa digunakan sebagai karakter seleksi adalah warna daun dan ketegakan petiol daun. 45

62 46 PEMBAHASAN UMUM Gejala infeksi penyakit virus kuning pada melon diawali dengan terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik yang jelas serta daun mengulung ke bawah, pada gejala lanjut tanaman mengalami keriting dan kerdil. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus sebesar 0% dan sembilan belas genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar %. Data kuantitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat penyakit virus kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil, hal ini terlihat dari ukuran daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek. MEV1 (Dudaim) digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang memiliki gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari grup cantaloupe dan inodorous. Dasar pemilihan tetau selain pada kriteria ketahanan juga diarahkan pada pengelompokan berdasarkan grup melon. Hal ini untuk mengetahui bagaimana pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada beberapa grup melon. Pengujian ketahanan pada populasi P1, P2 dan F1 menunjukkan data intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%, sehingga ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan populasi F1 termasuk dalam kategori tahan. Data tersebut menunjukkan bahwa gen pengendali ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon adalah dominan. Adanya gen dominan pengendali ketahanan terhadap virus pada melon juga dilaporkan oleh Sese dan Guillamon (2000). Analisis ragam gabungan dua lingkungan (inokulasi dan endemik) pada pengujian ketahanan populasi P1, P2 dan F1, menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Genotipe dengan kategori ketahanan tahan ataupun rentan akan menunjukkan respon yang sama pada lokasi pengujian yang berbeda (inokulasi atau endemik). Hal ini menunjukkan bahwa metode inokulasi (inokulasi masal) yang dilakukan bisa digunakan untuk menduga ketahanan terhadap serangan virus kuning pada kondisi endemik. Hasil pendugaan ragam genetik menunjukkan bahwa karakter intensitas serangan virus memiliki nilai heritabilitas arti luas terbesar yaitu 99%, artinya ragam fenotipe intensitas serangan virus sangat kecil dipengaruhi oleh lingkungan. Roy (2000) menyatakan apabila nilai heritabilitas arti luas tinggi berarti pewarisan sifat lebih banyak dipengaruhi oleh ragam genetik atau ragam genetik total dan sedikit pengaruh lingkungan. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi, berarti seleksi yang dilakukan (seleksi berdasar karakter intensitas serangan virus) akan semakin efektif. Pengujian ketahanan pada populasi F2 menghasilkan data sebaran indek keparahan penyakit pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan grup gabungan) dengan pola sebaran yang sama, yaitu sebaran satu

63 puncak dengan tingkat kemenjuluran yang nyata. Frekuensi F2 tidak menyebar normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan hasil uji χ 2 pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan gabungan), diperoleh nisbah kesesuaian yang sama. Nisbah yang sesuai berdasar pengelompokan dua kelas adalah 13:3, untuk pengelompokan tiga kelas adalah 12:3:1, dan tidak ada yang sesuai untuk pengelompokan empat kelas. Berdasarkan nilai probabiltas yang paling tinggi, disimpulkan bahwa nisbah yang paling sesuai untuk ketiga grup melon tersebut adalah 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi dominan dan resesif epistasis. Analisis gerombol pada 19 genotipe melon dengan tingkat kemiripan 85%, menghasilkan pengelompokan genotipe menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1. Ketujuh genotipe ini merupakan F1 (cantaloupe X dudaim), dan termasuk genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe tahan yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 (inodorous X dudaim) serta MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan berdasarkan grup melon maupun berdasarkan kategori ketahanannya. Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa petiol tegak memiliki korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan terhadap virus dibandingkan karakter lain, dengan nilai korelasi 0.9. Tingginya nilai korelasi menunjukkan karakter petiol tegak memiliki hubungan positif yang erat dengan karakter ketahanan virus. Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif dengan ketahanan terhadap virus. Genotipe dengan karakter bingkul daun kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau tua (-0.63). Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar , hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan matrik sidik lintas, nilai pengaruh tidak langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini 47

64 48 menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan penyakit virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, menunjukkan semakin datar posisi petiol daun, semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe melon yang diuji memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan pada analisis DNA dengan teknik PCR. Hasil visualisasi PCR menunjukkan genotipe tahan positif terinfeksi virus, ditandai terbentuknya pita DNA dengan ukuran bp yang sama dengan kontrol positif sebagai pembanding yaitu primer universal geminivirus. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman. Karakter morfologi daun melon pada genotipe tahan adalah memiliki daun dengan gerigi halus, bingkul daun lemah, warna daun hijau cerah serta petiol tegak. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan beberapa penelitian pada tanaman kapas. Tanaman kapas dengan daun yang halus, jumlah trikhoma sedikit dan warna daun hijau tua lebih tahan terhadap Bemisia sp. Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada tanaman semakin tinggi. Secara eksternal karakter morfologi daun mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun, sedangkan secara internal bisa dipengaruhi oleh ph daun (Butler dan Wilson 1984). Adanya karakter morfologi daun yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning, menunjukkan terdapat peluang mendapatkan genotipe yang memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung serta memiliki ketahanan terhadap vektor pembawa virus, namun hal ini masih memerlukan pengujian lebih lanjut. Melon grup dudaim memiliki karakter kualitas buah yang rendah seperti: rongga biji besar, warna totol pada buah dan bentuk buah yang mampat. Selain karakter ketahanan ternyata sebagian besar karakter kualitas buah rendah juga diwariskan kepada keturunan hasil persilangan dengan grup cantaloupe maupun inodorous. Hal ini bisa terlihat dari hasil analisis gerombol pada kelompok IV, F1 hasil persilangan inodorous dengan dudaim mengelompok kedalam grup dudaim. Diduga karakter ketahanan terhadap virus terkait dengan karakter kualitas buah yang rendah. Hal ini tentunya memerlukan strategi pemuliaan untuk memecah keterkaitan antara karakter ketahanan terhadap virus dengan karakter kualitas buah rendah. Salah satu metode pemuliaan yang dapat dilakukan adalah metode back cross. Metode back cross (silang balik) merupakan persilangan balik dimana sebuah karakter yang baik dari tetua donor ditambahkan pada tetua penerima (Phoelman 1987). Pada metode ini diperlukan tetua donor dan tetua penerima (recurrent parent). Tetua donor memiliki satu atau beberapa karakter yang baik yang diperlukan (ketahanan terhadap virus), sedangkan tetua penerima memiliki

65 banyak karakter baik, namun belum memiliki ketahanan terhadap virus. Umumnya tetua penerima adalah galur yang sudah beradaptasi baik dengan kualitas buah yang disukai konsumen. Silang balik diperlukan untuk mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua penerima, sehingga perlu beberapa kali silang balik. Apabila gen yang mengendalikan karakter yang diperlukan misalnya ketahanan yang diinginkan bersifat dominan, maka silang balik dilakukan dengan prosedur yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan karakter tahan yang dikendalikan oleh gen resesif yang memerlukan uji keturunan. Metode back cross ini akan menghasilkan galur isogenik yang memiliki beberapa karakter yang serupa dengan tetua penerima hanya berbeda satu gen saja seperti karakter tahan terhadap virus. 49 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil pengujian ketahan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe dari tiga grup melon didapatkan satu genotipe MEV1 (grup Dudaim) dengan kategori ketahanan sangat tahan. 2. Pengujian ketahanan pada populasi F2 menunjukkan sebaran skor keparahan penyakit yang tidak menyebar normal, hal ini menunjukkan ketahanan terhadap penyakit virus kuning dikendalikan gen mayor. Berdasarkan hasil uji χ 2 pada populasi F2 diperoleh kesesuaian nisbah Mendel yaitu 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon diwariskan secara sederhana dan dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi gen dominan dan resesif epistasis. 3. Karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon, karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung. Melon dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap penyakit virus kuning, karakter lain yang bisa digunakaan sebagai karakter seleksi adalah warna daun dan ketegakan petiol daun. Saran 1. Karakter ketahanan terhadap penyakit virus kuning diduga terpaut dengan karakter kualitas buah rendah. Perlu dilakukan strategi pemuliaan untuk mematahkan keterpautan antara karakter ketahanan dengan karakter kualitas buah rendah, dengan jalan memperbanyak frekuensi silang balik dengan recurrent parent. 2. Ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon dikendalikan oleh gen mayor sederhana, dengan nilai heritabilitas tinggi. Kegiatan seleksi memungkinkan dilakukan pada generasi awal. Strategi pemuliaan yang disarankan adalah backcross.

66 50 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego: Academic Pr. 633 hlm. Alexander PJ, Jech LF, and Henneberry TJ Preliminary Screening of Different Cottons for Resistance to Sweetpotato Whitefly Infestations. Arizona Cotton Report. hlm 138. Allard RW Principles of Plant Breeding. New York: J Wiley & Sons. 485 hlm. Asif MM, Yaqub M, Iftikhar A, Kisana NS, Asim M, Mustafa SZ Determining the direct selection criteria for identification of high yielding lines in bread wheat (Tritcum aestivum L.). Pakistan Jour. Biol. Sci. 6(1): Autrique E, Nachit MM, Monneveux P, Tanksley SD, Sorells ME Genetic diversity in durum wheat based on RFLP s, morphological traits and coefficient of parentage. Crop Sci. 36: Baihaki A Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Bandung: Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 91 hlm. Berlinger MJ Host plant resistance to bemisia tabaci. Agric Ecosystems Environ. 17: Boss L Pengantar virology tumbuhan. Diterjemahkan oleh Triharso. Gajah Mada Univ. Press. 206 hlm. Brown JK Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector in agroecosystems worldwide. FAO Plant Protect Bull 42: Bruns GW, The science of genetiks: an introduction to heredity. Ed ke-3. New York:Mac Millan Publisher. 546 hlm. Budiarti, Risdianto SGY, Kusumo YWE Analisis koefisien lintas beberapa sifat pada plasmanutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi Balitbiogen. Zuriat 15(1): Butler GD, Wilson FD Activity of adult whiteflies (Homoptera: Aleyrodidae) within plantings of different cotton strains and cultivars as determined by sticky-trap catches. J. Econ. Ent. 77(5): Butler GD, Henneberry JrTJ Effect of cotton leaf pubescence on abundance. Southwest. Entomol 9: Butler GD, Wilson FD, and Fisher G Cotton leaf trichome and populations of Empoasca lybica and Bemisia tabaci. Crop Prot. 10: [CABI] Centre for Agricultural Bioscience International Crop Protection Compendium: Global Module. Ed ke-2. Chahal GS, Gosal SS Principle and Procedures of Plant Breeding, Biotechnological and Conventional Approaches. New Delhi: Narosa Publ House. Chu CC, Cohen AC, Natwick ET, Henneberry TJ Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) Biotype B Colonization on Okra- and Normal-Leaf Upland cotton Strains and Cultivars. J. Econ. Entomol 95(4): Chu CC, Freeman T, Buckner JS, Hennrberry TJ, Nelson DR, Natwick ET Susceptibility of Upland Cotton Cultivars to Bemisia tabaci Biotype B (Homoptera: Aleyrodidae) in Relation to Leaf Age and Trichome Density. Ann. Entomol. Soc. Am. 94(5):

67 Ciftci V, To TM ay N, To TM ay YeQim, Do TM an Yusuf Determining relationships among yield and some yield component using path coefficient analysis in chickpea (Cicer arietinum L.). Asian J. Plant Sci. 3(5): Daryono BS Uji ketahanan serangan virus labu-labuan pada beberapa genotipe melon(cucumis melo L.). Berkala Ilmiah Biologi 5(1): Daryono BS, Somowiarjo S, Natsuaki KT Screening for resistance to Kyuri green mottle mosaic virus in various melons. Plant Breeding 124: Daryono BS, Somowiarjo S., Natsuaki KT New source of resistance to Cucumber mosaic virus in melon. Sabrao J. of Breeding and Genetics 35(1): Diaz JA, Nieto C, Moriones E, Truniger V, Aranda MA Molecular characterization of Melon necrotic spot virus strain that overcomes the resistance in melon and nonhost plants. MPPI 17(6): Duriat AS Cabai merah : komoditas prospek dan andalan. Di dalam: Duriat AS, Widjaja A, Hadisooeganda W, Soetiarso TA, Prabaningrum L. editor. Teknologi Produksi Cabe Merah. Lembang : Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Esteva J, Neuz F Tolerance to a whitefly-transmitted virus causing muskmelon yellows disease in Spain. Theoretical and Applied Genetiks 84: Flint HM, and Parks NJ Infestation of strains and cultivars lines and cultivars of cotton in Arizona by whiteßy nymphs (Homoptera: Aleyrodidae). J. Entomol. Sci. 25: Fraser RSS The genetics of plant virus interaction implication for plant breeding. Euphytica 63: Ganefianti DW, Genetik Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning dan Arah Pemuliannya [tesis]. Bogor(ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Giménez M, Alvarez AJM, Arteaga ML Inheritance of resistance to systemic symptom expression of Melon necrotic spot virus (MNSV) in Cucumis melo L. `Doublon'. Euphytica 134(3): Gomez KA, Gomez AA Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: UI Press. Griffiths AJF, Miller JH, Suzuki DT, Lewontin RC, Gelbart WM An Introduction to genetic analysis. Ed ke-6. New York: W.H. Freeman and Company. 916 hlm. Greuter W, Barric FR, Burdet HM, Chaloner WG, Demoulin V, Hawksworth DL, Jorgensen PM, Nicolson DH, Silva PC, trehane P, McNeil J International code of botanical nomenclature (Tokyo code). Regnum Vegetable vol Koeltz Scientific Books, Konigstein, Germany. Green SK Guide line for diagnostic work in plant virology. Technical Bulletin No.15 Ed. Ke 2. AVRDC. 63 hlm. Hair JR, Anderson RE, Tatham RL, Black WC Multivariate data analysis with readings. 4 th Edition. New Jersey : Prentice-Hall Englewood Cliffs. Halloran GM, Knight R, McWhirter KS, Sparrow DHB Plant Breeding. Brisbane: Australia Vice-Chancellors Committee. 225 hlm. 51

68 52 Harrison BD Introduction. Di dalam: Evered D, Harnett, organizer. Plant Resistance to Virus. Singapore: John Wiley and Son. CIBA Foundation Symposium. hlm 1-5. Henneberry TJ, Toscano NC, Castle SJ Bemisia spp. (Homoptera: Aleyrodidae) in the United States: History, test status, and management. Res. Trends Agr. (in press). [ICTV] International Committee on Taxonomi of Viruses The Virus Universal Database. [internet] [diacu: 2011 Agustus 8]. tersedia dari: taxonomy.asp Ivvaty S Warta pertanian. [internet] [diacu: 2011 Agustus 7]. tersedia dari: Johns MA, Nienhuis J, Hinrichsen P, Bascur G, Munoz-Schick C Gene pool classification of common bean landraces from Chile based on RAPD and morphological data. Crop Sci. 37(2): Kacar YA, Simsek O, Solmaz I, Sari N, Mendi YY Genetic diversity among melon accessions (Cucumis melo) from Turkey based on SSR markers. Genet. Mol. Res. 11(4): Machado GF, dos santos JB, de Nunes GH, Duarte JM Efficiency of genetic distance based on RAPD markers for choosing parents of common bean. J.Genet.& Breed. 54: Matchik A, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Mnitab Jilid 1. Bogor: Jurusan Statistika FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Mather SK, Jinks JL Biometrical genetiks. Ed ke-3. New York:Chapman and hall.396 hlm. McCreight JD Resistance to lettuce infectious yellows virus in melon. Hort Science 33: 533. McCreight JD, Liu HY Genetic resistance to Cucurbit leaf crumple virus in melon. Hort Science 43(1): McCreight JD, Wintermantel WM Genetic resistance in melon PI to Cucurbit yellow stunting disorder virus. Hort Science 46: Nieto C., Morales M., Orjeda G, Clepet C, Monfort A, Sturbois B, Puigdomènech P, Dogimont C, García-Mas J, Aranda MA, Bendahmane A An eif4e allele confers resistance against an uncapped and non-polyadenylated RNA virus in melon. J Plant 48: Niks RE, Ellis PR, Parlevleit JE Resistance to parasites. Di dalam: Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I, editor. Plant Breeding. Principle and Prospect. London: Chapman and Hall. hlm Niks RE, Lindhout WH Breeding for Resistance against Disease and Pest. Laboratory of Plant Breeding. Wageningen University. Netherlands. Norman JWJ, and Sparks AN Cotton leaf hairs and silverleaf whiteßies in the lower Rio Grande Valley of Texas, hlm Di dalam: R. Dugger and DA Richter (eds.), Proceedings, Beltwide Cotton Production Research Conference. National Cotton Council, Memphis, TN. Opriana E, Hidayat SH, Sujiprihati S Ketahanan tiga genotipe cabai terhadap infeksi dua isolat Chilli veinal mottle potyvirus. J. Agron. Indonesia 40(1):

69 Percy RG, Ellsworth PC, and Moser HS Silverleaf whiteßy resistance screening in Pima cotton genotype, hlm 186. Supplement to the 5-Year National Research and Action Plan. USDA-ARS. Pitrat M, Hanelt P, Hammer K Some comment on interspesific classification of cultivar of melon. Acta Hort 510: Pitrat M, Chauvet C, Foury C Diversity, history and production of cultivated Cucurbits. Acta Hort 492: Petr FC, Frey KJ Genotypic correlation, dominance, and heritability of quantitative characters in oat. Crop Sci 6: Poehlman JM Breeding Field Crops. Ed. Ke-3. New York: AVI Publishers. [PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (ID) Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kesetabilan: Melon (Cucumis melo L.). Jakarta:Departemen Pertanian Republik Indonesia. Rohif FJ NTSYS-pc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.1 Manual. New York : Appl. Biostatistics. Rohaeni WR Pendugaan parameter genetik dan seleksi RILs F6 kedelai hasil SSD untuk toleransi terhadap intensitas cahaya rendah [Tesis]. Bogor(ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Robinson RW, DS Decker-Walters Cucurbits. CAB International. New York. 226 hlm. Roy D Plant Breeding, Analysis and Exploitation of Variation. Narosa publ house. New Delhi. Russel GE Plant Breeding for Pest and Disease Resistance. Studies in the Agricultural and Food Sciences. London: Butterwoths. 465 hlm. Sese AIL, Gomez-Guillamon ML Resistance to Cucurbit Yellowing Stunting Disorder Virus (CYSDV) in Cucumis melo L. Hort Science 35(1): Salati R, Nahkla MK, Rojas MR, Guzman P, Jaques J, Douglas DP, Gilberston RL Tomato yellow leaf curl virus in the Dominican Republic: Characterization of infectous clone, virus monitoring, in whiteflies, and identification or reservoir host. Phytopatol 92: Semangun H Pengantar llmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Shapiro SS, Wilk MB An analysis of variance test for normality (completed sample). Biometrica 52: Shing RK, Chaudary BD, Biometrical Methods in Quantitative Genetik Analysis. New Delhi : Kalyani Publisher. Silva JPGF, Baldin ELL, Souza ES, Lourencao Al Assessing Bemisia tabaci (Genn.) Biotype B resistance in soybean genotypes: antixenosis and antibiosis. Chilean J Agric Research 72(4). Stansfield WD Theory and Problems of Genetics. 2 nd Edition. New York: McGrawhill Book Co. Sugiyama M, Sakata Y Screening for inheritance of Melon necrotic spot virus (MNSV) resistance by mechanical inoculation. J. Japan. Soc. Hort. Sci 73(6): Sugiyama M, Ohara T, Sakata Y, Inheritance of Resistance to Cucumber Green Mottle Mosaic Virus in Cucumis melo L. Chang Bougi. J. Japan. Soc. Hort. Sci 76(4):

70 54 Taha M Identification and inheritance of resistance to Watermelon Chlorotic Stun virus (WCSV) in Cucumis melo L. using molecular and biological techniques [thesis]. Sudan: University of Gezira. Tahir IME, Yousif MT Indogenous melon (Cucumis melo L) in Sudan : a review of their genetik resources and prospects for use as disease and insect resistance. PGRN-manuscripts@cgiar.org Publ 138: Torres-Pacheco IT, Tiznado JGA, Brown JK, Becerra-Flora A, Bustamante RFR Detection and distribution of geminiviruses in Mexico and the Southern United States. Phytopathology 86: Usman Penggunaan analisis lintas dan analisis diskriminan pada komponen hasil dan hasil tanaman padi [Skripsi]. Jurusan Statistika. FMIPA. Institut Pertanian Bogor. Van BLT, Busch RH Genetic diversity among North American spring wheat cultivars : Analysis of the coefficient of parentage of matrix. Crop Sci. 37: Warner JN A Method of estimating heritability. Agron.J. 44: Wirnas D, Sobir, Surahman M Pengembangan Kriteria Seleksi pada Pisang (Musa sp.) Berdasarkan Analisis Lintas. Bul. Agron. 33(3): Yusuf M Genetika I Struktur & Ekspresi Gen. CV. Sagung Seto, Jakarta. 300 hlm. Yusnita, Sudarsono Metode inokulasi dan reaksi ketahanan 30 genotipe kacang tanah terhadap penyakit busuk batang Sclerotium. Hayati 11(2):

71 Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007) No. Karakteristik Deskripsi Notasi Data 1 Kecambah : Panjang Sangat pendek 1 hipokotil (*) Pendek 3 QN Sedang 5 Panjang 7 Sangat panjang 9 2 Kecambah : Ukuran Sangat kecil 1 (*) Kotiledon Kecil 3 QN Sedang 5 Besar 7 Sangat besar 9 3 Kecambah : Warna hijau Hijau Muda 3 Kotiledon (*) Hijau Sedang 5 QN Hijau Tua 7 4 Tanaman : Jumlah buku Sedikit 3 pada (*) batang utama Sedang 5 QN Banyak 7 5 Helai daun : Ukuran daun Kecil 3 (*) Sedang 5 PQ Besar 7 6 Helai daun : Warna Hijau Hijau muda 3 PQ Hijau sedang 5 Hijau tua Lemah Sedang Kuat 7 Lembaran daun : Lemah 3 QL Perkembangan cuping Sedang 5 Kuat 7

72 Pendek Sedang Panjang 8 Helai daun : Panjang cuping Pendek 3 terminal (*) Sedang 5 QN Panjang 7 9 Helai daun : Gerigi pada tepi Lemah 3 daun (*) Sedang 5 QN Kuat 7 10 Helai daun : Gelombang tepi Lemah 3 daun (*) Sedang 5 (+) Kuat 7 PQ 11 Helai Daun : Berbingkul Lemah 3 daun QN Sedang 5 Kuat 7 12 Petiol : Ketegakan pada Tegak 3 stadia QL berdaun tiga Agak tegak 5 Datar 7 13 Tangkai daun :Panjang Pendek 3 (+) Sedang 5 QL Panjang 7 14 Kuntum bunga : Ekspresi Monoecious 1 Kelamin QL Andromonoecious 2 Gynomonocious 3 Androgynomonociou 4 s 15 Buah : Warna Kulit Sebelum Putih 1 Matang QL Kuning 2 Hijau 3

73 57 Hijau abu-abu 4 16 Buah : Intensitas warna Muda 3 Kulit buah QL Sebelum Matang Sedang 5 Tua 7 17 Buah : Panjang Sangat pendek 1 (*) Pendek 3 QL Sedang 5 Panjang 7 Sangat Panjang 9 18 Buah : Diameter Sangat sempit 1 (*) Sempit 3 QL Sedang 5 Lebar 7 Sangat lebar 9 19 Buah : Nisbah Sangat kecil 1 (*) Panjang/Diameter Sangat kecil hingga 2 kecil QN Kecil 3 Kecil hingga sedang 4 Sedang 5 Sedang hingga besar 6 Besar 7 Besar hingga sangat 8 besar Sangat besar Mengarah keujung buah Ditengah Mengarah ke pangkal buah 20 Buah : Posisi dari Lebar Menuju ke ujung 1 buah buah (*) Maksimum Di tengah 2 (+) Menuju pangkal buah 3

74 58 QN Oblat bundar Bulat telur Lonjong Jorong 21 Buah : Bentuk irisan Oblat 1 membujur (*) Bundar 2 QN Bulat telur 3 Jorong 4 Lonjong 5 22 Buah : Warna buah saat Putih 1 matang (*) Kuning 2 PQ Kuning Hijau 3 Hijau 4 Oker 5 23 Buah : Intensitas warna kulit Muda 3 saat (*) Matang Sedang 5 (+) Tua 7 QN 24 Buah : warna kulit sekunder Tidak ada 1 (*) ( diluar warna alur ) Ada 9 QN 25 Buah : Sebaran warna Dalam bentuk noktah 1 sekunder (*) ( seperti pada 24 ) Dalam bentuk noktah 2 dan PQ bercak-bercak 26 Buah : Kerapatan noktah Jarang 3 QN Sedang 5 27.( *) Buah : Kerapatan potongan potongan Rapat 7 Jarang 3

75 59 (+) Sedang 5 QN Rapat 7 28 Buah : Panjang tankai buah Pendek 3 (*) Sedang 5 (+) Panjang 7 QN 29 Buah : Ketebalan tangkai Tipis 3 bunga, QL 1 cm dari buah Sedang 5 Tebal 7 30 Buah : Absisi tangkai buah Tidak ada 1 (*) Ada 9 31 Buah : kekuatan absisi Lemah 3 tangkai buah (*) Sedang 5 QN Kuat 7 32 Buah : bentuk dasar buah Runcing 3 (*) Bulat 5 QN Datar 7 33 Buah : Bentuk apex Runcing 3 (*) Bulat 5 (+) Datar 7 PQ 34 Buah : Ukuran bekas pistil Kecil 3 (*) Sedang 5 (+) Besar 7 35 Buah Alur buah Tidak ada 1 (*) Ada 9 QN 36 Buah : :Lebar maksimum Sempit 3 antar alur (*) Sedang 5 QN Lebar 7 37 Buah : Lebar alur Sempit 3 (*) Sedang 5 QN Lebar 7 38 Bus : Kedalaman alur Sangat dangkal 1 (*) Dangkal 3 QN Sedang 5

76 60 Dalam 7 Sangat dalam lemah Tidak ada atau sangat lemah Sedang kuat Sangat kuat 39 Buah : kekeriputan Sangat lemah 1 permukaan (*) Lemah 3 QN Sedang 5 Kuat 7 Sangat kuat 9 40 Buah : Pembentukan gabus Tidak ada 1 (*) (+) Ada 9 PQ 41 Buah : Ketebalan lapisan Sangat tipis 1 gabus (*) Tipis 3 (+) Sedang 5 PQ Tebal 7 PQ Sangat tebal 9 42 Buah : Pola pembentukan Titik-titik kecil 1 gabus (*) Garis 2 QN Jaring 3 43 Buah : Kepadatan pola Sangat tibis 1 gabus (*) Tipis 3 QN Sedang 5 Padat 7 Sangat padat 9 44 Buah : Warna alur Putih 1 (*) Kuning 2 QL Oranye 3 Hijau 4 4

77 61 45 Buah : Intensitas warna alur Muda 3 (*) Sedang 5 QL Tua 7 46 Buah : Lebar maksimum Tipis 3 daging pada PQ irisan melintang Sedang 5 Tebal 7 47 Buah : Lebar maksimum Tipis 3 irisan QN melintang lapisan luar buah Sedang 5 Tebal Tipis Sedang Tebal 48 Buah : Warna utama daging Krem 1 buah QN Hijau 2 Oranye 3 49 Buah : Intensitas warna Muda 3 utama PQ daging buah Sedang 5 Tua 7 Position of outer layer 50 Buah : Warna daging buah Krem 1 paling luar PQ Hijau 2 Oranye 3

78 62 Lampiran 2. Warna hijau kotiledon, warna hijau daun, perkemb. cuping, gerigi tepi daun, gelombang tepi daun, berbingkul daun, ketegakan petiol No Genotipe 1 MEV 1 2 MEV 2 3 MEV 3 4 MEV 4 5 MEV 5 6 MEV 6 7 MEV 7 8 MEV 8 9 MEV MEV MEV 2X1 12 MEV 3X1 13 MEV 4X1 14 MEV 5X1 15 MEV 6X1 16 MEV 7X1 17 MEV8X1 18 MEV 18X1 19 MEV 19X1 Warna hijau kotiledon (A1) Hijau Sedang Hijau Sedang Hijau Warna hijau daun (A2) Hijau Perkemb. Cuping (A3) Gerigi tepi daun (A4) Gelombang tepi daun (A5) Berbingkul daun (A6) sedang Lemah Lemah Lemah Lemah Hijau sedang Lemah Sedang Sedang Kuat Sedang Hijau tua Lemah Kuat Sedang Kuat Hijau Sedang Hijau tua Lemah Sedang Kuat Kuat Hijau Hijau Sedang sedang Lemah Lemah Sedang Kuat Hijau Sedang Hijau tua Lemah Kuat Kuat Sedang Hijau Sedang Hijau tua Lemah Kuat Sedang Kuat Hijau Hijau Sedang sedang Lemah Lemah Kuat Kuat Hijau Hijau Sedang sedang Lemah Kuat Sedang Sedang Hijau Sedang Hijau tua Lemah Kuat Lemah Kuat Hijau Hijau Tua sedang Lemah Lemah Sedang Lemah Hijau Hijau Sedang sedang Lemah Lemah Lemah Lemah Hijau Hijau Sedang sedang Lemah Sedang Sedang Sedang Hijau Hijau Sedang muda Lemah Lemah Lemah Sedang Hijau Hijau Sedang muda Lemah Lemah Lemah Lemah Hijau Hijau Sedang muda Lemah Sedang Lemah Sedang Hijau Hijau Sedang muda Lemah Lemah Lemah Lemah Hijau Hijau Sedang muda Lemah Sedang Sedang Lemah Hijau Hijau Sedang muda Lemah Sedang Lemah Lemah

79 Lampiran 3. Ketegakan petiol, ekspresi kelamin, warna kulit sebelum matang, intensitas warna kulit sebelum matang. N o Genotipe Ketegakan petiol (A7) Ekspresi kelamin (A8) Warna kulit sebelum matang (A9) Intensitas warna kulit sebelum matang (A10) 1 MEV 1 Tegak Andromonoecious Hijau Tua 2 MEV 2 Datar Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 3 MEV 3 Datar Andromonoecious Hijau Sedang 4 MEV 4 Datar Andromonoecious Hijau Sedang 5 MEV 5 Agak tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 6 MEV 6 Agak tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 7 MEV 7 Datar Andromonoecious Hijau Sedang 8 MEV 8 Agak tegak Andromonoecious Hijau Muda 9 MEV 18 Agak tegak Andromonoecious Kuning Muda 10 MEV 19 Agak tegak Andromonoecious Kuning Muda 11 MEV 2X1 Agak tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 12 MEV 3X1 Tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Sedang 13 MEV 4X1 Tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 14 MEV 5X1 Tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Muda 15 MEV 6X1 Tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Tua 16 MEV 7X1 Tegak Andromonoecious Hijau abu-abu Sedang 17 MEV8X1 Tegak Andromonoecious Hijau Tua 18 MEV 18X1 Tegak Andromonoecious Hijau Sedang 19 MEV 19X1 Tegak Andromonoecious Hijau Muda 63

80 64 Lampiran 4. Posisi dari lebar buah maksimum, bentuk irisan membujur, warna buah saat matang, intensitas warna buah saat matang, warna kulit sekunder, sebaran warna sekunder No Genotipe 1 MEV 1 2 MEV 2 3 MEV 3 4 MEV 4 5 MEV 5 6 MEV 6 7 MEV 7 8 MEV 8 9 MEV 18 Posisi dari lebar buah maksimum (A11) Bentuk irisan membujur (A12) Warna buah saat matang (A13) Di tengah Oblat Kuning Intensitas Warna buah saat matang (A14) Tua Di tengah Bundar Hijau Sedang Di tengah Bundar Putih Kuning Di tengah Bulat telur Hijau Tua Sedang Di tengah Bundar Hijau Sedang Di tengah Oblat Hijau Sedang Di tengah Bundar Hijau Sedang Di tengah Bulat telur Putih Menuju ujung Jorong Kuning Tua Tua 10 MEV 19 Di tengah Oblat Kuning Tua 11 MEV 2X1 Di tengah Bundar Oker Muda 12 MEV 3X1 Di tengah Bundar Oker Sedang 13 MEV 4X1 Di tengah Bundar Oker Sedang 14 MEV 5X1 Di tengah Bulat telur Oker Sedang 15 MEV 6X1 Di tengah Oblat Oker Muda 16 MEV 7X1 Di tengah Bundar Oker Sedang 17 MEV8X1 Di tengah Oblat Hijau Muda 18 MEV 18X1 Di tengah Bulat telur Kuning Muda 19 MEV Kuning 19X1 Di tengah Oblat Hijau Muda Warna kulit sekunder (A15) Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Sebaran warna sekunder (A16) noktah dan bercak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak noktah dan bercak

81 Lampiran 5. Kerapatan noktah, kerapatan potongan, absisi tangkai buah, kekuatan absisi tangkai buah, bentuk dasar buah, bentuk apek No Genotipe Kerapatan noktah (A17) Kerapatan potongan (A18) Absisi tangka i buah (A19) Kekuatan Absisi tangkai buah (A20) Bentuk dasar buah (A21) Bentuk apex (A22) 1 MEV 1 Sedang sedang Ada Lemah Datar Datar 2 MEV Ada Sedang Bulat Bulat 3 MEV Ada Kuat Bulat Bulat 4 MEV Ada Sedang Bulat Bulat 5 MEV Ada Sedang Bulat Bulat 6 MEV Ada Kuat Datar Bulat 7 MEV Ada Kuat Bulat Bulat 8 MEV Ada Kuat Bulat Bulat 9 MEV Ada Kuat Runcing Runcing 10 MEV Ada Kuat Datar Runcing 11 MEV 2X1 Jarang - Ada Lemah Datar Bulat 12 MEV 3X1 Jarang - Ada Lemah Datar Bulat 13 MEV 4X1 Jarang - Ada Lemah Bulat Datar 14 MEV 5X1 Jarang - Ada Lemah Bulat Bulat 15 MEV 6X1 Jarang - Ada Sedang Datar Datar 16 MEV 7X1 Jarang - Ada Lemah Bulat Bulat 17 MEV8X1 Jarang - Ada Sedang Datar Bulat 18 MEV 18X1 Sedang - Ada Lemah Bulat Bulat 19 MEV 19X1 Sedang - Ada Lemah Datar Bulat 65

82 66 Lampiran 6. Lebar maksimum antar alur, lebar alur, kedalaman alur, keriputan permukaan, pembentukan gabus No Genotipe 1 MEV 1 2 MEV 2 3 MEV 3 4 MEV 4 5 MEV 5 6 MEV 6 7 MEV 7 8 MEV 8 9 MEV MEV MEV 2X1 12 MEV 3X1 13 MEV 4X1 14 MEV 5X1 15 MEV 6X1 16 MEV 7X1 Lebar maksimu m antar alur (23) Lebar alur (24) Kedalaman alur (25) Keriputan permukaan (26) Sedang Sedang Dangkal Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Lebar Sedang Sangat dalam Sangat lemah Sangat lemah Lebar Sedang Sangat dalam Sangat lemah Sangat kuat Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Sangat lemah Sedang Lebar Dalam Sangat lemah Sedang Sedang Sangat dangkal Sangat lemah 17 MEV8X1 Sedang Lebar Dalam Sangat lemah 18 MEV 18X Lemah 19 MEV 19X Sangat lemah Pembentukan gabus (27) Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada

83 Lampiran 7. Ketebalan lapisan gabus, pola pembentukan gabus, kepadatan pola gabus, warna alur N o Genotipe Ketebalan lapisan gabus (28) Pola pembentukan gabus (29) Kepadatan pola gabus (30) Warna alur (31) 1 MEV Putih 2 MEV 2 Sangat tebal Jaring Sangat padat - 3 MEV 3 Tipis Jaring Tipis - 4 MEV 4 Tipis Jaring Tipis - 5 MEV 5 Sangat tebal Jaring Sangat padat - 6 MEV 6 Sangat tebal Jaring Sangat padat Hijau 7 MEV 7 Sangat tebal Jaring Sangat padat - 8 MEV 8 Tebal Jaring Sangat padat Putih 9 MEV MEV MEV 2X1 Sangat tipis Jaring Sangat tibis - 12 MEV 3X1 Sangat tipis Jaring Sangat tibis - 13 MEV 4X1 Sangat tipis Jaring Sangat tibis - 14 MEV 5X1 Sedang Jaring Sangat tibis - 15 MEV 6X1 Sedang Jaring Tipis Hijau 16 MEV 7X1 Tebal Jaring Sedang - 17 MEV8X1 Sedang Jaring Sedang Hijau 18 MEV 18X MEV 19X

84 68 Lampiran 8. Intensitas warna alur, warna utama daging buah, intensitas warna utama daging buah, warna daging buah paling luar. N o Genotipe Intensitas warna alur (32) Warna utama daging buah (33) Intensitas Warna utama daging buah (34) Warna daging buah paling luar (35) 1 MEV 1 Sedang putih Muda Krem 2 MEV 2 - Hijau Muda Hijau 3 MEV 3 - Hijau Tua Hijau 4 MEV 4 - Hijau Sedang Hijau 5 MEV 5 - Hijau Muda Hijau 6 MEV 6 Sedang Oranye Tua Hijau 7 MEV 7 - Oranye Tua Hijau 8 MEV 8 Sedang Hijau Muda Hijau 9 MEV 18 - putih Muda Krem 10 MEV 19 - putih Muda Krem 11 MEV 2X1 - putih Sedang Krem 12 MEV 3X1 - Krem Sedang Krem 13 MEV 4X1 - Krem Sedang Krem 14 MEV 5X1 - Krem Sedang Krem 15 MEV 6X1 Sedang Oranye Muda Hijau 16 MEV 7X1 - Oranye Muda Krem 17 MEV8X1 Muda putih Muda Krem 18 MEV 18X1 - Krem Sedang Krem 19 MEV 19X1 - putih Muda Krem Lampiran 9. Rekap sidik ragam 20 genotipe melon pada lokasi inokulasi Karakter KT Galat KT Genotipe %KK Intensitas serangan virus ** 9.85 Tinggi tanaman ** Jumlah ruas ** Panjang daun ** Lebar Daun ** 10.61

85 69 Lampiran 10. Contoh data biner Karakter kualitatif Genotipe WK1 WD1 WD2 WD3 GRD1 GRD2 GRD3 VRS MEV MEV MEV MEV MEV MEV MEV MEV MEV MEV MEV2X MEV3X MEV4X MEV5X MEV6X MEV7X MEV8X MEV18X MEV19X Keterangan : WK1: warna kotiledon, WD1: warna daun hijau muda, WD2: warna daun hijau, WD3: warna daun hijau tua, GRD1: gerigi daun lemah, GRD2: gerigi daun sedang, GRD3: gerigi daun kuat, VRS: kategori ketahanan terhadap virus.

86 70 Lampiran 11. Rerata jumlah tanaman pada populasi F2 pada dua lokasi pengujian dan skor indek keparahan pada tiap lokasi pengujian Genotipe Asal Skor indek keparahan F2-1 Cantaloupe x Dudaim F2-2 Cantaloupe x Dudaim F2-3 Cantaloupe x Dudaim F2-4 Cantaloupe x Dudaim F2-5 Cantaloupe x Dudaim F2-6 Cantaloupe x Dudaim F2-7 Cantaloupe x Dudaim F2-8 Inodorous x Dudaim F2-9 Inodorous x Dudaim Lokasi Inokulasi Lokasi Endemik Genotipe Asal Skor indek keparahan Skor indek keparahan F2-1 MEV 2x F2-2 MEV 3x F2-3 MEV 4x F2-4 MEV 5x F2-5 MEV 6x F2-6 MEV 7x F2-7 MEV 8x F2-8 MEV 18x F2-9 MEV 19x Keterangan: Gejala infeksi virus kuning 0= tanaman tidak bergejala.1= Muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun, 2= Mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke bawah, 3= Mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil.

87 71 Lampiran 12. Penampilan MEV1 grup dudaim Lampiran 13. Penampilan (a.) MEV5 grup cantaloupe dan (b.) MEV18 grup inodorous a b

88 72 Lampiran 14. Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. (a.) Gerigi kuat pada genotipe rentan (b.) Gerigi lemah pada genotipr tahan. a b Lampiran 15. Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. (a.) Warna daun hijau tua pada genotipe rentan (b.) Warna daun hijau muda pada genotipe tahan. a b Lampiran 16. Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. (a.) Petiol dan datar pada genotipe rentan (b.) Petiol daun tegak pada genotipe tahan. a b

UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK

UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK Keragaman genetik merupakan dasar dalam pemuliaan tanaman. Program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan sumber

Lebih terperinci

Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007)

Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007) Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007) No. Karakteristik Deskripsi Notasi Data 1 Kecambah : Panjang Sangat pendek 1 hipokotil (*) Pendek

Lebih terperinci

PT. BISI International, Tbk. Jl. Raya Pare-Wates KM 13 Desa Sumber Agung, Kecamatan Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur 64175, Indonesia.

PT. BISI International, Tbk. Jl. Raya Pare-Wates KM 13 Desa Sumber Agung, Kecamatan Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur 64175, Indonesia. Analisis Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) terhadap Virus Kuning Genetic Analysis on Resistance of Melon (Cucumis melo L.) to Yellow Virus Entit Hermawan 1, Sobir 2*, dan Darda Efendi 2 1

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang

Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang Redy Gaswanto dan Kusmana Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ABSTRACT Characterization and Selection of 139 Potato Lines. One of the ways of increasing

Lebih terperinci

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe 134 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Infeksi Strain Begomovirus pada Genotipe Tanaman Tomat Hasil inokulasi tiga strain begomovirus terhadap genotipe tanaman tomat menunjukkan gejala yang beragam (Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama TUGAS MATA KULIAH PEMULIAAN TANAMAN Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama Dewi Ma rufah Oleh : H0106006 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar dan banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman ini dapat dikonsumsi segar sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman dari famili Cucurbitaceae yang banyak dikonsumsi bagian daging buahnya. Konsumsi buah melon cukup tinggi karena kandungan

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai

Lebih terperinci

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. UMUM. A. Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS Oleh ROCHMAH NIM 111820401005 PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM il-iap %@b %@F UJI STABlLlTAS TUJUH HlBRlDA HARAPAN MELON (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENlH FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1)

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1) Keragaan Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya Di Empat Lokasi di Wilayah Bogor pada Dua Musim (Morphological Performance and Fruit Quality of Papaya on Four Locations at Bogor Areas in Two Seasons) Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 6, Desember 2014 Halaman 195 201 DOI: 10.14692/jfi.10.6.195 Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai Intensity

Lebih terperinci

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN 2006-2008 PADA TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) SKRIPSI OLEH : SULVIZAR MUSRANDA / 100301155

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1)

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) (Evaluation of Resistance to Chilli Veinal Mottle Virus on 14 Chillipepper Genotypes) Zahratul Millah 2) 1 Sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus 109 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan anggota famili Leguminaceae yang sangat populer dan bernilai ekonomi tinggi.kandungan protein tinggi di dalamnya dapat dijadikan sebagai alternatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci