BAB II DASAR LAHIRNYA KENTENTUAN TENTANG PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS. keuntungan yang terjadi karenanya. Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR LAHIRNYA KENTENTUAN TENTANG PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS. keuntungan yang terjadi karenanya. Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan"

Transkripsi

1 29 BAB II DASAR LAHIRNYA KENTENTUAN TENTANG PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS Perserikatan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Persekutuan Perdata merupakan suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan Perdata adalah adanya pemasukan sesuatu kedalam persekutuan (inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut, suatu Perserikatan Perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang mendirikannya. Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan (keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian. Undang-undang tidak menentukan mengenai cara pendirian perserikatan, sehingga perjanjian perserikatan bentuknya bebas. Tetapi dalam praktek, hal ini dilakukan dengan akta otentik ataupun akta dibawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan pendaftaran dan pengumuman bagi perserikatan, hal ini sesuai dengan sifat maatschap yang tidak menghendaki adanya publikasi (terang-terangkan). 29

2 30 Perjanjian untuk mendirikan perserikatan, disamping harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. tidak dilarang oleh hukum; b. tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum; dan c. harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan. A. Sejarah Lahirnya Perserikatan Perdata 1. Perserikatan Perdata Maatschap atau Perserikatan Perdata, adalah kumpulan dari orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama. Perserikatan Perdata sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer (Comanditaire Venootschap). Dimana sebenarnya aturan dari perserikatan perdata, Firma dan Comanditaire Venootschap pada dasarnya sama, namun ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya. Perserikatan ini diatur dalam bab ke VIII bagian pertama dari buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Di Inggris perserikatan perdata dikenal dengan istilah Hukum Persekutuan dengan nama company law yakni adalah himpunan hukum atau ilmu hukum mengenai bentuk-bentuk kerjasama, baik yang berstatus badan hukum (partnership) ataupun yang tidak berstatus badan hukum (corporation)

3 31 Di Belanda istilah Hukum Persekutuan dikenal dengan nama Vennotschapsretchts yang lebih sederhana sekedar terbatas pada NV, Firma dan CV yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, sedangkan Perserikatan Perdata (maatschap) yang dianggap sebagai induknya diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Pengertian Perserikatan Perdata pada pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah perjanjian antara dua orang atau lebih mengikat diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Unsur-unsurnya ialah : 1. Adanya suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih 2. masing-masing pihak harus memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng) 3. bermaksud membagi keuntungan bersama Angela Schneeman mendefinisikan partnership sebagai suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau lebih melakukan kepemilikan bersama suatu bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Partnership dapat juga diartikan sebagai suatu perjanjian (agreement) diantara dua orang atau lebih untuk memasukkan uang, tenaga kerja, dan keahlian ke dalam suatu perusahaan, untuk mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan bagian atau proporsi yang telah disepakati bersama. Di Inggris, menurut Pasal 1 Partnership Act 1890 perserikatan perdata adalah hubungan antara orang yang menjalankan kegiatan bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (partnership is relation which subsists between persons carrying a business in common with a view to profit).

4 32 Di Malaysia, perserikatan perdata ini dikenal dengan istilah perkongsian. Perkongsian menurut Seksysen 3 (1) Akta Perkongsian (Partnership Act) 1961 (yang telah diperbaharui pada 1974) adalah perhubungan yang wujud antara orang-orang yang menjalankan perniagaan (the relation which subsist between persons carrying on business in common with a view of profit). 31 Dari perserikatan perdata baik yang dianut di Inggris, Amerika Serikat, dan Malaysia dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam persekutuan perdata yakni: Ketentuan di atas secara tegas tidak memasukkan persekutuan perdata sebagai perusahaan yang terdaftar berdasarkan ketentuan perundang-undangan perusahaan; 2. Persekutuan perdata merupakan hubungan kontraktual; 3. Persekutuan itu menjalankan suatu kegiatan bisnis; 4. Persekutuan didirikan dan dijalankan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa perserikatan perdata baik dalam sistem hukum Indonesia maupun dalam sistem common law memiliki kesamaan, Kesamaan itu terletak pada hubungan para sekutu didasarkan perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata tunduk pada hukum perjanjian. Orang (person) yang melakukan kerjasama di dalam persekutuan tersebut dapat berupa perorangan, perserikatan perdata, perusahaan yang berbadan hukum, atau bentuk persekutuan lainnya. 31 Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, Undang-Undang Komersil Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2000), hlm 248. Lihat juga Lee Mei Pheng, General Principles of Malaysian Law (Selangor Darul Ehasan: Fajar Bakti Sdn. Bhd, 2002), Hal David Kelly, et.al, Business Law, (London, Cavendish Publishing Limited, 2002), hal 305.

5 33 Makna bisnis (business) di dalam definisi persekutuan di atas mencakup setiap aktivitas atau kegiatan dalam bidang perdagangan dan pekerjaan (occupation) atau profesi (profession). Dengan demikian, perserikatan perdata dapat merupakan suatu wadah untuk menjalankan kegiatan yang bersifat komersial dan profesi seperti pengacara (advokat) dan akuntan. Dari makna perserikatan perdata di atas, jelas bahwa jumlah sekutu dalam perserikatan perdata minimal ada dua orang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menyebutkan berapa jumlah maksimal sekutu dalam perserikatan. Di dalam Akta Perkongsian Malaysia diatur jumlah maksimal sekutu (pekongsi) dalam perserikatan perdata. Seksysen 14 dan 47 (2) Akta Perkongsian menentukan bahwa, jumlah maksimum bagi sekutu adalah dua puluh orang, dan bagi perserikatan menjalankan profesi maksimum tiga puluh orang dengan syarat profesi itu hendaklah sesuatu yang lazimnya tidak dijalankan oleh syarikat atau badan perniagaan yang diatur berdasarkan Akta Syarikat. 33 Mengenai pembubaran perserikatan, Pasal 1646 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa suatu perserikatan hanya dapat berakhir apabila: 1. Lewatnya waktu untuk mana perserikatan telah diadakan ; 2. Musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok Perserikatan ; 3. Atas kehendak semata-mata dari beberapa orang sekutu ; 4. Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit. Untuk perserikatan yang didirikan untuk waktu yang tidak tertentu, maka pembubarannya berlaku pasal 1649 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu 33 Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, op.cit., hlm 249.

6 34 dengan kehendak beberapa atau seorang sekutu. Pembubaran dilakukan dengan suatu pemberitahuan penghentian pada seluruh sekutu lainnya. Pemberitahuan penghentian ini harus dilakukan dengan itikad baik, dan tidak dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu. Menurut pandangan klasik, Burgelijke Maatschap atau lebih popular disebut Maatschap/Perserikatan Perdata merupakan bentuk genus (umum) dari Persekutuan Firma (VoF) dan Persekutuan Komanditer (Comanditaire Venootschap). Bahkan menurut pandangan klasik, tadinya Maatschap/Perserikatan tersebut merupakan bentuk genus pula dari Perseroan Terbatas. Hanya saja, karena saat ini tentang Perseroan Terbatas sudah jauh berkembang, maka ada pendapat yang mengatakan Perseroan Terbatas bukan lagi termasuk bentuk species (khusus) dari Maatschap. 34 Menurut kepustakaan, Maatschap itu bersifat 2 (dua) muka, yaitu bisa untuk kegiatan yang bersifat komersial atau bisa pula untuk kegiatan non komersial termasuk dalam hal ini untuk perserikatan-perserikatan menjalankan profesi. Dalam praktek dewasa ini, yang paling banyak dipakai justru untuk non profit kegiatan profesi itu, misalnya persekutuan diantara para lawyer dan notaris yang biasa dikenal sebagai associated atau partner (rekan) atau compagnon yang disingkat Co Rudhi Prasetya, Maatschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal.2 35 Rudhi Prasetya, Ibid., hal. 4-5

7 35 2. Jenis-jenis Perserikatan Perdata 1) Perserikatan Perdata Umum (Pasal 1622 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Perserikatan Perdata umum meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai hasil usaha mereka selama perserikatan berdiri. Perserikatan jenis ini usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas) yang penting inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci. 2) Perserikatan Perdata Khusus (Pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Perserikatan Perdata khusus (bijzondere maatschap) adalah perserikatan yang gerak usahanya ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan didapat dari barang-barang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi, penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh perserikatan baik dalam bentuk umum ataupun khusus, bukan pada inbrengnya. Mengenai inbreng, baik pada perserikatan umum maupun perserikatan khusus harus ditentukan secara jelas/terperinci. Kedua perserikatan ini dibolehkan. Yang tidak dibolehkan adalah perserikatan yang sangat umum yang inbrengnya tidak diatur secara terperinci seperti yang disinggung oleh Pasal 1621 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perserikatan termasuk salah satu jenis permitraan (partnership) yang dikenal dalam hukum Perusahaan di Indonesia disamping bentuk lainnya seperti Vennootschap Onder Firma (Fa) dan Commanditaire Vennooschap (CV).

8 36 Perserikatan merupakan bentuk usaha yang biasa dipergunakan oleh para Konsultan, Ahli Hukum, Dokter, Arsitek dan profesi-profesi sejenis lainnya. Perserikatan perdata merupakan bentuk permitraan yang paling sederhana karena: 36 a. Dalam hal modal, tidak ada ketentuan tentang besarnya modal, seperti yang berlaku dalam Perseroan Terbatas (PT) yang menetapkan besar modal minimal ; b. Dalam rangka memasukkan sesuatu dalam persekutuan atau maatschap, selain berbentuk uang atau barang, boleh menyumbangkan tenaga saja; c. Lapangan kerjanya tidak dibatasi, juga bisa dalam bidang perdagangan; d. Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan dalam Firma B. Perserikatan Perdata sebagai Hal Baru dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 1. Perserikatan Perdata Notaris Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004, kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang kenotariatan mengalami perubahan. Kebijakan kenotariatan yang sebelumnya didasarkan pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.HT Tahun 2003 tentang Kenotarisan, telah diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Hukum dan 36 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal.36-3

9 37 Hak Asasi Manusia Nomor M.01.HT Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Notaris. Salah satu kebijakan yang baru dikeluarkan bagi Notaris adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menetapkan bahwa Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya. Selanjutnya disebutkan bahwa bentuk perserikatan perdata yang akan digunakan diatur oleh para Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri. Sebelum ada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Notaris tunduk pada Stbl.Nomor 3 Tahun 1860 tentang Peraturan Jabatan Notaris. Pada Pasal 12 Peraturan Jabatan Notaris terdapat larangan bagi notaris untuk mengadakan perserikatan. Adapun pertimbangan untuk tidak memperkenankan para notaris untuk mengadakan perserikatan adalah karena perserikatan tidak menguntungkan bagi masyarakat umum. Dikatakan tidak menguntungkan karena perserikatan akan mengurangi persaingan dan pilihan masyarakat terhadap notaris yang dikehendakinya. Selain itu dikhawatirkan perserikatan semacam ini akan menyebabkan kurang terjaminnya kewajiban merahasiakan yang dibebankan kepada para notaris Ibid.,hal

10 38 Saat ini jumlah notaris sangatlah banyak (sampai dengan akhir Juni 2011 jumlah notaris di Indonesia tercatat sudah mencapai angka orang) 38, sehingga diperlukan pemikiran baru untuk mengatasi membludaknya jumlah notaris yang ada. Berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tersebut, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berperan sebagai regulator merancang Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata. Rancangan Peraturan Menteri tersebut disusun oleh suatu tim yang terdiri dari unsur dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terdiri dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Direktorat Jenderal Peraturan Perundangundangan, unsur ahli/akademisi, organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Notaris. Saat ini Tim tersebut sudah menyelesaikan Peraturan Menteri tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata dan Peraturan Menteri ini sudah disyahkan oleh Patrialis Akbar yang pada saat itu menjabat selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Peraturan Menteri tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata tersebut diundangkan di Jakarta, tepatnya pada tanggal 08 Pebruari 2010 (selanjutnya akan disebut Peraturan Menteri ) memuat ketentuan sebagai berikut : 38 Abdul Bari Azed, Kebijakan Pemerintah di Bidang Kenotariatan, diakses pada 20 Juni 2011.

11 39 Pengertian-pengertian atau definisi-definisi yang terdapat pada ketentuan umum Peraturan Menteri tersebut ialah; Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri, Perserikatan Perdata Notaris adalah: Perjanjian kerjasama para Notaris dalam menjalankan jabatan masing-masing sebagai Notaris dengan memasukkan semua keperluan untuk mendirikan dan mengurus serta bergabung dalam satu kantor bersama. Menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Tujuan Perserikatan meliputi : a. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang kenotariatan ; b. meningkatkan pengetahuan dan keahlian teman serikat ; dan c. efisiensi biaya pengurusan kantor. Dalam hal yang menjadi tujuan dalam pasal 2 huruf b pendirian perserikatan perdata tersebut, yakni meningkatkan pengetahuan dan keahlian teman serikat dikaji berdasarkan prinsip kemandirian maka hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang sudah menjadi kewajiban seorang notaris, terlebih-lebih calon notaris tersebut telah sudah melewati masa magang selama 1 tahun, seharusnya calon notaris harus sudah memiliki bekal yang cukup dan telah matang dalam pengetahuan yang seharusnya sudah dimilikinya pada saat proses perkuliahan Magister Kenotariatan dan masa magang selama 1 tahun, bukan meningkatkan pengetahuan dan keahlian pada saat telah berserikat, tujuan tersebut seolah-olah mengizinkan calon notaris yang belum matang dalam berkarir untuk menjadi seorang notaris dan melayani masyarakat, hal tersebut berindikasi terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin akan dibuat dalam aktanya dan minimnya pengetahuan untuk memberikan sosialisasi

12 40 hukum kepada masyarakat sehingga akan membuat citra buruk bagi dunia kenotariatan. Menurut Pasal 1633 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cara membagi keuntungan dan kerugian itu sebaiknya diatur dalam perjanjian mendirikan perserikatan perdata, dengan cara tidak boleh memberikan seluruh keuntungan kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), sebab ini melanggar mengejar keuntungan bersama. Tetapi sebaliknya undangundang memperbolehkan pembebanan seluruh kerugian kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Kalau dalam perjanjian tidak ada aturan tentang cara membagi keuntungan dan kerugian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menetapkan bahwa pembagian itu harus dilakukan menurut asas keseimbangan pemasukan, dengan pengertian bahwa pemasukan yang berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil (Pasal 1633 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Sementara dalam dunia kenotariatan, tidak mengenal cara pembagian keuntungan menurut ketentuan sebagaimana termaktub diatas. Sebab, dikarenakan Jabatan Notaris merupakan Profesi Luhur yang mempunyai kewenangan yang sama, sehingga menempatkan para notaris dalam posisi sederajat. Tentunya para notaris akan mendapatkan Honorarium langsung dari kliennya masing-masing. Dengan demikian, penerapan perserikatan perdata Notaris tidak lebih kepada kantor bersama.

13 41 Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun penjelasan pasal demi pasal suatu Undang-Undang, yaitu: 1. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh. 2. Tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh. 3. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh. 4. Tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum. Akan tetapi, pembentuk Undang-Undang Jabatan Notaris telah membuat suatu aturan yang bertentangan antara batang tubuh dan penjelasan. Dimana dalam batang tubuh Pasal 20 ayat (1) menyatakan perserikatan perdata, yang semestinya harus mengikuti aturan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tapi dalam penjelasannya mengatakan maksud dari perserikatan perdata tersebut hanya berupa kantor bersama. Tentunya juga telah terjadi penambahan norma baru yang dimana antara batang tubuh dan penjelasan mempunyai konsep hukum yang berbeda. Dengan demikian, penjelasan semestinya sebagai sarana untuk memperjelas norma batang tubuh, tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah melalui pengurus pusatnya Maferdy Yulius, sebagai ketua tim revisi Undang-Undang Jabatan Notaris dan sekretarisnya Otty Hari Chandra Ubayani menyatakan bahwa kami ingin agar Undang-Undang Jabatan Notaris bisa mencegah monopoli notaris agar tercipta keadilan dan

14 42 pemerataan rezeki. Coba lihat pasal 20 yang membolehkan notaris membuat perserikatan perdata sehingga bisa melakukan semacam monopoli terhadap klien. Notaris-notaris yang sudah pensiun bisa saja tetap menguasai klien-kilennya melalui perserikatan perdata. Mereka yang sudah pensiun itu akan mewariskan kliennya kepada orang-orangnya atau keluarganya, sehingga nanti terjadi semacam "dinasti notaris". Akibatnya notaris yang lain tidak kebagian rezeki. Pasal 20 Undang- Undang Jabatan Notaris antara lain menyatakan bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya (dalam bekerja) boleh membuat perserikatan perdata atau perkumpulan. Pasal 20 ini telah diusulkan Ikatan Notaris Indonesia untuk dikuatkan di dalam Rancangan perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris. Kami tidak setuju karena akan merugikan notaris lain. Misalnya ada notaris yang sudah masuk waktu pensiun dan ingin tetap menguasai "ladang rezeki"nya, maka ia akan membuat perkumpulan itu dengan notaris lain yang belum pensiun. Bisa saja Ia membuat perkumpulan notaris dengan anaknya, istrinya, keponakannya atau mantan assistennya. Dengan demikian, boleh dibilang, pasal ini akan membuat notaris yang seperti ini berkuasa sampai akhir hayatnya dengan menciptakan oligarki kepemimpinan. Sementara itu notaris lainnya gigit jari. Masalah-masalah inilah yang mestinya jadi fokus perhatian dalam revisi Undang-Undang Jabatan Notaris. Di dalam agenda Rancangan perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat dan usulan-usulan Ikatan Notaris Indonesia, kami tidak melihat perhatian terhadap masalah kelangsungan hajat hidup para notaris yang seharusnya dilindungi. Kami tidak melihat ada upaya melindungi notaris dari

15 43 monopoli atau oligarki notaris yang ingin menguasai sendiri "ladang pekerjaan" yang seharusnya untuk orang banyak sebagaimana yang diakomodir pada pasal 20 Undang-Undang Jabatan Notaris. 39 Dalam hal lain yang menjadi tujuan Perserikatan tersebut sedikit menimbulkan polemik tersendiri, sebagaimana yang diungkapkan Herlin Budiono 40 : Bahwa kehadiran asosiasi notaris di Indonesia adalah suatu dilema, disatu pihak ia ingin meningkatkan kualitas pelayanan notaris yang lebih baik, namun di segi lain kita belum siap dengan disiplin, nilai moral dan etika profesi yang tinggi dikhawatirkan jangan-jangan asosiasi notaris berubah menjadi perusahaan akta notaris. Adapun pendapat lain mengatakan seperti yang dikemukakan Menurut G.H.S.Lumban Tobing 41 : Bahwa persekutuan sedemikian tidak menguntungkan bagi masyarakat umum, oleh karena hal itu berarti mengurangi persaingan dan pilihan masyarakat tentang notaris yang dikehendakinya, lebih-lebih di tempat-tempat dimana hanya ada beberapa notaris. Selain dari itu adanya persekutuan diantara para notaris akan menyebabkan kurang terjaminnya kewajiban merahasiakan yang dibebankan kepada para notaris. Menurut G.H.S.Lumban Tobing, adanya persyaratan untuk terlebih dahulu menjalani suatu masa magang sebelum seseorang diangkat sebagai notaris adalah penting karena selama masa magang itulah sebenarnya seorang notaris dapat 39 Maferdy Yulius dan Otty Hari Chandra Ubayani, Revisi Undang-Undang Jabatan Notaris Utamakan Pemerataan Rezeki, utamakan_pemerataan_rezeki_berita111.html%3flang%3den+perserikatan+perdata+notaris&cd=30& hl=id&ct=clnk&gl=id, diakses pada tanggal 15 Mei Burhanuddin Hussaini, Loc Cit, Hal G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Loc Cit, hal 107.

16 44 memperoleh keterampilan dan pengetahuan praktis yang sangat dibutuhkannya kelak didalam menjalankan jabatannya sebagai notaris 42. Sehingga yang menjadi tujuan dari perserikatan yang termaktub pada pasal poin (b) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang persyaratan menjalankan jabatan notaris dalam bentuk perserikatan perdata juga dinilai tidak sesuai, dikarenakan profesi seorang notaris harus telah mandiri saat ia mengucapkan sumpah pengangkatannya, notaris tersebut harus sudah dibekali pengetahuan dan keahlian yang cukup yang telah didapatnya dari perkuliahan dan pada saat masa magang yang merupakan suatu syarat untuk diangkatnya menjadi seorang notaris, sehingga notaris tersebut sudah harus siap dan telah harus dibekali dengan pengetahuan dan keahlian yang baik untuk menjadi notaris, bukan meningkatkan pengetahuan dan keahlian setelah menjadi seorang notaris, hal tersebut dikhawatirkan bukanlah menciptakan kepastian hukum bagi klien yang datang kepadanya kelak, sehingga akan diragukan produk yang akan dikeluarkan oleh notaris yang berserikat tersebut dan dapat membuat citra yang buruk dimasyarakat kelak. 2. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris Pada umumnya masyarakat telah mengetahui tugas dan wewenang notaris. Notaris itu diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah c.q. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku pembantu presiden (pasal 17 Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945) 42 G.H.S.Lumban Tobing, Loc.cit., hal.110.

17 45 Notaris dalam menjalankan jabatannya itu, tentu saja ia harus mengindahkan berbagai perundangan (peraturan hukum) yang berlaku. Meskipun dalam melaksanakan jabatannya diatur dalam peraturan khusus (Undang-Undang Jabatan Notaris), pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, diambil sumpah dan lain sebagainya, ia tidak mendapat gaji dan / atau uang pensiun dari pemerintah, ia mendapat honorarium dari para langganannya sebagai imbalan jasa-jasanya sesuai dengan peraturan yang bersangkutan. Notaris yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas dan wewenang membuat akta otentik. Akta otentik adalah akta yang mempunyai kepastian isi, kepastian tanggal dan kepastian orangnya sehingga dapat menjadi alat bukti sempurna. Kepastian isi akta notaris berarti memang demikian yang dikehendaki oleh para pihak, dan juga isi akta itu telah disaring oleh notaris, tidak melanggar hukum sebab notaris sesuai dengan sumpahnya, akan menepati dengan seteliti-telitinya semua atau segala peraturan bagi Jabatan notaris yang sedang berlaku atau kepastian orangnya, memang orangnya, bukan orang lain dan bukan ditanda tangani orang lain. Sebab setiap orang yang hendak membuat akta harus terlebih dahulu dikenal oleh notaris yang membuatnya. Apabila notaris tidak mengenal orang tersebut, maka orang itu tidak dapat membuat akta notaris. Tidak dikenal oleh notaris, bisa membuat akta tetapi harus diperkenalkan oleh dua orang saksi yang dikenal oleh notaris.

18 46 Dalam hal perserikatan perdata sedikit menutup kemungkinan untuk memberikan kesempatan masyarakat untuk memilih sendiri notaris yang dipercayainya. Dalam Peraturan Menteri tersebut dikatakan bahwa para notaris dapat membuat perjanjian khusus dalam rangka menunjuk salah seorang diantara mereka atau orang ketiga sebagai pengurus Perserikatan (gerant mandataire). Menurut Pasal 1637 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pengurus yang ditunjuk itu berhak melakukan semua tindakan kepengurusan yang ia anggap perlu, walaupun tidak disetujui oleh beberapa sekutu, asalkan dilakukan dengan itikad baik. Jadi pengurus dapat bertindak atas nama perserikatan dan mengikat para sekutu tersebut terhadap pihak ketiga dan sebaliknya pihak ketiga terhadap para mitra selama masa penunjukkan (kuasa) itu berlaku. Para sekutu tentu saja masih bebas untuk menggeser atau mengganti pengurus dengan mandat tersebut. Selama pengurus yang ditunjuk itu ada, maka para sekutu yang bukan pengurus tidak mempunyai kewenangan untuk bertindak atas nama perserikatan dan tidak bisa mengikat para sekutu lainnya dengan pihak ketiga. Bila tidak ada penunjukan secara khusus mengenai pengurus, Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa, supaya yang satu melakukan pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama perserikatan dan atas nama mereka. Jadi, berkenaan dengan tanggungjawab intern antara sekutu yang berserikat tersebut, kecuali dibatasi secara tegas dalam perjanjian pendirian perserikatan, setiap sekutu

19 47 berhak bertindak atas nama perserikatan dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap para sekutu tersebut akan tetapi hal ini tidak dapat dijalankan dikarenakan jabatan notaris tidak menjalankan profesinya dengan membawa nama perserikatan atau lain sebagainya, walaupun mereka berserikat tetapi mereka tetap mengejerjakan tugas mereka masing-masing dengan membawa nama mereka sendiri-sendiri, hal yang menjadi jaminan atas kepastian hukum sebagaimana dimaksud diatas juga tidak lagi dapat dijalankan apabila para notaris berserikat, karena bila ada penunjukan pengurus pada perserikatan perdata notaris, maka si penguruslah yang berhak mengikat para notaris terhadap klien yang datang. Pasal 20 Undang-Undang Jabatan notaris adalah hal yang baru dikalangan notaris, sehingga masih banyak keraguan dari para senior notaris ataupun calon notaris untuk menjalankannya, beberapa aspek yang dapat dilihat ialah kekhawatiran dalam hal pengurusan dan pembagian keuntungan serta ketidakpastian akan menjamin kemandirian dan kerahasiaan serta kepastian hukum yang ada pada perserikatan tersebut, hal ini didasari oleh kurangnya sosialisasi mengenai perserikatan tersebut sehingga belum ada notaris yang berani mencoba menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata, tetapi jika peraturan tersebut hanya dijalankan dalam bentuk kantor bersama notaris tanpa adanya persinggungan pengaturan dan pengurusan, maka hal tersebutlah yang sangat tepat untuk diterapkan, karena tidak ada benturan-benturan serta ketimpangan-ketimpangan hukum di dalamnya, hal ini diketahui karena sudah banyak notaris di Indonesia yang melaksanakan kantor bersama notaris tersebut.

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. 1. 2. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara (BUMN). 1. 2. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maatschap atau Partnership yang diartikan juga sebagai Persekutuan Perdata diatur dalam Bab VIII Bagian Satu, Buku III pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada dunia kenotariatan. Semakin banyak masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS

BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS 9 BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS 2.1 Tugas dan Kewajiban Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Notariat sudah dikenal di Indonesia semenjak

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk Usaha Kecil

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2009.

DAFTAR PUSTAKA., Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2009. 98 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Adjie, Habib., Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT.Refika Aditama, 2008., Meneropong Khazanah Notaris

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

INDEPENDENSI NOTARIS DALAM PERSERIKATAN PERDATA. Adha Dia Agustin

INDEPENDENSI NOTARIS DALAM PERSERIKATAN PERDATA. Adha Dia Agustin INDEPENDENSI NOTARIS DALAM PERSERIKATAN PERDATA Adha Dia Agustin Calon Notaris dan Staff Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidoarjo Jalan Jaksa Agung Suprapto Nomor 1, Sidoarjo Telp. 031-8921307 Email

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERSEKUTUAN PERDATA MENJADI BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

PERUBAHAN PERSEKUTUAN PERDATA MENJADI BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS 1 PERUBAHAN PERSEKUTUAN PERDATA MENJADI BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Bahmid Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara bahmid1979@gmail.com ABSTRAK Maatschap (Persekutuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

The Independence of Notary in The Civil Partnership of Notary. Independensi Notaris dalam Perserikatan Perdata Notaris

The Independence of Notary in The Civil Partnership of Notary. Independensi Notaris dalam Perserikatan Perdata Notaris Available online at: The Independence of Notary in The Civil Partnership of Notary Independensi Notaris dalam Perserikatan Perdata Notaris Adha Dia Agustin Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidoarjo Jalan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Dalam tatanan hukum bisnis di Indonesia, ada 3 badan usaha yang ikut serta dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BADAN USAHA. Copyrigt by dhoni yusra

BADAN USAHA. Copyrigt by dhoni yusra BADAN USAHA Copyrigt by dhoni yusra PENGGOLONGAN BADAN USAHA Badan Usaha Berbadan Hukum Badan Usaha Non badan Hukum Perusahaan perseorangan (tambahan) Arti Badan Hukum tidak ada penjelasan secara tegas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusaha memberikan suatu wadah kerjasama bagi para notaris.

BAB I PENDAHULUAN. berusaha memberikan suatu wadah kerjasama bagi para notaris. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Perdata sebagai wadah kerjasama antar notaris dalam menjalankan jabatannya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan. No.93, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERORANGAN DAN BADAN USAHA NON BADAN HUKUM

PERORANGAN DAN BADAN USAHA NON BADAN HUKUM Ulasan Atas RUU Tentang USAHA PERORANGAN DAN BADAN USAHA NON BADAN HUKUM Oleh: Rudhi Prasetya Orang dalam menjalankan usaha mungkin: *secara seorang diri; *atau bersekutu : -membentuk badan hukum (PT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN U M U M Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Figur itu juga harus seseorang yang tanda tangannya serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum,`perusahaan didefinisikan sebagai suatu organisasi produksi yang menggunakan yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer 2013 Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Oleh: Indira Widyanita Nurul Suaybatul Uliyatun Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Persekutuan Firma (Fa) 1. Pengertian

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR

ANGGARAN DASAR ------------------------------------ANGGARAN DASAR--------------------------------------- -----------------------------------------MUKADIMAH-------------------------------------------- Dengan rahmat Tuhan

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

M A K A L A H OLEH DR. MUNIR FUADY, S.H., M.H., LL.M.

M A K A L A H OLEH DR. MUNIR FUADY, S.H., M.H., LL.M. PENGATURAN TERHADAP PERSEKUTUAN PERDATA, FIRMA DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER M A K A L A H DIAJUKAN DALAM RANGKA DISKUSI PEMBAHASAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, FIRMA DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, 2009

Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, 2009 BAB II PERAN NOTARIS DALAM PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA PERSEROAN TERBATAS (ANALISIS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT NOMOR 425/PDT.P/2007/PN.JKT.BAR. PERSEROAN) 2.1 Bentuk-Bentuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Organisasi. Tata Kerja. Tim Ahli. Hukum Perseroan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Organisasi. Tata Kerja. Tim Ahli. Hukum Perseroan. No.548, 2009 BERITA NEGARA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Organisasi. Tata Kerja. Tim Ahli. Hukum Perseroan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR M.HH-09.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG KEWENANGAN,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembangunan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria KERANGKA RPMK AKTUARIS Kerangka RPMK Aktuaris BAB I Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga BAB II BAB III Bagian Kesatu Bagian Kedua BAB IV Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur atau terhormat ataupun profesi mulia (nobile officium) dan sangatlah berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANGKAP JABATAN NOTARIS SEBAGAI PEMIMPIN BADAN USAHA. mengatakan, bahwa negara hukum Indonesia memuat unsur-unsur :

RANGKAP JABATAN NOTARIS SEBAGAI PEMIMPIN BADAN USAHA. mengatakan, bahwa negara hukum Indonesia memuat unsur-unsur : 1 2 RANGKAP JABATAN NOTARIS SEBAGAI PEMIMPIN BADAN USAHA Latar Belakang. Indonesia diidealkan dan dicita-citakan oleh the founding fathers sebagai suatu Negara Hukum ( Rechsstaat/The Rule of Law). Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci