BAB I PENDAHULUAN. berusaha memberikan suatu wadah kerjasama bagi para notaris.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berusaha memberikan suatu wadah kerjasama bagi para notaris."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Perdata sebagai wadah kerjasama antar notaris dalam menjalankan jabatannya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Keberadaan pasal ini diharapkan memberi solusi terhadap semakin banyaknya lulusan Magister Kenotariatan yang mengajukan pengangkatan menjadi notaris yang tidak diimbangi dengan kebijakan formasi, serta berusaha memberikan suatu wadah kerjasama bagi para notaris. Dalam kepustakaan ilmu hukum, istilah perserikatan bukanlah istilah tunggal, karena ada istilah pendampingnya yaitu perseroan dan persekutuan. Ketiga istilah ini sering digunakan untuk menerjemahkan istilah bahasa Belanda: maatschap, vennoot schap. Batasan yuridis tentang perserikatan perdata dimuat dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dirumuskan sebagai berikut Perserikatan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam perserikatan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. Menurut R. Subekti sebagaimana dikutip oleh Chaidir Ali, istilah maat atau vennoot dalam bahasa Belanda berati kawan atau teman serikat, sehingga makna dari 1

2 2 perkataan perserikatan atau vennootschap adalah sama dengan makna dari perkataan Indonesia perserikatan. Makna yang sama terkandung di dalam istilah partnership dalam bahasa Inggris. Istilah perserikatan dipandang lebih tepat daripada istilah perseroan karena istilah perseroan menimbulkan dugaan seolah-olah dalam bentuk kerja sama yang dibicarakan itu dikeluarkan sero atau saham, padahal pengeluaran sero atau saham ini tidak perlu. 1 Dalam tulisan ini akan digunakan terminologi perserikatan perdata yang mengacu pada terminologi yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pada intinya perserikatan perdata itu tidak berbeda dengan perserikatan atau perkumpulan biasa. Keduanya didirikan untuk tercapainya sekedar tujuan tertentu, akan tetapi pada perserikatan biasa tidak harus ada tujuan mendapatkan keuntungan yang harus pula dibagi antara para anggotanya. 2 Perserikatan perdata merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana untuk bersama-sama mencari keuntungan. Undang-undang menganggap perseroan-perseroan (vennoot schapen) yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai suatu bentuk istimewa dari perserikatan (maatschap). Apabila aturan-aturan tentang perserikatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dibandingkan dengan aturan-aturan yang terdapat pada perseroan firma di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, maka dapat 1 Chaidir Ali, Badan Hukum (Bandung:Alumni, 1987), hal R.Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I (Bagian Kedua), (Jakarta:Rajawali Pers, 1991), hal.33

3 3 ditarik kesimpulan bahwa perserikatan perdata ialah suatu perserikatan yang bertujuan mencari keuntungan dengan sesuatu pekerjaan atau jabatan dengan atau tidak memakai nama bersama. Jadi perserikatan perdata tidak menjalankan tindakantindakan perusahaan. Contoh perserikatan perdata dapat dilihat pada perserikatan para advokat, kerja sama antara 2 (dua) orang arsitek atau lebih, dan lain-lain. 3 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas suatu bagian umum dan khusus, bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian yang dipakai dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama tertentu, misalnya jual beli, sewa menyewa, perjanjian perburuhan, maatschap, pemberian (schenking) dan sebagainya 4. Menurut R.Subekti dan Tjitrosoedibio perserikatan diartikan sebagai kerjasama antara beberapa orang untuk mencari keuntungan, tanpa bentuk badan hukum: terhadap pihak ketiga masing-masing menanggung sendiri-sendiri perbuatannya ke dalam mereka memperhitungkan laba rugi yang dibaginya menurut perjanjian perserikatan. 5 Apabila kita memperhatikan ketentuan Pasal 1620 dan 1623 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata maka dapat dilihat 3 macam bentuk perserikatan perdata, yaitu : 3 Chaidir Ali, Op.cit., hal Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, hal R.Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, 1996, hal.73.

4 4 a. Perserikatan umum (algehele maatschap) yaitu perserikatan yang tidak mengadakan perincian, baik seluruhnya ataupun sebagian harta kekayaan tertentu yang dimasukkan oleh para teman serikat (pesero/teman serikat). b. Perserikatan khusus (bijzondere maatschap) yaitu perserikatan yang inbreng (pemasukan)nya dari para teman serikat ditentukan secara terperinci baik seluruhnya maupun sebagian. c. Perserikatan keuntungan (algehele maatschap van winst) sebagai pengecualian dari perserikatan umum. Ini karena ketentuan pasal 1621 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memperkenankan perserikatan umum, kecuali jika pemasukan dari para teman serikat itu masing-masing seluruhnya berupa tenaga kerja yang dapat menimbulkan keuntungan yang dapat dibagi-bagi di antara mereka. Jadi inilah yang dimaksud dengan perserikatan keuntungan sebagai pengecualian dari perserikatan umum itu. Dalam perserikatan perdata tidak ada ketentuan berapa besarnya modal atau kekayaan bersama itu. Ada yang memasukkan uang, ada yang memasukkan barang, bahkan ada pula yang hanya memasukkan tenaganya saja. Keahlian sebagai notaris dapat menjadi modal bagi para notaris untuk membuka kantor bersama. Hal ini dikarenakan keahlian sebagai notaris merupakan suatu keterampilan yang khusus dan spesifik sehingga dapat memberikan manfaat bagi perserikatan perdata. Pemasukan keahlian dalam perserikatan perdata sejalan dengan pemikiran yang melatarbelakangi dibuatnya ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun Banyaknya notaris yang lulus setiap tahun tidak selaras dengan kemampuan pendanaan yang

5 5 mereka miliki sehingga notaris-notaris yang sudah diangkat tersebut belum bisa langsung melayani masyarakat karena ia tidak mampu menyewa gedung dan membiayai kantornya. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mengakomodir pasal 20 dengan mengizinkan para notaris membentuk perserikatan perdata dengan syarat tidak mengorbankan kemandirian dan ketidakberpihakan. Yang bergabung hanyalah gedung dan kantornya, baik itu administrasi kantor maupun administrasi keuangan, selebihnya menjadi tanggung jawab notaris masing-masing. 6 Fungsi utama dari jabatan Notaris adalah pelayanan kepada masyarakat terhadap kebutuhan atas akta otentik yang merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh, oleh karena itu prinsip kemandirian, ketidakberpihakan dan kewajiban menjaga kerahasiaan adalah prinsip utama yang wajib dipegang teguh oleh notaris dalam menjalankan jabatannya. Kemandirian dan ketidakberpihakan seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sudah menjadi etika profesi yang harus selalu dipegang teguh oleh notaris. Etika, hukum, dan tanggung jawab memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali, dan apabila terlanggar akan mengakibatkan malpraktek. Tidak dipenuhinya salah satu unsur tersebut akan membawa dampak terjadinya misconduct yang kemungkinan akan banyak melanggar aturan hukum dan mengakibatkan terjadinya suatu beban tanggung jawab baik pidana, perdata maupun administratif. 7 6 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka, 2008), hal Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, (Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996), hal.73

6 6 Didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris perserikatan perdata dimungkinkan untuk dilakukan sebagaimana yang diatur dalam pasal 20 yaitu : (1) Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya. (2) Bentuk perserikatan perdata sebagai dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para notaris berdasarkan ketentuan peraturan Perundangundangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan notaris sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Dengan pertimbangan bahwa perserikatan perdata akan membantu notarisnotaris yang baru dari sisi kebutuhan anggaran dalam mendirikan kantor baru, juga sebagai jalan keluar dari semakin banyaknya jumlah notaris di Indonesia 8. Tuntutan akan peraturan organik pada pasal tersebut mendesak untuk dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata, memberikan pengaturan terhadap para notaris dalam melakukan tatacara pembentukan perserikatan perdata. 8 Merupakan salah satu ide pro perserikatan perdata yang berkembang dalam Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR tentang UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS pada tanggal 6 s/d 9 September 2004, di Jakarta.

7 7 Peraturan Menteri tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata (selanjutnya akan disebut Peraturan Menteri ) memuat ketentuan sebagai berikut. a. Pengertian-pengertian atau definisi-definisi pada ketentuan umum; Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri tersebut, Perserikatan Perdata Notaris adalah: Perjanjian kerjasama para notaris dalam menjalankan jabatan masing-masing sebagai notaris dengan memasukkan semua keperluan untuk mendirikan dan mengurus serta bergabung dalam satu kantor bersama notaris. 9 Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa dalam perserikatan perdata Notaris, yang bergabung hanyalah keperluan untuk mendirikan dan mengurus kantor, sedangkan para Notaris bekerja menjalankan jabatannya secara masing-masing. b. Tujuan Pendirian dan Perserikatan Perdata Notaris ; Dalam Peraturan Menteri tersebut tujuan Perserikatan Perdata Notaris dirumuskan sebagai berikut: 1. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dibidang kenotariatan; 2. meningkatkan pengetahuan dan keahlian Teman Serikat Notaris; dan 3. efisiensi biaya pengurusan kantor Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata, ps 1 angka Ibid, pasal 2.

8 8 Akan tetapi yang menjadi tujuan dari pada point 2 pasal tersebut menimbulkan kontradiksi dalam implementasinya, karena notaris adalah jabatan yang profesional dan mandiri, dimana menekankan notaris harus telah menguasai bidang-bidang tentang notaris sebelum ia diangkat sumpahnya, karena bidang pekerjaan notaris adalah sama, sehingga menempatkan para notaris tersebut pada tempat yang sederajat. Tujuan dari pada notaris adalah memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang tidak boleh melakukan kesalahan terhadap akta yang dibuatnya, tujuan pada poin 2 pasal tersebut seolah-olah memberikan kesempatan kepada notaris yang belum matang untuk berkarir dan membuka kantornya dan melayani masyarakat sehingga masih diragukan atas produkproduk serta pelayanan hukum yang dihasilkan notaris tersebut yang masih memerlukan peningkatan pengetahuan dan keahlian pada teman-teman serikat lainnya. c. Pendirian Perserikatan Perdata Notaris ; Adapun persyaratan pendirian Perserikatan Perdata Notaris telah dirumuskan sebagai berikut : 1. Perserikatan didirikan oleh 2 (dua) atau lebih notaris berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia; 2. Dalam hal terdapat teman serikat dalam Perserikatan yang mempunyai hubungan: a) perkawinan ;

9 9 b) darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah, atau garis ke samping sampai derajat kedua, dan/atau; c) semenda maka harus ada teman serikat lainnya yang tidak mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan/atau huruf c 11. Akan tetapi dalam hal menjalankan perserikatan perdata notaris tersebut perlu adanya pertimbangan terlebih dahulu sebelum menjalankannya, Adapun pertimbangan untuk tidak memperkenankan para notaris mengadakan perserikatan perdata antara lain seperti yang dikemukakan Lumban Tobing : Bahwa perserikatan sedemikian tidak menguntungkan bagi masyarakat umum, oleh karena hal itu berarti mengurangi persaingan dan pilihan masyarakat tentang notaris yang dikehendakinya, lebih-lebih di tempat-tempat dimana hanya ada beberapa notaris. Selain dari itu adanya perserikatan diantara para notaris akan menyebabkan kurang terjaminnya kewajiban merahasiakan yang dibebankan kepada para notaris. Sebaliknya dapat juga dikemukakan alasan untuk memperkenankan para notaris mengadakan persekutuan didalam menjalankan jabatan mereka sebagai notaris, yakni bagi para notaris yang telah agak lanjut usianya dalam hal mana tentunya mereka menginginkan dapat mengurangi kesibukan mereka sebagai notaris. Akan tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa walaupun hal tersebut merupakan alasan yang kuat, namun di dalam mempertimbangkannya harus diutamakan kepentingan umum, untuk mana notaris di angkat. 12 Kekhawatiran Lumban Tobing didasarkan pada sumpah jabatan Notaris yang antara lain adalah menjamin kerahasiaan terhadap akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya sebagai Pejabat Umum, dengan perserikatan perdata kerahasiaan tersebut sangat riskan untuk dipertahankan, disamping itu belum jelasnya konsep 11 Ibid, pasal G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Cetakan ke empat.1996, hal.107.

10 10 pemikiran perserikatan perdata yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata memberikan polemik tersendiri dikalangan notaris yang memicu persepsi-persepsi berbeda di antara mereka, sebahagian notaris mengatakan hal tersebut adalah suatu kebijakan yang baik di bidang kenotariatan dan sebahagian lagi mengatakan hal tersebut adalah hal yang tidak baik untuk diterapkan. Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris, yakni : sebelum seorang notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yakni : Saya bersumpah/berjanji : Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang- Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, kehormatan martabat, dan tanggung jawab saya sebagai notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.

11 11 Disaming itu notaris juga tunduk pada ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf e, yang menyatakan dalam menjalankan jabatannya, notaris antara lain berkewajiban : Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Di negara Belanda sendiri konsep perserikatan sudah dipraktekkan kurang lebih sekitar 25 tahun yang lalu, namun sistem hukum disana telah sangat siap mengantisipasi segala kemungkinan penyelewengan yang mungkin terjadi pada perserikatan perdata dengan melakukan modifikasi dan pembaharuan dalam pelaksanaannya, akan tetapi perserikatan perdata dimaksud masih sangat diragukan untuk dijalankan di Indonesia terlihat dengan adanya beberapa komentar kritis menyangkut perserikatan perdata ini antara lain seperti yang diungkapkan Herlien Budiono 13 : Bahwa kehadiran assosiasi notaris di Indonesia adalah suatu dilema, disatu pihak ia ingin meningkatkan kualitas pelayanan notaris yang lebih baik, namun di segi lain kita belum siap dengan disiplin, nilai moral dan etika profesi yang tinggi dikhawatirkan jangan-jangan asosiasi notaris berubah menjadi perusahaan akta notaris. Dalam bagian lain Herlien Budiono menjelaskan tentang praktek penyelenggaraan kegiatan notaris di Belanda dalam hubungannya dengan perserikatan perdata ini yaitu para notaris dapat membuka kantor bersama baik dengan kandidat notaris, maupun bekerja sama dengan kantor advokat. Sehingga apa 13 Burhanuddin Hussaini, Lembaga Notaris di Indonesia Dalam Krisis, Media Notariat Edisi Januari - Maret 2004 Tahun XIX, Artikel 9 Hal. 71.

12 12 yang dimaksudkan sebagai perserikatan perdata di Belanda agak berbeda dengan apa yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan untuk tidak menjalankan perserikatan perdata antara lain pada hal pengurusan dan / atau pembagian keuntungan serta kerugian dan pertanggung jawaban menyangkut kemungkinan kesalahan akta yang dibuatnya. Perbuatan pengurusan (beheer) yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang hukum perdata, adalah tiap-tiap perbuatan yang perlu atau termasuk golongan perbuatan yang biasa dilakukan untuk mengurus/memelihara perserikatan perdata. Pengurus pada perserikatan perdata biasanya adalah sekutu sendiri, disebut pengurus sekutu. Kalau diantara para sekutu tidak ada yang dianggap cakap atau mereka tidak merasa cakap untuk menjadi pengurus, maka para sekutu dapat menetapkan orang luar yang cakap sebagai pengurus. Jadi, disini ada pengurus bukan sekutu. Apabila tidak ada pengangkatan pengurus, maka yang berlaku adalah pasal 1639 sub 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengandung ketentuan yang sangat penting, yaitu bahwa para sekutu dianggap saling memberikan kuasa untuk melakukan pengurusan bagi kawannya, jadi semacam pemberian kuasa secara diam-diam. pemberian kuasa itu tidak berdasar Bab XVI, buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sementara, pada jabatan notaris, tugas utamanya adalah pelayanan kepada masyarakat dengan membuat akta oleh atau dihadapannya demi terwujudnya

13 13 kepastian hukum dan hal semacam kepengurusan tersebut tidak efektif untuk dijalankan karena menutup kesempatan kepada masyarakat untuk memilih sendiri notaris yang dipercayainya. Tuntutan adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat mengharuskan Notaris pada posisi jabatan yang Independen atau tidak terikat oleh siapapun. Dengan demikian, Perserikatan Perdata Notaris tidak mengenal anggapan saling memberikan kuasa untuk melakukan pengurusan bagi teman serikatnya. Para Notaris tetaplah bertindak untuk diri sendiri sesuai dengan jabatannya yang Independen. Menurut Pasal 1633 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cara membagi keuntungan dan kerugian itu sebaiknya diatur dalam perjanjian mendirikan perserikatan perdata, dengan cara tidak boleh memberikan seluruh keuntungan kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), sebab ini melanggar mengejar keuntungan bersama. Tetapi sebaliknya undangundang memperbolehkan pembebanan seluruh kerugian kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Kalau dalam perjanjian tidak ada aturan tentang cara membagi keuntungan dan kerugian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menetapkan bahwa pembagian itu harus dilakukan menurut asas keseimbangan pemasukan, dengan pengertian bahwa pemasukan yang berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil (Pasal 1633 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

14 14 Sementara dalam perserikatan perdata Notaris, tidak mengenal cara pembagian keuntungan sebagaimana dimaktub diatas. Sebab, dikarenakan Jabatan notaris merupakan profesi luhur yang mempunyai kewenangan yang sama, sehingga menempatkan para notaris dalam posisi sederajat. Tentunya para notaris akan mendapatkan Honorarium langsung dari klien masing-masing dan mempertanggung jawabkan pekerjaannya masing-masing. Dari kesinambungan-kesinambungan di atas nampak adanya persepsi yang lain menyangkut arti dari perserikatan perdata, padahal makna yang jelas menyangkut arti perserikatan sangat penting bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai Pejabat Umum agar tidak merugikan kepentingan masyarakat banyak yang membutuhkan jasa notaris. Berdasarkan temuan-temuan tersebut memandang perlu meneliti dan mengkaji secara ilmiah persoalan ini mengenai Efektivitas Penerapan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata. B. Perumusan masalah Berdasarkan Latar Belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi dasar lahirnya kententuan tentang perserikatan perdata notaris?

15 15 2. Apakah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata dapat mempertahankan kemandirian dan kewajiban merahasiakan yang diwajibkan terhadap notaris? 3. Apakah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata efektif untuk diterapkan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar lahirnya kententuan tentang perserikatan perdata notaris b. Untuk mengetahui dan mengkaji apakah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata tetap dapat mempertahankan kemandirian dan kewajiban merahasiakan yang diwajibkan terhadap notaris c. Untuk mengetahui Apakah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang

16 16 Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata efektif untuk diterapkan D. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat dalam dunia pendidikan kenotariatan yaitu : 1. Dari segi Praktis, bagi Notaris, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka mengetahui Efektif atau tidaknya Penerapan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata. 2. Dari segi Teoritis, bagi akademisi penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang ilmu kenotariatan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul EFEKTIVITAS PENERAPAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH.01.AH TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN

17 17 MENJALANKAN JABATAN NOTARIS DALAM BENTUK PERSERIKATAN PERDATA, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi isinya. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran 14. Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan 15. Menurut Mukti Fajar teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum 16. Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara bagaimana 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, PT. Pustaka Pelajar, 2010, hal.134.

18 18 mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkan dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu 17. Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya atau secara profesional. 18 Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya. Dalam memberikan pelayanannya, profesional itu berarti bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya dalam memberikan pelayanan sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan bayaran 17 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1996, hal Masyhur Efendi, Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 121.

19 19 dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. berani bertanggung jawab menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan berdosa kepada Tuhan. 19 Dalam menjalankan jabatan notaris, notaris mempunyai tanggung jawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi. 20 Kode Etik tersebut secara faktual merupakan norma-norma atau ketentuan, yang ditetapkan dan diterima oleh seluruh anggota kelompok profesi. Oleh karena itu dalam meneliti tentang efektivitas penerapan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata menggunakan teori sebagai pisau analisis untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu dengan teori dari Hans kelsen 19 Abdul kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisivs, Yogyakarta, 1995, hlm. 147.

20 20 tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan atas profesinya. 21 Menurut Hans Kelsen: 22 Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum di sebut kekhilapan (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan. Jabatan notaris merupakan jabatan yang mandiri dan merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan yang mandiri berarti menempatkan para notaris dalam posisi yang sederajat, karena notaris tidak mengenal adanya pembagian keahlian sehingga ia mampu menjalankan tugas jabatannya sendiri-sendiri tanpa ada bantuan ataupun intervensi dari pihak lain. Notaris sebagai jabatan kepercayaan berarti bertanggung jawab untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang 21 Hans Kelsen (Ahli Bahasa oleh Somardi), General Theory Of law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal, Ibid, hal. 83

21 21 memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya. Hal tersebut di atas merupakan hak ingkar notaris yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah notaris menyatakan : Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Sedangkan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan: Notaris berkewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata tidak mengatur secara terperinci bagaimana cara menjaga kemandirian dan menjaga kepercayaan yang ditekankan terhadap seorang notaris, bagaimana cara merahasiakan isi akta dan segala yang ada didalam akta tersebut jika berserikat dan bagaimana melakukan pengurusan terhadap perserikatan, walaupun para notaris tersebut sudah berbentuk sebagai suatu perserikatan, tetapi di antara notaris tersebut, tetap tidak boleh saling bekerja sama dalam hal menjalankan jabatannya serta tidak diperbolehkan untuk membeberkan isi akta dan rahasia klien yang dipercayakan kepadanya yang diragukan sukar untuk dijalankan jika notaris tersebut berserikat, yang dapat dilakukan seharusnya hanyalah sebatas kantor

22 22 bersama notaris tanpa adanya intervensi kepengurusan, pembagian keuntungan dan lain sebagainya. Perserikatan antar para notaris sangat sukar untuk dijalankan dikarenakan pada prinsipnya notaris adalah suatu profesi jabatan yang mandiri yang berarti independen, bekerja secara sendiri-sendiri, dan juga harus menjaga kepercayaan kliennya untuk merahasiakan segala perbuatan hukum yang dilakukan klien notaris tersebut, seorang notaris yang tidak dapat membatasi dirinya untuk melakukan kewajiban tersebut maka akibatnya di dalam praktek dia akan mengalami kehilangan kepercayaan publik dan ia tidak lagi dianggap sebagai orang kepercayaan. Dengan diberlakukannya perserikatan perdata notaris tersebut maka akan berdampak mengurangi persaingan dan pilihan masyarakat tentang notaris yang dikehendakinya, lebih-lebih di tempat-tempat dimana hanya ada beberapa notaris. Selain dari itu adanya perserikatan diantara para notaris akan menyebabkan kurang terjaminnya kewajiban merahasiakan yang dibebankan kepada para notaris tersebut serta dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat di antara para notaris, karena bila beberapa notaris yang berserikat tersebut memiliki hubungan kekeluargaan maka akan terjadi dominasi kepengurusan yang tidak terputus dikhawatirkan juga para notaris yang sudah pensiun sekalipun dapat menjalankan perannya dibalik layar dengan membawa nama perserikatan, segala pelanggaran yang dilakukan notaris terhadap hal-hal tersebut dibebankan kepada jabatan notaris itu sendiri.

23 23 2. Kerangka Konsepsi a. Perserikatan Perdata notaris adalah, Perjanjian kerjasama para notaris yang bersatu dalam kantor bersama akan tetapi bersentuhan dengan pengurusan, pertanggung jawaban, maupun pembagian keuntungan dan kerugian sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Kantor bersama notaris adalah, Notaris bersama-sama dalam satu kantor, tidak bersentuhan dengan pengurusan, pertanggung jawaban, maupun pembagian keuntungan dan kerugian seperti dalam perserikatan perdata yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. c. Rahasia Jabatan notaris adalah kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang menyangkut isi akta ataupun hal-hal yang disampaikan klien kepada notaris tetapi tidak dimuat dalam akta yakni untuk hal-hal yang diketahuinya karena jabatannya (uit hoofde van Zijn ambt) termasuk sampai kepada siapa klien yang datang kepadanya d. Formasi notaris adalah penentuan jumlah notaris di suatu wilayah kerja e. Kemandirian notaris adalah Sikap mandiri dan profesional seorang notaris dalam menjalankan profesinya sesuai dengan Undang-Undang dan kode etik, serta mampu menjalankan jabatannya dan tanggung jawab pekerjaannya secara sendiri-sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak manapun

24 24 G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian dalam bahasa Inggris disebut research, adalah suatu aktivitas pencarian kembali pada kebenaran (truth) 23. Pencarian kebenaran yang dimaksudkan adalah upaya-upaya manusia untuk memahami dunia dengan segala rahasia yang terkandung didalamnya untuk mendapat solusi atau jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapinya 24. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah mengambarkan semua gejala dan fakta yang ada dilapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan 25 Dalam Hal ini diarahkan untuk menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundangundangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengenai perserikatan perdata notaris, sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang bagaimana tanggung jawab dan tatacara menjalankan perserikatan perdata notaris yang baik dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan bagaimana kedudukan notaris dalam pelaksanaan perserikatan perdata notaris di Indonesia. Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma 26. Soerjono 23 Sutandyo Wigyosubroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika masalahnya, Huma, 2002, hal Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Loc.Cit, hal Winarto Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Bandung, Tarsito, 1978, hal Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Loc.Cit, hal. 34.

25 25 Soekanto dan Sri Mamudji 27 memberikan pendapat penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah. Dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan analitis yuridis (law Analytical Approach) yaitu pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat di dalam perundangundangan dan peraturan-peraturan lainnya, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji penerapannya secara praktis dan menganalisa peraturan-peraturan hukum tersebut. Pendekatan analitis ini digunakan oleh peneliti dalam rangka melihat efektivitas penerapan perserikatan perdata notaris dengan pertimbangan Kitab Undang-Undang hukum Perdata dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam Penelitian Hukum Normatif atau kepustakaan, teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non hukum. 27 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, 2010, hal. 15.

26 26 a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni : 1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2). Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 3). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH.01.AH Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : wawancara dengan nara sumber, hasilhasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian. c. Bahan non hukum adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedi atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian ini. 3. Alat Pengumpulan Data Alat Pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah dengan cara : a. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan data sekunder dari nara sumber yang telah ditentukan yaitu : 1). Notaris sebanyak 2 (dua) orang. 2). Sekretariat Majelis Pengawas Pusat Notaris, sebanyak 1 (satu) orang.

27 27 b. Studi dokumen, yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan 2 (dua) tahap penelitian antara lain : a. Penelitian Lapangan Dilakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh bahan hukum sekunder dengan melalui pengumpulan data yang merupakan bahan penelitian. b. Penelitian Kepustakaan. Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data primer baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah di inventarisir dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang bersangkutan. 5. Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasainya 28. Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan 28 Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Loc.Cit, hal. 183.

28 28 kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar 29. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh. Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukan cara berfikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan mengambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, UNS Press, Surakarta, 1998, hal. 37.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada dunia kenotariatan. Semakin banyak masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maatschap atau Partnership yang diartikan juga sebagai Persekutuan Perdata diatur dalam Bab VIII Bagian Satu, Buku III pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2009.

DAFTAR PUSTAKA., Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2009. 98 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Adjie, Habib., Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT.Refika Aditama, 2008., Meneropong Khazanah Notaris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Figur itu juga harus seseorang yang tanda tangannya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Notaris harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk di dalamnya profesi notaris, merupakan suatu profesi khusus di samping profesi luhur lainnya. Kekhususannya adalah bahwa pada hakikatnya profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS

BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS 9 BAB 2 UPAYA NOTARIS DALAM MENJAMIN KEMANDIRIAN DAN KETIDAKBERPIHAKANNYA PADA KANTOR BERSAMA NOTARIS 2.1 Tugas dan Kewajiban Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Notariat sudah dikenal di Indonesia semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan salah satu profesi yang mulia, oleh karena itu, untuk tetap memuliakan profesi ini, maka diperlukan suatu aturan untuk mengatur tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats) yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika pembangunan nasional salah satunya adalah dengan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di Indonesia pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 merupakan Negara hukum. Prinsip dari Negara hukum adalah menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang BAB I PENDAHAULUAN A. Latar belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang berlandaskan pada Pancasila, oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia sebagai makhluk budaya mempunyai berbagai ragam kebutuhan. Kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan sempurna apabila berhubungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

umum, ini dikuatkan lagi dengan akta yang dikeluarkan adalah alat bukti pemerintah dalam menjalankan jabatannya.

umum, ini dikuatkan lagi dengan akta yang dikeluarkan adalah alat bukti pemerintah dalam menjalankan jabatannya. 2 Begitu vitalnya peran profesi Notaris di negeri ini sebagai pejabat umum, ini dikuatkan lagi dengan akta yang dikeluarkan adalah alat bukti yang sempurna, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. Ini memperlihatkan

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasar atas hukum ( rechtsstaat ) dan tidak berdasarkan kekuasaan ( machtsstaat ). Pasal 1 ayat (3) Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum lainnya. Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PERATURAN PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang. Keberadaan Notaris sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. 2 Hukum adalah seperangkat aturan yang mempunyai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci