BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994). Sedangkan menurut Stuart & Sundeen (1995) komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier et.al, 2000). Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien. 10

2 13 2. Fungsi Komunikasi Terapeutik Menurut Vancarolis (1990) dalam Purwanto (1994) fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada petumbuhan klien yang menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Hunter&Kruszweski (1983) meliputi: a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri. b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi. c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai. d. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.

3 14 3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik Menurut Arwani (2002) ada tiga hal mendasar yang memberi ciriciri komunikasi terapeutik antara lain: a. Keikhlasan (Genuiness) Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat. b. Empati (Empathy) Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi. c. Kehangatan (Warmth) Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.

4 15 4. Prinsip Komunikasi Terapeutik (Keliat, 1996) Tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila perawat dalam helping relationship memiliki prinsip-prinsip/karakteristik dalam menerapkan komunikasi terapeutik yang meliputi: a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya. h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

5 16 i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup. k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain. Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, diharapkan perawat akan mampu menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self). Selanjutnya upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam therapeutic use of

6 17 self. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga kemampuan tersebut (Dwidiyanti, 2008). 5. Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart & Sundeen tahun (1995), teknik komunikasi terdiri dari: a. Mendengarkan (Listening) Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Menurut Ellis (1998), menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan anda bernilai untuk saya dan saya tertarik padamu. b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening) Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995). c. Mengulang (Restating) Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti

7 18 pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh klien. d. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang denga muka masam pada saat berinteraksi dengan klien. e. Klarifikasi Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien. f. Refleksi Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan Nihart, 1998), dikutip oleh Nurjanah (2001).

8 19 g. Asertif Menurut Smith (1992) dalam Nurjanah (2001) asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain. Tahap-tahap menjadi lebih asertif menurut Lindberg (1998) dalam Nurjanah (2001) antara lain menggunakan kata tidak sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah. h. Memfokuskan Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas. i. Membagi persepsi Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan. j. Identifikasi tema Merupakan teknik denga mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting.

9 20 k. Diam Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers, 1999), dikutip oleh Nurjanah (2001). l. Informing Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan (Stuart & Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi. m. Humor Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan

10 21 bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. Sedangkan menurut Nurjanah (2001) humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan. n. Saran Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. 6. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik Dalam komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart & Sundeen, 1995). a. Fase Prainteraksi Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien. b. Fase Orientasi Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta

11 22 pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawatklien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya. c. Fase Kerja Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien. d. Fase Terminasi Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik),

12 23 mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart & Sundeen, 1995). 7. Cara perawat menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik (Egan dalam Keliat, 1992): Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi terapeutik antara lain: a. Berhadapan Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk komunikasi. b. Mempertahankan kontak Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. c. Membungkuk ke arah klien Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk mendengar sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. e. Tetap rileks Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien. Menurut Tamsuri (2005) sikap rileks menciptakan iklim yang kondusif bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan memungkinkan pengembangan komunikasi.

13 24 8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik (Potter & Perry dalam Nurjannah, 2001, Tamsuri, 2005) Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi yang terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain: a. Perkembangan Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk komunikasi dalam dua aspek, yaitu tingkat perkembangan tubuh mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan. Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut. Adalah sangat berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja dengan anak usia balita. b. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. c. Gender Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (1990) menyatakan bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki lebih menunjukan indepedensi dan status dalam kelompoknya.

14 25 d. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya. e. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi. f. Emosi Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien agar dan keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya. g. Pengetahuan Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit. Hubungan terapeutik

15 26 akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara profesional. h. Peran dan Hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas, komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal karena tuntutan profesionalisme. i. Lingkungan Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut Ann Mariner (1986) lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhinya perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. j. Jarak Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tetap pada saat melakukan hubungan dengan klien.

16 27 k. Masa bekerja Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi klien. Bagi klien, dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai teknik komunikasi agar perilaku klien dapat berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Perawat harus menganalisa dirinya tentang kesadaran dirinya, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai role model agar dapat berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal bertujuan secara terapeutik untuk klien. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi kepuasan klien. Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak tercapainya kepuasan klien dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan dengan komunikasi yang juga merupakan kepuasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional.

17 28 9. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Perawat Melaksanakan Komunikasi Terapeutik (Stuart & Laraia, 2001, Kariyoso, 1994). a. Kualitas Personal Yang terdiri dari kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan untuk menjadi role model, motivasi altruistik dan kemandirian. b. Komunikasi Fasilitatif Terdiri dari perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah dan teknik terapeutik. c. Dimensi Responsif, terdiri dari: 1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang serasi, autentik dan transparan. 2) Hormat, bahwa klien diperlakukan sebagai orang yang berharga dan diterima tanpa syarat. 3) Empati, yaitu memandang dunia klien dari sisi internal klien. 4) Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan istilah khusus dari pada istilah yang abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan perilaku klien (Hidayat, 2004). d. Dimensi Tindakan (Purba, komunikasi dalam keperawatan diperoleh 5 Maret 2008), terdiri dari: 1) Konfrontasi adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan perilaku klien untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff

18 29 (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu: a) Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien). b) Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien. c) Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat. Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah. 2) Kesegeraan, terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera. 3) Pengungkapan diri, tampak ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien.

19 30 4) Katarsis, klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien. 5) Bermain peran, membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan antar manusia. e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens, kontransferens dan pelanggaran batasan. 1) Resistence Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. 2) Transference Adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting di masa lalu. 3) Counter Transference Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan,

20 31 konflik masalah dan pandangan mengenal dunia yang tidak disadari oleh perawat. 4) Boundary Violations Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi atau personal dengan klien. f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat. 10. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (1994) ada beberapa hal yang dapat menghambat komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi yang berbeda dan mengalihkan topik pembicaraan. Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah: a. Mengubah subjek atau topik (Changing The Subject) Mengubah objek pembicaraan akan menunjukkan empati yang kurang terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak nyaman, tidak tertarik dan cemas, sehingga idenya menjadi kacau dan informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak tercukupi.

21 32 b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance) Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klien terhadap perawat. c. Memberi nasihat (Giving Advice) Memberi nasihat menunjukkan bahwa perawat tahu yang terbaik dan bahwa klien tidak dapat berpikir untuk diri sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah mereka sendiri. d. Komentar yang bertahan (Defensive Comments) Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancaman yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak defensif perawat perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu setuju. e. Pertanyaan penyelidikan (Prying or Probing Questions) Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan yang bersifat pribadi.

22 33 f. Menggunakan kata klise (Using Cliches) Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak peduli dengan situasinya. g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening) Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa bahwa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya. 11. Kriteria Keberhasilan Komunikasi Terapeutik (Potter dan Perry, 1992) Evaluasi komunikasi yang telah dilakukan sudah terapeutik atau belum dapat ditandai dengan meningkatnya komunikasi dan hubungan perawat klien. Evaluasi didasarkan pada tujuan yang ditentukan sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan klien akibat tindakan yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan kepuasan yang ditunjukkan klien terhadap pesan yang diterima. Kenyamanan klien secara fisik, klien bersedia mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa cocok untuk berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi keberhasilan komunikasi terapeutik. Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan membandingkan hasil yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari komunikasi termasuk gaya dan tehnik komunikasi.

23 34 Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab untuk mengevalusai perawat sendiri antara lain: a. Apakah membuka diri atau bersedia mendengar saat klien mengekspresikan perasaanya. b. Apakah perawat berespon supportif ataukah kritis dalam menyampaikan idenya atau tampak hambar. c. Apakah pertanyaan yang digunakan berupa pertanyaan terbuka atau tertutup. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai dan pasien merasa tidak puas perawat harus mengevaluasi rencana yang telah dibuat dan memodifikasinya. 12. Penilaian Keberhasilan Komunikasi Terapeutik Menurut standar asuhan keperawatan / SAK dari Depkes 1994 pelaksanaan komunikasi terapeutik dapat dinilai dengan cara observasi. Item-item yang terdapat dalam instrumen observasi pelaksanaan komunikasi terapeutik menurut SAK antara lain: a. Kriteria persiapan : menciptakan situasi lingkungan yang nyaman. b. Kriteria pelaksanaan 1) Perawat menampilkan sikap yang ramah dan sopan. 2) Memperkenalkan diri. 3) Menyampaikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dipahami pasien. 4) Menyapa klien dengan ramah.

24 35 5) Mengamati respon klien. 6) Mencatat hasil komunikasi. 13. Komunikasi Dalam Proses Keperawatan Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasikan dan memberikan tindakan keperawatan dari perawat kepada klien. Komponen proses keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai melalui pendekatan proses keperawatan. Satu hal penting yang tidak bisa dipisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses keperawatan dengan baik tanpa mengetahui kebutuhan klien. Disinilah komunikasi dibutuhkan sebagai sarana untuk menggali kebutuhan klien. Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat sebagai therapi bagi klien khususnya klien dengan depresi, kecemasan dan kebingungan dalam mengambil keputusan (Manurung, 2004).

25 36 B. Konsep Perawat 1. Pengertian Perawat Menurut Harlley (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002). 2. Peran dan Fungsi Perawat Menurut Perry & Potter (2005) perawat memiliki beberapa peran perawat antara lain: a. Pemberi Asuhan Keperawatan Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan social. b. Pembuat keputusan klinis Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.

26 37 c. Pelindung dan advokat klien Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. d. Manajer kasus Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya. e. Rehabilitator Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi. f. Pemberi kenyamanan Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental. Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya. g. Komunikator Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik. Kualitas komunikasi merupakan factor yang

27 38 menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas. h. Penyuluh atau pendidik Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumbersumber yang lain. i. Role model Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya. Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik. j. Peneliti Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya. k. Kolaborator Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien. Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi yaitu: a. Fungsi Pokok Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat

28 39 mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin. b. Fungsi Tambahan Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter. c. Fungsi Kolaboratif Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi. C. Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik. Perawat adalah manusia biasa yang unik dengan karakteristik masingmasing. Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang perawat, perawat tidak bisa terlepas dari karakteristik yang dimiliki. Karakteristik individu sedikit banyak akan mempengaruhi perawat dalam melaksanakan perannya salah satunya adalah dalam menerapkan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan. Beberapa karakteristik perawat tersebut meliputi: 1. Umur Menunjukan periode waktu yang telah dilewati seorang manusia selama hidupnya yaitu sejak lahir sampai meninggal dunia. Usia sebagai

29 40 unsur biologis dari seseorang menunjukkan tingkat kematangan organ perseptual. Hampir semua aspek kehidupan manusia terkait dengan usia misal; personalitas (mental, moral, kecerdasan dan emosi) berkembang sesuai usia seseorang. Tingkatan usia pada seseorang menunjukkan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan serta banyaknya pengalaman kehidupan yang dialami. Usia juga mempengaruhi kedewasaan seseorang dalam berhubungan interpersonal. Usia dikaitkan dengan kinerja/prestasi yang tinggi, dimana usia produktif (20-35 tahun) identik dengan idealisme yang tinggi. Usia juga mempengaruhi fisik dan psikis seseorang, dimana dengan bertambahnya usia seseorang cenderung mengalami perubahan potensi kerja, selain itu faktor jenis kelamin juga akan mempengaruhi kinerja seseorang (Gibson, 1996). Karakteristik seorang perawat berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan termasuk di dalamnya penerapan komunikasi terapeutik, dimana semakin tua usia perawat maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Hal ini berdampak pada penerapan komunikasi terapeutik pada klien semakin baik pula. 2. Jenis Kelamin Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki-laki akan tetapi pemberian ketrampilan yang cukup memadai pada perempuan pun mendapatkan hasil pekerjaan

30 41 yang cukup memuaskan. Ada posisi lain dalam karakter perempuan yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja. Hal ini akan mempengaruhi kerja secara personal. Perbedaan jenis kelamin pada era 90-an, baik di Indonesia maupun di negara maju tidak sedikit yang berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan tidak sama. Laki-laki lebih berhak di segala bidang dibandingkan dengan perempuan. Ada juga yang berpendapat bahwa lakilaki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang hakiki dalam hak dan kewajiban. Penelitian mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan berubah dari waktu ke waktu. Dalam profesi keperawatan ini memungkinkan untuk laki-laki dan perempuan sama-sama berkarya (Sukasta, 2006). 3. Tingkat Pendidikan Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Diharapkan semakin tinggi pendidikan formal (profesi) maka akan semakin baik dalam bekerja (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan merupakan pengembangan diri dari individu dan kepribadian yang dilaksanakan

31 42 secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan ketrampilan serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pendidikan tidak hanya mempengaruhi unsur kognitif seperti proses belajar dan pemecahan masalah atau pemulihan perilaku, tetapi juga mengubah nilai seperti persepsi, minat, perasaan dan sikap (Yusuf, 2001, Jallaluddin, 2000). Kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Untuk itu perawat dituntut untuk meningkatkan pendidikan dan ketrampilan melalui pendidikan formal dengan melanjutkan sekolah lagi maupun non formal melalui pelatihanpelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat intelektual. Bagi perawat semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi motivasi pada dirinya terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Perawat sebagai bagian penting dari rumah sakit dituntut memberikan perilaku yang baik dalam rangka membantu klien dalam mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Bagi seorang perawat yang menjalankan profesinya sebagai perawat, saat menjalankan profesinya harus memiliki pengetahuan dan pendidikan dalam bidangbidang tertentu, untuk itu dibutuhkan pendidikan yang sesuai agar dapat berjalan dengan baik dan professional. Menurut Lindberg, Hunter & Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995) menyatakan bahwa

32 43 karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan. Sesuai pendapat Sekjen Depkes RI dr. Hidayat Hardjoprawito yang menyatakan bahwa mutu pelayanan perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan (Hamid, 1995). 4. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu a. Tahu (Know) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh beban yang dipelajari. Dimana perawat dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dimana perawat mampu menjelaskan alasan mengapa perlu adanya komunikasi terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan.

33 44 c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan benar secara professional. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang benar. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Sehingga perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik secara terus menerus dan secara berkesinambungan. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari komunikasi

34 45 terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003). Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh system kepribadian individu yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003). 5. Masa bekerja Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman sehingga semakin baik cara komunikasinya (Manullang, 1999). Demikian juga akan mempengaruhi dalam melakukan pekerjaan, dalam hal ini sebagai perawat yang terapeutik. Masa kerja seseorang dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa sekarang saat masih bekerja di rumah sakit (Ismani, 2001). 6. Status Kepegawaian Status kepegawaian merupakan jabatan yang dimiliki seseorang yang bekerja di sebuah instansi atau perusahaan dalam struktur organisasi (Lumenta, 1989). Status kepegawaian dapat mempengaruhi kinerja dari seorang perawat. Perawat dengan status PNS akan cenderung lebih baik daripada perawat dengan status pegawai tidak tetap. Namun tidak menutup kemungkinan hal sebaliknya juga dapat terjadi tergantung dari individu masing-masing dan faktor-faktor lain yang mendukung hal tersebut. Di

35 46 samping itu terkadang tradisi dan system nilai juga dapat mendorong atau menghambat perawat untuk melaksanakan komunikasi terapeutik. (Sondang, 1992). D. Kerangka Teori Penelitian Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Terapeutik: 1. Perkembangan 2. Nilai 3. Emosi 4. Masa bekerja 5. Latar belakang Sosial budaya 6. Pengetahuan 7. Persepsi 8. Peran 9. Lingkungan 10. Jarak Peran Perawat 1. Pemberi asuhan keperawatan 2. Advokat 3. Rehabilitator 4. Komunikator 5. Edukator 6. Role model 7. Kolaborator Karakteristik individu 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Masa bekerja 4. Tingkat pendidikan 5. Tingkat pengetahuan 6. Status Kepegawaian Komunikasi terapeutik 1. Fase orientasi 2. Fase kerja 3. Fase terminasi Proses Keperawatan Faktor yang mempengaruhi perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik: 1. Kualitas personal 2. Komunikasi fasilitatif 3. Dimensi responsive 4. Dimensi tindakan 5. Kebuntuan terapeutik 6. Hasil terapeutik Faktor penghambat: 1. Changing the subject 2. Offering false reassurance 3. Giving advice 4. Defensive comment 5. Prying or probing questions 6. Using clichés Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi: Perry & Potter (2005), Nurjannah (2001), Stuart & Laraia (2001)

36 47 E. Kerangka Konsep Penelitian Independent variable 1. Karakteristik individu a. Umur b. Jenis kelamin c. Masa bekerja d. Tingkat pendidikan e. Status Kepegawaian 2. Tingkat pengetahuan 1. Dependent variable Komunikasi Terapeutik 1. Fase orientasi 2. Fase kerja 3. Fase terminasi Variabel Perancu 1. Penghargaan 2. Supervisi 3. Kebijakan 4. Lingkungan Keterangan : Area yang diteliti Area yang tidak diteliti Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian F. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Variabel bebas adalah variabel bila yang berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain dan variabel terikat, yaitu variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas (Sastroasmoro, 1995). Variabel bebas pada penelitian ini adalah karakteristik perawat yang terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status kepegawaian dan tingkat pengetahuan sedangkan variabel terikatnya adalah penerapan komunikasi terapeutik.

37 48 G. Hipotesa Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan beberapa hipotesa sebagai berikut: 1. Ha : Ada hubungan antara umur perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan. 2. Ha : Ada hubungan antara jenis kelamin perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan. 3. Ha : Ada hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan. 4. Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan. 5. Ha : Ada hubungan antara lama bekerja perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan. 6. Ha: Ada hubungan antara status kepegawaian perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Komunikasi Terapeutik Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian komunikasi, yaitu: komunikasi merupakan timbal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien Dalam konteks teori consumer behaviour, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman pasien setelah mendapatkan pelayanan rumah sakit. Kepuasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mutu pelayanan kesehatan dalam memenuhi harapan harapan pasien yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mutu pelayanan kesehatan dalam memenuhi harapan harapan pasien yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan pasien merupakan tujuan pelayanan kesehatan. Manfaat pelayanan terbaik bagi pelanggan adalah pelanggan puas dan interaksi positif. Kepuasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Perawat 2.1.1.1. Pengertian perawat Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik 1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 MODUL KOMUNIKASI INTERPERSONAL MATA KULIAH KEPERAWATAN PALIATIF NSA525 KOMUNIKASI PADA PASIEN PALIATIF I Disusun Oleh YULIATI.,SKp.,MM.,M.Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 1 / 10 KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN

Lebih terperinci

Interaksi yang dilakukan perawat menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.

Interaksi yang dilakukan perawat menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. JENNI M PURBA Perawat profesional harus mempunyai keterampilan intelektual, teknikal & interpersonal, yang tercermin dalam perilaku caring dalam berkomunikasi dengan orang lain (Johnson, 1989). Keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. PENGERTIAN Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. B. TUJUAN Tujuan Komunikasi Terapeutik : 1. Membantu pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian komunikasi terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Peran 1.1 Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Empati 1. Definisi Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut, dan apa yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian A. Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien karena adanya rasa saling membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akui oleh Pemerintah Republik Indonesia. pelayanan terhadap pasien (Nursalam, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akui oleh Pemerintah Republik Indonesia. pelayanan terhadap pasien (Nursalam, 2001). 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawat 1. Pengertian Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan masa pendidikan keperawatan di dalam negeri maupun di luar negeri yang di akui oleh Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG A. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien (Panduan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB II TINJAUAN TEORISTIS BAB II TINJAUAN TEORISTIS 2.1 Perilaku Caring 2.1.1 Pengertian Caring Perawat Menurut Carruth, dalam Nurachmah (2001) asuhan keperawatan yang bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini melelui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami komunikasi non verbal (Santrock, 2007 cit. Dalimunthe, 2008). interaksi (Eggen, 2004 cit. Dalimunthe, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami komunikasi non verbal (Santrock, 2007 cit. Dalimunthe, 2008). interaksi (Eggen, 2004 cit. Dalimunthe, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Keterampilan Komunikasi Keterampilan komunikasi adalah keterampilan yang diperlukan dalam berbicara, mendengar dan mengatasi hambatan komunikasi verbal, memahami

Lebih terperinci

A. Mata Kuliah Nursing Theorist

A. Mata Kuliah Nursing Theorist A. Mata Kuliah Nursing Theorist B. Capaian Pembelajaran Praktikum Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu: 1. Menganalisis komunikasi terapeutik dan helping relationship dalamkonteks hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG DADALI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Oleh : Arni Wianti

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG DADALI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Oleh : Arni Wianti GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG DADALI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Arni Wianti ABSTRAK Pendahuluan. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan merupakan kesesuaian antara harapan pasien tentang pelayanan yang tersedia dengan persepsi pelayanan yang diterima. Jika harapan terlampaui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO. Abstrak

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO. Abstrak HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO 1 Megarista Aisyana, 2 Iin Rahayu Abstrak Hubungan yang harmonis antara perawat rumah sakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Terapeutik a. Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi dari pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di segala kehidupan. Tidak orang semua orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perawat Pengertian Perawat Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. menurut Harlley (1997) dalam Fahri (2010),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare, artinya memberitahukan, menyampaikan. Communicatio, artinya hal memberitahukan; pemberitahuan;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma dalam keperawatan, dari konsep keperawatan individu menjadi keperawatan paripurna serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Motivasi Perawat 1. Definisi Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengemukakan, motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Keterampilan Komunikasi a. Pengertian Keterampilan Komunikasi Keterampilan komunikasi adalah pengetahuan seseorang yang digunakan dalam teknik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperwatan.

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN. JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp. PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN. JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp. PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp. PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENDAHULUAN Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian komunikasi terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kepuasan adalah kesesuaian jasa yang diterima /dirasakan dengan yang diharapkan Parasuraman et al, (1999). Menurut Kotler (1992) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL. Aniharyati

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL. Aniharyati KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL Aniharyati Abstract: Communication of Therapeutic is planned communication consciously, aims to and centred

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia untuk memenuhi semua kebutuhan dasarnya agar dapat hidup dan berkembang sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1. Pengetahuan 1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung penyakit atau kasusnya yang bersifat intangibles, yaitu output tidak dapat terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung penyakit atau kasusnya yang bersifat intangibles, yaitu output tidak dapat terpisahkan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Terapeutik 2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Homby (1974), yang dikutip oleh Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan dan harapan masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Masyarakat semakin menuntut mutu pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gangguan Harga Diri Rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perawat merupakan sumber daya terbanyak di rumah sakit dan yang paling sering berinteraksi lansung dengan klien, sehingga kontribusi perawat cukup besar dalam mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA 1. MINAT a. Pengertian minat Menurut Purwanto (2001) minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tingkat Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari seseorang setelah menggunakan panca indera baik itu indra penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Area Penelitian RSUD Kraton merupakan Rumah Sakit Umum milik pemerintah daerah kabupaten Pekalongan yang memiliki dua buah ruang khusus penyakit bedah

Lebih terperinci

Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S.Kep., M.Kep.

Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S.Kep., M.Kep. Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S.Kep., M.Kep. SCHOOL OF NURSING DIPONEGORO UNIVERSITY SEMARANG 2012 Terapeutik : kata sifat yang dihubungkan dengan seni penyembuhan Segala sesuatu yang memfasilitasi proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut. Dalam profesi kedokteran terdapat tiga komponen penting yaitu komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta komponen hubungan interpersonal antara dokter dan pasien.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci

Konsep diri, KDK, Sal

Konsep diri, KDK, Sal KONSEP DIRI S A L B I A H, S K p Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat,

Lebih terperinci

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Label: Perkuliahan Bentuk hambatan komunikasi Terapeutik Ada 5 jenis: a. Resistens b. Transferens c. Kontertransferens d. Pelanggaran batas e. Pemberian hadiah 1. Resistens

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011). BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Caring merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan yang diperlukan antara pemberi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang menggambarkan kesatuan nilai-nilai kemanusian secara menyeluruh. Menurut Watson (1979 dalam Dwidiyanti

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT I PASCA SOSIALISASI CARRATIVE CARING

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT I PASCA SOSIALISASI CARRATIVE CARING TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT I PASCA SOSIALISASI CARRATIVE CARING MENURUT JEAN WATSON DI AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA TAHUN 2016/2017 Leo Rulino*, Denny Syafiqurahman** *Dosen Akademi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci